KONSEP OTOMIKOSIS
A. DEFINISI Otomikosis (dikenal juga dengan Singapore Ear ), Ear ), adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis auditorius eksternus. Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akut dan subakut, dan khas dengan adanya inflammasi, rasa gatal,
dan
ketidaknyamanan.
Mikosis
ini
menyebabkan
adanya
pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri.
B. EPIDEMIOLOGI Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah dengan cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1 dari 8 kasus infesi telinga luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi jamur ini disebabkan oleh Aspergillus spp, spp, dan selebihnya adalah Candida spp. spp. Angka prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang mengalami gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari negara tropis dan subtropis. Di United Kingdom (UK), diagnosis otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis dijumpai lebih banyak pada wanita (terutama ibu rumah tangga) daripada pria. Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.
1
Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan 55,8 %nya merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan wanita.
C. ETIOLOGI Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis, meliputi
ketiadaan
serumen,
kelembaban
yang
tinggi,
peningkatan
temperature, dan trauma lokal, yang biasanya sering disebabkan oleh kapas telinga (cotton buds) dan alat bantu dengar. Serumen sendiri memiliki
pH
yang
berkisar
antara
4-5
yang
berfungsi
menekan
pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan ulang dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis auditorius eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga. Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita eksema, rhinitis allergika, dan asthma. Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat saprofit, terutama Aspergillus niger . Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus, Allescheria boydii, Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida Spp. Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang diterapi dengan kortikosteroid dan berenang. Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini menjadi jamur yang patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum dimengerti. Beberapa dari faktor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan kuantitatif dari serumen, faktor sistemik (seperti
gangguan
imun
tubuh,
kortikosteroid,
antibiotik,
sitostatik, neoplasia), faktor lingkungan (panas, kelembaban), riwayat otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik, post mastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas pada telinga. 2
Aspergillus niger dilaporkan sebagai penyebab paling terbanyak dari otomikosis
ini.
Pada
dua
penelitian
di
Babol
dan
barat
laut
Iran, A.niger dilaporkan sebagai penyebab utama. Ozcan dkk, dan Hurst melaporkan A.niger , juga sebagai penyebab terbanyak otomikosis di Turki dan Australia. Tetapi, Kaur, dkk, menemukan bahwa A.fumigatussebagai penyebab terbanyak diikuti dengan A.niger . Spesies Aspergillus lainnya yang dihubungkan dengan otomikosis adalah A.flavus. Penicillum juga dilaporkan oleh Pavalenko. Jamur lainnya yang berhubungan dengan terjadinya
otomikosis
penelitian
yang
adalah C.albicans
dilakukan
Ali
Zarei
dan C. di
parapsilosis.
Pakistan
Tahun
Pada 2006,
dijumpai A.niger sebagai penyebab utama diikuti dengan A.flavus. Aspergillus niger , juga telah dilaporkan sebagai penyebab otomikosis pada pasien immunokompromis, yang tidak berespon terhadap berbagai regimen terapi yang telah diberikan.
