TUGAS KE-3
PERGESERAN ARAH DIPLOMASI INDONESIA DAN PENGUATAN PERAN SWASTA
MUHAMMAD YUSUF ABROR/ 1101136039
DIPLOMASI INDONESIA/ A
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2013
DAFTAR ISI
Cover i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dominasi Peran dan Kebijakan Pemerintah Dibidang Politik dan Ekonomi: Integrasi Nasional dan Diplomasi, Stabilitas Nasional dan Diplomasi
2.2 Dampak Kemunculan Kelas Kapitalisme Baru Terhadap Diplomasi Indonesia:
Birokratic Capitalism dan Diplomasi Indonesia, Military Capitalism dan Diplomasi
Indonesia
2.3 Penguatan Sektor Swasta Dalam Mendukung Diplomasi Indonesia (1985-1995):
Diplomasi Pembangunan, Diplomasi Konglomerasi
2.4 Diplomasi Indonesia Dalam Mneghadapi Globalisasi Ekonomi: Diplomasi Indonesia
Dalam Rangka GATT dan WTO, Diplomasi Indonesia Dalam Rangka Liberalisasi
Ekonomi
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tanggal 23 Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan tongkat kekuasaannya negara kepada Jenderal Soeharto selaku pengemban TAP MPRS No. IX tahun 1967. Paa tanggal 12 Mei 1967 Jenderal Soeharto diambil sumpahnya dan dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Dengan penyerahan tongkat kekuasaan negara dan pelantikan Soeharto sebagai Pejabat presiden RI, secara formal telah berakhir masa kekuasaan Orde lama dan digantikan dengan Orde Baru.
Harus diakui bahwa orde baru di bawah pimpinan Soeharto telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam rentang waktu yang panjang. Untuk menjaga stabilitas politiknya Soeharto menempatkan peran ganda ABRI yaitu yang berpean dalam hankam dan juga sosial. Perimbangan pengangkatan wakil TNI/Polri di lembaga legislatif bukan politik semata, tetapi lebih didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
Sektor swasta (Private Sector) mengalami perkembangan yang pesat sejak era Orde Baru. Pada masa Orde Baru para pemimpin Indonesia menyadari pentingnya stabilitas regional yang dapat menjamin keberhasilan rencana pembangunan Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia juga mempertahankan persahabatan dengan pihak barat, memperkenalkan pintu terbuka bagi Investor Asing, serta bantuan pinjaman. Soeharto sebagai presiden saat itu selalu menempatkan posisi Indonesia sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya.
Saat ini, pengambilan keputusan dalam lembaga-lembaga internasional yang menentukan arah globalisasi ekonomi, seperti WTO, Bank Dunia, maupun IMF, disusun dan didominasi oleh kepentingan negara-negara maju. Dengan kenyataan ini, maka yang menjadi tantangan bagi negara berkembang seperti Indonesia adalah mengubah tata kelola globalisasi, yaitu bagaimana memperkuat suara dalam pengambilan keputusan di lembaga-lembaga keuangan internasional serta menentukan arah globalisasi. Oleh karena itu Indonesia harus mampu dalam memanfaatkan dan juga mengambil peranpenting dalam mencapai posisi/strategi Indonesia dalam menghadapi globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dominasi Peran dan Kebijakan Pemerintah Dibidang Politik dan Ekonomi: Integrasi Nasional dan Diplomasi, Stabilitas Nasional dan Diplomasi
A. Integrasi Nasional dan Diplomasi
Orde baru bukanlah sebagai orde tandingan terhadap orde lama, melainkan untuk memperbaharui persoalan bangsa yang sudah kronis dan kritis. Penataan terjadi disegala aspek, mulai dari politik hingga ekonomi yang berdasarkan pada kemurnian Pancasila dan UUD 1945. Orde baru menjadi titik awal untuk melakukan perbaikan, setelah adanya koreksi dan evaluasi-evaluasi terhadap orde lama. Semua dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan terhadap seluruh rakyat Indonesia, agar terciptanya masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Pemerintah Orde Baru berusaha untuk mengendalikan konflik yang menimbulkan banyak korban. Dikarenakan kerusuhan politik akibat G30S PKI, membuat rakyat menderita dan menjadi korban. Maka di Orde Baru stabilitas ekonomi dan politik menjadi prioritas utama.
