Laporan Kasus HIPOKALEMIA Disusun oleh: MUHAMAD ROSALDY 030 09 158
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH JAKARTA, DESEMBER 2013 1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Muhamad Rosaldy
NIM
: 030.09.158
Bagian
: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur
Instansi
: Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode
: 4 November 2013 – 2013 – 11 11 Januari 2014
Judul
: Hipokalemia (laporan kasus)
Pembimbing : dr. dr. R.A.H.I Ariestina, SpPD
Jakarta, 12 Desember 2013 Pembimbing
Dr. R.A.H.I Ariestina, SpPD
2
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Muhamad Rosaldy
NIM
: 030.09.158
Bagian
: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur
Instansi
: Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode
: 4 November 2013 – 2013 – 11 11 Januari 2014
Judul
: Hipokalemia (laporan kasus)
Pembimbing : dr. dr. R.A.H.I Ariestina, SpPD
Jakarta, 12 Desember 2013 Pembimbing
Dr. R.A.H.I Ariestina, SpPD
2
SMFPENYAKIT SMFPENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH STATUS ILMU PENYAKIT DALAM SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH CASE
Nama Mahasiswa NIM
: Muhamad Rosaldy : 030.09.158
Dosen Pembimbing
: dr. R.A.H.I Ariestina, SpPD
IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap Umur Status Perkawinan Pekerjaan Alamat
Tn. SS 16 thn Belum Menikah Pelajar Jl. Jembatan I No. 68 RT/RW 07/05, Bale Kambang
Jenis Kelamin Suku Bangsa Agama Pendidikan terakhir Tanggal Masuk RS No. RM
Laki-laki Sunda Islam SMA 3 Desember 2013 905072
ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis,3November 2013, pukul 13.00 WIB Keluhan Utama
Kedua kaki lemas 1 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh ibunya ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan kedua tungkai terasa lemas sejak 1 hari SMRS.Pasien juga merasakan kedua bahu dan lengannya lemas dan terasa kram.Saat ini, pasien merasa kesulitan berdiri dan b erjalan. 2 hari SMRS, awalnya, pasien masih bisa melaksanakan kegiatan seperti biasa.Rasa pegal pertama kali dirasakan seusai pasien p asien tiba di d i rumah setelah mengikuti bimbingan belajar.Keluhan lemas terjadi secara bertahap; mulanya, pasien merasakan pegal-pegal pada kedua tungkai.Rasa pegal-pegal ini kemudian diikuti rasa kram yang terjadi di paha kiri, betis kiridan kanan
3
bersamaan, selanjutnya kram dirasakan pada kedua tungkai.Tidak lama kemudian, kram dirasakan pada kedua bahu dan lengan.Jari-jari pun terasa sangat kaku dan sulit digerakkan. 1 hari SMRS pasien beristirahat dan berharap keluhan ini hilang, namun, beberapa jam kemudian, keluhan makin bertambah berat dan pasien merasa lemas yang dirasakannya pada kedua tungkai terlebih dahulu lalu serentak diikuti oleh lemas kedua bahu dan lengan. Hal ini menyebabkan pasien tidak bisa menopang berat tubuhnya dan terasa sulit bangun tidur dan melaksanakan kegiatan. Awalnya, pasien masih bisa berjalan namun tidak stabil.Setelah itu pasien tidak mampu berdiri dan hanya terbaring diatas tempat tidur.Keluhan lemas semakin parah dirasakan hingga akhirnya pasien dibawa ke RS. 5 hari SMRS, pasien mengalami hal yang sama, rasa pegal dan kram awalnya dirasakan pada tungkai kiri terlebih dahulu lalu kanan. Setelah itu menjalar ke kedua bahu dan lengan.Selang beberapa menit, kelemasan terjadi di kedua tungkai, tun gkai, kemudian kedua kedu a bahu dan lengan.Serangan lengan .Serangan lemas terjadi setelah pulang sekolah. Serangan terjadi kurang lebih selama kurang lebih 5 jam dan kemudian pasien bisa berjalan seperti biasa. Pasien hanya diberi cairan teh manis hangat dengan maksud rasa lemas hilang. Pasien sudah pernah mengalami hal ini sebelumnya, namun lebih jarang. Keluhan serangan seperti ini sudah dirasakan sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Menurut orang tua pasien, serangan lemas dirasakan kurang lebih 1 -2 kali perbulan.Pola serangan sama. Pasien kemudian dibawa ke dokter dan dianjurkan rawat inap pada tahun 2010 selama 3 hari perawatan dengan diagnosa kekurangan kalium.Setelah itu serangan makin jarang walaupun pasien tidak mengingat frekuensinya. Pasien belum BAB sejak 2 hari SMRS. Pasien saat ini merasa perutnya agak kembung dan mual sehingga nafsu makan menurun. Riwayat demam, muntah, dan nyeri perut disangkal. Rasa berdebar-debar juga disangkal.Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pertama kali mengalami hal seperti ini.Riwayat asma, alergi, maupun maag disangkal.
