ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS POST SECTIO CAESARIA (SC) PADA NY.M UMUR 43 TAHUN DENGAN TUBEKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
CASE STUDY RESEACH
Disusun Oleh: WAHYANI 201210105244
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAHYOGYAKARTA 2013
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS POST SECTIO CAESARIA (SC) PADA NY.M UMUR 43 TAHUN DENGAN TUBEKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA CASE STUDY RESEARCH
Diajukan Untuk Menyusun Case Study Research Program Studi Diploma III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta
Disusun oleh: WAHYANI 201210105244
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAHYOGYAKARTA 2013
i
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS POST SECTIO CAESARIA (SC) PADA NY.M UMUR 43 TAHUN DENGAN TUBEKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Wahyani2, Fathiyatur Rohmah3 INTISARI Latar Belakang : Angka kelahiran section sesaria (sc) di Yogyakarta pada tahun 2012 terdapat 1256 persalinan dari 3586 seluruh jenis persalinan (Dinkes DIY, 2012) dan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, jumlah ibu nifas post SC tahun 2012 sebanyak 177 orang (49,7%), dari 356 seluruh jumlah ibu nifas normal maupun post sc. Jumlah ibu nifas post SC dengan perdarahan terdapat 3 orang (1,6%), dan ibu nifas post SC dengan infeksi pada bekas luka insisi terdapat 5 orang (1,1%). Tujuan Penelitian : Meningkatkan kemampuan, pengetahuan keterampilan, dan pengalaman melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas post sectio caesaria pada Ny. M umur 43 tahun melalui pendekatan asuhan 7 langkah varney dengan pendokumentasian SOAP, penulis mampu menganalisis kesenjangan antara teori dan kasus nyata dilapangan. Metode Peneltian : Penyusunan case study research ini menggunakan metode deskriptif. Dengan pengumpulan data menggunakan data primer meliputi observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, dan data sekunder meliputi studi dokumentasi dan studi pendahuluan. Hasil : Asuhan kebidanan ibu nifas post sectio caesaria (sc) pada Ny.M umur 43 tahun dengan keadaan normal dan mobilisasi yang meningkat pada setiap harinya. Kesimpulan : Dalam kasus ini tidak terjadi kesenjangan karena dalam pelaksanaan yang terjadi di lahan yaitu seperti keadaan umum yang stabil , asupan nutrisi yang cukup, pola istirahat ibu yang baik, dan mobilisasi yang meningkat secara bertahap sesuai sengan teori yang ada dan dari hasil pengkajian keadaan umum pasien dalam keadaan normal. Kata kunci : Asuhan kebidanan nifas post SC Kepustakaan : 21 buku + 2 jurnal + 1 web Halaman : 125 lembar + 15 lampiran
iv
AN ORPHANAGE OBSTETRICS MOTHER PARTURITION POST SCTIO CAESARIA ON MRS. M THE AGE 43 YEARS WITH TUBECTOMY IN THE HOSPINTAL PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Wahyani2, Fathiyatur Rohmah3 ABSTRAC The background : Birth rate section sesaria in Yogjakarta in 2012 there are 1256 childbirth of 3586 all kinds of childbirth ( dept. diy, 2012 ) and PKU Muhammadiyah Yogjakarta, at the hospital. The number of mother parturition post schi 2012 a total of 177 people ( 49,7 % ), of 356 the whole number of mother parturition normal as well as post section caesaria. The number of mother parturition post schi with hemorrhage there are three guys ( 1.6 % ), and the mother of parturition post schi with infection of the scars incision is there are 5 persons ( 1.1 % ). Research purposes: Upgrading, the knowledge skill, and experience to carry out an orphanage obstetrics on the parturition post sectio caesaria on mrs. M the age of 43 years through the approach of an orphanage 7 step varney documentation, with soap writer able to analyze the gap between theory and real case in the field. A method of the study: The drafting of the case study research is using the method of descriptive. With the collection of data used data of primary covering observation, interview physical examination and data secondary documentation covers the study and the study of preface. Yield : Obstetric mother parturition post sectio caesaria on ny.m the age of 43 years with a normal state and mobilization that rises in every day. Conclusion: In the case of parturition post section caesaria with tubectomy in the hospital PKU Muhammadiyah Yogjakarta there are gaps between sop hospital in tunjang with the theory of which there are about lent patient pre operation schi that is listed in sop and the theory of ( Kasdu, 2003 ) that contains lent pasian pre operation schi which is at least six hours while in the case in patients mrs. M in the hospital patient PKU Muhammadiyah Yogjakarta fasting more or less 4 hours. Keywords: Obstetric parturition post section caesaria Literature : 21 book + 2 journal + 1 of the web Page : ix + 125 page + 15 enclosure
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehinga penulis dapat menyelesaikan studi kasus yang berjudul : “ Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Post Sc Normal PadaNy. M Umur 43 Tahun di PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2013”.Studi Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan Prodi DIII Kebidanan STIKES „Aisyiyah Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Studi Kasus ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Warsiti,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat, selaku Pimpinan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta. 2. Anjarwati, S.SiT.,MPH, selaku Ketua Program Studi Kebidanan DIII Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta. 3. Dewi Rokhanawati, S.SiT., MPH, selaku Ketua Program Studi DIV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta. 4. Mufdilah ,S.Pd., S.SiT.M.Sc, sebagai penguji I yang telah memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan hasil Karya Tulis Ilmiah. 5. Fathiyatur
Rohmah
S.ST,
selaku
pembimbing
yang
telah
meluangkan waktu serta memberikan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiahini, serta sebagai penguji II. 6. Kedua orang tua ku dan keluarga besarku yang selalu memberikan do‟a dan dukungan. 7. Kepada teman-teman ku yang sangat ku sayangi terimakasih telah membuat hari-hari kuliah ku begitu indah.
vii
Penyusun menyadari, sebagai bagian dari proses pembelajaran, penyusun case study research ini belum sempurna. Oleh karna itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga case study research ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai mana mestinya Penulis menyadari segala kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan case study research ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga penulisan case study research ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, profesi, instansi, dan adik-adik di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta. Wassalamu‟alaikumWr.Wb
Yogyakarta, 22 Agustus 2013 Penulis
Wahyani
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... iii HALAMAN PERYATAAN ............................................................ iv INTISARI.......................................................................................... v KATA PENGANTAR ................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang ................................................................... 1 II. Rumusan Masalah .............................................................. 4 III. Tujuan Penelitian ............................................................... 4 IV. Manfaat Penelitian ............................................................. 5 V. Ruang Lingkup Penelitian.................................................. 6 VI. Relevansi Al-Quran ........................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Teori Medis ........................................................................ 8 A. Masa nifas .................................................................... 8 B. Section Caesaria .......................................................... 14 C. Tubektomi .................................................................. 16 D. SPO Tindakan Sebelum Sc ......................................... 16 E. SPO Lama Perawatan Operasi Sc ............................... 18 F. Tindakan Pre Operasi dan Pasca Operasi ................... 21 G. Perubahan-perubahan masa nifas post sc .................... 29 H. Perawatan Pasca Operasi ............................................ 38 I. Mobilisasi ................................................................... 45 J. Bila mobilisasi Tidak Dilakukan ................................ 51 II. Teori Manajemen Kebidanan ........................................... 58 III. Standar Pelayanan Kebidanan........................................... 67 IV. Landasan Hukum ............................................................. 70 V. Etika dalam Penelitian Kebidanan .................................... 71 VI. Informed Consent ............................................................. 76 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Studi Kasus ............................................................. 77 B. Lokasi Studi Kasus .......................................................... 77 C. Subjek Studi Kasus ......................................................... 77 D. Waktu Studi Kasus .......................................................... 78 E. Instrumen studi Kasus ..................................................... 78 ix
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 78 G. Analisa Data ..................................................................... 80 H. Alat yang digunakan ........................................................ 81 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ................................................................................. 84 B. Pembahasan ..................................................................... 112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................ 123 B. Saran................................................................................... 124 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Time Schedule Penyusunan Case Study Research Lampiran 2 Pathway Lampiran 3 Format Asuhan Kebidanan Nifas Lampiran 4 Surat Studi Pendahuluan Lampiran 5 Surat Balasan Studi Pendahuluan Lampiran 6 Surat Penelitian Lampiran 7 Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Responden Lampiran 8 Surat Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent ) Lampiran 9 SOP Tindakan Kebidanan Pada Pasien Sebelum Operasi SC Lampiran 10 SOP Penatalaksanaan Sectio Caesaria Lampiran 11 SOP Perawatan Luka Operasi Lampiran 12 SOP Pelaksanaan Teknik Menyusui Lampiran 13 SOP Perawatan Operasi Caesar Lampiran 14 Lembar Bimbingan Penyusunan Case Study Research Lampiran 15 Lembar Mengikuti Seminar Case Study Research
xi
BAB I PENDAHULUAN I.
Latar Belakang Proses persalinan merupakan suatu proses kompleks untuk menyelamatkan ibu maupun bayinya dengan menggunakan berbagai macam metode seperti persalinan pervaginam, persalinan dengan menggunakan alat dan persalinan operatif yaitu melalui Sectio Caesarea (SC). Metode-metode tersebut dikakukan dengan indikasi-indikasi khusus dengan satu tujuan yaitu menyelamatkan ibu maupun bayinya. Data World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa persalian dengan SC adalah sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang. Data tahun 2000 didapatkan bahwa angka kelahiran SC Cina, Mexsico, Brazil lebih 35 %. Angka kejadian terus mengalami peningkatan di Cina bagian selatan bahkan mencapai 60% pada tahun 2003 dan 56% pada tahun 2000 menjadi 31% pada tahun 2006. Data di indonesia menunjukan bahwa angka persalinan SC mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data SDKI yang pertama yaitu tahun 1987 hingga yang kelima yaitu SDKI 2002-2003, terjadi peningkatan angka persalinan SC secara rasional berjumlah kurang dari 4% dari jumlah total persalinan. Di Indonesia terjadi peningkatan Sectio Caesarea dimana tahun 2000 sebesar 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19%, tahun 2002 sebesar
1
2
47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,22%, tahun 2005 sebesar 51,59%, tahun 2006 sebesar 53,68% ( Setyowati, 2012). Di Yogyakarta angka kelahiran section sesaria (sc) pada tahun 2012 terdapat 1256 persalinan dari 3586 seluruh jenis persalinan (Dinkes DIY, 2012). Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact). Istilah dalam sectio caesarea adalah primer, sekunder, ulang, histerektomi. Penyebab dilakukan sectio caesarea diantaranya faktor janin, faktor ibu, riwayat persalinan sebelum dioperasi, faktor hambatan jalan lahir, kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah dini, rasa takut persalinan. Indikasi Sectio Caesarea antara lain adalah disproporsi kepala panggul (CPD), disfungsi uterus, distosia, janin besar, gawat janin, kelainan letak, eklampsia, hipertensi pernah Sectio Caesarea sebelumnya, persalinan lama, ruptura uteri iminens, perdarahan antepartum ( Setyowati, 2012). Peran bidan pada pasien post operasi section caesaria (SC) diarahkan untuk mengembalikan fungsi fisiologis pada seluruh system secara normal, dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman, meningkatkan konsep diri, serta tidak terjadi infeksi pada luka post operasi. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi dan mengembalikan fungsi fisiologis tubuh dapat diakukan dengan mobilisasi dini.
3
Uraian diatas didukung oleh firman Allah dalam QS Maryam: 23, yang berbunyi : َ ُّ ت يَا لَ ْيتَنِي ِم ْ َع النَّ ْخلَ ِة قَال ُ ت قَ ْب َل ٰهَ َذا َو ُك ْن ت نَ ْسيًا َم ْن ِسيًّا ِ فَأ َجا َءهَا ا ْل َم َخاضُ إِلَىٰ ِج ْذ
Artinya: Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”(QS Maryam: 23). Dalam periode sekarang ini asuhan masa nifas sangat diperlukan karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan 60% kematian
ibu
akibat kehamilan
terjadi
setelah
persalinan dan
50% kematian masa nifas terjadidalam 24 jam pertama (Prawirohardjo, 2005) Berdasarkan studi pendahuluan pada bulan Juli yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, jumlah ibu nifas post SC tahun 2012 sebanyak 177 orang (49,7%), dari 356 seluruh jumlah ibu nifas normal maupun post sc. Jumlah ibu nifas post SC dengan perdarahan terdapat 3 orang (1,6%), dan ibu nifas post SC dengan infeksi pada bekas luka insisi terdapat 5 orang (1,1%). Berdasarkan studi pendahuluan dan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post Sectio Caesaria (SC) dengan Rendahnya Mobilisasi Dini di RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta” dengan mengunakan pendekatan manajemen
4
kebidanan, menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus nyata di lapangan termasuk pendukung dan penghambat, serta memeberi alternatif penyelesaian. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Wiwit Budi Wijayanti pada
tahun
2008 dengan judul
“ Hubungan Tingkat Pengetahuan
Tentang Mobilisasi Dini dengan Kemampuan Mobilisasi Dini Ibu Pasca Seksio Sesarea di Bangsal Sakinah RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta” jenis penelitian diskriptive. Cara pengambilan data dengan wawancara dan observasi. Persamaan dengan penelitian tersebut yaitu cara pengambilan data yaitu wawancara dan observasi. Perbedaan dengan penelitian tersebut yaitu waktu dan subjek penelitian. II.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam studi kasus ini adalah “ Bagaimana Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post Sectio Caesaria (SC) pada Ny. M Umur 43 Tahun dengan Tubektomi ?”
III.
Tujuan Penelitian A. Tujuan Umum Diperoleh
pengalaman
nyata
dalam
melaksanakan
kebidanan pada ibu nifas post section sesaria (sc)
asuhan
menggunakan
pendekatan manajemen kebidanan. B. Tujuan Khusus 1. Dilaksanakannya pengkajian dengan menyimpulkan semua data yang diperlukan.
5
2. Dilakukannya interpretasi data dasar pada ibu nifas post sectio sesaria di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Dirumuskannya diagnosa kebidanan atau masalah potensial pada ibu nifas post sectio sesaria di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 4. Di identifikasikannya kebutuhan yang memerlukan penanganan segera pada ibu nifas post sectio caesaria di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 5. Disusunnya perencanaan asuhan kebidanan yang menyeluruh. 6. Dilaksanakannya tindakan asuhan kebidanan sesuai dengan perencanaan. 7. Dilaksanakannya evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan pada ibu nifas post sectio caesaria di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 8. Dilakukannya analisa kesenjangan antara teori dengan tinjauan kasus yang ada. IV.
Manfaat Penelitian A. Bagi profesi Penerapan Asuhan Kebidanan pada Ibu nifas post sectio caesaria diharapkan dapat meningkatkan kompetensi profesi bidan terutama dalam penanganan ibu nifas post sectio sesaria dengan rendahnya mobilisasi dini dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
6
B. Bagi Institusi 1. Rumah sakit RS PKU Muhammaiyah Yogyakarta Khususnya bagi bangsal kebidanan diharapkan dapat memberikan masukan dan gambaran nyata tentang asuhan kebidanan pada ibu nifas post sectio sesaria. 2. STIKES „Aisyiyah Yogyakarta Diharapkan bisa dijadikan bahan masukan dan sumber informasi sekaligus
bahan
bacaan
untuk
meningkatkan
pengetahuan
mahasiswa STIKES „Aisyiyah Yogyakarta. V.
Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam pembuatan Case Studi Research (CSR) ini, meliputi : A. Lingkup Materi Materi dari penelitian studi kasus ini adalah lingkup asuhan kebidanan ibu nifas yaitu asuhan kebidanan ibu nifas post sectio sesaria di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. B. Lingkup Responden Responden dalam penelitian studi kasus ini yaitu Ny. X nifas post section caesaria. C. Lingkup Waktu Penelitian ini dilakukan sesuai dengan jadwal penyusunan studi kasus dimulai sejak studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juli 2013, penyusunan proposal, pengumpulan data, sampai dengan pelaporan
7
hasil studi kasus yaitu dimulai dari bulan Januari 2013 sampai bulan Juli 2013. D. Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan di bangsal Sakinah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta karena di tempat tersebut terdapat banyak ibu nifas post sectio sesaria (SC). E. Relevansi Al-Quran dan Hadist 1. QS. AN-NAHL/16:72
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat allah:”
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.