Dalam periode ini, kebijakan luar negeri Indonesia lebih menaruh perhatian khusus pada soal regionalisme. Para pemimpin Indonesai mehyadari pentingnya stabilitas regional yang dapat menjamin keberhasilan rencana pmebangunan Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia juga mempertahankan persahabatan dengan pihak barat, memperkenalkan pintu terbuka bagi investor asing, serta bantuan pinjaman. Seperti halnya pada zaman Soekarno, Soeharto selalu menempatkan posisi Indonesia sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya.
B. Stabilitas Nasional (Politik, Ekonomi dan Diplomasi)
Pada masa orde baru, untuk membentuk stabilitas politik dan demi kelancaran pembanguana nasional serta menampung segala bentuk aspirasi rakyat yang heterogen, maka pemerintahan Soeharto menjalankan pemilihan umum pada tanggal 23 Mei 1970. Dalam surat keputusan No. 34 menetapkan organisasi-organisasi yang dapat tampil sebagai peserta pemilu dan calon anggota DPR/DPRD. Organisasi politik yang boleh ikut adalah partai politik yang sebelumnya sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
Pada tahun 1973, pemerintahan Orde Baru melakukan penyederhanaan partai dengan melakukan pengelompokan partai politik. Partai yang dikelompokan menjad tiga, yaitu partai Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti), partai Nasionalis (Katolik, Parkindo, PNI, dan IPKI) dan partai Golkar yang sebelumnya merupakan sebuah organisasi. Pengelompokan ini untuk mepermudah pemilihan yang dilakukan masa orde baru.
Di samping melakukan penyederhanaan partai politik, pemerintah orba melaksanakan indoktrinasi ideologi. Penyimpangan dan penyelewengan terhadap pancasila dan UUD 1945 telah melahirkan tragedi G-30-S/PKI. Orde baru sebagai tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Pancasila harus menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Upaya lain yang ditempuh oleh orba untuk menciptakan stabilitas politik adalah dengan menempatkan peran ganda ABRI atau yang di kenal dengan dwifungsi ABRI.peran ganda itu adalah peran hankam dan sosial. Peran-peran ini dilandasi oleh pemikiran historis bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara.
Pada permulaan orde baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Arah dan kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah orde baru diarahkan pada pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan orde baru bertumpu pada program yabg dikenal dengan sebutan trilogi pembangunan, yaitu sebagai berikut:
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c. Stabilitas nasional yangs ehat dan dinamis.
Pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) dilakukan orde baru secara periodek 5 tahunan yang disebut pelita (pembangunan lima Tahun). Yaitu sebagai berikut:
Pelita I (1969-1974): sasaran yang hendak dicapai adalah tersedianya pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I menekankan pembangunan di bidang pertanian.
Pelita II (1974-1979): sasaran yang hendak dicapai adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, perluasan kesempatan kerja, dan kesejahteraan rakyat.
Pelita III (1979-1984): sasaran yang hendak dicapai adalah tercapainya trilogi pembangunan.
Pelita IV (1984-1989): sasaran yang hendak dicapai adalah di bidang pertanian tercapainya swasembada pangan.
Pelita V (1989-1994): sasaran yang hendak dicapai adalah upaya peningkatan semua segi kehidupan bangsa.
Pelita VI (1994-1998): pemerintah menitikberatkan pembangunan ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
2.2 Dampak Kemunculan Kelas Kapitalisme Baru Terhadap Diplomasi Indonesia: Birokratic Capitalism dan Diplomasi Indonesia, Military Capitalism dan Diplomasi Indonesia
Birocratic Capitalism dan Diplomasi Indonesia
Pada bidang politik, dapat dikatakan pemerintahan orde baru gagal dalam menerapkan demokrasi terhadap rakyat Indonesia. Karena pada masa orde baru, pemerintah menggunakan Golkar sebagai mesin politiknya, untuk menjaga kestabilan politik. System perwakilan seperti DPR/DPRD bersifat semu, dapat dikatakan hanya sebagai topeng pemerintah orde baru saja, karena lembaga ini yang menguatkan kekuasaan orde baru lebih dari 30 tahun lamanya. Karena setiap pemilihan presiden melalui MPR, dapat dipastikan Soeharto selalu menang. Sehingga timbul suasan otoriteranisme oleh Soeharto, baik dalam hal politik, ekonomi, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal ini merupakan hal yang merugikan rakyatnya.
