BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Visi Pembangunan Kesehatan menurut Depkes tahun 2007 adalah Indonesia sehat 2010 yang menggambarkan bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat. Berperilaku hidup sehat dan bersih, serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata sehingga memiliki derajat Kesehatan yang setinggi-tingginya. (Depkes, 2007) Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak hanya bebas dari penyakit/ kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes RI, 2007). Dalam konferensi kependudukan di Kairo pada tahun 2007, definisi Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit atau gangguan di segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi maupun sistim reproduksi tersebut (WHO, 2007 dalam Saadah 2007).
Di dalam pendekatan siklus hidup kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan, wanita mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki, karena wanita dikodratkan untuk haid, hamil, melahirkan, menyusui dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatan yang lebih intensif selama hidupnya. Fungsi reproduksi manusia dimulai sejak masa pubertas 10-24 tahun (WHO), pada laki-laki dimulai sejak mimpi basah, dan pada perempuan p erempuan dimulai sejak masa remaja pada saat mendapat haid/ menstruasi yang pertama kali yang disebut menarche (Depkes RI, 2007). Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan sosial. Pada saat ini ada transisi demografi d emografi penduduk menurut umur. Sebelumnya penduduk yang terbesar adalah anak-anak, sehingga dalam masa transisi ini proporsi usia remaja remaja semakin besar. Terdapat 36.600.000 (21% dari total penduduk) remaja di Indonesia dan diperkirakan diperkirakan jumlahnya mencapai 43.650.000 pada awal abad ke-21. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) usia remaja dimulai sejak usia 12-24 tahun. Remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa
Di dalam pendekatan siklus hidup kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan, wanita mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki, karena wanita dikodratkan untuk haid, hamil, melahirkan, menyusui dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatan yang lebih intensif selama hidupnya. Fungsi reproduksi manusia dimulai sejak masa pubertas 10-24 tahun (WHO), pada laki-laki dimulai sejak mimpi basah, dan pada perempuan p erempuan dimulai sejak masa remaja pada saat mendapat haid/ menstruasi yang pertama kali yang disebut menarche (Depkes RI, 2007). Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan sosial. Pada saat ini ada transisi demografi d emografi penduduk menurut umur. Sebelumnya penduduk yang terbesar adalah anak-anak, sehingga dalam masa transisi ini proporsi usia remaja remaja semakin besar. Terdapat 36.600.000 (21% dari total penduduk) remaja di Indonesia dan diperkirakan diperkirakan jumlahnya mencapai 43.650.000 pada awal abad ke-21. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) usia remaja dimulai sejak usia 12-24 tahun. Remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa
dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007). Pada saat ini populasi remaja merupakan salah satu populasi yang paling
banyak di dunia. Perhatian terhadap masalah remaja Indonesia
berhubungan dengan fakta bahwa perempuan dan laki-laki muda merupakan bagian penduduk yang berkembang, 1 dari 5 orang Indonesia tergolong dalam kelompok usia 15-24 tahun (BPS, 2006). Data demografi menunjukkan bahwa remaja (10-19 tahun) merupakan populasi terbanyak dari penduduk dunia, yaitu mencapai 1 milyar dan di Indonesia mencapai 42 juta jiwa atau lebih dari 20% dari total jumlah penduduk (Walangitan, 2010). Menstruasi biasanya terjadi pada usia 11 tahun dan berlangsung hingga menopause (sekitar usia 45-55 tahun). Normalnya menstruasi berlangsung 3-7 hari. Menstruasi atau haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Pada manusia, hal itu biasanya terjadi setiap bulan antara usia pubertas dan menopause (Ahmad, 2007). Menstruasi atau haid adalah mengacu kepada pengeluaran secara periodik darah dan sel-sel tubuh dari vagina yang berasal dari dinding rahim wanita. Biasanya menstruasi dimulai antara 10 sampai 16 tahun, tergantung pada bagian b agian factor, termasuk kesehatan wanita, status nutrisi dan berat badan b adan relative terhadap tinggi tubuh. Menstruasi berlangsung kira-kira sekali sebulan sampai wanita mencapai usia 45-50 tahun(kinanti,2009).
Kram, nyeri dan ketidaknyamanan yang di hubungkan dengan menstruasi disebut dismenore. Kebanyakan wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi, pada beberapa wanita hal itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, sedangkan beberapa yang lain menderita rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari-hari. Namun waspadalah bila nyeri haid terjadi terus menerus setiap bulannya dalam jangka waktu lama karena kondisi itu merupakan salah satu gejala endometriosis(penyakit kandungan yang disebabkantimbulnya jaringan otot non-kanker sejenis tumor fibroid di luar rahim). Dismenorea dikelompokkan sebagai dimenorea primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenal dan dismenore skunder saat ada kelainan jelas yang menyebabkannya(sastrowardoyo,2007). Berbagai penelitian di dunia telah menunjukkan bahwa angka kejadian dismenore cukup tinggi, yaitu 43%-93% wanita mengalami dismenore dan 510% dari mereka mengalami dismenore yang sangat berat dan meninggalkan kegiatan mereka 1-3 hari dalam sebulan (Neinsten, 2007). Dari penelitian Swedan didapatkan bahwa 72% wanita dilaporkan mengalami dismenore, 38% memerlukan pengobatan, 15% diantaranya harus meninggalkan sekolah atau pekerjaan mereka selama menstruasi (Friz & Speroff, 2007). Menurut Riyanto, tidak ada angka pasti mengenai penderita dismenore di Indonesia (Novia & Puspitasari, 2008).
