BAB 5 MODEL INDEKS TUNGGAL: PENYEDERHANAAN PENYEDERHANAA N ANALISIS PORTOFOLIO
Apa yang sudah dibicarakan pada Bab 3 dan 4 merupakan dasar-dasar teori portofolio modern. Teori yang pertama kali dikemukakan oleh Harry Markowitz pada tahun 1956 kemudian mengalami perkembangan dan penyederhanaan yang membawa dampak besar pada implementasi teori tersebut dalam dunia keuangan. Dalam bab ini kita akan membicarakan penyederhanaan tersebut. Penyederhanaan bukan hanya dalam artian input yang dipergunakan, tetapi juga bagaimana menaksir input yang yang diperlukan untuk analisis. 5.1. Masukan untuk analisis portofolio Sewaktu kita melakukan analisis portofolio, perhatian kita akan terpusat pada dua parameter, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dan deviasi standar tingkat keuntungan portofolio yang efisien. Tingkat keuntungan yang diharapkan dari portofolio dinyatakan se bagai E(R p) = Σ Xi E(R p) ….(5.1)
Sedangkan deviasi standar portofolio dinyatakan sebagai σ p = [Σ [ΣX12 σi2 + Σ Σ Xi X j σij ]1/2
....(5.2)
Dengan demikian kalau kita ingin melakukan analisis portofolio yang terdiri dari 5 saham (atau sekuritas) misalnya, maka untuk menaksir E(Rp) kita perlu menaksir tingkat keuntungan yang diharapkan dari masing-masing saham yang membentuk portofolio tersebut. Berarti kita perlu menaksir lima tingkat keuntungan yang diharapkan. Untuk menaksir tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu portofolio, kita perlu menaksir jumlah tingkat keuntungan yang diharapkan sebanyak jumlah saham yang membentuk portofolio tersebut. Sebaliknya kalau kita ingin menaksir σ p kita harus menaksir variance (atau variance (atau deviasi standar) dari saham-saham yang membentuk portofolio tersebut dan koefisien korelasi antar tingkat keuntungan (atau covariance). Kalau covariance). Kalau portofolio tersebut terdiri dari 5 saham, maka kita akan menaksir 5 variance dan variance dan 10 koefisien korelasi. Jumlah koefisien korelasi yang perlu ditaksir ini akan meningkat dengan cepat apabila kita memperbesar saham-saham yang ada dalam portofolio kita. Formula yang dipergunakan untuk menghitung jumlah koefisien korelasi antar tingkat keuntungan adalah (N - 1)/2. Dalam hal ini N adalah jumlah sekuritas yang dipergunakan untuk membentuk portofolio tersebut. Jadi kalau kita melakukan pengamatan terhadap 20 sekuritas, maka kita harus menaksir 20(20 - 1)/2 = 190 koefisien korelasi. Suatu jumlah variabel yang tidak sedikit, lebih-lebih kalau pada umumnya para analis sekuritas melakukan pengamatan terhadap sekitar 50 sampai dengan 100 sekuritas. Tentu saja kita bisa menghitung koefisien korelasi, variance variance dan tingkat keuntungan yang diharapkan berdasarkan atas data tahun-tahun yang lalu. Tetapi untuk keperluan analisis dan pengambilan keputusan kita berkepentingan dengan nilai variabel-variabel tersebut di masa yang akan datang, bukan dengan nilai historisnya. Untuk itu kita hanya bisa melakukan estimasi terhadap variabel-variabel tersebut. Seandainya nilai variabel-variabel tersebut
relatif stabil, maka kita bisa melakukan estimasi dengan baik dengan menggunakan data historis. Untuk keperluan analisis portofolio memang disyaratkan bahwa data yang kita pergunakan harus mempunyai sifat stationair. Stationarity ini ditunjukkan dari stabilnya nilai mean dan variance. Kalau suatu series bersifat stationair berarti untuk variable tingkat keuntungan yang diharapkan dan deviasi standar, data historis memang sedikit banyak bisa dipergunakan untuk menaksir nilai di masa yang akan dating, tetapi tidak untuk koefisien korelasi. Tidak ada jaminan bahwa kalau tahun yang lalu koefisien korelasi antara saham A dan B lebih rendah dibandingkan antara saham B dan C, maka untuk tahun-tahun yang akan datang pola tersebut akan tetap berlaku. Untuk itulah kemudian dipergunakan model yang diharapkan bisa membantu memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut. 5.2. Konsep Model Indeks Tunggal Kalau kita melakukan pengamatan maka akan nampak hahwa pada saat "pasar" membaik (yang ditunjukkan oleh indeks pasar yang tersedia 1) harga saham-saham individual juga meningkat. Demikian pula sebaliknya pada saat pasar memburuk maka harga saham-saham akan turun harganya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keuntungan suatu saham nampaknya berkorelasi dengan perubahan pasar. Kalau perubahan pasar bisa dinyatakan sebagai tingkat keuntungan indeks pasar, maka tingkat keuntungan suatu saham bisa dinyatakan sebagai : R i = ai + βi R m