Banyak para wakil rakyat di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat yang diwakilkannya didaerah bersangkutan. Ini dikarenakan praktek KKN yang sangat kental. Segala hal yang bersangkutan dengan jabatan penting akan diberikan kepada mereka yang mendukung kekuasaan orde baru, hal ini dengan maksud agar kekuasaan orde baru mendapat dukungan dan dapat mempertahankan kekuasaan dari orang-orang yang tidak suka terhadap Soeharto. Sehingga pemerintahan orde baru dinilai tidak demokratis dan dekat sekali dengan praktek KKN.
Dalam kebijakan politik luar negeri, Soeharto mengambil alihnya langsung. Soeharto melakukan pencitraan yang baik terhadap dirinya kepada dunia internasional. Dengan adanya kepercayaan dan pandangan baik dari dunia internasional kepada Indonesia, maka secara tidak langsung politik luar negeri dapat stabil dan kepentingan nasional Indonesia dapat tercapai, seperti misalnya meminjam dana terhadap IMF dan World Bank.
Pada masa orde baru semua kegiatan masyarakat di atur dan juga dikontrol oleh birokrasi, selain itu birokrasi juga merupakan satu-satunya lembaga yang dapat melaksanakan kegiatan politik secara mandiri. Seperti contohnya kebijakan dalam hal pembangunan atau PELITA yang direncanakan oleh rezim Orde Baru. Pembangunan pelita sangat bergantung kepada teknokrat yang duduk dikursi birokrasi. Oleh karena itu segala jenis kebijakan lebih mengarah kepada bagaimana jalannya sistem birokrasi dan bagaimana teknokrat bakerja dalam hal tersebut.
Pada masa orde baru, birokrasi dibentuk untuk dua tujuan utama yaitu untuk membentuk aparatur Negara yang kuat, handal dan professional dan untuk memanajemen lembaga dibawahnya. Namun akhirnya, hasil dari birokrasi adalah lebih menciptakan bahwa birokrasi merupakan alat negara dan sekaligus juga sebagai alat kekuasaan yang kuat sehingga menciptakan pemerintahan yang totalitarian dan tersentralisasi. Selain itu, birokrasi orde baru juga merupakan birokrasi kapitalisme, yang mana birokrat berperan sebagai pelaku aktif dari aktivitas bisnis. Pada masa itu, Soeharto membuka peluang sebesar-besarnya bagi investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia dan juga bagi kalangan dan kelompok politik birokrasi yang ingin mendirikan usaha untuk memperkaya dirinya. Namun yang terjadi adalah, kemudahan akses bagi para pengusaha tidak merata, yang mendapatkan kemudahan hanyalah bagi kalangan yang dekat dengan pemerintah. Sehingga pada masa ini praktik KKN tidak bisa dielakkan.
Military capitalism dan Diplomasi Indonesia
Untuk mempertahankan eksistensinya Soeharto menggunakan militer sebagai alat untuk menjaga ketertiban, keamanan dan juga undang-undang. Oleh karena itu tidak ada pihak yang berani menentang kebijakan presiden karena dalam hal ini militer bertindak sebagai penegak hukum. Pada masa Orde Baru, format keterlibatan militer muali berubah. Militer juga melihat peran mereka dalam kaitannya dengan fungsi ekonomi mereka. Militer melihat bahwa kehadiran fisiknya dibutuhkan untuk menciptakan stabilitas nasional dan bahkan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pembentukan unit-unit bisnis dengan skala besar. Terjadi perubahan, dari semata-mata upaya mencari uang untuk diri sendiri.
Sebenarnya militer telah berperan sejak dulu sejak masa orde lama mengenai masalah bisnis kapitalisme, namun militer memiliki masa yang sangat keemasan pada masa orde baru. Masuknya kekuasaan dan peran militer dalam bidang yang seharusnya dikuasai oleh sipil seperti dalam hal birokrasi dan kebijakan pembangunan telah membuat militer akhirnya memiliki kontrol dan kekuasaan yang besar terhadap pemerintah. Banyak dari perwira militer yang melakukan ekspansi ekonomi melalui pengelolaan berbagai macam bidang usaha dan dengan berbagai kemudahan yang mereka dapatkan. Dengan hal ini mereka dapat melakukan dominasi ekonomi mereka, yang mana pada akhirnya akan menciptakan kapitalis birokrat militer di Indonesia.