Upaya penangan dismenore saat menstruasi, terdapat beberapa terapi farmakologi dengan menggunakan obat-obat anti sakit(analgetic). Obat-obat penghambat pengeluaran hormon prostaglandin seperti aspirin, endomethacin, endom ethacin, asam mafenamat. Selain menggunakan terapi farmakologi, penanganan dismenore dapat juga dilakukan dengan terapi non-farmakologi, yaitu dengan distraksi. Distraksi merupakan salah satu teknik yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Hal ini disebabkan distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulus sistem kontrol desensen, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. (Arntz dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Sekolah SMA MUHAMMADIYAH 1 merupakan sekolah yang dilatar belakangi dengan metode pembelajaran yang memahami dunia agama dan budaya, yang memiliki jumlah siswi remaja yang berusia 15-19 15 -19 tahun sekolah sek olah tersebut merupakan sekolah yang cukup banyak dikenal masyarakat, namun sebagian besar banyak siswi perempuannya sering mengalami dismenorea tiap bulannya dengan gejala yang berbeda hal tersebut mengganggu aktivitas pelajaran mereka. Gejala yang timbul berupa mual, muntah, pusing, sakit kepala, dan nyeri hebat yang membuat kegagalan aktivitas.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada tanggal 24-27 November 2014
terhadap 134
orang siswi SMA MUHAMMADIYAH 1 Kota
Bengkulu didapatkan 100 (83,3%) orang siswi mengalami dismenore dan 34 (6,7%) orang tidak mengalami dismenore, Dan dari 100 orang siswi yang mengalami
dismenore,
50
orang
mengatakan
minum
kiranti
untuk
mengurangi nyeri, 18 orang mengatakan minum obat, dan 22 orang mengatakan istirahat atau tidur jika nyeri haid. Diantara 100 orang siswi ini belum ada yang melakukan distraksi jika mengalami dismenore. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Pemberian Teknik Distraksi Terhadap Penurunan Dismionore pada siswi SMA MUHAMMADIYAH 1 Kota Bengkulu ”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah didapat masih banyaknya siswi yang mengalami dismenore saat menstruasi di SMA MUHAMMADIYAH 1 BENGKULU Tahun 2014.
C. Pertanyaan Penelitian
Apakah terdapat pengaruh distraksi terhadap penurunan dismenore pada siswi SMA MUHAMMADIYAH 1 Kota Bengkulu Tahun 2014?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh distraksi terhadap penurunan dismenore pada siswi SMA MUHAMMADIYAH 1 KOTA BENGKULU Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus a. Diketahui penurunan dismenore pada siswi SMA MUHAMMADIYAH 1 Kota Bengkulu Tahun 2014. b. Diketahui pengaruh distraksi terhadap penurunan dismenore pada siswi SMA MUHAMMADIYAH 1 Kota Bengkulu Tahun 2014.
E. Manfaat 1. Manfaat Teoritis a. Prodi Keperawatan Stikes Bhakti Husada Bengkulu Hasil penelitian ini mampu menambah kepustakaan/referensi, yang dapat di manfaatkan oleh mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan dan bimbingan yang berhubungan dengan kejadian dismenorea. b. Menjadi landasan untuk penelitian sejenis selanjutnya yang terkait dengan dismenorea. c. Memberikan informasi tentang pengaruh distraksi terhadap penurunan dismenorea
2. Manfaat Praktis a. Institusi 1) SMA MUHAMMADIYAH 1 KOTA BENGKULU Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan pelaksanaan program kegiatan
bimbingan,
pembinaan
dan
konseling
dalam
upaya
penanganan siswi untuk menangani penurunan dismenorea di SMA MUHAMMADIYAH 1 BENGKULU. 2) Mahasiswa Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pembelajaran di bidang kesehatan mahasiswa/I yang bersangkutan dapat memahami penurunan dari dismenorea tersebut. 3) Profesi kesehatan Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan meningkatkan
pemberian
asuhan
kesehatan
reproduksi
wanita,
khususnya di lingkungan sekolah.
F. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penelitian belum ada yang melakukan penelitian tentang “Pengaruh distraksi terhadap penuruanan dismenorea pada siswi SMA MUHAMMADIYAH 1 Kota Bengkulu” tetapi sudah ada yang melakukan penelitian dengan variable yang sama dilakukan oleh: Jusmita (2011) dengan judul
“Hubungan
Pengetahuan
Tentang Dismenorea
dengan
Tingkat
Kecemasan Saat Mengalami Dismenorea pada Remaja Putri SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) 01, 02, 03, 04, dan 05 Negeri Kota Bengkulu” merupakan penelitian diskritif dengan melakukan pendekatan secara cross sectional dengan jumlah sampel sejumlah 134 yang di dapat secara sample random sampling dan metode yang digunakan yaitu proportionate stratified random sampling dan metode yang di gunakan survei analitik .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. konsep Dasar Dismenore 2.1.1. Defenisi
MIMS Petunjuk Konsultasi (2007/2008) mengatakan bahwa Dismenore adalah rasa nyeri yang timbul menjelang dan selama menstruasi, ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah. Gejala ini disebabkan karena tingginya produksi hormon Prostaglandin. Dismenore merupakan rasa nyeri yang hebat yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Wijayanti, 2009).
Menurut Proverawati & Misaroh (2009), Dismenore adalah nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya aktifitas sehari-hari. Istilah Dismenore (dysmenorrhoea) berasal dari bahasa “Greek” yaitu dys (gangguan atau nyeri hebat/ abnormalitas), meno (bulan) dan rrhoea yang artinya flow (aliran). Jadi Dismenore adalah gangguan aliran darah menstruasi atau nyeri menstruasi.
Disminore adalah nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit tumbul akibat kontraksi disritmik miomentrium yang
menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari ringan sampai berat pada perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spamodik pada sisi medial paha. (Nurmasitoh, 2008).
