DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2 KATA PENGANTAR................................................................................................................3 BAB BAB I
PEND PENDAH AHUL ULUA UAN. N.... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ...... ..... ..... ...... ...... ..... ..... ..... ..... ...... ...... ...... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ...... ..... ..... ...... ...... ..... ..... ..... ..... ...... ...4 4
BAB II
ANATOMI PERGELANGAN KAKI
BAB III
II.1
Ligamen Ligamen Pada Pada Ankle. Ankle..... ........ ....... ....... ........ ....... ....... ........ ........ ........ ....... ....... ........ ........ ........ ....... ....... ........ ........ ........ .....5 .5
II.2
Otot Otot Pada Pada Ankle.. Ankle...... ........ ........ ........ ........ ........ ....... ....... ........ ........ ........ ....... ....... ........ ........ ........ ....... ....... ........ ........ ........ ......7 ..7
FRAKTUR ANKLE III.1
Definisi....... Definisi................ .................. .................. .................. ................. ................. ................. ................. .................. .................. ...........10 ..10
III.2
Epidemiolog Epidemiologi......... i................. ................. .................. ................... .................. ................. ................. ................. .................. .........10 10
III.3
Etiologi...... Etiologi............... .................. ................. ................. .................. ................. ................. .................. .................. .................. ............10 ...10
III.4
Klasifikasi.... Klasifikasi............. ................. ................. .................. ................... .................. ................. .................. ................. ................. ..........11 .11
III.5
Patofisiologi. Patofisiologi.......... .................. .................. ................. ................. ................. ................. .................. ................. ................. ..........12 .12
III.6.
Gejala Klinis........ Klinis................. ................. ................. .................. ................... .................. ................. ................. ................. ...........16 ..16
III.7
Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik......... Fisik.................. .................. ................. ................. .................. ................. ................. .................. ..........17 .17
III.8
Pemeriksaan Pemeriksaan Radiologik.. Radiologik.......... ................. ................. ................. .................. .................. .................. ................1 .......18 8
III. II.9
Penetal talaks aksana anaan III.9.1 Penatalaksanaan Penatalaksanaan Berdasark Berdasarkan an Jenis Fraktur.......... Fraktur................... .................. ..........19 .19 III.9.2 Penatalaksanaan Fraktur Ankle.................................................20
III.10 Prognosis. Prognosis.......... .................. .................. ................. ................. ................. ................. .................. .................. .................. ..............22 .....22 III.11 Komplikasi.. Komplikasi.......... ................ ................. .................. .................. .................. .................. ................. ................. .................. ...........23 ..23 KESIMPULAN........................................................................................................................24 DAFTAR ISI............................................................................................................................25
KATA PENGANTAR 2
Rasa Rasa syukur syukur yang yang dalam dalam saya saya sampaik sampaikan an ke hadirat hadirat Tuhan Tuhan Yang Yang Maha Maha Pemurah Pemurah,, karena karena berkat berkat kemurah kemurahanN anNya ya makalah makalah referat yang yang berjud berjudul ul “ Fraktu Frakturr Ankle Ankle ” ini dapat dapat diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam pelaksanaan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara periode 30 Januari – 7 April 2012. Saya Saya
juga juga men mengu guca capk pkan an terim terimaa kasih kasih
kepad kepadaa dr. Ben Benny ny Tum Tumbe belak laka, a, Sp.O Sp.OT T
selak selaku u
pembimbing pembimbing dalam penyusunan penyusunan tugas ini. Ucapan terima kasih pun saya ucapkan ucapkan kepada para dokter spesialis bedah lainnya, paramedik, seluruh staf di SMF Ilmu Bedah, dan semua pihak yang yang turut turut serta serta memb membant antu u baik baik dala dalam m peny penyus usun unan an refer referat at maup maupun un memb membim imbin bing g serta serta menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian tugas ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih telah memberikan banyak masukan untuk makalah ini sehingga sehingga makalah ini dapat terselesaikan terselesaikan dengan dengan baik dan tepat waktu. Demikian Demikian makalah ini saya buat dengan sebaik- baiknya semoga dapat memberikan manfaat.
