LAPORAN STUDI KASUS ABSES PUNGGUNG, DIABETES MELLITUS TIPE II (Studi Kasus dilakukan di IRNA Sepsis RS. Saiful Anwar Malang)
OLEH : YUNI ARYANTI, S.Farm 050413051
PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 88 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2009
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Tinjauan Tentang Abses
1.1.1 Definisi Abses Abses atau furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan yang yang dise diseki kita tarn rnya ya,, yang ang dise diseba babk bkan an oleh oleh Staphyloc Staphylococcus occus aureus aureus. Apab Apabil ilaa furunkelnya lebih dari satu maka disebut furunkolosis. Suatu furunkel, biasanya dikenal sebagai suatu bisul atau boil , ditandai suatu massa material bernanah timbul dari folikel rambut dan meluas pada jaringan subkutan ( Pendland,S.L et al ., ., 2005).
1.1.2 Etiologi Abses Abses
sebagi agian
besa esar
disebabkan
oleh
Staphy Staphyloc lococc occus us
aureus aureus
(Pendland,S.L et al .,., 2005). 1.1.3 Manifestasi klinik Bakteri masuk ke dalam folikel rambut sehingga tampak sebagai nodus kemerahan kemerahan dan sangat sangat nyeri. nyeri. Pada bagian tengah lesi terdapat bintik kekuningan kekuningan yang merupakan jaringan nekrotik, dan disebut mata bisul ( core). Apabila higinis penderita jelek atau menderita diebetes militus, furunkel menjadi sering kambuh. Predileksi penyakit ini biasanya pada daerah yang berambut misalnya pada wajah, punggung, kepala, ketiak, bokong dan ekstrimitas, dan terutama pada daerah yang banyak bergesekan. 1.1.4 Terapi Furunkel
yang
besar
(multiple)
umumnya
diterapi
dengan
penicillinaseresistant penicillin (dicloxacillin 250 mg per oral tiap 6 jam selama sela ma 710 hari). Jika pasien alergi penisilin maka alternatif lain adalah clindamycin (150300 mg per oral tiap 6 jam). Tindakan insisi diindikasikan untuk lesi yang besar dan fluctuant yang tidak drain spontaneously (Pendland S. L. et al .,., 2005).
1.2
Tinjauan Diabetes Mellitus
1.2.1 Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus
(DM) merupakan kumpulan gangguan metabolik yang
terkarakterisasi dengan hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dapat dihasilkan dari kurangnya
sekresi insulin,
kurangnya sensitivitas insulin, atau keduanya (Triplitt et. al ., 2005). Klasifikasi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus, dibedakan menjadi 2 yaitu (Triplitt et. al ., 2005) :
a. Diabetes Mellitus tipe 1 ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus) DM tipe 1 disebabkan adanya kerusakan pada sel beta pankreas yang dimediasi oleh imun sehingga kekurangan insulin bersifat absolut. b. Diabetes Mellitus tipe 2 ( Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) DM tipe 2 biasanya terkarakterisasi oleh penurunan resistensi insulin dan kekurangan insulin bersifat relatif. c. Penyebab lain dari DM (1-2% dari kasus DM) sangat jarang termasuk gangguan dari sistem endokrin (misal akromegali, Cushing’s syndrome), DM gestasional, penyakit eksokrin (pankreatitis), dan karena pengaruh obat seperti glukokortikoid, pentamidin, niasin. Manifestasi Klinik Diabetes Mellitus Gejala DM antara lain banyak kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), penurunan berat badan tanpa sebab walaupun banyak makan (polifagia), kadar gula darah tinggi/hiperglikemia, glikosuria, ketosis, asidosis, bahkan koma (Ganong, 2005). 1.2.5 Terapi Diabetes Mellitus Terapi DM meliputi mengatur pola makan dan olah raga, oral antidiabetik (OAD) dan insulin. Adapun terapi diabetes mellitus tipe II yaitu diberikan oral antidiabetik (OAD) yang dapat merangsang sensitifitas insulin. Yang termasuk dalam OAD antara lain:
a. Sulfonilurea Sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin oleh pankreas. Golongan sulfonilurea antara lain Tolbutamide (Orinase), Glipizide (Glucotrol), Glimepiride (Amaryl) b. Short acting insulin secretagogues (Meglitinides) Meglitinides memiliki cara kerja yang sama dengan sulfonilurea yaitu merangsang sekresi insulin oleh pancreas. c. Biguanide Golongan biguanide dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan sensitifitas insulin yang dihasilkan oleh hati dan jaringan. d. Thiazolidinediones (Glitazone) Golongan obat ini akan mengaktifkan PPARγ yang merupakan faktor penting dalam transkripsi pada sel lemak dan metabolisme asam lemak. e. α-Glucosidase Inhibitor Golongan ini akan memecah sukrosa ataupun karbohidrat kompleks di usus. Adapun penggunaan insulin pada diabetes mellitus tipe II, yaitu keadaan yang diikuti dengan infeksi (Triplitt et. al ., 2005).
