LTM Perpindahan Panas
Nama
: Wida Adelia Putri
Tanggal Kegiatan
: 1 Maret 2017
NPM
: 1506673290
Paraf Asisten
:
Kelompok
: 11
I.
Outline 1. Konduksi tunak ( steady state) multidimensi 2. Faktor bentuk konduksi 3. Metode Analisis Matematis 4. Metode Analisis Grafis 5. Metode Analisis Numerik
II.
Pembahasan 1. Konduksi tunak ( steady state) multidimensi Kondisi tunak (steady state) adalah suatu kondisi saat suatu sistem berada dalam kesetimbangan dan semua variable tetap konstan seiring dengan berjalannya waktu. Pada perpindahan kalor konduksi keadaan tunak dua dimensi, kalor mengalir dalam arah kordinat ruang x dan y yang tidak saling bergantungan satu sama lain. Untuk keadaan tunak berlaku persamaan Laplace
0 Dengan menganggap konduktivitas termal tetap. Persamaan ini dapat diselesaikan dengan metode analitik, numerik atau grafik. Penyelesaian persamaan di atas akan memberikan suhu dalam benda dua dimensi sebagai fungsi dari dua kordinat ruang x dan y. aliran kalor pada arah x dan y dapat dihitung dari persamaan Fourier:
Besaran-besaran aliran kalor tersebut masing-masing mempunyai arah x atau y. aliran kalor total pada setiap titik dalam bahan itu adalah resultan dari qx dan qy di titik itu. Jadi, vektor aliran kalor total mempunyai arah sedemikian rupa sehingga tegak lurus terhadap garis-garis suhu tetap.
2. Metode Analisis Matematis Pendekatan secara analitis yang ditunjukkan pada metode grafik dan numeris dapat digunakan pada beberapa permasalahan. Namun, tidak semua solusi analitis dapat diperoleh karena tidak praktis dan sulit digunakan. Oleh karena itu, pada kasus ini, teknik numerik sangat berguna dan dapat membantu untuk digunakan. Pada suatu kasus, terdapat piringan berbentuk segi empat dimana ketiga sisi berada pada temperature yang konstan, namun sisi di atas terdapat distribusi temperatur sehingga diperoleh bentuk boundary condition seperti gambar berikut :
Gambar 1. Boundary Condition Kondisi batas yang pertama adalah sebagai berikut
Tm adalah amplitude dari fungsi sinus, l alu kemudian disubtitusikan dengan persamaan [3-1] menjadi :
Ditinjau bahwa setiap sisi pada persamaan di atas adalah independen karena x dan y adalah variabel independen. Masing-masing sisi bernilai konstan sehingga diperoleh dua persamaan diferensial
adalah konstanta separasi atau tetapan pemisahan (separation constant). Nilainya harus ditentikan dari kondisi batas. Kedua persamaan di atas bergantung pada . Jika = 0
Fungsi ini tidak cocok dengan kondisi batas fungsi sinus. (tidak bisa digunakan) Jika < 0
Kondisi batas fungsi sinus tidak terpenuhi. (tidak bisa digunakan) Jika > 0
Kondisi batas terpenuhi, maka dilanjutkan untuk memenuhi syarat-syarat lainnya dan muncul variabel baru yaitu dan mengubah bentuknya ke dalam kondisi batas.
n adalah bilangan bulat. Penyelesaian ini dapat ditulis sebagai jumlah seluruh pemecahan untuk masing-masing nilai n. jumlahnya tak berhingga, sehingga penyelesaian akhir berbentuk deret tak berhingga :
dengan kondisi batas :
Persamaan ini adalah suatu deret sinus Fourier dan nilai Cn dapat ditentukan dengan menguraikan T2-T1 dalam deret Fourier untuk selang 0 < x < w hingga menjadi
Hingga solusi akhir menjadi :
3. Metode Analisis Grafis Permukaan sistem dua-dimensi sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Permukaan bagian dalam berada pada suhu T 1, dan bagian luar pada T 2. Garis-garis aliran-kalor dan isotherm membentuk garis-garis lengkung kuervilinear seperti yang terlihat pada Gambar 3-3b. Pada aliran kalor yang melintasi bagian kurvilinear ini berlaku hukum Fourier, dengan mengasumsikan satuan kedalaman material :
∆1
∆ ∆
Aliran kalor sama untuk semua bagian dalam jalur aliran kalor, dan aliran kalo total ialah jumlah aliran kalor pada semua jalur. Jika bahan ini dibuat sedemikian rupa,
∆ yang melintasi unsur tersebut. Karena aliran kalor bersifat tetap (konstan), maka ∆ yang melintasi masingmasing unsur juga harus sama dalam jalur aliran kalor yang sama. Jadi, ∆ melintasi sehingga ∆x = ∆y, maka aliran kalor akan sebanding dengan
unsur diberikan oleh :
∆
∆
Gambar 2. Bagan analisis bujur-sangkar kurvilinear aliran kalor dua dimensi Dimana N adalah banyaknya jenjang suhu (temperature increment) antara permukaan dalam dan luar. Aliran kalor yang melalui setiap jalur harus sama karena tidak tergantung dari dimensi
∆
dan
∆,
jika keduanya dianggap sama. Sehingga
