Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
ANALISIS PENENTUAN TARIF ANGKUTAN UMUM MINIBUS LINTAS LHOKSEUMAWE – BANDA ACEH 1)
2)
3)
Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy 1,2) Dosen Jurusan Teknik Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala , Wiraswasta dan Alumni Magister 3) Teknik Sipil, PPs Unsyiah email:
[email protected] ,
[email protected]
Abstrak Penentuan tarif angkutan umum merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji. Hal ini berkaitan dengan banyaknya variabel yang mempengaruhi dan melibatkan berbagai pihak. Pihak yang dimaksud seperti penumpang, operator dan pemeritah sebagai regulator yang bertindak sebagai penengah diantara keinginan penumpang dan operator. Keinginan penumpang untuk mendapatkan tarif yang murah dan terjangkau akan berlawanan dengan tarif yang diinginkan oleh operator. Untuk itu dalam penentuan tarif awal maupun penyesuaian tarif diperlukan suatu kajian yang terukur yang merupakan jalan tengah antara keinginan konsumen dan operator angkutan umum. Pada kajian ini diambil studi kasus penentuan tarif pada angkutan umum penumpang jenis minibus (kapasitas 10 tempat duduk) yang sering disebut dengan angkutan L-300 pada rute Banda Aceh – Lhokseumawe. Beberapa variabel yang dianalisis pada kajian ini seperti: analisa biaya pokok pelayanan yang merupakan besaran Biaya Operasional Kendaraan (BOK); evaluasi terhadap kemampuan dan keinginan membayar bagi masyarakat pengguna jasa angkutan umum (ability to pay and willingness to pay); dan evaluasi besaran tarif angkutan umum. Kata Kunci : BOK, ATP, WTP, tarif angkutan umum
1.
Pendahuluan Penentuan tarif angkutan umum merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji. Hal ini berkaitan dengan banyaknya variabel yang mempengaruhi dan melibatkan berbagai pihak. Pihak yang dimaksud seperti: penumpang, operator dan pemeritah sebagai regulator yang bertindak sebagai penengah diantara keinginan penumpang dan operator. Keinginan penumpang untuk mendapatkan tarif yang murah dan terjangkau akan berlawanan dengan tarif yang diinginkan oleh operator. Dengan demikian tarif yang berlaku seyogianya merupakan titik temu antara kemampuan dan keinginan pengguna untuk membayar dengan kemampuan operator untuk mengoperasikan armada. Dari hal tersebut dapat dirumuskan tarif yang wajar bagi angkutan umum. Studi ini merupakan kajian tentang besaran tarif untuk kasus rute Banda Aceh – Lhokseumawe Lhokseumawe pada angkutan umum jenis mobil penumpang yang memiliki kapasitas sepuluh orang penumpang. Dalam menentukan besaran tarif tersebut, diperlukan beberapa tahapan analisis diantaranya: analisa biaya pokok pelayanan yang merupakan besaran Biaya Operasional Kendaraan (BOK); evaluasi terhadap kemampuan dan keinginan membayar bagi masyarakat pengguna jasa angkutan umum ( ability to pay and willingness to pay); mengetahui dampak harga bahan bakar minyak terhadap tarif angkutan umum minibus, dan selanjutnya melakukan evaluasi besaran tarif jasa pelayanan angkutan umum. Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
85
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
2.
Tinjauan Kepustakaan Menurut Matz & Usry (1975), tarif didefinisikan sebagai besaran moneter yang harus dikompensasikan oleh pihak-pihak yang menggunakan jasa pelayanan atau yang mengkonsumsi suatu produk. Secara ilmu ekonomi tarif biasanya terbentuk sebagai interaksi antara produsen dan konsumen, dimana aspek keseimbangan antara pasokan ( supply) dan sediaan ( demand ) berperan penting. Ditinjau dari sistem angkutan umum, tarif adalah besaran moneter yang harus dikeluarkan pengguna jasa (penumpang) untuk mendapatkan jasa pelayanan yang diberikan oleh operator. Sehubungan dengan hal tersebut diketahui ada dua faktor yang menentukan besarnya tarif yaitu sisi pengelola (operator) dan sisi pengguna jasa (penumpang). (penumpang). 2.1
Sistem Pembentukan Tarif Jasa Transportasi Button (1982) mengemukakan bahwa sistem pembentukan tarif jasa transportasi dapat didasarkan pada salah salah satu dari tiga cara berikut : a. Sistem pembentukan tarif atas dasar produksi jasa transportasi ( cost of service pricing). b. Sistem pembentukan tarif atas dasar nilai jasa transportasi ( value of service pricing). c. Sistem pembentukan yang didasarkan pada “ What the traffic will bear ”. ”.