BAB II DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN LAPORAN KASUS
Inisial Pasien : Tn.Sgt
Berat Badan :
Umur
Tinggi Badan :
: 69 th
Keluhan Utama
Ginjal : normal Hepar : normal
: benjolan di punggung sejak 3 bln, lemas sejak 1 minggu yang lalu
Diagnosis
: Abses punggung, diabetes mellitus (DM) tipe 2
Riwayat Penyakit
:-
Riwayat Pengobatan Obat -
Alergi
Dosis -
Indikasi -
:-
Kepatuhan
Patuh
Obat Tradisional
-
Merokok
-
OTC
-
Alkohol
-
Lain-lain
Status Askes PNS
Tabel II.1 Catatan Perkembangan Pasien
Inisial Pasien: Tn. Sgt Tanggal 26/2
Problem/ Kejadian/ Tindakan Klinisi Pasien masuk rumah sakit (MRS) melalui IRD dengan keluhan benjolan di punggung sejak 3 bulan yang lalu, lemas sejak 1 minggu yang lalu, nyeri luka (+), pus (+), radang
27/2
(+) Pasien mengeluh nyeri luka (+), pus (+), radang (+) sehingga dilkukan rawat luka
28/2 –
Pasien mengeluh nyeri luka (+), pus (+) sehingga dilakukaan rawat luka.
1/3 3/3 –
Dilakukan rawat luka pada pasien berdasarkan data klinik yang ada, yaitu nyeri luka (+),
7/3 8 – 15/3
pus (+), radang (+). Dilakukan rawat luka pada pasien berdasarkan data klinik yang ada, yaitu nyeri luka (+),
16/3
pus (+). Pasien mengeluh nyeri luka (±), pus (+) dan dilakukan rawat luka pada luka pasien.
-18/3 19/3
Dilakukan insisi luka pada pasien sehingga diberikan petidin untuk menghilangkan nyeri saat insisi.
Tabel II.2 Profil Pengobatan Pasien Lanjutan Tabel II.2 MRS: 26/2 Inisial Pasien: Tn. Sgt Obat 69 th Rute Umur/BB/Tinggi: Alamat: Malang Riwayat Sosial: Askes PNS Gentamisin iv Meropenem iv Obat Rute po Clindamycin Ranitidin iv Metamizol iv Cefotaxim iv Metronidazol Actrapid Ceftriaxon Insulatard Gentamisin Albumin 25 % Meropenem NS Ranitidin NS :D5% D 5 % Ketorolac Pethidin Metamizol
iv iv iv iv iv
Actrapid Insulatard Albumin 25 % NS NS :RD 5 % PRC
iv iv
sc sc iv iv iv iv iv
Keluhan Utama: benjolan di punggung PADA sjk 3 bln, lemas sjk 1 Alergi: PROFIL PENGOBATAN SAAT MRS minggu ini Merokok/Alkohol: -/Frekuensi TGLDiagnosa Dosis: Abses punggung, DM tipe 2 Obat Tradisional: Riwayat Penyakit: OTC: Riwayat Obat : 10/3 11/3 12/3 13/3 14/3 15/3 16/3 17/3 18/3 19/3 Kepatuhan80: patuh mg 2x1 √ √ √ PADA SAAT MRS √ 1 gPROFIL PENGOBATAN 2x1 √ √ √ √ √ √ √ Dosis Frekuensi Tanggal Pemberian Obat 300 mg 2x1 √ √ √ √ 26/2 50 mg 2 x 1 27/2 √28/2 √ 1/3 2/3 √ IRD 3/3 4/3 5/3 6/3 7/3 8/3 9/3 1 g 3 x 1 (K/P) √ √ √√ √ √ √ √ √ √ √ 1g 3x1 √ √ √ √ 500 mg 8U 3x1 1g 18 U 2 x 1 80 mg 100 cc 2 x 1 1g 20 tts/mnt2 x 1 50 mg 2:1 2x1 20 tpm 10 mg 3 x 1 (K/P) 1g
3 x 1 (K/P)
sc
4U
1-1-1
sc iv iv iv iv
10 U 100 cc 20 tts/mnt 2:2 2 labu/hari
0-0-10
1-1-1 0-0-1
√
√
√
√ √ √ √ √ √
√√ √√ √ √ √
√ √
√ √
√√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √ 4-4-4 √ 0-0-10 √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ 5 √% √ √
√ √ √√ √ √
√ √√ √ √
√
√
√
√
√√
√
√
6-6-6
√
√
0-0-14
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Inisial Pasien: Tn. Sgt
Tabel II.3 Data Klinik Pasien yang Mendukung Data Klinik
TD Nadi RR
Nilai Normal 120/80 mmHg 80 - 100 x/menit 18-20 x/menit 37,4 o° C
Suhu GCS Data Klinik
TD Nadi RR Suhu GCS
456
Tanggal 26/ 2
27/ 2
28/ 2
1/3
2/3
3/3
4/3
5/3
6/3
7/3
8/3
112/ 84
130/ 90
120/ 60
120/ 60
110/ 80
110/ 80
110/ 80
120/ 60
110/ 80
110/ 80
110/80
92
90
90
90
80
80
80
84
92
92
88
24
20
20
20
16
16
16
16
16
16
16
37,3
37,2
36,8
36,2
37,2
37,2
37
37,4
37
36,3
37
456
456
456
456
456
456
456
456
456
456
456
Nilai Normal 120/80 mmHg 80 - 100 x/menit 18-20 x/menit 37,4 o° C 456
Komentar dan Alasan
Tanggal 9/3
10/ 3
11/ 3
12/ 3
13/ 3
14/3
15/3
16/3
17/ 3
18/3
120/ 80
120/ 80
120/ 70
120/ 70
120/ 70
120/7 0
130/90
130/90
130/ 70
130/90
88
90
92
88
80
88
88
88
88
16
18
20
24
20
18
22
22
22
22
37 456
36 456
36 456
37,8 456
36 456
36 456
456
456
456
36,4 456
88
Respiratory rate
(RR) pasien pada awal masuk rumah sakit
(MRS) menunjukkan adanya infeksi karena bakteri pada abses punggung pasien, yang didukung oleh peningkatan leukosit dan suhu tubuh pasien.