Jakarta, Maret 2011
Penulis
BAB I PENDAHULUAN 3
Dalam kehidupan sehari-hari maka trauma pada sendi pergelangan kaki dan terutama dari sendi talo-cruralnya, adalah trauma yang sering sekali terjadi. Tidak hanya mereka yang memang kerjanya menggunakan sendi ini secara dipaksakan (seperti misalnya olahragawan dan terutama pemain sepakbola) tetapi juga para ibu yang menggunakan hak sepatu yang tinggi sangat peka terhadap trauma di daerah ini. Penting diingat bahwa sendi ini mutlak untuk lokomosi manusia. Selain sering, trauma yang ringan saja sudah akan menimbulkan cacad untuk berjalan. Cacad ini kadang-kadang tidak berupa cacad yang temporair, tapi dapat merupakan suatu cacad yang permanen apabila tidak dilakukan pengelolaan serta penatalaksanaan secara baik sejak semula. Ditambah lagi oleh suatu fakta bahwa trauma pada daerah ini mudah diikuti oleh suatu Osteoarthritis post-traumatika karena memang bentuk persendiannya yang khas dan majemuk. Oleh karena itu problema pengelolaan trauma pada sendi ini mempunyai arti sosial dan ilmu kedokteran yang cukup penting. Dan harus diakui bahwa pengobatannya memang sulit. Sebelum memulai mempelajari cara-cara pengelolaan yang terbaru, adalah penting sekali kita memahami betul-betul anatomi dari persendian ini dan menghayati faktor-faktor penyebabnya. Trauma pada sendi ini yang dapat menimbulkan patah tulang, pada dasarnya juga dapat menyebabkan robekan ligamen, dan apa yang disebutkan sebagai Ligamen Tous Fracture terlepasnya insersi ligamen pada tulang. Atau dengan kata-kata lain, mekanisme dasar yang bertanggung jawab terhadap sprain, ligamentous injuries dan fraktur sekitar sendi ini adalah sama. Untuk pengelolaan yang baik maka perlu kita perhatikan beberapa hal, antara lain : 1.
Perlu mempunyai ketrampilan yang tinggi
2.
Mengenal jenis trauma secepat mungkin
3.
Mencegah salah-tindak sejak semula (mismanagement)
4.
Mencegah over-treatment dari trauma yang tidak begitu berat/ringan.
BAB II ANATOMI PERGELANGAN KAKI
Sendi pergelangan kaki dibentuk oleh tiga tulang: fibula, tibia dan talus. Bentuk Dua yang pertama sebuah kubah yang cocok di bagian atas ketiga. Memungkinkan terutama 4
mengubah gerakan maju dan mundur, yang fleksi dan ekstensi gerakan kaki. Dalam arah lateral, batas maleolus lateral dan medial maleolus, yang merupakan dua pelengkap tulang yang terus fibula dan tibia di kedua sisi, mencegah gerakan penuh pergeseran lateral yang tetapi memungkinkan awal. Talus bersandar pada kalkaneus untuk membentuk agak datar bersama, tanpa banyak gerakan. Sendi subtalar merupakan sumber konflik dan mendukung transmisi daya dari berat badan dan gerakan halus stabilitas kaki. Ketika tulang rawan memburuk ini degenerasi, sendi rematik dan nyeri terjadi, yang kadang-kadang memerlukan pembedahan untuk menekan atau meringankannya. Menariknya, mengingat pentingnya mereka dalam generasi cedera olahraga, lampiran atau ekor dalam talus. Pada kaki menyentak kembali sebagai kekuatan yang dihasilkan ketika mencolok dengan bola, ini miring lega tulang, datang untuk memukul bagian belakang tibia dan rusak. Fraktur kadang-kadang lumayan tapi yang lain memerlukan operasi, menghapus fragmen, untuk memungkinkan atlet dapat terus mengalahkan bola tanpa rasa sakit. Tidak menjadi bingung dengan varian anatomi, os trigonum dari talus, yang menawarkan gambar radiografi dari antrian talus longgar, sering dibedakan dari fraktur. Talus mengartikulasikan arah yang mengarah ke jari-jari, dengan navicular dan berbentuk kubus, yang terletak di kaki bagian dalam dan luar, masing-masing. Antara os skafoid dan garis yang dibentuk oleh metatarsal, ada tiga wedges. Metatarsal adalah basis hampir datar dan kepala bulat untuk mengartikulasikan dengan falang pertama jari-jari.
II.1
Ligamen Pada Ankle
Sendi memerlukan ikatan yang menjaga kohesi tulang yang membentuk, mencegah perpindahan nya, dislokasi dan memungkinkan gerakan tangan lainnya spesifik Anda. Deskripsi dari semua ligamen pergelangan kaki dan kaki akan bidang yang sangat khusus karena jumlah dan kompleksitas. Kami menyebutkan yang paling penting: Kapsul sendi di sekitar sendi, menciptakan ruang tertutup, dan membantu menstabilkan ligamen dalam misinya. 1.