Dalam menentukan kebijakan tarif yang ditetapkan, ada dua hal utama yang harus selalu menjadi perhatian yaitu: tingkat tarif dan struktur tarif. Tingkat tarif adalah besarnya tarif yang dikenakan pada pengguna jasa sedangkan struktur tarif adalah merupakan tata cara atau mekanisme bagaimana tarif tersebut dibayarkan (Hayati, 2000). 2.2
Struktur Tarif Menurut Matz & Usry (1975), dalam menangani kebijakan tarif, struktur tarif merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan diperti mbangkan dalam pengambilan keputusan. Diantaranya adalah: tarif seragam ( flat fare), tarif berdasarkan jarak (distance - based fare ), tarif bertahap, bertahap, dan tarif berdasarkan berdasarkan zona. zona.
2.3
Penentuan Besaran Tarif Salah satu cara yang harus ditempuh dalam menetapkan kebijakan penentuan besaran tarif adalah dengan menentukan terlebih dahulu tujuan kebijakan tersebut. Besaran tarif yang ditetapkan haruslah dilandasi dengan perhitungan biaya pokok produksi persatuan unit output dan sesuai dengan kemauan dan kemampuan masyarakat untuk membayar ( Willingness to pay & Ability to pay). Apabila kedua nilai ini sudah di ketemukan maka besaran tarif yang hendaknya ditetapkan sedemikian sehingga besarnya di atas biaya pokok produksi persatuan output dan tidak melebihi kemampuan membayar dari masyarakat penggunanya. penggunanya.
Penetapan tarif di atas biaya pokok produksi per satuan output merupakan kebijaksanaan yang memperhatikan kesejahteraan pihak operator sebagai penyedia dan pemberi jasa angkutan. Menurut Hayati (2000), dengan memperhatikan parameter Biaya Pokok Produksi (BPP) dan parameter Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
86
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
Willingness to Pay masyarakat (WTP) pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu: a. Nilai WTP berada cukup jauh di atas nilai BPP. b. Nilai WTP sangat dekat dengan nilai BPP tetapi masih berada di atasnya. c. Nilai WTP berada cukup jauh di bawah nilai BPP. 2.4
Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Didefinisikan sebagai biaya yang secara ekonomis terjadi karena dioperasikannya satu kendaraan pada kondisi normal untuk satu tujuan tertentu. Daniels (1974) mengemukakan bahwa biaya operasi kendaraan biasanya dibagi dalam dua kelompok, yaitu: biaya tetap ( fixed cost ) dan biaya tidak tetap atau biaya variabel ( variable cost ). ). Selain kedua kelompok tersebut masih ada satu jenis biaya yang kadang-kadang kadang-kadang dipakai untuk perhitungan biaya operasional kendaraan yaitu biaya overhead .
Biaya operasional kendaraan dapat ditinjau dari dua sisi tergantung dari sistem hubungan kerja antara pengusaha sebagai pemilik kendaraan dengan sopir (kru kendaraan). Diantaranya adalah biaya operasional kendaraan sistem gaji dan biaya operasional kendaraan sistem setoran. Bila hubungan kerja dengan sistem setoran dimana sopir harus memberi setoran dengan jumlah yang telah disepakati maka biaya operasional kendaraan menjadi beban sopir untuk operasional kendaraan tersebut. 2.5
Biaya Operasional Kendaraan Sistem Setoran Daniels (1974) mengemukakan bahwa sistem ini merupakan hubungan antara pengusaha sebagai pemilik armada kendaraan dengan sopir sebagai patner kerja, dimana pihak sopir mempunyai kewajiban memberikan setoran uang dengan jumlah tertentu kepada pemilik kendaraan setiap kali kendaraan dioperasikan. Dalam hubungan kerja semacam ini beban operasional kendaraan menjadi tanggung jawab pihak sopir sepenuhnya. Adapun beban biaya operasional kendaraan tersebut dapat dikelompokkan sebagai biaya tetap d an tidak tetap.
