BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Trauma tangan sering terjadi dan merupakan 5-10% kunjungan ke unit gawat darurat di seluruh dunia. Kompleksitas tangan dan kesamaan gambaran klinik pada trauma yang berbeda memberi pemahaman akan anatomi dan fungsitangan, fungsitangan, teknik pemeriksaan pemeriksaan
fisis yang
baik dan
pengetahuan akan
in di ka si te ra pi yang yang dibut dibutuhka uhkan n oleh oleh dokt dokter. er. Studi epidemiologi dari 86 pasien dengan 125 cedera terbuka tendon ekstensor didapatkan pasien didominasi laki-laki (83%) dengan usia rata-rata 34,2 tahun, dan tangan dominan lebih umum terluka (60%). Cedera pada ibu jari paling sering, diikuti oleh jari telunjuk. Laserasi dengan benda tajam adalah mekanisme umum cedera yang paling. Cedera tendon oleh benda tajam cenderung terjadi proksimal pada sendi MCP.
BAB II PENYAJIAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
- Nama : An. D -
Usia : 9 tahun
-
Jenis kelamin: Laki-laki
-
Alamat : Desa Pamayam Kabupaten Landak
-
Tanggal masuk RS : 25 April 2018
2.2. Anamnesis A. Keluhan Utama: Luka robek pada punggung tangan kanan B. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD RS Kartika Husada dengan
keluhan luka pada punggung tangan kanan setelah terkena gergaji rumput 7 jam SMRS. Pasien saat itu menebas rumput menggunakan tangan kiri dengan posisi tangan kanan memegang rumput, lalu saat ingin memotong rumput, tidak sengaja tangan kanan yang terkena oleh gergaji rumput. Setelah itu terdapat luka robek dan jari-jari tangan tidak dapat digerakkan. C. Riwayat Penyakit Dahulu: D. Riwayat Penyakit Keluarga: E. Riwayat Sosial Ekonomi: Pasien merupakan peserta umum dengan ruang perawatan
kelas III. Kesan ekonomi menengah.
2.3. Pemeriksaan fisik A. Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
B. Kesadaran
: CM
C. Tanda Vital
:
- Tekanan darah : 120 /80 mmHg - Nadi
: 80x/menit, irama reguler, isi cukup, kuat angkat, equal kanan=kiri
- Respirasi
: 20 x/menit
- Suhu
: 37,4oC
D. Status Generalis
-
Kulit
: warna kulit sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)
-
Kepala : normocephal, wajah sembab (-)
-
Mata
-
Hidung
: rinorhea (-), edema mukosa (-/-), deviasi septum (-)
-
Mulut
: stomatitis (-), mukosa lembab (+), bibir sianosis (-)
-
Tenggorokan
: faring hiperemis (-),tonsil (T1/T1)
-
Leher
: pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-), massa tiroid normal
-
Dada
: simetris saat statis dan dinamis
-
Jantung
: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm)
a) Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
b) Palpasi
: iktus kordis teraba di SIC 5 linea midclavicula sinistra, thrill (-)
c) Perkusi
: batas kanan jantung di SIC 4 linea parasternal dekstra, batas kiri jantung di SIC 5 linea axila anterior sinistra, dan pinggang jantung di SIC 3 linea parasternal sinistra.
d) Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, reguler,gallop(-), murmur(-) -
Paru a) Inspeksi
: simetris statis dan dinamis
b) Palpasi
: fremitus taktil simetris
c) Perkusi
: sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi
: suara nafas dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), krepitasi (-/-)
-
Abdomen a) Inspeksi
: simetris, datar, benjolan/massa (-)
b) Auskultasi
: bising usus (+) normal
c) Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
d) Perkusi
: timpani di seluruh lapang perut
-
Urogenital : tidak diperiksa
-
Anus/Rektum
: tidak diperiksa
-
Ekstremitas
: akral hangat, CRT < 2 detik,
2.4. Status lokalis
A/r dorsum manus dekstra L : Vulnus laceratum (+) Ukuran 5x10 cm dengan dasar luka otot, deformity (-), bleeding (+), swelling (+) F : NT (+), NVD (+) baik M : ROM aktif dan pasif tidak bisa digerakkan di digiti I-V manus dekstra
Gambar 2.1. Foto klinis tangan kanan pasien
2.5. Pemeriksaan Penunjang 2.4.1. Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin pada tanggal 25.04.2018 Lab WBC RBC HB HCT PLT
Hasil (25/04/201) 15.100 3.500-10.000/µL 3,45 3,50-5,50/µL 9.8 11,0-16,5g/dl 29,8 35,0-55,0 % 273 150-400/µL
PCT MPV PDW MCV RDW MCH MCHC LYM GRAN MID Bleeding time Clotting time
0,19 89 27 1,15 8,7 28,4 32,8 2,4 12,4 0,3 3’30’’ 4’30’’
0,01-9,99 100-180 mg/dl 10-50mg/dL 0,9-1,3mg/dL 1,0-16,0 25,0-35,0 31,0-38,0 0,5-5,0 1,2-8,0 0,1-1,5 1-3 menit 2-6 menit
2.4.2. Pemeriksaan radiologi
Gambar 2.2. Foto radiologi tangan kanan pasien posisi AP/Lateral
2.6. Diagnosis: Rupture extensor tendon manus dekstra
2.7. Tatalaksana :
-
Wound toilet dan tutup luka dengan perban hingga saat operasi
-
Rencanakan operasi repair tendon
-
IVFD RL 20 tpm
-
Inj. ATS IM
-
Inj. Ketorolac 1 amp
-
Inj. Bioxon 1gr (Pre-op)
2.8. Laporan Operasi
-
Pasien terbaring posisi supine dibawah pengaruh general anastesia
-
Prosedur desinfektan dan dropping antebrachii sinistra
-
Cuci luka dengan NaCL 0,9% + H2O2
-
Tampak rupture extensor digitorum digiti II-V
-
Cuci luka dengan NaCL 0,9%
-
Lakukan repair tendon
-
Jahit luka
-
Tutup luka dengan kassa steril
-
Pasang volar slab
-
Operasi selesai
2.9. Follow up harian Tanggal
26/04/2018
Subjective
Objective
Planning
Assessment
Nyeri post op KU : Baik
Total rupture -
IVFD RL 20 tpm
(+),
Kesadaran : CM
extensor
Inj. Biocef
kesemutan
TTV :
tendon digiti
500mg/12 jam
II-V
Inj. Nofebril 250
pada kelingking
jari HR : 100 x/menit, reguler
-
manus -
RR: 18 x/menit, reguler
dekstra (Post
mg/8 jam
T : 36,9oC
repair tendon -
Elevasi manus
H1)
dekstra
Nyeri post op KU : Baik
Total rupture -
GV
(+),
extensor
-
Boleh pulang
kesemutan di TTV :
tendon digiti
Terapi pulang :
jari
HR : 98 x/menit, reguler
II-V
-
kelingking
RR: 20 x/menit, reguler
dekstra (Post
T : 36,9oC
repair tendon
A/r dorsum manus dekstra L : Luka terbalut verban, swelling (+) F : NT (+), NVD (+) baik M : ROM aktif dan pasif terbatas nyeri
27/04/2018
Kesadaran : CM
H2) A/r dorsum manus dekstra L : Luka terjahit, swelling (+) F : NT (+), NVD (+) baik M : ROM aktif dan pasif terbatas nyeri
manus
Cefadroxil 250 mg 3x1
-
Asam mefenamat 250 mg 3x1
-
Foto klinis follow up pasien
Gambar 2.3. Foto klinis follow up pasien tanggal 26 dan 27 April
2.10. Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada : a)
Ad vitam
: Dubia ad bonam
b)
Ad functionam
: Dubia ad bonam
c)
Ad sanactionam : Dubia ad bonam
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Tendon
Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang. Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang, sehingga memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat, dan bergerak dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang dan menyebabkan terjadinya gerakan. Tendon terdiri dari 70% air dan dry mass 30% yang tersusun menjadi kolagen tipe I sebanyak 60%-80% dan 2% elastin. Tendon yang sehat berwarna putih mengkilat dan mempunyai tekstur fibroelastik, bila dilihat secara makroskopis mempunyai bentuk yang bervariasi, dapat berbentuk bulat seperti tali atau pipih seperti sabuk . Tendon terdiri dari kelompok fesikel berupa kumpulan (bundle) berbahan utama kolagen, lapisan paling dalam adalah endotendon dan dibungkus oleh epitenon sebagai lapisan terluarnya. Tendon terdiri dari lapisan sel fibroblas (merupakan jenis sel terbanyak) dibungkus oleh fesikel yang terdiri dari serat fibril (peritenon). Fibroblas sendiri terdiri dari serat kolagen. Kolagen membentuk 75% berat kering tendon dan berfungsi untuk menahan dan memindahkan gaya antara otot dan tulang. Ada 2 jenis tendon, yang pertama adalah tendon yang terbungkus yaitu paratenon, dan tendon yang tidak terbungkus. Paratenon adalah tendon yang masih mendapatkan suplai vaskuler meskipun hanya sedikit, sedangkan tendon yang tidak terbungkus disebut mesotenon / vinncula yang berada di area avaskuler, hanya mendapatkan nutrisi dari cara difusi/ osmosis saja. Dengan demikian tipe yang kaya akan vaskuler yaitu paratenon yang terbungkus tadi bila terdapat cedera berupa robekan akan mengalami proses perbaikan yang lebih baik daripada yang sedikit vaskularisasinya
3.2. Anatomi ekstensor tendon
Dalam keadaan cedera, tendon ekstensor dibagi dalam 9 zona, dengan lima zona khusus terkait dengan ibujari. Zona 9 ditambahkan pada zona tradisional yang diperkenalkan oleh Kleinert dan Verdan yang hanya terdiri atas 8 zona. Zona genap
umumnya menutupi tulang dan zona bernomor ganjil meliputi sendi. Berikut ini gambar pembagian zona tendon ekstensor :
Gambar 3.1. Zona tendon ekstensor
A. Zona 1 Terletak pada sendi DIP. Tendon di zona ini tipis dan sulit untuk dilakukan repair yang adekuat. Tendon ini juga lemah dan rentan terhadap ruptur pada trauma tertutup. B. Zona 2 Terletak di phalang medial C. Zona 3 Terletak di sendi P IP. D. Zona 4 Terletak pada falang proksimal. E. Zona 5 Terletak di atas sendi MCP. Tendon ekstensor ekstrinsik ditahan pada posisi tengah di atas sendi oleh sagital bands. Kapsul sendi di bawahnya sangat rentan terhadap cedera. F. Zona 6 Terletak di atas metakarpal. G. Zona 7 Terletak pada sendi pergelangan tangan. Merupakan bagian intrasynovial dari tendon ekstensor. Retinakulum ekstensor terbagi dalam 6 compa rtments yaitu : -
Compartement I : abductor pollicis longus, extensor pollicis brevis
-
Compartement II : extensor carpi radialis longus dan extensor carpi radialis brevis
-
Compartement III : extensor pollicis longus
-
Compartement IV : extensor indicis proprius, extensor digitorum communis
-
Compartement V : extensor digiti quinti
-
Compartement VI : extensor carpi ulnaris
H. Zona 8 Merupakan perbatasan otot dan tendon ekstensor. Pada bagian proksimal otot EDC terdapat raphe tendon yang penting digunakan untuk repair cedera pada zona ini. I.
Zona 9 Seluruhnya terdapat di dalam separuh proksimal otot. Berat ringan cedera tidak memiliki korelasi langsung dengan besar luka yang terlihat.