Dalam hal ini, ai adalah bagian dari tingkat keuntungan saham i yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar. Variabel ini merupakan variabel yang acak. R m adalah tingkat keuntungan indeks pasar. Variabel ini merupakan variabel yang acak. Βi adalah beta, yaitu parameter yang mengukur perubahan yang diharapkan pada R, kalau terjadi perubahan pada R m. Persamaan tersebut hanyalah memecah tingkat keuntungan suatu saham menjadi dua bagian. yaitu yang independen dari perubahan pasar dan yang dipengaruhi oleh pasar. βi menunjukkan kepekaan tingkat keuntungan suatu saham terhadap tingkat keuntungan indeks pasar. βi sebesar 2 berarti hahwa kalau terjadi kenaikan (penurunan) tingkat keuntungan indeks pasar sebesar 10% maka akan terjadi kenaikan (penurunan) R, sebesar 20%. Parameter ai menunjukkan komponen tingkat keuntungan yang tidak perpengaruh oleh perubahan indeks pasar. Parameter ini bisa dipecah menjadi dua, yaitu α (alpha) yang menunjukkan nilai pengharapan dari a i, dan ei yang menunjukkan elemen acak dari a i. Dengan demikian maka ai = αi + ei
1
Indeks pasar ini misalnya Standard & Poor Stock Index di New York Stock Exchange, FT-100 Index di London Stock Exchange, Hang Seng di Hong Kong Stock Exchange, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan sebagainya.
dan ei mempunyai nilai pengharapan sebesar nol. Persamaan tingkat keuntungan suatu saham sekarang bisa dinyatakan sebagai, R i = αi + βi R m + ei … (5.3) Persamaan (5.3) tersebut merupakan persamaan regresi linier sederhana yang dihitung dengan R i sebagai variabel tergantung dan R m sebagai variabel independen 2. Cara perhitungan regresi secara manual diberikan pada Apendiks Bab ini, meskipun penggunaan paket program statistik akan sangat mempercepat perhitungan kita. Perhatikan sekali lagi bahwa R m dan ei adalah variabel random. Karena itu cov (e i, R m) = 0. Kemudian diasumsikan bahwa e i independen terhadap e i untuk setiap nilai i dan j, atau secara formal bisa dinyatakan bahwa bahwa E(eie j) = 0. Model indeks tunggal bisa kita ringkas sebagai berikut: Persamaan dasar R i = αi + βi R m + ei untuk setiap saham i = 1,., N Berdasarkan pembentukan persamaan E(ei) = 0 untuk setiap saham i = 1,., N Berdasarkan asumsi (1) Indeks tidak berkorelasi dengan unique return: E [ei (R m - E(R m))] = 0 untuk setiap saham i = 1,., N (2) Sekuritas hanya dipengaruhi oleh pasar: E(eie j) = 0 untuk setiap pasangan saham i = 1,.., N dan j = 1,..N tetapi i ≠ j Per definisi (1) Variance ei = E(ei)2 = σei2 untuk semua saham i = 1,…, N (2) Variance R m = σm2 Untuk sekuritas, penggunaan model indeks tunggal menghasilkan tingkat keuntungan yang diharapkan, deviasi standar tingkat keuntungan dan covariance antar saham sebagai berikut, 1. Tingkat keuntungan yang diharapkan, E(R i) = αi + βi E(R m) 2. Variance tingkat keuntungan, σi2 = β12 σm2 + σei2 3. Covariance tingkat keuntungan sekuritas i dan j, σij = βi β j σm2 Perhatikan bahwa model tersebut menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan terdiri dari dua komponen; bagian yang unik, yaitu αi dan bagian yang berhubungan dengan pasar, yaitu βiE(R m). Demikian juga variance tingkat keuntungan terdiri dari dua bagian, yaitu risiko yang unik (σei2) dan risiko yang berhubungan dengan pasar β12σm2. Sebaliknya covariance semata-mata tergantung pada risiko pasar. Ini berarti bahwa model indeks tunggal
2
Karena itu distribusi nilai R i dan R m harus normal