4
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat sakit yang sama dengan pasien. Saat kecil ayahnya memang sering mengalami serangan lemas seperti ini. Sering dialaminya waktu kecil dengan pola yang sama seperti yang dialami oleh pasien, namun sejak usia 25 tahun sampai sekarang, ayah pasien jarang mengalami serangan, yaitu kira-kira 1 – 2 kali pertahun. Riwayat kencing manis, darah tinggi, sakit jantung, liver, atau paru dalam keluarga disangkal. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien adalah seorang pelajar SMA yang aktif. Menurut pasien, rasa lemas yang dialaminya selalu muncul setelah aktivitas atau saat pasien kelelahan. Pasien juga jarang makan buah buahan, termasuk pisang. Pasien lebih gemar makan/jajan cemilan di luar rumah. Riwayat Keluarga Hubungan
Umur (tahun)
Jenis Kelamin
Keadaan Kesehatan
Penyebab Meninggal
Ayah
44
Laki-laki
Sehat
-
Ibu
40
Perempuan
Sehat
-
Pasien
16
Laki-laki
Sakit
-
Adik
9
Perempuan
Sehat
-
Riwayat penyakit dalam keluarga
Penyakit
Ya
Tidak
Alergi
Tidak ada
Asma
Tidak ada
Tuberkulosis
Tidak ada
Arthritis
Tidak ada
Rematisme
Tidak ada
Hubungan
5
Hipertensi
Tidak ada
Jantung
Tidak ada
Ginjal
Tidak ada
Lambung
Tidak ada
Penyakit darah
Tidak ada
ANAMNESIS SISTEM
Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan Kulit
( - ) Bisul
( - ) Rambut
( - ) Keringat malam
( - ) Kuku
( - ) Kuning / Ikterus
( - ) Sianosis
( - ) Lain-lain
( - ) Petekie
( - ) Purpura
Kepala
( - ) Trauma
( - ) Sakit kepala
( - ) Sinkop
( - ) Nyeri pada sinus
Mata
( - ) Nyeri
( - ) Radang
( - ) Sekret
( - ) Gangguan penglihatan
( - ) Kuning / Ikterus
( - ) Ketajaman penglihatan
Telinga
( - ) Nyeri
( - ) Gangguan pendengaran 6
( - ) Sekret
( - ) Kehilangan pendengaran
( - ) Tinitus
Hidung
( - ) Trauma
( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Nyeri
( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret
( - ) Pilek
( - ) Epistaksis
Mulut
( - ) Bibir kering
( - ) Lidah kotor
( - ) Gusi sariawan
( - ) Gangguan pengecap
( - ) Selaput
( - ) Stomatitis
Tenggorokan
( - ) Nyeri tenggorokan
( - ) Perubahan suara
Leher
( - ) Benjolan
( - ) Nyeri leher
Dada (Jantung/Paru)
( - ) Nyeri dada
( - ) Sesak nafas
( - ) Berdebar
( - ) Batuk darah
( - ) Ortopnoe
( - ) Batuk
7
Abdomen (Lambung/Usus) ( + ) Rasa kembung
( - ) Wasir
( + ) Mual
( - ) Mencret
( - ) Muntah
( - ) Tinja darah
( - ) Muntah darah
( - ) Tinja berwarna dempul
( - ) Sukar menelan
( - ) Tinja berwarna hitam
( - ) Nyeri perut
( - ) Benjolan
( - ) Perut membesar
Saluran Kemih / Alat kelamin
( - ) Disuria
( - ) Kencing nanah
( - ) Stranguria
( - ) Kolik
( - ) Poliuria
( - ) Oliguria
( - ) Polakisuria
( - ) Anuria
( - ) Hematuria
( - ) Retensi urin
( - ) Kencing batu
( - ) Kencing menetes
( - ) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
( - ) Anestesi
( - ) Sukar mengingat
( - ) Parestesi
( - ) Ataksia
8
( + ) Otot lemah
( - ) Hipo / hiperesthesi
( - ) Kejang
( - ) Pingsan
( - ) Afasia
( - ) Kedutan (―Tick‖)
( - ) Amnesia
( - ) Pusing (vertigo)
( - ) Lain-lain
( - ) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
( - ) Bengkak
( - ) Deformitas
( - ) Nyeri sendi
( - ) Sianosis
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (Kg)
: 24 kg
Berat tertinggi (Kg)
: 28 kg
Berat badan sekarang (Kg)
: 20 kg
RIWAYAT HIDUP Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : ( - ) Di rumah
( ) Rumah Bersalin
(+ ) RS Bersalin ( ) Puskesmas
Ditolong oleh : (
(- ) Bidan
( ) Dukun
) Dokter
( ) Lain-lain
Riwayat Imunisasi
( + ) Hepatitis ( + ) Polio
( + ) BCG
( + ) Campak
( + ) DPT
( ) Tetanus
9
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari
: 3 - 4 kali sehari
Jumlah / Hari
: Tiga piring
Nafsu makan
: Menurun
Pendidikan
( ) SD
( ) SMEA
( ) Universitas
( ) SLTP
( ) Kursus
( + ) SLTA
( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi
( ) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan
: Tidak ada
Pekerjaan
: Tidak ada
Keluarga
: Tidak ada
Lain-lain
: Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum -
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
-
Kesadaran
: Compos mentis
-
Tekanan darah
:100/60 mmHg
-
Frekuensi nadi
: 88/menit
-
Frekuensi napas
: 18/menit
-
Suhu
: 37,6 C
-
Kesan status gizi : Cukup
-
Sianosis
: tidak ada
-
Edema umum
: tidak ada
-
Ikterus
: tidak ada
o
10
-
Habitus
: atletikus
-
Mobilitas
: pasif
-
Taksiran usia
: sesuai
2. Aspek Kejiwaan -
Tingkah laku wajar
-
Alam perasaan biasa
-
Proses pikir wajar
3. Kulit Warna sawo matang, tidak terdapat kesan efloresensi abnormal, pertumbuhan rambut merata, keringat umum, pigmentasi merata, lembap, turgor baik, varises tidak ada, jaringan parut tidak ada, oedem tidak ada, ikterus tidak ada. 4. Kepala Normocephali, simetris, distribusi rambut merata, lurus, berwarna hitam. 5. Mata Eksoftalmus
: tidak ada
Enoftalmus
: tidak ada
Kelopak
: tidak oedem
Lensa
: jernih
Konjungtiva
:tidak anemis
Visus
: baik
Gerakan mata : tidak ada hambatan Sklera Lapang pengluhatan : normal
: tidak ikterik
Tekanan bola mata : tidak meningkat
6. Telinga Tuli
: tidak ada
Membran timpani
: intak
Liang
: lapang
Penyumbatan
: tidak ada
Serumen
: tidak ada
Pendarahan
: tidak ada
Cairan
: tidak ada
Septum deviasi
: tidak ada
7. Hidung Napas cuping hidung : tidak ada Deformitas
: tidak ada
Mukosa dan konka
: tidak ada oedem/livid/hiperemis/pucat
Sekret dan darah
: tidak ada
8. Mulut Bibir
: bentuk normsal, tidak ada kelainan, warna bibir merah 11
Lidah : normoglosia, hiperemis tidak ada, ulkus tidak ada, sianosis tidak ada Bukal : tidak ada hiperemis, tidak ada sianosis Uvula : tampak di linea mediana, tidak hiperemis, livid, maupun sianosis Faring : arkus faring simetris, tidak hiperemis, tidak ada PND, maupun pseudomembran Tonsil : ukruan T1-T1, tenang, tidak ada kelainan seperti kripta dan detritus Gigi
: tidak ada caries dentis
Trismus : tidak ada 9. Leher Bentuk leher normal, tampak lurus ditengah, JVP 5+2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, kelenjar getah bening leher tidak tammpak membesar. 10. Dada Bentuk
: datar, tidak cekung
Pembuluh darah
: tidak melebar
Buah dada
: simetris, tidak ada retraksi putting susu
11. Paru-paru Pemeriksaan
Inspeksi
Depan
Kiri
Simetris
Belakang
saat
statis
dan
Simetrissaat statis dan dinamis
saat
statis
dan Simetris saat statis dan dinamis
dinamis Kanan
Simetris dinamis
Palpasi
Kiri
Tidak ada benjolan
Tidak ada benjolan
Vocal fremitus normal
Vocal fremitus normal
Tidak ada benjolan
Tidak ada benjolan
Vocal fremitus normal
Vocal fremitus normal
Kiri
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Kanan
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Kanan
Perkusi
12
Auskultasi
Kiri
Kanan
Suara napas vesikuler
Suara napas vesikuler
Wheezing (-), ronki (-)
Wheezing (-), ronki (-)
Suara napas vesikuler
Suara napas vesikuler
Wheezing (-), ronki (-)
Wheezing (-), ronki (-)
12. Jantung Inspeksi
: Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Teraba epulsasi iktus kordis 1 cm medial linea midklavikularis kiri
Perkusi
:
o
Batas kanan : sela iga V, linea sternalis kanan dengan suara redup
o
Batas kiri : sela iga V, kurang lebih 1 cm medial linea midklavikularis kiri dengan suara redup
o
Batas atas : sela iga III, linea parasternalis kiri dengan suara redup
Auskultasi
: Bunyi jantung I-II murni regular, suara gallop maupun murmur tidak ada
13. Pembuluh Darah Arteri temporalis
: teraba pulsasi
Arteri femoralis
: teraba pulsasi
Arteri karotis
: teraba pulsasi
Arteri poplitea
: teraba pulsasi
Arteri brakialis
: teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior: teraba pulsasi
Arteri radialis
: teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : teraba pulsasi
14. Perut Inspeksi
Agak kembung, tidak terdapat shagging of the flanks, warna kulit tidak ikterik, tidak ada spider navy, tidak tampak efloresensi bermakna, tidak tampak dilatasi vena, tidak tampak smiling umbilicus.