J. Ibu jari diklasifikasikan secara berbeda, dengan TI melibatkan sendi interphalangeal, TII proksimal phalanx, TII MCP joint, TIV the metacarpal, dan TV carpus
Pada tingkat lengan bawah, tendon ekstensor ekstrinsik dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok yang dalam dan superfisial berdasarkan pada posisi relatif otot-otot mereka. Kelompok superfisial termasuk ekstensor karpi radialis longus dan brevis (ECRL dan ECRB), ekstensor digitorum communis (EDC), ekstensor digiti minimi (EDM), dan otot ekstensor carpi ulnaris (ECU). Kelompok bagian dalam termasuk abductor pollicis longus (APL), ekstensor pollicis brevis (EPB), ekstensor pollicis longus (EPL), dan otot extensor indicis proprius (EIP). Tendon ekstensor memasuki 6 kompartemen fibroosseous terpisah pada tingkat pergelangan tangan yang dibentuk oleh radius distal dan retinakulum ekstensor dan diberi nomor dari radial ke ulnar. Kompartemen dorsal pertama berisi tendon APL dan EPB. Yang kedua termasuk ECRL dan tendon ECRB, dengan yang terakhir berbaring lebih ulnar. Kompartemen ketiga, terletak ulnaris ke Lister tubercle, termasuk tendon EPL. Yang keempat berisi tendon EDC dan EIP. Distal, tendon EIP adalah ulnar ke EDC jari telunjuk pada tingkat sendi indeks metacarpophalangeal (MCP). Kelima kompartemen memegang EDM tendon sedangkan keenam berisi tendon ECU. Tendon EDC absen ke jari kelingking adalah umum, dan tendon EDM sering dua kali lipat.
Gambar 3.2. Anatomi tendon ekstensor
Pada pangkal jari, tendon ekstrinsik melewati sendi MCP dan trifurcates di atas proksimal falang. Bagian tengah berlanjut sebagai pusat slip dan sisipan di dasar phalanx tengah. Celah lateral tendon ekstensor ekstrinsik bergabung dengan kontribusi dari interoseus pada kedua sisi dan otot lumbris pada sisi radial untuk membentuk pita lateral. Pita lateral yang bergabung kemudian bergabung dorsal dan menyisipkan di dasar phalanx distal untuk membentuk bagian terminal tendon ekstensor (Gambar 1) .2 Beberapa ligamen retinakular yang penting menstabilkan bagian distal dari mekanisme ekstensor. Pada phalanx tengah terdapat ligamen segitiga yang menstabilkan 2 lateral band secara dorsal dan mencegah subluksasi volar mereka ketika sendi interphalangeal (PIP) proksimal dilenturkan. Ligamen retinakular oblique berasal dari bagian volar dari phalanx proksimal dan selubung tendon fleksor untuk dimasukkan ke tendon terminal dan membantu untuk menghubungkan PIP dan gerakan interphalangeal distal (DIP). Akhirnya, ligamen retinakular transversa berasal dari lempeng volar di setiap sisi sendi PIP dan dimasukkan ke dalam pita lateral, mencegah migrasi dorsal mereka selama fleksi jari.