Pengrtian Medis A. Masa nifas Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu ( Ari Sulistyawati, 2009). Nifas dibagi menjadi 3 tahap yaitu puerperium dini, puerperium intermedial, dan remote puerperium. 1. Puerperium dini yaitu masa kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdisi dan berjalan-jalan. 2. Puerperium inermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia utama lamanya 6-8 minggu. 3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila ibu selama hamil atau bersalin mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-mingu, bulanan atau tahunan. B. Sectio Caesaria 1. Pengertian sectio sesaria Seksio sesaria yaitu suatu tindakan untuk melahirkan bayi melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim yang disebabkan karena bayi tidak bisa lahir 8
9
pervaginam. Jadi seksio sesaria yaitu tindakan yang dilakukan untuk melahirkan bayi melalui dinding perut dan dinding rahim dikarenakan bayi tidak bisa lahir dengan persalinan pervaginam dengan syarat berat janin diatas 500 gram. Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut, seksio sesaria juga dapat juga didefinisikan sebagai sesuatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2013). 2. Indikasi sectio sesaria a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) Plasenta previa adalah kondisi plasenta menutupi jalan lahir.Pada kondisi normal, plasenta atau ari-ari terletak dibagian atas rahim.Akan tetapai, adakalanya plasenta berada di segmen bawah sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembuaan jalan lahir.Umumnya dialami pada masa-masa hamil tua yaitu 28 minggu ke atas.sampai saat ini penyebabnya belum diketahui. Tenda-tanda perdarahan karena plasenta previa biasanya perdarahan pertama tidak banyak. Baru selanjutnya teradi perdarahan hebat sampai perlu diwaspadai karena bisa menyebabkan kematian ibu maupun janin (Wardoyo, 2007)
10
b. Panggul sempit Panggul sempit adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melairkan secara alami. Tulang panggul sangat menentukan mulus tidaknya proses persalinan. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan “jalan” yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Panggul sempit lebih sering terjadi pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. setiap wanita memiliki bentuk panggul yang berlainan.Bentuk tulang panggul ada empat jenis, yaitu panggul ginekoid, android, platpeloid, dan anthropoid.Sebenarnya bentuk apapun yang dimiliki tidak mempengaruhi besar kecilnya ukuran panggul sehingga apabila masih dalam kisaran normal janin dapat melaluinya. Namun, umunya bentuk panggul ginekoid yang akan membantu memudahkan kelahiran bayi (Bramantyo, 2003). Holmer mengambil batas rendah untuk melahirkan janin vias naituralis adalah CV=8 cm. Panggul dengan CV (conjugata vera) < 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan secara normal, harus dilakukan sectio sesaria. Conjugata vera antara 8 – 10 cm boleh dilakukan partus
11
percobaan, baru setelah gagal, dilakukan sectio sesaria sekunder. c. Disproporsi sevalopelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan ukuran panggul. d. Ruptur uteri Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. e. Partus lama (prolonged labor) Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multigravida. f. Partus tak maju (obsctructed labor) Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir. Penyebab partus tak maju antara lain adalah kelainan letak janin, kelainan panggul,kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, primitua,perut gantung, grandmulti dan ketuban pecah dini. Penatalaksanaan pada partus tak majusalah satunya dengan melakukan sectio caesaria.
12
g. Distosia serviks Distosia servik Adalah terhalangnya kemajuan persalinan karena kelainan pada serviks uteri.Walaupun his normal dan baik,kadang pembukaan serviks macet karena ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka. h. Pre-eklamsia Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009). i. Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya. j. Malpresentasi janin Malpresentasi merupakan bagian terendah janin yang berada di bagian segmen bawah rahim, bukan bagian belakang kepala sedangkan malposisi merupakan penunjuk (presenting part) tidak berada di anterior.
13
Terdapat empat malpresentasi yaitu: 1) Letak lintang Grenhill dan estman sependapat bahwa a) jika pnggul terlalu sempit, seksio sesaria adalah cara terbaik dalam semua kasus letak lintang dengan janin hidup dan ukuran normal. b) Semua promigravida dengan janin letak lintang harus ditolong dengan seksio sesaria, walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. c) Multipara dengan janin letak lintang dapat lebih dlu dicoba ditolong dengan cara lain. 2) Letak bokong Seksio sesaria dianjurkan pada letak bokong pada kasus ; d) Panggul sempit e) Primigravida f) Janin besar dan berharga 3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) jika reposisi dan cara-cara lain berhasil. 4) Sayang dapat diperpanjang ke proksimal atau distal. Kekurangan : g) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperito nealisasi yang baik.
14
h) Pada persalinan berikutnya, lebih mudah terjadi rupturuteri spontan. C. Tubektomi 1. Pengertian tubektomi Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk memberhentikan fertilisasi (kesuburan seorang perempuan). 2. Mekanisme kerja Dengan mengokulasi tuba falopii (mengikat dan memotong ata memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu ovum. 3. Manfaat a. Kontasepsi 1) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahunpertama pengguanaan) 2) Tidak mempengaruhi proses menyusui 3) Tidak tergantung pada factor senggama 4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius 5) Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi local 6) Tidak ada efeksamping dalam jangka panjang 7) Tidak ada perbahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormone ovarium)
15
b.
Non kontrasepsi berkurangnya risiko kanker ovarium.
4. Ketebatasan a. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini b. Klien dapat menyesal dikemudian hari c. Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anastesi umum) d. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan e. Diakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesilis bedah untuk laparoskopi) f. Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS 5. Yang dapat menjalani tubektomi a. Yakin telah mempunyai keluarga yang sesuai dengan kehendaknya b. Pada kehamilan yang menimbulkan resiko kesehatan serius c. Pasca persalinan d. Pasca keguguran e. Paham dan secara sukarela setuju denga prosedur ini. 6. Yang sebaiknya tidak menjalanmi tubektomi a. Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai) b. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievakuasi)
16
c. Infeksi sistematik atau pelvik yang akut d. Tidak boleh menjalani proses pembedahan e. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan f. Belum memberikan persetujuan tertulis 7. Kapan dilakukan a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut tidak hamil b. Pasca persalinan c. Pasca keguguran 8. Informasi umum a. Nyeri bahu selam 12 – 24 jam setelah laparoskopi relative dialami karena gas CO2 atau udara dibawah diafragma, sekunder terhadap pneumoperitoneum. b. Tubektomi efektif setelah operasi c. Periode mentruasi akan berlanjut seperti biasa Tubektomi tidak memberikan perindungan atas IMS, termasuk virus AIDS (BKKBN, 2010). D. Standar Prosedur Operasional tindakan Kebidanan Sebelum Operasi Sectio Caesaria Pelaksanaan tindakan asuhan sebelum dan sesudah operasi section caesaria adalah tindakan menyiapkan pasien yang akan dilaksanakan operasi.
17
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah tindakan sebelum operasi Sc, agar ibu dan bayi tertolongselama tndakan operasi. Mempersiapkan ibu dengan sebaik-baiknya agar ibu dan bayinya tertolong selamat. 1. Persiapan a. Periksa Lab lengkap (HB, AL, APTT, GOL,AT, HMT, HBsAG, GDS) b. K/P USG c. Siapkan resusitasi janin (prosedur tetap penanganan bayi baru lahir ) d. Siapkan obat-obatan sesuai prosedur tetap: al. Antikoagulasi, Antibiotika, analgetika, corticosteroid, dll. e. K/P siapkan tranfusi darah 2. Pelaksanaan Pre Oerasi 1. Siapkan mental pasien 2. Istri
dan
suami
atau
keluarga
yang bertanggung
jawab
menandatangani atau cap jempol surat peryataan persetujuan operasi/tindakan. 3. Beri konseling, pasang infuse 4. Beri informasi atau perosedur operasi secara sederhana jalannya operasi dan kenalkan dokter yang akan operasi 5. Beri informasi petugas KBY/IBS/menulis dipapan infoemasi IBS (penyerahan pkb)
18
6. Cukur bulu kemaluan, cukur daerah perut sampai bersih (K/P) 7. Pasien puasa/tahan makan dan minum minimal 6 jam 8. Tidak memakai perhiasan gigi palsu dan lain-lain 9. Siapkan obat-obatan dan status lengkap 10. Kosongkan kandung kencing/pasang DC 11. Kenakan topi/mitela baju operasi 12. Bimbing doa sebelum operasi 13. Observasi: DJJ, his, dan pengeluaran pervaginam 14. Bawa/antar pasien kekamar operasi dengan brangkar bersama status obat-obatan dll 15. Beritahu dokter bahwa pasien masuk OK E. Standar Prosedur Operasional Penatalaksanaan Sectio Caesaria Sectio caesaria
adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi
perabdominan dengan membuat sayatan pada dinding perut dan rahim atas indikasi tertentu. SPO digunakan sebagai acuan dilakukan tindakan sectio caesaria sehingga mendapat hasil tindakan yang optimal dengan mordibitas dan mortalitas ibu dan bayi serendah mungkin. Dilakukan pada pasien yang tidak bisa melalui persalinan pervaginam dengan indikasi tertentu 1. Tindakan section caesaria dilakukan atas indikasi tertentu dimana
bila
persalinan
dilakukan
pervaginam
meningkatkan risiko komplikasi pada ibu atau bayinya.
akan
19
2. Tindakan section caesaria dilakukan oleh seorang dokter spesialis obstetric dan ginekologi. 3. Indikasi section caesaria adalah: a. Disproporsi kepala panggul b. Letak lintang yang tidak berhasi dikoreksi c. Letak sungsang dengan taksiran berat badan janin >3500gram. d. Letak sungsang dengan ibu panggul sempit relative. e. Presentasi kaki f. Tumor yang menghalangi jalan lahir g. Hidrosefalus dengan jaringan otak yang masih baik h. Presentasi dahi i. Presentasi muka dengan dagu di belakang j. Panggul sempit absolute k. Tali pusat menumbung l. Plasenta previa totalis m. Plasenta previa dengan perdarahan banyak n. Plasenta previa lateralis yang menutupi lebih dari setenganh pembukaan servik o. Riwayat section caesaria dua kali p. Riwayat operasi pada daerah corpus uteri q. Tindakan ekstrasi vakum/ekstrasi forceps gagal
20
r. Plasenta previa lateralis/ margiralis dengan plasenta di SBR bagian belakang 4. Mempersiapkan tim dan peralatan a. Setelah ditetapkan adanya indikasi sectio caesaria, bidan ruang bersalin menghubungi dokter spesialis anak dan perawat ruang bayi serta dokter spesialis anastesi dan perawat kamar operasi. b. Dokter spesialis obstetric dan gineologi, anastesi dan anal: mendiskusikan keadaan pasien serta penyulit yang mungkin timbul selam dan setelah operasi serta pilihan cara anastesi. c. Perawat kamar operasi mempersiapkan peralatan operasi d. Perawat kamar bayi mempersiapkan peralatan resusitasi. 5. Persiapan pasien a. Periksa dan yakinkan kembali indikasi sectio caesaria sudah tepat b. Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan serta penyulit yang timbul c. Pasien
dan
keluarga
menandatangani
formulir
izin
persetujuan tindakan d. Pasang infuse dan siapkan darah untuk kemungkinan transfuse e. Pasang kateter f. Ganti pakaian khusus kamar operasi.
21
F. Standar Prosedur Operasional Lama perawatan operasi Caesar Wakttu untuk melakukan perawatan setelah ibu operasi Caesar. Mengobservasi ibu pasca operasi sehingga mencegah kompliksasi yang mungkin terjadi Setiap bidan mampu merawat optimal dalam waktu 4 hari 1. Pasien dating di bangsal sakinah 2. Melakukan anamnesis, mengkaji keluhan dan keadaan umum 3. Melakukan penyuluhan tentang rawat gabung, mobilisasi, asi ekslusif 4. Sampaikan pada pasien dan keluarga mengenai keadaan ibu dan diminta untuk aktif membantu 5. Mengobservasi luka operasi, perdarahan, dan keberhasilan menyususi. 6. Melakukan pengelolaan obat 7. Pastikanm pasien dan keluarga mengerti hal-hal yang disampaikan dan bersedia mematuhi semua aturan. 8. Melakukan evaluasi dalam 4 hari dan menganjurkan untuk control ulang G. Tindakan Pre Operasi dan Post Operasi Sectio Caesaria 1. Tindakan Pre Operasi section caesaria Prosedur operasi Caesar sudah mulai dilakukan sebelum operasi yaitu: a. Pemeriksaan fisik untuk merencanakan secara cermat jenis anastesi, lama dan teknik pembedahan, dan antisipasi kesulitan
22
atau komplikasi operasi. Umunya, pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum pasien, seperti tingkat kesadaran, status gizi, paru-paru, jantung, lambung, hati, limpa, anggota gerak, tekanan darah, pembuluh nadi, dan suhu tubuh. b. Pemeriksaan obstetric untuk memastikan keadaan, letak dan presentasi janin, seperti sungsang atau tidak, berapa perkiraan berat janin, janin tunggal atau kembar. c. Pemeriksaan darah dan labolatorium rutin, seperti hemoglobin (zat pewarna dalam sel darah merah), leukosit (sel darah putih), trombosit (keeping darah), dan golongan darah. Pada operasi yang sudah terencana, darah akan diambil dan dites untuk mengetahui kadar gulanya. d. Pemeriksaan alergi dan riwayat medis lain. e. Riwayat kesehatan, peyakit sebelumnya, seperti apakah pernah menderita penyakit paru (asma, tuberculosis), jantung (iskemi), hati (hepatitis), kelainan pembekuan darah, diabetes mellitus, dan riwayat
operasi
sebelumnya, serta
kesulitan atau
komplikasi yang pernah terjadi. Hal ini untuk meramalkan perlekatan dan kelainan organ, misalnya kanker. f. Pemeriksaan khusus, terutama pada ibu ang melahirkan pada usia lebih dari 40 tahun. Misalnya, rotgen untuk melihat kelainan paru, pemeriksaan darah untuk mengetahui kondisi ginjal,
kadar
gula,
hepatitis,kelainan
darah,
USG
23
(ultrasonografi) untuk mengetahui posisi dan besar tumor (jika ada). g. Pasien diharuskan puasa 6 jam sebelum operasi. Pasien darurat yang tidak dapat berpuasa harus dipasang pipa lambung dan dihisap sampai benar-benar kosong. h. Pesetujuan tindakan operasi dari istri dan suami. i. Baju pasien diganti dengan baju khusus yang di pakai selama dikamar operasi. j. Rambut sekitar kemaluan dan perut bagian bawah dicukur, meskipun kini tidak semua rumah sakit melakukannya. k. Apabila terdapat infeksi intrapartum(dalam persalinan) dan ketuban pecah lama pada masa sebelum operasi maka vagina dibersihkan dengan cairan betadin. l. Infuse diberikan sebelum, selama, dan setelah pembedahan. m. Memasukan kateter kedalam lubang saluran kemih, ini untuk menampung urin yang keluar selama dan setelah persalinan, apabila jika menggunakan bius total. n. Diruang operasi pasien akan dibaringkan dalam posisi yang tepat untuk prosedur tindakan di meja operasi sehingga mudah dan aman bagi dokter anastesi dan dokter obstetrik, dan para medis lainya untuk melakukan tugasnya. Pasien dibaringkan dengan wajah menghadap keatas dan kepala tengadah untuk memudahkan pernafasan.
24
o. Pemasangan tensi, infuse, dan kateter urin. p. Kulit perut dibersihkan dengan bilasan air dan sabun untuk membersihkan kontaminasi
lemak kulit
dan
perut
kotoran.
Untuk
mencegah
dioleskan
cairan
antiseptic.