Auskultasi
Bising usus 3x/menit
Palpasi
Dinding perut supel, tidak ada defans muscular, nyeri tekan (+) epigastrium , hepar tidak teraba, Murphy’s sign negatif, lien tidak teraba, ballottement negatif, undulasi negative
Perkusi
Timpani, batas bawah hepar setinggi sela iga VII linea midklavikularis kanan dengan suara pekak, batas atas hepar setinggi sela iga V linea midklavikularis kanan dengan suara redup, shifting dullness negative 13
15. Anggota Gerak Lengan Otot
Kanan
Kiri
Tonus
Hipotonus
Hipotonus
Massa
Normal
Normal
Sendi
Normal
Normal
Gerakan
Pasif
Pasif
Kekuatan
4444
4444
Oedem
Tidak ada
Tidak ada
Petekie/purpura
Tidak ada
Tidak ada
Hematom
Tidak ada
Tidak ada
Tungkai dan kaki
Kanan
Kiri
Luka
Tidak ada
Tidak ada
Varises
Tidak ada
Tidak ada
Tonus
Hipotonus
Hipotonus
Massa
Normal
Normal
Sendi
Normal
Normal
Gerakan
Pasif
Pasif
Kekuatan
3333
3333
Oedem
Tidak ada
Tidak ada
Petekie/purpura
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Hematom
Tidak ada
Tidak ada
Tipe
Kanan
Kiri
Refleks tendon
+1
+1
Bisep
+1
+1
Trisep
+1
+1
Patela
+1
+1
16. Tungkai dan Kaki
Otot
17. Refleks
14
Achilles
+1
+2
Refleks patologis
Negatif
Negatif
LABORATORIUM RUTIN Hasil laboratorium, 2 Desember 2013, lantai VII Barat
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Leukosit
11,7
ribu/uL
4,5 – 12,5
Hemoglobin
12,6
juta/uL
12,8 – 16,8
Hematokrit
36
%
40 – 52
Trombosit
292
ribu/uL
140 – 392
Hematologi
Kimia Klinik Analisa Gas darah pH
7,45
7,35 – 7,45
pCO2
35
mmHg
35 – 45
pO2
133
mmHg
80 – 100
HCO3
25
mmol/L
21 – 28
Total CO2
22
mmol/L
23 – 27
Saturasi O2
98
%
95 – 100
Kelebihan Basa (BE )
-0,4
mEq/L
-2,5 – 2,5
Glukosa Darah Sewaktu
88
mg/dL
<110
Natrium (Na)
140
mmol/L
135 – 155
Kalium (K)
1,5
mmol/L
3,6 – 5,5
Klorida (Cl)
104
mmol/L
98 – 109
Elektrolit Serum
15
Hasil Roentgen Toraks PA, 2 Desmeber 2013
Deskripsi hasil roentgen toraks : -
Cor dan pulmo normal
-
Hilus baik
-
Tulang-tulang baik
Kesan : normal RINGKASAN
Pasien datang diantar oleh ibunya ke UGD dengan keluhan lemas. Awalnya, pasien merasa pegal-pegal dan kram di tungkai kiri, kemudian menjalar ke tungkai kanan, kedua bahu dan lengan. Pasien kemudian beristirahat namun kemudian keluhan makin bertambah, dengan rasa lemas. Pasien memiliki riwayat serangan lemas sebelumnya dengan pola yang sama, 5 hari SMRS. Riwayat serangan juga terjadi sejak 3 tahun SMRS. Ayah pasien memiliki riwayat serangan yang sama dengan pasien.Pasien mengaku sulit BAB 2 hari SMRS, mual, dan tidak nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipotonus dan kelemahan otot pada keempat ekstrimitas. Kalium serum menurun dari nilai normal. DAFTAR MASALAH
1. Paralisis periodic flaksid ec hipokalemia 2. Dispepsia DASAR MASALAH
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis untuk pasien ini, berikut dasar diagnosisnya adalah sebagai berikut: 1. Suspek hypokalemia periodic paralysis familial dd/ susp intake rendah kalium Diagnosis ini dipikirkan atas dasar pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar kalium yang rendah (biasanya <2,5 mEq/L). Pada
anamnesis, lebih lanjut, pasien
mengalami serangan lemas pada keempat ekstrimitas yang menjalar dari ekstrimitas bawah terlebih dahulu, kemudian menjalar ke ekstrimitas atas. Onset kejadian mendadak
16
dan diawali oleh pegal-pegal dan rasa kram., kemudian lemas pada keempat ekstrimitas yang menyebabkan pasien hanya bisa berbaring. Keluhan seperti ini sudah pernah dialami sebelumnya, sejak 5 tahun yang lalu dan makin sering. Disini dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami paralisis yang berulang (periodik) dengan manifestasi kelemahan (flaksid). Paralisis periodic dapat disebabkan oleh hiperkalemia maupun hipokalemia. Pada pasien ini, serangan lemas kemungkinan berasal dari deplesi kalium di plasma. Paralisis periodik hipokalemi terbagi menjadi familial atau didapat (acquired ). Pada pasien ini ada dugaan bahwa paralisis yang terjadi diturunkan dari keluarga (ayah) yang juga pernah mengalami hal yang sama (paralisis periodik), namun, diagnosis untuk ayahnya tidak didapatkan lebih lanjut. Adanya riwayat keluarga positif akan adanya serangan paralisis yang periodic juga tidak terlalu menunjang diagnosis. Serangan pada periodic paralisis hipokalemia dicetuskan setelah latihan fisik, dan biasanya durasi dan frekuensinya bervariasi. Durasi dapat berjam-jam sampai hari, sedangkan frekuensinya dapat beberapa kali setahun sampai tiap hari. Ciri khas dari periodic paralisis adalah klinis (kekuatan otot) akan membaik setelah koreksi k alium. Pada pasien ini tetap didiagnosis banding dengan hipokalemia oleh karena intake kalium yang kurang atas dasar, selain kadar kalium serum yang rendah, pada anamnesis, ada keterangan bahwa pasien jarang makan buah, terutama pisang dan apel. Rencana pemeriksaan: -
Pemeriksaan elektrolit darah per hari
-
EKG
-
Pemeriksaan elektrolit urin per hari
-
Analisa gas darah
Rencana terapi: -
Rawat inap
-
IVFD Asering 500 ml + KCl 40 mEq/8 jam
-
KSR 3x1 tab
