BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti Abraham Maslow, Masl ow, Carl Rongers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang: self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakekat, individualitas dan sejenisnya. Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga” dalam aliran psikologi. Psikoanalosis dianggap sebagai sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman tentang kedalaman psikis guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar diri dari dalam diri. Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlop dengan hasil pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan behavioristik meyakinkan bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan. Dalam
mengembangkan
teorinya
psikologi
humanistic
sangat
memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 dalil utama dari psikologi humanistic yaitu: 1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi kedalam komponen-komponen, 2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya, 3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain, 4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-
1
pilihannya, dan 5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
1.2 Rumusan Masalah Yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah : 1. Asal munculnya psikologi humanistik 2. Psikologi humanistic dan implementasinya dalam pendidikan 3. Kebebasan prinsip belajar dan pembelajaran menurut Rogiers 4. Aplikasi dalam pendidikan dan pengembangan kecerdasan emosional
1.3 Tujuan Sesuaio dengan rumusan masalah diatas maka tujuan pembuatan makalah ini adalah: 1. Mengetahui penyebab asal munculnya psikologi pendidikan 2. Memahami psikologi humanistic dan implementasinya dalam pendidikan 3. Mengenal kebabasan prinsip belajar dan pembelajaran menurut Rogiers 4. Mengetahui
aplikasi
psikologi
humanistic
pengembangan kecerdasan emosional
2
dalam
pendidikan
dan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Asal munculnya psikologi humanistik
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta,kreativitas,hakikat,individualitassejenisnya. Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi. Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri. Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan. Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas
3
pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas. Terdapat beberapa ahli psikologi yang telah memberikan
sumbangan
pemikirannya
terhadap
perkembangan
psikologi
humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari kelompok fenomenologi yang mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya, bahwa realitas bukanlah sesuatu yang yang melekat dari kejadian itu sendiri, melainkan dari persepsinya terhadap suatu kejadian. Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan kemudian mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat memikirkan tentang perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya. Dengan kesadaran dirinya, manusia dapat berusaha menjadi lebih baik. Carl Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara guru dengan siswa Berkenaan dengan epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan pada metode penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan humanistik beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan perilaku manusia secara ilmiah melalui metode kuantitatif s ebagai sesuatu yang salah kaprah. Tentunya hal ini merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi.Sebaliknya, psikologi humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).
4
Hasil pemikiran dari psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau pemberian bantuan kepada klien. Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan
sebutan
humanistik pembelajaran
pendidikan
berusaha nyata.
humanistik
mengembangkan Pengembangan
(humanistic individu
aspek
education).
secara
emosional,
Pendidikan
keseluruhan sosial,
melalui
mental,
dan
keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik ini.
2.2 Psikologi humanistic dan implementasinya dalam pendidikan
Berbagai psikolog humanistik telah mengeksplorasi implikasi pendidikan yang dapat diturunkan dari sudut pandang mereka. Meskipun beberapa variasi, hampir semua andorse gagasan bahwa kita bertindak seperti yang kita lakukan karena cara-cara di mana kita memandang diri kita sendiri dan berbagai situasi di mana kita menemukan diri kita. Teori orientasi orientait psikologi tersebut umumnya digambarkan sebagai "eksistensial", "persepsi", "interaksional", "fenomenologis", atau dengan beberapa istilah yang sama. Empat fitur dasar yang umum ditemukan. 1. Berperilaku dan belajar adalah produk mencerap 2. Perilaku ada dan bisa, ditangani sedikit pun di masa kini. 3. Semua orang everywhwere memiliki drive dasar terhadap kesehatan yang ada dan astuslization. 4. Banyak perilaku seseorang adalah hasil dari konsepsinya tentang hi, diri (Combs, 1962, hal.67) Psikologi humanistik adalah pendekatan psikologi tentang bagaimana menghargai sisi kesejahteraan manusia, serta bagaimana memajukan budaya
5
manusia.