Angkatan darat merupakan elemen penting bagi pelaksanaan bisnis militer pada masa orde baru. Contohnya adalah bahwa salah satu perwira dari angkatan darat menguasai dan memiliki kontrol atas ekspor minyak Indonesia saat itu. Dwifungsi ABRI telah menjadikan mereka memiliki peran dan fungsi ganda. Di sisi lain berfungsi dalam hal sosial ekonomi dan sisi lain juga berperan sebagai sosial politik di Indonesia.
Hal itu juga tidak terlepas dari peran Presiden Soeharto yang mana juga berasal dari kalangan militer Indonesia. Dengan menggunakan kekuasaaan dan jabatan, birokrat militer berusaha untuk mengambil keuntungan dari setiap investasi asing yang ada. Keuntungan tersebut digunakan untuk memperkuat kekuasaan birokrat militer itu sendiri. Mereka selalu berusaha untuk menciptakan stabilitas nasional untuk menjaga investasi asing, sementara para investor tersebut memberikan keuntungan kepada para birokrat militer akan hal tersebut.
Terjadinya gabungan antara teknokrat asing dan juga pemodal asing telah menjadikan mereka mendapatkan untung yang sangat besar di Indonesia dalam bisnis mereka, dan ini juga karena militer melakukan perlindungan penuh terhadap kinerja mereka selama rezim Orde Baru berkuasa, superioritas militer atas sipil di masa Orde Baru ini membuat mereka seperti tidak ada hambatan dalam melakukan kebijakan ekonomi dan penguasaan terhadap birokrasi negara, karena mereka juga bermain dalam partai politik.
2.3 Penguatan Sektor Swasta Dalam Mendukung Diplomasi Indonesia (1985-1995): Diplomasi Pembangunan, Diplomasi Konglomerasi
Diplomasi Pembangunan
Pembangunan nasional yang dilakukan pemerintah Orde Baru pada umumnya adalah pembangunan manusia Indonesia secara utuh dan pembangunan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Arah dan kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah Orde Baru diarahkan pada pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan Orde Baru bertumpu kepada program yang dikenal dengan Trilogi Pembangunan, yaitu sebagai berikut:
1. Pemerataan pembangunan Negara beserta hasil-hasilnya, dengan berkonsentrasi pada terciptanya prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. merencanakan, melaksanakan, dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
3. menciptakan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaan pola umum jangka panjang (25-30 tahun) dilakukan Orde baru secara periodik lima tahunan yang disebut PELITA (pembangunan lima tahun). Tujuan dilakukannya pembangunan jangka panjang adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan menciptakan stabilitas ekonomi antara pertanian dan juga industri di Indonesia. Namun tujuan utama dari PELITA adalah di bidang pertanian. Pembangunan lima tahun yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pelita I
Dilaksanakan mulai 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974. Sasaran yang hendak dicapai adalah peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia dan fokus pembangunan: pertanian industri, pertambangan, rehabilitasi, dan perluasan sarana dan prasarana nasional. Pelita I lebih menekankan pembangunan di bidang pertanian.
2. Pelita II
Dilaksanakan mulai 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utama pelita II adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan (lapangan) kerja.
3. Pelita III
Pelita III dimulai pada 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984. Pelita III menekankan pada pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak (pangan, sandang, dan papan); pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan; pemeratan pembagian pendapatan; pemerataan kesempatan kerja; pemerataan kesempatan berusaha; pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan; pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air, dan; pemerataan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984-31 Maret 1989. Pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor pertanian yaitu swasembada pangan dan menjalankan program KB. Namun cendrung Java Sentris, sehingga daerah diluar Jawa cenderung terabaikan.