-
Evaluasi gizi
17
2. Dispepsia Diagnosis ini dipikirkan atas dasar pada anamnesis pasien mengaku mual dan agak kembung.Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium. Pasien juga mengaku tidak bisa BAB 2 hari SMRS. Rencana pemeriksaan : -
Pemeriksaan darah perifer lengkap
-
Pemeriksaan elektrolit darah per hari
Rencana terapi : -
Rantin inj 2x1 amp
-
Evaluasi gizi
Prognosis
-
Ad vitam
: bonam
-
Ad functionam
: dubia ad bonam
-
Ad sannationam
: dubia ad malam
18
Follow Up Harian ( Progress’ Notes) Tgl Subyektif Obyektif 3/12 Kedua kaki lemas. CM, TSS Tangan tak kuat BP : 110/77 angkat. Kram + HR : 78x T : 36.4 Pasien tidak nafsu RR :16x makan BU + normal Serangan 1x kaki 3x/menit, NT kiri terlebih dahulu lalu epigastrium kanan kemudian kedua bahu dan lengan. Kram Kekuatan: masih dirasakan. 4444/4444 3333/3333 4/12 Pusing +, lemas tangan CM, TSS dan kaki berkurang. BP : 110/70 Serangan 0 HR : 82x T : 36,4 Pasien merasa tidak RR :18x nafsu makan, mual +, kembung terasa BU + normal, berkurang 3x/menit, NT tidak ada
Assesment
Planning
Susp. Paralisis IVFD Asering + KCl 40 periodic mEq/8 jam hipokalemi KSR tab 3x1 Vit. C 3x1 tab Dispepsia Rantin inj 2x1 Rdx/ elektrolit ulang Hasil konsultasi gizi : Diet tinggi Kalium dengan ekstrak apel/pisang Paralisis periodik hipokalemi
IVFD Asering + KCl 40 mEq/8 jam Diet ekstrak pisang/apel 2x1 Dispepsia ec KSR tab 3x1 intake kurang Vit. C 3x1 tab Rantin inj 2x1 Rdx/ elektrolit Urinalisis
Kekuatan otot 4444/4444 4444/4444 Na : 143 K : 3,2 Cl : 110
5/12
Intake oral cukup
CM, TSS Paralisis BP :90/70 periodic Berjalan masih lemah HR : 78x hipokalemi dan tidak bisa T : afebris menegakkan kedua Dispepsia tungkai,6 jam sebelum Kekuatan otot follow up 5555/5555 5555/5555 Serangan : 0 Na : 144 Rasa mual (-), K : 3,5
IVFD Aminofluid : Kaen3B (1:2) /8 jam Diet ekstrak pisang/apel 2x1 KSR tab 3x1 Bcomplex tab 3x1 Rdx/ elektrolit ulang
19
kembung (-)
Cl : 113 Hasil urinalisis*
6/12
-
Kes : CM BP : 100/75 HR : 88x T : afebris Na : 140 K : 3,8 Cl : 117
Hipokalemia dengan perbaikan Dispepsia perbaikan
BLPL Obat pulang : Curcuma 3x1 KSR 3x1 Bcomp 3x1
*) Hasil urinalisis tanggal 5 Desember 2013 Pemeriksaan Urin Lengkap Warna Kejernihan Glukosa Bilirubin Keton pH Berat Jenis Albumin urin Urobilinogen Nitrit Darah Esterase leukosit
Hasil
Anjuran
Kuning Jernih Negatif Negatif Negatif 7,5 1015 Negative 0,2 EU/dl Negatif Negative Negative
Kuning Jernih Negative Negative Negative 4,6 – 8 1005 – 1030 Negative 0,1 – 1 Negative Negative Negative
Sedimen urin Leukosit Eritrosit Epitel Silinder Kristal Bakteri Jamur
0-1/lpb 0-1/lpb +/lpb Negatif/lpk Negative Negatif Negatif/lpb
<5 <2 Positif Negative Negative Negative Negative
20
BAB II HIPOKALEMIA
Pendahuluan
Kalium (potassium) adalah kation utama intrasel.Konsentrasi kalium plasma normal adalah 3,5 – 5,5 mmol/L, sedangkan konsentrasi di dalam sel
sekitar 150 mmol/L. Perbandingan kadar
kalium intrasel terhadap ekstrasel (normalnya 38 : 1) adalah penentu utama potensial membrane sel pada jaringan yang dapat tereksitasi seperti otot jantung dan otot rangka. Pompa Na-KATPase secara aktif memompa natrium keluar sel dan kalium ke dalam sel dengan perbandingan 2 : 3. Aktivitas pompa elektrik ini distimulasi oleh naiknya kadar Na intrasel dan dihambat oleh 1
keadaan intoksikasi digoksin, atau pada keadaan sakit kronis,seperti gagal liver atau ginjal. Keseimbangan Kalium
Sembilan puluh persen dari absorpsi kalium ke dalam tubuh berasal dari traktus gastrointestinal. 1,2
Pada orang dewasa sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50 – 100 mEq. Untuk mencegah terjadinya peningkatan ganda pada plasma, absorpsi dari kalium harus diikuti oleh ekskresi lewat ginjal beberapa jam kemudian. Kalium yang dimakan akan diabsorpsi ke dalam sel terlebih dahulu, dan kurang dari 20% akan diekskresikan lewat feses dan keringat. Jadi, fase dari kalium diabsorpsi masuk ke dalam sel dan diekskresikan lewat ginjal adalah mekanisme agar kalium tidak meningkat konsentrasinya di dalam darah.Hal ini difasilitasi oleh hormone insulin dan kadar basal katekolamin. Kadar kalium yang hilang di feses dapat meningkat hingga 50 – 60% 1,3
(dari intake makanan) pada insufisiensi renal kronis. Di samping itu, sekresi kalium dari usus terangsang pada pasien yang menderita diare dengan volume besar, yang berpotensial 1,2,3
menyebabkan deplesi kalium. Ekskresi Kalium
Ekskresi ginjal adalah jalur eliminasi utama akan kalium yang didapat dari makanan dan sumber kalium yang berlebihan di tempat lain. Banyaknya kalium yang difilterisasi (GFR x konsentrasi Kalium plasma = 180 L/d x 4 mmol/L = 720 mmol/d) adalah sepuluh kali lipat lebih besar
21