Selanjutnya, dipasang dipasang kain steril dengan lubang yang telah dioleskan cairan antiseptic. Jika prsalinan dilakukan dengan bius regional, akan dibentang sehelai kain diatas perut pasien untuk menutupi jalanya operasi dari pandangan pasien. Setelah itu mulai dilakukan pembedahan. 2. Tindakan Post Operasi Sectio Caesaria Setelah dari ruang operasi pasien akan dibawa keruang pemulihan. Di ruang ini, berbagai pemeriksaan akan dilakukan, meliputi, pemeriksaan tingkat kesadaran, sirkulasi pernafasan, tekanan darah, suhu tubh, jumlah uurin ang tertampug dikantong urin, jumlah darah dala tubuh, serta jumlah darah dan bentuk cairan lokhea. Ini untuk tidak menemukan gumpalan darah yang abnormal atau perdarahan yang berlebihan. Kondisi rahim (uterus) juga akan diperiksa untuk memastikan bahwa keduannya dalam kondisi yang normal. Selain itu, dokter juga akan memantau keadaan emosional secara umum. Semua pemantauan ini untuk mengetahui kondisi ibu dan bayinya. Ketidak normalan atau gangguan kesehatan tubuh dapat diketahui melalui tanda-tanda tubuh yang muncul, serta semua alat monitoring tadi, termasuk apakah ibu dapat menyusui bayinya atau tidak. Oleh
25
karena itu, pemeriksaan dan monitoring akan dilakukan beberpa kali sampai tubuh dinyatakan sehat. Biasanya, pemeriksaan akan dilakukan setiap empat jam sekali pada hari pertama dan kedua, dan dua kali sehari pada hari ketiga sampai sampai saatnya pulang kembali kerumah. Setelah operasi, ibu juga tidak boeh langsung minum atau makan, kedua hal itu baru boleh dilakukan, jika fungsi organ pencernaan sudah kembali
normal. Umumnya, fungsi gastrointestinal (organ
pencernaan) akan kembali normal dalam 12 jam setelah operasi. Awalnya pasien akan diberikan diet cairan sedikit demi sedikit, baru kemudian makanan padat beberapa saat kemudian. Setelah melewati tahap kritis diruang pemulihan, Biasanya pasien dipindahkan keruang rawat inap.Persalinan yang dilakukan dengan operasi membutuhkan rawat inap yang lama dirumah sakit. Hal ini tergantung cepat
lambatnya
penyembuhan
ibu
akibat
proses
pembedahan. Hal ini membutuhkan waktu 3-5 hari setelah operasi. Pada hark ke-5, apabila tidak ada komplikasi, ibu diperbolehkan pulang kerumah. Berikut ini tindakan pemeriksaan selam ibu dirumah sakit: a. Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah. Pengukuran ini biasanya dilakukan beberapa kali dalam sehari. b. Jika pasien mendapat bius epidural maka efek biusnya kecil, sedangkan apabila menggunakan anastesi spinal, tungkai bawah
26
akan terasa kebas/baal, tidak dapat digerakan selama beberapa jam. Namun, apabila operasi mengunakan anastesi umum, biasanya pasien akan mengantuk , serta nyeri kerongkongan (akibat selang yang biasnya dimasukan kedalam mulut dan kerongkongan untuk membantu pernafasan). Selain itu, mulutpun terasa kering beberapa jam setelah operasi. Perasaan letih dan bingung mungin akan dialami sebagian besar ibu setelah melahirkan. Setelah itu, mungkin akan timbul perasaan tidak nyaman karena nyeri didaerah luka, terutama setelah pengaruh obat biusnya menghilang. c. Meskipun
persalinan
dengan
operasi,
pasien
juga
dapat
mengalami perdarahan vagina karena cairan lokhea akan mengalir dari rahim ibu. Jumlah dan penampilan lokhea yang bercampur darah akan dipantau secara teratur oleh bidan rumah sakit dengan menanyakan kepada pasien atau jika diperlukan akan pemeriksaan langsung dari pembalutnya. d. Bidan juga akan mencatat dan memeriksa air seni yang keluar dan tertampung dikantong urin selama ibu masih menggunakan kateter. Kateter masih deikanakan, sampai ibu masih merasa kuat bangun dari tempat tidur. Selainitu ditanyakan pula berapa kali sudah buang air besar. Kateter untuk membuang air kecil akan terus digunakan sampai 12-24 jam pascabedah. Namun apabila warna urin jernih maka pemasanga kateter akan berangsung lebih
27
lama. Kateter akan dipasang sampai 48 jam atau lebih jika pembedahannya akibat rupture uteri, partus lama atau macet, oedema perineum yang luas dan sepsis puerperalis atau pelvio peritonitis serta
hematuria. Apabila sampai terjadi perlukaan
pada akndung kemih,kateter dipasang sampai 7 hari. Pada umunya buang air besar pada ibu post SC terjadi pada hari ketiga. Biasanya, banyak wanita menjadi sembelit setelah peralinan karena sejumlah cairan hilng dari tubuh, sedangkan dubur menyerap air sebanyak mungindari tinja agar caira tubuh seimbang. Kejadian ini biasanya terjadi pada hari persama sampai hari kelima pasca peralinan Sectio Caesar. Biasanya diberikan obat pencahar dari rumah sakit dan menu makanan yang berserat tinggi seperti sereal dan buah-buahan. e. Tes darah kadang dilakukan sedikitnya sekali setelah persalinan untuk memastika bahwa hemoglobin ibu sudah kembali normal. f. Pada beberapa pasien, infus masih tetap dipasang, sampai kondisi tubuh pasien dikatakan normal biasanya setelah 24 jam pasca persalinan. Misalnya ibu sudah dapat makan atau minum dengan baik dan bangun dari tempat tidurnya. Pada enam jam setelah operasi ibu dapat diberi minuman hangat sedikit demi sedikit, kemudian secara bertahap lebih banyak biasanya terjadi pada pasien dengan anastesi regional (jika tidak muntah). Pada anastesi total biasanya leih lama. Pada anastesi regional ibu diperbolehkan
28
minum stelah ibu buang gas. Setelah itu ibu dapat minum sedikit demi sedikit dan dilanjutkan dengan makan makanan yang lembut. g. Bekas sayatan juga akan diperiksa, kalau diperlukan perban akan diganti.umunya, kasa pada perut akan diganti pada hari ketiga atau keempat atau sebelum pulang selanjutnya pasien dapat menggantinya setiap hari. h. Mengukur suhu tubuh. Apabila suhu tubuh mencpai 38°C atau lebih maka harus dicari penyebanya. Kemungkinan terjadi infeksi dalam tubuh. i. Gerakan tubuh membantu ibu memperoleh kembali kekuatan dengan cepat dan mempermudah kerja usus besar serta kandung kemih, paling tidak ibu bisa buang gas. Pada enam jam pertama ibu dibant untuk menggerakan lengan, tangan, kaki, dan jari-jari agar organ pencernaan segera kembali normal. Namun apabila gerakan ini masih terasa berat, setidaknya 12 jam setelah operasi sudah mampu mengerakan kakai dan tungkai bawah. Berawal dari sini ibu mulai duduk pada jam ke delapan sampai jam ke duabelas setelah operasi. Ibu dapat berjalan apabila mamp pada 24 jam stelah operasi. Namun, pada hari pertama setelah operasi ibu akan berjalan sempoyongan. Pada hari kedua ibu masih akan terasa lelah dan terganggu dengan adanya sayatan diperut bagian bawah. Ibu
29
dimintamemulai gerakan dar menggerakan ujung jari kaki, memeutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis, serta menekuk dan menggeser-geser kakai kearah pinggir tempat tidur. j. Dokter juga akan menannyakan mengenai kontrasepsi yang mungkin akan dikenakan. k. Dokter juga akan menganjurkan ibu untuk istirahat cukup setelah diberikan suntikan untuk mengurangi rasa sakit. l. Pada hari kedua dan ketiga jika ibu sudah dapat berjalan ibu diminta ntuk segera membersihkan diri untuk menjaga kebersihan ibu. m. Bidan juga akan menunjukan kepada pasien cara membersihkan tali pusat bayi yang belum putus. Pada beberapa rumah sakit malah tersedia penyuluhan mengenai hal ini bagi ibu-ibu yang baru melahirkan. n. Ibu akan diberi tanggal untuk pemeriksaan pasca persalinan dengan membawa bayi untuk melakukan pemeriksaan pertama setelah melahirkan. H. Perubahan-perubahan masa nifas post SC 1. Perubahan fisiologis a. Tanda vital Perubahan fisiologis pada tanda-tanda vital adalah : 1) Suhu badan
30
Suhu rektal pada suhu 24 jam pertama setelah melahirkan 37,5- 38 ºC, pada hari kedua atau ketiga dapat terjadi kenaikan suhu, namun tidak lebih dari 24 jam. Pemeriksaan suhu badan post SC dilakukan tiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit sekali pada jam selanjutnya. 2) Denyut nadi Nadi berkisar antara 60-80 kali permenit. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan. Frekuensi denyut nadi pada pasien post SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam untuk 2 jam berikutnya dan kemudian setiap 4 jam
( Medforth, 2012). Denyut nadi yang cepat dapat
disebabkan oleh infeksi. 3) Tekanan darah Tekanan darah pada post SC harus diperhatikan, tekanan darah normal antara 110-120 mmHg. Pemeriksaan tekanan darah post SC pada pasien post SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam untuk 2 jam berikutnya dan kemudian setiap 4 jam ( Medforth, 2012).
31
4) Suhu tubuh Suhu tubuh normalnya 35 ,5 C - 37 C pada pasien post SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam untuk 2 jam berikutnya dan kemudian setiap 4 jam ( Medforth, 2012). 5) Respirasi Pemeriksaan respirasi yang pertama adalah pastikan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi. Respirasi pada wanita post SC, selam tidak memiliki penyakit pernafasan akan kembali normal dengan cepat berkisar 18-20x//menit (Mochtar,2012). Observasi setiap setegah am pada dua jam pertama. Bila tanda vital stabil observasi dilanjutkan stiap satu jam (Rasjidi, 2009). b. Alat reproduksi Perubahan-perubahan fisiologis pada alat-alat reproduksi yaitu : 1) Uterus Selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat dan teratur, ini berlanjut 2 – 3 hari berikutnya, meskipn frekuensinya dan intensitasnya diurangi fator-faktor yang memperberat nyeri penyerta meliputi multipa, overdstersi uterus ( Jotowiyono, 2010). Pengeluaran lokea antara lain :
32
a) Lochea rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel decidua, vernik caseosa, dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan. b) Lochea sanguelenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan. c) Lochea serosa : berwaran kuning, cairan tidak berdarah lagi pada hari ke 7-14 pasca persalinan. d) Loche alba : cairan putih, setelah 2 minggu. e) Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah barbau busuk. f) Locheostasis : lochea tidak keluar lancar. c. Ligamen-ligamen Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, setelah berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelalang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan (mobilisasi) post SC. 2. Perubahan psikologi Farrer (2001 : 216), mengungkapkan bahwa perubahanperubahan psikologi pada ibu mas nifas : Perubahan yang mendadak dan dramatis pada status hormonal menyebabkan ibu berada dalam masa nifas menjadi
33
sensitif terhadap faktor-faktor yang dalam keadaan normal mampu diatasinya. Disamping perubahan hormonal, cadangan fisiknya sering sudah terkuras oleh tuntunan kehamilan dan persalinan. Keadaan kurang tidur, lingkungan yang asing baginya dan oleh kecemasan akan bayi, suami atau anak-anak yang lainnya. Depresi ringan akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu yang singkat setelah kondisi ibu membaik. a. Perubahan emosional ,hormonal, psikologis, sosial dan budaya ibu nifas 1) Setelah persalinan bedah sc, beberapa wanita mungkin akan mengalami perasaan emosi yang campur aduk seperti bingung dan sedih, terutama jika operasi tersebut dilakukan karena keadaan darurat (tidak direncanakan sebelumnya). Menurut penelitian hamper 50% ibu setelah melahirkan (baik melahirkan alami maupun operasi) mengalami depresi setelah melewati persalinan. Penelitian lain mengungkapkan, hamper 80% ibu baru, mengalami perasaan sedih setelah melahirkan misalnya perasaan ibu yang merasa tidak mampu atau kawatir akan bertanggung jawab barunya sebagai ibu, yakni merawat anak. Hal ini semakin menekan apabila lingkungan keuarga kurang membei perhatian padanya, melainkan, pada si kecil, ibu
34
akan merasa terisih. Keadaan ini yang lebih dikenal baby blues (Kasdu, 2003). 2) Perubah hormonal Setelah melahirkan, terjadi berbagai perubahan tubuh dalam proses mengembalikan fungsi organ reproduksi seperti semula karena setelah melahirkan, hormon progesteron dan ekstrogen mengalami proses perubahan kembali
ke
keadaan
sebelum
hamil.
penelitian 34% ibu baru, menderita
Berdasarkan post
partum
depression pada tahun pertamanya. Sampai saat ini, para dokter menilai post partum depression sebagai akibat dari perubahan hormon secara mendadak setelah melahirkan. 3) Adaptasi psikologi masa nifas Perubahan psikologis yang berangsung selama semingu pertama menyebabkan banyak wanita yang emosional dan perasaan labil. Ini terjadi 3-4 hari pertama. Kekuatiran alamiah dan tacit melahirkan, upaya fisik waktu bersalin merupakan pengalaman puncak yang dialami keluarga, kerabat maupu bidan. Jika masa nifas tidak dijalankan dengan baik maka akan mengarah pada kesulitan emosional atau depresi. Menurut Reva Rubin ada 3 fase selama periode nifas, yaitu:
35
a) Periode Taking-in (1) Periode ini terjadi sesudah melahirkan. Ib baru pada umumnya pasif dan tergantung pehatiannnya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya. (2) Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamnya waktu melahirkan (3) Tidur tanpa ganggguan sangat penting untuk mengurangib gangguan kesehatan akibat kurang istirahat. (4) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif. (5) Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat menfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik serta ibu
menceritakan
pengalamanya.
Berika
juga
dukungan mental serta apresiasi atas hasil perjuangn ibu sehingga dapat berhasil melahirkan bayinya. bidan harus menciptakan perasaan yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat laluasa terbuka mengemukakan permasalahan yang dihadapi pada bidan.
36
b) Periode taking hold (1) Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum. (2) Ibu mnejdi perhatian pada ibunya menjadi orang tua yang sukses dan maningkatkan tanggung jawab terhadap bayi. (3) Ibu
berkonsentrasi
pada
pengontrolan
fungsi
tubuhnya, BAB, BAK, Mobilisasi serta kekuatan dan ketahan tunuhnya. (4) Ibu
berusaha
keras
untuk
menguasai
asuhan
keperawatan bayinya. (5) Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut. (6) Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi. (7) Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara perawatan bayi, namun
harus
bimbingannya,
selalu jangan
diperhatikan sampai
teknik
menyinggung
perasaan atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia sangat sensitive.
37
c) Periode Leting Go (1) Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang kerumah, periode ini sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga. (2) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung kepadanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial. (3) Depresi post partum umunya terjadi pada periode ini. 4) Factor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain: (a) Respon dan dukungan keluarga dan teman Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang baru oertam kali melahirkan akan sangatmembutuhkan dukungan orang-orang terdekat karena ibu belum sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya. Dengan respon positif dari lingkungan, akan mempercepat proses adaptasi peran ini sehingga akan mempermudahkan bagi bidan untuk memberikan asuhan yang sehat.
38
(b) Hubungan
pengalaman
melahirkan
dan
membesarkan anak yang lalu. Walaupun bukan pengalaman pertama untuk melahirkan bayinya, namun kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya tidak berbeda adalah teknik penyampaian dukungan yang diberikan lebih kepada support dan apresiassi dari keberhasilan dalam meewati saat-saat sulit pada persalinan yang lalu. (c) Pengaruh budaya Adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasian ibu dalam melewati saat transisi ini. I. Perawatan pasca operasi 1. Perawatan luka insisi Proses sterilisasi yang baik pada alat-alat operasi dan kamar bedah, ditambah dukungan antibiotik yang adekuat membuat perawatan luka operasi menjadi jauh lebih mudah. Luka pasca operasi dapat diolesi salep antibiotik atau dilapisi Sofratulle®, lalu ditutup dengan plester plastik sekali pakai (disposable), yang salah satunya dikenal dipasaran dengan nama dagang Tegaderm®. Penggunaan plester plastik tersebut sangat memudahkan pasien karena pasien dapat mandi meskipun plester baru dibuka pada hari ketujuh atau hari kedelapan.
39
2. Komplikasi luka operasi Secara umum, luka operasi yang ditata laksana secara adekuat jarang mengalami komplikasi, tetapi pada kasus-kasus tertentu, dapat dijumpai luka operasi yang basah. a. Luka operasi yang mengeluarkan darah, eksudat, atau nanah. Ditata laksana dengan melakukan pemijatan untuk mengeluarkan semua darah, eksudat ataupun nanah yang masih ada dibawah kulit. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, luka operasi yang basah dirawat secara basah pula, dengan menggompres luka dengan kasa lembab. Kasa dilembabkan dengan meneteskan cairan steril ditambah antibiotik atau dengan menambahkan Rivanol tiap 15 menit untuk menarik cairan bawah kulit yang tersisa. Kasa diganti 2x sehari atau jika telah terlihat kotor. b. Luka operasi yang berlubang. Apabila masih ada cairan darah atau nanah, luka yang berlubang tersebut tetap tertata laksana seperti pada penjelasan nomor 1. Pemeriksaan kultur ditambah uji sensitifitas antibiotik pada spesimen nanah akan sangat membantu untuk memilih antibiotik. c. Apabila luka terbuka terbuka lebih dalam sampai kelapisan fascia, atau lebih dalam lagi hingga menembus rongga abdomen, luka ditata laksana dengan melakukan penutupan luka (penjahitan) sekunder di kamar bedah.
40
3. Anastesi pada seksio sesaria Jenis tindakan anastesi yang lazim dilakukan pada pasien seksio sesaria adalah sebagian berikut. a. Anastesi umum Disebut juga dengan istilah general anasthesia, adalah teknik pembiusan yang membuat pasien tidak sadar selama operasi. Teknik tersebut
sudah
lama
dipergunakan,
tetapi
seiring
dengan
perkembangan ilmu anastesi, teknik ini perlahan-lahan mulai ditinggilkan, kecuali pada kasus-kasus tertentu. Keuntungn teknik tadi adalah pasien lebih tenang dan pergerakan usus lebih terkendali. Kekurangannya adalah : 1) Jika proses pengeluaran janin lama, janin akan ikut terpengaruh sehingga nilai APGAR akan turun. 2) Pasien harus menjalani puasa pascaoperasi hingga flatus atau bising usus (+), yang dapat berlangsung sampai 24 jam. 3) Mual muntah 4) Biaya yang relatif lebih mahal. b. Anastesi spinal Proses pembiusan melalui tulang punggungsehingga yang mati rasa hanya dari pinggang kebawah dan pasien tetap sadar. Teknik ini kini sangat populer. Keuntungan anastesi spinal adalah :
41
a) Pasien tetap sadar b) Janin tidak berpengaruh walaupun proses pengeluaran janin berlangsung lama c) Sesuai stabilisasi pasien dapat berlangsung lama d) Sesuai stabilisasi, pasien dapat langsung minum dan makan secara bertahap e) Biaya yang relatif lebih murah f) Komplikasi lebih sedikit Kerugian adalah : a) Pasien harus tetap berbaring selama 24 jam b) Dapat terjadi nyeri tengkuk atau nyeri kepala 4. Tempat perawatan pasca bedah Tindakan dikamar opersai selesai, pasien dipindahkan ke kamar operasi khusus yang dilengkapi dengan alat pendingin udara selama beberapa hari, jika setelah pembedahan keadaan pasien gawat segera pindahkan pasien ke unit perawatan intensif (intensive care unit) untuk perawatan bersama dengan unit anastesi karena ICU mempunyai peralatan yang menyelamatkan pasien yang lebih lengkap. Setelah beberapa hari dirawat didalam kamar perawatan khusus atau unit perawatan intensif dan keadaan pasien mulai pulih, barulah pasien dipindahkan keruang perawatan semula. Di ruang nifas, perwatan luka dan pengukuran tanda-tanda vital pasien dilanjutkan seperti bias.