Secara garis besar besaran biaya tetap ini sama dengan setoran kepada pemilik kendaraan. Bagi pemilik kendaraan besarnya setoran ini sudah diperhitungkan untuk menutup semua biaya modal yang menjadi tanggung jawabnya. Besarnya setoran yang diterima sudah mencakup biaya pengadaan kendaraan, biaya perijinan, biaya perbaikan dan perawatan, p erawatan, biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya ditambah pula dengan besaran keuntungan yang diharapkan. Biaya tidak tetap besarnya sangat dipengaruhi dengan kondisi kendaraan pada saat beroperasi, diantaranya: Bahan Bahan Bakar Bakar Minyak (BBM), konsumsi, konsumsi, retribusi, oli, karet rem, penghasilan sopir dan kru kendaraan. 2.6
Produksi Pelayanan Jasa Angkutan Untuk mengukur besaran produksi pelayanan angkutan umum dapat ditinjau dari beberapa alternatif (unit ), ), yaitu : Seat-kilometer, Penumpang-kilometer dan Penumpang-trip (Morlok, 1998). Pada penelitian ini digunakan sistem Penumpang – Kilometer. Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
87
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
2.7
Penumpang – Kilometer Besaran penumpang – kilometer menunjukkan besaran faktual dari tingkat okupansi serta panjang trip dari penumpang. Dalam perhitungan besaran ini kita akan mengenal suatu grafik yang menggambarkan besar kecilnya jumlah penumpang dalam suatu kendaraan untuk tiap-tiap perhentian dalam satu trip perjalanan, grafik ini biasa disebut sebagai grafik profil pengisian angkutan (loading profile). Adapun contoh loading profile adalah sebagai berikut:
Jml Pnp
Jarak (km)
Gambar 1. Loading Profile Sumber : Frids, 2002
Untuk menghitung besar produksi pelayanan angkutan umum ini dapat dilakukan dengan menghitung luas grafik yang terjadi, yaitu dengan mengalikan jumlah penumpang yang terangkut ( on board ) dengan jarak perjalanan rata-rata antar pemberhentian. 2.8
Biaya Pokok Produksi Jasa Angkutan Biaya pokok produksi jasa angkutan didefinisikan sebagai besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak operator dalam kaitannya untuk menghasilkan satuan produksi pelayanan umum yang dapat disediakan.
BPP dimana : BPP TBOK TPP
=
T BOK T PP
............................................ ................................................................... ........................................ ................. (1)
= Biaya pokok produksi pelayanan (Rp./Pnp-km) = Total biaya operasional kendaraan per satuan waktu (Rp.) = Total produksi pelayanan per satuan waktu (Pnp-km)
2.9
Ability to Pay (ATP) Ability to Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal (Button, 1982). Pendekatan yang digunakan dalam ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk transportasi dan intensitas perjalanan pengguna. Besar ATP merupakan rasio budget transportasi dengan intensitas perjalanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ATP adalah : penghasilan keluarga per bulan, alokasi dana transportasi, intensitas perjalanan, dan jumlah anggota keluarga.
Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
88
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
2.10 Willingness to Pay (WTP) Button (1982) mendefinisikan Willingness to Pay (WTP) sebagai besaran rupiah rata-rata yang ingin masyarakat keluarkan sebagai pembayaran satu unit pelayanan angkutan umum yang dinikmatinya. Besar WTP masyarakat terhadap angkutan umum dipengaruhi oleh kondisi ekonomi masyarakat. Analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan angkutan umum yang dipengaruhi oleh: kuantitas dan kualitas produksi jasa angkutan umum, utilitas pengguna, pengguna, penghasilan pengguna. pengguna. 3.