Para
pendidik
humanistik
lebih
tertarik
dalam
mengembangkan
kemampuan kita sebagai manusia, baik itu bagi yang “sakit” ataupun normal. Mereka berusaha, bukan hanya, memecahkan masalah, tapi juga melakukan hal-hal positif. Kemampuan untuk melakukan hal-hal yang positif ini disebut dengan potensi manusia (human potentials). Para pendidik humanistik berfokus pada hal ini, terutama dalam hal ketrampilan manusia dalam berelasi. Secara tipikal, para pendidik humanistik menunjukkan cara-cara bagaimana membangun relasi yang hangat satu sama lain, serta mengajar cara-cara untuk percaya, menerima, menyadari perasaan-perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan sosial yang lain. Di
samping
menekankan
pada
hubungan
manusia,
pendidik
juga
mengajarkan ketrampilan kognitif dan hubungan sosial. Mereka merencanakan kelas yang membantu kita dalam meningkatkan persepsi, merasa (feel), bergerak, mengagumi, berintuisi, sensasi, menciptakan, berfantasi, membayangkan dan mengalami. Psikologi pendidikan humanistik berorientasi pada pendidikan untuk manusia secara utuh. Pendidik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang lebih luas tentang perilaku manusia dan mempertanyakan, ”Berapa banyak sesuatu yang dapat dilakukan manusia? Bagaimana saya dapat membantu mereka untuk melakukan dengan lebih baik?” Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan humanistik menekankan pada mengenali pentingnya emosi dalam pendidikan. Pentingnya emosi atau wilayah afektif merupakan satu karakteristik yang terkuat pada pendidik humanistik. Strzepek memetik sebuah ide tentang ”belajar untuk menikmati hidup” (learning to enjoy life) dari psikologi humanistik pula. Di dalam ”Fiksi dan Potensi Manusia” (Fiction and the Human Potentially), dia mencatat bahwa hampir literatur sekolah tinggi mengabaikan sisi positif dari menjadi manusia. Para ahli psikologi humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran dari motivasi yang lebih rendah dan lebih tinggi. Mereka menekankan pada manusia berdasarkan pada ”pengalaman yang nyata dari manusia itu sendiri, dimulai dari sana untuk menurunkan konsep-konsep, abstraksi yang perlu dan definisi dari pengalaman nyata manusia serta kebutuhan-kebutuhan, tujuan dan nilai-nilai...” (Maslow, 1967).
6
Mengacu pada teori hirarki kebutuhan Maslow yang mengarah pada pilihan bersama dengan orang lain, untuk kompetensi dan pengakuan, serta aktualisasi diri sebagai bagian dari motivasi manusia, maka sebagai pendidik kita juga sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan kursus-kursus individual juga kurikulum secara menyeluruh agar bisa mencapai kebutuhan yang lebih tinggi ini. Beberapa ahli psikologi humanistik melihat kita supaya menggunakan pilihan yang natural berkaitan dengan pertumbuhan, perbaikan dan pembelajaran. Jangan sampai terjadi memaksa anak-anak belaj ar suatu topik sebelum mereka siap. Tanda seorang anak siap belajar suatu topik tertentu adalah ketika dia ingin mempelajarinya. Salah satu peran guru humanistik adalah membantu anakanak agar belajar dari apa yang mereka inginkan pada saat mereka menginginkannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator untuk membantu mereka menuju tahap yang lebih tinggi dari kebutuhan manusia. Betapa pentingnya untuk hidup secara penuh sebisa yang dilakukan. Ini diasumsikan sebagai tujuan dari pendidikan juga. Ringkasnya,
pendekatan
humanistik
untuk
psikologi
pendidikan
menekankan pada kemungkinan-kemungkinan untuk pertumbuhan yang positif, dalam jelajah secara luas dan secara khusus peduli pada sosial, kemampuan interpersonal
serta
metode-metode
untuk
pengembangan
diri.
Hal
yang
digarisbawahi adalah pada pengayaan dan kebahagiaan diri, hidupnya dan sosialnya. Pengajaran untuk Perkembangan Pribadi
Tujuan dari humanistik adalah pendidikan untuk pengayaan hidup. Pendidikan bukan sekedar untuk mempertahankan hidup atau untuk meningkatkan penghasilan, melainkan juga untuk pengayaan hidup. Tujuan hidup manusia adalah melebihi daripada ketiadaan akan rasa takut, sakit, cemas, atau perasaan-perasaan lain yang tidak diinginkan. Timbulnya masalah mental pada masyarakat secara umum seperti tingkat kejahatan melonjak, maraknya perceraian, jurang generasi, meningkatnya penyakit mental membuat para pendidik dan ahli-ahli psikologi memberanikan diri untuk mengembangkan pendekatan-pendekatan baru terhadap masalah emosional dan kehidupan personal para siswa di sekolahnya. Para pendidik menyiapkan berbagai cara untuk mengenali, menganalisa, dan mengekspresikan perasaan yang selalu dihadirkan dalam kelas. Dalam beberapa bahan, mempunyai
7
tujuan yang sederhana yaitu membuat perasaan-perasaan ini sah dan membantu siswa untuk memahaminya secara utuh. Program yang lain adalah memakai pemahaman ini untuk meningkatkan relevansi tugas sekolah reguler atau untuk menstimulasi kreativitas.
