LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA “RESIKO BUNUH DIRI”
DI RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA
DISUSUN OLEH: RAAFI PURISTYA ARIES DARMAWAN 13171314303
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2017
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) “RESIKO BUNUH DIRI”
DI RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA 1.1
Definisi Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Bunuh diri merupakan perilaku destruktif terhadap diri sendiri, apabila tidak dicegah maka dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri dengan niat kematian dan individu menyadari hal tersebut sebagai sesuatu yang diinginkan (Stuart dan Sundeen, 1995). Wilson dan Kneisl (1988, dalam Yusuf, Ah dkk, 2015) menyatakan bahwa bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Hadriami menyebutkan ada tiga tingkatan niat bunuh diri yang diadopsi dari soliloquy Hamlet (Coleman, dkk., 1980) yaitu “to be”, “not to be”, dan “to be or not to be”. a. Kelompok “to be” Orang yang tidak ingin mati tapi ingin mengomunikasikan secara dramatik kepada orang lain mengenai stresnya, ketertekanannya, kesedihannya, dan kontemplasinya tentang bunuh diri. b. Kelompok “not to be” Orang-orang yang memang berniat mati. Bisa dikatakan bahwa mereka tidak takut mati, malah menjemput kematian dengan penuh keberanian. c. Kelompok “to be or not to be” Orang-orang yang berkeinginan mencari pertolongan tetapi juga sekaligus ingin mati. 1.2 1.2.1
Penyebab Faktor Predisposisi Banyak pendapat tentang penyebab dan/atau alasan mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri. Yusuf, Ah dkk (2015) menyebutkan beberapa hal yang menjadi penyebab individu melakukan bunuh diri, yaitu: 1) Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres. 2) Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti. 3) Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4) Cara untuk mengakhiri keputusasaan. 5) Tangisan minta tolong. Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku destruktif dari sepanjang siklus kehidupan, yaitu sebagai berikut: 1) Diagnosis psikiatri Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa dapat membuat individu berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, skizofrenia, dan penyalahgunaan zat. 2) Sifat kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erta dengan besarnya risiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi. 3) Lingkungan psikososial Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri. 4) Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor risiko penting untuk perilaku destruktif. 5) Faktor biokimia Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, opiotergik, dan dopaminorgik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku merusak diri. 1.2.2 Faktor Presipitasi 1) Psikososial dan klinik a. Keputusasaan b. Ras kulit putih c. Jenis kelamin laki-laki d. Usia lebih muda e. Hidup sendiri 2) Riwayat a. Pernah mencoba bunuh diri. b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri. c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat. 3) Diagnostik a. Penyakit medis umum b. Psikosis c. Penyalahgunaan zat
1.3
1.4
Klasifikasi 1. Bunuh diri egoistik: akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk. 2. Bunuh diri altruistik: akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan 3. Bunuh diri anomik: akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu
Tanda dan Gejala American Foundation for Suicide Prevention (AFSP) menyebutkan peringatan orang bunuh diri menunjukkan satu atau lebih tanda-tanda peringatan, baik melalui apa yang mereka katakan atau apa yang mereka lakukan. Tanda-tanda peringatan yang lebih, semakin besar risikonya. 1) Lisan Jika seseorang berbicara tentang: a. bunuh diri b. karena tidak ada alasan untuk hidup c. menjadi beban bagi orang lain d. merasa terjebak 2) Tingkah laku Risiko bunuh diri seseorang lebih besar jika perilaku baru atau meningkat, terutama jika itu terkait dengan menyakitkan acara, kehilangan, atau perubahan. a. Peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan. b. Mencari cara untuk bunuh diri, seperti searching online untuk bahan atau sarana. c. Bertindak sembrono. d. Menarik diri dari kegiatan. e. Mengisolasi dari keluarga dan teman-teman. f. Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit. g. Mengunjungi atau menelepon orang untuk mengucapkan selamat tinggal. h. Memberikan harta berharga. i. Agresi. 3) Suasana hati Orang-orang yang sedang mempertimbangkan bunuh diri sering menunjukkan satu atau lebih dari suasana hati berikut. a. Depresi b. Kehilangan minat c. Kemarahan d. Cepat marah
e. Penghinaan f. Ansietas 1.5