menunjukkan bahwa satu-satunya alasan mengapa saham-saham "bergerak bersama" adalah bereaksi terhadap gerakan pasar. Pernyataan tersebut bisa diilustrasikan dengan data yang ada dalam tabel 5.1. Misalkan kita mengamati tingkat keuntungan suatu saham dan indeks pasar seperti yang ditunjukkan pada kolom (1) dan (2). Kolom (3) merupakan reproduksi kolom (1). Sementara ini kita terima dulu bahwa R, = 0,975. Kolom (5) merupakan kolom (2) dikalikan 0,975. Nilai e, diperoleh sebagai berikut. Perhatikan bahwa rata-rata ei = 0. Karena itu jumlah e, juga = 0. Karena juinlah kolom (5) = 39, maka jumlah kolom (4) harus = 13. Karena αi merupakan konstanta, maka nilai αi pada setiap bulannya adalah 39/5 = 2,6. Dengan menggunakan rumus (5.4) kita bisa menghitung bahwa. σm2 = 32, dan σei2 = 4,732. Dengan demikian maka, σi2 = β12 σm2 + σei2 = 30,42 + 4,732 = 35,152 Tabel 5.1 Dekomposisi tingkat keuntungan untuk model indeks tunggal (1) (2) (3) (4) (5) Tingkat Tingkat Keuntungan Keuntungan Bulan Saham Pasar R i = αi + βi R m 1 13 8 13 2,6 7,8 2 3,9 4 3,9 2,6 3,9 3 19,5 16 19,5 2,6 15,6 4 11,7 12 11,7 2,6 11,7 5 3,9 0 3,9 2,6 0 40 20 52 13 39
(6)
+
ei 2,6 -2,6 1,3 -2,6 1,3 0
5.3 Model Indeks Tunggal Untuk Portofolio Di muka telah disebutkan bahwa salah satu alasan dipergunakannya model indeks tunggal adalah untuk mengurangi jumlah variabel yang harus ditaksir. Kalau kita melakukan analisis portofolio maka pada dasarnya kita harus memperkirakan E(R p) dan σ p. Kalau kita mempunyai 10 sekuritas yang membentuk portofolio, maka untuk menaksir E(R p) kita perlu menaksir sepuluh tingkat keuntungan sekuritas. Untuk menaksir σ p kita perlu menaksir sepuluh variance tingkat keuntungan dan empat puluh ia covariance3. Model indeks tunggal akan mampu mengurangi jumlah variabel yang perlu ditaksir karena ena untuk portofolio model indeks tunggal mempunyai karakteristik sebagai berikut. Beta portofolio (β p) merupakan rata-rata tertimbang dari beta saham-saham ig membentuk portofolio tersebut. Dinyatakan dalam rumus, β p = Σ Xi βi Demikian juga alpha portofolio, α p, adalah α p = Σ Xi αi 3
Diperoleh dari rumus [10(10-1)]/2 = 45
Dengan demikian persamaan (5.4) bisa dituliskan menjadi E(R p) = α p + β p E(R m) Untuk variance portofolio, α p2, rumusnya bisa dinyatakan sebagai, α p2 = β p2 σm2 + Σ Xi2 αei2 Apabila pemodal menginvestasikan dananya dengan proporsi yang sama pada saham, maka variance portofolio bisa dinyatakan sebagai, α p2 = β p2 σm2 + (1/N) [Σ (1/N) (α ei2)] Apabila nilai N menjadi makin besar (artinya makin banyak saham yang dipergunakan untuk membentuk portofolio), makin kecillah nilai term kedua dari persamaan tersebut. Karena term tersebut menunjukkan risiko sisa (residual risk atau unsystematic risk) maka ini berarti bahwa sumbangan risiko sisa terhadap risiko portofolio menjadi makin kecil apabila kita memperbesar jumlah saham yang ada dalam portofolio. Apabila kita mempunyai N yang besar sekali, maka term tersebut akan menjadi sangat kecil dan mendekati nol. Sedangkan term yang pertama disebut sebagai systematic risk. Penjumlahan kedua terms tersebut disebut sebagai risiko total dari portofolio (α p2). Risiko yang tidak bisa dihilangkan kalau kita membentuk portofolio yang terdiri dari sekuritas yang makin banyak, merupakan risiko yang berkaitan dengan β p. Kalau kita menganggap risiko residual mendekati nol., maka risiko portofolio mendekati α p = [β p2 σm2]1/2 = β p σm = σm [ Σ Xi βi ] Karena σm nilainya sama, tidak peduli saham apapun yang kita analisis, ukuran kontribusi risiko suatu saham terhadap risiko portofolio yang terdiri dari banyak saham akan tergantung pada βi. Risiko sekuritas individual adalah βi2σm2 + αei2. Karena pengaruh αei2 pada risiko portofolio bisa dikurangi kalau portofolio terdiri dari makin banyak saham, maka αei2 sering juga disebut sebagai diversifiable risk. Tetapi pengaruh βi2σi2 pada risiko portofolio tidaklah bisa dikurangi dengan menambah sekuritas dalam portofolio. Karena itu βi merupakan nondiversifiable risk. Karena diversifiable risk bisa dihilangkan dengan memperbesar jumlah sekuritas dalam portofolio, βi sering dipakai sebagai pengukur risiko portofolio. 5.4 Menaksir beta Penggunaan model indeks tunggal memerlukan penaksiran beta dari saham-saham yang akan dimasukkan ke dalam portofolio. Para analis bisa saja menggunakan judgement mereka dalam menentukan beta. Kita juga bisa menggunakan data historis untuk menghitung beta waktu lalu yang dipergunakan sebagai taksiran beta di masa yang akan datang. Diketemukan berbagai bukti bahwa beta historis rnemberikan informasi yang berguna tentang beta di masa yang akan datang (sebagai misal, Brealey and Myers, 1991, h.183). Karena itu sering para analis menggunakan beta historis sebelum mereka menggunakan judgement untuk memperkirakan beta di masa akan datang.