Ligamen lateral yang eksternal. Mulai dari ujung maleolus lateral, ligamentum agunan
lateral dibagi menjadi tiga angsuran (talar posterior peroneal, fibula kalkanealis dan fibula talar atas), penahan di lereng dan kalkaneus bertanggung jawab untuk memegang pergelangan kaki lateral. Jika mereka melanggar (biasanya yang paling terkena dampak pada prinsipnya fibula talar atas), cepat menghasilkan pembengkakan besar yang harus membalikkan sesegera mungkin dengan menerapkan dingin (misalnya, melalui gurita dengan neoprene). Cryotherapy (aplikasi dingin untuk tujuan terapeutik) adalah ukuran paling sederhana dan paling efektif 5
terhadap peradangan, sehingga dengan pergelangan kaki (keseleo) memutar tidak pernah harus kehilangan aplikasi dingin. Ligamentum yang menderita terkilir agunan lateral yang kemudian berpihak pada gerakan memutar pergelangan re-investasi kaki.
2.
Deltoid ligamen. Sebaliknya, ligamentum ini dari ujung medial dan malleolar
memegang bagian dalam pergelangan kaki.
3.
Sindesmal ligamen, syndesmosis atau ligamen tibiofibular. Ikat bagian distal tibia dan
fibula untuk menahan mereka bersama-sama dalam peran yang telah melompat permukaan artikular atas kubah talus. Kerusakan menimbulkan banyak masalah. Dibutuhkan waktu lama untuk menyembuhkan dan dapat meninggalkan gejala sisa permanen rasa sakit dan ketidakstabilan yang memerlukan intervensi bedah. Ligamentum menghubungkan dua tulang di jarak anteroposterior dari serikat mereka, tidak hanya di bagian depan pergelangan kaki. Jadi, ketika istirahat, Anda dapat meninggalkan tergantung pinggiran ke dalam sendi dan nyeri di bagian belakang pergelangan kaki.
4.
Di bagian belakang pergelangan kaki juga ada jaringan ligamen yang menghubungkan
tibia dan fibula (tibiofibular posterior), tibia dan talus, dll … Perlu dicatat ligamentum transversal yang terluka oleh yang sama syndesmosis mekanisme, yang dapat dianggap ekstensi kemudian.
II.2
Otot Pada Ankle
Otot-otot ekstrinsik kaki bertanggung jawab untuk gerakan pergelangan kaki dan kaki. Meskipun mereka berada di kaki, pergelangan kaki olahraga menarik traksi tulang mereka sisipan dan kaki. Mereka mendapatkan gerakan dorsofleksi, inversi fleksi plantar, dan eversi kaki. 1.
Otot-otot intrinsik jari-jari kaki berada di kaki yang sama, mendapatkan gerakan jari:
fleksi, ekstensi, penculikan dan adduksi.
6
2.
Plantar fleksor. Apakah yang menarik kaki kembali. Oleh karena itu terletak di bagian
belakang kaki di betis. Mereka adalah soleus dan gastrocnemius pada tendon Achilles, yang umum untuk keduanya.
3.
Fleksor punggung adalah mereka yang mengangkat ke atas kaki dan terletak di bagian
depan kaki. Mereka adalah tibialis anterior, Tertius peroneus dan ekstensor digitorum.
4.
Investor di kaki. Tibialis anterior dimasukkan ke metatarsal pertama dan baji pertama.
5.
Evertors kaki. Para longus peroneus dan peroneus brevis dimasukkan ke dalam baji
pertama dan dasar metatarsal pertama sedangkan peroneal anterior dimasukkan ke dalam basis keempat dan kelima.
6.
The plantar fascia merupakan struktur anatomi yang harus diperhitungkan karena,
ketika dinyalakan, menimbulkan ke plantar fasciitis ditakuti, sangat menyedihkan, dan melumpuhkan. Ini adalah struktur yang membentuk lengkungan lantai plantar dan dimasukkan ke bagian bawah kalkaneus.
Pemegang peranan paling penting pada trauma dari pergelangan kaki adalah sendi talocrural, karena itu yang biasanya diartikan dengan ankle joint adalah sendi ini. Penting oleh karena pada sendi talocrural ini os talus diapit oleh kedua tangkai garpu yang dibentuk oleh kedua malleoli. Integrasi peranan tulang dan ligamenta pada sendi ini unik sekali.Pada sisi medial kita lihat dengan jelas ligamen deltoid yang amat kuat yang terdiri dari tiga bagian, mengikat malleolus medialis pada os navicular serta calcaneus dan talus (Tibionavicular, tibiocalcaneal dan talotibial ). Pada sisi lateral ligamenta yang tampaknya tidak sekuat ligamen deltoid mengikat malleolus lateralis pada calcaneus dan talus serta tibia (Fibulocalcaneal, Anterior talofibular serta anterior tibiofibular). Hubungan tibia dan fibula (syndesmosis) dipertahankan oleh Anterior Tibiofibular dan Posterior Tibiofibular serta ligamen interosseus yang merupakan lanjutan daripada membrana interossea pada tungkai bawah. Ligamenta ini yang mempertahankan stabilitas sendi talocrural dan menentukan gerakan lingkup sendinya (ROM = Range of Motion), juga bertanggung jawab terhadap penentuan jenis trauma yang terjadi. Kebanyakan patah tulang malleoli tidak disebabkan oleh trauma yang langsung tetapi oleh trauma yang indirek berupa : (i) bending, (ii) twisting dan (iii) tearing pada ligamentanya. 7
Bentuk tulang-tulang sekitar sendi ini juga memainkan peranan yang penting. Dulu ada dua persangkaan yang salah, yaitu : 1.
