https://www.scribd.com/docum https://www.sc ribd.com/document/3701717 ent/370171711/Makalah-Sprain11/Makalah-Sprain-Ankle Ankle
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Menurut hasil penelitian The Electronic Injury National Surveillance System (NEISS) di Amerika menunjukkan bahwa sprain ankle di pengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan keterlibatan dalam olah raga. Laki-laki berusia antar 15-24 tahun memiliki tingkat lebih tinggi terkana sprain ankle, ankle, dan perempuan usia 30 tahun memiliki tingkat lebih tinggi terkena sprain terkena sprain ankle. ankle . Setengah dari semua keseleo pergelangan kaki (58,3%) terjadi selama kegiatan atletik, dengan basket (41,1%), football (9,3%), dan soccer (7,9%). Hal ini dapat membuktikan bahwa persentase tertinggi sprain ankle adalah selama berolahraga. (Martin et al., 2013). Cedera sprain ankle dapat terjadi karena overstretch pada ligamen complex lateral ankle dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba terjadi saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, di mana umumnya terjadi pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata.
Ligamen pada lateral ankle antara lain: ligamen
talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi. Ligamen calcaneocuboideum yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi dan ligamen calcaneofibular yang berfungsi untuk untuk menahan gerakan ke arah inversi (Chan, 2011). Fisioterapi sangat peduli pada kesehatan manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk memaksimalkan potensi gerak
yang
berhubungan berhubungan
mengembangkan, mencegah, mengobati, dan mengembalikan tubuh
seseorang
dengan
menggunakan
gerak
dan
dengan fungsi
modalitas modalitas fisioterapi. Di dalam
menanggulangi gangguan fungsi pada sprain ankle kronis di perlukan pendekatan fungsional yang komprehensif melalui pelayanan fisioterapi (Miller, 2011).
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana gambaran anatomi dan fisiologi Ankle foot? b. Apa sajakah tanda dan gejala, serta etiologi dari sprain ankle? c. Bagaimana cara pemeriksaan fisioterapi terhadap sprain ankle? d. Bagaimana penanganan Fisioterapi pada kasus sprain ankle?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Memberikan pemahaman lebih lanjut pada kasus yang sedang ditangani b. Meningkatkan pengetahuan secara spesifik agar problema fisioterapi dapat diselesaikan dengan baik c. Memberikan gambaran dan perencanaan apabila menemukan kasus yang sama di lapangan.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Mengetahui patofisiologi sprain ankle beserta mekanisme cedera b. Mempelajari pemeriksaan untuk penegakan diagnosa fisioterapi pada kasus sprain ankle c. Menentukan intervensi dan modalitas yang sesuai dalam penanganan sprain angkle pada setiap derajatnya
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sprain merupakan tarikan, peregangan, atau robeknya jaringan lunak seperti kapsul sendi, ligamen, tendon, dan otot. Sprain ankle merupakan kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamentum lateral kompleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang tidak rata. Sprain ankle memiliki derajat sprain sesuai tingkat kerusakannya :
Derajat I ; umumnya terjadi penguluran pada ligamenum talofibular anterior sehingga pasien nyeri ringan dan sedikit bengkak
Derajat II dan III; kerobekan parsial dan kompleks telah terjadi pada ligamentum lateral
compleks
ankle
(ligamentum
talofibular
anterior,
ligamentum
calcaneofibular, ligamentum calcaneocuboideum, ligamentum talocalcaneus, dan ligamentum talofibular posterior). Pada derajar II dan III, pasien mengalami nyeri hebat (aktualitas tinggi), bengkak dan penurunan fungsi ankle (gangguan berjalan).