2.1.2. Klasifikasi Ada dua tipe-tipe dari dismenorea primer dan sekunder: a. Dismenore primer Dismenore primer adalah nyeri haid yang sangat dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genetal yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatior atau bersam-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar kedaerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat di jumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya. Tidak ada persoalan ginekolog yang mendasarinya yang menyebabkan nyeri. Tipe kejang yang mungkin mulai dalam enam bulan sampai satu tahun setelh menarche(mulainya menstruasi), waktu ketika seorang gadis mulai mempunyai periode-periode
menstruasi. Kejang-kejang menstruasi secara khas tidak mulai hingga ovulatory menstrual cycles (ketika sebuah telur dilepaskan dari indung-indung telur) terjadi, dan perdarahan menstruasi sebenarnya biasanya mulai sebelum timbulnya ovulasi. Oleh karenanya, seorang gadis remaja mungkin tidaak mengalami dismenorea hingga berbulan-bulan sampai bertahun-tahun setelah timbulnya menstruasi. Disebut dismenore primer jika tidak ditemukan penyebab yang mendasarinya dan dismenore sekunder jika penyebabnya adalah kelainan kandungan. Dismenore primer sering terjadi, kemungkinan lebih daro 50% wanita mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami nyeri pada saat menstruasi hebat. Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama. Nyeri pada dismenore primer juga diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri yang dirasakan semkin hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama jika saluran serviksnya sempit. Faktor lainnya yang bisa memburuk dismenore adalah: 1. Rahim yang menhadap kebelakang (retrovesi) 2. Kurang berolah raga 3. Stres psikis atau stres sosial
Pertambahan
umur
dan
kehamilan
akan
menyebabkan
menghilangnya dismenore primer. Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan hilannya sebagaian saraf pada akhir kehamilan. Perbedaan beratnya nyeri saat menstruasi tergantung kepada kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami dismenore/nyeri menstruasi memiliki kadar prostaglandin yang 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dismenore. Dismenore sangat mirip dengan nyeri yang dirasakan oleh wanita hamil yang mendapatkan suntikan prostaglandin untuk merangsang persalinan.dismenore primer juga disebabkan faktor perilaku dan psikologis. Meskipun faktor-faktor ini belum meyakinkan di buktikan, mereka harus dipertimbangkan jika pengobatan mesis gagal. b. Dismenore sekunder Dismenore sekunder (DS) adalah nyeri saat menstruasi yang disebabkan oleh kelainan ginekologi atau kanduan. Pada umunya terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Tipe nyeri dapat pula menyerupai nyeri menstruasi DP, namun lama nyeri dirasakan melebihi periode menstruasi dan dapat pula terjadi bukan pada saat menstruasi. Pemberian terapi NSAIDs dan pil kontrasepsi tidak memberikan banyak manfaat. Nyeri haid yang disebabkan oeh
patologi pelvis secara anatomis atau mikroskopis dan terutama terjadi
pada
wanita
berusia
30-45
tahun(widjanarko,2006).
Pengertian yang lain menyebutkan definisi dismenore sekunder sebagai nyeri yang muncul saat menstruasi namun disebabkan oleh adanya penyakit lain. Penyakit lain yang sering menyebabkan dismenore sekunder antara lain endometriosis, fibroid uterin, adenomyosis uterin, dan inflamasi pelvis kronis. Dismenore sekunder disebabkan oleh kondisi iatrogenik dan patalogis yang beraksi uterus, tuba falopi, ovarium, atau pelvis peritoneum. Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah tekanan didalam atau disekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi peritoneum pelvis. Proses ini berkombinasi dengan fisiologi normal darimenstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini terjadi pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Penyebab dismenore sekunder dapat diklasifikasikan dalam 2 golongan,
yaitu
penyebab
intrauterin
dan
penyebab
ekstrauterin(smith, 2003). Dan referensi lainnya juga sama ditemukan, penyebab paling umum dari dismenore sekunder adalah endometriosis. Penyebab lainnya termasuk leiomyoma, adenomiosis, kistaovarium, dan
kemacetan
panggul.
Kehadiran
IUD
tembaga
juga
dapat
menyebakan dismenore. Dan juga pada pasien dengan adenomiosis Ada juga yang menyebutkab bahwa sejumlah faktor dapat terlihat dalam patogenesis dismenore sekunder. The patologi panggul berikut ini dapat menyebabkan kondisi: 1. Endometriosis 2. Penyakit radang panggul 3. Ovarium kista dan tumor 4. Cervical stenosis atau oklusi 5. Adenomiosis 6. Fibroid 7. Uterine polip 8. Intrauterin adhesi 9. Malformasi kongenital
(misalnya, bicarnate rahim, rahim
subseptate) 10. Intrauterin alat kontrasepsi 11. Septum vagina transverse, sindrom kongesti pelvis Tanda dan gejala pada dismenore sekunder dan nyeri pelvis dapat beragam dan banyak. Umunya gejala tersebut sesuai denyan penyebabnya. Keluhan yang biasa muncul adalah gejala pada gastrointestinal, kesulitan berkemih, dan masalah pada punggung. Keluhan menstruasi berat disertai nyeri menandakan adanya
perubahan kondisi uterus seperti adenomyosis, myomas, atau polip. Penyebab dari DS antara lain infeksi, adenomiosis, mioma uteri, salpingitis kronis, stenosis servisis uteri, kista ovarium, polip uteri dan lain-lain. Faktor-faktor risiko DS antara lain infeksi pelvis, penyakit
menular
seksual,
dan
endometriosis.
Terapi
DS
berdasarkan penyakit dasarnya. Selain obat-obatan, terkadang perlu dilakukan tindakan bedah. Bila anda mengalami nyeri saat menstruasi, segera ketahui tipe nyeri anda. Karena, mungkin saja itu adalah salah satu gejala awal terdapat kelainan ginekologik pada anda.