Fibula/Malleolus lateralis tidak berperan dalam menahan daya (berat badan) pada sendi
ini.
2.
Persendian fibula-tibia distal adalah sesuatu yang rigid/kaku.
Kalau diperhatikan perbedaan sumbu anatomik dan sumbu fungsionil sendi talocrural yang cukup besar serta beda lebar os talus bagian depan dan bagian belakang (1,5 -- 2 mm lebih lebar pada bagian depan), maka dengan sendirinya pada waktu dorsifleksi tangkai garpu malleolar akan melebar serta menyempit lagi waktu plantarfleksi. Dengan kata lain gerakangerakan melebar-menyempit oleh karena terdorong, terdapat pada sendi tibiofibular distal ini. Maka dari itu mempertahankan hal ini juga penting pada pengobatan trauma sekitar sendi pergelangan kaki ini. Tidak lengkap kiranya mempelajari anatomi sendi pergelangan kaki tanpa menyebut bermacam-macam istilah yang terdapat pada sendi ini seperti : 1.
Plantarfleksi dan dorsifleksi
2.
Eversi dan inversi atau Rotasi Eksternal dan Internal
3.
Pronasi-supinasi untuk kaki bagian depan(forefoot) serta
4.
Abduksi-adduksi untuk bagian belakang (hindfoot).
Gambar 1. Anatomi Pergelangan Kaki 8
BAB III FRAKTUR ANKLE
III.1
Definisi
Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle fracture). Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang bertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang berlebihan (overstressing) pada sendi pergelangan kaki. Fraktur yang parah dapat terjadi pada dislokasi pergelangan kaki. Fraktur ankle itu sendiri yang dimaksudkan adalah fraktur pada maleolus lateralis (fibula) dan/atau maleolus medialis. Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki disebut sebagai fraktur Pott. Fraktur pada pergelangan kaki sering terjadi pada penderita yang mengalami kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh). 9
Bidang gerak sendi pergelangan kaki hanya terbatas pada 1 bidang yaitu untuk pergerakan dorsofleksi dan plantar fleksi. Maka mudah dimengerti bila terjadi gerakan-gerakan di luar bidang tersebut, dapat menyebabkan fraktur atau fraktur dislokasi pada daerah pergelangan kaki. Bagian-bagian yang sering menimbulkan fraktur dan fraktur dislokasi yaitu gaya abduksi, adduksi, endorotasi atau eksorotasi.
III.2
Epidemiologi
Insidens sering terjadi pada : 1.
Fraktur pergelangan kaki menduduki posisi kedua sebagai fraktur yang sering
ditemukan. 2.
Fraktur pada anak-anak pada umunya melibatkan lempeng pertumbuhan.
3.
Fraktur pada remaja (Fraktur Tillaux) memiliki pola khusus karena penutupan parsial
pada lempeng pertumbuhan. 4.
Angka kejadian fraktur ini lebih tinggi pada kelompok dewasa muda.
III.3
Etiologi
1.
Fraktur pergelangan kaki paling sering terjadi pada trauma akut, seperti jatuh, salah
langkah, atau cedera saat berolahraga 2.
Lesi patologis jarang menyebabkan fraktur pergelangan kaki
Kondisi yang Berkaitan dengan Fraktur Pergelangan Kaki 1.
Keseleo pergelangan kaki (sprain ankle)
2.
Keseleo PTT (sprain PTT)
III.4
Klasifikasi
Lauge-Hansen (1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi yang sering dipakai adalah klasifikasi dari Danis–Weber yang berdasarkan pada level fraktur fibula. Klasifikasi lainnya adalah dari AO serta Lange-Hansen yang berdasarkan patogenesanya. Klasifikasi Danis – Weber adalah sebagai berikut : 1.
Weber type A Fraktur fibula dibawah tibiofibular syndesmosis yang disebabkan adduksi atau abduksi.
Medial maleolus dapat fraktur atau deltoid ligamen robek. 10
2.
Weber type B Fraktur oblique dari fibula yang menuju ke garis syndesmosis. Disebabkan cedera
dengan pedis external rotasi syndesmosisnya intak tapi biasanya struktur dibagikan medial ruptur juga.
3.