42
5. Pemberian cairan dalam infus dan diet Prisip pemberian cairan diet sebenarnya bergantung pda tindakan anastesi yang telah dilakukan pada pasien. Pada pasien yang dibius dengan anastesi spinal, tidak ada aturan khusus untuk memberikan cairan dan diet karena pada prinsipnya, pasien dapat segera minum dan makan setelah keadaran kembali. Cairan infus sebagai selain sebagai sumber asupan cairan, sering juga dipergunakan sebagi tempat pemberian antibiotik dan analgetik intravena dianggap sudah mencukupi, infus dapat segera dilepas dan pemberian obat-obatan. Pada dilanjutkan peroral. Pada pasien yang dianastesi umum, pemberian cairan harus lebih diperhatikan karena pasien harus dipuasakan sampai bising usus sudah terdengar. Selama puasa itu, asupan kalori dan jumlah kalori harus dihitung. Secar umum, pemberian infus Valamin®, Futrolit® dan cairan sejenisnya yang cukup memadai. Diet dapat diawali dengan makanan lunak diikuti makanan biasa tinggi serat. Pemberian makanan sering kali tidak diperlukan karena pada operasi seksio sesaria, tidak ada manipulasi pada saluran cerna. 6. Penatalaksanaan nyeri 24 jam pertam pasca operasi, pasien akan merasa nyeri sehingga diberikan
analgetik yang adekuat. Rasa nyeri pada pasien yang
mendapat anastesi spinal timbul sejak tungkai bawah mulai dapat
43
digerakan. Lazimnya penghilang sakit tlah diberikan dalam tetesan infus oleh dokter anastesi, selanjutnya analgetik dapat diberikan diruang rawat. 7. Kateterisasi Pengosongan kandung kemih pada bedah kebidanan pervaginam sama denga persalinan biasa jika tidak ada luka robekan yang luas pada jalan lahir. Jika terdapat luka robekan yang luas, untuk mencegah iritasi dan pencemaran oleh urin, kandung kemih dikosongkan dengan kateter. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri yang tidak enak pada pasien, menghalangi involusi uterus, dan menyebabkan perdarahan. Karena itu, dianjurkan pemasangan kateter tetap dauer atau kateter belon yang dipasang selama 24-48 jam tau lebih, tergantung jenis operasi dan keadaan pasien. Dengan cara tersebut, urin dapat ditampung dan diukur dalam botol plastik secara periodik. Apabila tidak dipasangkateter tetap, dianjurkan untuk melakukakan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam jam pascabedah, kecuali psien dapat buang air kecil sendiri sebanyak 100 cc atau lebih dalam satu jangka waktu. Selanjutnya kateterisasi diulangi setiap 8 jam, kecuali pasien dapat buang air kecil sendiri. 8. Pemberian obat-obatan a. Antibiotik, kemotrapi dan antiimflamsi. Seasepsis apapun kita bekerja , tidak ada jaminan luka akan sembuh perprimum tanpa pemberian antibiotik. Ditambah dafpula, sebagian besar pasien yang menjalani bedah kebidanan adalah pasien
44
yang tidak terdaftar dan dikirim dari luar. Sebelum dikirim oleh penolong yang pertama biasanya telah dilakukna manipulasimanipulasi pervaginam yang sepsis dan dapat menimbulkan infeksi inttrapartum. Dipihak lain, fasilitas rumah sakit yang benar-benar asepsis masih disangsikan keberadaanya. Karena itu pada bedah kebidanan pervaginam dan perabdominal, bagaimanapun luka pasien, perlindungan antibiotik masih diperlukan. Pedoman umum pemulihan dan pemberian antibiotik adalah sebagai berikut. 1) Golongan
antibiotik
yang
aman
dan
efektif
untuk
pascapersalinan dan pasca operasioperasi adalah golongan sefalosporin generasi kedua atau ketiga, seperti sefadroksil atau seftriakson. Kombinasi dengan metronidazol akan memberikan hasil yang lebih memuaskan karena akan memberikan hasil yang lebih memuaskan karena akan menckup juga kumankuman anaerob. Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual. 2) Pada kasus-kasus tertentu, pasien masih dapat terinfeksi, yang ditandai denga luka yang basah, bernanah, maupun timbul demam. Jika terjai demikian lalukan uji efektivitas antibiotik pada kultur spesimen darah (pus) atau kultur darah. Pemberian antibiotik diberikan pada uji sensivitas terebut.
45
b. Mobilisasi segera dan banyak minum air hangat akan mencegah pasien kembung. Jika terdapat kembung dapat diberikan klopramid 3 x 10 mg setelah jam sebelum makan. Kombinasi dengan antasid yang mengandung dimetilpolisiloksan akan memberikan hasil yang lebih baik. c. Obat pelacar ASI, seperti Laktafi®, Milmor®, dapat diberikan beberapa kali sebelum operasi /melahirkan. d. Vitamin C, B Complek dpat diberikan untuk mempercepat penyembuhan pasien. e. Obat-obatan pencegah perut kembung. Untuk mencegah perut kembung dan untuk memperlancar kerja saluran cerna, dpat diberikan obat-obatan melelui suntikan dan peroral. Antaralain primperam, prostigmin, dan sebagainya. Apabila terjadi distensi abdomen, yang ditandai denga
adanya perut kembung dan
meteorismus dilakukan dekompresi dengan pemasangan pipa rektal dan pipa nasal. Boleh juga diberikan bisakodil supositiria, 36 jam pascabedah. f. Obat-obatan lainya Untuk meningkatkan vitalitasdan keadaan umum pasien, dapat diberikan roboransia, obat antiimflamansi, atau tranfusi darah pada pasien yang anemis (muchtar, 2012).
46
J. Mobilisasi 1. Pengertian mobilasi Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur denga tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehatanya. 2. Mobilisai dini Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin ditempat tidur dengan melatih bagian – bagian tubuh untuk melakukan peregangan.Mobilisasi dini segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan luka pada ibu post Sectio Caesarea. Kemajuan mobilisasi dini tergantung pada jenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai. Apabila menggunakan epidural atau spinal block, mobilisasi dini dimulai dengan tubuh bagian bawah dapat merasakan sehingga dapat menggoyangkan kaki, selanjutnya mulai miring ke kanan dan ke kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam secara berturut-turut duduk, berjalan disekitar tempat tidur dan mulai berjalan dalam jarak pendek (Setyowati, 2012). Mobilisasi segera, tahap demi tahap, sangaat berguan untuk membantu penyembuhan
pasien. Kemajuan mobilisasi bergantung
pula pada jenis yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai. Secara psikologis mobilisasi juga memberika kepercayaan
47
diri bahwa pasien dia mulai sembuh. Perubahan gerakan dan posisi harus diterangkan kepada pasien dan keluarga yang menunggui. Mobilisasi bertujuan untuk memenuhi kebutuan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas reksreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahnkan knsep diri, mengepresikan diri dengan gerakan non verbal. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada satu rentang. Imobilisasi dapat berbentuk tirah baring dan bertujuan mengurangi aktifitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh., mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh system neuromuscular, meliputi system otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, dan saraf. a. Otot skeletal. Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relakssi yang bekerja sebagai system pembangkit. b. Skeletal Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan berdiri dari empat tipe tulang. Panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan).System
skeletal
berfungsi
dalam
pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentuka sel darah merah.
48
c. Sendi Sendi adalah hubungan diatara tulang, diklasifiksikan menjadi ; 1) Sendi sinostik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe send ini. Contoh : sacrum, pada sendi vertebrata. 2) Sendi
kartilaginous/sinkondrodial,
memiliki
sedikit
pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartlago untu menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi kostosternal antara sternum dan iga. 3) Sendi
fribrosa/sindesmodial,
permukaan
tulang
disatukan
adalah
sendi
dimana
dengan
ligament
atau
membrane. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dalam jumlah yang terbatas. Contoh ; sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula). 4) Sendi synovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakan secara bebas dimana permukaan tulang dan pendekatan dilapisi oleh kartilagi artikular dan dbungkus oleh ligamen membrane synovial. Contoh : sendi putar seperti sendi pangkal pada (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
49
d. Ligament Ligament adalah jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. e. Tendon Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, dan menghubungka otot dengan tulang.Tendon sifatnya kuat, fleksibe da tidak elastic serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi. f. Kartilago Kartilago adalah jaringan pengdukung yang mempunyai vaskuler, terutama berada di sendi dan totaks, trachea, laring hidung, dan telinga. g. System saraf Site saraf mengatur mengatur pergerakan dan system tubuh.cArea motorik volunter utama, berada di konteks srebral, yaitu di girs prasentral atau alur motorik. h. Propripsepsi Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui simulasi dari bagia tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secra berkesinambungan. Misalnya : proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk member postur yang benar ketika berdiri dan berjalan. Saat
50
berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.Propriseptor
memonitor
tekanan,
melanjutkan
informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi. 3. Factor yang mempengaruhi mobilisasi a. System muscular b. Gaya hidup c. Ketidakmampuan d. Tingkat energy e. Tingkat perkembangan 4. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada: a. Musculoskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan abnormalnya sendi dan gangguan metabolisme kalsium. b. Kardiovaskulerseperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung dan pembentukan thrombus. c. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik. d. Metabolisme
dan nutrisi antara lain laju metabolism,
(metabolism lemak dan protein), ketidak seimbangan cairan dan elekrtolit (ketidakseimbangan kalsium), dan gangguan pencernaan (konstipasi). e. Eliminasi urin sperti stasis urin meningkat resiko terjadi infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
51
f. Integument seperti ulkus dekubitus adaah akibat ischemia dan anoksia jaringan. g. Neuro sensori dapat terjadi sensori deprivation. 5. Respon psikososial Meningkatkan
respon
emosional,
intelektual,
sensori
dan
sosiokultural.Perubahan emosional yang paling umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-bangun, dan gangguan koping. 6. Rencana asuhan a. Mencoba mobilisasiatau menggerakan tubuh b. Menjaga vital sigh c. Mengatur sekresi jalan nafas d. Menjaga fungsi kardiovaskuler e. Menjaga pola tidur f. Menaga sosialisasi g. Mencoba merawat diri secara mandiri h. Mecoba melaukan aktifitas fisik i. Mencegah terjadinya tromboflebitis (Handiyani, Mobilisasi dan imobilisasi) K. Bila mobilisasi tidak dilakukan Bila mobilisasi tidak dilakukan maka akan terjadi tomboemboli kemudian menjadi tromboflebitis.
52
1. Tromboemboli a. Pengertian tromboemboli Tromboemboli berasal dari kata thrombus dan emboli.Thrombus adalah kumpulan factor darah terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya unsure seluler yang sering menyebabkan obstruksi vaskuler pada akhir pembentukannya. Tromboemboli adalah obstruksi pembuluh darah dengan bahan trombolik yang dibawa oleh darah dari temnpat asal untuk menyumbat. Statis vena pada ekstremitas bawah yang disebabkan karena melemahnya diniding pembuluh darah dan penekanan vena-vena utama akibat pembesaran uterus. Meskipusn system bekua darah kembali ke tingkat normal sebelum kehamilan, resiko terjadinya thrombosis tetap berlanjut 4-5 minggu setelah persalinan. b. Tanda dan Gejala Tromboemboli Tromboemboli pada masa nifas pada umumnya sering ditandai dengan: 1) Manifestasi
klinik
klasik
yang
disebut
dengan
phlegmasia alba dolens atau milk yaitu berupa edema tungkai dan paha 2) Disertai rasa nyeri yang hebat 3) Sianosis local
53
4) Demam yang terjadi karena terlibatnya vena dalam dari kaki sampai region illeofemoralis. Nyeri pada otot betis baik spontan ataupun akibat peregangan
tendon
Achilles
(homan’s
sign)
tidak
mempunyai arti klinis yang bermakna karena tanda yang sama seringkali ditemukan pada awal masa nifas akibat tekanan oleh peyangga betis meja obstetric saat persalinan. Derajat nyeri tidak berhubungan dengan risiko terjadinya emboli karena banyak penderita emboli paru yang sebelumnya tidak menunjukkan tanda – tanda thrombosis vena. c. Factor resiko yang meningkatkan tromboemboli 1) Bedah kebidanan 2) Persalinan pervaginam dengan tindakan 3) Usia lanjut ibu hamil dan melahirkan 4) Duprusi laktasi dengan menggunakan preparat ekstrogen 5) Sickle cell disease 6) Riwayat tromboflebitis sebelumnya 7) Penyakit jantung 8) Immobilisasi yang lama 9) Obesitas 10) Infeksi maternal dan infeksi vena kronik 11) Multipara
54
12) Farises 13) Preeklamsi 14) Persalinan lama 15) Anemia 16) Perdarahan d. Klasifikasi tromboemboli Tromboemboli pada umumnya terjadi pada vena-vena kecil didaerah betis dan meluas di daerah proksimal sampai vena femoralis atau iliaka, jarang sampai vena cava inferior. Pada mnasa nifas adalah vena-vena pelvis karena kurangnya aliran darah akibat hipertrofi vena uterus.Trombi dapat meluas ke vena iliaka dan dapat diikikuti terjadinya emboli paru yang fatal. Jika terjadi bekuan darah dalam vena tanpa didahului oleh inflamasi sebelumnya, keadaan ini disebut flebotrombosisi. Sedangkan jika thrombosis terjadi akibat adanya peradangan diding vena sebelumnya disebut tromboflebitis. 2. Tromboflebitis a. Pengertian Tromboflebitis Tromboflebitis adalah peradangan vena yang terjadi dikaitkan
dengan
(Manuaba,2010).
bekuan
intervaskular
atau
trombus
55
b. Tanda dan Gejala Tromboflebitis 1) Tromboflebitis Pelvik a) Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping b) timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa panas. c) Menggigil berulang kali d) Suhu badan naik turun secara tajam (360◦c menjadi 400◦c). e) Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan. f) Cenderung terbentuk PUS, yang menjalar ke manamana, terutama ke paru-paru. g) Pada pemeriksaan leukosit tidak ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika, yang sukar dicapai pada pemeriksaan dalam. 2) Tromboflebitis Femoralis a) Pada salah satu kaki yang terkena, akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut : b) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya. c) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas.
56
d) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha. e) Reflektorik akan terjadi spasmus sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, nyeri dan dingin dan pulsasi menurun. f)
Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.
g) Nyeri pada betis, yang dapat terjadi spontan atau dengan memijit betis. h) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 – 10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 – 20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali c. Factor resiko yang meningkatkan tromboemboli Pertambahan usia, semakin tua maka semakin beresiko terjadi tromboflebitis. 1) Episode tromboflebitis sebelumnya 2) Pembedahan obstetric 3) Kelahiran 4) Obesitas 5) Imobilisasi
57
6) Trauma vaskular 7) Varises 8) Multiparietas 9) Supresi laktasi dengan esterogen 10) Infeksi nifas d. Klasifikasi Tromboflebitis 1) Tromboflebitis Femoralis Yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau kedua vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embosis yang disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan pada intima pembuluh darah, perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah, atau karena pengaruh infeksi atau venaseksi. 2) Tromboflebitis Pelvik Mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dektra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedang perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior. Perluasan infeksi dari vena uterina ialah ke vena iliaka komunis.
58
Bakteri yang biasanya berkaitan dengan tromboflebitis streptokokus anaerob dan bakteriodes (Winkjosastro, 2010). II.
Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan,ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien (Varney, 2007). Manajemen kebidanan terdiri dari VII langkah yang berurutan, yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. langkah – langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap dan bisa di aplikasikan dalam semua situasi yaitu: A. Langkah I Identifikasi Data Dasar Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap melalui data subjektif dan objektif dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesis, Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, riwayat kesehatan sebelumnya dan riwayat kesehatan terbaru, serta Pemeriksaan penunjang. 1. Pengumpulan Data a. Data Subjektif terdiri dari : 1) Biodata / Identitas
59
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat. 2) Riwayat penyakit Riwayat penyakit diderita sekarang, riwayat penyakit sekarang yang menyertai, riwayat kesehatan lalu, riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat pemenuhan nurtisi, riwayat kesehatan keluarga, data psikologis klien, data sosial, data spiritual, pola eliminasi, serta pola tidur/istirahat. 3) Pola kebiasaan sehari-hari (1) pola pemenuhan kebutuhan nutrisi sebelum dan pasca operasi, kapan dan beberapa banyak klien makan dalam satu hari, jenis makanan pokok, buah-buahan apa saja yang sering dimanakan, makan- makanan yang banyak mengandung kalori dan protein. (2) Pola aktivitas sebelum dan pasca operasi Kegiatan sehari-hari di rumah maupun di luar rumah. Apakah klien masih bias melaksanakan kegiatan seperti sebelum sakit. (3) Pola pemenuhan istrirahat tidur sebelum dan pasca operasi. Kapan dan berapa lama tidur. Adakah gangguan / perubahan pola tidur.