2.2 Anatomi 2.2.1 Struktur Tulang Ankle and foot Terdiri dari 28 tulang dan
paling sedikit 29 sendi, yang mana Ankle
dibentuk oleh ujung distal os. Tibia dan os. Fibula (yang kompleks terdiri dari 3 artikulasi: sendi talocrural, sendi subtalar, dan tibiofibular) yang bersendi langsung dengan: Os. Talus paling atas, Os. Calcaneus paling belakang, Os. Navicularis bagian medial, Os. Cuboideus bagian lateral, Ossa. Cuneiforme bagian medial, middel, lateral, Ossa. Metatarsalia 5 buah, dan Ossa. Phalangeal 14 buah (Bonnel et al.,2010). Pada ankle terdiri atas pengelompokan, diantaranya :
3
a. Fore foot , terdiri dari: Ossa metatarsalia dan Ossa phalangea, pada anterior segmen. b. Mid foot, terdiri dari : Os. Navicularis, Os Cuboid dan Ossa Cuneiforme, pada middle segmen. c. Rear foot, terdiri dari: Os, Talus dan Os Calcaneus (Subtalar joint/Talo calcanel
joint),
posterior
segmen.
Gambar 2.1 Ankle and foot joint sebagai stabilisasi pasif Sumber: Atlas anatomi (Atner, 2002) 2.2.2
Persendian kaki
1. Distal Tibio Fibular Joint Distal tibio fibular joint merupakan syndesmosis joint dengan satu kebebasan gerak kecil. Diperkuat anterior dan posterior tibiofibular ligament dan interroseum membran. 2. Ankle Joint (Talo Crural Joint)/Rear Foot Talocrural, atau tibiotalar, secara fungsional talocrural joint dapat dianggap sebagai synovial hinge joint , dibentuk oleh cruris (tibia dan fibula) dan os. Talus, maleolus medial, dan maleolus lateral. Gerakan-gerakan yang terjadi fleksi dorsal dan fleksi plantar.
4
3. Subtalar Joint (Talo Calcaneal Joint)/Rear Foot Subtalar joint merupakan jenis sendi plan joint , dibentuk oleh os. Talus dan Calcaneus. Arthrokinematik dan osteokinematik adalah gerakan yang terjadi berupa adduksi (valgus) dan abduksi (varus), yang ROM keduanya adalah hard end feel . Semakin besar posisi kaki dalam fleksi plantar, semakin besar kemiringan varusnya. Diperkuat oleh talocalcaneal ligamen. Biomekanik sendi subtalar sangat penting dalam stabilitas pergelangan kaki, terutama gerakan inversi dan eversi dalam upaya untuk menjaga kaki stabil di bawah pusat gravitasi (Kisner dan Colby, 2012) 4. Midtarsal joint (Mid foot) / Inter Tarsal Joint Midtarsal joint (Mid foot) / Inter Tarsal Joint terdiri dari: a.
Talo calcaneo navicular joint , memiliki cekungan permukaan sendi yang kompleks, termasuk jenis sendi plan joint . Diperkuat oleh plantar calcaneonavicular ligamen.
b.
Calcaneo cuboid joint, merupakan plan joint, bersama talonavicularis membentuk transverse tarsal (mid tarsal joint). Diperkuat ligamen spring, dorsal talo navicular ligamen, bifurcatum ligamen, Calcaneo cuboid ligamen, Plantar calcaneocuboid ligamen.
c.
Cuneo navicular joint , navikular bersendi dengan cuneiforme I, II, III , berbentuk konkaf. Cuneiforms bagian plantar berukuran lebih kecil, bersama cuboid membentuk transverse arc. Gerak utama; plantar – dorsal fleksi. Saat plantar fleksi terjadi gerak luncur cuneiform ke plantar.
d.
Cuboideocuneonavicular joint, sendi utamanya adalah cuneiform IIcuboid berupa plan joint . Gerak terpenting adalah inversi dan eversi. Saat inversi cuboid translasi ke plantar medial terhadap cuneiform III.
e. Intercuneiforms joint , dengan navicular membentuk transverse arc saat inversi-eversi terjadi pengurangan-penambahan arc. Arthrokinematiknya berupa gerak translasi antar os. tarsal Joint.
5
6
f.
Cuneiforms I-II-III bersendi dengan metatarsal I-II-III, cuboid bersendi dengan metatarsal IV-V, Metatarsal II ke proximal sehingga bersendi juga dengan Cuneiforms I-III, sehingga
sendi ini paling stabil dan
gerakannya sangat kecil. Arthrokinematiknya berupa traksi gerak Metatrsal ke distal (Barr, 2005).