Beberapa pendekatan baru lainnya yang dilakukan
pendidik antara lain : 1. Mereka membuat siswanya sendiri sebagai “bahan” atau ”content”. Maksudnya siswa ini belajar tentang perasaan-perasaan dirinya juga tindakan-tindakannya, bukan tentang psikologi pada umumnya. 2. Mereka mengenali bahwa imajinasi siswa, seperti refleksi dari hati, mimpi, cerita, dan fantasi sangatlah penting sebagai bagian dari hidup yang bisa disharing-kan dengan teman kelasnya dan dipakai untuk berpikir secara kreatif. 3. Mereka memberikan perhatian khusus terhadap ekspresi non verbal (seperti gerak tubuh dan nada suara), karena hal ini juga penting sebagai bagian dari komunikasi. 4. Mereka menggunakan permainan, improvisasi, dan bermain peran sebagai cara untuk menstimulasi perilaku sehingga dapat dipelajari dan diubah. 5. Mereka mengajar dengan cara yang eksplisit beberapa prinsip dasar dinamika kelompok sehingga siswa dapat memiliki tanggung jawab yang lebih untuk melaksanakan tanggung jawab mereka sendiri. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebagai rambu-rambu agar pendidik bisa memberi manfaat bagi siswa: 1. Pendidik sebaiknya tidak pernah membawa siswa pada area pengalaman dimana siswa tersebut merasa tidak nyamanan. 2. Guru jangan pernah mendorong siswa untuk mengungkapkan sesuatu yang dia enggan untuk mengungkapkan, partisipasi dimana siswa enggan berpartisipasi, atau eksplorasi wilayahnya apabila dia tidak ingin melakukannya. Siswa merupakan penuntun terbaik bagi dirinya sendiri untuk melakukan apa yang dirasa nyaman untuk dirinya. Konsep Baru tentang Potensi Manusia: Tantangan Baru bagi Guru
Cara bagaimana seseorang merasa tentang dirinya dan perkembangannya adalah penting. Kita hidup saat ini dengan ide-ide baru tentang sifat dari kapasitas manusia, tentang apa yang mungkin bagi manusia. Gagasan yang revolusioner itu
8
membawa pada tantangan baru bagi orang yang menghadapi anak-anak. Ada pertentangan yang terjadi disini; di satu sisi ingin mengembangkan siswa secara utuh optimal, namun di sisi lain ditemukan adanya keterbatasan-keterbatasan kapasitas manusia yang terjadi, antara lain: 1. Keterbatasan secara fisik pada anak. Misalnya kesehatan fisik yang terganggu akibat kekurangan makan. 2. Hambatan kesempatan. Kita mengetahui bahwa kapasitas manusia dapat ditingkatkan dengan memakainya dan akan terhenti pertumbuhannya jika tidak dipakai. Jika kita tidak menyiapkan seseorang untuk menggunakan atau memberdayakan apa yang dia punyai, ini adalah hal yang fatal. Begitu banyak sekolah yang mengira sudah menyiapkan stimulasi untuk anak-anak namun ternyata apa yang disiapkan tidak menarik, monoton, sederhana, tidak bisa digunakan dengan baik. 3. Keterbatasan karena kebutuhan-kebutuhan manusia (human needs). Setiap dari kita secara terus-menerus mencari kenyamanan dari kebutuhan-kebutuhannya. Misalnya hidup tenang, makan cukup, dicintai dan mencintai, pemenuhan diri. Apabila kegagalan terjadi, maka yang muncul adalah ketidakmampuan beradaptasi, kebodohan, kriminalitas, sakit secara psikologis dan sebagainya. 4. Keterbatasan konsep-diri (self-concept). Self-concept merupakan salah satu faktor yang menentukan bagaimana seseorang mampu beradaptasi di berbagai lingkungan yang berbeda. Apa yang diyakini seseorang tentang dirinya akan berpengaruh terhadap segala sesuatu yang dia lakukan, dia dengar, dia lihat dan sebagainya sehingga secara efektif dia mampu berhubungan dengan dunia dalam hidupnya. 5. Tantangan dan ancaman. Ini menyangkut hal bagaimana seseorang dalam mempersepsi suatu objek. Apakah dipandang sebagai ancaman atau tantangan. Apabila ia memandangnya sebagai ancaman, maka dia juga akan melawan dan mempertahankan diri. Sebaliknya, bila suatu objek dipersepsi sebagai tantangan maka suatu masalah akan dipandang sebagai sesuatu yang menarik karena ia mempunyai keyakinan untuk mengubah tantangan tersebut menjadi kesuksesan.
9
Kurikulum Humanistik
Secara teoritis dapat diartikan sebagai eksplorasi area untuk membantu siswa secara lebih efektif mampu menghadapi masalah-masalah khusus dalam hidupnya. Pendekatan kurikulum ini untuk struktur lingkungan belajar yang sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa mencapai wilayah konten humanistik dan pilihan mereka sendiri yang lain serta mendorong mereka untuk belajar dan berlatih proses humanistik sebagai bagian dari pendidikan mereka. Beberapa hal yang dilakukan dalam pendekatan ini adalah: 1. Pilihan atau kontrol. Siswa yang menentukan tujuan dan membuat keputusan 2. Hal penting yang dirasakan (felt concerns). Kurikulum cenderung lebih fokus pada minat dan yang menjadi perhatian (concern) atau penting bagi siswa. 3. Kecakapan Hidup (manusia seutuhnya). Pendidikan humanistik cenderung melibatkan orang secara keseluruhan, tidak hanya pikirannya saja. Ada gerakan menuju ketrampilan cara berpikir yang terintegrasi dengan ketrampilan hidup lain yang diperlukan, agar menjadi pribadi yang efektif dalam merasa, memilih, mengkomunikasikan sesuatu dan melakukan sesuatu. 4. Self-evaluation.
