REFERAT OTOMIKOSIS
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungi, ( bahasa latin dari jamur ), adalah organism eukariotik, pembawa spora, hanya sedikit mengandung klorofil, dan bereproduksi baik secara seksual maupun aseksual.Otomikosis atau Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur ( fungal otitis externa ) digambarkan sebagai infeksi akut, subakut maupun kronik oleh jamur yang menginfeksi epitelskuamosa pada kanalis auditorius eksternus dengan komplikasi yang jarang melibatkan telingatengah. Walaupun sangat jarang mengancam jiwa, proses penyakit ini sering menyebabkan keputusasaan baik pada pasien maupun ahli telinga telin ga hidung tenggorok karena lamanya waktuyang diperlukan dalam pengobatan dan tindak lanjutnya, begitu juga dengan angka rekurensinyayang begitu tinggi.1 Otomikosis adalah suatu bentuk penyakit yang umum ditemukan diseluruh belahan dunia. Frekuensinya bervariasi tergantung pada perbedaan zona geografik, faktor lingkungan, dan jugawaktu. Otomikosis adalah satu dari gejala umum yang sering dijumpai pada klinik-klinik THT dan prevalensinya mencapai 9 % dari keseluruhan pasien yang menunjukkan gejala dan tanda otitis eksterna. Walaupun terdapat perdebatan pendapat bahwa jamur sebagai penyebab infeksi, melawan pendapat lain yang menyatakan adanya koloni berbagai macam spesies sebagai responhost yang immunocompromise terhadap infeksi bakteri, kebanyakan studi laboratorium dan pengamatan secara klinis mendukung otomikosis sebagai penyebab patologis yang sebenarnya, dengan Candida dan Aspergillus sebagai spesies jamur yang terbanyak diperoleh dari isolatnya.2
Banyak faktor yang dikemukakan sebagai predisposisi terjadinya otomikosis, termasuk cuaca yang lembab, adanya serumen, instrumentasi pada telinga, status pasien yang immunocompromised, dan peningkatan pemakaian preparat steroid dan antibiotik topikal. Pengobatan yang direkomendasikan meliputi debridement lokal, penghentian pemakaian antibiotik topikal dan anti jamur lokal atau sistemik. Berikut ini akan dibahas tentang anatomi telinga itu sendiri, karakteristik, gejala klinis, faktor-faktor predisposisi, dan komplikasi dari otomikosis, sehingga kita dapat mendiagnosa dan memberi pengobatan secara cepat dan tepat.2
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
A. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, dengan panjang 2,5 – 3 cm.4
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen ( modifikasi kelenjar keringat ) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga repellant terhadap serangga. 4
Serumen terdiri dari lemak ( 46-73 % ), protein, asam amino, ion-ion mineral, dan juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh rantai ganda. Asam lemak inimenyebabkan kulit yang tak mudah rapuh sehingga menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh karena komposisi hidrofobiknya, serumen dapat membuat permukaan kanal menjadi impermeable, kemudian mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel. Otomikosis sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur yang terjadi di telinga bagian luar, yang terkadang disebabkan oleh ketiadaan serumen. 4
B. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan : Batas luar : membran timpaniBatas depan : tuba eustachius Batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis ) Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis. Batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak ) Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontalis, kanalis fasialis, tingkap lonjong ( oval window ) dan tingkap bundar ( round window) dan promontorium. 4 Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga danterlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida ( membrane sharpnell ), sedangkan bagian bawah pars tensa ( membran propria ). Pars flaksida hanya berlapisdua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh selkubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah,yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga saling berhubungan . Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat denganinkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah. 4
C. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua setengah lingkaran danvestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebuth elikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. 4 Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut dengan membrane vestibuli ( Reissner’s membrane ), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak Organ corti. Pada skala mediaterdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basalismelekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk Organ Corti. 4
D. Fisiologi Pendengaran
Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengarandan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis danmembran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadiny adefleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut ,sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis. 4
BAB III OTOMIKOSIS
A. DIFINISI
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis auditorius eksternus. Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akutdan subakut, dan khas dengan
adanya
inflammasi,
rasa
gatal,
dan
ketidaknyamanan.