D. PATOFISIOLOGI Otitis eksterna adalah penyakit yang sering diderita oleh semua orang. Otitis eksterna seringkali ditunjukkan adanya infeksi bakteri akut dari kulit canalis auricularis tapi juga dapat disebabkan adanya infeksi jamur. Adanya lekukan pada liang telinga dan adanya kelembaban dapat menyebabkan laserasi dari kulit dan merupakan media yang bagus untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini sering terjadi setelah berenang dan mandi. Otitis eksterna ini sering terjadi jika suasana panas dan lembab (Waitzman, 2004). Faktor lain yang dapat menyebabkan otitis eksterna adalah adanya trauma pada liang telinga yang diikuti invasi bakteri kedalam kulit yang rusak trauma ini sering terjadi akibat dari pembersihan liang teling dengan cotton bud ataupun alat lain yang dimasukkan ke dalam telinga. Selain itu masuknya air atau bahan iritan atau hair spray atau cat rambut dapat menyebabkan otitis eksterna (Anonim, 2003). Sebagai
akibatnya
terjadi
respon
inflamasi,
edema
dan
pembengkakan liang telinga yang akan menyebabkan visualisasi membran 3
timpani terganggu. Eksudat dan pus dapat terproduksi di liang telinga. Pada keadaan yang berat, infeksi dapat meluas pada wajah dan leher. Kuman pathogen
yang
sering
kali
menyebabkan
otitis
eksterna
adalah
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif lainnya. Meskipun demikian, jamur, seperti Candida atau Aspergilus sp dapat menyebabkan otitis eksterna (Waitzman, 2004). Hal ini terjadi karena adanya penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen yang menumpuk didaerah dekat gendang telinga menyebabkan penimbunan air yang masuk ke liang telinga ketika mandi atau berenang sehingga kulit pada liang telinga basah dan lembut (Anonim, 2003) Otitis eksterna maligna merupakan komplikasi dari otitis eksterna yang terjadi pada pasien yang mengalami imunocompresi atau pasien yang mendapatkan radioterapi pada tulang kepala. Pada kondisi ini bakteri akan meninvasi jaringan lunak yang dalam dan menyebabkan oeteomielitis pada os temporal (Waitzman, 2004).
4
PATHWAY KEPERAWATAN
5
E. GEJALA KLINIS Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna pada umumnyayakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak dijumpai, kemudian diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa penuh pada telinga dan gatal. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada tahun 2006, yakni dari 132 kasus otomikosis didapati persentase masingmasing gejala otomikosis sebagai berikut : Simptom
Jumlah
Pasien Persentase ( % )
(n) Otalgia
63
48
Otorrhea
63
48
Kehilangan
59
45
pendengaran
44
33
Rasa penuh pada telinga 20
23
Gatal
4
5
Tinnitus Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai kedalam, sampai ke membran timpani, maka akan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos. Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada dinding kanalis, dan area melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis eksterna atau pada membran timpani. Dari hasil otoskopi didapatkan telinga kanan dengan perforasi 90 % dari pars tensa. Membran timpani tampak kering. Bayangan keabuan dan massa putih dari miselium tampak pada dinding anterior kanalis. Nanah
6
kering kekuningan tampak pada permukaan kulit pada dinding posterior kanalis.
F. DIAGNOSA BANDING Otomikosis dapat didiagnosa banding dengan otitis eksterna yang disebabkan oleh bakteri, kemudian dengan dermatitis pada liang telinga yang sering memberikan gejala – gejala yang sama. G. PENATALAKSANAAN Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering , jangan lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga harus sering dibersihkan. Pengobatan yang dapat diberikan seperti : 1. Larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. 2. Tetes telinga siap beli seperti VoSol (asam asetat nonakueus 2 %), Cresylate (m-kresil asetat) dan Otic Domeboro (asam asetat 2 %) bermanfaat bagi banyak kasus. 3. Larutan timol 2 % dalam spiritus dilutes (alkohol 70 %) atau meneteskan larutan burrowi 5 % satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan biasanya memberi hasil pengobatan yang memuaskan. 4. Dapat juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2 %. 5. Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti
preparat
yang
mengandung
nystatin
,
ketokonazole,
klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secara sistemik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara komplit mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen
diatas
tidak
menunjukkan
keefektifan
untuk
mencegah
otomikosis ini relaps kembali. Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur topikal, juga harus dipahami fisiologi dari 7
kanalis auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat ketika menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah homeostasis lokal. Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan membawa kepada resolusi komplit dari penyakit ini.
H. KOMPLIKASI Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari membran timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi, dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran timpani sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-16 % dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan konsekuensi inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun merupakan ekstensi langsung infeksi tersebut dari kulit sekitarnya.
I. PROGNOSIS Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi dengan anti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi (penyembuhan) yang baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya tidak dikoreksi, dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius eksternus masih terganggu.