Pendidikan
humanistik
menjauhkan
kontrol
guru
dan
menggantikannya dengan evaluasi balik pada siswa, seperti pada dirinya sendiri yang mengevaluasi kemajuannya dalam mencapai tujuan. 5. Guru sebagai fasilitator. Guru bergerak dari posisi mengatur menjadi fasilitator. Ia lebih mendukung daripada memberi kritikan, lebih memahami daripada menghakimi. Ada suasana saling belajar satu sama lain. Tujuh kriteria pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan: 1. Pengembangan pribadi. Sasaran dari tipe ini adalah pada pribadi, pertumbuhan pribadi siswa, termasuk di dalamnya self-awareness dan self-insight. Siswa semakin lebih dekat dengan dirinya dan lebih mengenal diri. Contoh: manusia itu unik berbeda satu sama lain. Sebagai pribadi, ia memiliki sejarah, pilihan, kapasitas dan potensi. 2. Perilaku kreatif. Tujuan ini untuk memuat nilai orisinalitas, kreatifitas, imajinasi, interpretasi yang baru, makna kebaruan, dan sebagainya. Banyak orang dalam belajar mengabaikan kapasitas afektif. Misalnya mengatakan, “ah, itu hanya
10
imajinasi!” Padahal hal ini penting. Mereka tidak menemukan bahwa imajinasi juga gudang dari ide-ide yang gemilang. 3. Kesadaran
interpersonal.
mempengaruhi
satu
Penekanannya
dengan
yang
lain
pada
bagaimana
orang
(individu-kelompok,
saling
kelompok-
kelompok). Interaksi sosial, proses kelompok, kepemimpinan, dan komunikasi merupakan topik dari bidang ini. 4. Orientasi subyek atau disiplin ilmu. Ini berfokus pada bagaimana siswa merasakan tentang subyek yang menyeluruh atau bidang studi secara luas. Contoh: mereka membenci matematika, tapi menyukai bahasa Inggris. Ia benci matematika karena sesungguhnya merasa bodoh pada bidang ini. Kebodohan adalah hal yang dibencinya, bukan pelajarannya. Maka peran guru adalah mengubah keyakinan tersebut. 5. Isi yang spesifik. Ini berkaitan dengan pembelajaran humanistik (human teaching for human learning), baik menyangkut afektif maupun cognitif. Misalnya siswa merasakan dan mendiskusikan keberanian dan ketakutan mereka sendiri. Kesadaran ini membuat The Red Badge of Courage yang menjadikan perasaannya jelas lebih dapat dipahami. The Red Badge of Courage adalah salah satu contoh bagaimana seseorang dalam menghadapi ketakutannya. 6. Metode pembelajaran. Berhubungan dengan kemungkinan-kemungkinan afektif untuk mengatur kelas dalam cara yang berbeda baik di dalam kelas maupun di luar kelas. 7. Guru dan administrator. Di sini berfokus pada pendidik sebagai orang yang menumbuhkan pribadi siswa dan menjadi model bag
2.3 Kebebasan prinsip belajar dan pembelajaran menurut Rogiers
Satu psikolog humanistik yang pandangan tentang pendidikan telah sering dicari dan agak luas diterapkan adalah Carl R. Rogers . Jika seseorang terus dalam pikiran fakta bahwa psikologi humanistik terdiri dari beragam viwes , posisi Rogers adalah ilustrasi dari orientasi umum psikologi humanistik terhadap praktik pendidikan. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
11
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. 2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa 3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. 4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses. Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting diantaranya ialah : 1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami. 2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri. 3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya. 4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil. 5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar. 6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya. 7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu. 8. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari. 9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting. 10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
12
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri siswa (dalam Palmer, 2003). Implikasi ajaran tersebut dalam bidang pendidikan adalah perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya, menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis yang memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri. Pengajaran yang baik adalah “proses yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu, bernilai, dan mengarahkan diri sendiri, dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut” (Purkey & Novak, dalam Eggen & Kauchak, 1997). Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata-mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
2.4 Aplikasi dalam pendidikan dan pengembangan kecerdasan emosional Pengertian Kecerdasan Emosi
Selama bertahun-tahun Kecerdasan Intelegensi (IQ) telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang. Daniel Goleman (1999), adalah salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni kecerdasan emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ).