3.3. Ruptur tendon
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur tendon dalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang melebihi kekuatan tendon atau adanya trauma yang mengenai tendon tersebut. A. Penilaian klinis
Evaluasi cedera tendon membutuhkan pengetahuan rinci tentang anatomi aparatus ekstensor, serta karakteristik fungsional dari setiap segmen. Anamnesis yang akurat sangat penting dan harus mencakup mekanisme traumatik, posisi tangan pada saat cedera, dan komorbiditas akhirnya. Biasanya ketika trauma terjadi dengan jari fleksi, kerusakan tendon sesuai dengan tingkat cedera, sedangkan retraksi tendinous dapat diamati dalam kasus trauma tinju. Secara umum, cedera dibagi menjadi dua kategori utama: cedera terbuka dan cedera tertutup. Cedera terbuka dapat muncul sebagai avulsi, lesi tajam, atau laserasi. Dalam kondisi terakhir ini, kerusakan yang signifikan terhadap sekitarnya jaringan sering terjadi dan wajib dilakukan pemeriksaan neurovaskular. Ruptur tertutup dapat terjadi akibat kondisi morbid yang melemahkan struktur tendon, seperti RA, penyakit pengendapan kristal, dan erosi oleh perangkat keras internal yang digunakan untuk fiksasi tulang. Inspeksi harus mempertimbangkan lokasi cedera, ukuran luka, kehadiran hilangnya substansi tendon atau retraksi, dan kerusakan terkait. Selanjutnya, pengamatan yang teliti terhadap tangan mungkin menunjukkan cedera tendon yang mendasari ketika kaskade fleksi jari tidak normal saat istirahat atau ketika pergelangan tangan tertekuk dan melebar. dengan efek tenodesis. Kemudian, pemeriksaan setiap jari tunggal dengan dan tanpa perlawanan harus dilakukan, untuk mengecualikan tindakan tendina juncturae yang bisa menutupi entitas nyata dari kerusakan. Di hadapan kelemahan ekstensi terhadap resistensi, cedera tendon parsial dapat dicurigai. Kadangkadang rasa sakit tidak memungkinkan pemeriksaan dan diagnosis yang tepat, sehingga pada kasus tertentu anestesi lokal dapat membantu diagnostik.
B. Mekanisme penyembuhan Tendon
Penyembuhan tendon terjadi secara intrinsik maupun ekstrinsik.Penyembuhan intrinsik didukung oleh suplai intrinsik yang memasok kira-kira seperempat dari volume tendon.Penyembuhan ekstrinsik adalah hasil dari stimulasi jaringan peritendinousuntuk
berproliferasi dan memasok kebutuhan sel dan kapiler yang dibutuhkanuntuk proses penyembuhan. Proses ini bertanggung jawab untuk
pembentukan adhesi tendon untuk
semua struktur yang berdekatan dari lukamenjadi satu dan terbentuk scar. Telah terbukti secara eksperimental bahwasuplai darah intrinsik tidak cukup untuk mendukung penyembuhan utamatendon dalam banyak kasus. Penyembuhan tendon di dalam selubung lebihlama dibandingkan dengan penyembuhan bagian tendon diluar selubung.Urutan penyembuhan tendon adalah sebagai berikut 1) Fase inflamasi (0-10 hari) Urutan biologis ini sama dengan penyembuhan luka pada umumnya,kecuali dalam kasus ini, penyembuhan berlangsung lebih lambat. Bahkan, pada lima sampai tujuh hari setelah terluka, tendon menjadi lebih lemah. 2) Fase proliferasi (4-21 hari) Sebuah kalus fibrovascular terbentuk di sekitar tendon dan menyatukansemua struktur luka menjadi satu bagian. 3) Fase Maturasi/Pematangan (28-120 hari) Orientasi longitudinal dari fibroblas dan fiber dimulai. Pada 45 hari,kolagen lisis dan pembentukan kolagen mencapai kesetimbangan. Pada 90hari, pembentukan awal bundel kolagen mulai terlihat dan pada 120 hari bundel ini tampak seperti yang terlihat pada tendon normal
C. Reparasi tendon
Reparasi tendon bertujuan untuk mendekatkan kedua ujung tendon yang terputus atau melekatkan ujung tendon ke tulang dan mempertahankannya selama masa penyembuhan, dengan tetap memungkinkan dilakukannya latihan gerak dini hari pertama pasca operasi. Latihan gerak dini aktif diperlukan untuk meminimalkan terjadinya adhesi, yang hanya dapat dilakukan bila tensile strength jahitan tendonnya kuat. Tensile strength adalah kekuatan jahitan untuk menerima gaya regang pada arah yang berlawanan yang bekerja sejajar terhadap serabut kolagen tendon. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap tensile strength adalah jenis benang jahitnya dan teknik jahitan.