Mikosis
inimenyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukandebris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri. 5
B. Epidemiologi
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah dengancuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1 dari 8 kasus infesitelinga luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi jamur ini disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp. Angka prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang mengalami gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal darinegara tropis dan subtropis. Di United Kingdom ( UK ), diagnosis otitis eksterna yangdisebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.5 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis dijumpai lebih banyak pada wanita ( terutama ibu rumah tangga ) daripada pria. Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan55,8 % nya merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan wanita.
C. Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis, meliputi ketiadaanserumen, kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature, dan trauma lokal, yang biasanyasering disebabkan oleh kapas telinga (cotton buds) dan alat bantu dengar. Serumen sendirimemiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan ulang dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis auditorius eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga.
Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita eksema, rhinitis allergika, dan asthma.5 Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat saprofit, terutama Aspergillus niger . Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus, Allescheria boydii,Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida Spp. Sebagai tambahan, otomikosisdapat merupakan infeksi sekunder dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang diterapi dengan kortikosteroid dan berenang. 5 Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini mejadi jamur yang patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum dimengerti. Beberapa darifaktor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan kuantitatif
dari
serumen,
faktor
sistemik
(
sepertigangguan
imun
tubuh,
kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia ), faktor lingkungan ( panas, kelembaban ), riwayat otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik, postmastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas pada telinga. 5 D. Gejala klinis
Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna pada umumnya yakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak dijumpai, kemudian diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa penuh pada telinga dan gatal.4 Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada tahun 2006, yakni dari 132 kasus otomikosis didapati persentase masing- masing gejala otomikosis sebagai berikut :
Tabel 1. Presentase masing-masing gejala otomikosis Simptom
Jumlah Pasien ( n )
Persentase ( % )
Otalgia
63
48
Otorrhea
63
48
Kehilangan pendengaran
59
45
Rasa penuh pada telinga
44
33
Gatal
20
23
Tinnitus
5
4
Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai kedalam,sampai ke membran timpani, maka akan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos.6 Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaankulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada dinding kanalis, dan area melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis eksterna atau pada membran timpani.6 E. Diagnosa
Diagnosa didasarkan pada : Anamnesis. Adanya keluhan nyeri di dalam telinga, rasa gatal, adanya secret yang keluar dari telinga. Yang paling penting adalah kecenderungan beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan sebagainya. 6 Gejala Klinik. Yang khas, terasa gatal atau sakit di liang telinga dan daun telinga menjadi merah, skuamous dandapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3
bagian luar. Didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit. 6 Pemeriksaan Laboratorium Preparat langsung : skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10 % akantampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat ditemyukan spora-spora kecildengan diameter 2-3 u. 6 Pembiakan : Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar.Koloni akan tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filament berwarna putih. Denganmikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada permukaannya. 6 F. Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering , jangan lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga harus sering dibersihkan. 6 Pengobatan yang dapat diberikan seperti : Larutan asam asetat 2-5 % dalam alcohol, larutan lodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran antibiotic dan steroid yang diteteskan ke liang telinga. Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti preparat yang mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secarasistemik.8 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara komplit mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas tidak menunjukkan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur topikal, juga harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat ketika menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah
homeostasis lokal. Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan membawa kepada resolusi komplit dari penyakit ini.5
G. Komplikasi
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari membrane timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi, dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran timpani sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-16 % dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan konsekuens iinokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun merupakan ekstensi langsung infeksitersebut dari kulit sekitarnya.6
H. Prognosa
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi dengananti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi ( penyembuhan ) yang baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya tidak dikoreksi, dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditoriuseksternus masih terganggu. 6
BAB IV KESIMPULAN
Otomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur baik bersifat akut, sub akut, maupun kronik yang terjadi pada liang telinga luar ( kanalis auditorius eksternus). Gejala dari otomikosis dapat berupa nyeri pada telinga, keluarnya secret (otorrhea ), gatal, sampai berkurangnya pendengaran. Faktor predisposisi yang menyebabkannya meliputi ketiadaan serumen, kelembaban yang tinggi karena sering beraktifitas dalam air seperti berenang, dan penggunaan kortikosteroid, dananti mikroba pada infeksi sebelumnya. Spesies yang paling terbanyak menyebabkan infeksi ini adalah dari genus Aspergillumdan Candida. Pengobatan dengan menjaga kebersihan telinga, mengurangi kelembaban dan faktor-faktor predisposisinya, dan pemakaian anti fungal baik secara lokal maupun sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
1. K Murat Ozcan, Muge Ozcan, Aydin Karaarslan, & Filiz Karaarslan. (2003). Otomycosis in Turkey: Predisposing factors, aetiology and therapy. The Journal of Laryngology and Otology 2. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. (2006). Otomycosis : Clinical featuresand treatment implications. The Journal of Otolaryngology-Head and neck Surgery 3. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005). Presumed diagnosis : Otomycosis 4. Soetirto, I. Hendarmin, H. Bashiruddin, J. Gangguan Pendengaran. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Eds 6. Jakarta : FK UI. 2007 5. Fungal Ear Infection. available from www.patient.co.uk 6. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri,dkk. (2001). Otomikosis. Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta: Media Aesculapius 7. Ali Zarei Mahmoud abadi. (2006). Mycological
Studies in 15 Cases of
Otomycosis. Pakistan Journal of Medical Sciences, 22 (4 ),486-488 8. Hafil, A. Sosialisman. Helmi. Kelainan Telinga Luar. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Eds 6. Jakarta : FK UI. 2007
Referat Meringitis Bulosa BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI Miringitis bullosa adalah kondisi inflamasi/infeksi pada permukaan lateral membran timpani dan bagian medial dinding kanal. Miringitis bullosa merupakan suatu proses infeksi yang melibatkan lapisan tengah membran timpani. Miringitis bullosa juga didefinsikan dengan adanya bula pada membran timpani yang pada umumnya ditandai dengan otalgia berat sebagai manifestasi gejala yang pertama.5,6,7
B. ANATOMI Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida, dan bagian bawah pars tensa (membrana propria).8
Gambar 1. Membran timpani sebagai kelanjutan dari dinding bagian atas meatus acusticus eksterna (MAE) dengan kemiringan sudut hingga 45 derajat pada batas antara telinga tengah dan MAE 4
Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah dimana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan
mukosa bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membran timpani yang disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).6 Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis tersebut di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan perforasi membran timpani.8
Gambar 2. Membran tImpani normal. Pars tensa (PT), pars flaccida (PF), light reflex (LR), fibrous ring (FR), umbo (Um), handle of malleus (HM), lateral process of malleus (Lpm), anterior plica (AP), posterior plica (PP).4