Tabel II.3 Data Klinik Pasien yang Mendukung Data Klinik
Nilai Normal 120/80 mmHg
TD
80 - 100 x/menit 18-20 x/menit 37,4 o° C
Nadi RR Suhu GCS Data Klinik
456
28/ 2
1/3
2/3
3/3
4/3
5/3
6/3
7/3
8/3
112/ 84
130/ 90
120/ 60
120/ 60
110/ 80
110/ 80
110/ 80
120/ 60
110/ 80
110/ 80
110/80
92
90
90
90
80
80
80
84
92
92
88
24
20
20
20
16
16
16
16
16
16
16
37,3
37,2
36,8
36,2
37,2
37,2
37
37,4
37
36,3
37
456
456
456
456
456
456
456
456
456
456
456
RR Suhu GCS
456
Respiratory rate
(RR) pasien pada awal masuk rumah sakit
(MRS) menunjukkan adanya infeksi karena bakteri pada abses punggung pasien, yang didukung oleh peningkatan leukosit dan suhu tubuh pasien.
Tanggal 9/3
10/ 3
11/ 3
12/ 3
13/ 3
14/3
15/3
16/3
17/ 3
18/3
120/ 80
120/ 80
120/ 70
120/ 70
120/ 70
120/7 0
130/90
130/90
130/ 70
130/90
88
90
92
88
80
88
88
88
88
16
18
20
24
20
18
22
22
22
37 456
36 456
36 456
37,8 456
36 456
36 456
456
36,4 456
80 - 100 x/menit 18-20 x/menit 37,4 o° C
Nadi
Komentar dan Alasan
27/ 2
Nilai Normal 120/80 mmHg
TD
Tanggal 26/ 2
456
88 22
456
Tabel II.4 Data Laboratorium yang Mendukung Data Laboratorium
Tanggal
Nilai Normal 26/2
27/2
2/3
5/3
6/3
7/3
9/3
12/3
11400 6,9
9800 11,4 32,9
7800 12,2 34,8
40.400 11,1 32,8
13/3 14/3 16/3 18/3
Wbc Hb Hct
4000-10000/uL 11-16 g/dl 35-45 %
16100 18300 9,1 9,9 26,6
Trombosit GDS GDP GD2PP Albumin Ureum Kreatinin TG HDL
150000-450000 /Ul <200 mg/dl <126 mg/dl <200 mg/dl 3,5-5 mg/dl 10-24 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl <150 mg/dl >50 mg/dl
461000 507000 291000 303000 316000 305000 259000 509 84 303 110 217 220 26 16 112 376 201 277 287 84 92 219 2,64 2,13 2,72 2,25 2,18 2,55 2,64 2,69 2,59 28,3 30,1 0,74 0,67 Hasil pus tgl 4/3 144 18 Bakteri : gram (-), basil
LDL
<150 mg/dl
63
Kolesterol total <200 mg/dl Na 136-145 mmol/l K 3,5-5 mmol/l
106
26/2
Tanggal 27/2 6/3
yang lebih tinggi dari
7100 10,6 31,8
rentang
normal
menunjukkan
adanya
infeksi karena bakteri pada abses punggung pasien. •
Peningkatan gula darah pasien dapat
memperberat
kondisi abses punggung
3,8 Gentamisin, Amikasin, Meropenem
12/3
menunjukkan
adanya DM tipe 2 yang
Sensitif 129 kuat :
118 5,01
Nilai Normal
•
Kultur : Enterobacter agglomerans pasien.