Weber type C Fibulanya patah diatas syndesmosis disebut C1 bila 1/3 distal dan C2 bila lebih tinggi
lagi. Disebabkan abduksi saja atau kombinasi abduksi dan external rotasi. Syndsmosis & membrana interosseus robek juga.
Gambar 2. Klasifikasi Weber Pada Fraktur Ankle
III.5
Patofisiologi
Penyelidikan-penyelidikan mekanisme trauma pada sendi talocrural ini telah dilakukan sejak lama sekali. Tapi baru setelah tahun 1942 oleh penemuan-penemuan berdasarkan penyelidikan eksperimentil pada preparat-preparat anatomik, Lauge Hansen dari Denmark berhasil melakukan pembagian dari jenis-jenis trauma serta berdasarkan pembagian ini hampir semua fraktur serta trauma dapat dibagi dalam 5 dasar mekanismenya. 1.
Trauma supinasi/Eversi Dalam jenis ini termasuk lebih dari 60% dari fraktur sekitar sendi talocrural.
2.
Trauma Pronasi/Eversi Tidak begitu sering, hanya kurang lebih 7 -- 8% fraktur sekitar sendi talocrural.
3.
Trauma Supinasi/Adduksi Antara 9 -- 15% dari fraktur sendir talocrural termasuk golongan ini.
4.
Trauma Pronasi/Abduksi Sekitar 6 -- 17% fraktur sendi talocrural.
5.
Trauma Pronasi/Dorsifleksi Sangat jarang terjadi tapi perlu disebutkan.
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam beberapa macam trauma: 1.
Trauma abduksi 11
Tauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial.
2.
Trauma adduksi Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau
avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.
3.
Trauma rotasi eksterna Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur pada
fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus. 4.
Trauma kompresi vertikal Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan
dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan robekan diastasis.
Banyak pengarang telah melakukan penyelidikan pada material klinis mereka berdasarkan pembagian dari Lauge Hansen ini. Satu hal yang penting yang dapat selalu ditarik dari dasar pembagian ini adalah kita dapat mengenal mekanismenya dari trauma dan kemudian setelah melihat penemuan radiologik , menghubungkan trauma yang terdapat pada ligamenligamennya. Mengenai trauma inversi juga telah dilakukan penyelidikan-penyelidikan eksperimentil dan memang dapat dihasilkan secara eksperimentil tapi suatu trauma inversi hampir tidak pernah akan ditemukan dalam kehidupan sehari- hari. Perlu ditekankan kembali bahwa sprain , robekan ligamen serta patah tulang pada sendi talocrural adalah suatu kesatuan etiologi. Kekuatan-kekuatan indirek yang sama, tergantung dari kedudukan kaki pada saat itu serta arah rotasi sendi talocrural/yang bekerja pada setiap jenis trauma. Kekuatan indirek ini sebenarnya kecil, dibanding dengan panjang lever yang misalnya satu meter sudah dapat menimbulkan fraktur. Lesis menemukan bahwa untuk fulcrum 1 m cukup kekuatan sebanyak 5 -- 8 kg saja. Sedangkan suatu kekuatan direk yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan yang sama, harus kurang lebih 100 kali lebih kuat.
12
Gambar 3. Posisi Kaki Dorsofleksi
Pada gambar di atas, kaki dalam keadaan netral atau dorsifleksi. Bila trauma menimbulkan rotasi eksternal yang hebat maka ligamentum tibiofibular anterior akan teregang. Bila rotasi terjadi terus menerus maka kerusakan ligamentum deltoid dapat terjadi.
Gambar 4. Posisi Kaki Plantar Fleksi Maksimal
Pada gambar di atas, kaki dalatn keadaan plantar fleksi maksimal. Bila trauma menimbulkan rotasi eksterna yang hebat maka dapat tcrjadi ruptur dari ligamentum talofibular, disertai luxasi antcrior dari talus.
13
Gambar 5. Fraktur Maleolus Lateralis
Pada gambar di atas, fraktur maleolus lateralis yang terjadi bila trauma menimbulkan rotasi eksterna dan abduksi yang hebat memutar os talus dan mendorong melcolus latcral ke posterior Bila trauma cukup kuat ruptur dari ligamentum dcltoid anterior (tibiotalar dan tibio navicular) serta ligamentum tibiofibular anterior dapat tcrjadi
III.6
Diagnosa Klinis
Diagnosa pasti mengenai trauma pada sendi talocrural tidak dapat didasarkan secara radiologik saja, karena pemeriksaan ini hanya akan memberikan keterangan yang sedikit sekali mengenai kerusakan pada ligamenta. Diagnosa pada sendi talocrural membutuhkan palpasi secara metodik oleh karena kebanyakan struktur yang penting berada langsung dibawah permukaan kulit. Lakukanlah palpasi pertama pada daerah yang paling tidak memberikan rasa nyeri, dan singkirkan kemungkinan adanya kerusakan dengan tidak terdapatnya nyeri tekan setempat serta tidak adanya pernbengkakan pada daerah tersebut. Misalnya kedua malleoli dapat diraba, dan bilamana tidak memberi rasa nyeri pada penekanan maka kemungkinan fraktur pada kedua nya kecil sekali. Ligamenta yang mudah diperiksa antara lain adalah : 1.