5.4.1 Menaksir beta historis Persamaan (5.3) menunjnkkan bahwa. R i = αi + βi R m + ei
Persamaan ini tidak lain rnerupakan persamaan regresi linier sederhana, yang bisa dipecahkan dengan rumus regresi. Berbagai program statistik untuk dipergunakan di komputer juga tersedia untuk menghitung persamaan tersebut. Informasi yang diperlukan adalah series tentang tingkat keuntungan suatu saham (R i) dan tingkat keuntungan indeks pasar (R m). Hasil perhitungan tersebut kalau di-plot-kan dalam gambar akan nampak seperti dalam Gambar 5.1. Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi tersebut, dan α menunjukkan intercept dengan sumbu R it. Semakin besar beta, semakin curam kemiringan garis tersebut, dan sebaliknya. Penyebaran titik-titik pengamatan di sekitar garis regresi tersebut menunjukkan risiko sisa (σei2) sekuritas yang diamati. Semakin menyebar titik-titik tersebut, semakin besar risiko sisanya. Beta juga bisa dihitung dengan menggunakan rumus βi = (σim / σm2) dan untuk alpha, bisa dihitung dengan αi = E(R it) – βiE(R mt)
Gambar 5.l. Penggambaran beta
Nilai βi dan αi yang dihitung dengan persamaan regresi merupakan taksiran dari beta dan alpha yang sebenarnya. Taksiran tersebut tidak luput dari kesalahan (subject to error). Berbagai properti statistik, seperti nilai-t, nilai F. dan koefisien determinasi 4 perlu diperhatikan untuk menggunakan nilai-nilai taksiran tersebut. Beta sekuritas individual cenderung mempunyai koefisien determinasi (yaitu hentuk kuadrat dari koefisien korelasi) yang lebih rendah dari beta portofolio. Koefisien determinasi menunjukkan proporsi perubahan nilai R, yang bisa dijelaskan oleh R m. Dengan demikian semakin besar nilai koefisien determinasi semakin akurat nilai estimated beta tersebut. Beta portofolio umumnya lebih akurat dari beta sekuritas individual karena dua hal. Pertama, beta mungkin berubah dari waktu ke waktu. Ada sekuritas yang betanya berubah menjadi lebih 4
Setiap paket program statistik sudah mencantumkan nilai-nilai tersebut dalam perhitungannya. Kita hanya perlu menafsirkan hasil perhitungan tersebut
besar, ada pula yang mengecil. Pembentukan portofolio memungkinkan perubahan tersebut menjadi saling meniadakan, atau paling tidak mengecil. Kedua, penaksiran beta selalu mengandung unsur kesalahan acak (random error). Pembentukan portofolio memungkinkan kesalahan tersebut diperkecil. Karena itu, semakin banyak sekuritas yang dipergunakan untuk membentuk portofolio, semakin besar nilai koefisien determinasinya. Dengan demikian maka beta portofolio historis akan merupakan predictor beta masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan beta sekuritas individual. 5.4.2 Menyesuaikan Taksiran Beta Historis Apakah kita bisa memperbaiki akurasi penaksiran beta historis untuk keperluan estimasi beta di masa yang akan datang? Pengamatan yang dilakukan oleh Blume (1971) menunjukkan phenomena yang menarik, sebagaimana disajikan pada Tabel 5.2 berikut ini. Blume mengamati beta dari berbagai portofolio pada dua periode yang berurutan, yaitu beta pada periode Juli 1954 - Juni 1961 dan periode Juli 1961 - Juni 1968. Beta-beta periode pertama tersebut disusun menurut peringkatnya, dimulai dari beta yang terkecil sampai dengan beta yang terbesar. Tabel 5.2 Beta berbapai portofolio yang disusun scsuai peringkatnya untuk dua periode waktu yang berurutan
Portofolio
7/54-6/61
7/61-6/68
1 2 3 4 5 6
0,393 0,612 0,810 0,987 1,138 1,337
0,620 0,707 0,861 0,914 0,995 1,169
Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada kecenderungan bahwa apabila pada periode pertamabeta suatu portofolio kecil, yaitu di bawah satu, maka pada periode berikutnya akan terjadi kenaikan. Sebagai misal, beta portofolio pertama adalah 0,393 pada periode pertama, kemudian beta portofolio ini meningkat menjadi 0,620 pada periode kedua. Sebaliknya untuk portofolio yang mempunyai beta tinggi, lebih besar dari satu. Pada periode berikutnya beta portofolio tersebut menurun. Ada kecenderungan bahwa nampaknya beta portofolio portofolio tersebut, dalam jangka akan panjang akan bergerak di sekitar satu. Berdasarkan phenomena tersebut Blume kemudian merumuskan teknik untuk menyesuaikan beta historis, yaitu meregresikan ke arah satu. Kalau beta-beta pada periode kedua diregresikan dengan beta beta pada periode pertama, akan diperoleh persamaan βi2 = 0,343 + 0,677β i1 Dalam hal ini βi2 menunjukkan beta untuk sekuritas i pada periode 2, dan βi1 menunjukkan beta untuk sekuritas i pada periode 1. Jadi apabila kita menghilung beta suatu sekuritas pada periode pertama sebesar 2, maka pada periode yang akan datang kita akan memperkirakan
bahwa beta sekuritas tersebut adalah 0,343 + 0.677(2) = 1,697, dan bukan 2. Persamaan tersebut bisa digambarkan sebagai berikut.
Gambar 5.2. Hubungan antara beta pada periode 1 dengan beta pada periode 2, hasil pengamatan Blume
Teknik yang dikemukakan oleh Blume tersebut telah diuji secara empiris, dan hasilnya ternyata memang lebih baik dari pada seandainya kita menggunakan beta yang tidak disesuaikan (Klemkosky and Martin, 1975). Pengujian dilakukan terhadap kemampuan meramalkan teknik tersebut untuk tiga periode yang setiap periodenya terdiri dari lima tahun, untuk saham individual maupun portofolio yang terdiri dan sepuluh sekuritas. llustrasi 5.1 Pengujian empiris juga dilakukan di pasar modal Indonesia (Pudjiastuti dan Husnan, 1993). Untuk periode tahun 1990 - 1992, diketemukan bahwa beta pada t berkorelasi relatif cukup kuat dengan beta pada t + 1. Korelasi beta 1990 dengan beta 1991 diketemukan sebesar 0,39, sedangkan antara beta tahun 1991 dengan 1992 adalah sebesar 0,52. Sebaliknya beta tahun 1990 dengan 1992 hanya mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,05. Sewaktu pendekatan Blume diterapkan untuk Indonesia, diketemukan persamaan, β92 = 0,460 + 0,371β 91 Meskipun kecenderungan mendekati satu tidak terdeteksi, peramalan beta di masa yang akan datang dengan menggunakan persamaan-persamaan tersebut ternyata sedikit lebih baik dari pada dengan menggunakan nilai beta di waktu yang lalu. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata error yang dikuadratkan (mean square error), yang lebih rendah untuk estimasi beta dengan persamaan di atas, daripada beta historis apa adanya. Dengan demikian, penggunaan beta bukan hanya mengurangi jumlah variabel yang harus ditaksir, beta yang disesuaikan juga relatif lebih akurat sebagai penaksir beta di masa yang akan datang dibandingkan dengan beta historis yang tidak disesuaikan, dan juga dengan koefisien korelasi historis. Yang terakhir ini nampaknya merupakan forecaster yang terburuk untuk nilai-nilai di masa yang akan datang. 5.4.3 Beta Fundamental Penggunaan beta bukan hanya bisa memperkecil jumlah variabel yang harus ditaksir dan penggunaan data (beta) historis (setelah disesuaikan) lebih bisa diandalkan, tetapi
penggunaan beta juga memungkinkan kita mengidentifikasikan faktor-faktor fundamental yang mungkin mempengaruhi beta tersebut. Faktor-faktor fundamental ini yang tidak bisa diidentifikasikan kalau kita menggunakan matrik koefisien korelasi historis. Belum bisa diidentifikasikan faktor (faktor-faktor) apa yang menyebabkan, misalnya, koefisien korelasi saham i dengan j ternyata rendah (atau tinggi) pada periode waktu tertentu. Beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan tersebut. Faktor-faktor yang diidentifikasikan mempengaruhi nilai beta adalah: (1) Cyclicality. Faktor ini menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan dipengaruhi oleh konjungtur perekonomian. Kita tahu bahwa pada saat kondisi perekonomian membaik. semua perusahaan akan merasakan