13
Hubungan Psikologi Humanistik dan Kecerdasan Emosional
Penerapan psikologi humanistc pendekatan untuk pendidikan telah dicoba , sejak awal 1960-an , di hampir semua tingkat pendidikan di hampir setiap topik dibayangkan . Misalnya Asosiasi untuk Pengawasan dan Kurikulum pengembangan dikhususkan serangkaian pertemuan dan fokus 1962 buku tahunan mereka untuk orientasi ini . The titleof buku tahunan menunjukkan kedua karakteristik utama dari psikologi humanistik dan sambutan hangat yang diungkapkan oleh ASDC mengamati, Berperilaku , Menjadi : Fokus baru Untuk Pendidikan ( Combs , 1962) . Beberapa sistem sekolah telah membentuk département atau komite pada kurikulum afektif ( misalnya , Borton , 1970; Weinstein , 1971 & Fantini , 1970) . Orang lain telah menganjurkan integrasi keprihatinan humanistik bersama dengan tujuan pendidikan yang lebih tradisional lainnya dan metode ( misalnya , Brown , 1971a dan 1971b ) . Satu juga bisa mengutip banyak " shcools gratis " sebagai konsisten dengan pendekatan ini walaupun tidak semua dari mereka secara khusus berasal ide-ide mereka dari psikologi humanistik . Kisaran tingkat usia diilustrasikan oleh proposal yang Rogers telah dibuat untuk pelatihan lulusan tingkat ( Rogers , 1969) turun banyak inovasi dalam preschooleducation dengan dapat ditelusuri ke pengaruh psikologi humanistik ( misalnya , Frost , 1968; Maccoby & Zellner , 1970 , Weber , 1970) . Menggambarkan aplikasi pendidikan spesifik dari pendekatan ini adalah lebih sulit daripada menggambarkan orang-orang dari teori instruksional lain karena banyak fitur terletak pada interaksi antara siswa dan instruktur dengan mereka . Untuk memahami contoh , satu reli harus mengunjungi situasi pendidikan itu sendiri serta membaca bahan banyak digunakan . Namun, kami akan mencoba untuk membuat sketsa beberapa fitur yang ditemukan dengan aplikasi psikologi humanistik dengan meringkas contoh yang Rogers ( 1969) yang disajikan di awal bukunya . Rogers berpendapat bahwa fitur penting yang hampir sama tidak peduli apa kelompok usia atau subjek yang terlibat , karena dalam semua kasus kebutuhan individu , nilai-nilai , dan minat siswa harus diperhitungkan .Seorang guru kelas enam memutuskan untuk mengadopsi pendekatan Rogers ketika dia conclued bahwa dia wan't mendapatkan di mana saja dengan kelompok yang sulit khususnya mahasiswa luas bahwa dia akan memiliki sedikit kehilangan dalam mencoba beberapa pendekatan baru . Dia ditandai masal ah sebagai termasuk masalah diciline , kurangnya minat , dan masalah dengan beberapa orang tua . Ada tiga puluh enam siswa , mulai 82-135 di IQ , dan mereka termasuk berbagai pronlems emosional dan penyesuaian serta anak-anak yang disesuaikan dengan baik .
14
Guru mencoba pendekatan secara tryout dengan mengatakan kepada siswa bahwa mereka akan mencoba pendekatan baru pada satu hari secara experiemental . Mereka sudah akrab dengan harapan tentang mereka, mereka bisa melakukan apa yang mereka pikir penting . Guru akan tersedia jika diperlukan . Beberapa tidak melakukan apa pun , beberapa mencoba seni dan proyek-proyek tertentu lainnya , sementara beberapa bekerja pada proyek-proyek yang mereka secara rutin akan havestudied bahwa day.others bingung dan agak tertekan tentang kurangnya str uktur Pada akhir hari itu guru dan siswa mendiskusikan pengalaman mereka . Perlu dicatat bahwa somestudents tidak dicapai sesuatu yang penting selama hari pertama ini, tapi yang ini juga sudah berlaku ketika guru telah mencoba pendekatan konvensional juga. Tambahan lagi , banyak siswa telah menyatakan antusiasme seperti tentang kebebasan baru mereka untuk mengeksplorasi dan belajar apa yang mereka rasakan adalah penting bahwa mereka telah menginvestasikan lebih banyak energi dan waktu dalam pekerjaan mereka daripada telah chracteristic sebelumnya . Ada antusiasme yang cukup bahwa mereka memutuskan ( baik siswa dan guru ) untuk mencoba dua hari lagi sebelum mengevaluasi pengalaman mereka lagi . Pada titik ini , guru menerapkan sistem kontrak dengan masing-masing siswa . Dia memberi mereka daftar mata pelajaran kelas ussual dan auggestions bagaimana mereka secara individual akan mempelajari masing-masing . Lembaran menyediakan bagi mereka untuk memilih apa yang mereka ingin lakukan dan untuk catatan proyek yang mereka telah menyelesaikan . Sebuah meeing diadakan dengan masing-masing anak untuk disscuss rencananya , dan guru yang tersedia untuk konferensi tambahan individu atau dengan kelompok-kelompok informal kecil seperti mereka dibutuhkan . Waktu untuk konferensi tersebut sekarang tersedia karena siswa mengambil banyak tanggung jawab untuk instruksi mereka sendiri dan mereka hanya membutuhkan bantuan untuk bahan sumber daya yang sesekali siswa dapat digunakan dalam studi mereka . Guru kemudian diperpanjang program untuk sisa belajar dan memperluas ketentuan untuk memberikan tanggung jawab kepada siswa Mpre untuk perencanaan, pelaksanaan , dan mengevaluasi kemajuan pendidikan mereka sendiri . Ketika menjadi jelas cukup awal bahwa beberapa siswa tidak bisa dengan mudah mentolerir kebebasan yang baru ditemukan tersebut , dia Institude kelompok dibimbing guru dengan ketentuan bahwa siswa coud kemudian kembali enterthe "bebas " belajar guru experiences.the terus berfungsi sebagai narasumber dan untuk melakukan banyak hal yang ia biasanya akan dilakukan berkaitan dengan perencanaan cara yang berbeda studiying setiap topik . Namun, alih-alih memiliki guru memutuskan kapan dan bagaimana mempelajari unit yang berbeda , para siswa sekarang memiliki tanggung jawab utama untuk keputusan tersebut .