Lanjutan Tabel II.4 Data Laboratorium
Komentar dan Alasan Leukosit pasien
Tabel II.4 Data Laboratorium yang Mendukung Data Laboratorium
Tanggal
Nilai Normal 26/2
27/2
2/3
5/3
6/3
7/3
9/3
12/3
11400 6,9
9800 11,4 32,9
7800 12,2 34,8
40.400 11,1 32,8
13/3 14/3 16/3 18/3
Wbc Hb Hct
4000-10000/uL 11-16 g/dl 35-45 %
16100 18300 9,1 9,9 26,6
Trombosit GDS GDP GD2PP Albumin Ureum Kreatinin TG HDL
150000-450000 /Ul <200 mg/dl <126 mg/dl <200 mg/dl 3,5-5 mg/dl 10-24 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl <150 mg/dl >50 mg/dl
461000 507000 291000 303000 316000 305000 259000 509 84 303 110 217 220 26 16 112 376 201 277 287 84 92 219 2,64 2,13 2,72 2,25 2,18 2,55 2,64 2,69 2,59 28,3 30,1 0,74 0,67 Hasil pus tgl 4/3 144 18 Bakteri : gram (-), basil
LDL
<150 mg/dl
63
Kolesterol total <200 mg/dl Na 136-145 mmol/l K 3,5-5 mmol/l
106
26/2
Cl LED SGOT SGPT
98-106 mmol/l < 15 mm/jam 11-41 u/l 10-41 u/l
pH urin SG/BJ 1,025-1,029 Glukosa urin Sedimen Urin : - Epitel - Eri - Leu Kristal urin Bakteri
92 16 16
rentang
normal
menunjukkan
adanya
infeksi karena bakteri pada abses punggung pasien. •
Peningkatan gula darah pasien
12/3
104 13
7 1,010 trace + 0-1 + Ca. Sulfat -
menunjukkan
adanya DM tipe 2 yang dapat
memperberat
kondisi abses punggung
3,8 Gentamisin, Amikasin, Meropenem
Tanggal 27/2 6/3
10 12 11
yang lebih tinggi dari
7100 10,6 31,8
Sensitif 129 kuat :
118 5,01
Nilai Normal
•
Kultur : Enterobacter agglomerans pasien.
Lanjutan Tabel II.4 Data Laboratorium
Komentar dan Alasan Leukosit pasien
Cl LED SGOT SGPT
98-106 mmol/l < 15 mm/jam 11-41 u/l 10-41 u/l
92 16 16
104 10 12 11
13
pH urin
7
SG/BJ 1,025-1,029 Glukosa urin Sedimen Urin :
1,010 trace
- Epitel - Eri
+ -
- Leu
0-1 + Ca. Sulfat -
Kristal urin Bakteri
Tabel II.5 Pengobatan Pasien Mulai 26/2
Jenis Obat Cefotaxim
Rute iv
Obat Dosis 1g
Frek 3x1
Berhenti 3/3
Indikasi
3x1 Metronidazol
iv
7/3
Komentar dan
Kefarmasian
Alasan
Obat Antibiotik Suhu tubuh, Pemberian cefotaxim didukung adanya peningkatan suhu tubuh dan untuk
27/2
Pemantauan
WBC
WBC pasien dari nilai normal pada 26/2, cefotaxim merupakan
abses
antibiotik sefalosporin generasi ketiga untuk infeksi bakteri gram
punggung
(+) dan (-) (Martin et. al., 2006). Metronidazol digunakan untuk infeksi bakteri anaerob karena abses punggung sudah mencapai sub kutan yang memungkinkan bakteri
500 mg
anaerob tumbuh (Martin et. al., 2006; Pendland,S.L et al ., 3/3
Ceftriaxon
iv
1g
2x1
10/3
2005). Ceftriaxon merupakan antibiotik sefalosporin generasi ketiga untuk
13/3
brain barier (Lacy, et all , 2008). Gentamisin digunakan untuk infeksi bakteri gram (-) (Martin et. al.,
infeksi bakteri gram (+) dan (-), dimana dapat menembus blood 7/3
Gentamisin
iv
80 mg
12/3
2x1 2x1
Meropenem
iv
1g
2006). Aktifitas tersebut sesuai dengan hasil kultur pus. Meropenem bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri (Tatro et al., 2003). Meropenem diberikan karena kondisi pasien yang lebih jelek, ditunjukkan adanya peningkatan WBC. Pemberian meropenem sesuai dengan hasil kultur pus tanggal 4 Maret 2009.