5. Pelita V
Pelita V dilaksanakan mulai 1 April 1989-31 Maret 1994. Pada pelita ini pemerintah menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri. Pembangunan sangat tidak merata, cenderung di Pulau Jawa saja, tingkat korupsi tinggi dan meningkat, dan hutang luar negeri semakin banyak.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Pada pelita ini pemerintah menitikberatkan pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Dan pada masa ini Presiden Soeharto mengalami kejatuhan dan kemudian lengser dari jabatannya. Krisis ekonomi membuat pemerintahan orde baru kehilangan kepercayaannya dan masa kekuasaanya berakhir.
Dengan adanya berbagai rencana pembangunan tersebut, tentu saja tidak membutuhkan dana yang sedikit untuk membuat tercapainya semua rencana yang telah dibuat oleh pemerintah. Oleh karena itu Indonesia berusaha untuk menarik investor asing untuk penanaman modal Indonesia, mencari bantuan kredit luar negeri dan juga mengandalkan devisa-devisa yang dihasilkan dari pendapatan ekspor Indonesia terutama dalam sektor nonmigas. Dalam hal pembangunan di Indonesia badan keuangan Internasional IMF juga memiliki peran penting. Dan pada akhirnya perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun begitu kemajuan ekonomi dan pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pemeratan dan juga landasan ekonomi yang baik karena hanya pengusaha besar yang dekat dengan pemerintah yang menikmati pembangunan ini.
Diplomasi Konglomerasi
Harus diakui bahwa Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi dalam rentang waktu yang panjang. Pada tahun 1984, Indonesia mengubah status dari bangsa pengimpor beras menjadi bangsa yang dapat mememnuhi kebutuhan berasnya sendiri. Tercapainya swasembada beras dianggap sebagai peristiwa fenomenal oleh dunia.
Pembangunan yang menjadi ikon pemerintah Orde Baru di sisi lain ternyata menciptakan kelompok masyarakat yang terpinggirkan (marginalisasi sosial). Di pihak lain, pembangunan di masa Orde Baru menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. Meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi secara fundemantal pembangunan nasional sangat rapuh. Pada saat itu dunia bisnis di Indonesia juga tidak lepas dari adanya intervensi oleh TNI dan juga Polri. Upaya penegakan hukum juga lemah sehingga kondisi politik juga sangat lemah. Selain itu hukum lebih berpihak pada pemerintah yang berkuasa, dan juga kepada para konglomerat yang elah banyak mengambil uang rakyat.
Pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif tercatat dalam bentuk penurunan angkak kemiskinan absolut yang diikuti dengan perbaikan indikator kesejahteraan rakyat. Secara rata-rata perbaikan indikator tersebut terlihat seperti penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan terutama pendidikan tingkat dasar yang semakin meningkat. Dampak negatif adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, dan antarkelompok dakam masyarakat semakin tajam.
2.4 Diplomasi Indonesia Dalam Menghadapi Globalisasi Ekonomi: Diplomasi Indonesia Dalam Rangka GATT dan WTO, Diplomasi Indonesia Dalam Rangka Liberalisasi Ekonomi
Diplomasi Indonesia Dalam Rangka GATT dan WTO
Latar belakang berdirinya World Trade Organization (WTO atau Organisasi Perdagangan Dunia) tidak terlepas dari sejarah lahirnya International Trade Organization (ITO) dan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Seusai Perang Dunia ke II, masyarakat internasional menyadari perlunya pembentukan suatu organisasi internasional di bidang perdagangan. WTO merupakan satu – satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antarnegara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan – aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan perjanjian antarnegara anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan.2 Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU No. 7 tahun 1994.
Sekitar 2/3 negara – negara anggota GATT/WTO adalah negara – negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, atau yang masih berada dalam tahap awal pembangunan ekonominya. Untuk membantu pembangunan mereka, pada tahun 1965, suatu bagian baru yaitu Part IV yang memuat 3 pasal (Pasal XXXVI – XXXVIII) tersebut dimaksudkan untuk mendorong negara – negara industri dalam membantu pertumbuhan ekonomi negara yang sedang berkembang. Bagian IV ini mengakui kebutuhan negara yang sedang berkembang untuk menikmati akses pasar yang lebih menguntungkan. Bagian ini juga melarang negara – negara maju untuk membuat rintangan – rintangan baru terhadap ekspor negara – negara berkembang. Negara – negara industri juga mau menerima bahwa mereka tidak akan meminta balasan dalam perundinganmengenai penurunan atau penghilangan tarif dan rintangan – rintangan lain terhadap perdagangan negara – negara yang sedang berkembang.