Terapi awal pada luka terbuka harus mencakup irigasi dan debridement luka dan repair tendon. Jika pada cedera juga terjadi patah tulang maka fiksasi pada fraktur sebaiknya dilakukan agar mobilisasi dini tendon memungkinkan. Laserasi zona 1 dan 2 dimana tendon tipis dan gepeng maka metode repair yang tepat adalah tenodermodesis. Tendon dan kulit dijahit dalam satu lapisan dengan teknik matras. Simopul jahitan ditaruh di atas kulit dan dilepas setelah 3 minggu. Karena repair dengan metode ini lemah maka dianjurkan untuk menambahkan Kwire selama 6 minggu. Setelah itu dipasang bidai dari alumunium atau busa pada sisi volar atau dorsal untuk mencegah wire patah. Repair laserasi zona 3 dan 4 menggunakan teknik jahitan Bunnel atau Kessler modifikasi .
Gambar 3.3. Teknik reparasi tendon
Cedera tondon ekstensor pada zona 5 hingga zona 7 diterapi serupa. Luka didebridement dan dibersihkan. Jika tidak terdapat fraktur atau cedera kapsul sendi maka cedera dapat ditutup longgar lalu tangan dibidai denan posisi pergelangan tangan ekstensi sedang dan seluruh jari ekstensi penuh. Tendon lalu dapat diperbaiki setelah beberapa hari dalam keadaan terkontrol. Semua laserasi pada sendi MCP harus ditangani dengan seksama karena luka ini dapat diakibatkan oleh gigitan manusia. Pemeriksaan ada tidaknya cedera pada kapsul sendi harus dilkaukan. Injeksi salin atau pewarna lain ke sendi dapat dilakukan. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk
memaastikan tidak ada fraktur atau benda asing. Pada cedera akut (4-6 jam), luka dan sendi MCP harus diirigasi di ruang operasi dan dilakukan repair tendon. Sendi dapat dibiarkan terbuka atau tertutup dengan drain jika tidak ada infeksi. Jika dicurigai adanya gigitan manusia maka kulit tidak boleh ditutup secara primer. Tendon diperbaiki dengan menggunakan benang non-absorbable 3-0 atau 4-0 dengan teknik jahitan Bunnell modifikasi. Repair pada zona 6 dengan teknik apapun akan menghasilkan pemendekan 6.7 mm dan hillangnya 180 gerakan pada MCP dan PIP. Pada cedera tendon di bawah retinakulum ekstensor (zona 7) harus diperhatikan bahwa daerah repair tidak mengganggu retinakulum. Tendon dapat dipotong jika perlu tapi sebaiknya dipertahankan atau dilakukan repair untuk mencegah bowstringing. Kualitas hasil tidak berkurang jika dilakukan repair selubung fibroosseous. Repair pada zona 8 atau 9 melibatkan lebih banyak otot dibanding tendon. Tendinous raphe dapat digunakan jika memungkinkan. Jahitan dilakukan dengan teknik matras multipel. Pascaoperasi dilakukan splinting dinamis atau statis. Laserasi EPL pada zona 1 / 2 (ibujari) dapat diperbaiki secara primer karena tendon di sini jauh lebih berperan dibanding pada jari lain. Teknik jahitan yang dilakukan adalah Kessler/Bunnel modifikasi dengan benagn non-absorbable 4-0. Pada cedera ringan IP tidak perlu K-wire dan bidai pasca operasi cukup mencakup sendi IP saja. Laserasi EPL atau EPB atau keduanya pada zona proksimal dapat diterapi dengan bidai statis/dinamis setelah dilakukan repair tendon terpisah dengan jahitan bunnel atau kessler modifikasi dengan benang non-absorbable 4-0. Bidai dinamis hanya mencakup ibujari. Berdasarkan Evans diketahui fleksi sendi IP sebesar 600 menghasilkan excursion 5 mm EPL pada tuberkel Lister.