8
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 1. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Biasanya pasien merasakan nyeri pada telinga kanan, perasaan tidak
enak
pada
telinga,
pendengaran
berkurang,
ketika
membersihkan telinga keluar cairan berbau busuk b. Riwayat penyakit sekarang Tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan, apakah tiba-tiba atau perlahan-lahan,
sejauh
mana
keluhan
dirasakan,
apa
yang
memperberat dan memperingan keluhan dan apa usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi keluhan. c. Riwayat penyakit dahulu Tanyakan pada klien dan keluarganya ; apakah klien dahulu pernah menderita sakit seperti ini, apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas tinggi, kejang, apakah klien sering mengorek-ngorek telinga dengan jepit rambut atau cutton buds sehingga terjadi trauma, apakah klien sering berenang. d. Riwayat penyakit keluarga Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti klien saat ini dan apakah keluarga pernah menderita penyakit DM. 2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi 1) Inspeksi liang telinga, perhatikan adanya cairan atau bau, pembengkakan pada MAE, warna kulit telinga, apakah terdapat benda asing, peradangan, tumor. 2) Inspeksi dapat menggunakan alat otoskopik (untuk melihat MAE sampai
ke
membran
timpany).
Apakah
suhu
tubuh
klien
meningkat. b. Palpasi 9
Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon nyeri dari klien, maka dapat dipastikan klien menderita otitis eksterna sirkumskripta
B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri b/d respon inflamasi 2. Gangguan persepsi sensori : pendengaran b/d sumbatan liang telinga 3. Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan pemahaman suara 4. Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh 5. Resti infeksi b/d peningkatan produksi panas
C. Rencana Intervensi Nyeri b/d respon inflamasi Dalam waktu 3 x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang Kriteria hasil : Skala nyeri berkurang yaitu 0-1 Pasien dapat beristirahat Ekspresi meringis (-) TTV dalam batas normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N : 60-100, RR : 16-24 x/menit, T : 36,5-37,5°C) Kanalis tetap terbuka INTERVENSI
RASIONAL
BHSP
Meningkatkan kepercayaan pasien
Berikan
lingkungan
tenang
dan
nyaman Memasang
Membantu
pasien
untuk
dapat
beristirahat sumbu
bila
kanalis untuk menjaga kanalis tetap terbuka
auditorius mengalami edema Ajarkan teknik ditraksi dan relaksasi
Mengurangi
rasa
nyeri
yang
sakit
yang
dirasakan pasien Kolaborasi
pemberian
analgesik Mengurangi
rasa
10
sesuai indikasi
dirasakan pasien
Kaji skala nyeri
Mengetahui skala nyeri pasien
Pantau TTV pasien
Untuk mengetahui status kesehatan pasien
Gangguan persepsi sensori : pendengaran b/d sumbatan liang telinga Tujuan : dalam waktu 2x24 jam Setelah dilakukan tindakan keperawatan gagguan persepsi sensoridapat teratasi Kriteria Hasil : Pasien dapat berinteraksi INTERVENSI
RASIONAL
Berbicara dengan suara yang jelas
Memudahkan
pasien
untuk
pasien
untuk
pasien
untuk
berinteraksi Menggunakan kalimat atau bahasa
Memudahkan
yang mudah dimengerti
berinteraksi
Berdiri
dihadapan
klien
saat Memudahkan
berbicara
berinteraksi
Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan pemahaman suara Tujuan : dalam waktu 2x24 jam Setelah dilakukan tindakan keperawatan gagguan persepsi sensoridapat teratasi Kriteria Hasil : Pasien dapat berinteraksi INTERVENSI
RASIONAL
Dapatkan apa metode komunikasi Dengan yang dinginkan dan catat pada
seperti : Tulisan
oleh
staf
dan
metode
komunikasi yang diinginkan oleh
rencana perawatan metode yang klien digunakan
mengetahui
maka
klien, digunakan dengan
metode
yang
dapat
disesuaikan
kemampuan
akan
dan
keterbatasan klien.