C. EPIDEMIOLOGI Miringitis bullosa merupakan bentuk peradangan virus yang jarang dalam telinga yang menyertai selesma dan influenza. Sekitar 8% anak usia 6 bulan sampai 12 tahun di Amerika Serikat menderita miringitis bullosa akut. Morbiditas miringitis berhubungan dengan morbiditas dalam kasus otitis media, otitis eksternal, dan benda asing dalam telinga. Laki-laki dan perempuan terkena penyakit membran timpani dengan frekuensi yang sama. Semua usia dapat terinfeksi.1,4
D. ETIOLOGI Kejadian miringitis bullosa berhubungan dengan infeksi saluran napas atas dan umumnya terjadi pada musim dingin. Organisme yang terlibat sama dengan organisme yang menyebabkan otitis media akut, termasuk bakteri dan virus. Etiologi utama yang dipercaya adalah virus dan dihubungkan dengan infeksi saluran napas atas (pada umumnya influenza); meskipun mycoplasma telah teridentifikasi dalam beberapa kasus. Mycoplasma pneumoniae terlibat tetapi perannya dalam isolasi infeksi membran timpani belum terbukti. Chlamydia juga dapat menyebabkan miringitis bullosa. Pada anak-anak, organisme yang sama pada otitis media akut mungkin ditemukan juga pada miringitis bullosa.2,5,7,9
E. PATOFISOLOGI Myringitis dapat berkembang sebagai penyakit primer dari membran timpani (miringitis primer) atau sebagai akibat dari proses inflamasi dari jaringan yang berdekatan dari telinga luar atau tengah (miringitis sekunder). Miringitis dapat terjadi karena trauma lansung pada membran timpani melalui penetrasi benda asing.4 Suatu inflamasi pada membrane timpani, yang disebut “miringitis” biasanya disebabkan atau dihubungkan dengan otitis eksterna atau otitis media. Pada otitis media, umumnya infeksi disebabkan oleh infeksi yang asending melalui tuba eustahcius menuju ke telinga tengah. Otitis media umumnya mengenai bayi dan anak akan tetapi dapat terjadi pada semua usia. Lebih dari 50% bayi pernah mengalami episode otitis media selama tahun pertama kehidupan. Hal ini disebabkan oleh bentuk dan posisi anatomi pada bayi berbeda dengan anatomi dewasa. Pada anak dan bayi, tuba eustchius bentuknya lebih lebar dan pendek serta posisinya lebih horizontal, keadaan anatomi ini memungkinkan penyebaran agen infeksi dari daerah nasofaring menuju telinga tengah lebih mudah.13
Pada proses inflamasinya, terbentuk suatu bula diantara lapisan luar epitel (cutaneus) dan lapisan fibrosa di bagian tengah membrane timpani. Diperkirakan kemampuan membrane timpani untuk membentuk bula ini adalah dari hasil reaksi non-spesifik dari agen infeksius penyebab miringitis. Miringitis bullosa sering disebut sebagai suatu “otitis media akut dengan bula” yang terbentuk pada gendang telinga. Middle ear fluid (MEF) sering ditemukan pada miringitis bulosa dan mungkin timbul sebagai akibat dari pecahnya bula ke telinga tengah atau bula mungkin telah muncul secara sekunder setelah radang telinga tengah.13
F. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis termasuk otalgia berat dan akut, otoroe serosanguineous, dan kehilangan pendengaran.5 Penyakit ini diawali dengan rasa penuh dan sumbatan di telinga. Tidak lama kemudian timbul rasa nyeri hebat, terutama pada pergerakan membran timpani atau liang telinga.1 Pada pemeriksaan tampak gelembung seperti herpes di permukaan lateral membran timpani. Biasanya warna membran keunguan. Bula hemoragik atau serous mungkin tampak pada membran timpani.1,2
Gambar 3. Miringitis Bullosa. Satu bula besa terlihat pada posterior membran timpani. 5
Gambar 4. Gambaran miringitis bullosa.10
Gambar 5 . Bula hitam keunguan (arrowhead ) pada membran timpani kanan bentuk blackberry, menunjukan adanya bekuan darah dalam membran timpani yang menebal dan kemerahan. 11
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk diagnosis miringitis. Kultur bakteri dapat diperoleh dari cairan telinga tengah.4 Otomikroskopi dengan mikroskop atau otoendoskopi dengan tampilan pencitraan. Pneumatic otoscopy digunakan untuk memberikan informasi mengenai gambaran dan mobilitas membran timpani dan merupakan metode yang disukai untuk diagnosis. Magnetic Resonance Imaging (MRI), berguna untuk evaluasi komplikasi intrakranial dari otitis. Acoustic otoscopy, sebuah metode untuk memeriksa membran timpani, menggunakan otoskop bersamaan dengan tympanometry, terutama berguna untuk anak-anak.4
H. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding miringitis diantaranya adalah otitis eksterna maligna, otitis media dengan efusi, infeksi telinga luar, dan komplikasi otitis media.4
I.
PENATALAKSANAAN -
Pembersihan kanalis auditorius eksterna
-
Irigasi liang telinga untuk membuang debris (kontraindikasi bila status membrane timpani tidak diketahui)
-
Timpanosintesis, yaitu pungsi kecil yang dibuat di membrane timpani dengan sebuah jarum untuk jalan masuk ke telinga tengah. Prosedur ini memungkinkan untuk dilakukan kultur dan identifikasi penyebab inflamasi.