Metode Penelitian Survei observasi yang merupakan survei untuk mengamati secara langsung informasi jumlah naik/turun penumpang ( loading profile), panjang lintasan, rit, jam kerja, rata-rata jumlah kendaraan yang beroperasi setiap hari, karakteristik moda, karakteristik daerah yang diteliti. Selain daripada itu juga dilakukan Survei kuesioner dan Survei wawancara. Langkah-langkah kerja meliputi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Permasalahan Studi Pustaka Pengumpulan data
Data Op. Kendaraan
Analisa BOK
Data Rute dan Pelayanan
Analisa Produksi Pelayanan Angkutan Umum
Biaya Pokok Angkutan Umum (BPP = BOK/TPP)
Tarif Berlaku
Data Sosek Masyarakat
Intensitas Perjalanan
Income Keluarga
ATP
Persepsi Konsumen thdp Tarif
WTP
Besaran Tarif
Evaluasi & Pembahasan
Kesimpulan & Saran
Gambar 2. Metode Penetapan Besaran Tarif Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
89
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
4.
Hasil dan Pembahasan Wilayah kajian mencakup enam wilayah kabupaten/kota, yaitu: Lhokseumawe, Bireuen, Pidie Jaya, Pidie, Aceh Besar dan Banda Aceh, yang merupakan wilayah yang membentuk suatu rute perjalanan.
4.1
Jenis Moda Angkutan Umum Informasi mengenai jenis moda angkutan umum pada wilayah studi diperoleh dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) dan Dinas Perhubungan setempat. Berdasarkan hasil survei hanya beberapa perusahaan angkutan umum jenis mini bus saja yang hanya melayani rute Kota Lhokseumawe–Banda Aceh seperti: CV. Bahtera Transport, Mandala Tour, Mentari Tour, Samudera Tour dan CV. Anugerah Jaya. Jumlah armada yang beroperasi untuk melayani rute Kota Lhokseumawe – Banda Aceh adalah 35 buah minibus dengan kepemilikan yang berbeda dari masing-masing perusahaan.
Jenis minibus yang digunakan adalah Mitsubishi jenis L300 yang berbahan bakar solar dengan kapasitas tempat duduk terpasang 10 tempat duduk. Tahun kendaraan bervariasi antara tahun 2006 dan tahun 2007. 4.2
Trayek dan Rute Angkutan Umum Trayek didefinisikan sebagai perumusan titik asal pemberangkatan dari angkutan umum dan titik tujuan dari pergerakan angkutan umum yang dimaksud. Rute adalah lintasan jalan (jaringan jalan) yang dicapai/dilalui untuk mencapai titik tujuan dari titik asal. Rute angkutan berawal dari Terminal Kota Lhokseumawe - Terminal Kota Banda Aceh. Jarak total yang ditempuh untuk rute Lhokseumawe–Banda Lhokseumawe–Banda Aceh ini adalah 269 km. 4.3
Tarif Berlaku Penentuan tarif yang berlaku untuk rute wilayah studi adalah berdasarkan Daftar Tarif Penumpang Umum Kelas Non Ekonomi sesuai hasil kesepakatan rapat bersama DPD Organda dan DPC Organda Lhokseumawe Prov. NAD dengan Dinas Perhubungan Komintel Prov. NAD tanggal 27 Januari 2009 dan mulai berlaku tanggal tanggal 1 Februari 2009 yang didasarkan didasarkan pada jarak jarak tempuh, jenis mobil penumpang serta fasilitas lainnya yang ada, tarif yang berlaku adalah Rp. 204,46/km_pnp. Dari data yang diperoleh dihasilkan rata-rata penghasilan keluarga perbulan adalah Rp. 2.815.302,-. Rata-rata biaya transport yang dikeluarkan adalah Rp. 117.817,-. Rata-rata biaya transportasi berdasarkan persepsi adalah Rp. 103.629,-. Jumlah responden yang digunakan pada penelitian ini adalah sebenyak 350 responden. 4.4
Analisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Untuk mengetahui besaran biaya operasional kendaraan diperlukan analisa terhadap hubungan kerja antara pengusaha dan sopir. Hal ini sangat penting diketahui karena sangat menentukan beban-beban biaya yang nantinya berpengaruh terhadap operasional kendaraan. Biaya-biaya di lapangan yang dikeluarkan tiap kali kendaraan beroperasi sangatlah berpengaruh terhadap BOK.
Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
90
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
BOK/hari = Setoran + BBM BBM + Konsumsi Konsumsi + Retibusi + Suku cadang + Honor kru = 467.125 rupiah/hari/trip. 4.5
Analisis Besaran Pokok Pelayanan Produksi pelayanan angkutan umum merupakan besaran output yang dihasilkan dari suatu pengoperasian angkutan umum. Besaran total rata-rata produksi pelayanan dari hasil survey dan setelah dianalisis adalah sebesar 1.653 pnp_km. Dengan demikian, maka besarnya biaya pokok produksi pelayanan dapat diketahui, yaitu:
BPP
=
Rp.467.125,−
1.653 pnp _ km
= Rp. 282,59 282,59 /pnp_km /pnp_km
4.6
Analisis Kemampuan Membayar Masyarakat/Konsumen (ATP) Persentase pengeluaran untuk transportasi faktual rata-rata dari hasil survei adalah 0,45 %. Bagi populasi pada wilayah penelitian dapat dibuat tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan metoda kriterium Sturgess, seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Frekuensi ATP No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
ATP (Rp./pnp_km) 2104,74 1845,75 1675,00 1496,55 1108,56 801,81 644,52 399,07 188,00 Total
Frekuensi
6 5 7 7 9 6 22 64 224 350
Frekuensi (%) 1,71 1,43 2,00 2,00 2,57 1,71 6,29 18,29 64,00 100
Frekuensi Komulatif (%) 1,71 3,14 5,14 7,14 9,71 11,43 17,71 36,00 100
4.7
Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Biaya Perjalanan (WTP) Sama seperti analisis ATP, maka analisis WTP juga dibuat tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan metoda kriterium Sturgess, seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Frekuensi WTP No
1 2 3 4 5 6 7
WTP (Rp./pnp_km) 248,46 221,73 206,21 189,87 185,87 168,68 111,52 Total
Frekuensi
34 28 16 21 135 109 7 350
Frekuensi (%) 9,71 8,00 4,57 6,00 38,57 31,14 2,00 100%
Frekuensi Komulatif (%) 9,71 17,71 22,29 28,29 66,86 98,00 100
Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
91
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
4.8
Evaluasi Besaran Tarif Untuk dapat melakukan evaluasi terhadap besaran tarif, maka dibuat suatu kurva yang dapat mempresentasikan semua komponen penentuan tarif seperti pada Gambar 3.
2.200,00
2.000,00
ATP WTP BPP Tarif Resmi
1.800,00
1.600,00
) m 1.400,00 k _ p n p / . 1.200,00 p R ( P T 1.000,00 W & P T 800,00 A 600,00
400,00
200,00
0%
10 %
20 %
30 %
40 %
50 %
60 %
7 0%
80 %
90 %
100 %
Frekuensi Komulatif (%)
Gambar 2. Kurva Evaluasi Tarif
•
•
•
Besaran tarif sesuai dengan tarif resmi Rp.204,46/pnp_km Rp.204,46/pnp_km : Persentase masyarakat terlayani yang mempunyai ATP sama dengan Rp.204,46/pnp_km atau lebih ada 95%, demikian juga persentase masyarakat yang bisa terlayani dengan mempunyai WTP sebesar Rp.204,46/pnp_km atau lebih ada 22,92%. Besaran tarif sama dengan BPP sebesar Rp.282,59/pnp_km : Persentase masyarakat yang terlayani yang mempunyai ATP sama dengan Rp.282,59/pnp_km Rp.282,59/pnp_km atau lebih ada 71,32%, demikian pula bila dilihat dari WTP sebesar Rp.282,59/pnp_km masyarakat yang bisa terlayani sebesar -0,5% (tidak ada yang bisa terlayani). Besaran tarif diantara tarif resmi dan BPP sebesar Rp.243,53/pnp_km : Persentase masyarakat yang terlayani yang mempunyai ATP sama dengan Rp.243,53/pnp_km atau lebih ada 83,16%, bila dilihat dari WTP sebesar Rp.243,53/pnp_km masyarakat yang bisa terlayani sebesar 11,19%. Tarif ini kemungkinan dapat menyeimbangkan kepentingan dari kedua belah pihak yaitu jasa angkutan (operator) dan pengguna.
Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
92
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
5.
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat maka diberikan kesimpulan dan saran sebagai berikut 5.1
Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan terhadap penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Biaya Operasional Kendaraan (BOK) yang terjadi sebesar Rp.467.125,- dengan Total Produksi Pelayanan (TPP) sebesar 1.653 pnp_km, sehingga Biaya Pokok Produksi (BPP) pelayanan sebesar Rp.282,59/pnp_km. 2. Biaya Pokok Produksi sebesar Rp.282,59/pnp_km lebih tinggi dari tarif resmi yang berlaku sebesar Rp.204,46/pnp_km. Rp.204,46/pnp_km. 3. Kondisi kemampuan membayar ongkos perjalanan (ATP) dari masyarakat/konsumen saat dilakukan penelitian menghasilkan angka terbesar Rp.2104,74/pnp_km Rp.2104,74/pnp_km dan terendah Rp.188,-/pnp_km. 4. Kondisi kemauan membayar masyarakat / persepsi ongkos perjalanan (WTP) diperoleh nilai tertinggi sebesar Rp.248,46/pnp_km dan terendah Rp.111,52/pnp_km. 5. Pemberlakuan tarif dengan menggunakan besaran tarif diantara tarif resmi dan Biaya Pokok Produksi sebesar Rp.243,53/pnp_km didapatkan bahwa persentase masyarakat yang terlayani berdasarkan ATP adalah 83,16%, dengan nilai persentase WTP sebesar 11,19%. 5.2
Saran Saran-saran yang dapat diberikan sebagai bentuk rekomendasi dari hasil penelitian: 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, terutama menyangkut masalah hubungan kerja antara pihak pengusaha dengan pihak sopir menggunakan sistem gaji sehingga pelayanan dapat diberikan dengan maksimal. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengatasi masalah-masalah yang menyebabkan menyebabkan nilai kemampuan membayar (ATP) dan kemauan membayar dari pengguna (WTP) tidak memiliki selisih yang sangat berbeda. 3. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa terdapat selisih antara tarif resmi dengan Biaya Pokok Produksi sebesar Rp.78,13/pnp_km, dari kenyataan ini diharapkan kepada pemerintah untuk dapat memberikan subsidi kepada pihak pengusaha.
Daftar Kepustakaan
1.
Economics, Heinemann, London, England. Button, K.J., 1982, Transport Economics,
2.
Study , The Daniels, C., 1974, Vehicle Operation Cost in Transport Study, Economist Intelligence Unit Limited, Spencer House, 27 St. James’s Place, London.
3.
Magelang-Ngulawar Frids., 2002, Evaluasi Tarif Angkutan Umum Lintas Magelang-Ngulawar Propinsi Jawa Tengah Tengah,, Thesis, Program Studi Transportasi ITB, Bandung
Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
93
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
4.
Berdasarkan BOK, ATP dan Hayati, A., 2000, Analisis Penentuan Tarif Berdasarkan WTP: Studi Kasus Perum Damri Bandung, Bandung , Thesis, Program Transportasi ITB, Bandung.
5.
Matz, A & Usri, M, F., 1975, Cost Accounting Planning and Control , South Western Publishing, Ohio.
6.
Transportasi, Morlok, E.K., 1998, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Analisis Penentuan Tarif Angkutan Umum Minibus Lintas Lhokseumawe Lhokseumawe – Banda Aceh 1) 2) 3) - Muhammad Isya , Nurlely , Romaynoor Ismy
94