15
Berikut adalah beberapa deskripsi dari kegiatan sehari-hari khas . Perhatikan similsrrities antara pendekatan ini dan itu dari Keller d jelaskan earlierin bab modifikasi perilaku . Selama sesi informal, siswa secara individual direncanakan kontrak kerja mereka untuk hari itu , sometimeson secara individual , kadang-kadang bekerja dalam kelompok kecil . Terlebih lagi , ada perubahan konstan keanggotaan kelompok , sehingga siswa bekerja dengan rekan-rekan yang berbeda , semua pada sukarela , dasar - mahasiswa dimulai . Setelah rencana hari itu dibuat , para siswa mulai bekerja . Meskipun kelas memang harus memenuhi persyaratan kurikulum jadwal waktu negara - dirancang , mereka memiliki choise berkaitan dengan penggunaan harian dan mingguan dari waktu mereka . Apabila diperlukan , guru menunjukkan sifat sekuensial dan kumulatif mata pelajaran tertentu ( misalnya , matematika ) dan membuat rekomendasi bagi siswa untuk mempertimbangkan untuk mempelajari urutan . Sebagian besar dari pengalaman adalah bahwa siswa memiliki tanggung jawab untuk evaluasi penjadwalan dan untuk menentukan kapan mereka telah menguasai materi pelajaran ke tingkat yang memadai . Ada hari-hari stres serta ekstasi - hari ketika guru bertanya-tanya apakah dia harus memulai proyek di tempat pertama , dan hari-hari ketika ia bertanya-tanya bagaimana dia bisa pernah diajarkan cara lain . Dia mengakui bahwa itu telah agak mengancam baginya untuk melepaskan kontrol penuh atas kelompok dan memiliki risiko siswa memikul tanggung jawab . Tapi dia menyarankan bahwa ini tidak merupakan suatu " baik / atau " proposisi , bahwa ada cara yang dengannya seseorang secara bertahap dapat mengadopsi " kebebasan untuk belajar " seperti prinsip . Perlu dicatat bahwa masalah disiplin berkurang tajam dan bahwa beberapa siswa lebih sulit tidak hanya menunjukkan banyak kemajuan pendidikan seperti sebelumnya tapi bahkan menjadi sangat terlibat dalam studi mereka . Secara keseluruhan , hasilnya sangat memuaskan bahwa kepala sekolah dan guru-guru lain yang mampu mencatat perubahan dalam siswa bahkan di luar situasi kelas . Terlebih lagi , meskipun fakta bahwa guru kelas enam ini punya keraguan tentang metode awalnya , dia kemudian berubah prosedur nya hampir seluruhnya mahasiswa - yang berpusat , pendekatan Rogerian dan ia mulai melakukan lokakarya bagi para guru lain untuk mencoba ide-ide serupa. Kritik : Status saat ini dan prospek masa depan Pada saat ini psikologi humanistik tampaknya telah memberikan lebih dari posisi filosofis dan orientasi umum daripada memiliki teori pembelajaran formal . Sebagian besar laporan yang diberikan mengagumkan tapi agak kabur ketika datang ke pencapaian tujuan pendidikan biasanya. Bahkan ketika salah satu memperhitungkan preferensi untuk terbuka - pernyataan berakhir dan kebebasan bagi siswa dalam memilih tujuan , kadang-kadang sulit untuk melihat bagaimana seseorang dapat
16
menggunakan metode ilmiah untuk menilai manfaat dari pendekatan . Beberapa psikolog humanistik telah memberikan presentasi yang lebih konkret dari ide-ide mereka dan telah memberikan indikasi yang lebih spesifik tujuan pendidikan mereka dan metode . Posisi Carl Rogers adalah teladan di grup ini yang telah berusaha untuk mengartikulasikan ide-ide mereka . Tetapi bahkan dengan konsepsi Rogers instruksi , setidaknya dalam bentuk yang sekarang , banyak filosofis berbasis daripada pernyataan diuji secara empiris disajikan ( misalnya , lihat cokelat & Tedeschi , 1972) . Perlu dicatat bahwa sebagai salah satu bergerak dari asumsi-asumsi filosofis melalui " prinsip-prinsip instruksional " untuk metode praktis ia tampaknya menjadi lebih dan lebih beragam dalam rekomendasi nya . Alih-alih kelemahan , hal ini dapat merupakan kekuatan dalam pendekatannya karena memfasilitasi penggunaan oleh pendidik yang dapat memilih beberapa idenya serta orang-orang yang mendukung posisinya di toto . Seperti yang Anda harus mengenali dari komentar di atas, psikolog humanistik telah mengambil pengecualian banyak prinsip advokat oleh teori instruksional yang memiliki beberapa afiliasi langsung dengan penelitian psikologi belajar dan teori , seperti teori perwakilan kami telah dipertimbangkan dalam empat bab sebelumnya. Tidak hanya mereka menimbulkan pertanyaan tentang metode pengajaran yang dianjurkan oleh teori pembelajaran ini , tetapi mereka juga telah mengangkat pertanyaan mengenai siapa yang harus menetapkan tujuan bagi