60
(4) Pola eliminasi sebelum dan pasca operasi. Apakah klien buang air besar ( BAB )/ buang air kecil ( BAK ) secara tertur, berapa kali klien buang air besar ( BAB )/ buang air kecil ( BAK ) dalam satu hari. (5) Pola kebersihan diri sebelum dan pasca operasi Berapa kali klien mandi, berapa kali keramas, berapa kali klien mengosok gigi. b. Data Objektif meliputi : 1) Pemeriksaan umum Pemeriksaan umum yang harus diperhatikan yaitu keadaan umum dan tanda-tanda vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu. Pada menometroragia akan didapatkan kegelisahan dan kekhawatiran dari klien. 2) Observasi dan pemeriksaan fisik. Observasi
dan
pemeriksaan
fisik
merupakan
metode
pengumpulan data yang tidak dapat dipisahkan, observasi adalah melihat, memperhatikan sesuatu pada pemeriksaan fisik. Pada saat observasi dilakukan inspeksi, palpasi, auskultasidan perkusi. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien dengan mobilisasi dini yaitu pemeriksaan : a.
Kepala Meliputi rambut, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan bibir.
61
b. Leher Adakah bejolan/ pembesaran kelenjar getah bening dan gondok, adakah bekas luka/operasi. c. Abdomen Bentuk normal/tidak, adalah bekas luka, bagaiman keadaan hepar, limpa, kandung kemih, adakah bejolan, teraba massa/tidak. d. Kulit Warna, kebersihan, adakah luka, bekas luka/operasi. e. Genitalia Bentuk normal atau tidak, adakah benjolan, varices, adakah pengeluaran darah pervaginam ( menstruasi ), warna, mengalir atau tidak. f. Ekstremitas Adakah kelainan pada ekstermitas superior dan inferior, simetris atau tidak, bagaimana reflek patella kanan dan kiri. 4) Melakukan pemeriksaan penunjang (laboratorium) 1) Pemeriksaan laboratorium Hemoglobin, eritrosit, leukosit. 2) Perawatan luka Untuk mengetahui kemungkinan bekas luka jahitan basah, terdapat nanah atau darah.
62
B. Langkah II Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual Pada langkah ini di lakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data (subjektif dan objektif) yang telah di kumpulkan. Data dasar yang sudah di kumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Seorang wanita umur nifas post SC dengan rendahnya mobilisasi dini. Data dasar : Data subjektif : pasien belum bisa mobilisasi dini selama 2-3hari pasca operasi SC. Data objektif : tampak as jahitan, cepat lelah, sesak nafas, tekanan darah dibawah normal, perdarahan terjadi dalam siklus. C. Langkah III Identifikasi Diagnose / Masalah Potensial Langkah
III merupakan langkah ketika
bidan melakukan
identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan di lakukan pencegahan. Bidan di harapkan waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis/masalah potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Pada klien nifas post SC dengan rendahnya mobilisasi dini masalah potensial dapat terjadi perdarahan berulang dan tromboemboli.
63
D. Langkah IV Melaksanakan Tindakan Segera Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien. Pada langkah ini, mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/untuk dikonsultasikan atau di tangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Berdasarkan teori, kasus rendahnya mobilisasi dini perlu dilakukan tindakan segera untuk mengantisipasi terjadinya tromboemboli dan proses penyembuha luka terlalu lama. E. Langkah V Perencanaan Tindakan Asuhan Kebidanan Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang di tentukan berdasarkan langkah-langkah
sebelumnya.
Langkah ini
merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosis yang telah di identifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana tindakan pada klien dengan rendahnya mobilisasi dini dapat dibuat bersama petugas kesehatan, klien dengan keluarganya berdasarkan urutan prioritas masalah. a. Observasi keadaan umum klien. b. Observasi vital sign meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, suhu badan, pernafasan dilakukan setiap 8 jam sekali. c. Observasi luka jahitan.
64
d. Optimalkan pemberian nutrisi yang adekuat, berikan konseling informasi edukasi( KIE ) makanan yang mengandung banyak kalori dan protein. e. Berikan pengobatan dan anjukan untuk melanjutkan pemeriksaan. f. Lakukan kolaborasi dengan petugas fisioterapi untuk pemeriksaan lanjut. g. Lakukan cek laboratorium ulang. F. Langkah VI Implementasi Asuhan Kebidanan. Pada langkah ini di lakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. a. Mengobservasi keadaan umum klien baik atau cukup. b. Mengontrol vital sign, meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, suhu badan, pernafasan, dilakukan 3 kali sehari atau setiap 8 jam ( pagi, siang, malam ). c. Observasi keadaan luka bekas jahitan. d. Mengoptimalkan pemberian nutrisi yang adekuat dengan motivasi klien untuk tidak berpantang pada suatu makanan dan menanjurkan untuk makan dengan gizi seimbang. e. Memberikan
pengobatan
berupa
obat
oral/
suntikan
menganjurkan untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan.
dan
65
f. Melakukan
kolaborasi
dengan
petugas
fisioterapi
untuk
pengobatan/pemberian obat lanjutannya. g. Melakukan pengambilan darah untuk cek laboratorium ulang. G. Langkah VII Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan Pada langkah VII ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Hal yang di evaluasi meliputi apakah kebutuhan telah terpenuhi dan mengatasi diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasi. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif, sedangkan sebagian lain belum efektif. Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan, maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif. Tanggal….jam….paraf a. Keadaan umum baik/ cukup b. Vital sign Tekanan darah
: 90/60 mmHg – 130/90 mmHg
Nadi
: 60 – 100 x/ menit
Respirasi
: 16 – 24 x/ menit
Suhu badan
: 36-37
c. Mobilisasi dini pasien Tingkat mobilisasi dini pasien sudah dapat miring kanan/kiri, duduk, dan berdiri..
66
d. Klien dan keluarga mengerti atau tidak dengan penjelasan yang disampaikan, menyetujui atau tidak dengan tindakan yang akan dilakukan. e. Hasil pemeriksaan laboratorium Darah meliputi
Hasil normal
Hemoglobin wanita
: 12-15 gr%
Eritrosit wanita
: 4-5 juta/ ml
Leukosit wanita
: 5.000 – 10.000/ ul
f. Hasil pemeriksaan USG oleh dokter spesialis kebidanan Teori manajamen kebidanan lain yang dapat menjadikan bahan penguatan studi kasus adalah follow-up data perkembangan kondisi klien. Dalam pendokumentasian data perkembangan kondisi klien pada ibu nifas post SC dengan rendahnya untuk mobilisasi dini, penulis menggunakan metode pendokumentasian yang disebut dengan SOAP. SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan dipakai untuk mendokumetasikan asuhan pasien dalam rekam medis pasien sebagai catatan kemajuan atau perkembangan. S : Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien meliputi analisa melalui anamnesa sebagai langkah 1 Varney. Data subjektif pada kasus menometrorargia didapatkan dari hasil wawancara langsung pasien.
67
O : Objektif Menggambarkan pendokumentasian dan catatan medic pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnostic yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung analisa sebagai langkah 1 Varney. Data objektif pada kasus rendahnya mobilisasi dini adalah hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. A : Analisa Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi masalah kebidanan serta kebutuhan sebagai langkah 3 dan 4 dari 7 langkah Varney. P : Penatalaksanaan Penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif ; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/ follow up dari rujukan sebagai langkah 3, 4, 5, 6 dan 7 Varney. Dalam penatalaksanaan terdapat juga intervensi yaitu data subjektif, objektif berubah atau tidak tergantung. Data yang sudah ada selanjutnya dievaluasi untuk menganalisis respon klien terhadap intervensi yang diberikan. ( KepMenKes RI No.938/menkes/SK/VII/2007 ) III.
Standar pelayanan kebidanan A. Ruang Lingkup Standar Pelayanan Kebidanan
68
Pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetri-neonatal merupakan komponen penting bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan kebidanan disetiap tingkatan pelayanan kebidanan di setiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujutkan, maka angka kematian ibu dapat diturunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini mencakup standar untuk penanganan keadaan tersebut, disamping standar untuk pelayaan kebidanan dasar. Dengan demikian
ruang
lingkup standar pelayanan kebidanan
meliputi 24 standar yang dikelompokan sebagai berikut: a. Standar pelayan umum (2 standar) b. Standar pelayanan antenatal (6 standar) c. Standar pertolongan persalinan (4 standar) d. Standar pelayan nifas (3 standar) e. Standar pelayanan kegawatdaruratan obstetri-neonatal (9 standar) B. Standar pelayanan nifas Terdapat tiga standar pelayanan nifas a. Standar 13: Perawatan bayi baru lahir Peryataan standar: Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. hipotermia.
Bidan
juga
harus
mencegah
atau
menangani
69
Hasil: 1) Bayi baru lahir menerima perawatan dengan segera dan tepat 2) Bayi baru lahir mendapatkan dengan segera dan tepat untuk memulai pernafasan dengan baik 3) Penurunan
kejadian
hipotermi,
asfiksia,
infeksi,
dan
hipokglikemia pada bayi baru lahir 4) Penurunan terjadinya kematian bayi baru lahir. b. Standar 14: Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan Peryataan standar: Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mmpercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI. Hasil: 1) Komplikasi segera deteksi dan dirujuk 2) Penurunan kejadian infeksi pada ibu dan bayi baru lahir 3) Penurunan kematian akibat perdarahan pasca persalinan primer 4) Pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama sesudah persalinan. c. Standar 15: Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas Peryataan standar:
70
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar; penemuan dini, penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas; serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB. Hasil: 1) Komplikasi pada masa nifas segera dideteksi dan dirujuk bpada saat yang tepat 2) Mendukung dan menganjurkan pemberian ASI ekslusif 3) Mendukung penggunaan cara tradisional yang berguna dan menganjurkan untuk menghindari kebiasaan yang merugikan. 4) Menurunkan kejadian infeksi pada ibu dan bayi 5) Masyarakat
semakin
menyadari
pentingnya
keluarga
berencana/penjarangan kelahiran 6) Meningkatkan imunisasi pada bayi. IV.
Landasan Hukum Lingkup pelayanan kebidanan kepada wanita meliputi penyuluhan dan konseling, pemeriksaan fisik, pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pertolongan pada kehamilan abnormal, pertolongan persalinan normal, pertolongan persalinan abnormal, pelayan ibu nifas normal, pelayanan ibu
71
nifas abnormal meliputi retensio plasenta dan infeksi ringan, pelayanan dan pengobatan pada klien ginekologis yang meliputi keputihan, perdarahan, tidak teratur, dan penundaan haid (KEPMENKESRI No 900 pasal 16). V.
Etika Dalam Penelitian Kebidanan Menurut Kode Etik Bidan Internasional adalah bahwa bidan seharusnya meningkatkan pengetahuannya melalui berbagai profesi seperti dari pelayanan kebidanan dan dari riset kebidanan. Riset dan diseminasinya menjadi tanggung jawab bidan. Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kebidanan makin tinggi, karena semakin maju jaman, dan kita memasuki era globaisasi, dimana akses informasi bagi masyarakat juga semakin meningkat. A. Tujuan Penelitian 1. Memajukan ilmu pengetahuan dalam kaitan untuk meningkatkan pelayanan 2. Kemajuan dalam bidang ilmu penelitian itu sendiri B. Prinsip Penelitian Menurut Helsinski prinsip dasar penelitian yang mengambil objek manusia harus memenuhi ketentuan: 1. Bermanfaat bagi manusia 2. Harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus didasarkan pengetahuan yang cukup dari dukungan kepustaan ilmiah.
72
3. Tidak membahayakan objek (manusia) penelitian itu (diatas kepentingan yang lain) 4. Tidak merugikan atau menjadikan beban baik waktu, materi maupun secara emosi dan psikologis. 5. Harus selalu dibandingkan rasio untung-rugi-resiko. Maka dari itu penelitian tidak ada factor eksploitasi, atau merugikan nama baik objek penelitian. C. Issue Etik dalam Penelitian Issue etik dalam penelitian, meliputi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa topic penelitian? Penelitian untuk menjawab pertanyaan dan menemukan jawaban dari pertanyaan dengan langkah yang sistematik dan objektif.Beberapa penelitian seharusnya dimulai dengan asumsi implicit, bahwa penelitian tersebut bernilai bagi seseorang. Penelitian kebidananan sering meliputi aspek tingkah laku dan gaya hidup individu. Sebagai contoh misalnya perilaku sex, ketergantu ngan obat, AIDS dsb. 2. Siapa yang melaksanakan penelitian dan siapa yang membiayai penelitian? Apakah bidan melakukan penelitian sendiri? Atau apakah melibatkan surveyor? Sebaiknya ada badan yang mengatur pelaksanaan penelitian dalam kebidanan.
73
3. Siapa yang memperoleh keuntungan dari penelitian termasuk konsekuensi atau efeknya? Hal yang menjawab segi kemanusian dan pengembangan ilmu kesehatan.Bagaimana penelitian tersebut berdampak pada hal yang lebih luas, yaitu pengembangan ilmu kebidanan. 4. Bagaimana penatalaksanaan partisipasi? Partisipasi
sering disebut
subjek penelitian.
Bagamana
melindungi haknya dan menjamin kesejahteraanya. Problem utama etik penelitian kebidanan berhubungan dengan issue informed consent sehingga partisipan tahu, merasa bebas, rasional, setuju, dan berperan serta dalam penelitian. Informed consent merupakan hal utama dalam segi etika penelitian.Segala resiko yang terjadi akibat penelitian harus dijelaskan dan dipahami.Prosedur dalam penelitian harus dijelaskan dan dipahami. Prosedur dalam penelitian harus dijelaskan selengkap mugkin dan kemungkinan yang terjadi, kalau perlu didiskusikan. 5. Bagaimana dengan arah dari penelitian? Ada dua metodologi penelitian dasar dalam kebidanan, yaitu peneitian kuantitatif dan penelitian kuantitatif. Menurut Lydon Rochelle
dan
Alben
bahwa
menggunakan pendekatan deskriptif.
67%
penelitian
kebidanan
74
6. Bagiamana penelitian disebarluaskan atau didiseminasikan Penelitian dalam kebidanan adalah untuk memperbaiki dan meningkatan praktik kebidanan. Kemudian mnjadi tanggung jawab moral antara peneliti untuk melaporkan dan praktisi kebidanan untuk menevaluasi.Peneliti mempunyai tanggung jawab yang untuk menjamin apakah angka yang dipublikasikan adalah angka yang jujur dari hasil penelitian.Hasil penelitian seharusnya tidak dimanipulasi. Adalah penting bagi peneliti untuk mempertahankan hak melaporkan data secara adekuat, meskipun pada penelitian untuk mempertahankan hak melaporkan data secara adekuat, meskipun pada penelitian yang disponsori, sehingga hasilnya tidak bersifat subjektif, karena kepentingan sponsor. D. Syarata Penelitian Kebidanan 1. Skarela/Voluntary Penelitian harus bersifat sukarela/voluntary, tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara langsung maupuntidk langsung atau adanya unsure tidak menyenangkan atau adana ketergantungan. Untuk menjamin kesukarelaan pasien sebagi objek penelitian, maka diperlukan informed consent. Apabila yang diteliti tidak kompeten mengambil keputusan, misalnya bayi atau anak, orang cacat mental, atau tidak sadar, maka harus mendapat ijin dari keluarga terdekat yang berhak mewakili objek penelitian tersebut.
75
2. Informed Consent Penelitian Setiap profesi
perlu mengatur anggotanya, bahwa
dalam
mengadakan penelitian, peneliti wajib menjelaskan sejelas-jelasnya kepada objek penelitian.Selain itu peneliti perlu diyakinkan bahwa informasi yang diberikan sudah adekuat, juga perlu adanya pemahaman yang adekuat dari objek penelitian. 3. Kerahasiaan Dalam penelitian tidak boleh membuka identitas objek penelitian baik individu maupun institusi. Hal ini untuk kepentingan privacy, nama biak aspek hokum dan psikologis, secara langsung atau tidak langsung
ata
efeknya
dikemudian
hari.
Adanya
jaminan
kerahasiaan dari responden dapat memberikan rasa aman dan akan meningkatkan keabsahan dan masalah pribadi. 4. Privacy Penelitian seharusnya tidak menggangu keleluasaan diri atau pribadi dalam hal rasa hormat dan harga diri, aspek social budaya dan tidak menggangu ketenangan hidup dan keleluasaan diri atau gerak, hal ini juga berkaitan dengan kerahasiaan dan masalah pribadi. 5. Kelompok Rawan Kelompok rawan meliputi wanita hamil, bayi, anak balita, usia lanjut, orang sakit berat, orang sakit mental, orang cacat yang tidak kompeten dalam mengambil keputusan, termasuk juga kelompok
76
minoritas dalam suatu masyarakat. Untuk penelitian dalam kelompok ersebut masalah etika benar-benar diperhatikan agar tidak melanggar hak objek penelitian atau terjadi eksploitasi dan eksperimen yang melanggar kode etik penelitian (Wahyuningsih, 2007). VI.