dampak positifnya. Demikian pula pada saat resesi semua perusahaan akan terkena dampak negatifnya. Yang membedakan adalah intensitasnya. Ada perusahaan yang segera membaik (memburuk) pada saat kondisi perekonomian membaik (memburuk), tetapi ada pula yang hanya sedikit terpengaruh. Perusahaan yang sangat peka terhadap perubahan kondisi perkonomian merupakan perusahaan yang mempunyai beta yang tinggi dan sebaliknya. (2) Operating leverage. Operating leverage menunjukkan proporsi biaya perusahaan yang merupakan biaya tetap5. Semakin besar proporsi ini semakin besar Operating leveragenya. Perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi akan cenderung mempunyai beta yang tinggi, dan sebaliknya. (3) Financial leverage. Perusahaan yang menggunakan hutang adalah perusahaan yang mempunyai financial leverage. Semakin besar proporsi hutang yang dipergunakan, semakin besar financial leveragenya. Kalau kita menaksir beta saham, maka kita menaksir beta equity. Semakin besar proporsi hutang yang dipergunakan oleh perusahaan, pemilik modal sendiri akan menanggung risiko yang makin besar. Karena itu semakin tinggi financial leverage, semakin tinggi beta equity. Beberapa peneliti (Beaver, Kettler, and Scholes, 1970) mencoba merumuskan beberapa variabel akuntansi untuk memperkirakan beta. Variabel-variabel yang dipergunakan diantaranya adalah: (1) Dividend Payout (yaitu perbandingan antara dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham). (2) Pertumbuhan aktiva (yaitu perubahan aktiva per tahun). (3) Leverage (yaitu rasio antara hutang dengan total aktiva). (4) Likuiditas (yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar). (5) Asset size (yaitu nilai kekayaan total). (6) Variabilitas keuntungan (yaitu deviasi standar dari earning price ratio). (7) Beta akunting (yaitu beta yang timbul dari regresi time series laba perusahaan terhadap rata-rata keuntungan semua (atau sampel) perusahaan.
5
Biaya tetap yaitu biaya yang tidak ikut beruhah apabila perusahaan merubah tingkat aktivitasnya
Variabel (1) diharapkan mempunyai hubungan yang negatif dengan beta. Variabel (2) dan (3) diharapkan mempunyai hubungan yang positif. Variabel (4) diharapkan mempunyai huhungan negatif, dan variabel (5) dan (6) mempunyai hubungan positif. Beta akunting diharapkan mempunyai hubungan yang positif dengan beta pasar. Korelasi masing-masing faktor tersebut dengan beta menunjukkan hasil yang sesuai dengan pengharapan. Sedangkan untuk menguji apakah variahel-variabel tersebut memang mempengaruhi beta, dilakukan uji regresi berganda, dimana variabel tergantungnya adalah beta. Banyak peneliti lain yang juga melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi beta seperti yang telah diungkapkan oleh Elton and Gruber (1991). 5.5 Ringkasan Mean-Variance model mempunyai kelemahan dalam dua hal. Pertama, kita perlu menaksir variabel yang sangat banyak kalau kita membentuk portofolio dengan jumlah sekuritas yang memadai. Sebagi misal kalau portofolio kita terdiri dari 20 sekuritas, maka kita perlu menaksir 20(20-1)/2 = 190 covariances. Kedua, nilai koefisien korelasi (yang sangat penting dalam penentuan risiko portofolio) sangat sulit ditaksir dengan menggunakan data historis. Artinya, koefisien korelasi periode yang lalu mungkin sekali sangat berbeda dengan koefisien korelasi saat ini. Model indeks tunggal mencoba mengatasi hal tersebut. Model indeks tunggal mendasarkan diri pada pemikiran bahwa tingkat keuntungan suatu sekuritas dipengaruhi oleh tingkat keuntungan portofolio pasar. Dengan menggunakan model indeks tunggal bisa diredusir jumlah variabel yang perlu ditaksir, karena tidak perlu ditaksir koefisien korelasi untuk menaksir deviasi standar portofolio. Disamping itu beta juga merupakan variabel yang relative stabil. Dengan menggunakan modifikasi itu, beta historis nampaknya bisa dipergunakan untuk memperkirakan beta di masa yang akan datang dengan cukup baik. Akhirnya, beberapa variabel fundamental nampaknya bisa diidentifikasikan sehingga lebih memudahkan untuk memperkirakan beta di masa yang akan datang.