Medial ligamen. Komponen fibulocalcaneal serta talofibular anterior dari ligamen
lateral. 2.
Ligamen tibiofibular inferior. Bilamana ligamenta ini tidak nyeri pada perabaan dan
dapat ditegangkan tanpa memberi rasa sakit, kemungkinan kerusakan adalah kecil. Pada setiap pemeriksaan, lingkup gerak sendi harus diperiksa secara teliti. Batasan dari gerak atau adanya rasa nyeri harus diperhatikan. Untuk mengetahui stabilitas sendi talocrural perlu hubungan talus dengan kedua tangkai garpu malleolar diperiksa. Penting pula diingat bahwa 14
nyeri daerah ini mungkin juga disebabkan oleh karena terdapatnya fraktur pada os calcaneus atau pada basis os metatarsal ke lima.
III.6.1 Gejala Klinis
Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali dan tak dapat berjalan. Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada ligamen. Nyeri pada pergelangan kaki dan ketidakmampuan menahan berat tubuh. Deformitas dapat timbul bersama dengan fraktur/dislokasi. Sering juga ditemukan pembengkakan dan ekimosis.
III.6.2 Pemeriksaan Fisik
1.
Pengkajian primer
a.
Airway
: Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk. b.
Breathing
: Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi. c.
Circulation
: Tekanan darah dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2.
Pengkajian sekunder
a.
Aktivitas/istiraha
: Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena dan Keterbatasan
mobilitas. b.
Sirkulasi
: Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas),
hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah), tachikardi, penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, cailary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma pada sisi cedera. c.
Neurosensori
: Kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekan, dan kelemahan
d.
Kenyamanan
:Nyeri tiba-tiba saat cidera dan spasme/ kram otot
e.
Keamanan
:Laserasi kulit, perdarahan. perubahan warna dan pembengkakan
lokal 15
Palpasi pada daerah yang terpengaruh dan menginspeksi tiap patahan pada kulit atau tenting. Memeriksa pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibia posterior dan semua saraf sensoris maupun motoris pada kaki. Cederan inverse pada pergelangan kaki dapat menyebabkan palsy nervus peroneus. Memeriksa ada tidaknya pembengkakan yang parah dan kemungkinan terjadinya sindrom kompartemen pada kaki.
III.7
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik perlu dilakukan bilamana dicurigai adanya patah tulang atau disangka adanya suatu robekan ligamen. Biasanya pemotretan dari dua sudut, anteroposterior dan lateral sudah akan memberikan jawaban adanya hal-hal tersebut. Pandangan oblique tidak banyak dapat menambah keterangan lain. Untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik mengenai permukaan sendi talocrural, suatu pandangan anteroposterior dengan kaki dalam inversi dapat dilakukan. Suatu stress X-ray dapat dibuat untuk melihat berapa luas robekan dari ligamen, hal ini terutama berguna untuk ligamenta lateral. Diastasis sendi (syndesmosis) tibiofibular distal penting sekali untuk dikenali. Tapi tidak ada suatu cara khusus untuk melihat luasnya diastasis ini. Suatu fraktur fibula diatas permukaan sendi talocrural (dapat sampai setinggi 1/3 proksimal fibula) secara tersendiri (tanpa fraktur tibia pada ketinggian yang sama), selalu harus diperhatikan akan kemungkinan adanya suatu diastasis. Diastasis juga jelas bila ada subluksasi talus menjauhi malleolus medialis. Tapi bila tidak terdapat subluksasi ini, belum berarti tidak adanya suatu diastasis.
Gambar 6. Rotgen Fraktur Ankle 16
III.8
Penatalaksanaan
III.8.1 Penatalaksanaan Berdasarkan Jenis Fraktur
1.
Fraktur terisolir maleolus lateralis Bilamana hanya sebagian tulang yang kecil teravulsi, ini dapat diperlakukan sebagai
suatu robekan ligamen lateral yang partial . Bilamana fragmen lebih besar maka lebih baik dilakukan immobilisasi dengan gips selama dua sampai tiga minggu, setelah mana mobilisasi dilakukan tapi dengan Partial Weight Bearing, dan masih melakukan proteksi dengan elastisch verband.
2.