5. Metatarso phalangeal dan Inter phalangeal Joint (Fore Foot) a. Metatarso phalangeal Joint. Distal metatarsal berbentuk konveks membentuk sendi ovoid-hinge dengan gerak: fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi. b. Proximal dan Distal Interphalangeal Joint Caput proximal phalang berbentuk konveks dan basis distal phalang berbentuk konkav membentuk sendi hinge.
Gambar 2.2 Persendian kaki kaki Atlas Anatomi Manusia (Sobotta, 2010)
7
2.2.3 Arcus kaki
Ada dua arcus, Longitudinal Arc dan Transverse Arc: 1. Longitudinal Arc: merupakan kontinum dari calcaneus dan caput metatarsal. 2. Transverse Arc: bagian proxikmal dibatasi os. Cuboideum, lateral cuneiforme, mid cuneiforme dan medial cuneiforme lebih cekung dan pada bagian distal oleh caput metatarsalia yang lebih datar (Bonnel et al., 2010).
2.2.4 Fascia
Ankle and foot terdapat fascia superficialis dorsum pedis yang terletak di bagian distal retinaculum musculorum extensoren inferius. Fascia ini membentuk fascia cruris dan terbentang ke distal masuk ke dalam aponeurosis extensoris jari jari. Pada bagian proksimal melekat pada retinaculum musculorum extensor superior
dan
membentuk
penyilangan
dengan
retinaculum
musculorum
extensorum inferius hanya dapat dilihat pada diseksi perlahan-lahan dan bagian lateralnya crus proksimal sering tidak ada. Disebelah dalam tendon-tendon musculus
extensor
digitorum
longus
yang merupakan lapisan jaringan
penyambung fascia profunda dorsum pedis yang padat, kaku dan juga melekat pada batas-batas kaki (Kisner dan Colby, 2012).
2.2.5 Struktur Ligamen Ankle
Ligamen merupakan struktur yang elastis dan sebagai stabilisasi pasif pada ankle and foot joint. Ligamen yang sering mengalami cedera yaitu ligament kompleks lateral kaki antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi, ligamen talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inverse, ligamen calcaneocuboideum yang berfunsgsi untuk menahan gerakan kearah plantar fleksi, ligamen talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi dan ligamen calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi membuat sendi kaki terkunci pada batas tertentu sehingga tebentuknya stabilitas pada kaki dan ligamen cervical. Selain itu juga terdapat ligamen cuneonavicular plantar, 8
ligamen cuboideonavicular plantar, ligamen intercuneiform plantar, ligamen cuneocuboid plantar dan ligamen interrosea yaitu ligamen
cuneocuboideum
interossum dan ligamen intercuneiform interrosea. Pada ligamen antara tarsal dan metatarsal terdapat ligamen tarsometatarso dorsal, ligamen tarsometatarso plantar dan ligamen cuneometatarsal interrosea. Diantara ossa metatarsal terdapat ligamen metatarsal interrosea dorsal dan plantar yang terletak pada basis metatarsal
(Chook dan Hegedus, 2013)
Gambar 2.3 Sruktur ligamen sebagai stabilisasi pasif. Sumber: Atlas anatomi (Sobotta, 2010)
2.2.6 Struktur Otot dan Tendon Ankle and foot M. soleus dan M. gastrocnemius, fungsinya untuk plantar fleksi pedis, otot ini di innevasi oleh N. tibialis L 4-L5. fungsinya untuk supinasi (adduksi dan inverse) dan plantar fleksi pedis. M.tibialis anterior dan M.tibialis posterior, otot ini di innevasi oleh N. peroneus (fibularis) profundus L 4-L5, fungsinya untuk dorsal fleksi dan supinasi (adduksi dan inverse) pedis. M. peroneus longus
dan
M. peroneus brevis, merupakan pronator yang paling kuat untuk mencegah terjadinya sprain ankle lateral, otot ini di innervasi oleh N. peroneus (fibularis) superficialis L5-S1. Fungsinya untuk pronasi (abduksi dan eversi) dan plantar fleksi pedis, tidak hanya pada ligamen, jaringan lain seperti tendon dapat mengalami cedera, tendon yang sering mengalami cedera pada ankle sprain 9
adalah tendon peroneus longus dan brevis yang berfungsi terhadap gerakan eversi pada kaki (Farquhar, et al 2013).