KONSEP-KONSEP PENTI NG
model indeks tunggal diversifiable risk non diversifiable risk cyclicality operating leverage financial leverage Apendiks 5.1 Regresi Dalam analisis ekonomi, sering kita merasa tidak cukup dengan sekedar mengetahui bagaimana hubungan (association) antara suatu variabel dengan variabel yang lain. Kita ingin memperkirakan apa yang akan terjadi dengan suatu variabel apabila variabel (atau variabelvariabel) yang lain berubah. Hubungan fungsional ini dikenal sebagai regresi.
Kadang-kadang hubungan funggsional tersebut bersifat linier dan kadang-kadang tidak. Meskipun demikian, dalam analisis portofolio kita menggunakan hubungan yang bersifat linier. Marilah kita gunakan contoh berikut ini. Misalkan Y adalah tingkat keuntungan dari suatu saham dan X adalah tingkat keuntungan portofolio pasar (atau indeks pasar). Persamaan regresi yang dirumuskan adalah, Y = a + bX Sedangkan ∑ ∑ ∑ ∑ (∑ ) dan a = Y - bX Misalkan data yang kita miliki selama 12 bulan pengamatan adalah sebagai berikut (data ini sama dengan data pada Apendiks Bab 3). Dengan rumus tersebut kita bisa menghitung, b = {(12)(0,4022) - (1,99)(2,39)}/[(12)(0,3401) - (1,99) 2] = 0,580 Nilai ini merupakan nilai slope (kemiringan) garis regresi tersebut. Sedangkan untuk nilai a kita bisa menghitung, X = 1,99/12 = 0,1658 Y
= 2,39/12 = 0,1991
a
= 0,1991 - (0,580)(0,1658) = 0,1028
Dengan demikian persamaan garis regresinya adalah Y = 0,1028 – 0,580X obs
X
Y
X2
Y2
XY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
0.1200 0.2000 0.1700 0.1500 0.2000 0.1800 0.1600 0.1900 0.2000 0.1200 0.1300
0.1500 0.1800 0.1700 0.1800 0.2300 0.2000 0.1900 0.1900 0.2800 0.2000 0.1900
0.0144 0.0400 0.0289 0.0225 0.0400 0.0324 0.0256 0.0361 0.0400 0.0144 0.0169
0.0225 0.0324 0.0289 0.0324 0.0529 0.0400 0.0361 0.0361 0.0784 0.0400 0.0361
0.0180 0.0360 0.0289 0.0270 0.0460 0.0360 0.0304 0.0361 0.0560 0.0240 0.0247
12
0.1700
0.2300
0.0289
0.0529
0.0391
1,9900
2,3900
0,3401
0,4887
0,4022
Kalau kita gambarkan persamaan regresi tersebut akan nampak sebagai berikut.