D. Komplikasi
Hilangnya gerak adalah komplikasi paling umum dari cedera tendon ekstensor dan mungkin termasuk lag ekstensor residual dan / atau hilangnya fleksi. Pasien dengan beberapa cedera tendon ekstensor, kehilangan segmental, atau cedera jaringan lunak yang terjadi bersamaan harus dikonseling bahwa hilangnya gerak mungkin terjadi. Ekstensor tenolysis, bersama dengan kemungkinan pelepasan kontraktur sendi dan tenor lentur, dapat dipertimbangkan jika pasien tidak memiliki gerakan yang
memuaskan setelah 6 bulan meskipun kepatuhan dengan terapi tangan. Pecahnya setelah perbaikan tendon ekstensor kurang umum dibandingkan setelah perbaikan tendon fleksor. Infeksi juga dapat terjadi tetapi dapat dicegah dengan debridemen awal secara menyeluruh, terutama pada kasus dengan kontaminasi kasar.
BAB IV ANALISA KASUS
Pasien laki-laki usia 9 tahun datang ke IGD RS Kartika Husada dengan keluhan luka pada punggung tangan kanan setelah terkena gergaji rumput 7 jam SMRS. Pasien saat itu menebas rumput menggunakan tangan kiri dengan posisi tangan kanan memegang rumput, lalu saat ingin memotong rumput, tidak sengaja tangan kanan yang terkena oleh gergaji rumput. Setelah itu terdapat luka robek dan jari-jari tangan tidak dapat digerakkan. Pada pemeriksaan fisik look tampak Vulnus laceratum (+) Ukuran 5x10 cm dengan dasar luka otot, deformity (-), bleeding (+), swelling (+) dengan nyeri tekan dan neurovaskular distal baik namun ROM terbatas pada digiti I-V manus dekstra. Pada pemeriksaan radiologi tidak ditemukan adanya fraktur. Pada hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil HB 9,8 g/dl, leukosit 15.100/mm3, hematokrit 29,8%, eritrosit 3,45 juta/mm3, granulosit 12,4. Waktu Perdarahan 3 menit 30 detik, waktu pembekuan 4 menit 30 detik. Pada pasien ini ditemukan anemia yang ditandai dengan penurunan kadar hb, eritrosit dan hematokrit. Anemia pada pasien ini bisa disebabkan oleh adanya perdarahan akut yang disebabkan oleh luka robek. Selain itu ditemukan pula peningkatan leukosit dan granulosit. Peningkatan leukosit dijumpai pada penderita penyakit ini karena terjadinya pengaktifan sistem leukosit ketika terjadi kontak antara organ kulit dengan lingkungan sekitar. Leukositosis polimorfonuklear (granulositosis/neutrofilia) merupakan kondisi yang menyertai peradangan akut, berkaitan dengan infeksi atau nekrosis jaringan. Pada penyakit infeksi dan peradangan akan terjadi kenaikan IL1 dan TNF, akibatnya terjadi pelepasan faktor leukositosis. Dalam waktu beberapa jam hingga beberapa hari akan terjadi ekspansi sel progenitor neutrofilik dari sumsum tulang dan depot simpanan memasuki peredaran darah menuju tempat peradangan Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang pasien anak laki-laki usia 9 tahun, ruptur tendon ekstensor manus dekstra sehingga penatalaksanaan awal pada kasus ini adalah penanganan luka gawat darurat karena luka yang terjadi karena kecelakaan menurut penggolongan CDC termasuk luka terkontaminasi, sehingga ditangani dengan wound toilet, pemberian anti nyeri dengan ketorolac, roentgen pedis AP/ Oblique untuk memastikan ada