Gambar 2.4 Struktur otot dan tendon ankle (atlas anatomi) Sumber: Sobotta (2010) 2.3 Patofisologi
Terjadinya sprain ankle , akibat adanya trauma langsung atau ketidakstabilan dari sendi ankle yang menyebabkan perobekan dari ligamen yang ada disekitar sendi ankle, baik lateral maupun medial . Bila sendi pergelangan kaki mengalami sprain, maka akan diikuti proses radang disekitar pergelangan kaki. Proses radang ditandai dengan fase-fase yaitu fase inflamasi respon (0-4 hari) ditandai adanya tanda inflamasi, respon sel berupa pelepasan leukosit dan sel fagositik lainnya, reaksi vaskular terjadi pembekuan darah dan peningkatan jaringan fibrin, pada fase ini mulai terjadi penutupan luka. Fase fibroplastik repair ( 2 hari- 6 minggu) terjadi proses proliferasi dan regenerasi secara aktif dimulai dengan terbentuknya jaringan granulasi yang kemudian menjadi kolagen. Terjadi prosesd proliferasi dimana kolagen menjadi lebih solid dan kuat. Pada fase ini jaringan sudah mulai berfungsi.
10
Fase Remodelling merupakan proses yang lama. Proses ini terjadi realignment atau remodelling dari jaringan kolagen. Proses penguraian
dan sintesa kolagen menjadi suatu
jaringan yang kuat dan teratur. Biasanya dalam tiga minggu jaringan yang kuat, elastis, dan tanpa pendarahan yang terjadi. 2.4 Etiologi
Penyebab utama sprain ankle yaitu trauma atau ruda paksa langsung. Gerakan yang sering memicu sprain ankle adalah gerakan inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai. Jika pergelangan kaki ditempatkan dalam posisi yang abnormal, peregangan berlebihan pada pada ligamen dapat terjadi. Ligamen dari pergelangan kaki yang berfungsi sebagai menstabilkan sendi akan terulur sehingga terjadi nyeri, disfungsi, dan limitasi pada ankle. Selain itu, stabilitas ankle juga dapat memicu terjadinya sprain ankle. Stabilitas sendi berasal dari beberapa faktor yaitu susunan struktural dari tulang yang membentuk sendi dan ligamen sekitarnya. Banyaknya tulang penstabil pada sisi sebelah medial yang mengakibatkan lebih stabil dibandingkan sisi lateral. Ketika tekanan cukup besar pada sisi medial, maka akan menciptakan titik tumpu untuk lebih membalikkan pergelangan kaki. Ketika serabut otot ligamentum untuk eversi tidak cukup kuat untuk menahan atau melawan kekuatan inversi , maka serabut ligamentum sisi lateral menjadi tertekan atau robek.
2.5 Tanda Dan Gejala
Tanda yang biasa dan dan gejala termasuk rasa sakit (nyeri), bengkak, dan hilangnya kemampuan untuk bergerak dan menggunakan sendi (kemampuan fungsional). Namun tanda dan gejala dapat bervariasi dalam intensitas, tergantung pada tingkat keparahan keseleo tersebut. Sprain ankle dibagi dalam tiga tingkatan :
Grade tingkat I Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamen dan hanya beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan, dan rasa sakit pada derah tersebut.
Grade tingkat II Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamen yang putus, tetapi lebih dari separuh serabut ligamen utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut. 11
Grade tingkat III Pada cedera ini seluruh ligamen putus, sehingga kedua ujungnya terpisah. Persendian yang
bersangkutan
merasa
sangat
sakit,
terdapat
darah
dalam
persendian,
pembengkakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan-gerakan yang abnormal.