11
Berbicara Bahasa isyarat. Gunakan
faktor-faktor
meningkatkan
yang Memungkinkan
pendengaran
komunikasi
dua
dan arah anatara perawat dengan klien
pemahaman.
dapat berjalan dnegan baik dan
Bicara dengan jelas, menghadap klien individu.
dapat
menerima
pesan
perawat secara tepat.
Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan. Gunakan
rabaan
dan
isyarat
untuk meningkatkan komunikasi. Kaji kemampuan untuk menerima Pesan yang ingin disampaikan oleh pesan secara verbal.
perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh klien
Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh Tujuan : dalam waktu 1 x 24jam setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh pasien normal (36,5-37,5°C) KH
:
Pasien tidak berkeringat lagi Kulit tidak merah Pasien tidak mengeluh panas Pasien tidak dehidrasi Suhu tubuh normal (36,5-37,5°C) INTERVENSI
RASIONAL
Beri kompres hangat pada pasien
mengurangi panas dengan cara konveksi
Anjurkan klien untuk banyak minum
menghindari dehidrasi klien
Buka pakaian pasien
mengurangi panas dengan cara evaporasi
Kolaborasi pemberian obat sesuai mengurangi panas yang dirasakan
12
indikasi : antrain
klien
Observasi suhu tubuh pasien
mengevaluasi/mengetahui
suhu
tubuh klien
Resti infeksi b/d peningkatan produksi panas Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi Kriteria hasil : Tidak terjadi kontaminasi silang Suhu tubuh normal (36,5-37,5°C) INTERVENSI
RASIONAL
Awasi/batasi pengunjung, bila perlu. Jelaskan prosedur isolasi terhadap pengunjung bila perlu
mencegah kontaminasi silang dari pengunjung
Tekankan tentang pentingnya teknik mencegah mencuci tangan yang baik untuk
kontaminasi
silang
:
menurunkan risiko infeksi
semua individu yang datang kontak dengan pasien Implementasikan teknik isolasi yang tergantung tipe pustula ; untuk tepat sesuai indikasi
menurunkan
risiko
silang/terpajannya
kontaminasi pada
flora
bakteri multiple Kolaborasi
pemberian
antibiotik Mengurangi risiko infeksi
sesuai indikasi (antipseudomonas) Observasi suhu tubuh pasien
Untuk
mengetahui
status
suhu
tubuh pasien
13
DAFTAR PUSTAKA
Alfarisi. 2011. Apa itu Radang Telinga Luar (OTITIS EKSTERNA) dan Apa Penyebabnya?
http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/06/apa-itu-radang-
telinga-luar-otitis.html diakses pukul 20 : 56 Anonymus.
2012.
Anatomi
dan
Fisiologi
Telinga
Luar
http://kamar-
koas.com/?p=30 diakses tanggal 10 April 2012 pukul 20 : 54 Anonymus.
2011.
Cara
Pengobatan
Tumor
http://www.spesialis.info/?cara-pengobatan-
Telinga
Luar.
tumor-telinga-luar,1202
diakses tanggal 20 Juni 2012pukul 21 : 17 Herniawati.
2008.
Otitis
Eksterna.
http://harnawatiaj.
wordpress.com/2008/03/09/otitis-eksterna/ diakses tanggal 10 April 2012 pukul 20 : 59 Kahar, Abdul. 2010. Penyakit-penyakit Telinga Luar.
http://chaharkudo.
blogspot.com/2010/12/penyakit-akut-celah-telinga-tengah.html
diakses
tanggal 15 Juni 2012 pukul 22 : 27 Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Pracy, R. 1983. Buku Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung dan Tenggorok. Gramedia : Jakarta Rusmarjono, Kartosoediro S. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung
– Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : FKUI. Sastrodiningrat, Abdul Gofar. 2006. Otitis Eksterna Maligna. Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No 3. Dept. THT-KL FK-USU/RSUP H. Adam Malik, Medan
14