Ada manfaat yang dapat dirasakan oleh Indonesia sebagai anggota dari WTO dan adapula kerugian mengikuti organisasi ini, terlebih Indonesia masih merupakan negara berkembang yang belum kuat stabilitas perekonomiannya. Keuntungan dalam sistem perdagangan WTO yang juga dapat dirasakan oleh Indonesia antara lain. Sistem perdagangan multilateral WTO mendorong terciptanya perdamaian. Persengketaan antarnegara dapat ditangani secara konstruktif.
Peraturan-peraturan yang sesuai dengan sistem multilateral akan memudahkan perdagangan antarnegara. Sistem perdagangan multilateral mendorong pengurangan tarif dan hambatan non-tarif, sehingga biaya hidup menjadi lebih murah. Sebaliknya, penerapan prinsip National Treatment bisa saja merugikan Indonesia, dimana berdasarkan prinsip ini harus diberlakukan sama antara barang dalam negeri dengan barang dari luar negeri. Apabila Indonesia tidak siap untuk bersaing dengan barang-barang import yang masuk, maka barang produksi dalam negeri tentu saja akan kalah oleh barang-barang yang masuk dari luar negeri tersebut. Selain itu, Pemerintah Indonesia berdasarkan prinsip ini tidak boleh membedakan perlakuan terhadap pengusaha dalam negeri dengan perlakuan terhadap pengusaha dari luar negeri.
Diplomasi Indonesia Dalam Rangka Liberalisasi Ekonomi
Ekonomi Indonesia mempunyai masalah serius sejak orde baru menjadikan utang luar negeri sebagai penopang perekonomian bangsa. Apalagi setelah Indonesia meratifikasi kesepakatan WTO sebagai bagian dari konsensus Washington pada tahun 1994. Hal ini menandakan persetujuan Indonesia untuk meliberalisasi ekonomi bangsa. Ekonomi domistik akan sangat terpengaruh oleh ekonomi internasional. Pelaksanaan liberalisasi di berbagai sektor ekonomi, termasuk di bidang perdagangan, dinilai sudah kebablasan dan berdampak negatif terhadap sektor produktif di Indonesia.
Pemerintah harus mengkaji ulang pelaksanaan kesepakatan perdagangan bebas yang ada. Liberalisasi ekonomi yang diusung Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) serta lembaga atau negara pendonor agar dilaksanakan Indonesia juga harus dievaluasi. Ini karena pelaksanaan liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas oleh pemerintah sudah berdampak pada kemunduran sektor industri di dalam negeri dan sektor produktif lainnya.
Di tengah arus globalisasi sekarang ini, liberalisasi ekonomi sungguh tak terhindarkan. Namun pemerintah tetap harus bisa menjaga kemandirian ekonomi nasional agar liberalisasi ekonomi tidak sekadar menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi aneka produk barang dan jasa negara-negara lain. pemerintah harus lebih berani menjaga kemandirian ekonomi nasional. Dalam konteks ini, interaksi dengan pihak asing harus dalam posisi win-win (saling menguntungkan), dalam arti ada proses saling menerima dan memberi. Artinya, asing tidak diberi ruang untuk memaksakan liberalisasi secara linear terhadap ekonomi nasional. liberalisasi satu arah (sesuai keinginan asing) sungguh berbahaya bagi kemandirian bangsa. Indonesia bisa dikuasai asing secara tidak langsung melalui tekanan-tekanan terhadap pemerintah menyangkut perumusan berbagai kebijakan strategis.
Diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam rangka liberalisasi ekonomi bertujuan untuk mencari peluang dan potensi di luar negeri dan meningkatkan dukungan masyarakat luar negeri dalam pemulihan ekonomi. Serta terwujudnya peningkatan dukungan dunia internasional kepada Indonesia dalam rangka pemulihan dan perbaikan perekonomian nasional serta dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Liberalisasi juga berdampak pada kesejahteraan. Suatu tindakan kebijaksanaan untuk mengurangi campur tangan pemerintah dalam mempengaruhi kegiatan dunia usaha dalam tiga kelompok, yakni privatisasi, deregulasi dan liberalisasi. Pengertian deregulasi dalam bahasa Indonesia, nampaknya mencampuradukan berbagai pengertian. Deregulasi berarti pengurangan aturan maupun kendala yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mempengaruhi kegiatan usaha dan liberalisasi mengindikasikan pengendoran atas berbagai pembatasan yang mengatur kegiatan usaha termasuk di dalamnya kebebasan untuk market entry dan market exit.
