LAPORAN PRAKTIKUM MATAKULIAH PEMETAAN LAHAN PENGUKURAN MENYIPAT DATAR MEMENJANG DENGAN ALAT THEODOLITE
Oleh:
Gede Teguh Sigmarawan
(1411305031) (1411305031)
Ni Made Dea Kanikayani
(1411305033) (1411305033)
Anggi Setiawan
(1411305038) (1411305038)
Maria Magdalena K. Mbulu
(1411305039)
Yohanes D. Bulawang
(1411305044) (1411305044)
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017
DAFTAR ISI
COVER DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang ............................................................................................... 1 2.1.Tujuan............................................................................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Teori Sipat Datar (Levelling) .......................................................................... 3 2.2.Kesalahan Dalam Pengukuran ........................................................................ 4 BAB III METODE 3.1. Waktu Dan Tempat ....................................................................................... 7 3.2. Alat Dan Bahan .............................................................................................. 7 3.3. Cara Kerja Pengukuran Theodolit .................................................................. 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ............................................................................................................... 9 4.2. Hasil ............................................................................................................... 9 BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menyipat datar memanjang adalah bagian dari ilmu ukur tanah dan sekaligus merupakan ilmu disiplin pada mata kuliah Teknik Pemetaan Lahan. Sipat datar adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan beda tinggi antara dua tempat atau lebih di lapangan dengan cara membaca skala pada rambu vertikal yang tepat berhimpit pada posisi garis bidik horizontal. Metode sipat datar prinsipnya adalah mengukur tinggi bidik alat sipat datar secara optis di lapangan menggunakan rambu ukur, pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar optis merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian Kerangka Dasar Vertikal dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar. Pengukuran sipat datar bertujuan untuk menentukan beda tinggi titik-titik dipermukaan bumi. Tinggi suatu objek di atas permukaan bumi ditentukan dari suatu bidang referensi, yaitu bidang yang dianggap ketinggiannya nol. Jenis pengukuran sipat datar umumnya terdiri dari dua, yaitu sipat datar profil memanjang dan sipat datar profil melintang. Salah satu alat yang digunakan dalam melakukan pekukuran sipat datar adalah Theodolite. Theodolite adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan sudut mendatar dan sudut tegak. Sudut yang dibaca bisa sampai pada satuan sekon (detik). Dalam pekerjaan – pekerjaan ukur tanah, theodolite sering digunakan dalam pengukuran polygon, pemetan situasi maupun pengamatan matahari. Theodolite juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti PPD bila sudut vertikalnya dibuat 90 o. Dengan adanya teropong yang terdapat pada theodolite, maka theodolite bisa dibidikkan ke segala arah. Untuk pekerjaan – pekerjan bangunan gedung, theodolite sering digunakan untuk menentukan sudut siku – siku pada perencanaan/pekerjaan pondasi, juga dapat digunakan untuk mengukur ketinggian suatu bangunan bertingkat. Melakukan pengukuran sipat datar dengan Theodolite dikenal adanya tingkat ketelitian sesuai dengan tujuan proyek yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan pada setiap pengukuran akan selalu terdapat kesalahan – kesalahan. Fungsi tingkat ketelitian tersebut adalah batas toleransi kesalahan pengukuran