2.1.3. Penyebab Banyak
teori
yang
telah
dikemukakan
untuk
menerangkan
penyebab dismenorrea primer, tetapi patofisiologinya belum jelas di mengerti. Rupanya beberapa factor memegang peranan sebagai penyebab dismenorea primer antara lain: 1. Faktor kejiwaan: pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang tidak baik tentang proses haid, mudah timbul dismenorea. 2. Faktor konstitusi: faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut di atas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa
nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenorea. 3. Faktor obstruksi kanalis servikalis: salah satun teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenorea primer ialah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam hiperanteflekasi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dismenorea. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometriumdapat menyebabkan dismenorea karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut. 4. Faktor endokrin: pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenorea primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraksilitas otot usus. 5. Faktor elergi: teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenorea dengan migrane atau asma bronkhiale. Smith menduga bahwa alergi ialah toksin haid. Beberapa faktor penyebab dari dismenorea sekunder adalah sebgai beriku : 1. Endometriosis 2. Fibroid
3. Adenomiosis 4. Peradangan tuba falopi 5. Perlengkapan abnormal antara organ didalam perut 6. Pemakain IUD Seperti disebutkan suatu kanal leher rahim yang sempitnya tidak biasa cenderung untuk meningkatkan kejang-kejjang menstruasi. Faktor anatomi lain nya di perkirakan untuk kontribusipada kejangkejang menstruasi adalah suatu kemiringan yang memutar kembali dari kandungan (retroverted uterus). Telah lama di perkirakan bawha faktor-faktor psikologis juga memainkan suatu peran. Contohnya, adalah diterima secara luas bahwa stress emosi dapat meningkatkan ketidaknyamanan dari nyeri menstruasi.
2.1.4. Etiologi dan gejala-gejala dari dismenorea primer dan sekunder a. Dismenore primer Rasa nyeri di perut bagian bwah, menjalar kedaerah pinggang dan paha. Kadang-kadang disertai mual, muntah, diare, sakit kepala dan emosi yang labil. Nyeri timbul sebelum haid dan berangsur hilang setelah darah haid keluar. Etiologinya belum jelas tetapi umumnya
berhubungan dengan siklus ovulatorik. Beberapa faktor yang diduga beberapa dalam timbulnya dismenore primer yaitu: 1. Prostaglandin Penyelidikan dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa peningkatan kadar prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai penyebab terjadinya dismenorea. 2. Hormone steroid seks Dismenore primer hanya tejadi pada siklus ovulatorik. Artinya, dismenore hanya timbul bila uterus berada di bawah pengaruh progesterone. Sedangkan sintesis PG berhubungan dengan fungsi
ovarium.
Kadar
progesterone
yang
rendah
akan
menyebabkan terbentuknya PGF-alfa dalam jumlah yang banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi corpus luteum
menyebabkan
terganggunya
stabilitas
membaran
lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis PG melalui perubahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Ylikorkala, dkk pada penelitiannya menemukan bahwa kadar estradiol lebih tinggi pada wanita yang menderita dismenore dibandingkan wanita normal. Estradiol yang tinggi dalam darah vena uterine dan vena ovarika disertai kadar PGF-alfa yang juga tinggi
dalam endometrium. Hasil ter-penting dari penelitian ini adalah ditemukannya perubahan nisbah E2/P. 3. Sistim saraf(neurologik) Uterus dipersarafi oleh sistim saraf otonom(SSO) yang terdiri dari
sistim
saraf
mengemukakan
simpatis
bahwa
dan
parasimpatis.
dismenore
Jeffcoate
ditimbulkan
oleh
ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap moi-metrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik. 4. Vasopressin Akurlad, dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa wanita dengan dismenore primer ternyata memiliki kadar vasopressin yang sangat tinggi, dan berbeda bermakna dari wanita tanpa dismenore.
Ini
menunjukkan
bahwa
vasopressin
dapat
merupakan faktor etiologi yang penting pada dismenore primer. Pemberian
vasopressin
pada
saat
haid
menyebabkan
meningkatnya kontraksi uterus dan berkurangnya darah haid. Namun demikian peranan pasti vasopressin dalam mekanisme dismenore sampai saat ini belum jelas.
5. Psikis Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat. Khusus nya thalamus dan korteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat rangsangan nyeri tergantung latar belakang pendidikan penderita. Pada dismenorea, faktor pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh. Nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah perkawinan dismenore hilang, dan jarang masih menetap setelah melahirkan. Mungkin keadaan tersebut(perkawinan dan melahirkan) membawa perubahan fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikis. b. Dismenore sekunder Nyeri mulai pada saat haid dan meningkatkan bersamaan dengan keluarnya darah haid. Dapat disebabkan oleh antara lain: 1. Endometriosis 2. Stenosis kanalis servikalis 3. Adanya AKDR 4. Tumor ovarium
2.1.5. Gejala dismenorea (nyeri menstruasi) Menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bias menjalar kepunggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya
nyeri
mulai
timbul
sesaat
sebelum
atau
selama
menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenorea juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit, atau diare dan sering berkemih. Gejala utama adalah nyeri dismenorea terkonsentrasi di perut bagian bawah, di daerah umbilikalis atau dareah suprapubik perut.hal ini sering dirasakan di perut kanan atau kiri. Hal itu dapat memancarkan ke paha dan punggung bawah. Gejala lain mungkin termasuk mual dan muntah, diare atau sembelit, sakit kepala, pusing, disorientasi, hipersensitivitas terhadap suara, cahaya, bau, dan sentuhan, pingsan, dan kelelahan. Oleh karena itu, hamper semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bagian bawah sebelum dan selama haid dan seringkali rasa mual, maka istilah dismenorea hanya dipakai jika nyeri haid sedemikian hebatnya,
sehingga
memakksa
penderita
untuk
istirahat
dan
meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari.
Kejang-kejang dismenorea dapat secara ilmiah ditunjukkan dengan mengukur tekanan didalam kandungan dan angka dan frekuensi dari kontraksi-kontraksi kandungan. Sewaktu suatu periode menstruasi normal, wanita rata-rata mempunyai kontraksi-kontraksi dari suatu tekanan yang rendah (50-80mmHg), yang berlangsung 15-30 detik pada suatu frekuensi dari 1-4 kontraksi-kontraksi setiap 10 menit. Ketika seorang wanita mempunyai kejang-kejang dismenorea, kontraksikontraksinya adalah dari suatu tekanan yang lebih tinggi (mereka mungkin melewati 400 mmHg), berlangsung lebih lama 900 detik, dan seringkali terjadi kurang dari 15 detik terpisah.
2.2.Konsep dasar nyeri 2.2.1. Definisi Nyeri merupukan faktor untuk menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit (Potter & Perry,2006) Menurut Virgina (dalam kusnadi,2013) mengatakan bahwa nyeri adalah persepsi sensori dari rangsangan psikis atau fisik maupun lingkungan yang diinterpretasikan
oleh
otak
sehingga
menimbulkan
reaksi
terhadap
rangsangan tersebut. Nyeri adalah bentuk suatu rasa sensorik ketidaknyamanan yang bersifat subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Andarmoyo,2013) Nyeri
adalah
pengalaman
sensori
dan
emosional
yang
tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual atau pootensial (Smeltrzer,2005)
2.2.2 Mekanisme Nyeri Menurut
Saputra
(2012),
Nyeri
merupakan
suatu
mekanisme
perlindungan tubuh untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan ditubuh. Mekanisme nyeri adalah sebagai berikut rangsangan diterima oleh reseptor nyeri, diubah dalam bentuk impuls yang dihantarkan kepusat nyeri di korteks otak. Setelah diproses dipusat nyeri, impuls dikembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri. Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri berasal dari berbagai faktor dan dikelompokkan 3 (tiga) bagian, yaitu: 1. Rangsangan Mekanik : Nyeri yang disebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan pisaudan lain -lain. 2. Rangsangan Termal : Nyeri disebabkan karena pengaruh suhu, Rtarata manusia akan merasakan nyeri jika menerima panas diatas 45derajat C, dimana mulain pada suhu tersebut jaringan akan mengalami kerusakan.
3. Rangsangan Kimia : Jaringan yang mengalami kerusakan akan membebaskan zat yang disebut mediator yang dapat berkaitan dengan reseptor nyeri antara lain: bradikinin, serotonin, histamin, asetilkolin dan prostaglandin. Bradikinin merupakan zat byang paling berperan dalam meinmbulkan nteri karena kerusakan jaringan.
2.2.3 Klasifikasi Nyeri Menurut Smeltzer (2005), Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) adalah sebagai berikut: a) Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwakerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyei. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurunkan sejalan dengan terjadinya penyembuhan, nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan. b) Nyeri kronik adalah nyerti konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Mesti nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri Menurut Potter & Perry (2006), faktor-faktor yanga mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut: a. Usia Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Nyeri bukan merupakan bagian dari proses menuaan yang tidak dapat dihindari. Pda lansia yang mengalami nyeri, perlu dilakukan pengkajian, diagnosis, dan penatalaksanaan secara agresif.
b. Jenis Kelamin Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin. c. Kebudayaan Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. d. Makna Nyeri Makna seseorang yang berkaitan dengan nyeri mempengaruhi pengalamanan nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, tantangan. e. Perhatian Tingkat seseorang klien memfokuskasn perhatian pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat, sedangkan,
upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. f. Ansietas Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri. g. Keletihan Keletihan menyebabkan
meningkatkan
perserpsi
sensasi
semakin
nyeri
nyeri. intensif
Rasa dan
kelelahan menurunkan
kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama. h. Pengalaman Sebelumnya Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri berat maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengn jenis yanag sama berulang-ulang, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterprestasikan saensasi nyeri akibatnya, akliaen akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk menghilangkan nyeri.
i. Gaya Koping Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan/total. Klien sering kali menenukan berbagai cara untuk mengembankan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber koping klien selama ia mengalami nyeri. j. Dukungan Keluarga dan Sosial Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respons nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu yang mengalami nyeri sering kali tergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan.
2.2.5 Penilaian Respon Intensitas Nyeri Menurut Tamsuri 2007 ( dalam Andarmoyo 2013), intesietas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intesitas nyeri sangat subjektif dan individual serta kemungkinan nyeri dalam intesitas yangsama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tigdak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.
Menurut potter & perry (2006), pengukuran intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai berikut: 1. Skala numerik Skala penilaian numerik (numerical reating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendiskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Hasil pengukurannya adalah 0 termasuk kategori tidak ada nyeri, skor 1-3 termasuk pada skala nyeri ringan, skor 4-6 termasuk nyeri sedang, 7-10 termasuk kategori nyeri berat. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri , maka direkomendasikan patokan 10 cm. Gambar 2.2 Nu mer ik rati ng scales (NRS)
0
1
2
Tidak Nyeri
2. Skala deskrtif
3
4
5 Nyeri sedang
6
7
8
9
10 Nyeri Hebat
Skala deskritif
merupakan alat pngukuran tingkat keparahan nyeri
yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendiskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis, pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilihkan sebuah kategori untuk mendiskripsikan nyeri. Gambar 2.3 Verbal Descri ptor Scale (VDS)
Tidak Ada nyeri
Nyeri
Nyeri
Nyeri
Ringan
Sedang
Hebat
3. Skala analog visual
Nyeri
Sangat Hebat
Nyeri Paling
Hebat
Menurut smeltzer(2005), skala analog visual (Visual analog scale, VAS) adalah suatu garis lurus atau horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnnya. Pasien diminta untuk menunjukkan titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” dan “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan di tulis dalam centimeter. Skala
ini
memberikan
klien
kebebesan
penuh
untuk
mengidenfikasikan pekarahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitive karena klien dapat mengidenfikasikan setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih salah satu kata atau angka. Gambar 2.4 Vi sual analog scale (VA S)
Tidak
Nyeri
Nyeri
Sangat Hebat
„
2.2.6. Metode dan teknik dalam mengatasi nyeri Menurut kusnadi (2013), metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam mengatasi nyeri adalah sebagai berikut: a) Relaksasi Relaksasi adalah teknik pelemasan otot sehingga akan mengurangi tekanan pada otot dalam menurunkan atau meredakan nyeri. Pertama, dengan menggepalkan jari ketika mengambil napas dalam. Setelah menahan nafas beberapa waktu, klien menghembuskan nafas sembari membiarkan tubuh melemas. Siklus ini diikuti oleh nafas dalam dan perlahan, hyang mirip seperti menguap. b) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal diluar nyeri. Dengan demikian, harapan pasien tidak berfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri(Andarmoyo, 2013). c) Bio umpan balik Terdiri dari sebuah program latihan yang bertujuan untuk membantu seseorang mengendalikan aspek tertentu sistem saraf otonom. d) Teory gate control Serabut saraf kulit merupakan saraf berdiameter besar yang menghantarkan
impuls
ke
susunan
saraf
pusat.
Apabila
terkenarangsangan misalnya pemijatan, maka diduga bahwa rasa nyeri dapat dikendalikan dengan menutup pintu gerbang disubstansia gelatinosa medulla spinals sehingga nyeri tidak sampai ke otak. e) Akupuntur Suatu teknik tusuk jarum yang menggunakan jarum-jarumkecil, panjang untuk menusuk ke bagian-bagian tertentu dalam tubuh untuk menghasilkan ketidakpekaan terhadap rasa nyeri. f) Hipnotis
Reaksi seseorang akan yeri dapat diubah dengan signifikan melalui hipnotis. Hipnotis berbasis pada sugesti, disosiasi, dan proses memfokuskan perhatian. g) Terapi sentuhan Terpi sentuhan telah digunakan untuk beberapa gangguan sakit kepala. Terapi ini merupakan turunan dari “meletakkan ” tangan. Tubuh
manusia
mengekspesikan
dipercaya pola
yang
memili
sumber
menyimpang
ketika
energy
yang
sistem
tubuh
terganggu.
2.2.7. Strategi penatalaksanaan nyeri Menurut Andarmoyo (2013), strategi penatalaksanaan nyeri mencakup pendekatan farmakologi dan nonfarmakologi yaitu:\ 1. Farmakologi Salah satu pendekatan farmakologis yang biasa digunakan adalah analgesic. Analgesic merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri walaupun analgesikdapat menghilangkan nyeri dengan efektif. Ada 3 jenis analgesic antara lain: a) Analgesik non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan arthritis rheumatoid, prosedur pengobatan gigi, dan prosedur bedah minor, episiatomi, dan masalah punggung bagian bawah. Satu pengecualian yaitu ketorolak(toradol), merupakan agens analgesic pertama yang dapat dibandingkan dengan morfin (potter & perry, 2006). b) Analgesic narkotik atau opiate Analgesic narkotik atau opiate umumnya diresepkan dan digunakan untuk nyeri sedang sampai berat, seperti pasca operasi dan nyeri maligna. Analgesic ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk menghasilkan kombinasi efek mengespresikan dan menstimulasi.
c) Obat tambahan (adjuvan) Adjuvan seperti sadatif, anti cemas, dan relaksasi otot meningkatkan kntrol nyeri atau menghilangkan gejala lainyang terkait dengan nyeri seperti mual, dan muntah. Agen tersebut diberikan dalam bentuk atau disertai dengan analgesik, sadatif seringkali diresepkan untuk menderita nyeri kronik. Obat-
obatan ini dapat menimbulkan rasa kantuk dan kerusakan koordinasi, keputusan, dan kewaspadaan mental. 2. Nonfarmakologis : teknik distraksi Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyer, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien kehal-hal diluar nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien tidak berfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan
kewaspadaan
pasien
terhadap
nyeri
bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Salah satu distraksi yang efektif adalah musi, yang dapat menurunkan
nyeri
fisiologis,
mengalihkan
perhatian
stress,
seseorang
dari
dan
kecemasan
nyeri.
Musik
dengan terbukti
menunjukan efek yaitu menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu. Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasienumunya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik(potter & perry, 2006). Menurut tamsuri 2007(Andarmoyo 2013), jenis distraksi antara lain : a. Distraksi visual atau penglihatan
Distraksi
visual
atau
penglihatan
adalah
pengalihan
perhatian selain nyeri yang diarahkan kedalam tindakan-tindakan visual atau pengamatan. Misalnya melihat pertandingan olah raga, menonton televisi, membaca Koran, melihat pemandangan atau gambar yang indah. b. Distraksi audio atau pendengaran Pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan kedalam tindakan-tindakan
melalui
organ
pendengaran.
Misalnya,
mendengarkan musik yang disukai atau mendengarkan suara kicauan burung serta gemercik air. Saat mendengarkan musik, individu dianjurkan untuk memilih musik yang sesuai dan musik tenang seperti musik klasik dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Tabel 2.1 Menggunakan musik untuk mengontrol nyeri NO
Menggunakan musik untuk mengontrol nyeri
1
Pilih musik yang sesuai dengan selera klien. Pertimbangkan usia dan latar belakang.
2
Gunakan earphone supaya tidak menggunakan klien atau staf yang lain dan membantu klien berkosentrasi pada musik.
3
Pastikan tombol-tombol MP3 atau tipe mudah ditekann, dimanipulasi dan
dibedakan. 4
Minta anggota keluarga atau teman untuk membawa tape dari rumah.
5
Apabila nyeri klien rasakan akut, kuatkan volume musik. Apabila nyeri berkurang, kurangi volume. Apabila tersedia musik latar, pilih jenis musik umum yang sesuai dengan
6
keinginan klien. Minta klien berkosentrasi pada musik dan mengikuti irama dengan
7
mengetuk-ngetukkan jari atau menepuk-nepukkan paha. Hindari interuksi yang di akibatkan cahaya yang remang-remang dan
8
hindari menutup gorden atau pintu Intruksikan klayen untuk tidak menganalisis musik:”nikmati musik
9
kemanapun musik membawa anda”. 10
Tingalkan klayen sendirian ketika mereka mendengarkan musik.
Sumber: Potter & Perry, 2006
2.3. Konsep Dasar Terapi Musik 2.3.1. Definisi Menurut potter 2005 (dalam setyoadi, 2011), terapi musik adalah teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.
Terapi musik adalah suatu proses yang menggabungkan antara aspek penyembuhan musik itu sendiri dengan kondisi dan situasi, fisik/tubuh, emosi, mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan social seseorang(Natalina, 2013). Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik untuk meningkatkan, mempertahankan, serta mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional, dan spiritual(setyoadi, 2011). 2.3.2. Jenis Terapi Musik
Menurut Natalina(2013), Terapi musik terdiri dari dua jenis: a. Aktif – kreatif Terapi musik diterapkan dengan melibatkan klien secara langsung untuk ikut aktif dalam sebuah sesi terapi melalui cara: 1. Menciptakan
lagu
(composing),
klien
diajak
untuk
menciptakan lagu sederhana ataupun membuat lirik dan terapis yang akan melengkapi secara harmoni. 2. Improvisasi, klien membuat musiksecara spontan dengan menyanyi ataupun bermain musik pada saat itu juga atau membuat improvisasi dari musik yang diberikan oleh terapis. Improvisasi dapat juga sebagai ungkapan perasaan klien akan moodnya, situasi yang dihadapi maupun perasaan terhadap seseorang.
b. Pasif – reseptif Dalam sesi reseptif, klien akan mendapatkan terapi dengan mendengarkan musik. Terapi ini menekankan pada physical, emotional intellectual, aesthetic or spiritual dari musik itu sendiri sehingga klien akan merasakan ketenangan atau relaksasi. Musik yang digunakan dapat bermacam jenis dan style tergantung dengan kondisi yang dihadapi klien.
2.3.3. Manfaat Terapi Musik Terapi musik merupakan pengobatan secara holistik yang langsung menuju pada symptom penyakit. Terapi ini akan berhasil jika
ada
kerja
Natalina(2013),
sama terapi
antara musik
klien
dengan
memiliki
terapis. Menurut
beberapa
manfaat,
diantaranya: 1. Musik pada bidang kesehatan a. Menurunkan tekanan darah melalui ritmik musik yang stabil memberi irama teratur pada sistem jantung manusia. b. Menstimulasi kerja otak mendengarkan musik dengan harmoni yang baik akan menstimulasi otak untuk melakukan proses analisa terhadap lagu tersebut. c. Meningkatkan imunitas tubuh suasana yang ditimbulkan oleh musik akan mempengaruhi sistem kerja hormone manusia,
jikakita mendengar musik yang baik atau positif maka hormone yang meningkatkan imunitas tubuh juga akan memproduksi. d. Memberi keseimbangan pada detak jantung dan denyut nadi. 2. Musik meningkatkan kecerdasan a. Daya ingat- menyanyi dengan menghafalkan lirik lagu, akan melatih daya ingat b.
Konsentrasi- saat terlibat dalam bermusik(menyayi, bermain instrumen) akan menyebabkan otak berkerja secara terfokus
c. Emosiomal- musik mampu memberikan pengharuh secara emosional terhadap makhluk hidup 3. Musik meningkatkan kerja otot- mengaktifkan motorik kasar dan halus. Musik untuk kegiatan gerak tubuh(menari, olahraga dll) 4. Musik meningkatkan produktifitas, kreatifitas, dan imajinasi 5. Musik
menyebabkan
tubuh
menghasilkan
hormone
beta-
endorphine ketika mendengar suara kita sendiri yang indah maka hormon “kebahagian” (beta-endorphine) akan berproduksi 6. Musik membentuk sikap seseorang- meningkatkan mood. Karakteristik makhluk hidup dapat terbentuk melalui musik, rangkaian nada yang indah akan membangkitkan perasaan bahagia/semangat positif.
7. Musik
mengembangkan
kemampuan
berkomunikasi
dan
sosialisasi- bermusik akan menciptakan sosialisasi karena dalam bermusik dibutuhkan komunikasi. 8. Meningkatkan visualisasi melalui warna musik- musik mampu membangkitkan
imajinasi
melalui
rangkaian
nada-nada
harmonisasinya.
2.3.3. Tekhnik terapi musik Menurut setyoadi (2011), teknik dalam terapi musik adalah anatara lain : a. Persiapan Persiapan alat dan lingkungan: 1. Mp3 jenis musik yang digunakan 2. Lingkungan yang tenang, nyaman, dan bersih Persiapan klien : 1. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan, serta meminta persetujuan klien untuk mengikuti terapi musik 2. Posisikan tubuh klien secara nyaman dan rileks b. Prosedur 1. Memberikan kesempata klien memilih jenis musik 2. Mengaktifkan Mp3 jenis musik dan mengatur volume suara sesuai dengan selera klien
3. Mempersilakan klien mendengarkan musik selama 15 menit 4. Saat klien mendengarkan musik arahkan untuk focus dan rileks terhadap lagu yang didengar dan melepaskan semua beban yang ada 5. Setelah musik berhenti klien mempersilakan mengungkapkan perasaan yang muncul saat musik tersebut diputar, serta perubahan yang terjadi dalam dirirnya
2.4. Pengaruh teknik distraksi terhadap penurunan dismenore Distraksi merupakan perhatian dijauhkan dari sensai nyeri atau rangsangan emosional negatif yang dikaitkan dengan episode nyeri. Penjelasan teoritis yang utama adalah bahwa seseorang mampu untuk memfokuskan perhatiannya pada jumlah fosi yang terbatas. Dengan memfokuskan perhatian secara aktif pada tugas kognitif dianggap adapat membatasi kemampuan seseorang untuk memperhatikan sensasi yang tidak menyenangkan. Agar efektif, aktivitas prndistraksi memerlukan upaya kognitif yang cukup. Latihan distraksi yang terlalu mudah secara cepat mudah menjadi otomatis atau melibatkan respons monotobn yang berulang cenderung tidak efektif. Intervensi dapat dilakukan dengan pemberian modalitas yng bervariasi yang memerlukan klien untuk terlibat dalam aktivitas mental yang menyenangkan dan memerlukan fokus yang tinggi. Teknik yang umum sering
dilakukan termasuk mendengarkan musik favorit. Teknik distraksi akan lebih efektif jika melibatkaan klien dalam aktifitas. Sebagai contoh, mendengarkan musik sambil mengetukkan jari mengikuti ritme akan lebih efektif daripada mendengarkan secara pasif saja. Strategi kognitif perlu untuk disesuaikan dengan pilihan pribadi klien. Menurut setyoadi (2011), musik merupakan sebuah rangsangan pendengaran
yang
terogarnisasi,
terdiri
atas
melodi,
ritme,
harmoni,warna(timbre), bentuk, dan gaya. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan ketidakmampuan yang dialami oleh seseorang. Ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan , memulihkan, memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, social, dan spiritual dari setiap individu. Hal ini dikarenakan musik memiliki beberapa kelebihan, seperti bersifat universal, nyaman, menyenangkan, dan terstruktur . sebagai contoh naafas, detak jantung pulsasi semuanya berulang dan berirama. Intervensi menggunakan terapi musik dapat mengubah ambang otak yang dalam keadaan stress menjadi lebih adaptif secara fisiologis dan efektif. Semua jenis musik dapat digunakan sebagai terapi seperti lagu-lagu rileksasi, lagu popular, maupun klasik. Musik terbukti menunjukkan efek menurunkan tekanan darah dan mengubah persepsi waktu. Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih suka menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan
lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik(potter & perry, 2006). Nyeri adalah keluhan yang paling sering terjadi pada pasien dismenore. Pada beberapa kasus, nyeri terasa begitu parah dan bahkan dianggap sebagai nyeri paling buruk yang pernah dilakukan pasien. Nyeri bersifat dalam, visceral, dan seperti beban berat, menekan, atau menghancurkan, meskin kadang-kadang nyeri seperti terbakar atau tertusuk(Syamsudin, 2011). Dari hasil penelitian devynatalia mathius(2012), tentang pengaruh terapi musik instrument mozart terhadap penurunan nyeri dismenore pada siswi SMK kesehatan samarinda dapat disimpulkan bahwa terapi musik memiliki pengaruh yang bermakna terhadap perubahan respon fisiologis dan respon prilaku pada klien yang sedang mengalami nyeri dismenore.
2.5. Kerangka konsep Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep tentang pengaruh pemberian teknik distraksi terhadap penurunan dismenore pada siswi SMA Muhammadiyah 1 kota Bengkulu pada penelitian ini adalah :
Gambar 2.5.1. Kerangka Konsep
Variabel Independent Teknik Distraksi
Variabel Dependent Penurunan Dismenore
2.6. Hipotesis Ho : Tidak ada pengaruh antara teknik distraksi dengan penurunan dismenore pada siswi SMA Muhammadiyah 1 kota Bengkulu tahun 2015. Ha : Ada pengaruh antara teknik distraksi dengan penurunan dismenore pada siswi SMA Muahammadiyah 1 kota Bengkulu tahun 2015.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasy eksperiment) dengan rancangan pretest and posttest with control group. Penelitian membandingkan efek terapi terhadap dismenore antar dua kelompok independen. Terdiri kelompok intervensi yaitu kelompok responden yang diberi terapi sesuai standar prosedur ruang UKS ditambah dengan perlakuan dari peneliti yaitu pemberian teknik distraksi. Dan kelompok kontrol yaitu kelompok responden yang diberi terapi sesuai standar prosedur
ruangan
mengumpulkan data penelitian.
UKS.
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
melalui pertanyaan terstruktur atau kuesioner
Pr e test
kontrol
Post test
A
Terapi prosedur ruangan
A’
Sampel
Intervensi
B
Terapi standar + teknik distraksi
Bagan 3.1. Desain penelitian Keterangan : A = Tingkat nyeri sebelum diberikan terapi standar ruangan B = Tingkat nyeri sebelum diberikan terapi standar ruangan dan teknik distraksi A‟= Tingkat nyeri sesudah diberikan terapi standar ruangan B‟= Tingkat nyeri sesudah diberikan terapi standar ruangan dan teknik distraksi
B’
3.1.1 Pada kelompok kontrol 1. Melakukan pengkajian karakteristik responden pada kelompok kontrol. 2. Lingkungan yang nyaman, tenang, dan bersih. 3. Penelitian menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan dan instrument pengkajian nyeri NRS. 4. Karakteristik responden dikaji oleh peneliti. 5. Responden diminta menunjukkan tingkat nyerinya pada skala nyeri 0-10 yang ada pada instrument pengkajian nyeri NRS untuk menilai skala nyeri pasien. 6. Responden diberikan terapi standar UKS yaitu pemberian obat. 7. Terapi standar UKS
diberikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan oleh pihak UKS . 8. Pengkajian dengan menggunakan NRS untuk skala nyeri dilakukan pada hari ketiga.
3.1.2. Pada Kelompok Intervensi 1. Melakukan pengkajian karakteristik ressponden pada kelompok intervensi . 2. Lingkungan yang nyaman, tenang, dan bersih. 3. Penelitian menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan dan instruman pengkajian nyeri NRS. 4. Karakteristik responden dikaji oleh peneliti.
5. Responden diminta menunjukkan nyerinya pada skala 0-10 yanga ada pada instrument pengkajian nyeri NRS
untuk menilai skala nyeri
pasien sebelum diberikan terapi musik pada kelompok intervensi. 6. Responden memilih musik yang disukai dari Mp3 atau memilih daftar pilihan musik yang diberikan oleh peneliti. 7. Responden mulai mendengarkan musik arahkan untuk fokus dan rileks terhadap lagu yang didengar. 8. Terapi dilakukan selama 15 menit. 9. Terapi dilakukan sesering mungkin setiap hari. 10. Pada saat hari ketiga dilakukan pengkajian tingkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri NRS. 11. Peneliti memperlihatkan alat ukur nyeri/ Numerical rating scales (NRS) seperti gambar dibawah ini : 12. Peneliti menjelaskan pada pasien skala keberapa nyeri yang dirasakan dengan cara menunjukkan angka pada skala nyeri 0-10/
3.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilakukan di ruang UKS muhammadiyah 1 kota Bengkulu. Penelitian ini dilakukan pada bualan Februari-Maret 2015.