BAB III
KESIMPULAN
Orde Baru menjadi titik awal koreksi terhadap berbagai penyelewengan pada masa lampau dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur. Pada masa ini stabilisasi politik dicapai melalui usaha dengan adanya dwifungsi ABRI, dan juga adanya pemilu. Selain itu juga dengan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal politik. Pancasila juga menjadi nilai budaya dan filosofis idiil bangsa Indonesia yang harus dihayati dn diamalkan segenap rakyat. Sementara itu stabilisasi ekonomi dicapai melalui Pelita (pembangunan lima tahun). Pelita merupakan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun). Selain itu kebijakan lainnya adalah dengan melaksanakan program trilogi pembangunan.
Pada masa orde baru, birokrasi diciptakan dengan dua tujuan utama yaitu sebagai penumbuhan aparat negara yang kuat dan sebagai penambahan pengawasan yang bersifat birokratis. Untuk mempertahankan eksistensinya Soeharto menggunakan militer sebagai alat untuk menjaga ketertibaban, keamanan dan juga undang-undang. Pada masa orde baru dwifungsi ABRI telah berkembang menjadi kekaryaan. ABRI hadir pada semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Dunia bisnis pun tak luput dari intervensi TNI/POLRI. Militer melihat bahwa kehadiran fisiknya dibutuhkan untuk menciptakan stabilitas nasional dan bahkan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pembentukan unit-unit bisnis dengan skala besar. Dan pada akhirnya intervensi militer tersebut menciptakan kapitalis birokrat militer di Indonesia.
Pelaksanaan pembangunan Orde Baru bertumpu kepada program yang dikenal dengan Trilogi Pembangunan, yaitu Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Dan pada akhirnya perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun begitu kemajuan ekonomi dan pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pemeratan dan juga landasan ekonomi yang baik karena hanya pengusaha besar yang dekat dengan pemerintah yang menikmati pembangunan ini. Di pihak lain, pembangunan di masa Orde Baru menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Ada manfaat yang dapat dirasakan oleh Indonesia sebagai anggota dari WTO dan adapula kerugian mengikuti organisasi ini. Antara lain adalah Sistem perdagangan multilateral WTO mendorong terciptanya perdamaian. Persengketaan antarnegara dapat ditangani secara konstruktif. Namun di sisi lain juga ada kerugiannya. Selain itu Indonesia juga diharuskan mampu bersaing dengan kekuatan perdagangan negara-negara lain. Di tengah arus globalisasi sekarang ini, liberalisasi ekonomi sungguh tak terhindarkan. Namun pemerintah tetap harus bisa menjaga kemandirian ekonomi nasional agar liberalisasi ekonomi tidak sekadar menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi aneka produk barang dan jasa negara-negara lain.Diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam rangka liberalisasi ekonomi bertujuan untukmencari peluang dan potensi di luar negeri dan meningkatkan dukungan masyarakat luar negeri dalam pemulihan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Mustopo, M. Habib. 2007. Sejarah: SMA Kelas XII Program IPS. Jakarta: Yudhistira
Alfian, Magdalia. Nurliana Soeyono, Nana. Suhartono, Sudarini. 2007. Sejarah Kelas XII. Jakarta:Esis
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/strategi-pembangunan-nasional-masa-orde-baru-dan-reformasi/
http://www.theprakarsa.org/index.php?act=dtlpub&id=20081215071544
http://www.heln.go.id/internasional/wto.htm
http://macheda.blog.uns.ac.id/2011/07/19/bisnis-militer-pada-masa-orde-baru-1970-1998/
Magdalia Alfian, Nana Nurliana Soeyono, Sudarini Suhartono. Sejarah Kelas XII. (Jakarta:Esis. 2007) hal. 11
Ibid., hal. 8
Ibid., hal. 11