yang diperbolehkan, untuk itu perlu diantisipasi kesalahan tersebut agar mendapatkan suatu hasil pengukuran untuk memenuhi batasan toleransi yang telah ditetapkan. Pada praktikum pengukuran sipat datar ini, batas toleransi kesalahan pengukuran yang diperbolahkan adalah sebesar ±2 mm. Praktikum pengukuran sipat datar memanjang ini bertujuan untuk menentukan beda tinggi antar titik/tempat – tempat yang sudah ditentukan melalui pembacaan pada Thodolite. 1.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum menyipat datar memanjang ini adalah: 1. Untuk menentukan nilai benang atas (BA), benang tengah (BT), dan benang Bawah (BB), serta selisih beda tinggi antara titik – titik/ tempat yang sudah ditentukan. 2. Untuk menentukan nilai jarak optis (JO) pada pengukuran suatu titik/ tempat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Teori Sipat Datar ( Levelling)
1.1.1. Prinsip Penentuan Beda Tinggi dengan Sipat Datar
Menurut Darmadi (2016) beda tinggi didefinisikan sebagai perbedaan ketinggian antar dua titik atau lebih. Beda tinggi dapat diukur dengan cara sipat datar ( Levelling ), yang merupakan suatu metoda penentuan tinggi relatif dari beberapa titik di atas datum atau di bawah suatu bidang acuan tersebut sebagai referensi. Pada kenyataanya pengukuran beda tinggi adalah penentuan vertikal dari titik tersebut dengan garis penyipat datar alat yang ditempatkan di atas statif. Dalam aplikasi praktis, levelling dilakukan dengan bantuan (alat ukur sipat datar) dan suatu baak ukur sebagimana diperlihatkan pada Gambar 2.7. tinggi titik A di atas datum adalah 1.500-0.750 = 0.750 m, dan tinggi titik C adalah 1.5001.050 = 0.450 m di atas datum. Datum merupakan bidang datar yang melalui titik B (patok B). Dalam istilah geodesi, datum ketinggian yang digunakan adalah berupa tinggi permukaan air laut rata-rata (mean sea level ). Berdasarkan datum tersebut dapat dikembangkan jaringan levelling, sebagai titik kontrol ketinggian yang biasa disebut Bench Mark. (BM). Sebagai acuan penentuan tinggi titik tersebut digunakan muka air laut rata-rata (MSL) atau tinggi local.
Gambar 2.7 Prinsip Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Datar 1.1.2. Jenis Peralatan Sipat Datar Menurut Darmadi (2016) berdasarkan Konstruksinya alat ukuyr penyipat datar dapat di bagi dalam empat macam utama :
a. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap. Nivo tetap ditempatkan diatas teropong, sedang teropong hanya dapat diputar dengan sumbu ke satu sebagai sumber putar. b. Alat ukur Penyipat datar yang mempunyai nivo reversi, dan ditempatkan pada teropong. Dengan demikian, teropong selain dapat diputar dengan sumbu ke satu sebagai sumbu putar, dapat pula diputar dengan suatu sumbu yang letak searah dengan garis bidik. Sumbu putar ini dinamakan sumbu mekanis teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar. c. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang mempunyai sumbu mekanis, tetapi nivo tidak diletakan pada teropong, melainkan ditempatkan di bawah, lepas dari teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar dan dapat diletakkan di bagian bawah dengan landasan yang berbentuk persegi, sedang nivo dite mpatkan di teropong.
1.2. Kesalahan dalam Pengukuran
Menurut Syaifullah (2014) walaupun sebelum pengukuran peralatan telah dikoreksi dan syarat-syarat lain telah terpenuhi, namun karena hal-hal yang tak terduga sebelumnya, kesalahan-kesalahan yang lain tetap dapat terjadi, yaitu: 1. Bersumber dari alat ukur, antara lain: a. Garis bidik tidak sejajar arah nivo. Pada pengukuran dengan alat ukur waterpas, garis bidik harus dibuat sejajar dengan garis arah nivo agar hasil yang didapatkan teliti. Adapun jika garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo, kesalahan dapat dihilangkan dengan membuat jarak alat ukur ke rambu muka sama dengan jarak alat ukur ke rambu belakang. b. Kesalahan Titik Nol Rambu. Kesalahan ini bisa terjadi dari pabrik, namun bisa pula terjadi karena alas rambu yang aus dimakan usia atau sebab yang lain. Pengaruh dari kesalahan ini apabila jumlah slag dibuat genap. c. Kesalahan Karena Rambu yang tidak Betul-Betul Vertikal. Untuk menghindari kesalahan ini maka rambu harus betul-betul vertikal dengan