Pengelompokan Bunuh Diri 1. Isyarat bunuh diri Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong jaga anak -anak, saya akan pergi jauh” atau “Segala sesuatu lebih baik dari saya”. Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien akan mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya, serta menggambarkan harga diri rendah. 2. Ancaman bunuh diri Umumnya diucapkan oleh pasien tentang keinginan untuk mati disertai dengan rencana mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melakukan recana tersebut. Pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. 3. Percobaan bunuh diri Tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhir kehidupan. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
1.6
Rentang Respon Protektif Diri Maladaptif
Adaptif
Peningkatan diri
1.7
Pertumbuhan peningkatan beresiko
Perilaku destruktif diri tak langsung
Pencederaan diri
Bunuh Diri
Mekanisme Koping Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri tak langsung adalah pengingkaran (denial ). Sementara, mekanisme koping yang paling menonjol adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
1.8
Proses Terjadinya Bunuh Diri
Motivasi
Niat
Penjabaran gagasan
Hidup atau mati
Konsep bunuh diri
Krisis bunuh diri
Tindakan bunuh diri
Jeritan minta tolong Catatan bunuh diri
Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk bunuh diri dengan berbagai alasan, berniat melaksanakan bunuh diri, mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh karena itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus mendapatkan perhatian serius. Sekali pasien berhasil mencoba bunuh diri, maka selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat salah) tentang bunuh diri (Yusuf Ah dkk, 2015). 1) Mitos: Ancaman bunuh diri hanya cara individu untuk menarik perhatian dan tidak perlu dianggap serius. Fakta: Semua perilaku bunuh diri harus dianggap serius. 2) Mitos: Bunuh diri tidak memberi tanda. Fakta: Delapan dari sepuluh individu memberi tanda secara verbal atau perilaku sebelum melakukan percobaan bunuh diri. 3) Mitos: berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada pasien. Fakta: Hal yang paling penting dalam perencanaan keperawatan adalah pengkajian yang akurat tentang rencana bunuh diri pasien. 4) Mitos: kecenderungan bunuh diri adalah keturunan. Fakta: Tidak ada data dan hasil riset yang menyokong pendapat ini karena pola perilaku bunuh diri bersifat individual. 1.9
Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri
Gangguan konsep diri: harga diri rendah Diagnosa keperawatan: Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah
1.10 Rencana Intervensi A. Tindakan keperawatan untuk pasien 1. Tujuan Pasien tetap aman dan selamat. 2. Tindakan Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, dapat melakukan tindakan berikut: a. Menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke tempat yang aman b. Menjaukan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang. c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat. d. Menjelaskan dengan lembut pasa pasien bahwa petugas kesehatan akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri. B. Tindakan keperawatan untuk keluarga 1. Tujuan Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri 2. Tindakan a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang barang berbahaya di sekitar pasien c. Mendiskusikan dengan keluarga agar pasien tidak sering melamun sendiri d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur 1.11 Evaluasi 1. Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri, keberhasilan asuahan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang tetap aman dan selamat. 2. Untuk keluarga pasien yang memberi ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri. 3. Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan hal berikut: a. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya. b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya. c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik. 4. Untuk keluarga pasien memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan risiko bunuh diri., sehingga keluarga mampu melakukan hal berikut: a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri. b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi anggota keluarga yang berisiko bunuh diri. c. Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia dalam merawat anggota keluarga yang berisiko bunuh diri DAFTAR PUSTAKA Hadriami, Emmanuela. 2006. Keputusasaan dan Bunuh Diri. Psikodimensia Vol. 5 No. 2, 207-2014. Pramana dan Puspitadewi. 2014. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Tingkat Depresi dengan Ide Bunuh Diri pada Peserta Didik Kelas X SMK Farmasi Surabaya. Character, Vol. 02 No. 3 Tahun 2014. Rochmawati, I. 2009. Nglali: Melihat Fenomena Bunuh Diri dengan Mata Hati. Yogyakarta: Jejak Kata Kita. Stuart, G. W. dan S. J. Sundden. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Tim Divisi Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. 2015. Suplemen Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Strategi Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Jiwa. Surabaya. Tololiu, Tinneke A. 2010. Pengaruh Program Latihan Coping with Stress terhadap Risiko Bunuh Diri pada Remaja di SMP Kasih Kota Depok Tahun 2010. Tesis. Yusuf, Ah dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.