DIAGNOSIS Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa : 1. Adanya gejala klinik 2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan. 3. Kultur: C. tetani (+). 4. Lab : SGOT, CPK meninggi me ninggi serta dijumpai myoglobinuria. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nilai – nilai yang spesifik; lekosit dapat normal atau dapat meningkat. – nilai Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis kemudian dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging. Tetapi pemeriksaan mikrobiologi hanya pada 30% kasus ditemukan Clostridium Tetani. SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh. Pemeriksaan cairan serebrospinalis dalam batas normal, walaupun kadang – kadang kadang didapatkan tekanan meningkat akibat kontraksi otot. Pemeriksaan elektroensefalogram adalah normal dan pada pemeriksaan elektromiografi hasilnya tidak spesifik. DIAGNOSIS BANDING 1) Meningitis bakterial Pada penyakit ini trismus tidak ada dan kesadaran penderita biasanya menurun. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan cairan serebrospinalis yaitu jumlah sel meningkat,kadar protein meningkat dan glukosa menurun. 2) Poliomielitis Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus. Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukkan lekositosis. Virus poliodiisolasi dari tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibodi meningkat.
3) Rabies Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan, kejang bersifat klonik. 4) Keracunan strichnine Pada keadaan ini trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum. 5) Tetani Timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia di mana kadar kalsium dan fosfat dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot adalah karpopedal spasme dan biasanya diikuti laringospasme, jarang dijumpai trismus. 6) Retropharingeal abses Trismus selalu ada pada penyakit ini, tetapi kejang umum tidak ada. 7) Tonsilitis berat Penderita disertai panas tinggi, kejang tidak ada tetapi trismus ada. 8) Efek samping fenotiasin Adanya riwayat minum obat fenotiasin. Kelainan berupa sindrom ekstrapiramidal. Adanya reaksi distonik akut, torsicolis dan kekakuan otot, 9) Kuduk kaku juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas, miositis leher dan spondilitis leher. DAFTAR PUSTAKA Adams, E. B.; Holloway, R.; Thambiran, A. K.; Dessy, S. D.: Usefulness of Intermittent Positive Pressure Respirations in The Treatment of Tetanus. Lancet 1966;1176 – 1180. Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205-1207. Annonymous. Human Antitoxin for Tetanus Prophylaxis. Lancet 1974; i 51 – 52. Asa, K. D.; Bertorini, T. E. Pinals, R. S. Case Report Myositis Ossificans Circumscripta, a Complication of Tetanus. Am. J. Med. Sciences 1986; 292:40 – 43. Atrakchi, S. A. and Wilson, D. H. Epidemiology. Br. Med. J. 1977; 1:179. Barkin, R. M.; Pichichero, M. E. Diphteria – Pertusis – Tetanus Vaccine Teactogenicity of Cimmercial Products. Pediatricas 1979; 63:256 – 260.
Samuels, AM. Tetanus, Maanual of Neurologic Therapeutic, ed. 2 nd, Ljttle Brown, and Company, Boston, 1978, 387-390 Simon, Roger.P.MD, et. all : Tetanus in: Clinical Neurology, ed 1989,Appleton and Lange,USA, 141-142.