Informed Consent Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan terhadap pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan yang dipahaminya mengenai tindakan itu (IBI, 2008). Informed concentmerupakan butir yang paling penting dalam pencegahan konflik etik yang sangat besar. Walaupun demikian bukan berarti informed concent dapat mengatasi permasalahan, karena kita melihat yang terjadi selanjutnya diluar dugaan oleh karena itu, bidan selalu dituntut untuk berbuat yang terbaik untuk pasiennya sesuai kondisi (IBI, 2008)
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Studi Kasus Jenis studi ini merupakan studi kasus dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoadmojo, 2010). Studi kasus yaitu suatu studi atau penelitian yang digunakan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit ganda yaitu nifas post SC dengan judul studi kasus asuhan kebidanan nifas post sectio caesaria (SC) pada Ny. „M‟ umur 43 tahun dengan Tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. B. Lokasi Studi Kasus Lokasi merupakan tempat dimana pengambilan kasus akan dilakukan (Notoadmojo, 2010). Laporan karya tulis ilmiah ini disusun berdasarkan studi kasus yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul studi kasus asuhan kebidanan nifas post sectio caesaria (SC) pada Ny. „M‟ umur 43 tahun dengan Tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. C. Subyek Studi Kasus Subyek studi kasus adalah seseorang yang dijadikan sampel pelaksanaan studi kasus (Notoadmojo, 2010). Subyek dalam studi kasus ini adalah Ny. M nifas post SC dengan Tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
77
78
D. Waktu Studi Kasus Waktu studi kasus merupakan rentang waktu yang digunakan penulis untuk pelaksanaan studi kasus (Notoadmojo, 2010). Pengambilan kasus Ny. „M‟ nifas post SC dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan selesai. E. Instrumen Studi Kasus Instrumen studi kasus adalah alat-alat atau fasilitas yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoadmojo, 2010). Pada ibu nifas post SC ini penulis menggunakan instrumen format asuhan kebidanan nifas dengan 7 langkah Verney. F. Teknik Pengumpulan Data 1.
Data Primer Data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung oleh orang yang melakukan studi kasus (Notoadmojo, 2010). a.
Wawancara Suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari klien (responden) atau bercakap-cakap dan berhadapan dengan responden, jadi data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui pertemuan atau percakapan (Notoadmojo, 2010). Pada kasus nifas post SC dengan rendahnya mobilisasi dini, dilakukan wawancara dengan pasien.
b.
Observasi Observasi adalah pengambilan data dengan menggunakan mata atau pandangan langsung (Arikunto, 2010). Observasi dilakukan dengan
79
pengamatan langsung pada pasien dengan nifas post SC dengan rendahnya mobilisasi dini, yaitu mengobservasi keadaan umum, kesadaran, vital sign (Abidin, 2009). c.
Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi Suatu proses observasi yang dilakukan secara sistematis dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pada kasus nifas post SC dengan rendahnya mobilisasi dini dilakukan pemeriksaan inspeksi luka pasca operasi (Aghe, 2009). 2) Palpasi Palpasi adalah teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari merupakan instrumen yang sensitif dan digunakan untuk mengumpulkan data: temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, dan ukuran (Nursalam, 2008). Dalam kasus ini pemeriksaan palpasi dilakukan untuk menilai apakah ada rasa nyeri tekan pada bawah abdomen. 3) Auskultasi Pemeriksaan dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan stateskop (Nursalam, 2008). Pada kasus ini pemeriksaan dilakukan untuk mengukur tekanan darah.
80
4) Perkusi Suatu pemeriksaan dengan cara mengetuk atau membandingkan kanan atau kiri permukaan daerah tubuh (Nursalam, 2008). Pada kasus ini pemeriksaan dilakukan pada saat pemeriksaan reflek patella. 2.
Data Sekunder Data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui orang-orang yang melakukan studi kasus dari sumber-sumber yang ada (Notoadmojo, 2005). a. Studi Dokumentasi Semua bentuk sumber informasi yang berhubungan dengan dokumentasi yang dapat berupa list pasien atau status pasien, dalam hal ini berupa list pasien dan data dari rekam medik. b. Studi Kepustakaan Bahan pustaka yang sangat penting dalam menunjang latar belakang teoritis suatu penelitian (Notoadmojo, 2002). Studi kasus ini diambil dari buku-buku referensi dari tahun 2001 – 2012.
G. Analisa Data Analisa data dilakukan secara deskriptif menggunakan prinsip- prinsip manajamen asuhan kebidanan menurut Varney. 1. Langkah I Identifikasi Data Dasar 2. Langkah II Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual 3. Langkah III Identifikasi Diagnose / Masalah Potensial
81
4. Langkah IV Melaksanakan Tindakan Segera 5. Langkah V Perencanaan Tindakan Asuhan Kebidanan 6. Langkah VI Implementasi Asuhan Kebidanan. 7. Langkah VII Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan H. Alat yang digunakan 1.
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam wawancara, antara lain: a. Format pengkajian nifas b. Buku tulis c. Alat tulis (pensil, ballpoint, penggaris dan penghapus)
2.
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam observasi a. Spygmomanometer b. Stetoskop c. Termometer d. Hanscoend steril e. Kasa dan kapas steril f. Kom kecil g. Bengkok h. Pinset anatomi i. Bethadine
3. Persiapan ruangan a. Tempat tidur ibu b. Tempat tidur bayi c. Bantal ibu dan bayi
82
d. Selimut ibu dan bayi e. Alas/perlak ibu dan bayi f. Meja pasien g. Tenmpat duduk penunggu pasien h. Dot/tempat minum bayi i. Peralatan mandi ibu dan bayi j. Kelambu untuk bayi k. Kamar mandi 4.
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam dokumentasi a. Buku tulis b. Ballpoint c. Buku d. Askeb
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS POST SC PADA NY.M UMUR 43 TAHUN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA A. PENGKAJIAN DATA Penulis dalam menyusun studi kasus melakukan pengkajian dengan menggunakan data primer data sekunder. Pengkajian dilakukan tanggal 04 Agustus 2013 pukul 12.00 WIB . 1. Data Subjektif tanggal 04 Agustus 2013 jam 12.00 WIB a. Identitas Ibu
Identitas Suami
Nama
:
Ny. M
Tn. E
Umur
:
43 Tahun
47 Tahun
Agama
:
Islam
Islam
Pendidikan
:
SMA
SMA
Suku
:
Jawa
jawa
Kebangsaan
:
Indonesia
Indonesia
Pekerjaan
:
Wiraswasta
Wiraswasta
Alamat istri
:
Perum Jati Mas Permai Blok 02/41 Balecatur, Gamping, Sleman.
Alamat suami :
Perum Jati Mas Permai Blok 02/41 Balecatur, Gamping, Sleman
b. Keluhan utama
83
84
Pengkajian dilakukan tanggal 04 Agustus 2013 pada jam 12.00 WIB, dengan hasil ibu mengatakan baru saja menjalani operasi SC hari
pertama dengan
keluhan
pusing, nyeri pada luka oprasi, badan lemas dan khawatir dengan
keadaan bayinya karena belum melihat kondisi
bayinya. c. Riwayat penyakit yang lalu TBC
: ibu mengatakan tidak pernah mengalami
TBC sebelumnya. Hipertensi
: ibu mengatakan tidak pernah mengalami
hipertensi sebelum kehamilan anak yang kedua ini dan pada kehamilan anak yang kedua hipertensi pada usia
ibu mengalami
kehamilan 3 bulan dan ibu sering
merasa pusing sehingga terkadang ibu mengkonsumsi paracetamol yang diberikan oleh bidan. DM
: ibu mengatakan tidak pernah mengalami
diabetes militus sebelumnya. HIV/AIDS
: ibu mengatakan tidak pernah mengalami
penyakit HIV/AIDS Jantung
: ibu mengatakn tidak pernah mengalami
penyakit jantung sebelumnya.
85
d. Riwayat kesehatan sekarang Keadaan umum ibu nampak lemah karena dalam pengaruh obat bius, tekanan darah 110/70 mmHg, terpasang infuse RL + oxitosin 10 IU dengan 20tts/menit, terpasang kateter, kontraksi uterus baik, terdapat luka Oprasi SC, pengeluaran lochea rubra kurang lebih lebih 20 cc, dan bedrest ditempat tidur. e. Riwayat penyakit keluarga Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mempunyai penyaktit keturunan, menular, menahun dan tidak ada riwayat kembar. f. Riwayat perkawinan Ibu mengatakan menikah 1 kali, dengan suami sekarang sudah 23 tahun, umur ibu pada saat menikah 20 tahun, suami 24 tahun, tidak ada masalah yang mebuat ibu dan suami tertekan selam pernikahan. g. Riwayat obstetric 1) Riwayat menstruasi Ibu mengatakan menarche pada usia 15 tahun, siklus 28 hari teratur, lama 6 – 7 hari, pada hari ke 1 – 2 banyaknya 3 kali ganti pembalut perhari,dan pada hari 3 – 6 hanya 1 – 2 kali ganti pembalut perhari,warna merah, bau khas, terdapat keputihan pada saat sebelum
86
dan setelah menstruasi, ibu tidak merasakan nyeri pada saat menstruasi. 2) Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu An
UK
Jenis
ak
Penolong
Nifas
Keadaan anak
Persalinan
ke
spt
Tin
Hidup
OP
Umur
dk
meninggal
Jen.kel
Umur
Jen.kel
(thn)
1
Aterm
Spt
-
-
Dokter
Normal
20 th
P
-
-
2
Aterm
Spt
-
``-
Bidan
Normal
18 th
P
-
-
3
Aterm
-
-
SC
Dokter
Normal
2 th
L
-
-
4
aterm
-
-
SC
Dokter
Saat ini
1 jam
P
-
-
3) Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang Ibu ANC 12x didokter dan bidan, selama hamil ibu dalam
kondisi
normal,
selama
hamil
ibu
mengkonsumsi suplemen untuk bu hamil yaitu tablet Fe, dan
Vit.C, ibu bersalin dengan cara oprasi SC
dengan indikasi persalinan sebelumnya dengan sectio caesaria dengan jarak yang terlalu dekat. Persalinan sekarang lahir pada tanggal 04 Agustus 2013 pada pukul 11.00 WIB dengan
apgar score 8/9, jenis
87
kelamin perempuan, BB 3300 gram, PB 50 cm, LK/LD/LILA = 32/34/12 cm, anus +, cacat -. h. Riwayat kontrasepsi Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi karena presepsi ibu dan suami tentang kb diharamkan dalam islam. Selama ini ibu menggunakan sistem kalender untuk menunda kehamilannya. Pada persalinan ibu yang ke empat ibu melakukan sterilisasi atau tubektomi atas saran dokter dikarenakan jumlah anak ibu yang sudah berjumlah empat dan ibu sudah memasuki umur resiko tinggi untuk hamil dan bersalin kembali. i. Pola kebutuhan sehari – hari 1. Pola nutrisi -
Sebelum melahirkan Dalam
memenuhi
kebutuhan
nutrisi
pasien
makan 3 kali perhari, nafsu makan baik, porsi makan satu piring sedang (lauk,sayur dan nasi), minum kurang lebih 7 – 8 gelas sedang 1 gelas habis per hari (air putih dan teh). -
Sesudah melahirkan Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, pasien belum diperboleh kan mengomsumsi makanan dan
88
hanya diperbolehkan minum sedikit-demi sedikit untuk
menghindari
mual,
dikarenakan
organ
pencernaan ibu belum kembali seperti semula pasca operasi. 2. Pola eliminasi -
Miksi Sebelum melahirkan kebiasaan BAK kurang lebih 5-6 kali perhari, lancar, tidak ada keluhan warna jernih. Setelah melahirkan hari pertama terpasang dower kateter dengan volume 760cc/4jam.
-
Defekasi Sebelum melahirkan kebiasaan BAB kurang lebih 2 hari sekali, konsistensi lembek, ibu tidak terdapat keluhan pada kehamilanya. Setelah melahirkan belum BAB dan tdak ada keluhan.
3. Pola kebersihan diri -
Sebelum melahirkan Mandi 2 kali sehari pagi dan sore dengan menggunkan sabun, keramas 3 kali seminggu dengan shampoo, kebiasaan sikat gigi 2 kali pada pagi dan sore, kebiasaan memotong kuku setiap kali ibu merasa kukunya panjang.
-
Sesudah melahirkan
89
Setelah melahirkan ibu belum pernah mandi hanya ganti pakaian saja. 4. Pola aktifitas, istirahat/tidur -
Sebelum melahirkan Pasien tidur kurang lebih 7-8 jam perhari, pada malam hari pada pukul 21.00 – 05.00 WIB dan pada siang hari pada pukul 13.00 – 14.00 WIB dan tidak ada keluhan.
-
Sesudah melahirkan Pasien belum istirahat pasca operasi sectio caesaria.
j. Data psikologi, sosial dan spiritual 1. Ibu merasa cemas dengan keadaan bayinya karena ibu belum melihat bayinya pasca operasi sectio caesaria.. 2. Pasien
dalam
kehidupan
sehari
–
harinya
berkomunikasi dengan bahasa jawa karena pasien tinggal di desa, hubungan pasien dengan anggota keluarga baik, hal ini dapat dilihat dari pasien selalu ada yang menunggu. Hubungan keluarga dengan tetangga baik, hubungan dengan tenaga kesehatan (bidan) baik. Ibu kooperatif dan mau bekerjasama selama dirawat. 3. Ibu terlihat manja dengan selalu meminta anggota keluarga untuk mendampinginya serta ibu sedang
90
merasa ingin menceritakan semua yang di alaminya kepada setiap keluarga dan tetangga yang menjenguk. Ibu dan keluarga memeluk agama islam dan taat dalam
menjalankan kewajibannya seperti sholat,
pengajian dan kegiatan keagaam lainnya. 2. Data Objektif tanggal 04 Agustus 2013 jam 12.00 WIB a. Pemerikasaan umum Kesadaran composmentis, dengan status gizi baik, BB waktu masuk 64 kg, TB 159 cm, dari hasil pengukuran tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 x/menit, RR 21 x/menit, suhu 36 OC. b. Pemeriksaan fisik -
Kepala dan rambut Bentuk kepala mesocephal, rambut bersih, tidak rontok.
-
Wajah mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.
-
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena pressure).
-
Dada
91
Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan yang abnormal, bentuk membesar, konsistensi mamae melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium. -
Abdomen Ada luka oprasi SC, bentuk sayatan secara horizontal, kontraksi uterus baik.
-
Genetalia Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea : rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 20cc.
-
Tungkai Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices.
c. Pemeriksaan laboratorium. 1) Cek darah lengkap tanggal
04 Agustus 2013 jam:
09:25:07 WIB Darah lengkap
Hasil
Satuan
Nilai normal
HB
12,9
Gr%
L: 13-17 P: 12-16
AL (angka leokosit)
15,8
Ribu/ul
Dws 4 – 10 anak 9-12
AT (Angka trombosit)
214
Ribu/ul
L:42-52
HMT (Hematokrit)
41
%
P:36-46
Golongan darah
B
(-)
(-)
92
PPT
12,9
Detik
12,0-16,10
INR
(-)
(-)
1,0 – 1,2 Tx 2,0 – 3,0
APTT
30,2
Detik
28,0-28,0
HBSAG
(-)
(-)
(-)
Glucose sewaktu
106
Mg/dl
<200
Ureum darah
14
Mg/dl
17-43
Kreatin darah
0,7
Mg/dl
L:0,9-1,3 P:0,6-1,1
SGOT
29
u/l
L:<37 P:<31
SGPT
10
u/l
L:<41 P:<31
2) Cek protein urine tanggal 04 Agustus 2013 jam 09 : 25 : 07 WIB Cek urin
Hasil
Nilai normal
Protein urine
(-)
(+)
3. Analisa tanggal 04 Agustus 2013 jam 12.00 WIB Ny.M umur 43 tahun P4A0AH4 dengan nifas 1 jam post SC atas indikasi riwayat persalinan dengan sectio caesaria dengan tubektomi.