Tabel II.5 Pengobatan Pasien Mulai 26/2
Jenis Obat
Obat Dosis
Rute
Cefotaxim
iv
1g
Pemantauan Frek 3x1
Berhenti 3/3
Kefarmasian Alasan Obat Antibiotik Suhu tubuh, Pemberian cefotaxim didukung adanya peningkatan suhu tubuh dan untuk
27/2
3x1 Metronidazol
iv
Komentar dan
Indikasi
WBC
WBC pasien dari nilai normal pada 26/2, cefotaxim merupakan
abses
antibiotik sefalosporin generasi ketiga untuk infeksi bakteri gram
punggung
(+) dan (-) (Martin et. al., 2006). Metronidazol digunakan untuk infeksi bakteri anaerob karena abses
7/3
punggung sudah mencapai sub kutan yang memungkinkan bakteri
500 mg
anaerob tumbuh (Martin et. al., 2006; Pendland,S.L et al ., 3/3
Ceftriaxon
iv
1g
2x1
2005). Ceftriaxon merupakan antibiotik sefalosporin generasi ketiga untuk
10/3
infeksi bakteri gram (+) dan (-), dimana dapat menembus blood 7/3
Gentamisin
iv
80 mg
12/3
2x1
brain barier (Lacy, et all , 2008). Gentamisin digunakan untuk infeksi bakteri gram (-) (Martin et. al.,
13/3
2006). Aktifitas tersebut sesuai dengan hasil kultur pus. Meropenem bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri
2x1 Meropenem
iv
(Tatro et al., 2003). Meropenem diberikan karena kondisi pasien
1g
yang lebih jelek, ditunjukkan adanya peningkatan WBC. Pemberian meropenem sesuai dengan hasil kultur pus tanggal 4 Maret 2009.
Lanjutan Tabel II.5 Mulai 16/3
Jenis Obat Clindamycin
Rute po
Obat Dosis Frek 300 mg
2x1
Berhenti
Indikasi
Pemantauan
Komentar dan
Kefarmasian
Alasan
Terapi
Obat Antibiotik untuk Suhu
masih
abses punggung
WBC
dilanjutkan 26/2
Ranitidin
iv
50 mg
2x1
13/3
Ketorolac
iv
10 mg
3x1
27/2
untuk infeksi bakteri gram (+), (-) dan anaerob yang cocok untuk infeksi kulit (Martin et. al., 2006).
Profilaksis stress Keluhan
nyeri Ranitidin merupakan pengeblok reseptor H2 di
ulcer
mual, lambung untuk mengurangi produksi asam lambung
perut, muntah
26/2
tubuh, Clindamycin merupakan antibiotik spektrum luas
Analgetika
Keluhan luka
pasien (Tatro et al., 2003). nyeri Ketorolac merupakan analgesik non steroid yang bekera denan menghambat COX dan sintesis prostaglandin (Tatro et al ., 2003). Ketorolac
27/2
Metamizol
iv
1g
3x1
Terapi masih dilanjutkan
Lanjutan Tabel II.5
Analgetika
Keluhan luka
diberikan untuk menghilangkan nyeri luka pasien. nyeri Metamizol merupakan analgesik untuk menghilangkan nyeri luka pasien.
Lanjutan Tabel II.5 Mulai 16/3
Jenis Obat Clindamycin
Rute po
Dosis
Obat Frek
300 mg
2x1
Pemantauan Berhenti Terapi
Kefarmasian Alasan Obat Antibiotik untuk Suhu tubuh, Clindamycin merupakan antibiotik spektrum luas
masih
abses punggung
WBC
untuk infeksi bakteri gram (+), (-) dan anaerob yang
dilanjutkan 26/2
Ranitidin
iv
50 mg
2x1
13/3
cocok untuk infeksi kulit (Martin et. al., 2006). Profilaksis stress Keluhan
nyeri Ranitidin merupakan pengeblok reseptor H2 di
ulcer
mual, lambung untuk mengurangi produksi asam lambung
perut, muntah
26/2
Ketorolac
iv
10 mg
3x1
Komentar dan
Indikasi
27/2
Analgetika
Keluhan
pasien (Tatro et al., 2003). nyeri Ketorolac merupakan analgesik non steroid yang
luka
bekera denan menghambat COX dan sintesis prostaglandin (Tatro et al ., 2003). Ketorolac
27/2
Metamizol
iv
1g
3x1
Terapi
Analgetika
masih
Keluhan
diberikan untuk menghilangkan nyeri luka pasien. nyeri Metamizol merupakan analgesik untuk
luka
menghilangkan nyeri luka pasien.
dilanjutkan
Lanjutan Tabel II.5
Obat Mulai 28/2 6/3 10/3
Jenis Obat
Rute
Dosis
Actrapid Actrapid
sc sc
4U 6U
Actrapid
sc
8U
12/3
Frek
Berhenti
3x1
6/3
3x1 3x1
10/3 12/3
Indikasi
Pemantauan
Komentar dan
Kefarmasian
Alasan
Obat Mengontrol kadar Gula darah
Actrapid merupakan insulin short acting yang onsetnya
gula darah pasien
cepat sehingga dapat terkontrol gula darah setelah makan dengan baik (Triplitt et. al ., 2005). Dosis yang
3x1
diberikan disesuaikan dengan gula darah pasien.