tidaknya fraktur lalu dibebat tekan untuk dirujuk ke dokter spesialis orthopedi untuk dilanjutkan debridement dan penyambungan tendon. Selain wound toilet juga diberikan profilaksis pre-op berupa bioxon 1 gr dimana bioxon mengandung ceftriaxone yang obat antibiotik golongan cephalosporin dengan efek terhadap gram negatif yang broad-spectrum, Luka terkontaminasi adalah luka dengan kemungkinan infeksi, paling sering adalah dari golongan gram-negatif sehingga untuk mencegah terjadinya infeksi serta sebagai persiapan sebelum masuk ruangan OK untuk repair tendon. Pada saat dioperasi setelah luka dibersihkan tampak rupture extensor digitorum digiti IIV dan kemudian dilakukan reparasi tendon. Adapun tendon yang rupture adalah extensor policis longus,extensor indicis, extensor digitorum, dan extensor digit minimi. Pada pasien ini zona cedera pada tendon ekstensor berada pada zona ke 6. Cedera zona VI terjadi di atas metacarpal dan biasanya dikaitkan dengan hasil yang lebih baik daripada cedera yang lebih jauh. Mekanisme cedera yang terjadi pada tendon ini adalah mekanisme laserasi. Prognosis yang lebih baik terkait dengan lebih sedikit cedera sendi yang terkait, penurunan pembentukan adhesi, dan sedikit kemungkinan ketidakseimbangan tendon. Karena diameter tendon yang meningkat, perawatan bedah harus terdiri dari jahitan inti. Tendon dijahit sesuai dengan posisi anatomisnya. Setelah selesai, tangan difiksasi menggunakan volar slab untuk mobilisasi awal dan mencegah resiko ruptur tendon kembali. Dalam operasi dilakukan anestesi dengan teknik general anastesi. Penyambungan tendon dilakukan dengan menggunakan teknik bunnel. Teknik ini adalah salah satu teknik yang digunakan untuk memastikan kekuatan jahitan dalam menyatukan tendon, serta dipasangkan volar slab sebagai alat fiksasi eksternal untuk mempertahankan jahitan supaya tidak mudah lepas dalam masa penyembuhan tendon sampai 6 minggu. Bila sudah diterapi, prognosis pasien cukup baik.
BAB V KESIMPULAN
Pasien laki-laki usia 9 tahun datang ke IGD RS Kartika Husada dengan keluhan luka pada punggung tangan kanan setelah terkena gergaji rumput 7 jam SMRS. Pasien ini didiagnosa mengalami total rupture tendon digiti II-V Manus dekstra. Ruptur tendon adalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang melebihi kekuatan tendon atau adanya trauma. Penatalaksanaan medis pada kasus rupture tendon biasanya melalui pembedahan jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan infeksi. Pada kasus ini tampak bahwa ruptur tendon yang disambung dengan jahitan bunnel, lalu dipertahankan ekstensinya dengan pemasangan volar slab sebagai alat fiksasi eksternal untuk mempertahankan jahitan supa ya tidak mudah lepas dalam masa penyembuhan tendon sampai 6 minggu
DAFTAR PUSTAKA
1. Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3. 2006. Jakarta : Erlangga Medical Series 2. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004. Jakarta : EGC 3. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta : Media Aesculapius FKUI 4. Saladin: Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, Ed.3. 2003. The McGraw Hill Companies. 5. [Accessed 26th December 2016] Tendon Repair: The Modified Kessler Technique,… accessed at: https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uac t=8&ved=0ahUKEwiBkvT3mJLRAhXKO48KHYbRAewQFggtMAU&url=https%3A% 2F%2Ffhs.mcmaster.ca%2Fsurgery%2Fdocuments%2FTendonRepairsOutlineHandoutof 13Aug2008providedbyColinWhite.pdf&usg=AFQjCNGlLJNiLveUee3zjvBTnE09GmekQ&sig2=FXvqMFfdxv26QTF3uDHGSA 6. Geert I. Pagenstert, Victor Valderrabano, Beat Hintermann, Tendon injuries of the foot and ankle in athletes, Clinic of Orthopedic Traumatology, Orthopedic Surgery Department, University Clinics Basel, Switzerland, CH-4031 Basel; Schweizerische Zeitschrift für «Sportmedizin und Sporttraumatologie» 52 (1), 11 – 21, 2004.