perpindahan kalor total dapat kita tulis :
∆
Dimana M adalah jumlah jalur aliran kalor. Sehingga untuk menghitung perpindahan kalor, kita hanya perlu menggambarkan bujur-sangkar kurvilinear ini, dan menghitung banyaknya tambahan suhu dan jalur aliran kalor. Hal yang perlu diperhatikan adalah garis-garisnya harus tegak lurus agar ∆x = ∆y. Metode grafik dapat menunjukkan hubungan antara jalur aliran-kalor dan isotherm. 2. Faktor-Bentuk Konduksi Dalam sistem dua-dimensi, dimana hanya ada dua batas suhu, dapat didefinisikan faktor-bentuk konduksi ( conduction shape factor ) S sehinga:
∆ Nilai S untuk beberapa bentuk geometri telah ditetapkan (Lihat Lampiran). Rangkuman yang sangat komperhensif tentang faktor bentuk untuk berbagai bentuk
geometri dikemukakan oleh Hahne dan Grigull. Inversi kosinus hiperbola dapat dihitung dari :
ln 1 Pada dinding tiga-dimensi, seperti dalam tanur, digunakan faktor bentuk yang berbeda-beda untuk menghitung aliran kalor di bagian-bagian sudut dan tepi. Jika semua dimensi-dalam lebih besar dari seperlima tebal dinding, maka:
0,54
0,15
Keterangan: A= Luas dinding L = Tebal dinding D = Panjang tepi Perhatikan bahwa faktor bentuk per satuan kedalaman adalah perbandingan M/N bila digunakan metode bujur-sangkar kurvilinear digunakan untuk perhitungan
a. Metode Analisis Numerik Sebuah benda dua dimensi yang dibagi atas sejumlah jenjang tambahan kecil yang sama (equal increments) pada arah x dan arah y, sebagaimana terlihat pada Gambar.4. M menunjukkan tambahan pada arah x, dan n menunjukkan tambahan pada arah y. Digunakan finite-difference technique untuk mendekati tambahan diferensial pada koordinat ruang dan
suhu. Makin kecil tambahan berhingga yang kita gunakan, makin baik pula pendekatan kita terhadap distribusi suhu sebenarnya.
Gambar 4. Bagan dalam analisis numerik konduksi kalor dua-dimensi Aproksimasi beda hingga :
, , 2, , , 2, 0 ∆ ∆ Jika ∆x = ∆y, maka
, , , , 4, 0 Persamaan diatas menyatakan bahwa aliran kalor netto pada setiap node ialah nol pada keadaan tunak. Untuk menggunakan metode numerik, persamaan diatas harus ditulis untuk setiap node di dalam bahan tersebut, dan sistem persamaan yang dihasilkan lalu diselesaikan untuk mendapatknan suhu pada setiap node. Jika suhu telah ditentukan, maka aliran kalor dapat dihitung dengan rumus :
∑ ∆
∆ ∆
dimana ∆ ditentukan pada batas-batas.
Gambar 5. Nomenklatur untuk Persamaan Node dengan Kondisi Batas Konveksi Jika benda padat berada dalam kondisi batas konveksi (convection boundary condition), suhu pada permukaan harus dihitung dengan cara yang berbeda. Berdasarkan Gambar 5, neraca energi pada node (m,n) adalah :
∆
, , ∆ , , ∆ , , ∆, ∆ 2 ∆ 2 ∆
Penyelesaian Soal
Nomor 5 (A) Bagaimana menentukan besarnya perpindahan kalor pada sistem dengan penampang yang berbeda? Perlu diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi besarnya perpindahan kalor adalah jenis dan luas penampang sesuai dengan persamaan perpindahan kalor secara konduksi :
∆ Perbedaan jenis penampang memiliki pengaruh pada nilai konduktivitas termal (k) yang dapat mengidentifikasi sifat penghantar suatu benda sehingga semakin besar nilai k maka akan semakin baik daya hantar kalor nya. Contohnya adalah konduktivitas termal pada alumunium dan kayu dimana nilai konduktivitas alumunium sebesar 200 J/ms dan pada kayu sebesar 0,16 J/ms. Oleh karena itu, alumunium memiliki daya hantar kalor yang lebih baik daripada kayu karena perbedaan nilai konduktivitas termal. Berdasarkan persamaannya, semakin besar luas penampang maka akan semakin besar juga besar perpindahan kalor nya
Nomor 7 (A) Jelaskan metode dalam menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor yang mengasumsikan arah aliran kalor dua dimensi! Metode yang sesuai dalam menyelesaikan perpindahan kalor denga asumsi arah aliran kalor dua dimensi adalah metode analisis numerik. Pada metode ini, terdapat sejumlah bidang dua dimensi yang memiliki node-node di setiap lokasi pada arah x dan y. Kemudian, ditentukan suhu pada setiap titik node di dalam bidang tersebut menggunakan persamaan Laplace :
0 Persamaan ini digunakan beda-beda berhingga untuk mendekati tambahan diferensial ruang dan suhu. Makin kecil tambahan berhingga yang kita gunakan, maka akan semakin baik pula pendekatan terhadap distribusi suhu sebenarnya. Pengkajian mendalam diperlukan latar belakang teori fungsi orthogonal seperti deret Fourier.