Actrapid
sc
4U
26/2
Insulatard
sc
10 U
0-0-1
6/3
Mengontrol kadar Gula darah
dari normal. Insulatard merupakan insulin intermediate-acting yang
6/3
Insulatard
sc
14 U
0-0-1
10/3
gula darah pasien
memiliki masa kerja
10/3 12/3
Insulatard
sc
18 U
0-0-1 0-0-1
12/3 14/3
Insulatard
sc
10 U
3/3
Albumin
iv
25 %
100 mL 4/3
Mengatasi
10/3
Albumin
iv
25 %
100 mL 11/3
hipoalbumin
12/3
Albumin
iv
25 %
100 mL 14/3
Albumin 25 % diberikan jika nilainya < 2,5 mg/dl.
Albumin
iv
5%
100 mL
Albumin 5 % diberikan jika nilainya 2,5-3 mg/dl.
17/3
Actrapid diberikan karena nilai GD2PP pasien lebih
panjang
sehingga dapat
mengontrol gula darah basal pasien dengan baik (Triplitt et. al ., 2005). Besarnya dosis yang diberikan disesuaikan dengan gula darah pasien Insulatard Albumin
diberikan karena nilai GDP pasien lebih dari normal. Pada pasien terjadi penurunan albumin akibat kondisi pasien, oleh karena itu diberikan tranfusi albumin.
Lanjutan Tabel II.5 Obat
Pemantauan
Komentar dan
Obat Mulai 28/2 6/3 10/3
Jenis Obat
Rute
Dosis
Actrapid Actrapid
sc sc
4U 6U
Actrapid
sc
8U
12/3
Berhenti
3x1
6/3
3x1 3x1
10/3 12/3
Indikasi
Pemantauan
Komentar dan
Kefarmasian
Alasan
Obat Mengontrol kadar Gula darah
Actrapid merupakan insulin short acting yang onsetnya
gula darah pasien
cepat sehingga dapat terkontrol gula darah setelah makan dengan baik (Triplitt et. al ., 2005). Dosis yang
3x1 Actrapid
sc
diberikan disesuaikan dengan gula darah pasien.
4U
Actrapid diberikan karena nilai GD2PP pasien lebih
10 U
0-0-1
6/3
Mengontrol kadar Gula darah
dari normal. Insulatard merupakan insulin intermediate-acting yang
sc
14 U
0-0-1
10/3
gula darah pasien
memiliki masa kerja
Insulatard
sc
18 U
0-0-1 0-0-1
12/3 14/3
Insulatard
sc
10 U
26/2
Insulatard
sc
6/3
Insulatard
10/3 12/3
3/3
Albumin
iv
10/3
Albumin
12/3 17/3
Frek
panjang
sehingga dapat
mengontrol gula darah basal pasien dengan baik (Triplitt et. al ., 2005). Besarnya dosis yang diberikan disesuaikan dengan gula darah pasien Insulatard diberikan karena nilai GDP pasien lebih dari normal. Pada pasien terjadi penurunan albumin akibat kondisi
25 %
100 mL 4/3
Mengatasi
Albumin
iv
25 %
100 mL 11/3
hipoalbumin
Albumin
iv
25 %
100 mL 14/3
Albumin 25 % diberikan jika nilainya < 2,5 mg/dl.
Albumin
iv
5%
100 mL
Albumin 5 % diberikan jika nilainya 2,5-3 mg/dl.
pasien, oleh karena itu diberikan tranfusi albumin.
Lanjutan Tabel II.5 Obat
Mulai 19/3 26/2
Jenis Obat Petidin
Rute
Dosis
iv
Frek
Berhenti
Indikasi
Pemantauan
Komentar dan
Kefarmasian
Alasan
20/3
Obat Analgetika operasi
Nyeri
28/2
Untuk
operasi Kadar
menghilangkan nyeri pada tindakan insisi luka pasien. NS merupakan cairan isotonis yang mengandung
keseimbangan
elektrolit
elektrolit natrium dan klorida untuk mengatur
saat Petidin
merupakan
analgesik
opioid
untuk
NS
iv
20 tts/mnt
NS NS
iv iv
20 tts/mnt 20 tts/mnt
NS : RD 5 %
iv
2:2
3/3
NS dengan RD 5 %, NS dengan D 5% yang diberikan
D5% NS : D 5 %
iv iv
20 tpm 2 :1
13/3
merupakan cairan hiperosmolar untuk hemodilusi,
14/3
15/3
dimana mengandung glukosa sebagai sumber kalori.
7/3
PRC
iv
2 labu/hari
8/3
3/3 15/3 28/2 12/3
14/3
cairan tubuh dan
keseimbangan cairan tubuh (Martin et. al., 2006).
nutrisi pasien
Meningkatkan Hb Hb
(Martin et. al., 2006). Hb pasien saat MRS sudah mengalami penurunan
pasien
tetapi Hb pasien < 8 g/dl pada tanggal 6/3 sehingga diberikan tranfusi PRC.