individu dan siapa yang harus menentukan tujuan pendidikan , dan telah menekankan kebutuhan untuk memeriksa sistem nilai dan relevansi pendidikan bagi masyarakat secara keseluruhan . Berkenaan dengan ASCD kriteria I , Rogers belum memberikan seperangkat postulat yang secara resmi diselenggarakan , dengan istilah kritis didefinisikan secara operasional . Sebaliknya , ia telah menguraikan fitur-fitur utama dari pendekatan psikologi humanistik untuk pendidikan , dan dia telah memberikan beberapa panduan serta metode khusus untuk pendidik untuk mengikuti . Berdasarkan keprihatinan mereka dengan seluruh orang, banyak istilah dasar tidak mudah meminjamkan diri untuk definisi operasional . Sebagai contoh, sulit - tetapi bukan tidak mungkin untuk menentukan apakah seorang siswa adalah orang yang berfungsi penuh . Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah sejauh mana tujuan pendidikan yang terkait dengan metode pembelajaran yang spesifik . Anda mungkin ingat bahwa situasi yang sama berlaku berkaitan dengan pembelajaran penemuan dalam posisi membangun kognitif . Dalam pendekatan ini, ini tampaknya menjadi masalah umum . Ada kecenderungan untuk membuat asumsi , misalnya , bahwa hanya dengan perasaan bebas dalam situasi belajar siswa akan kemudian bebas dan kreatif dalam situasi transfer real - hidup . Ini adalah tesis yang masuk akal tetapi harus diserahkan kepada uji empiris .
17
Kedua , para pendukung pendekatan ini - seperti yang lain berpendapat bahwa teori mereka tidak terbatas di kisaran mahasiswa dan materi pelajaran yang dapat diterapkan . Satu-satunya komentar kualifikasi terletak pada metodologi rcommendations Rogers di mana ia menunjukkan bahwa teknik lain - seperti instruksi diprogram - berguna . Tetapi bahkan dalam usulan ini ia menekankan perlunya memungkinkan siswa untuk bebas untuk belajar , sehingga bahan diprogram hanya digunakan ketika siswa mengakui beberapa masalah dan merasa bahwa konten atau keterampilan tertentu harus dipelajari . Jadi bahkan ketika dia menggunakan metode yang berasal dari teori-teori lain , Rogers mempertahankan integritas pendekatan dalam penggabungan nya metode tersebut . Ketiga , seperti untuk konsistensi internal dari pendekatan Rogers , ASCD kriteria III , ide bahwa siswa harus bebas untuk belajar adalah meresap dalam semua tulisan dan rekomendasi-nya . Ini mungkin bahwa inkonsistensi akan menjadi jelas ketika prinsip-prinsip yang lebih formal yang ditarik , tapi tidak ada yang jelas terlihat pada tahap ini . Keempat , ada sejumlah masalah yang berkaitan dengan data empiris . Rogers telah sebagai bertanggung jawab sebagai orang tunggal lainnya untuk merangsang penelitian tentang metode psikoterapi , sehingga kemungkinan bahwa ia akan mendorong rekan-rekannya untuk melakukan studi ekstensif pada prosedur instruksional nya juga . Tetapi pada saat ini ada beberapa ragu-ragu pada bagian dari psikolog humanistik untuk mengumpulkan menguji pendekatan mereka data empiris karena mereka begitu benar-benar yakin bahwa metode mereka bekerja. Terlebih lagi , tujuan mereka berbasis luas tidak semudah meminjamkan diri untuk pengawasan sebagai lakukan, misalnya , themore sempit didefinisikan tujuan modifikasi perilaku . Metode seperti sekarang dijelaskan tampaknya konsisten dengan bukti empiris yang ada , terutama dengan data yang menarik dari situasi psikoterapi . Namun, itu akan menjaga berharga mengingat fakta bahwa banyak psikoterapis non Rogerian menerima prinsip-prinsipnya sebagai diperlukan untuk memfasilitasi perubahan terapi tetapi mereka mempertanyakan apakah prinsip-prinsip yang cukup saja untuk membawa tentang perubahan tersebut . Sebuah negara yang sama berkembang dalam pendidikan : beberapa merasa bahwa poin Rogers membuat sesuai tetapi mereka mempertanyakan apakah menciptakan iklim emosional dan intelektual yang tepat adalah cukup untuk membawa perubahan pendidikan yang diinginkan . Data empiris yang ada tidak mengijinkan jawaban yang jelas saat ini . Secara khusus, beberapa bersedia menerima gagasan bahwa seseorang mungkin " ahli " tentang kebutuhan sendiri , perasaan , keyakinan , dll, yang berkaitan dengan situasi psikoterapi . Dengan demikian mereka menerima anggapan Rogers bahwa klien bukan terapis harus memiliki tanggung jawab utama dalam hubungan psikoterapi . Namun, banyak pertanyaan apakah siswa sama dapat " ahli " tentang tujuan pendidikan sampai-sampai dia bisa tahu lebih baik dari pendidik profesional