Gambar 5.1A. Persamaan regresi
Tentu saja tidak semua persamaan regresi yang dihitung memenuhi persyaratan regresi yang baik secara statistik. Ada beberapa indikator yang dinilai. Pembicaraan hal tersebut di luar lingkup buku ini. Meskipun demikian beberapa indikator, yang akan ditampilkan dalam perhitungan dengan menggunakan komputer, bisa kita pergunakan. Indikator-indikator tersebut pada dasarnya mengukur berapa probabilitas parameter-parameter regresi (yaitu nilai a dan b) berbeda secara nyata dari 0. Semakin besar kemungkinan berbedanya dari nol, semakin baik persamaan regresi tersebut. Indikator tersebut sering dinyatakan dalam bentuk t-value parameter regresi. Semakin besar nilai-t tersebut semakin tidak bias penggunaan persamaan regresi tersebut. Sebagai rule of thumb biasa dipergunakan nilai sekitar 2. 5.2 Menaksir Beta saham yang terdaftar di BEJ Untuk ilustrasi penaksiran beta saham yang terdaftar di BEJ, berikut ini disajikan data yang dipergunakan untuk menaksir beta saham semen Gresik. Periode penaksiran adalah Juli 1994 s.d Nopember 1996, dengan menggunakan data bulanan. Dengan demikian dipergunakan 29 observasi. Penaksiran dilakukan dengan menggunakan software MicroTSP.60. Ilustrasi 5.1A Menaksir beta saham Semen Gresik Output perhitungan adalah sebagai berikut. Beta Semen Gresik ditaksir sebesar 1,2048 (ditunjukkan oieh koefisien RLQ45) dan koefisien (angka) ini signifikan ( 2-tail significant menunjukkan nilai 0,04% padahal secara konvensional yang biasa dipergunakan adalah 5%). LS // Dependent Variable is RGRESIK SMPL range: 1994.07 - 1996.11 Number of observations: 29
VARIABLE C RL045 R-squared Adjusted R-squared S.E- of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
COEFFICIENT 0.0139651 0.2048159 0.377009 0.353936 0.107443 24.57986 1.730050
STD. ERROR T-STAT. 0.0202088 0.6910398 0.2980599 4.0421932 Mean of dependent var S.D. of dependent var Sum of squared resid F-statistic Prob (F-statistic)
2-TAIL SIG. 0.4954 0.0004 0.026952 0.133673 0.311691 16.33933 0.000396
Perubahan R LQ45 mampu menjelaskan 37,70% perubahan R Gresik (ditunjukkan oleh R squared). Dalam contoh ini Indeks Pasar diwakili oleh Indeks LQ45. Data return Semen Gresik dan perubahan LQ45 (R LQ45) jumlahnya selisih satu dari jumlah observasi harga saham dan LQ45, karena untuk menghitung return atau perubahan diperlukan satu observasi lebih banyak. Pada Juli 1995, Semen Gresik melakukan right issue sehingga tigkat keuntungan pada Juli 1995 tersebut disesuaikan dengan harga teoretis yang berkisar Rp.6.500. Return dihitung sebagai berikut. R i,t = Ln (Pi,t + 1 /Pi,t) Tabel 5.1 A. Harga saham dan tingkat keuntungan Semen Gresik, serta Indeks LQ45 dan perubahan Indeks LQ45 Obs
GRESIK
RGRESIK
LQ45
RLQ45
1994.07 1994.08 1994.09 1994.10 1994.11 1994.12 1995.01 1995.02 1995.03 1995.04 1995.05 1995.06 1995.07 1995.08 1995.09 1995.10 1995.11 1995.12 1996.01 1996.02 1996.03 1996.04 1996.05 1996.06 1996.07 1996.08 1996.09 1996.10 1996.11 1996.12
8.000 7.500 7.100 7.600 7.000 7.400 7.100 8.400 8.300 8.300 10.000 14.950 6.900 6.800 6.400 5.900 5.600 6.400 8.800 8.150 8-275 8.075 7.725 6.775 5.325 6.525 6.900 6.700 7.150 7.600
- 0.064539 - 0.054808 0.068053 - 0.082238 0.055570 - 0.041385 0.168137 - 0.011976 0.000000 0.186330 0.402126 0.059719 - 0.014599 - 0.060625 - 0.081346 - 0.052186 0.133531 0.318454 - 0.076734 0.015221 - 0.024466 - 0.044311 - 0.131223 - 0.240827 0.203228 0.055880 - 0.029414 0.065005 0.061036 NA
98.89700 114.3340 110.6830 115.3750 103.6630 100.5220 92.98500 99.33500 93.68300 91.30800 107.1770 111.1190 115.4350 113.1 790 111.2870 110.9960 107.6510 112.1080 128.2810 129.1340 127.9240 135.8290 133.7020 128.0950 113.1290 115.6560 122.3370 120.5440 130.5770 135-1900
0.145045 - 0.032454 0.041517 - 0.107042 - 0.030769 - 0.077938 0.066060 - 0.058581 - 0.025678 0.160243 0.036120 0.038106 - 0.019737 - 0.016858 - 0.002618 - 0.030600 0.040568 0.134761 0.006627 - 0.009414 0.059960 - 0.015783 - 0.042841 - 0.124243 0.022092 0.056159 - 0.014765 0.079948 0.034718 NA