Fraktur maleolus medialis Dapat dicoba dengan reposisi tertutup. Bila berhasil baik dipertahankan dengan
imobilisasi gips di bawah lutut selama 8 minggu. Bila hasil reposisi jelek, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya interposisi periosteum antara kedua fragmen. Untuk hal ini harus dilakukan tindakan operasi, dipasang internal fiksasi dengan pemasangan screw.
3.
Fraktur maleolus lateralis Umumnya dengan melakukan reposisi tertutup hasilnya baik. Imobilisasi dengan gips di
bawah lutut selama 6 minggu. Fraktur maleolus lateralis disertai dengan robeknya ligamen deltoid. Terjadinya fraktur maleolus lateralis dan dislokasi tulang talus ke lateral. Hal ini dapat coba ditanggulangi dengan reposisi tertutup. Bila hasil reposisi tertutup gagal, dilakukan tindakan open reduksi dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang fibula.
4.
Fraktur maleolus lateralis dan medialis (Bimaleolus) Terjadi fraktur maleolus lateralis dimana garis patahnya terletak di atas permukaan
sendi pergelangan kaki dan fraktur avulsi maleolus medialis. Hal ini dapat dicoba dengan melakukan reposisi tertutup. Kalau hasilnya jelek, dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dengan pemasangan internal fiksasi pada kedua maleolus.
III.8.2 Penatalaksanaan Fraktur Ankle
1.
Reduksi fraktur terbuka atau tertutup Tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk
kembali seperti letak semula. 17
2.
Imobilisasi fraktur Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan, pemberian analgetik
untuk mengerangi nyeri, status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau, latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah
4.
Langkah Umum
a.
Analgesik dan elevasi adalah terapi yang harus dilakukan.
b.
Semua fraktur pergelangan kaki harus dipasangi splint dalam posisi netral.
c.
Fraktur fibula yang terisolasi atau fraktur malleolus media yang tak bergeser harus
dipasangi casting below-the-knee. d.
Fraktur stabil harus diterapi secara fungsional dengan splint udara dan peningkatan
fungsi weightbearing secara bertahap. e.
Kesesuaian sendi pergelangan kaki penting untuk dipikirkan ketika melakukan reduksi
pada arthritis post-trauma. f.
Dislokasi harus secepatnya di reduksi dengan menggunakan sedasi yang sesuai.
g.
Pasien yang mengalami fraktur terbuka harus dimasukan ke ruang operasi untuk
dilakukan irigasi, debridement, dan fiksasi dalam jangka waktu 8 jam. h.
Pasien dilarang bertumpu pada pergelangan kaki yang mengalami fraktur hingga tidak
ada lagi nyeri dan tanda-tanda penyembuhan fraktur telah tampak pada gambaran radiologis. i.
Fraktur bimalleolar atau fraktur fibula dengan cedera ligament media atau cedera
syndesmosis hanya dapat diterapi dengan melakukan operasi.
5.
Aktivitas
a.
Pergelangan kaki harus diangkat untuk mengurangi pembengkakan.
b.
Weightbearing dan ROM yang lebih dini sangat penting dilakukan untuk mencegah
kekakuan.
6.
Perawatan Penggosokan pada splint atau cast sebaiknya tidak dilakukan. 18
7.
Terapi khusus
a.
Terapi Fisik ROM pada sendi MTP dan, kemudian, pada pergelangan kaki dan pertengahan kaki
penting dilakukan untuk mencegah kontraktur dan mengurangi parut jaringan lunak.
8.
Medikamentosa
a.
Lini Pertama : Analgesik
b.
Operasi Selain persoalan yang terdapat mengenai tindakan operatip pada fraktur yang tidak
stabil ada beberapa trauma pada sendi talocrural yang memang merupakan indikasi untuk tindakan operatip, seperti : 1)
Fraktur Malleolus medialis dengan interposisi jaringan lunak.
2)
Diastasis syndesmosis Tibiofibular inferior (distal).
3)
Fraktur Posterior marginal (VOLKMAN Striangle) daritibia, bilamana lebih dari 1/3
permukaan sendi.
4)
Fraktur Anterior marginal dari Tibia (Pronation/dorsiflexion injury).
Sebaiknya tindakan operatip dilakukan secepatnya. Penting diingat bahwa tindakan operatip pada penderita, dimana harus dijelaskan bahwa tujuannya adalah mendapatkan sendi yang sebaik mungkin dan kemauan penderita untuk melatih setelah operasi akan memegang peranan terjadinya kekakuan atau tidak. Dengan menekankan bahwa rehabilitasi setelah tindakan konservatip maupun operatip adalah suatu keharusan, kiranya pengertian dasar mengenai trauma pada persendian talocrural dalam karangan ini telah diuraikan. Untuk menentukan ada tidaknya cedera medial, kita dapat melakukan eksternal rotasi disertai penekanan. Fraktur fibula biasanya ditangani dengan plat melalui pendekatan insisi lateral (kita dapat menggunakan plat lateral atau posterior yang bersifat antiglide). Fraktur malleolar medial dapat distabilisasi dengan sekrup kompresi. Sebuah plat penopang dapat digunakan untuk mengatasi fraktur vertical. Cedera sindesmosis yang bersifat tidak stabil pada tes fluoroskopis harus ditangani dengan fiksasi sekrup sindesmosis. Fraktur terbuka atau tidak stabil membutuhkan sebuah fiksator eksternal dengan atau tanpa internal fiksasi. 19
9.