93
4. Penatalaksanaan tanggal 04 Agustus 2013 jam 12.00 WIB a. Melakukan observasi keadaan umum. Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak lemah, dan ibu merasa kaki serta tungkai masih belum bisa digerakan setelah operasi SC, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 84 x/menit, RR : 21 x/menit dan suhu :360C b. Melakukan observasi pengeluaran lochea Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat – alat reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas), perdarahan kurang lebih 20cc. Perbersihan lochea atau vulva hygienis ibu post sc dilakukan pada sore hari saat ibu dimandikan oleh petugas/ bidan. Kegiatan memandikan pasien/mengelap pasien post sc yang tidak dapat bangun dan membersihkan diri sendiri akan dilakukan oleh petugas kesehatan/keluarga yang menunggu pada pagi dan sore hari. c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus. Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk melihat kontraksi uterus pasien karena pada 1 jam pertama past pastum, kontraksi uterus kuat dan teratur dan hasilnya
94
ibu merasa nyeri pada perutnya terutama pada luka post oprasi SC. d. Menganjurkan keluarga untuk selalu meberikan dukungan kepada ibu. Evaluasi : keluarga mengerti dan selalu memberikan dukungan kepada ibu dengan selalu menemani ibu dan membantu kebutuhan yang diperlukan oleh ibu. e. Menganjurkan ibu untuk istirahat. Evaluasi : ibu sudah dianjurkan untuk beristirahat dan ibu bersedia. f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi Evalusi
:
terapi
sudah
diberikan
yaitu
injeksi
dexamethasone 1x 1 mg pada pukul 09.30 dan ceftriaxsone 2 x 1g pada pukul , 14.00, 22.00 WIB. g. Observasi intake dan output Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output yaitu jumlah urine kurang lebih 760cc, tetesan infuse 20 x/menit cairan yang masuk 200 cc. h. Memberikan konseling mengenai pengaruh tubektomi Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu tubektomi tidak mempengaruhi proses menyusui, tidak tergantung pada faktor senggama, tidak ada efek samping dalam jangka panjang, tidak ada perubahn dalam fungsi seksual (tidak
95
ada efek pada produksi hormone ovarium), berkurangnya risiko kanker ovarium, ibu akan nyeri bahu selama 12 – 24 jam setelah laparoskopi relative dialami karena gas CO2 atau
udara
dibawah
diafragma,
sekunder
terhadap
pneumoperitoneum, periode mentruasi akan berlanjut seperti biasa, dan tubektomi tidak memberikan perindungan atas IMS, termasuk virus AIDS. i. Memberikan konseling dan melatih mobilisasi Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari pertama ibu sudah harus belajar untuk miring kanan dan miring kiri dan jika sudah bisa ibu harus melanjutkan mobilisasi dengan duduk dan selanjutnya belajar untuk berjalan. Data Perkembangan I Kunjungan pertama bangsal sakinah Tanggal 04 Agustus 2013, pukul 19.00 WIB S: Data subjektif Ibu mengatakan nyeri pada luka bekas operasi, pusing, dan lemas. Ibu dapat menggerakan kaki kekiri dan ke kanan tetapi belum bisa miring ke kanan dan kekiri. Ibu dapat beristirahat selama kurang lebih 3 jam dan ibu sudah mememenuhi kebutuhan nutrisinya
96
dengan makan makanan yang ringan dan mengonsumsi minuman sedikit demi sedikit untuk mencega mual ibu . Ibu melakukan sholat dengan posisi berbaring. ibu senang karena sudah melihat bayinya dalam keadaan sehat dan ibu juga senang karena suami dan anaknya menemaninya. O: Objektif a. Pemerikasaan umum Kesadaran composmentis, dengan status gizi ibu dapat mengonsumsi makanan dan minuman sedikit demi sedikit, dari hasil pengukuran tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 21 x/menit, suhu 36 O
C.
b. Pemeriksaan fisik -
Kepala dan rambut Bentuk kepala mesocephal, rambut bersih, tidak rontok.
-
wajah mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.
-
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena pressure).
-
Dada
97
Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan yang abnormal, bentuk mebesar, konsistensi mamae melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium. -
Abdomen Ada luka oprasi SC, kontraksi uterus baik.
-
Genetalia Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea : rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 20cc.
-
Tungkai Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices.
c. Pemeriksaan lain -
Infuse
: terpasang RL dengan 20 tetes /
menit dengan cairan masuk 130 cc dengan drip cetorolac 1 ampul dengan dosis 1 gram. -
DC/ kateter
: terpasang dengan urin tampung
260cc. A: Analisa tanggal/jam: 04 Agustus 2013/19.00 WIB Ny. M P4A0A4B umur 43 tahun dengan 7 jam post partum sectio caesaria dengan tubektomi. P: Penatalaksanaan a. Melakukan observasi keadaan umum.
98
Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak lemah, dan nyeri pada perut setelah operasi SC, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 88 x/menit, RR : 21 x/menit dan suhu :360C b. Melakukan observasi pengeluaran lochea Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat – alat reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas), perdarahan kurang lebih 20cc. c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus. Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk melihat kontraksi uterus pasien karena pada 7 jam pertama past pastum ,kontraksi uterus kuat dan teratur dan hasilnya ibu merasa nyeri pada perutnya terutama pada luka post oprasi SC. d. Menganjurkan keluarga untuk selalu meberikan dukungan kepada ibu. Evaluasi : keluarga mengerti dan selalu memberikan dukungan kepada ibu dengan selalu menemani ibu dan membantu kebutuhan yang diperlukan oleh ibu.
99
e. Menganjurkan ibu untuk istirahat. Evaluasi : ibu sudah dapat beristirahat ± 3 jam. f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi Evalusi
:
terapi
sudah
diberikan
yaitu
injeksi
dexamethasone 1x 1 mg pada pukul 09.30 dan ceftriaxsone 2 x 1g pada pukul , 14.00, 22.00 WIB. g. Observasi intake dan output Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output yaitu jumlah urine kurang lebih 260cc, tetesan infuse 20 x/menit cairan yang masuk 130 cc. h. Memberikan konseling dan melatih mobilisasi Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari pertama ibu sudah harus belajar untuk miring kanan dan miring kiri dan jika sudah bisa ibu harus melanjutkan mobilisasi dengan duduk. Tanda tangan
Wahyani
100
Data Perkembangan II Kunjungan pertama bangsal sakinah Tanggal 05 Agustus 2013, pukul 11.00 WIB S: Data subjektif Ibu mengatakan nyeri pada luka bekas operasi. Ibu dapat miring kanan dan miring kiri. Ibu dapat beristirahat dengan baik dan ibu sudah mememenuhi kebutuhan nutrisinya dengan memakan makanan yaitu nasi, lauk sayur dan buah dengan porsi sedang. Ibu sudah dapat melakukan ibadah sholat dengan nyaman karena nyeri yang dirasakan ibu sudah sedikit berkurang. Ibu senang karena sudah dapat menyususi bayinya dan ibu juga senang karena banyak yang menjenguk dan mendoakan bayinya. O: Objektif a. Pemerikasaan umum Kesadaran composmentis, dengan status gizi ibu dapat mengonsumsi makanan dan minuman secara teratur dengan porsi sedang, dari hasil pengukuran tanda vital didapatkan tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 80x/menit, RR 21 x/menit, suhu 36,6 OC. b. Pemeriksaan fisik -
Kepala dan rambut
101
Bentuk kepala mesocephal, rambut bersih, tidak rontok. -
Wajah mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.
-
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena pressure).
-
Dada Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan yang abnormal, bentuk mebesar, konsistensi mamae melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium.
-
Abdomen Ada luka oprasi SC, kontraksi uterus baik.
-
Genetalia Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea : rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 20cc.
-
Tungkai Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices.
-
Pemeriksaan lain -
Infuse
: terpasang RL dengan 20 tetes /
menit dengan cairan masuk 300 cc.
102
-
DC/ kateter
: terpasang dengan urin tampung
560cc. A: Analisa tanggal/jam: 05 Agustus 2013/11.00 WIB Ny. M P4A0A4B umur 43 tahun dengan 1 hari post partum sectio caesaria dengan tubektomi. P: Penatalaksanaan a. Melakukan observasi keadaan umum. Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak lemah, dan nyeri pada perut setelah operasi SC, tekanan darah 110/60 mmhg, nadi 80 x/menit, RR : 21 x/menit dan suhu :36,60C b. Melakukan observasi pengeluaran lochea Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat – alat reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas), perdarahan kurang lebih 20cc. c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus. Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk melihat nyeri tekan dan hasilnya ibu merasa nyeri pada perutnya terutama pada luka post oprasi SC.
103
d. Menganjurkan ibu untuk istirahat. Evaluasi : ibu sudah dapat beristirahat dengan cukup.. e. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi Evalusi
:
terapi
sudah
diberikan
yaitu
injeksi
dexamethasone 1x 1 mg pada pukul 10.00 dan ceftriaxsone 2 x 1g pada pukul 10.00 WIB. f. Observasi intake dan output Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output yaitu jumlah urine kurang lebih 560cc, tetesan infuse 20 x/menit cairan yang masuk 300 cc. g. Memberikan konseling dan melatih mobilisasi Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari pertama ibu sudah harus duduk dan bangun dari tempat tidur dan jika sudah bisa ibu harus melanjutkan mobilisasi dengan berjalan. Tanda tangan
Wahyani
104
Data Perkembangan III Kunjungan pertama bangsal sakinah Tanggal 06 Agustus 2013, pukul 08.40 WIB S: Data subjektif Ibu mengatakan sedikit nyeri pada luka bekas operasi. Ibu sudah dapat duduk dari tempat tidur. Ibu dapat beristirahat dengan baik dan ibu sudah mememenuhi kebutuhan nutrisinya dengan memakan makanan yaitu nasi, lauk sayur dan buah secara teratur 3 kali/hari. Ibu senang karena bayinya dapat menyusu dengan baik dan tidak rewel sehingga ibu bisa beristirahat lebih lama. Ibu selalu mendoakan bayinya selalu dalam keadaan sehat serta berkembang dan tumbuh dengan normal. O: Objektif a. Pemerikasaan umum Kesadaran composmentis, dengan status gizi ibu dapat mengonsumsi makanan dan minuman secara teratur dengan porsi sedang, dari hasil pengukuran tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 8x/menit, RR 21 x/menit, suhu 36OC. b. Pemeriksaan fisik -
Kepala dan rambut
105
Bentuk kepala mesocephal, rambut koter dan berbau, tidak rontok. -
Wajah mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.
-
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena pressure).
-
Dada Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan yang abnormal, bentuk mebesar, konsistensi mamae melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium.
-
Abdomen Ada luka oprasi SC, kontraksi uterus baik.
-
Genetalia Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea : rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 20cc.
-
Tungkai Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices.
106
c. Pemeriksaan lain -
Infuse
: terpasang RL dengan 20 tetes /
menit dengan cairan masuk 280 cc. -
DC/ kateter
: terpasang dengan urin tampung
100cc. A: Analisa tanggal/jam: 06 Agustus 2013/08.40 WIB Ny. M P4A0A4B umur 43 tahun dengan 2 hari post partum sectio caesaria dengan tubektomi. P: Penatalaksanaan a. Melakukan observasi keadaan umum. Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak lemah, dan nyeri pada perut setelah operasi SC, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 8 x/menit, RR : 21 x/menit dan suhu :360C b. Melakukan observasi pengeluaran lochea Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat – alat reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas), perdarahan kurang lebih 20cc. c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus.
107
Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk melihat nyeri tekan dan hasilnya ibu merasa sedikit nyeri pada perutnya terutama pada luka post oprasi SC. d. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi Evalusi : terapi sudah diberikan yaitu dexamethasone 1x 1 mg pada pukul 06.00 dan ceftriaxsone 2 x 1g pada pukul 06.00 WIB serta obat peroral yaitu ferotam 2x 1/ hari setiap pukul 06.00, 18.00 WIB, Terasil 3x1/hari setiap pukul 06.00, 14.00, 22.00 WIB, AF 1x1 setiap pukul 06.00 WIB. e. Observasi intake dan output Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output yaitu jumlah urine kurang lebih 280cc, tetesan infuse 20 x/menit cairan yang masuk 100 cc serta obat peroral yaitu ferotam 2x 1/ hari setiap pukul 06.00, 18.00 WIB, Terasil 3x1/hari setiap pukul 06.00, 14.00, 22.00 WIB, AF 1x1 setiap pukul 06.00 WIB f. Memberikan konseling dan pelatihan mobilisasi Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari kedua, ibu sudah berjalan agat ibu dapat beristirahat dan merawat sendiri bayinya. Tanda tangan
Wahyani
108
Data Perkembangan IV Kunjungan pertama bangsal sakinah Tanggal 07 Agustus 2013, pukul 09.53 WIB S: Data subjektif Ibu mengatakan sudah dapat berjalan . Ibu dapat beristirahat dengan baik dan ibu sudah mememenuhi kebutuhan nutrisinya dengan memakan makanan yaitu nasi, lauk, sayur dan buah secara teratur serta mminum obat per oral dengan teratur. Ibu sudah dapat melakukan
kegiatan berwudhu ke kamar mandi. Ibu mulai
merawat bayinya secara mandiri seperti mengganti popok dan membedong bayi. Ibu berharap hari ini dapat pulang kerumah karena ibu sudah merasa kondisinya baik. O: Objektif a. Pemerikasaan umum Kesadaran composmentis, dengan status gizi ibu dapat mengonsumsi makanan dan minuman secara teratur dengan porsi sedang, dari hasil pengukuran tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36,2OC. b. Pemeriksaan fisik -
Kepala dan rambut
109
Bentuk kepala mesocephal, rambut bersih dan wangi, tidak rontok. -
Wajah mata : konjungtiva merah muda, sclera putih, sekitar mata tidak ada odema, hidung : tidak ada polip, tidak ada secret, gigi ada caries, tidak ada sariawan.
-
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening, dan peningkatan JVP (Jugularis vena pressure).
-
Dada Bentuk dada simetris, pada payudara tidak ada benjolan yang abnormal, bentuk mebesar, konsistensi mamae melunak, areola hiperpigmentasi, puting menonjol, ASI sudah keluar, ada nyeri tekan pada epigastrium.
-
Abdomen Ada luka oprasi SC, kontraksi uterus baik.
-
Genetalia Tidak ada odema pada kedua labia mayora, lochea : rubra, berbau khas, perdarahan kurang lebih 15cc.
-
Tungkai Tidak ada odema pada kaki dan tidak ada varices
110
A: Analisa tanggal/jam: 07 Agustus 2013/09.53 WIB Ny. M P4A0A4B umur 43 tahun dengan 3 hari post partum sectio caesaria. P: Penatalaksanaan a. Melakukan observasi keadaan umum. Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu sudah sedikit nyaman dengan kondisinya, dan nyeri pada perut setelah operasi SC sudah sedikit berkurang, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 88x/menit, RR : 20 x/menit dan suhu :36,20C. Perban pada bekas luka insisi ibu diganti dengan yang baru. b. Melakukan observasi pengeluaran lochea Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat – alat reproduksi yaitu lochea sanguelenta, berbau amis (khas), perdarahan kurang lebih 15cc. c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus. Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk melihat nyeri tekan dan hasilnya ibu merasa sedikit nyeri pada perutnya terutama pada luka post oprasi SC.
111
d. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi Evalusi : terapi sudah diberikan obat peroral yaitu ferotam 2x 1/ hari setiap pukul 06.00, 18.00 WIB, Terasil 3x1/hari setiap pukul 06.00, 14.00, 22.00 WIB, AF 1x1 setiap pukul 06.00 WIB. e. Memberikan konseling nutrisi Evaluasi
: konseling telah dilakukan yaitu ibu diarapkan
makan secara teratur 3 kali/hari serta mengonsumsi buah dan minum ± 7-8 gelas/hari untuk memenuhi asupan gizi ibu dan bayi. f. Memberikan konseling pola istirahat Koneling : konseling telah dilakukan yaitu ibu diharapkan dapat istirahat dengan cukup dan untuk tidak terlalu banyak mengerjakan pekerjaan rumah. g. Memberikan konseling mobilisasi Evaluasi
: konseling sudah dilakkan yaitu ibu diharapkan
untuk aktif dalam aktifitas yang dilakukan dirumah dan tidak terlalu letih. h. Memberikan konseling tubektomi Evaluasi
konseling sudah dilakukan yaitu jika terjadi
koplikasi seperti infeksi luka demam paca operasi ( 3 C) luka pada kandung kemih, hematoma, emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi, rasa sakit
pada
operasi
112
pembedahan, terjadi perdarahan pada tepi kulit ibu diminta segera kepetugas kesehatan. Tanda tangan
Wahyani B. PEMBAHASAN KASUS Dari bab pembahasan ini, penulis akan membahas dari langkah I sampai dengan langkah VII dengan cara meliat kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus pada Ny. M P4A0AH4 umur 43 tahun nifas post sectio caesari di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta 1. Pembahasan pengkajian data subjektif Data subjektif adalah data yang diperoleh dari klien sebagai suatu pendapat situasi atau kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status kesehatan, misalnya tentang nyeri, perasaan, ketakutan, kecemasan, frustasi, mual dan perasaan malu (Riwidikdo,2007) Rangakaian pada pasien post SC dengan keadaan normla meliputi pengkajian secara umum, yaitu identitas pasien dan suami, riwayat kesehatan, riwayat pernikahan, kebiasaan sehari-hari pasien dan suami, riwayat
kesehatan,
kebiasaan
sehari-hari
pasien,
pemeriksaan
penunjang, adapun pengumpulan data pada studi kasus ini diperoleh
113
adi pengkajian langsung pada pasien, keluarga, rekam medic, dan petugas kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pada kasus post SC menurut Bramantyo (2003), pada hari pertam setelah operasi SC pasien akn merasa letih dan bingung, dan timbul perasaan tidak nyaman karena nyeri didaerah luka, terutama setelah pengaruh obat biusnya hilang. Pada Ny. M nifas post SC di RS PKU Muhammadiya Yogyakarta ini, penulis mendapatkan data subjektif dari hasil anamnesa dengan pasien, keluarga dan pengambilan data dari rekam medic pasien. Ditemkan keluhan pada Ny. M pada 1 jam post SC adalah pusing, nyeri pada luka oprasi, badan lemas, kaki ibu belum isa digerakan dan khawatir dengan keadaan bayinya karena belum melihat kondisi bayinya. Pada 7 jam post SC keluhan yang dirasakan ibu adalah nyeri pada luka bekas operasi, pusing, lemas dan ibu cemas karena belum menyusui bayinya. Pada hari pertama post SC keluhan yang ibu rasakan adalah nyeri luka post SC, ibu sudah tidak lemas dan pusing lagi, ibu sudah dapat miring kanan dan miring kiri. Pada hari kedua post SC ibu mengeluh masih terasa sedikit nyeri dan ibu sudah dapat bangun dan duduk ditempat tidur. Pada hari ketiga ibu sudah dapat berdiri dan berjalan, dan ingin segera pulang karena ingin merawat bayinya dirumah.