daripada jumlah kalium ekstrasel.Ekskresi kalium lewat ginjal dipengaruhi oleh hormone aldosteron, natrium tubulus distal, dan laju pengeluaran urin.Aldosteron adalah hormone yang disekresikan di sel-sel zona glomerulosa pada korteks adrenal sebagai respon terhadap peningkatan rennin dan angiotensin II atau hiperkalemia.Sekresi aldosteron terangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal (hiperkalemia), dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium difiltrasi lewat glomerulus dan akan direabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang tersekresi ke dalam tubulus distal sebagai penukar bagi reabsorpsi natrium atau ion hydrogen (H+). Kalium yang tersekresi akan diekskresikan sebagai urin. Sekresi kalium pada tubulus distal juga tergantung dari pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan pada tubulus distal juga akan meningkatkan ekskresi kalium. Sehingga, pada keadaan kekurangan kalium yang berat, terdapat sekresi yang menurun pada 1
kalium dan reabsorpsinya ditingkatkan pada duktus kolektivus bagian medulla dan korteks. Definisi
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mmol/L. Hanya 2% dari kalium tubuh yang berada di cairan ekstrasel sehingga kadar kalium serum tidak mencerminkan kalium tubuh total. Lagipula, pH darah mempengaruhi kadar kalium serum. Untuk setiap penurunan pH sebanyak 0,1 unit, kalium serum meningkat sebanyak 0,5 mEq/L, begitu juga 1,2,3
sebaliknya. Etiologi
Prinsipnya, hipokalemia disebabkan oleh satu dari yang berikut ini: 1). Intake yang berkurang, 2).Pengeluaran yang banyak, 3).Perpindahan kalium ke sel akibat alkalosis.Hipokalemia sedang dapat disebabkan oleh kurangnya asupan kalium dalam makanan sehari-hari.Semua pasien sakit berat yang tidak mendapatkan makanan melalui mulut perlu mendapatkan kalium tambahan dalam cairan infusnya, karena ekskresi kalium melalui ginjal terus berlangsung, meskipun tidak 1,4
ada asupan.Tabel berikut ini menyajikan berbagai etiologi hipokalemia. Intake yang menurun Redistribusi ke dalam sel
Kelaparan/puasa Geofagia Gangguan keseimbangan asam-basa: 22
Pengeluaran yang berlebihan
- Alkalosis metabolic Hormonal - Insulin - Adrenergik beta-2 agonis - Adrenergik alfa antagonis Status anabolic - Asam folat dan vitamin B12 produksi leukosit - Granulocyte-macrophage colony stimulating factor Lain-lain - Pseudohipokalemia - Hipotermia - Paralisis periodic hipokalemia - Intoksikasi barium Non-renal - Diare - Berkeringat Renal - Aliran ke tubulus distal meningkat : diuretic, dieresis osmotic. - Sekresi kalium meningkat kelebihan mineralokortikoid (hiperaldosteronisme primer dan sekunder, hyperplasia adrenal kongenital, sindroma Cushing, sindroma Bartter, konsumsi tembakau, karbenoksolon. - Lain-lain : amfoterisin B, sindroma Liddle, hipomagnesemia
Redistribusi ke Sel Alkalosis metabolic banyak berhubungan dengan hipokalemia dimana kalium mengalami 2,3
redistribusi kembali ke dalam sel atau pengeluaran banyak kalium lewat ginjal.
Ekskresi kalium meningkat pada keadaan dieresis osmotic, sehingga pada pasien ketoasidosis diabetic dapat terjadi kekurangan kalium.Zat terlarut yang dapat menyebabkan poliuria ialah glukosa dan anion asam-asam keton.Asidosis dan kekurangan insulin menyebabkan kalium 23
berpindah ke ekstrasel sebagai pertukaran ion H+ ke intrasel dalam rangka kompensasi asidosis.Maka yang terlihat adalah kalim serum tetap berada dalam batas normal, meskipun kalium tubuh total menurun oleh karena secara kalium akan tetap dieliminasi oleh ginjal secara kontinyu. Koreksi ketoasidosis diabetikum juga dapat mengakibatkan hipokalemia karena induksi insulin.Insulin menyebabkan peningkatan perangsangan pada pompa Na-K-ATP-ase. Pada keadaan yang lain seperti hiperglikemia yang tak terkontrol, dapat menyebabkan hipokalemia karena osmosis dieresis (yang selanjutnya menyebabkan poliuria – peningkatan laju aliran urin).
2
Katekolamin yang menginduksi stress, atau penggunaan agonis B2 adrenergik akan meningkatkan kemampuan ambilan sel terhadap kalium dan menstimulasi sekresi insulin dari sel-sel beta pancreas. Paralisis periodic karena hipokalemia merupakan suatu kondisi ditandai 3,5
oleh kelemahan atau paralisis berulang yang episodic. Eliminasi Kalium Non-renal
Gangguan saluran cerna yang dicirikan dengan muntah, penyedotan nasogastrik (NGT), diarem atau
kehilangan
melalui
sekresi
lainnya
mungkin
merupakan
penyebab
hipokalemia
tersering.Penurunan kalium pada keadaan muntah atau penyedotan lewat NGT tidaklah disebabkan oleh kehilangan kalium melalui sekresi lambung. Kadar kalium dalam sekresi lambung hanya 5 – 10 mEq sehingga hipokalemia pada keadaan muntah terjadi akibat meningkatnya ekskresi kalium oleh ginjal yang melibatkan tiga mekanisme: 1). Kehilangan asam lambung menyebabkan alkalosis metabolik yang selanjutnya merangsang perpindahan kalium ke sel-sel tubulus ginjal, 2).Alkalosis metabolic menyebabkan lebih banyak NaHCO3 dan cairan menuju tubulus distal, dan bikarbonat meningkatkan ekskresi kalium, 3).Kehilangan cairan lambung menyebabkan berkurangnya volume ekstrasel sehingga merangsakng peningkatan sekresi aldosteron melalui mekanisme rennin-angitensin-aldosteron (RAA). Aldosteron 2,5
kemudian merangsang ekskresi kalium dan membantu mempertahankan hipokalemia.