Follow Up
a.
Gambaran radiografi pasien harus di-follow up tiap 1-2 minggu
b.
Setelah splint awal dilepaskan, pasien sebaiknya dipasangi cast below-the-knee atau
moon boot selama 4 minggu. c.
Setelah itu gambaran radiografi di-follow up lagi tiap 6 minggu hingga fraktur sembuh.
10.
Disposisi
11.
Rujukan Fraktur tidak stabil atau yang bergeser harus segera dirujuk ke dokter spesialis ortopedi.
III.9
Prognosis
Pada umumnya fraktur pergelangan kaki dapat sembuh tanpa komplikasi dan pasien dapat kembali beraktivitas sebagaimana biasanya. 1.
Pada fraktur yang parah, lepuhan dapat timbul dan menyebabkan gangguan pada
integritas kulit. 2.
Lesi tendon peroneal dapat disebabkan oleh plat posterior antiglide.
3.
Piranti keras yang menyakitkan harus dilepaskan segera setelah fraktur sembuh.
4.
Sindrom kompartemen.
5.
Fraktur terbuka dapat mengalami infeksi dan membutuhkan irigasi dan deridemen
6.
Nonunion,sering membtuhkan operasi fusi.
7.
Malunion, kadang-kadang membutuhkan osteotomy korektif
8.
Pada pasien tua memiliki tulang osteoporotik, yang menyulitkan proses operasi.
9.
Lebih rentan mengalami kerusakan kulit atau luka, dan membutuhkan terapi khusus
untuk memastikan asupan darah tetap lancar.
10.
Artritis pasca-trauma: 20
a.
Terjadi pada 25% pasien yang mengalami fraktur pergelangan kaki dan membutuhkan
fusi pergelangan kaki untuk mengatasinya. b.
Terjadi peningkatan jumlah pasien yang mengalami nyeri pergelangan kaki dan arthritis
yang berbanding lurus dengan panjangnya masa follow up setelah fraktur. 11.
Pengawasan Pasien Pemeriksaan radiografi harus dilakukan tiap 2-6 minggu, tergantung pada pola fraktur
dan tanda-tanda penyembuhan.
III.10 Komplikasi
1.
Vaskuler Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan pembuluh
darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.
2.
Malunion Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak akurat
yang akan menimbulkan osteoarthritis.
3.
Osteoartritis
4.
Algodistrofi Algodistrofi
adalah
komplikasi
dimana
penderita
mengeluh
nyeri,
terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
5. Kekakuan yang hebat pada sendi
21
KESIMPULAN
Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle fracture). Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang bertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang berlebihan (overstressing) pada sendi pergelangan kaki. Klasifikasi yang sering dipakai adalah klasifikasi dari Danis–Weber yang berdasarkan pada level fraktur fibula. , Lauge Hansen dari Denmark berhasil melakukan pembagian dari jenis-jenis trauma serta berdasarkan pembagian ini hampir semua fraktur serta trauma dapat dibagi dalam 5 dasar mekanismenya, yaitu : trauma supinasi / eversi, trauma pronasi / eversi, trauma supinasi / adduksi, trauma pronasi / abduksi, dan trauma pronasi / dorsifleksi. Sebaiknya tindakan operatip dilakukan secepatnya. Penting diingat bahwa tindakan operatip pada penderita, dimana harus dijelaskan bahwa tujuannya adalah mendapatkan sendi yang sebaik mungkin dan kemauan penderita untuk melatih setelah operasi akan memegang peranan terjadinya kekakuan atau tidak. Dengan menekankan bahwa rehabilitasi setelah tindakan konservatip maupun operatip adalah suatu keharusan, kiranya pengertian dasar mengenai trauma pada persendian talocrural dalam karangan ini telah diuraikan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.
2.
Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.
3.
Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C; Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000.
4.
Reksoprojo.S: Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU; Sumardi.R; Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.1995.
5.
Apley A.G. et al: Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 7th edition. Butterworth Heinemann, 1993, p. 699-712
6.
Bucholz et al: Orthopaedic Decisiton Making, BC Dekker Inc. 1984 p. 62-68
7.
Fractures in Adults Charles A. Rockwood Jr. & David P. Green, 2 nd ed, 1984
23
24