-
Miringotomi atau insisi bula, dimana pada otitis media akut miringotomi dan pembuangan cairan mencegah terjadinya pecahnya membrane timpani
setelah fase “bulging”. Tindakan ini menyembuhkan gejala lebih cepat, dan insisi sembuh lebih cepat. 12,13 TERAPI MEDIKAMENTOSA Diberikan terapi konservatif yang ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri (analgetik oral, misalnya oxycodone dengan acetaminophen). Myringitis akut biasanya berhubungan dengan otitis media. Oleh karena itu, terapinya menggunakan agen yang sama dengan otitis media. Dengan memecahkan gelembung dapat mengurangi rasa nyeri dan dapat diberikan analgetik tetes telinga (misalnya, benzocaine, antipyrine). Namun, sumber lain menyatakan pemecahan bula ini masih kontroversial. Antibiotik tetes telinga bisa membantu mencegah superinfeksi dalam kasus bula yang ruptur.1,3,11
J. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah kehilangan pendengaran sensorineural maupun konduktif), perforasi membrane timpani, dan perluasan proses supuratif ke struktur sekitarnya (mastoiditis, meningitis, abses, thrombosis sinus). 4
K. PROGNOSIS Dalam kebanyakan kasus, pasien dengan miringitis mempunyai prognosis yang baik. Penyakit ini dapat sembuh sendiri dalam beberapa hari sampai 2 minggu. Dalam periode ini harus dilakukan pengawasan dengan cermat, untuk menjaga komplikasi bakteri.1,4
BAB III KESIMPULAN
Miringitis bullosa adalah kondisi inflamasi/infeksi pada permukaan lateral membran timpani dan bagian medial dinding kanal, serta melibatkan lapisan tengah membran timpani. Penyakit ini merupakan bentuk peradangan virus yang jarang dalam telinga. Morbiditas miringitis berhubungan dengan morbiditas dalam kasus otitis media, otitis eksternal, dan benda asing dalam telinga. Etiologi utama adalah virus dan dihubungkan dengan infeksi saluran napas atas (pada umumnya influenza); selain itu juga dapat disebabkan oleh bakteri (mycoplasma). Manifestasi klinis termasuk otalgia berat, otoroe serosanguineous, dan kehilangan pendengaran. Pada pemeriksaan tampak gelembung seperti herpes di permukaan lateral membran timpani. Pneumatic otoscopy digunakan untuk memberikan informasi mengenai gambaran dan mobilitas membran timpani dan merupakan metode yang disukai untuk diagnosis. Terapi konservatif miringitis bullosa ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri. Pemecahan bula masih kontroversial. Penggunaan antibiotik tetes telinga bermanfaat dalam pencegahan infeksi lanjut. Pasien dengan miringitis ini mempunyai prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger JJ. Peradangan akut telinga tengah. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 13. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. Hal.385 2. Lee KJ. Infections of the ear. In: Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. 3rd Edition. New York: Medical Examination Comp Publishing Company. 3. Miyamoto RT. Myringitis. [serial online] Juli 2017. Available from: URL: http://www.merckmanuals.com/professional/ear_nose_throat_disordrs/middle_ear _and_tympanic_membrane_disorders/myringitis.html 4. Schweinfurth J, Meyers AD. Middle Ear, Tympanic Membrane, Infections. [serial online] March 12, 2012; [cited Juli 2017]:[1 screen]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/858558 5. Cummings WC, Flint PW, Harker L, Haughey BH, Richardson MA, Robbins KT, et al. In: Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. Fourth edition. USA: Elsevier Mosby; 2005. 6. Levine SC. Penyakit telinga dalam. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler, PH. BOEIS: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. Hal. 31, 129 7. Kaldırım, Tuncer SK, Durusu M, Erog˘ lu M, Erkencigil M. Bullous myringitis: A cause of hearing loss. African J ournal of E mergency Medicine. December 2013; (13)00166-3.
8. Soetarto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran dan kelainan telinga. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2010. hal. 13.
9. Joseph Haddad Jr. External Otitis (Otitis Externa). In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition. Philadelphia: Saunders; 2007. 10. Alamadi A, Rutka J, Halik J . Bullous Myringitis [cited juli 2017]:[1 screen]. Available from: URL: http://otologytextbook.com/bullous_myringitisP.htm 11. Elzir L, Saliba I. Bullous Hemorrhagic Myringitis.(online) Available from: URL: http://oto.sagepub.com/content/148/2/347 12. Schweinfurth J. 2009. Middle ear. Tympanic membrane, infection (online). Available from : http://emedicine.medscape.com/article/85855813. Djaafar, Zainul A., dkk.. Kelainan Telinga Tengah. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher edisi keenam. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2007.hal.64-77