18
yang akan bernilai sementara baginya untuk bela`jar . Hal ini tampaknya menjadi salah satu pusat kontroversi sekitar yang jauh lebih empiris bukti akan diperlukan sebelum lebih dari jawaban spekulatif dapat disediakan. Berkenaan dengan kriteria ASCD lain , pendekatan Rogers baik dibandingkan dengan teori-teori pembelajaran lainnya . Pada saat tugas mungkin sulit tetapi pendekatan untuk instruksi mampu menghasilkan hipotesis yang dapat diajukan ke test.morevver empiris , pedoman memberikan pernyataan lebih jelas tentang apa yang harus diharapkan siswa untuk melakukan di bawah kondisi yang diuraikan . Tampaknya bahwa kontribusi utama dari pendekatan Rogers , dan psikologi humanistik lebih umum , akan menjadi faktor sebagai korektif untuk belajar teori teori pembelajaran berbasis . Pendekatannya bahkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk menggambar prinsip-prinsip eklektik , karena ia sudah pindah ke arah itu dengan penyajian metode praktis nya . Pengaruh utama terletak pada fokus pada hubungan interpersonal dan tentang pentingnya harapan siswa dan kontribusi untuk pengalaman belajar mereka sendiri . Tentu saja keprihatinan dengan kualitas yang unik manusia dapat berfungsi untuk memperluas konsepsi tujuan pendidikan bahkan keluar ke alam pemenuhan diri dan aktualisasi diri - lebih dari sekadar penguasaan keterampilan dasar minimum yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup duniawi . Mungkin penggabungan ide-idenya bersama dengan orang-orang dari teori-teori pembelajaran lainnya akan memungkinkan kita untuk memiliki pendekatan yang lebih sistematis untuk perbaikan praktek pendidikan tanpa mengabaikan manusia " alam yang lebih tinggi . "
19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 1. Kehadiran
psikologi
humanistik
muncul
sebagai
reaksi
atas
aliran
psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga” dalam aliran psikologi. 2. Psikologi humanistik adalah pendekatan psikologi tentang bagaimana menghargai sisi kesejahteraan manusia, serta bagaimana memajukan budaya manusia. 3. Tujuan dari humanistik adalah pendidikan untuk pengayaan hidup. Pendidikan bukan sekedar untuk mempertahankan hidup atau untuk meningkatkan penghasilan, melainkan juga untuk pengayaan hidup.
4. Beberapa pendekatan baru lainnya yang dilakukan pendidik antara lain: Mereka membuat siswanya sendiri sebagai “bahan” atau ”content”. Maksudnya siswa ini belajar tentang perasaan-perasaan dirinya juga tindakantindakannya, bukan tentang psikologi pada umumnya. a. Mereka mengenali bahwa imajinasi siswa, seperti refleksi dari hati, mimpi, cerita, dan fantasi sangatlah penting sebagai bagian dari hidup yang bisa di-sharing-kan dengan teman kelasnya dan dipakai untuk berpikir secara kreatif. b. Mereka memberikan perhatian khusus terhadap ekspresi non verbal (seperti gerak tubuh dan nada suara), karena hal ini juga penting sebagai bagian dari komunikasi. c. Mereka menggunakan permainan, improvisasi, dan bermain peran sebagai cara untuk menstimulasi perilaku sehingga dapat dipelajari dan diubah. d. Mereka mengajar dengan cara yang eksplisit beberapa prinsip dasar dinamika kelompok sehingga siswa dapat memiliki tanggung jawab yang lebih untuk melaksanakan tanggung jawab mereka sendiri.
20
5. Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata-mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
21
Daftar Pustaka
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja. Glenn
E
,
Snclbecker
dkk.
Learning
Theory
Instructional
Psychoeducational Design. New York http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_education
http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology
http://rumahbelajarpsikologi.com
22
Theory,
and
Makalah
Tentang
Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Semester Mata Kuliah Desain Pembelajaran
Dosen : Dr. JASRIAL, M.Pd
Oleh Kelompok VI: Fitri yanti Lina Mayasari Maria Yunita Maulana
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013
23
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …
1
1.2 Rumusab Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penulisan ...
2
II. PEMBAHASAN 2.1 Asal munculnya psikologi humanistic … 3 2.2 Psikologi humanistic dan implementasinya dalam pendidikan … 5 2.3 Kebebasan prinsip belajar dan pembelajaran menurut Rogiers … 11 2.4 Aplikasi dalam pendidikan dan pengembangan kecerdasan emosi onal...13
III. PENUTUP 3.1 K esimpulan …20
24