Mulai 19/3 26/2
Jenis Obat
Rute
Petidin
Dosis
iv
Frek
Berhenti
Indikasi
Kefarmasian
Alasan
20/3
Obat Analgetika operasi
Nyeri
28/2
Untuk
operasi Kadar
menghilangkan nyeri pada tindakan insisi luka pasien. NS merupakan cairan isotonis yang mengandung
keseimbangan
elektrolit
elektrolit natrium dan klorida untuk mengatur
saat Petidin
merupakan
analgesik
opioid
untuk
NS
iv
20 tts/mnt
NS NS
iv iv
20 tts/mnt 20 tts/mnt
NS : RD 5 %
iv
2:2
3/3
NS dengan RD 5 %, NS dengan D 5% yang diberikan
iv iv
20 tpm 2 :1
13/3
merupakan cairan hiperosmolar untuk hemodilusi,
14/3
D5% NS : D 5 %
15/3
dimana mengandung glukosa sebagai sumber kalori.
7/3
PRC
iv
2 labu/hari
8/3
3/3 15/3 28/2 12/3
14/3
cairan tubuh dan
keseimbangan cairan tubuh (Martin et. al., 2006).
nutrisi pasien
Meningkatkan Hb Hb
(Martin et. al., 2006). Hb pasien saat MRS sudah mengalami penurunan
pasien
tetapi Hb pasien < 8 g/dl pada tanggal 6/3 sehingga diberikan tranfusi PRC.
Tabel II.6 Asuhan Kefarmasian Obat Actrapid Insulatard
Problem Efek samping hipoglikemi
Tindakan (usulan pada klinisi, perawat, pasien) Injeksi actrapid sebaiknya 30 menit sebelum makan untuk mencapai kontrol gula darah 2 jam setelah makan (GD2PP) secara optimal
Tabel II.6 Asuhan Kefarmasian Obat Actrapid Insulatard
Problem Efek samping hipoglikemi
Tindakan (usulan pada klinisi, perawat, pasien) Injeksi actrapid sebaiknya 30 menit sebelum makan untuk mencapai kontrol gula darah 2 jam setelah makan (GD2PP) secara optimal
BAB III PEMBAHASAN
Pasien Tn. Sgt masuk rumah sakit pada 26 Februari 2009 dengan keluhan benjolan di punggung sejak tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, lemas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien didiagnosa oleh Dokter menderita abses punggung dan diabetes mellitus (DM) tipe 2. Pada saat masuk rumah sakit, pasien menjalani pemeriksaan klinik dan laboratorium yang menunjukkan bahwa adanya peningkatan denyut nadi, respiratory rate (RR), suhu tubuh, leukosit, gula darah dan penurunan elektrolit darah, albumin, serta hemoglobin. Peningkatan suhu tubuh dan leukosit menunjukkan adanya infeksi bakteri yang berasal dari abses punggung pasien, terapi yang digunakan adalah antibiotik cefotaxim. Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai mekanisme aksi menghambat sintesis dinding sel bakteri (Tatro, 2003). Cefotaxim dipilih karena mempunyai cakupan bakteri yang luas (Chambers, 2007). Oleh karena abses punggung yang dialami oleh pasien disertai adanya bisul yang sudah meluas sampai jaringan subkutan yang memungkinkan adanya bakteri anaerob untuk tumbuh maka diperlukan metronidazol. Metronidazol digunakan untuk infeksi bakteri anaerob yang mempunyai membunuh bakteri dengan cara merusak sintesis DNA bakteri (Tatro, 2003). Penggunaan cefotaxim dihentikan setelah lima hari kemudian diganti dengan ceftriaxon yang mempunyai waktu paro yang lebih panjang sehingga frekuensi penggunaannnya lebih sedikit yaitu sehari dua kali (Lacy et. al., 2008). Berdasarkan hasil kultur pus tanggal 4 Maret 2009, penggunaan metronidazol dihentikan dan diganti dengan gentamisin yang menunjukkan sensitifitas terhadap hasil kultur bakteri yaitu bakteri gram negatif. Gentamisin membunuh bakteri dengan menghambat sintesis protein bakteri gram negatif yang sesuai hasil kultur (Lacy et. al., 2008). Setelah pengunaan ceftriaxon selama 7 hari maka dihentikan sehingga hanya menggunakan gentamisin saja. Oleh karena kondisi abses punggung pasien yang disertai oleh diabetes mellitus dan cakupan bakteri gentamisin tidak mampu untuk bakteri yang ada maka leukosit pasien meningkat
menjadi 40.400 /uL pada tanggal 12 Maret 2009. Oleh karena itu gentamisin diganti dengan meropenem yang mempunyai spektrum luas, yaitu menghambat enzim β-laktamase pada bakteri gram positif dan negatif serta anaerob (Chambers, 2007). Setelah pemberian meropenem selama lima hari, kondisi leukosit pasien sudah kembali normal. Kemudian meropenem dikombinasi dengan clindamycin yang merupakan terapi yang direkomendasikan untuk abses, dimana mekanisme kerja clindamycin yaitu menghambat sintesis protein bakteri gram positif dan negatif serta anaerob (Chambers, 2007). Pasien juga didiagnosa DM tipe 2 yang ditunjukkan dengan peningkatan gula darah puasa (GDP) dan gula darah dua jam setelah makan (GD2PP). Pada pasien DM dengan adanya infeksi, infeksi akan meningkatkan katabolisme tubuh sehingga dibutuhkan energi yang besar oleh karena itu perlu adanya insulin untuk memasukkan glukosa darah ke dalam sel sebagai sumber energi. Peningkatan GDP diterapi dengan menggunakan insulatard yang merupakan Intermediateacting Insulin.