114
Pada pengkajian data subjektif ini kegiatan seperti konsumsi nutrisi, aktifitas menyusui, aktifitas merawat bayi, dan mobilisasi yang dilakukan pasien secara bertahap semakin meningkat setiap harinya dari hari ke nol sampai hari ke tiga pasca operasi sectio caesaria. Pada pengkajian data subjektif ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus yang ada karena mobilisasi ibu meningkat pada setiap hari. 2. Pembahasan data objektif Data objektif adalah data yang didapat melalui observasi dan dapat diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium dan raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, berat badan, tingkat kesadaran (Riwidikdo, 2007) Pemeriksaan data objektif
meliputi
pemeriksaan
umum,
pemeriksaa fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus nifas post SC adalah perubahan fisik seperti terdapat sayatan pada perut pasien sehingga menimbulkan nyri tekan setelah efek biu hilang. Pada Ny. M nifas post SC di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan hasil pengkajiandata objektif yaitu keadaan umum ibu Nampak baik, terpasang infuse RL + ceftria one 20 tts menit terpasang kateter dan bedrest ditempat tidur. Dari pemeriksaan
115
tekanan darah didapatkan hasil 110 0 mmHg nadi
4 kali menit
respirasi 21 kali menit dan suhu 36C. Pada pemeriksaan kepala sampai kaki pasien didapatkan hasil ibu dalam keadaan normal. Pada pemeriksaan penunjang (labolatorium) pasien didapatkan pemeriksaan darah dan urine dengan hasil dalam batas normal. Dri hasil pengkajian data objektif tidak ada kesenjangn antara teori dan kasus
dalam
pemeriksaan data objektif, karena pada
pemeriksaan fisik, pemeriksaan dara dan urune dalam batas normal. 3. Pembahasan analisis data Analisis data adalah kegiatan mengubah data dari hasil penelitian menjadi
informasi
yang dapat
difgunakan
untuk
mengambil
kesimpulan dalam suatu penelitian. Adapun cara pengambil keputusan dengan cara hipotesis maupun dengan estimasi hasil (Nursalam, 2008). Pada analisi data ada beberapa teori yang harus diperhatikan yaitu, pengertian
sectio caesaria, pengertian nifas, tubektomi, mobilisasi
dini dan juga data penunjang yang dapat menegakan diagnose pada kasus ibu nifas post SC. Seksio sesaria
adalah
suatu tindakan untuk melahirkan bayi
melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim yang disebabkan karena bayi tidak bisa lahir pervaginam. Jadi seksio sesaria yaitu tindakan yang dilakukan untuk
116
melahirkan bayi melalui dinding perut dan dinding rahim dikarenakan bayi tidak bisa lahir dengan persalinan pervaginam dengan syarat berat janin diatas 500gram (Mochtar, 2013). Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu ( Ari Sulistyawati, 2009). Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan (BKKBN, 2010). Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin ditempat tidur dengan melatih bagian – bagian tubuh untuk melakukan peregangan. Mobilisasi dini segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan luka pada ibu post Sectio Caesarea (Setyowati, 2012).
Data penunjang pemeriksaan darah rutin serta kimia dalam urine keratin, SGOT, LDH, bilirubin, dan pemeriksan urine protein. Berdasarkan hasil dari pengkajian adalah umur 43 tahun melhirkan 4 kali, belum pernah abortus, memiliki 4 anak hidup, serta anak yang ke 3 lahir melalui operasi sectio caesaria. Berdasarkan pemeriksaan fisik ibu dalam keadaan umum yang stabil dan mobilisasi yang bertahap sehingga analisa dari kasus Ny. M umur 43 tahun P4A0AH4 nifas post sectio caesaria dalam keadaan normal, analisa tersebut
117
untuk menegakan diagnose dalam analisis masalah pemeriksaan yang dilakukan sudah sesuai dengan teori yang ada. 4. Pembahasan penatalaksanaan Penatalaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana matang dan terperinci ( Nurdin dan Usman,2008). Penatalaksanaan dalam kasus ini terdiri dari perencanaan dan evaluasi tindakan. Menurut Varney (2007), perencanaan yang dilakukan yaitu observasi keadaan umum pasien, observasi tanda-tanda vital, observasi pengeluaran darah pervaginam, memberikan konseling edukasi tentang makanan yang mengandng banyak kalori dan protein, memberikan melalui
pengobatan dan anjuran memberikan
kolaborasi dengan dokter
pengobatan
spesialis obstetric gynekologi
dalam pemberian terapi dan pemeriksaan lanjut dan melakukan cek labolatorium. Selama perawatan koservatif, dilakukan observasi evaluasi sama seperti pada perawatan aktif terutama pada hari pertama pemeriksaan tanda vital pada setiap 2 jam dan selanjutnya setiap 4 jam hari pertama dan pada hari kedua sampi ke lima setiap 8 jam bila tidak ada komplikasi (Bramantyo, 2003).
118
Pada kasus Ny. M penatalaksanaan yang dilakukan adalah: a. Melakukan observasi keadaan umum. Evaluasi : sudah dilakukan observasi keadaan umum ibu yang bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan ibu terutama hemodinamiknya yaitu ibu masih Nampak lemah, dan ibu merasa kaki serta tungkai masih belum bisa digerakan setelah operasi SC, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 84 x/menit, RR : 21 x/menit dan suhu :360C b. Melakukan observasi pengeluaran lochea Evaluasi : sudah dilakukan observasi pengeluaran lochea yang bertujuan untuk mengetahui proses kembalinya alat – alat reproduksi yaitu lochea rubra, berbau amis (khas), perdarahan kurang lebih 20cc. c. Melakukan observasi nyeri tekanan uterus. Evaluasi : observasi sudah dilakukan yang bertujuan untuk melihat kontraksi uterus pasien karena pada 1 jam pertama past pastum ,kontraksi uterus kuat dan teratur dan hasilnya ibu merasa nyeri pada perutnya terutama pada luka post oprasi SC. d. Menganjurkan keluarga untuk selalu meberikan dukungan kepada ibu.
119
Evaluasi : keluarga mengerti dan selalu memberikan dukungan kepada ibu dengan selalu menemani ibu dan membantu kebutuhan yang diperlukan oleh ibu. e. Menganjurkan ibu untuk istirahat. Evaluasi : ibu sudah dianjurkan untuk beristirahat dan ibu bersedia. f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi Evalusi
:
terapi
sudah
diberikan
yaitu
injeksi
dexamethasone 1x 1 mg pada pukul 09.30 dan ceftriaxsone 2 x 1g pada pukul , 14.00, 22.00 WIB. g. Observasi intake dan output Evaluasi : sudah dilakukan observasi intake dan output yaitu jumlah urine kurang lebih 760cc, tetesan infuse 20 x/menit cairan yang masuk 200 cc. h. Memberikan konseling mengenai pengaruh tubektomi Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu tubektomi tidak mempengaruhi proses menyusui, tidak tergantung pada faktor senggama, tidak ada efek samping dalam jangka panjang, tidak ada perubahn dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormone ovarium), berkurangnya risiko kanker ovarium, ibu akan nyeri bahu selama 12 – 24 jam setelah laparoskopi relative dialami karena gas CO2 atau
udara
dibawah
diafragma,
sekunder
terhadap
120
pneumoperitoneum, periode mentruasi akan berlanjut seperti
biasa,
dan
tubektomi
tidak
memberikan
perindungan atas IMS, termasuk virus AIDS i. Memberikan konseling dan melatih mobilisasi Evaluasi : konseling sudah diberikan yaitu pada hari pertama ibu sudah harus belajar untuk miring kanan dan miring kiri dan jika sudah bisa ibu harus melanjutkan mobilisasi dengan duduk dan selanjutnya belajar untuk berjalan. Keadaan umum pada Ny. M pada 1 jam pertama post SC dalam keadaan stabil, kesadaran lemah, tanda vital dalam batas normal, kaki belum bisa digerakan. Pada 07 jam post Sc didapatkan ibu sudah mulai sadar sepenuhnya, tanda vital dalam bata normal dan kaki, tungkai dan jari-jari kaki dapat digerakan. Pada hari pertama ibu dalam kesadaran yang composmentis, keadaan umum yang stabil, tanda vital dalam batas normal dan mobilisasi suda dapat miring kanan dan miring kiri serta asupan gizi yang baik. Pada hari
ketiga pertama ibu dalam
kesadaran yang composmentis, keadaan umum yang stabil, tanda vital dalam batas normal dan mobilisasi suda dapat miring kanan dan miring kiri serta asupan gizi yang baik dan teratur. Pada hari ketiga kesadaran dan keadaan umum ibu dalam keadaan yang stabil dan ibu sudah dapat duduk ditempat tidur. Pada hari keempat kesadaran dan keadaan umum ibu dalam keadaan yang stabil dan ibu sudah dapat berjalan.
121
Dalam kasus nifas post SC dengan tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terdapat kesenjangan antara SOP rumah sakit ditunjang dengan teori yang ada mengenai masa puasa pasien pre operasi SC yang tercantum dalam SOP dan teori (Kasdu, 2003) yang berisi masa puasa pasian pre operasi Sc yaitu minimal 6 jam sedangkan dalam kasus pada pasien Ny. M di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pasien puasa ± 4 jam. Untuk penatalaksanaan yang diberikan bidan pada pasien post SC sudah sesuai dengan wewenang bidan yang tercantum dalam SPK standar 14 yang bertujuan Komplikasi segera deteksi dan dirujuk, penurunan kejadian infeksi pada ibu dan bayi baru lahir, penurunan kematian akibat perdarahan pasca persalinan primer, pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama sesudah persalinan dan juga sesuai keputusan mentri kesehatan No. 900 pasal 18 tentang pelayanan ibu nifas normal dan ibu nifas abnormal yang meliputi retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Diperolehnya pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas post sectio caesaria (sc) dengan tubektomi menggunakan manajemen kebidanan. Dalam pengkajian study casus research ini penulis melakukan metode observasi dengan memperoleh data melalui data primer yaitu pengkajian langsung pada pasien, keluarga, serta data sekunder yaitu melalui pendokumentasian/rekam medic pasien. Dalam pelaksanaan pengkajian kasus pada Ny. M nifas post SC dapat disimpulkan diagnosanya yaitu Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post Sectio Caesaria pada Ny. M Umur 43 Tahun dengan Tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam kasus Ibu Nifas Post Sectio Caesaria pada Ny. M Umur 43 Tahun dengan Tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta kebutuhan yang memerlukan penanganan segera yaitu keadaan umum, kesadaran ibu yang menurun drastis serta mobilisasi ibu yang tidak tidak semakin membaik. Maka dalam pengkajian data penulis melakukan perencanaan sebagai berikut melakukan bservasi keadaan umum, peneluaran lochea,
mengobservasi nyeri tekan uterus, mengobservasi intake dan output konseling terhadap keluarga, konseling kepada pasien mengenai nutrsi, pola istirahat, kelebihan dan kekurangan setelah melakukan tubektomi, mobilisasi dan konseling saat pulang. Pelaksaan
asuhan
kebidanan
sesuai
dengan
perencanaan
penanganan penanganan yang dilakukan. Pada akhir pengkajian penulis melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan yaitu setelah malaksanankan asuhan kebidanan selama 4 hari, penulis mendapatkan keadaan umum ibu dalam batas normal, kesadaran ibu dalam yang stabil, dan mobilisasi ibu yang membaik dari hari ke nol sampai hari keempat yaitu pada hari ke nol ibu baru bisa menggerkan kaki, tungkai serta jari-jari kaki, pada hari pertama ibu sudah dapat miring kanan dan miring kiri. Pada hari ke dua ibu sudah dapat duduk. Pada hari keempat ibu sudah dapat berjalan. Dalam kasus nifas post SC dengan tubektomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terdapat kesenjangan antara SOP rumah sakit ditunjang dengan teori yang ada mengenai masa puasa pasien pre operasi SC yang tercantum dalam SOP dan teori (Kasdu, 2003) yang berisi masa puasa pasian pre operasi Sc yaitu minimal 6 jam sedangkan dalam kasus pada pasien Ny. M di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pasien puasa ± 4 jam. Factor pendukung tercapainya tujuan dalam asuhan kebidanan ini adalah terjalinnya kerja sama yang baik antara penulis, klien, keluarga dan
tim kesehatan yang lain, factor yang menghambat adalah keterbatasan waktu, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman penulis. B. Saran Berdasarkan hasil evaluasi asuhan kebidanan pada ibu nifas post SC di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, maka untuk memperoleh hasil optimal, penulis ingin memberikan saran sebagai berikut. 1. Bagi pasien Penulis mengharapkan ibu bisa melakukan mobilisasi secara bertahap agar proses penyembuhan sapat berjalan dengan baik serta ibu harus menjaga personal hygiene ibu terutama pada daerah luka post SC agar tidak terjadi infeksi, bila ibu merasa ada keluhan segera datang ketenaga kesehatan untuk mendapatkan penanganan. 2. Bagi bidan penulis
mengharapkan
untuk
meningkatkan
kualitas
dalam
pendokumentasian lengkap semua tindakan kebidanan, sehingga proses asuhan yang dilakukan dapat berkesinambungan, karena hal in akan menjadi bukti untuk tanggung jawab dan tanggung gugat, disamping untuk menghindari suatu pengulangan tindakan. 3. Bagi instansi rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengharapkan kepada pembuat kebijakan rumah sakit agar dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan seperti konseling kepada ibu terhadap bahaya-bahaya nifas, pengaruh tubektomi, dan mobilisasi dini pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN, 2010, Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi, bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta. Crissie Gallager – Maudy, 2005, Pemulihan Pasca Operasi Caesar, Erlangga, Jakarta. Jitowoyono & Kristiyanasari, 2010, Asuhan Keperawatan Post Operasi : Dengan Pendekatan Nanda, Nic, Noc, Nuha Medika, Yogyakarta. Handiyani.
H,
Mobilisasi
dan
Imobilisasi
(internet).Available
from
:http://staff.ui.ac.id (diakses pada tanggal 13 Juni 2013). Helen & Hell, 2012, Midwifery Essential – Postnatal, Volume 4, EGC, Jakarta. IBI, 2008, Pedoman Berkelajutan Bagi Bidan, Jakarta. Kasdu. D., 2003, Operasi Caesar ; Masalah dan Solusinya, Cetakan Pertama, Puspa Swara, Jakarta. Kepmenkes RI nomor :900/MENKES/SK/II/2002, Registrasi dan Praktek Bidan. Manuaba, Ida Bagus Gde, 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri ginekologi dan KB, EGC, Jakarta. Medforth. J & dkk, 2012, Kebidanan Oxford : dari Bidan Untuk Bidan, EGC, Jakarta. Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika, Jakarta. Moctar, R., 2013, Sinopsis Obstetri Edisi 3, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta. Moctar, R., 2013, Sinopsis Obstetri Edisi 3, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta. Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rieneka Cipta, Jakarta.
Rasjidi Imam, 2009, Manual Seksio Caesaria & Laparatomi Kelainan Adneksa, Sagung Seto, Jakarta. Riwidikdo, 2007, Statistika Kesehatan, Mitra Cendikia Press. Yogyakarta. Rusca, k. Dewi, D & Barid, M. Pengaruh Mobilisasi Dini Tehadap Penyembuan Luka dan Lama Hari Rawat Pada Pasien Post Pembedahan Sectio Caesaria Di ruang Brawijaya RSUD Kanjuruhan Malang.Hal 2. Saleha, S., 2009, Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Slaemba Medika, Jakarta. Setyowati, Y., Supartini (2012) Karakteristik yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini pada Ibu Nifas Post Sectio Caesaria (Di Ruang Merpati RSUD Dr. Soetomo Surabaya).Hal 12. Standar Pelayanan Kebidanan, 2003, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Sulistyawati Ari, 2009, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Penerbit Andi, Yogyakarta. Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2,EGC, Jakarta. Winkjosastro, H., 2006, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta