3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KONTRAKSI OTOT RANGKA 1. Fisiologi Anatomi Otot Rangka
Kira – Kira – kira kira 40 persen dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka, dan mungkin 10 persen lainnya berupa otot polos dan otot jantung. 1
Serabut Otot Rangka
Otot rangka dibentuk oleh sejumlah serabut yang diameternya berkisar dari 10 sampai 80 mikrometer. Masing – masing serabut ini terbuat dari rangkaian subunit yang lebih kecil. 1 Pada sebagian besar otot rangka, masing – masing serabutnya membentang di seluruh panjang otot. Kecuali pada sekitar 2 persen serabut, masing – masing serabut biasanya hanya dipersarafi oleh satu ujung saraf, yang terletak didekat bagian tengah serabut. 1
Sarkolema
Sarkolema adalah membran sel dari serabut otot. Sarkolema terdiri dari membrane sel yang sebenarnya, yang disebut membran plasma, plasma, dan sebuah lapisan luar yang terdiri dari satu lapisan tipis materi polisakarida yang mengandung sejumlah fibril kolagen tipis. Di setiap ujung serabut otot, lapisan permukaan sarkolema ini bersatu dengan serabut tendon, dan serabut – serabut tendon kemudian berkumpul menjadi berkas untuk membentuk tendon otot dan kemudian menyisip ke dalam tulang. 1
Miofibril; Filamen Aktin dan Miosin
Setiap serabut otot mengandung beberapa ratus sampai beberapa ribu myofibril yang berupa bulatan – bulatan kecil pada potongan melintang. Setiap myofibril tersusun oleh sekitar 1500 filamen myosin yang berdekatan dan 3000 filamen aktin, aktin, yang merupakan molekul protein
4
polimer besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi kontraksi otot sesungguhnya. Filamen – filamen ini dapat dilihat pada pandangan longitudinal dengan mikrograf electron.1
Sarkoplasma
Banyak myofibril dari setiap serabut otot terletak bersisian dengan serabut otot. Ruang diantara myofibril diisi oleh cairan intrasel yang disebut
sarkoplasma.
yang
mengandung
sejumlah
besar
kalium,
magnesium, dan fosfat, ditambah berbagai enzim protein. Juga terdapat mitokondria dalam jumlah besar yang terletak sejajar dengan myofibril. Hal ini menyuplai myofibril sejumlah besar energy dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP) yang dibentuk oleh mitokondria. 1
Retikulum Sarkoplasma
Di dalam sarkoplasma juga terdapat banyak reticulum yang mengelilingi myofibril setiap serabut otot disebut reticulum sarkoplasma. sarkoplasma. Reticulum ini mempunyai susunan khusus yang sangat penting pada pengaturan kontaksi otot. Semakin cepat kontraksi serabut otot tersebut, maka serabut tersebut mempunyai banyak reticulum sarkoplasma. 1
2. Mekanisme Umum Otot Rangka
Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan tahap – tahap berikut. a. Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik sampai ke ujungnya pada serabut otot. b. Disetiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter, yaitu asetilkolin, dalam jumlah sedikit. c. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membrane serabut otot untuk membuka banyak kanal “bergerbang asetilkolin” melalui molekul – molekul protein yang terapung pada membrane.
4
polimer besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi kontraksi otot sesungguhnya. Filamen – filamen ini dapat dilihat pada pandangan longitudinal dengan mikrograf electron.1
Sarkoplasma
Banyak myofibril dari setiap serabut otot terletak bersisian dengan serabut otot. Ruang diantara myofibril diisi oleh cairan intrasel yang disebut
sarkoplasma.
yang
mengandung
sejumlah
besar
kalium,
magnesium, dan fosfat, ditambah berbagai enzim protein. Juga terdapat mitokondria dalam jumlah besar yang terletak sejajar dengan myofibril. Hal ini menyuplai myofibril sejumlah besar energy dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP) yang dibentuk oleh mitokondria. 1
Retikulum Sarkoplasma
Di dalam sarkoplasma juga terdapat banyak reticulum yang mengelilingi myofibril setiap serabut otot disebut reticulum sarkoplasma. sarkoplasma. Reticulum ini mempunyai susunan khusus yang sangat penting pada pengaturan kontaksi otot. Semakin cepat kontraksi serabut otot tersebut, maka serabut tersebut mempunyai banyak reticulum sarkoplasma. 1
2. Mekanisme Umum Otot Rangka
Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan tahap – tahap berikut. a. Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik sampai ke ujungnya pada serabut otot. b. Disetiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter, yaitu asetilkolin, dalam jumlah sedikit. c. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membrane serabut otot untuk membuka banyak kanal “bergerbang asetilkolin” melalui molekul – molekul protein yang terapung pada membrane.
5
d. Terbukanya kanal bergerbang asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membrane serabut otot. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi pada membrane. e. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membrane serabut otot dengan cara yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membrane serabut saraf. f. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membrane otot, dan banyak aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot. Disini, potensial aksi menyebabkan reticulum sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan di dalam reticulum ini. g. Ion – ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filament aktin dan myosin, yang menyebabkan kedua filament tersebut bergeser satu sama lain, dan menghasilkan proses kontraksi. h. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam reticulum sarkoplasma oleh pompa membrane Ca++, dan ion – ion – ion ion ini tetap disimpan salam reticulum sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi; pengeluaran ion kalsium dari myofibril akan menyebabkan kontraksi otot terhenti.1
B. TENDON 1. Definisi Tendon
Tendon merupakan bagian dari jaringan lunak, sebagai kelanjutan otot, baik mulai maupun bertaut pada tulang (origo ( origo dan dan insertio). insertio).2
Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang. Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang, sehingga memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat dan bergerak dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang dan menyebabkan terjadinya gerakan. 5
6
Rotator Cuff
Tendon Patella
Tendo Quadriceps
Tendon Achilles
Tendon Biceps
Kerusakan tergantung dari jenis trauma. Pada trauma tajam, permukaan luka rata, sedangkan pada trauma tumpul, sebagai akibat tarikan atau overstretch, maka luka yang terjadi tidak rata (compang –
7
camping), akan terjadi serabut yang tak sama panjang. Adakalanya terjadi fraktur avulse pada tempat origo atau insersinya. 2
Tendon dapat berukuran panjang atau pendek tergantung dari fungsinya. Tendon diliputi oleh serabut sinovia, yang panjang diliputi oleh selaput yang merupakan “sarung” ( synovial sheath), tempat tendon meluncur. Misalnya pada jari – jari dimana tendon melewati beberapa persendian.2
Pada peradangan, sinovia dapat menebal dan terjadi penyempitan, sehingga tendon tidak bebas meluncur untuk menghindari bow string effect tendon ketika melewati sendi melalui retinaculum atau pully.2
Nutrisi tendon dari cairan sinovia dan paratenon. Hal ini perlu diperhatikan pada luka setelah diperbaiki (dijahit) yang cukup kuat, agar tidak menimbulkan benjolan yang dapat mengganggu; disamping itu juga timbulnya adhesi dengan jaringan sekitar akan mengakibatkan gangguan gerak sendi. Untuk menghindari hal tersebut perlu segera digerakkan secara pasif.
Seperti jaringan luka yang lainnya, maka penyembuhan tendon juga melalui fase fibrosis muda dan tua. Penyembuhan ini memakan waktu sekitar 4 – 6 minggu agar tendon yang diperbaiki kemudian dapat menahan beban berat.
Yang penting pada penyambungan tendon adalah teknik menjahit, mengingat serabut tendon berjalan secara paralel. Ada beberapa teknik menjahit antara lain :
Cara Bunnel
Cara Kessler
90 – 90
8
Selain itu penting juga mengingat ketegangannya yang disebut sebagai zero tension, agar tidak mengurangi kekuatan otot. Apabila jahitan cukup kuat, kontraksi guna menggerakkan sendi dapat diuji secara pasif pada waktu operasi. Bila cukup kuat, maka gerakan pasif dapat segera dilaksanakan dengan pemberian dynamic splint . Tidak demikian pada tendon yang tidak perlu meluncur melalui terowong sarung sinovia. Pada keadaaan demikian, maka sebaiknya mobilitasi dilakukan setelah 4 – 6 minggu, kemudian baru secara bertahap menahan beban. 2
2. Anatomi Tendon
Tendon terdiri dari jaringan padat dan jaringan ikat fibrosa yang tersusun secara paralel. Endotendon mengelilingi jaringan tendon dan epitendon mengelilingi unit tendon keseluruhan. Kedua jaringan ikat membawa suplai darah intrinsic ke struktur internal tendon. Selubung tendon terdapat diatas tempat tendon melintasi sendi. Selubung tendon terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan parietal yang berada di bagian luar dan lapisan visceral di bagian dalam. Selubung ini mensekresikan cairan synovial untuk membantu tendon bergerak. Tendon yang berselubung, mesotendonnya membawa suplai darah ekstrinsik ke tendon. Tendon yang tidak berselubung ditutupi oleh paratendon, yang memungkinkan tendon untuk bergerak dan memasok suplai darah ekstrinsik. 5
3. Fungsi Tendon
Setiap otot biasanya memiliki dua tendon untuk mengikat dua tulang yang berbeda dengan otot yang melintasi sendi. Hal ini memungkinkan tendon untuk bertindak sebagai katrol.
Tendon berfungsi sebagai kekuatan untuk tarikan otot ke tulang. Kontraksi otot menarik tendon, kemudian tulang, sehingga terjadi gerakan. Tulang – tulang berhubungan pada sendi oleh ligament dan jaringan ikat
9
lainnya, sehingga kontraksi tendon menghasilkan gerakan – gerakan tertentu, tergantung pada otot dan sendi yang terlibat. 5
4. Proses Penyembuhan Tendon
Penyembuhan tendon terjadi secara intrinsik maupun ekstrinsik. Penyembuhan intrinsik yang memasok kira – kira seperempat dari volume tendon.5
Penyembuhan ekstrinsik adalah hasil dari stimulasi jaringan peritendinous untuk berproliferasi dan memasok kebutuhan sel dan kapiler yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Proses ini bertanggung jawab untuk pembentukkan adhesi tendon untuk semua struktur yang berdekatan dari luka menjadi satu dan terbentuk scar. Telah terbukti secara eksperimental bahwa suplai darah intrinsic tidak cukup untuk mendukung penyembuhan utama tendon dalam banyak kasus. Penyembuhan tendon di dalam selubung lebih lama dibandingkan penyembuhan bagian tendon di luar selubung.5
Urutan penyembuhan tendon :
Fase Inflamasi (0 – 10 hari) Urutan biologis ini sama dengan penyembuhan luka pada umumnya, kecuali dalam kasus ini, penyembuhan berlangsung lebih lambat. Bahkan, pada lima sampai tujuh hari setelah terluka, tendon menjadi lebih lemah.
Fase Proliferasi (4 – 21 hari) Sebuah kalus fibrovaskular terbentuk di sekitar tendon dan menyatukan semua struktur luka menjadi satu bagian.
Fase Maturasi / Pematangan (28 – 120 hari) Orientasi longitudinal dari fibroblast dan fiber dimulai. Pada 45 hari, kolagen lisis dan pembentukkan kolagen mencapai kesetimbangan.
10
Pada 90 hari, pembentukkan awal bundle kolagen terlihat dan pada 120 hari bundle ini tampak seperti yang terlihat pada te ndon normal.
5. Definisi Ruptur Tendon
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. 5 Rupture tendon adalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang melebihi kekuatan tendon. 5
Ruptur Tendo Achilles
Ruptur Tendon Quadriceps
Ruptur Tendo Biceps
11
Ruptur Rotator Cuff
Ruptur Tendo Patella
5
6. Etiologi
a) Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes b) Obat – obatan, seperti kortikosteroid dan beberapa antibiotic yang dapat meningkatkan resiko rupture c) Cedera dalam olahraga, seperti melompat dan berputar pada olahraga badminton, tenis, basket, dan sepakbola d) Trauma benda tajam atau tumpul
7. Faktor Resiko5
a) Umur
: 30 – 40 th (> 30 th)
b) Jenis kelamin
: Laki – laki > Perempuan (5 : 1)
c) Obesitas d) Olahraga e) Riwayat rupture tendon sebelumnya f) Penyakit tertentu arthritis, DM
8. Manifestasi Klinis5
a) Nyeri yang hebat b) Memar c) Seperti merasa atau mendengar bunyi “pop” d) Terdapat kelemahan
12
e) Ketidakmampuan untuk menggunakan lengan atau kaki yang terkena f) Ketidakmampuan untuk memindahkan bidang yang terlibat g) Ketidakmampuan untuk menanggung beban h) Teradpat deformitas
9. Lokasi Ruptur Tendon
Daerah yang paling umum tempat terjadinya rupture tendon : a) Quadriceps
Ruptur tendon quadriceps relative jarang terjadi dan biasanya terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Terdapat hubungan yang
kuat
dengan
adanya
penyakit
sistemik
dan
perubahan
degenerative sebelumnya dalam mekanisme ekstensor lutut. Rupture paling sering terjadi secara unilateral. Rupture tendon bilateral sangat berkorelasi dengan penyakit sistemik, tetapi telah dilaporkan terjadi juga pada pasien sehat yang tidak memiliki faktor predisposisi.(6scribd)
13
Ruptur tendon patella lebih jarang daripada rupture quadriceps dan cenderung terjadi pada pasien yang berumur kurang dari 40 tahun. Dalam kasus jarang terjadi, rupture tendon quadriceps parsial terjadi pada atlet muda bersamaan dengan jumper’s knee. Jumper ’s knee ini biasanya melibatkan tendon patella. Meskipun dalam 25% kasus, tendon quadriceps terlibat. Untuk mendapatkan hasil terbaik, diagnosis dini dan complete repair quadriceps sangat penting. Jika intervensi tertunda, perbaikan lebih sulit dan hasilnya akan kurang memuaskan. 5
Etiologi
Ruptur tendon quadriceps biasanya terjadi selama kontraksi, cepat eksentrik dari otot quadriceps, dengan kaki tertanam dab lutut fleksi sebagian. Cedera ini biasanya terjadi selama jatuh. Mekanisme lain cedera termasuk pukulan langsung, luka, dan penyebab iatrogenic.5
Banyak kondisi telah dilaporkan untuk berkontribusi terhadap terjadinya degenerasi tendon quadriceps, antara lain 5 :
Hiperparatiroidisme
Gagal ginjal kronis
Gout
Obesitas
Leukimia
Rheumatoid arthritid
DM
SLE
Infeksi
Penyakit metabolic
Penyalahgunaan steroid
Tumor
14
Immobilisasi
Gerakan berulang
Patofisiologi
Rupture tendon quadriceps biasanya terjadi pada 0 – 2 cm distal dari kutub patella, melalui jaringan patologis. Berbagai kondisi sistemik dapat menyebabkan gangguan suplai vascular tendon dan dapat mengganggu struktur tendon. Diabetes dapat menyebabkan perubahan arteriosclerotic dalam pembuluh tendon. Nekrosis fibrinoid tendon
terlihat
dengan
sinovitis
kronis.
Hiperparatiroidisme
menyebabkan kalsifikasi dystrophyc dan resorpsi tulang subperiosteal pada tempat insersi tendon. Obesitas menyebabkan perubahan degenerative lemak pada tendon dan meningkatkan kekuatan pada tendon. Degenerasi lemak, degenerasi fibrinoid, dan kolagen menurun terlihat pada penuaan normal. 5
Kannus dan Jozsa meneliti perubahan histopatologi pada 891 kasus rupture tendon, sekitar 97% dari perubahan patologis yang degenerative. Perubahan degenerative termasuk tendinopathy hipoksia degenerative, degenerasi mukoid, tendolipomatosis, dan tendinopathy calcification. Dalam 82 tendon quadriceps, terdolipomatosis adalah jenis yang paling umum dari degenerasi, terlihat di hampir setengah dari tendon. Tidak ada tanda – tanda sel inflamasi yang terlihat pada sediaan. Pada 62% dari rupture tendon, terlihat perubahan patologis dari suplai darah tendon, termasuk penyempitan pembuluh darah yang menyebabkan hipoksia local dan gangguan aktivitas metabolic, merupakan faktor kunci dalam degenerasi tendon.5
Manifestasi Klinis5
Pasien biasanya datang dengan nyeri lutut akut, pembengkakan, dan kehilangan fungsi setelah tersandung atau jatuh. Mungkin tidak
15
ada riwayat nyeri lutut sebelumnya. Namun, pasien yang lebih muda dengan jumper’s knee biasanya memiliki riwayat nyeri kronis, aktivitas yang berhubungan patella yang diperburuk dengan melompat atau berlutut. Anamnesis pasien tentang riwayat penyakit sistemik, penggunaan steroid, infeksi, tumor, atau operasi sebelumnya. Mungkin ada riwayat terdengar suara “pop” pada saat cedera.
Pada pemeriksaan fisik harus dicatat adanya obesitas. Pasien dengan rupture yang baru megalami kesulitan berjalan. Biasanya, terlihat pembengkakan yang jelas di suprapatellar ecchymosis, dan lembek. Hati – hati dalam mengevaluasi luka. Mungkin ada cacat teraba
di
daerah
suprapatellar
dan
di
dasar
patella,
namun
pembengkakan pada awalnya mungkin mengaburkan temuan ini.
Dilakukan tes secara menyeluruh, ekstensi aktif melawan gravitasi adalah aspek yang paling penting dari pemeriksaan. Hal ini dapat cacat lebih jelas. Rupture tidak lengkap, pasien mungkin dapat melakukan ekstensi lutut sepenuhnya pada posisi terlentang tapi bukan dari posisi tertekuk. Periksa lutut kontralateral untuk menyingkirkan adamya rupture bilateral.
Jika pasien tidak terlihat dalam fase akut, mendiagnosis rupture menjadi lebih sulit, dan dapat tidak terlihat. Pasien dengan adanya kerusakan pada tendo quadriceps, terutama pasien lanjut usia, dan yang didentifikasi memiliki riwayat dan telah kenas dirawat karena storke, radiculopathy, dan myelopathy.
Nyeri dan pembengkakan menurun dari waktu ke waktu, dan fungsi motorik quadriceps dapa meningkat. Pasien mungkin kesulitan berjalan, sering menekuk lutut dan kesulitan untuk menaiki tangga.
16
Hasil pemeriksaan neurologis normal kecuali terdapat penurunan fungsi motorik quadriceps dan reflex patella negative. Lutut ekstensi aktif melawan gravitasi merupakan kunci dari pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan 5
Konservatif Pengobatan konservatif diindikasikan untuk ruptur parsia. Immobilisasi lutut dalam ekstensi penuh selama 3 – 6 minggu. Kaki diangkat lurus mulai diakhir fase imobilisasi. Jika tidak ada rasa ketidaknyamanan, hal ini dapat dilakukan selama 10 hari, setelah itu imobilisasi dapat dihentikan. Kemudian latihan Range-Of-Motion (ROM) dimulai untuk meningkatkan kekuatan quadriceps, yang dilakukan sampai kekuatan kaki yang terluka sama dengan kaki kontralateral.
17
b) Achilles
Rupture tendon achilles biasanya terjadi pada pria sehat berusia antara 30 dan 50 tahun yang tidak memiliki cedera atau masalah pada kaki yang terkena sebelumnya. Mereka yang menderita cedera ini biasanya “weekend warriors” yang aktif secara intermitten.
Kebanyakan kerusakan Achilles terjadi di kaki kiri dalam substansi tendo Achilles , kira – kira 2 – 6 cm di atas insersi tendon calcanealis.
Mekanisme yang paling umum dari cedera termasuk fleksi plantar tiba – tiba, dorsifleksi tiba – tiba dari kaki, dan dorsofleksi yang terlalu keras dari kaki yang plantar fleksi. Mekanisme lain termasuk trauma langsung dan lebih jarang, atrisi tendon akibat peritendonitis jangka panjang dengan atau tanpa tendinosis. 5
18
Populasi lain yang berisiko untuk rupture tendo Achilles adalah orang dengan kondisi buruk, orang – orang lanjut usia, pengguna antibiotic fluorokuinolon dan kortikosteroid, dan orang dengan latihan berlebih.
Tendinosis merupakan manifestasi tahap akhir dari masalah ini, ditandai dengan degenerasi mukoid dari tendo Achilles sendiri, dengan sedikit respon inflamasi dan gejala ditandai dengan rasa penuh atau nodularity pada posterior tendo Achilles. 5
19
Penatalaksanaan 5
1) Fase Akut Rehabilitasi Program Terapi Fisik
Terapi fisik tidak diindikasikan untuk fase akut, tetapi akan menjadi
terapi
penting
pada
fase
rehabilitasi.
Pengobatan
(nonoperatif vs operatif) ditentukan berdasarkan kondisi pasien, dengan penekanan khusus pada manfaat dan risiko dari setiap prosedur.
Bedah Intervensi Terdapat kontroversi mengenai apakah terlebih dahulu dilakukan tindakan konservatif atau langsung dengan rekonstruksi pada tendon yang rupture. Terdapat manfaat dan risiko yang berbeda untuk setiap pendekatan.
Menurut Khan et al, pasien dengan terapi non-operatif memiliki resiko rupture sekitar 3 kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang diobati dengan operasi, namun pasien memniliki
20
risiko minimal untuk komplikasi lainnya. Tercatat komplikasi akibat perbaikan bedah terbuka termasuk infeksi dalam (1%), fistula (3%), nekrosis kulit atau tendon (2%), rupture (2%), dan komplikasi kecil lainnya.
Terapi Konservatif
Laporan presentase kejadian rupture pada pasien yang diterapi secara konservatif mencapai 40%. Dalam protocol baru dengan
periode
imobilisasi
yang
pendek,
tingkat
rupture
tampaknya jauh lebih sedikit dan sebanding dengan tingkat reruptur untuk rupture tendon yang diperbaiki pembedahan.
Bedah Percutaneous
Ma dan Griffith melaporkan pada 18 perbaikan tendon menggunakan jahitan perkutan. Melalui luka tusuk, jahitan yang melewati ujung distal dan proksimal, sementara pergelangan kaku diatur menjadi equines maksimal. Jahitan itu kemudian dipotong pendek, diikat menggunakan surgon’s knot. Jahitan dibersihkan dan dibalut dengan perban steril. Setelah itu, pasien dipasang gips selama 4 minggu.
Bedah Terbuka
Rekonstruksi terbuka dilakukan dengan mengggunakan pendekatan medial longitudinal. Insisi medial memiliki keuntungan yaitu visualisasi yang lebih baik dari tendon plantaris, serta menghindari cedera pada saraf sural. Insisi midline jarang digunakan karena tingkat komplikasi yang tinggi terjadinya luka dan adhesi.
Setelah pemasangan tourniquet dan palpasi tempat rupture, insisi dibuat melalui kulit dan lemak subkutan untuk menciptakan
21
paratenon. Paratenon tersebut kemudian dibagi secara longitudinal untuk mengekspos ujung rupture yang diirigasi dan didebridement. Ujung kemudian dijahit dengan jahitan heavy nonabsorbable menggunakan modifikasi Kessler, Krackow, atau teknik Bunnel, dan tidak boleh terlalu rapat.
Secara umum, perawatan dianjurkan untuk individu muda dan atlet yang sering menggunakan tend Achilles dengan aktivitas yang relative tinggi. Perbaikan operasi dari rupture tendon Achilles telah dilaporkan memiliki resiko rupture yang lebih rendah, meningkatkan kekuatan otot pasca operasi, dan kembali melakukan kegiatan seperti sebelumnya dibandingkan dengan pengobatan non-operatif. Komplikasi luka kadang – kadang memang terjadi setelah perawatan operasi dan mungkin termasuk infeksi, drainase, pembentukkan sinus, dan pengelupasan kulit.
Pengobatan non-operatif biasanya diindikasikan untuk pasien yang sudah berusia lanjut dan/atau tidak aktif, serta bagi mereka yang memiliki penyakit sistemik atau integritas kulit yang buruk.
22
Pasien
dengan
diabetes,
berhubungan
dengan
masalah
penyembuhan luka, penyakit pembuluh darah, neuropati, atau komorbiditas sistemik yang serius dianjurkan untuk memilih pengobatan non-operatif karena terdapatnya risiko yang signifikan dari terapi operatif.
Medikamentosa
Tidak ada terapi medis diindikasikan untuk kondisi ini. Obat hanya
diresepkan
untuk
mengurangi
rasa
nyeri
seperti
acetaminophen, berbagai obat anti-inflammatory drugs (NSAIDs), atau narkotika, tergantung pada pilihan dokter.
c) Rotator Cuff
Rotator cuff adalah sekelompok tendon yang menghubungkan empat otot bahu atas ke tulang. Kekuatan cuff memungkinkan otot untuk mengangkat dan memutar tulang humerus. Tendon berjalan di bawah akromion yang sangat rentan untuk mengalami kerusakan. Hal ini dapat menyebabkan robekan yang mengakibatkan bahu terasa nyeri dan lemah. Robekan dapat terjadi tiba – tiba oleh karena trauma tunggal atau berkembang secara bertahap. Ketika tendon atau otot – otot rotator cuff robek, pasien tidak lagi mampu mengangkat atau memutar lengannya dengan kekuatan yang sama seperti sebelum cedera dan/atau merasakan rasa sakit yang signifikan bila bahu digerakkan. Rasa sakit ini juga sangat umum dimalam hari dan sering menjalar ke lengan.5
Tendon rotator cuff terdiri dari : - Tendon Supraspinatus - Tendon Infraspinatus - Tendon Teres Minor - Tendon Subskapularis
23
Keempat otot biasanya bertindak untuk mengangkat tangan ke atas dan menjauh dari tubuh (abduksi).
5
Patofisiologi
Pathogenesis dari rupture tendon rotator cuff berdasarkan studi histologis bedah dan specimen otopsi ditemukan adanya perubahan degenerative pada tendon. Simmonds menyatakan bahwa kematian sel adalah penyebab dasar dari perubahan degenerative. Adanya respon inflamasi dan adanya bagian dari tendon yang mati mungkin mengalami degenerasi lemak, diikuti dengan pengapuran atau kerusakan. Pada awal perubahan terjadinya degenerative terdapat pemisahan dab penulusuran dari bundle kolagen, dengan perpindahan dari sek ke dalam ruang intrafascicular. Hal ini mengurangi kekuatan tarikan tendon. Dengan meningkatnya degenerasi kolagen fascicula yang terpisah menjadi disorientasi, acellular dan terfragmentasi.
24
Robek sebagian biasanya terjadi sebagai akibat erosi dangkal dibawah permukaan tendon supraspinatus di dekat insersi. Ini dapat menyebabkan tendon melengkung selama abduksi lengan. Robekan parsial kemudian menjadi komplit karena stress. Robekan lengkap dapat kecil atau besar, dengan penampilan yang bervariasi : rupture baru memiliki tepi yang tidak teratur, namun rupture yang lama terkesan lebih lembur, dengan tepi teratur.
Etiologi
Codman dan akerson berpendapat bahwa perubahan degenerative dan robek mungkin terjadi karena trauma, meskipun mereka tidak yakin apakah penuaan pada tendon sebelum rupture berkontribusi terhadap terjadinya degenerasi tersebut. Pendapat lain menyimpulkan bahwa rupture cuff terjadi biasanya terjadi karena trauma pada tendon yang sudah mengalami degenerasi. 5
Meyer mengatakan bahwa rupture cuff terjadi akibat gesekan. Keyes, DePalma, Galeri dan Bennet’ dan Moseley mengatakan bahwa adanya jaringan granulasi vascular yang merupakan rekasi terhadap trauma dapat melemahkan tendon sehingga kerusakan terjadi karena adanya stress.5
25
Lindbolm, pada tahun 1939, mengatakan bahwa terdapat hubungan antara degenerasi rotator cuff dan iskemia. Pada mayat yang diautopsi, supraspinatus dan tendo biceps dekat pusat insersi relative avaskular. Kemudian investigasi melaporkan temuan serupa, terdapat daerah avaskular di daerah supraspinatus sesuai dengan Codman ini disebut “zona kritis”. Iskemia di zona ini dapat mengakibatkan perubahan selular dan memunculkan sel – sel inflamasi, yang mengakibatkan pelasan lisozim dan kerusakan jaringan ikat. 5
Rathbrum dan Macnab mencatat bahwa iskemia meningkat ketika caput humeri menekan pembuluh darah supraspinatus selama adduksi lengan. Saat degenerasi berlangsung, sedikit trauma saja dapat menyebabkan rupture tendon. 5
Gejala Klinis
Pasien merasakan sensasi seperti robek disertai oleh rasa nyeri yang berat. Gerakan bahu menjadi terbatas. Rasa sakit secara bertahap berkurang antara 8 – 12 jam kemudian secara progresif biasanya diatas deltoid, yang diperburuk oleh pergerakan lengan. Pasien sulit tidur
26
menghadap ke sisi yang terkena. Beberapa pasien mengatakan ada sensasi bunyi seperti “klik” pada bahunya. Terjadinya kelemahan.
Gejala – gejala ini dapat berlangsung dalam hitungan hari atau tahun, dapat terjadi remisi dan kambuh.
Pemeriksaan Khusus
5
- Pain Ablasion Test Kelemahan yang persisten saat abduksi lengan setelah anestesi local yang disuntikkan subacromial, menunjukkan adanya rupture supraspinatus. Ini bukan tes definitive, karena kadang pasien rupture rotator cuff dapat mempertahankan kekuatan abduksi.
- Roentgenografi Untuk menyingkirkan kemungkinan adanya lesi lain dan akibat trauma. Hasil abnormalitas terdapat pada kasus rupture yang lama dengan gambaran :
Kista dengan diameter hingga 1 cm di dua pertiga bagian atas leher humerus, dibawah insersi tendo rotator cuff, tanpa bukti osteoarthritis.
Depresi antara permukaan artikular di caput humeri dan tuberositas mayor humeri.
Sclerosis atau atrofi tuberositas mayor.
Pembentukkan tulang tidak teratur pada margin lateral atau dibawah permukaan acromion.
Sclerosis di bagian bawah acromion
Kista subcortical di acromion
Penyempitan interval antara caput humeri dan bagian bawah akromion, yang biasanya 7 sampai 14 mm dalam standar pandangan anteroposterior.
27
- Arthrography Injeksi udara atau media opaque ke sendi glenohumeral sebelum roenterografi. Dapat menunjukkan dislokasi kronis pada sendi. Dengan menunjukkan hubungan langsung antara rongga
glenohumeral
dan
bursa
subacromial
dapat
menunjukkan diagnosis rupture rotator cuff. Bahkan dapat menunjukkan ukuran rupture. Kekurangannya dapat terjadi negative palsu jika pemeriksa yang belum terbiasa.
- Arthroskopi Relative baru. Media dimasukkan baik ke posterior sendi glenohumeral atau kedalam ruang subacromial. Adanya rupture rotator cuff dan ukurannya baik parcial maupun lengkap dapat terlihat. Ini membantu dalam perencanaan operasi dan memilih pendekatan bedah.
28
Penatalaksanaan
5
Pengobatan tanpa operasi pilihan utama. Lebih dari 90% dari cedera tendon yang terjadi secara kronis dan alami, dan 33% - 90% dari gejala cedera kronis hilang tanpa operasi.
Sebaliknya pada rupture akut (trauma) dapat tanpa operasi, tergantung beratnya robekan. Jika robekan kurang dari 50% dari ketebalan rotator cuff atau kurang dari 1 cm, jaringan mati dapat dibuang dengan arthroskopi. Sebuah sayatan kecil dibuat dan alat (arthroscope) dimasukkan kedalam sendi. Melalui itu, ahli bedah dapat melihat dan membuang jaringan mati tanpa melakukan bedah terbuka.
d) Biceps
29
Tendo biceps merupakan struktur yang menghubungkan otot biceps ke tulang. Terdapat tendon biceps proksimal pada sendi bahu, dan tendo biceps distal di siku. 5
Ruptur tendo biceps adalah trauma yang terjadi pada tendon biceps menyebabkan terpisahnya tendo dari tulang. Tendo biceps normalnya terhubung kuat ke tulang. Ketika terjadi rupture tendo biceps, tendo ini terlepas, otot tidak dapat menarik tulang, dan gerakan tertentu dapat melemah atau terasa nyeri.
Terdapat dua jenis rupture tendo biceps :
1) Ruptur Tendo Biceps Proksimal 5 Ruptur tendo biceps proksimal adalah trauma yang terjadi pada tendon biceps di sendi bahu. Jenis cedera adalah jenis yang paling umum dari cedera tendo biceps. Umumnya sering terjadi pada pasien usia lebih dari 60 tahun, dan biasanya menunjukkan gejala minimal.
30
Rupture tendo biceps melibatkan salah satu dari dua ujung tendon biceps. Kondisi ini biasanya terjadi pada orang tua dan disebabkan oleh perubahan degenerative dalam tendo biceps yang menyebabkan kegagalan struktur. Kebanyakan pasien terlebih dahulu merasakan nyeri bahu menetap dengan impingement syndrome atau rotator cuff tear . Rupture tendon biceps proksimal juga dapat terjadi selama kegiatan ringan, dan beberapa pasien mungkin mengalami beberapa nyeri setelah terjadi rupture tendon.
Tendo biceps proksimal dapat rupture pada pasien muda dengan kegiatan seperti angkat berat atau olahraga melepar, tapi kejadian ini cukup jarang terjadi.
2) Ruptur Tendo Biceps Distal 5 Tendon biceps distal terdapat disekitar sendi siku. Trauma yang terjadi biasanya disebabkan oleh angkat berat atau olahraga yang dilakukan oleh pria paruh baya. Kebanyakan pasien dengan rupture tendo biceps distal perlu menjalani operasi untuk memperbaiki tendo yang robek.
31
Rupture tendo biceps distal pada sendi siku lebih jarang terjadi. Persentasenya kurang dari 5% dari rupture tendo biceps. Trauma ini juga biasanya ditemukan di pasien usia paruh baya, meskipun tidak selalu. Biasanya terdapat tendinosus, atau perubahan degenerative dalam tendo, yang merupakan predisposisi terjadinya rupture tendo.
Pada rupture tendo biceps distal penting diketahui bahwa tanpa perbaikan dengan bedah, pasien yang mengalami rupture tendo biceps distal lengkap akan mengalami kehilangan kekuatan pada siku. Kekuatan akan mempengaruhi kemampuan untuk menekuk siku, melawan tahanan, dan kemampuan untuk memutar lengan.
5
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat ini menekankan pada keputusan pasien mengenai pilihan pengobatan, dengan mempertimbangkan usia, tingkat aktivitas, kebutuhan pribadi, dan kondisi komorbid. Rupture parsial dapat diobati secara konservatif atau dengan pembedahan.
Konservatif, pengobatan nonsurgical pada rupture tendo biceps terdiri dari istirahat, penguatan dan latihan gerak, dan penggunaan obat anti inflammatory drugs (NSAIDs). Es diberikan untuk beberapa hari pertama pengobatan, kemudian diikuti oleh terapi panas.
Pembedahan melibatkan reattaching bagian tendon yang robek ke tulang (tenodesis) atau memotong tendon untuk menghasilkan robekan yang lengkap dan dilakukan terapi seperti pada rupture lengkap. Robekan pada tendo musculus biceps caput
32
longum biasanya dirawat secara konservatif karena cedera menyebabkan perubahan fungsional yang minimal. Namun, atlet atau individu yang sangat aktif lainnya tidak dapat mentolelir setiap hilangnya fungsi dan akan meminta untuk dilakukan tenodesis. Rupture tendo biceps distal ditatalaksana dengan tenodesis menggunakan logam stitch (jahitan) jangkar.
Rupture pada muscullotendinous junction atau rupture dalam corpus tendon dilakukan pembedahan (tendinoplasty) dengan perangkat augmentation ligament atau dengan metode lipat sederhana/menyelipkan. Setelah operasi, lengan dipertahankan dalam posisi membungkuk selama 4 sampai 5 hari.
C. PENANGANAN UMUM RUPTUR TENDON
Cedera pada tendon fleksor merupakan cedera yang sering terjadi. Akibat cedera ini penderita dapat mengalami gangguan fungsi yang berkepanjangan,
yang
menyebabkan
baik
penderitaan
fisik
maupun
emosional, serta penurunan kualitas sosioekonominya. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan penanganan yang baik dalam memperbaiki cedera tendon tersebut, yakni berupa pembersihan luka debridemen, dan kemudian dilakukan penyambungan tendon. 4
Penyambungan tendon bertujuan untuk mendekatkan kedua ujung tendon yang terputus atau melekatkan ujung tendon ke tulang dan mempertahankannya
selama
masa
penyembuhan,
dengan
tetap
memungkinkan dilakukannya latihan gerak dini hari pertama pasca operasi. Latihan gerak dini aktif diperlukan untuk meminimalkan terjadinya adhesi, yang hanya dapat dilakukan bila tensile strength jahitan tendonnya kuat. Tensile strength adalah kekuatan jahitan untuk menerima gaya regang pada arah yang berlawanan yang bekerja sejajar terhadap serabut kolagen tendon.
33
Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap tensile strength adalah jenis benang jahitnya dan teknik jahitan.6,7,8
Teknik penjahitan yang sering dipakai adalah Kessler, menggunakan dua core suture (jahitan inti) dan dikombinasikan dengan simple epitendineal circumferential suture (jahitan epitendineal sederhana) yang mengelilingi tendon. Risitano, Silverskiold, Singer, dan Kubota menyatakan teknik jahitan tersebut tidak cukup kuat untuk menahan gaya yang dihasilkan akibat latihan gerak dini aktif pasca penyambungan, sehingga diperlukan teknik jahitan lain.8
Teknik Kessler telah mengalami berbagai modifikasi, mulai dari banyaknya simpul, letak simpul, dan yang terakhir adalah ditambahkannya jahitan epitendineus running suture. Ismiarto menemukan bahwa, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik pada tensile strength teknik jahitan modifikasi Kessler 2 strand dibandingkan dengan teknik Kubota 2 strand. Teknik modifikasi Kessler dapat dikerjakan lebih cepat dan secara teknis lebih mudah dibandingkan Kubota.8
Matthew membandingkan 8- strand pada repair tendon ke tendon dengan 2- strand atau 4- strand pada anjing. Pada minggu ke tiga dan ke empat setelah operasi didapatkan bahwa, repair yang menggunakan 8- strand memiliki ultimate force dan rigiditas yang lebih besar dibandingkan dengan teknik yang lain. 9
Eksperimen Hirpara dengan menggunakan teknik 2 strand Penington modifikasi Kessler, 4 strand modifikasi cruciate core repair , dan 6 strand savage repair menunjukkan bahwa, dengan bertambahnya core suture akan meningkatkan tensile strength. Selain itu eksperimen tersebut menunjukkan bahwa, 6 strand Savage memiliki tensile strength yang paling kuat dan 4 strand cruciate secara signifikan lebih kuat jika dibandingkan dengan 2 strand
34
Pennington. Kegagalan pada 2 strand Penington modifikasi Kessler setengahnya karena pullout benang. Keuntungan prinsip dari penggunaan Penington 2 strand modifikasi Kessler adalah karena pengerjaannya lebih sederhana dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga dapat dipilih sebagai teknik jahitan pada cedera tendon multiple ataupun pada reimplantasi dimana pada kasus tersebut mobilisasi dini sering tidak memungkinkan oleh karena itu dengan karakteristik tensile strength yang paling rendahpun bukan merupakan pertimbangan.10
Hirpara dalam eksperimennya mendapatkan bahwa teknik penjahitan 6 strand memang memiliki tensile strength yang paling tinggi, namun pengerjaannya tidak praktis dan menimbulkan bulk pada tendon sehingga pemilihan teknik ini terbatas pada kasus tendon yang besar dan bukan cedera tendon multiple. Teknik ini sangat berguna pada cedera tendon pada jari jempol yang memiliki tendon lebih besar jika di bandingkan jari lain dan memiliki angka kejadian rupture pasca repair yang tinggi sehingga dibutuhkan tensile strength yang kuat.10
Teknik jahitan 4 strand cruciate memiliki tensile strength yang lebih kuat secara signifikan jika dibandingkan dengan 2 strand Pennington, dengan pengerjaan yang sedikit lebih kompleks. Teknik ini banyak dipilih untuk sebagian besar cedera pada tendon karena memiliki tensile strength yang kuat memungkinkannya untuk melakukan gerakan menggenggam aktif . 10
Di RSHS saat ini dipakai teknik penjahitan modifikasi Kessler 2 strand untuk penjahitan tendon baik untuk cedera tendon tunggal ataupun multipel. Penulis ingin menguji perbandingan tensile strength dengan menggunakan teknik modifikasi Kessler dan jahitan multiple-strand pada rupture tendon fleksor kelinci dengan sampling rancang acak lengkap.
35
Teknik modifikasi Kessler 2 Strand
1. Pertama jarum masuk dari permukaan dalam tendon yang terpotong, keluar dari tepi tendon sejauh 0,75-1cm 2. Membentuk locking 3. Jahitan tranversal ke arah tepi tendon sebelahnya 4. Membentuk locking 5. Keluar dari permukaan tendon yang terpotong 6. Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya sejauh 0,75 - 1 cm 7. Membentuk locking 8. Jahitan tranversal ke arah tepi tendon sebelahnya 9. Membentuk locking 10. Keluar dari permukaan tendon yang terpotong 11. Dilakukan aproksimasi tendon, kemudian dibuat simpul 12. Dilakukan epitenon sutute dengan menggunakan polypropylene 6-0
Gambar Teknik modifikasi Kessler 2 Strand
Dikutip dari: Clare
36
Teknik Modifikasi Kessler 4 Strand
1. Pertama jarum masuk dari permukaan dalam tendon yang terpotong, keluar dari tepi tendon sejauh 0,75 – 1 cm 2. Membentuk locking 3. Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke arah tepi tendon seberangnya 4. Membentuk locking 5. Keluar dari permukaan tendon yang terpotong 6. Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya sejauh 0,75 – 1 cm 7. Membentuk locking 8. Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke arah tepi tendon seberangnya 9. Membentuk locking 10. Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
Gambar Teknik modifikasi Kessler 4 Strand
Dikutip dari: Singer
Teknik Modifikasi Kessler 6 Strand
1. Pertama jarum masuk dari permukaan dalam tendon yang terpotong, keluar dari tepi tendon sejauh 0,75 - 1 cm 2. Membentuk locking 3. Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke arah tepi tendon seberangnya 4. Membentuk locking 5. Keluar dari permukaan tendon yang terpotong