Kadar kalium dalam feses biasanya berkisar antara 40 – 70 mEq/L. Keluarnya feses dalam jumlah banyak menyebabkan terjadinya kekurangan volume ekstrasel, asidosis metabolic, dan deplesi kalium. Hal ini biasanya terjadi pada diare sekretorik yang profus.Adenoma vilosa, duatu
24
keganasan pada kolon, juga mengakibatkan kehilangan cairan melalui diare yang mengandung 2
kalium dalam kadar tinggi.
Kehilangan Kalium melalui Ginjal Pada penderita hiperaldosteronisme primer, sekresi aldosteron yang tak terkontrol oleh karena adanya adenoma adrenal (sindroma Conn), sehingga menyebabkan hipokalemia akibat terbuangnya kalium melalui ginjal.Sindroma Liddle adalah penyakit keturunan yang jarang (autosomal dominan) yang ditandai oleh hipertensi, alkalosis metabolic, eliminasi kalium yang meningkat pada ginjal. Ion natrium yang mencapai tubulus distal dalam jumlah banyak akan meningkatkan ekskresi dari kalium.Secara klasik, dapat ditemukan pada renal tubular acidosis tipe 2 (proksimal) dan pada muntah.RTA (renal tubular acidosis) tipe-1 berhubungan dengan hipokalemia karena peningkatan ekskresi kalium lewat ginjal. Tingginya
kadar
hormone
glukokortikoid
dapat
memengaruhi
efek
mineralokortikoid
(aldosteron) sehingga terjadi hipokalemia. Dengan demikian hipokalemia dapat terjadi pada sindroma Cushing atau pada pemberian pengobatan kortikosteroid eksogen.Beberapa antibiotic, seperti karbenisilin dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia dengan bekerja sebagai anion dan meningkatkan ekskresi kalium.Deplesi magnesium juga dapat mengakibatkan deplesi kalium melalui urin dan feses meskipun mekanismenya belum sepenuhnya diketahui. Hipomagnesemia 5
dan hipokalemia sering terjadi bersamaan pada peminum alcohol. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipokalemia sangat bervariasi di tiap-tiap individu, dan keparahannya tergantung dari derajat hipokalemia yang terjadi. Gejala biasanya jarang terlihat jelas kecuali pada konsentrasi kalium <3 mmol/L. Fatigue, mialgia, dan kelemahan otot pada ekstrimitas inferior merupakan keluhan yang lazim dan disebabkan oleh potensial membrane istirahat yang dalam (hampir negative). Parastesia dan menurunnya refleks tendon dalam adalah tanda-tanda lainnya.Keparahan lebih lanjut dari hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan progresif, hipoventilasi oleh karena keterlibatan otot pernapasan, dan akhirnya terjadi paralisis komplit. Fungsi otot polos juga akan terganggu dan dimanifestasikan sebagai ileus paralitik dan distensi abdomen (kembung). Perubahan gambaran EKG terhadap hipokalemia disebabkan karena
25
repolarisasi ventrikel yang berkepanjangan (delayed ) dan tidak terlalu berhubungan dengan konsentrasi kalium plasma. Perubahan dini yang terjadi ialah berupa gelombang T mendatar atau inverse, gelombang U yang nyata, dan depresi segmen ST, serta interval QU memanjang. Deplesi kalium yang berat menyebabkan interval PR memanjang dan kompleks QRS yang melebar, dan adanya resiko terjadi perubahan kepada aritmia ventrikel, terutama pada pasien dengan riwayat infark miokard atau hipertrofi ventrikel kiri. Hipokalemia juga dapat meningkatkan
toksisitas
obat
digitalis
akibat
peningkatan
kepekaan
oleh
deplesi
kalium.Penyebab hipokalemia biasanya jelas diketahui melalui anamnesis. Perlu dilakukan pemantauan dengan pemeriksaan EKG, gejala dan tanda hipokalemia, serta kadar kalium 1,2
serum. Berikut adalah gambaran EKG yang menunjukkan hipokalemia pada berbagai tingkatan keparahannya:
26
27
Diagnosis Hipokalemia
Anamnesis mengenai riwayat muntah berulang dan pemakaian obat-obatan diuretic terkadang menyulitkan namun harus disingkirkan.Pertama-tama pastikan bahwa pseudohipokalemia disingkirkan.Pseudohipokalemia terjadi karena ambilan kalium oleh leukosit-leukosit abnormal, biasanya ditemukan pada penderita leukemia.Kedua, pertimnbangkan mengenai apakah kemungkinan terjadi redistribusi kalium dari ekstra ke intrasel atau tidak yang bertanggungjawab atas kejadian hipokalemia. Jika kedua hal diatas tidak mungkin, maka pertinbangkan apakah pasien memiliki riwayat diet rendah kalium atau tidak. Jika tidak ada masalah, maka 28
kemungkinan terjadi eliminasi kalium dari kulit, traktus intestinal atau dari ekskresi ginjal.Pengeluaran kalium lewat keringat dapat ditegakkan melalui anamnesis, apakah pasien sudah lama terpajan dan beraktivitas dibawah lingkungan yang panas dan kering sehingga mudah berkeringat banyak.Riwayat diare, muntah berulang, riwayat penggunaan suction nasogastrik juga harus digali untuk mengkonfirmasi adakah kemungkinan deplesi kalium lewat traktus gastrointestinal atau tidak, namun, bagaimana pun pemeriksaan feses lengkap perlu dilakukan untuk menyokong diagnosis.Jika tidak mungkin, maka perlu adanya dugaan pengeluaran kalium lewat ginjal. Deplesi kalium lewat ginjal yang paling lazim terjadi adalah penggunaan lama obatobatan diuretic, juga adanya riwayat sakit liver, jantung, atau sindroma nefrotik yang menyebabkan terjadinya hiperaldosteronisme sekunder perlu ditanyakan. Penyebab-penyebab yang jarang lainnya mengenai kehilangan kalium lewat ginjal adalah RTA, ketoasidosis diabetikum.Yang terakhir adalah penyebab hipokalemia karena hiperaldosteronisme primer. 1
Skema berikut memperlihatkan evaluasi diagnostic pasien dengan hipokalemia. Koreksi Hipokalemia
Hipokalemia secara umum dapat ditatalaksana dengan cara mengoreksi sesuai proses penyakit yang diduga, misalnya diare, atau dengan usaha memutuskan konsumsi obat-obatan yang berhubungan dengan hipokalemia, misalnya thiazid diuretic atau loop diuretic, dikombinasikan dengan suplementasi KCl oral. Bagaimanapun koreksi hipokalemia tidak dapat berhasil pada keadaan hipomagnesemia dimana kedua keadaan tersebut juga harus dikoreksi. Hipomagnesemia yang dapat menyebabkan deplesi kalium juga, sebaiknya dilakukan koreksi terhadap kadar magnesium terlebih dahulu serta evaluasi rutin kadar magnesium darah. Resiko hipokalemia harus seimbang dengan resiko terapi yang akan diberikan. Resiko yang paling diperhatikan sebaiknya pada resiko yang berhubungan dengan kardiovaskuler, terutama koreksi yang agresif, yang menyebabkan fibrilasi ventrikel oleh karena hiperkalemia.Terkadang, koreksi yang tidak tepat untuk hipokalemia dapat menyebabkan efek kardiovaskuler yang lebih parah.Kondisi yang membutuhkan keadaan-keadaan emergensi jarang didapatkan. Biasanya pada pasien yang akan menjalani pembedahan, dan diketahui memiliki riwayat infark miokard, penyakit arteri koroner, atau sedang dalam terapi digitalis. Pada keadaan-keadaan seperti itu masih mungkin diberikan 5 – 10 mEq dalam 15 – 20 menit, agar dapat meningkatkan kadar kalium sampai diatas 3,0
29
mEq/liter. Setelah itu pasien perlu diawasi lengkap dengan EKG untuk menurunkan resiko hiperkalemia. Pada beberapa kondisi, pilihan untuk diberikannya pengobatan secara parenteral atau oral tergantung dari kemampuan pasien untuk dapat makan obat oral atau tidak, dan tidak ada gangguan fungsi pencernaan.Pada banyak kasus, seperti pasien dengan infark miokard, paralisis, dan ensefalopati hepatikum dengan aman dapat mengkonsumsi secara oral.KCl (Kalium klorida) yang diberikan melalui injeksi intravena, koreksi dapat terjadi jika diberikan pada dosis KCl 10 mEq/jam.Bagaimanapun, terapi koreksi hipokalemia sebaiknya diberikan secara oral jika mungkin. Pada pasien non-diabetes, infus atau cairan parenteral dengan dekstrosa akan menstimulasi sekresi insulin dalam tubuh, yang kemudian menyebabkan residtribusi kalium dari ekstrasel ke intra sel, sehingga justru secara paradoks menyebabkan hipokalemia. Pada banyak kasus, KCl secara parenteral dapat dicampur dengan cairan parenteral normal saline.Jika KCl yang dibutuhkan banyak (konsentrasinya besar), maka KCl diberikan dengan dosis normal saline sebagian untuk mencegah terjadinya hipertonisitas. Biasanya koreksi hipokalemia secara oral mendatangkan hasil yang baik pada pasien.Pasien hipokalemik karena pemakaian diuretic, sebaiknya dipertimbangkan kebutuhan diuretic untuk pasien tersebut. Jika penggunaan diuretic masih harus dilanjutkan, maka perlu adanya pertimbangan untuk menggunakan diuretic dengan potassium-sparing , seperti amiloride, triamterene, atau spironolakton. Jika perlu, penambahan agen beta bloker atau Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEI) dapat menjadi tambahan dalam rangka mempertahankan 1
kadar kalium yang ada di dalam plasma.
PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMIA (PPH) Pendahuluan
Paralisis periodik hipokalemik (PPH)merupakan salah satu spektrum klinis akibathipokalemia yang disebabkan oleh redistribusikalium secara akut ke dalam cairan intraselular.Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadisecara familial atau didapat.PPH didapat bisaditemui pada keadaan tirotoksikosis, disebutthyrotoxic periodic paralysis, sedangkan bentukPPH familial disebut familial hypokalemicperiodic paralysis.Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit 30
chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini ditandai dengan terjadinya suatu kelemahan episodik tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisis ini dapat 6
terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.
Epidemiologi
Familial hypokalemic periodic paralysis (paralisis periodik hipokalemik familial,PPHF) merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan otot atau paralisis fl aksid akibathipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular otot rangka.Periodik paralisis hipokalemi ( HypoPP/ PPH) jarang terjadi tetapi berpotensial 1,2
mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari 100.000. HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1.2,3 Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan erbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan 2
usia.
Sindroma paralisis hipokalemi disebabkan oleh penyebab yang heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer.Bila gejalagejala dari sindroma tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh 2,3,6
dengan sempurna.
Definisi
Periodik paralisis hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L.
6
Etiologi dan Patofisiologi
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot.Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik.
2,3
Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium 31
akannampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan mempengaruhi fungsi dari sel – sel yaitu tidak berfungsinya membrane sel yang tidak eksitabel, yang akan menyebabkan timbulnya keluhan – 3,4
keluhan dan gejala – gejala sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium.
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 – 150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5 – 5,5 mEq/L. Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada metabolisme sel. Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektronegatif dan terdapat membrane potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt. Hipokalemia dapat terjadi pada keaadan sebagai berikut:
Setelah olah raga Pada saat olah raga jaringan melepaskan kalium yang meningkatkan konsentrasi lokal kalium. Hal ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, dimana hal tersebut akan menghalangi treshold sistemik dari kalium itu sendiri akibat vasodilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sel dan rhabdomiolisis.
Hiperinsulinemia Insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi 5
hipokalemia.
Obat-obatan tertentu Kalium bisa hilang lewat urin karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium, air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. Obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat - obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya hipokalemia. Tabel berikut menyajikan beberapa obat yang sementara ditemukan dapat menginduksi kejadian 7
hipokalemia.
32
Sindroma Cushing Pada sindroma Cushing , kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon kostikosteroid termasuk aldosteron.Aldosteron adalah hormon yang menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium 4
dalam jumlah besar.