cara menggunakan nivo rambu atau unting-unting yang digantungkan padanya. d. Kesalahan Karena Penyinaran yang Tidak Merata. Sinar matahari yang jatuh tidak merata pada alat ukur waterpas akan menyebabkan panas dan pemuaian pada alat waterpas yang tidak merata pula, khususnya nivo teropong, sehingga pada saat gelembung seimbang, garis arah nivo tidak mendatar dan garis bidik juga tidak mendatar. Untuk menghindari keadaan semacam ini sebaiknya alat ukur dipayungi agar tidak langsung terkena sinar matahari. 2. Bersumber dari si pengukur, antara lain: a. Kurang paham tentang pembacaan rambu. Untuk menghindari kesalahan ini, pembacaan dikontrol dengan koreksi 2BT=BA+BB b. Kesalahan karena mata cacat atau lelah. Untuk menghindari kesalahan ini sebaiknya mata yang cacat menggunakan kacamata dan pengamatan dilakukan dengan mata secara bergantian. Mata yang sedang tidak digunakan untuk membidik juga tidak perlu dipejamkan atau dipicingkan. c. Kondisi fisik yang lemah. Untuk menghindari keadaan yang demikian, surveyor perlu istirahat di tengah hari, makan teratur dan selalu menjaga kondisi tubuh d. Pendengaran yang kurang 3. Bersumber dari alam, antara lain: a. Kesalahan karena kelengkungan permukaan bumi. Kesalahan ini dapat diabaikan dengan membuat jarak rambu muka sama dengan jarak rambu belakang. b. Kesalahan karena refraksi sinar. Permukaan bumi diselimuti dengan lapisan-lapisan udara yang ketebalannya tidak sama karena suhu dan tekanan yang tidak sama. Hal ini akan mengakibatkan sinar yang sampai pada teropong dari obyek yang dibidik akan menjadi melengkung ke atas sehingga yang terbaca menjadi terlalu besar. c. Kesalahan Karena Undulasi. Pada tengah hari yang panas antara pukul 11 sampai pukul 14 sering terjadi undulasi, yaitu udara di permukaan bumi yang bergerak naik karena panas fatamorgana). Jika rambu ukur didirikan
di tempat yang demikian, maka apabila dibidik dengan teropong akan kelihatan seolah-olah rambu tersebut bergerak bergelombang - gelombang, sehingga sukar sekali untuk menentukan angka mana yang berimpit dengan garis bidik atau benang silang. Sehingga apabila terjadi undulasi sebaiknya pengukuran dihentikan. d. Kesalahan karena kondisi tanah tidak stabil. Akibat kondisi tanah tempat berdiri alat atau rambu tidak stabil, maka setelah pembidikan ke rambu belakang, pengamat pindah posisi untuk mengamat ke rambu muka ketinggian alat atau statif akan mengalami perubahan sehingga beda tinggi yang didapat akan mengalami kesalahan. Untuk itu, hendaknya tempat berdiri alat dan rambu harus betul-betul stabil atau rambu rambu diberi alas rambu.
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pertama pengukuran tanah dengan menggunakan ini dilaksanakan di halaman belakang Gedung G.A Fakultas Teknologi Pertanian,Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran.Praktikum ini dilakukan pada hari Jumat, 24 Maret 2017 dari pukul 09.00 WITA – selesai.
3.2 Alat Dan Bahan
Pada praktikum pertama ini alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu, sebagai berikut: Alat
Bahan
1. Theodolit
a. Pulpen
2. Rol meter/ meteran roda
b. Pensil
3. Statif
c. Penghapus
4. Rambu ukur
d. Buku / kertas kerja
5. Triput/kaki tiga
3.3 Cara Kerja
Praktikum yang Pertama, cara kerja yang dilaksanakan adalah sebagai berikut : Sebelum melakukan praktikum,hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1.Menentukan lokasi lapangan yang akan diukur beda tinggi dan ja raknya. 2.Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk pengukuran. 3.Menentukan titik yang akan diukur beda tinggi dan jaraknya. 4.Mengukur dengan menggunakan rol meter sejauh 2 meter,4 meter,6 meter,8 meter dan 10 meter dari titik pemantau(Teodolit) 5.Menyiapkan alat Teodolit dengan cara : a. Menyiapkan perangkat teodolit. b. Memasang rambu ukur.
c. Memasang triput/kaki tiga. d. Memasang pesawat di atas kepala statif. e. Menyetel nivo kotak dengan cara memutar scrub AB secara bersama hingga gelembung nivo kearah garis scrub C. f. Memutar scrub C ke kanan/kiri hingga gelembung nivo bergerak ke tengah. g. Menyetel nivo tabung dengan srub penyetel nivo tabung. h. Memfokuskan bidikan pada baak /rambu kemudian memutar scrub penguncinya. 6.Setelah itu membaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah. 7.Mencatat hasil dari pembacaan benang atas, benang tengah, dan benang bawah. 8.Melakukan secara berulang prosedur kerja di titik yang kedua dan titik ke tiga. a. Memutar scrub C ke kanan/kiri hingga gelembung nivo bergerak ke tengah. b. Menyetel nivo tabung dengan srub penyetel nivo t abung. c. Memfokuskan bidikan pada baak /rambu kemudian memutar scrub penguncinya. 6.Setelah itu membaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah. 7.Mencatat hasil dari pembacaan benang atas, benang tengah, dan benang bawah. 8.Melakukan secara berulang prosedur kerja di titik yang kedua dan titik ke tiga sampai pada titik yang ketuju, dengan pengukuran di depan dan dibelakang gtheodolit.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada Praktikum I
Jarak (m) 2 4 6 8 10
BA
BT
BB
15,625 15,780 16,02 19,69 19,95
15,525 15,6 15,72 19,3 19,46
15,425 15,420 15,425 18,91 18,98
4.2. Pembahasan
4.2.1. Perhitungan Uji Benang Tengah (BT)
Jarak 2 : BT =
= 15,525
(+)
=
(,80+,40)
= 15,6
(+)
=
(,0+,4)
= 15,72
Jarak 8 : BT =
(,+,4)
Jarak 6 : BT =
=
Jarak 4 : BT =
(+)
(+)
=
(9,9+8,9)
= 19,3
Jarak 10 : BT =
(+)
=
(9,9+8,98)
= 19,46
Jadi, pada perhitungan uji benang tengah dengan pengukuran lansung dengan alat hasil yang diperoleh sama. 4.2.2. Perhitungan Uji Jarak Optis
Jarak 2 D = (BA – BB)x100 = (15,625 – 15,425)x100 = 20 Jarak 4 D = (BA – BB)x100 = (15,780 – 15,420)x100 = 36 Jarak 6 D = (BA – BB)x100 = (16,02 – 15,425)x100 = 59,5 Jarak 8 D = (BA – BB)x100 = (19,69 – 18,91)x100 = 78 Jarak 10 D = (BA – BB)x100 = (19,95 – 18,98 )x100 = 97
Jadi, pada perhitungan uji jarak optis dengan pengukuran lansung dengan alat terjadi perbedaan sedikit dikarenakan letak tanah pada praktikum tidak rata dan terdapat banyak gelombang – gelombang kecil.
BAB V KESIMPULAN Dari kedua praktikum diatas dapat diambil kesimpulan, yaitu sebagai berikut: 1. Pada praktikum ini, yaitu pengukuran menyipat datar memenjang dengan alat Theodolite menggunakan dua ukuran yaitu pengecekan benang tengah serta penentuan jarak optis. 2. Pada praktikum kedua ketinggian dengan pengukuran dari titik yang berbeda dapat akan mengahsilkan jarak benanng tengah dan jarak optos yang berbeda pula. Pengukuran manual yang sudah dilakukan yaitu menggunakan meteran biasa pun hasilnya akan berbeda dengan mengggunakan alat theodolite.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi. 2016. Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Laporan Praktikum yang Dipublikasikan. Jakarta : Universitas Bakrie
Dwi
Nova, S. 2016. Laporan Praktikum Sipat Datar. Tersedia pada https://dwinovss.wordpress.com/ 2016/ 12/ 29/ kesimpulan-dan-saran praktikum-ilmu-ukur-tanah/. Jakarta : Universitas Gunadarma. Diakses pada tanggal 15 April 2017.
Saleh,S. 2013. Laporan Akhir Ilmu Ukur Tanah. Laporan Praktikum yang Dipublikasikan. Tersedia pada https://salmanisaleh.files.wordpress.com/201 3/03/6_cth_lap_praktek.pdf. Diakses pada 11 April 2017. Syaifullah, A. 2014. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.. Utami, dkk. 2015. Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah Menggunakan Alat Theodolite. Tersedia pada https://www.slideshare.net/Rpbowo/laporan praktikum-ilmu-ukur-tanah-theodolit. Laporan Praktikum Publikasi. Tangerang : Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Institut Teknologi Indonesia. Diakses pada tanggal 15 April 2017