12
BAB III LAPORAN KASUS SPRAIN ANKLE
3.1 PEMERIKSAAN Keluhan Utama : - Nyeri pada bagian lateral ankle sebelah kanan
- Adanya pembengkakan dan kemerahan pada daerah yang bermasalah - Kaki sulit digerakkan Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada Sabtu, tanggal 20 Agustus 2016, pasien berkunjung ke klinik fisioterapi dan mengeluhkan pergelangan kaki sebelah kanannya terasa nyeri dan sulit menggerakkan ke arah plantar, dorso fleksi, Inversi, dan Eversi. Hal itu terjadi karena dua hari sebelumnya ketika bermain sepak bola, pasien menginjak permukaan lapangan yang tidak rata dan kesalahan menapakkan kaki kanan sehingga kaki kanannya terkilir ke arah Inversi. Nyeri bertambah saat pasien akan menggunakan kakinya untuk menumpu ketika berjalan. Menurut pasien, ia tidak mendapatkan penangan yang baik ketika pertama kali mengalami kecelakaan dan langsung menggunakan pijatan untuk menghilangkan nyeri, namun hingga saat ini nyeri malah bertambah dan mulai terlihat adanya edema. Riwayat Penyakit Dahulu : - Tidak ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus - Tidak ada riwayat penyakit Jantung 3.1.1 INSPEKSI
Statis
-
Tampak adanya edema pada lateral kaki kanan
-
Terjadi perubahan warna kulit (kemerahan) pada ankle yang bermasalah
-
Tidak ditemukan dislokasi
Dinamis
-
Gerakan sendi tidak full ROM dan pasien tampak merasakan nyeri saat menggerakkan kaki kanan
- Nyeri saat berjalan
3.1.2 PALPASI 13
- Nyeri tekan bagian sisi lateral ankle joint - Palpasi pada ligamen calcaneofibulare dan talofibulare terasa n yeri - Pitting edema adanya bengkak
- Suhu normal
3.1.3 PEMERIKSAAN GERAK FUNGSI DASAR a. Gerak Aktif
- Ankle dekstra - Nyeri pada gerakan Inversi - Terdapat keterbatasan LGS ke arah Inversi dan Eversi b. Gerak Pasif
- Angkle dekstra - Plantar dan Dorso fleksi mampu digerakkan secara pasif - Gerakan pasif terbatas pada inversi, karena pasien mengeluh nyeri - Springy End feel c. Gerak Isometrik melawan tahanan
- Gerak isometrik nyeri bila tendon M. Proneus longus dan brevis cidera
3.1.4 PEMERIKSAAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL a. Kemampuan Fungsional Dasar
- Pasien merasa kesulitan ketika menumpu menggunakan kaki kanan - Nyeri juga dirasakan ketika akan bangkit dari posisi duduk di lantai b. Aktivitas Fungsional
- Ketidakmampuan pasien menggunakan alas kaki seperti sandal dan sepatu karena udem yang bertambah c. Lingkungan Aktivitas
- Lingkungan rumah pasien cukup baik
3.1.5 GERAKAN KHUSUS
a. Nyeri dengan skala VAS - Adanya nyeri diam = 4 - Adanya nyeri tekan = 6 - Adanya nyeri gerak * Plantar fleksi = 2 * Dorso Fleksi = 2 14
* Eversi
=7
* Inversi
=6
b. Lingkup Gerak Sendi/ROM menggunakan Goniometer - Plantar fleksi = 48 derjat - Dorso Fleksi = 19 derjat S = 48 – 0 - 19 - Eversi
= 7 derjat
- Inversi
= 25 derjat
F = 7- 0 - 25 c. Edema d. Kekuatan Otot dengan MMT - Plantar fleksi = 5 - Dorso Fleksi = 5 - Eversi
=3
- Inversi
=4
3.2 TUJUAN FISIOTERAPI Jangka Pendek
1. Meningkatkan LGS pada persendian yang bermasalah 2. Menambah kekuatan otot 3. Menghilangkan nyeri 4. Mengurangi edema yang berlanjut inflamasi 5. Perencanaan intervensi secara bertahap Jangka Panjang
Mengembalikan kapasitas fisik dan fungsional pasien 3.3 INTERVENSI 1. Pada fase akut diterapkan RICE - Rest
Istirahatkan kaki yang cedera agar cidera tidak semakin parah. Menghindari aktivitas yang menimbulkan nyeri. Jika kaki tidak dapat menyangga tubuh dengan nyaman maka dapat dibantu dengan alat penyangga tubuh seperti tongkat. -
Ice
Memberikan kompress dingin dengan es yang diletakkan dalam handuk atau kain basah pada pergelangan kaki yang terluka selama 10-15 menit setiap 2-3 jam sekali. Jangan meletakkan es langsung di kulit. 15
-
Compression
Membalut pergelangan kaki dengan perban elastis. Pastikan perban tidak meningkatkan nyeri ataupun menghalangi aliran darah ke jari-jari kaki -
Elevation
Saat beristirahat, letakkan kaki dengan posisi lebih tinggi dari jantung.