Asupan yang kurang Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari.4 Asupan K+ normal adalah 40 — 120 mmol/hari.Umumnya ini 6
berkurang pada pasien bedah yang sudah anoreksia dan tidak sehat.
Kehilangan kalium Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik.Jika konsentrasi kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak 1,2,6,7
kalium yang hilang melalui saluran pencernaan (karena diare, muntah, menstruasi).
33
Kelainan genetik otosomal dominan Hipokalemia periodik paralisis ( HypoPP ) merupakan bentuk umum dari kejadian periodik paralisis yang diturunkan. Dimana kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan. 3,4 Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi otot.4,5 Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50 % kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih rendah pada wanita dibanding pria. 1,3 Pada wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar 8
setengah dan sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh.Kontraksi otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule).Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan kelainannya disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala yang paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal. Defek pada kanal ion tersebut dapat menyebabkan hipokalemia namun mekanismenya belum diketahui, defek ini dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi listrik pada otot 3
skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis.
Gejala Klinis
Gejala biasanya muncul pada kadar kalium serum <2,5 mEq/L. Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan: -
3,5
Mual dan muntah 34
-
Diare
-
Poliuria
- fatiguedapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan. - Nyeri otot/kram -
kelemahan otot-otot skeletal
-
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan, dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai. Otototot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi.
-
tidak ada gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah
- jantung berdebar-debar
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
1,2,3,4,5,7
o
Refleks tendon menurun
o
Kelemahan anggota gerak
o
Kekuatan otot menurun
o
Rasa sensoris masih baik
o
Aritmia jantung
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium a. Kadar elektrolit serum dan urin i. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.6
35
ii. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal dari tungkai. 2. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria. 3. Fungsi ginjal 4. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh 5. pH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. a. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. 6. Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia. 1
7. EKG dan EMG
Penatalaksanaan
Koreksi hipokalemia Koreksi hipokalemia pertama-tama dihitung berdasarkan rumus berikut:
36
Rute pemberian kalium yaitu dapat peroral atau injeksi intravena. Oral. KCl merupakan suplemen oral yang efektif. Dapat diberikan sebagai liquid ( rasanya tidak
enak) atau pil. Kalium yang terdapat pada makanan kurang begitu efektif dibanding suplemen KCl oral. IV. Dapat secara cepat meningkatkan kadar kalium. Mudah diberikan. Dapat mengiritasi
vena.Perlu hati-hati dalam memberikannya. Dosis Oral. Perlu dibatasi hingga 40 mEq dalam 4-6 jam. IV10 mEq per jam dengan peripheral lines and 20 mEq perjam dengan central lines.
37
Koreksi Magnesium Hipokalemia tidak dapat dikoreksi apabila konsentrasi magnesium rendah, sehingga perlu juga diperiksa kadar magnesium. Peran magnesium dalam fungsi seluler adalah berperan dalam pertukaran ion kalsium, natrium dan kalium transmembran pada fase depolarisasi dan repolarisasi, melalui aktivasi enzim Ca-ATPase dan Na-ATPase. Defisiensi Mg akan menurunkan konsentrasi kalium dalam sel dan meningkatkan konsentrasi Na dan Ca dalam sel yang pada akhirnya mengurangi ATP intraseluler, sehingga Mg dianggap sebagai stabilisator membrane sel. Magnesium juga merupakan regulator dari berbagai kanal ion. Konsentrasi Mg yang rendah intraseluler membuat kalium keluar sel sehingga mengganggu konduksi dan metabolisme sel. Pada pasien dengan hipomagnesium, monitoring untuk serum magnesium yang ingin dicapai adalah antara 2 – 4 mmol/liter.
2,3,4
38
BAB III KESIMPULAN
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mmol/L. Hanya 2% dari kalium tubuh yang berada di cairan ekstrasel sehingga kadar kalium serum tidak mencerminkan kalium tubuh total. Prinsipnya, hipokalemia disebabkan oleh satu dari yang berikut ini: 1). Intake yang berkurang, 2).Pengeluaran yang banyak, 3).Perpindahan kalium ke intrasel akibat alkalosis. Paralisis
periodik
hipokalemik
(PPH)merupakan
salah
satu
spektrum
klinis
akibathipokalemia yang disebabkan oleh redistribusikalium secara akut ke dalam cairan intraselular.Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadi secara familial atau didapat.PPH didapat bisa ditemui pada keadaan tirotoksikosis, disebutthyrotoxic periodic paralysis, sedangkan bentukPPH familial disebut familial hypokalemic periodic paralysis. PPH banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1.2,3 Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 120 tahun, frekuensi serangan erbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia. Kehilangan dari eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis.Gejala klinis bervariasi, dimulai dari diare atau konstipasi, rasa lemas, kram, berdebar-debar, dan sebagainya.Sedangkan pada pemeriksaan fisik utamanya didapatkan lemahnya kekuatan otot tanpa ada gangguan sensibilitas, serta adanya aritmia jantung. Diagnosis dapat cukup ditegakkan lewat anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, terutama kadar kalium plasma yang menurun. Khasnya adalah, pasien akan membaik dengan koreksi kalium.
39
DAFTAR PUSTAKA
th
1. Longo, DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. Harrison’s manual of medicine. 18 ed. United States; McGraw-Hill Companies; 2013.p.10-20 2. Wilson LM. Gangguan volume, osmolalitas, dan elektrolit cairan. Dalam: Price SA, Wilson LM, ed. Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, et al, terj. Patofisiologi konsep th
klinis proses-proses penyakit. 64 ed. Jakarta: EGC; 2005.p.342-4 3. Huether SE. Fluids and electrolytes, acids and bases. In: Huether SE, McCance LA. th
Understanding pathophysiology. 5 ed. United States: Elsevier; 2008.p.106-8 4. Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 137-64. 5. Lang F. Ginjal, keseimbangan air dan garam. Dalam: Sibernagl L, Lang F, ed. Setiawan I, Muchtar I, terj. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC;2006.p.9 4-9 6. Venace SL, Cannon SC, Fialho D, Fontain B, Hanna MG, Ptacek LJ. The primary periodic paralysis: diagnosis, pathogenesis, and treatment. Brain. 2006;129:8-17 7. Hypokalemia periodic paralysis [Internet]. 2011 [cited 2011 Apr 20]. Available from: http://www.hkpp.org. 8. Stemberg D, Maisonobe T, Jurkat RK, Nicole S, Launay E, Chauveau D, et al. hypokalaemic periodic paralysis type 2 caused by mutations at codon 672 in the muscle sodium channel gene SCN4A. Brain. 2011;124:1091-9.
40