Insulatard memiliki mula kerja sekitar 2-4 jam, kadar puncak 4-12
jam, durasi kerja 8-18 jam sehingga ditujukan untuk mengontrol gula darah basal pasien (Triplitt et. al., 2006). Sedangkan peningkatan GD2PP diterapi dengan menggunakan actrapid yang merupakan Regular Insulin / Short Acting Insulin. Actrapid memiliki mula kerja sekitar 30 menit dan durasi kerja 3-6 jam dengan durasi maksimum 6-8 jam, sehingga digunakan untuk mengontrol gula darah dua jam setelah makan (Triplitt et. al., 2006). Injeksi actrapid sebaiknya 30 menit sebelum makan untuk mencapai kontrol gula darah 2 jam setelah makan (GD2PP) secara optimal dan mencegah hipoglikemia setelah makan (Triplitt et. al., 2006). Pemberian actrapid dan insulatard pada pasien dapat mengontrol gula darah pasien dengan baik. Dosis actrapid dan insulatard yang diberikan disesuaikan dengan gula darah pasien. Abses punggung pasien menyebabkan timbulnya keluhan nyeri sehingga pada awal masuk rumah sakit diberikan ketorolac dan metamizol selama masuk rumah sakit. Ketorolac dan metamizol merupakan analgesik untuk menghilangkan nyeri luka abses punggung pasien. Ranitidin merupakan pengeblok reseptor histamin 2 di lambung yang besifar reversibel sehingga mengurangi produksi asam lambung pasien (Tatro, 2003). Adanya infeksi kulit dapat menyebabkan
penurunan kadar albumin pasien sehingga diperlukan tranfusi albumin, dimana albumin ini akan menjaga tekanan onkotik plasma (Tatro, 2003). Tranfusi albumin 25% diberikan jika nilai albumin serum pasien < 2,5 mg/dl, sedangkan jika nilainya 2,5-3 mg/dl maka diberikan albumin 5 % (plasmanat®). Selama rawat inap, pasien mengalami penurunan haemoglobin (Hb) yang cukup signifikan, yaitu < 8 g/dl, sehingga perlu adanya tranfusi packed red cell ( PRC). Adapun terapi cairan yang diberikan yaitu untuk hemodilusi dan mengontrol kadar elektrolit pasien. Pada saat dilakukan tindakan insisi luka abses, diberikan petidin yang merupakan analgesik opioid untuk menghilangkan nyeri saat insisi. Monitoring yang perlu dillakukan antara lain memantau leukosit, suhu tubuh pasien, gula darah pasien, keluhan nyeri luka yang dialami pasien, albumin, hemoglobin serta elektrolit tubuh pasien. Asuhan kefarmasian yang perlu diperhatikan adalah efek samping yang potensial terjadi yaitu efek hipoglikemi pada penggunaan insulin. Hasil GDP pasien pada tanggal 12 dan 13 Maret 2009 menunjukkan adanya hipoglikemi tetapi kondisi pasien tidak menunjukkan tandatanda adanya hipoglikemi, yang didukung adanya pemeriksaan gula darah sesaat (GDS) pasien yang masih dalam rentang normal. Studi kasus di rawat inap penyakit dalam ini dilakukan sampai tanggal 19 Maret 2009, dimana perkembangan pasien selama dirawat semakin membaik.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W.F., 2005. Review McGraw Hill Companies.
of Medical Physiology, 22th ed.
California:
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2008. Information Handbook , Ed. 17 th, Canada : Lexi-comp Inc.
Drug
Martin, John., Jordan, Bryony., MacFarlane, Colin R., Ryan, Rachel S.M., Wagle, Shama M.S., 2006, British National Formulary, 52th Ed., London : BMJ Group and RPS Publishing Group. Pendland S. L. et al ., 2005, Skin and Soft Tissue Infections, in : Joseph Dipiro
T., Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matzke, Barbara G. Wells and L. Michael Posey (Eds), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th Ed. USA: The Mc Graw Hill Company, Inc. Tatro, David S., Borgsdorf, Larry R., Catalano, Joseph T., Lahl, Jennifer C., Lopez, Julio R., Frederick, Kristina., Metzger, Stephanie G., Pase, Marylin Nelsen., 2003, A to Z Drug Facts and Comparisons, USA: The Mc Graw Hill Company, Inc. Triplit, Curtis L., Reasner, Charles A., Isley, William L., 2005, Diabetes Mellitus, in : Joseph Dipiro T., Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matzke, Barbara G. Wells and L. Michael Posey (Eds), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th Ed. USA: The Mc Graw Hill Company, Inc.