2. Pada fase kronis (Pasca 48 jam) o
Modalitas : Ultrasound Ultrasound adalah terapi menggunakan gelombang suara tinggi
(frekuensi >20000 HZ) dengan penggunaan transduser yang bergerak dinamis (sirkulair dana parallel) dan menggunakan media sebagai penghantar US. Pemilihan ultrasound sebagai modalitas utama pada kondisi kronik sprain ankle adalah tepat karena efek mekanik dan terapeutik yang dihasilkannya. Gelombang suara sebesar 1-3 MHz. Modalitas ini dapat menghasilkan efek mekanik , termal, microtissue damage. Adanya efek mekanik dan ultrasound menghasilkan panas di jaringan sehingga terjadi peningkatan metabolisme dan sirkulasi darah. Disamping itu, efek mekanik yang continue dapat menghasilkan micrutissue damage di dalam jaringan sehingga memicu terjadinya reaksi radang barus ecara fisiologis yang akhirnya terjadi penyembuhan jaringan. Dosis :1.5 - watt/cm2 Waktu : 2-3 menit o
Transverse friction
o
Active stabilization and balance Exercise
o
Walking, exc
o
Isometric eversi dan inversi
Terapis
dapat
memberikan
perlawanan
dengan
tangan,
atau
menggunakan kaki dinding atau kursi. Pasien melakukan gerakan perlawanan terhadap tahanan yang diberikan o
Resisted Passive Movement
Menggunakan sebuah band rehabilitasi. Pasien menarik kaki dan jari kaki melawan perlawanan kemudian turun lagi. Diulangi 10 sampai 20 kali dengan 3 set istirahat pendek. 16
3.4 HASIL TERAPI AKHIR
Pasien adalah seorang pemain bola, umur 23 tahun dengan keluhan terkilir pada bagian lateral kaki kanan, setelah menjalani 5 kali terapi didapatkan hasil : pengurangan nyeri, peningkatan LGS, oedem pada lengan mulai berkurang, peningkatan kemampuan fungsional.
17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sprain ankle merupakan kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamentum lateral kompleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang tidak rata. Intervensi yang digunakan untuk pasien sprain ankle pada fase akut adalah RICE, sedangkan pada fase sub akut hingga kronis dengan pemberian modalitas, transverse friction, active stabilisation, balance exercise, dan sebagainya
4.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu diperlukan kritik dan saran untuk perbaikan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Akraf Fisio care. 2012. Asuhan Fisioterapi Pada Ankle Sprain (Online),(http://akraffisiocare.blogspot.co.id., diakses 25 April 2017) Docslide.2016. Terapi Latihan Pada Sprain Ankle (Online), http://documen.tips/terapilatihan .com) Jurnal Ilmiah. 2014. Sprain Ankle. Fisioterapi UNUD, Volume 1, (2) 1-7 Sinta lupus. 2013. Sprain Ankle, (Online), (http://sintalupus.wordpress.com., diakses 25 April 2017)
19
20
2
21
2 DAFTAR PUSTAKA
Akraf Fisio care. 2012. Asuhan Fisioterapi Pada Ankle Sprain (Online),(http://akraffisiocare.blogspot.co.id., diakses 25 April 2017) Docslide.2016. Terapi Latihan Pada Sprain Ankle (Online), http://documen.tips/terapilatihan .com) Jurnal Ilmiah. 2014. Sprain Ankle. Fisioterapi UNUD, Volume 1, (2) 1-7 Sinta lupus. 2013. Sprain Ankle, (Online), (http://sintalupus.wordpress.com., diakses 25 April 2017)
22