LAPORAN WAWANCARA SUBDIREKTORAT SUBDIREKTORAT STATISTIK HARGA PRODUSEN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Statistik Distribusi dan Jasa
Disusun Oleh : Kelompok 8 Kelas 3SE1
1.
Hilmi Sifa’ Iftitah
(14.8166)
2.
Imam Nurohman
(14.8181)
3.
Rahayu Lestari
(14.8327)
4.
Tonny Arief Juniarta (14.8415)
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK JAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017
I.
Pendahuluan
1.1 Struktur Organisasi
Subdirektorat Statistik Harga Produsen merupakan Subdit yang berada dibawah Direktorat Statistik Harga. Direktorat ini memiliki tugas yaitu Melaksanakan penyelenggaraan statistik harga produsen, harga perdagangan besar, harga konsumen, dan harga pedesaan. Direktorat Statistik Statist ik Harga berada Harga berada dibawah Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa yang dijabat oleh Dr. Ir. Sasmito Hadi Wibowo, M.Sc., sedangkan Direktur Statistik Harga dijabat Yunita Rusanti, M.Stat.
Gambar 1. Struktur Organisasi
Deputi Bidang Statistik Distribusi Dan Jasa
Direktorat Statistik Distribusi
Subdit Statistik Harga Konsumen
Seksi Penyiapan
Direktorat Statistik Harga
Subdit Statistik Harga Produsen
Seksi Pengolahan
Direktorat STATISTIK Keuangan, Ti, Dan Pariwisata
Subdit Statistik Perdagangan Besar
Subdit Statistik Harga Pedesaan
Seksi Evaluasi Dan Pelaporan
1.2 Ruang Lingkup
Kegiatan pengumpulan data harga produsen melalui survei harga produsen dilakukan setiap bulan di 33 provinsi di Indonesia. Kecuali pada survei Beras Penggilingan hanya dilakukan di 28 provinsi. Provinsi yang tidak
I.
Pendahuluan
1.1 Struktur Organisasi
Subdirektorat Statistik Harga Produsen merupakan Subdit yang berada dibawah Direktorat Statistik Harga. Direktorat ini memiliki tugas yaitu Melaksanakan penyelenggaraan statistik harga produsen, harga perdagangan besar, harga konsumen, dan harga pedesaan. Direktorat Statistik Statist ik Harga berada Harga berada dibawah Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa yang dijabat oleh Dr. Ir. Sasmito Hadi Wibowo, M.Sc., sedangkan Direktur Statistik Harga dijabat Yunita Rusanti, M.Stat.
Gambar 1. Struktur Organisasi
Deputi Bidang Statistik Distribusi Dan Jasa
Direktorat Statistik Distribusi
Subdit Statistik Harga Konsumen
Seksi Penyiapan
Direktorat Statistik Harga
Subdit Statistik Harga Produsen
Seksi Pengolahan
Direktorat STATISTIK Keuangan, Ti, Dan Pariwisata
Subdit Statistik Perdagangan Besar
Subdit Statistik Harga Pedesaan
Seksi Evaluasi Dan Pelaporan
1.2 Ruang Lingkup
Kegiatan pengumpulan data harga produsen melalui survei harga produsen dilakukan setiap bulan di 33 provinsi di Indonesia. Kecuali pada survei Beras Penggilingan hanya dilakukan di 28 provinsi. Provinsi yang tidak
tercakup tersebut yaitu DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara.
Jenis barang yang dikumpulkan data harganya adalah jenis barang/ jasa yang termasuk dalam paket komoditas IHP. Paket komoditas yang dipilih adalah barang-barang yang dominan diproduksi dan dijual dalam jumlah besar. Pengelompokkan komoditas dalam IHP didasarkan pada Klasifikasi Kl asifikasi Baku Komoditi Indonesia (KBKI). Komoditas barang dan jasa ditentukan oleh BPS-RI secara purposive sampel dengan kriteria cut off point . Komoditas diambil berdasarkan paket komoditas IHP yang bersumber dari Tabel Input-Output (I-O) 2010 updating .
Kriteria yang digunakan untuk memilih komoditas adalah: 1. Komoditas tersebut memiliki peran yang penting dalam perekonomian yaitu mempunyai share mempunyai share terhadap total output ≥ 0,001. 2. Komoditas tersebut harganya mudah dipantau. 3. Komoditas tersebut strategis.
1.3 Jadwal Rilis Subdit Harga Produsen di Tahun 2017
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Judul Statistik Harga Produsen Beras di Penggilingan 2013-2016 Statistik Harga Produsen Gabah 2016 Indeks Harga Produsen Indonesia 2016 Evaluasi Statistik Harga Produsen Gabah 2016 Perkembangan Harga Gabah dan Beras Indeks Harga Produsen
Periode Terbit
Jadwal Rilis
Jenis
Tahunan
23 Juni 2017
Publikasi
Tahunan
17 April 2017
Publikasi
Tahunan
21 April 2017
Publikasi
Tahunan
21 Juli 2017
Publikasi
Bulanan
Antara tanggal 1 s.d. 4 di awal bulan
Berita Resmi Statisik
Triwulanan
1 Februari, 2 Mei, 1 Agustus, 1 November
Berita Resmi Statistik
II.
Metodologi
Jumlah sampel perusahaan/industri di setiap provinsi ditentukan oleh BPSRI secara purposive secara purposive,, berdasarkan paket komoditas IHP. Kriteria perusahaan sampel tersebut adalah: 1. Perusahaan/industri tersebut berada di Kabupaten/Kota yang merupakan sentra industri; 2. Perusahaan/industri tersebut merupakan perusahaan yang menguasai pangsa pasar diwilayahnya. 3. Perusahaan/industri tersebut memproduksi barang/jasa yang berkelanjutan; 4. Perusahaan/industri tersebut menghasilkan komoditas yang khas lokal/daerah; 5. Perusahaan yang berbadan hukum Syarat Penggantian Sampel :
Perusahaan beralih usaha jenis komoditas lain yang tidak sesuai dengan paket komoditas
Perusahaan tidak aktif/tutup.
Mencari perusahaan lain yang setara dan menjual j enis komoditas yang sama.
Jika tidak dimungkinkan, responden dialokasikan ke wilayah kabupaten/kota lainnya di provinsi yang sama.
III. o
Konsep dan Definisi
Harga produsen adalah besarnya harga jual produsen per satuan/unit barang untuk spesifikasi/kualitas tertentu pada bulan pencacahan.
o
Harga dasar adalah harga yang dapat diterima oleh produsen dari pembeli untuk suatu unit barang atau jasa yang dihasilkan sebagai output yang dikurangi dengan pembayaran pajak ditambah dengan subsidi yang diterima, semua itu merupakan suatu konsekuensi dari produksi dan penjualan barang tersebut.
o
Indeks harga produsen adalah ukuran Perubahan harga yang diterima oleh produsen.
o
Harga penjualan gabah adalah harga beras per kilogram berdasarkan harga saat terjadinya proses penjualan oleh unit penggilingan kepada pihak lain.
o
Harga gabah yang ditebas per kg adalah nilai transaksi tebasan dibagi jumlah produksi hasil tebasan (dari sisi penebas).
o
Harga gabah yang ditebas per kg adalah nilai transaksi tebasan dibagi jumlah produksi hasil tebasan (dari sisi petani yang menebaskan).
o
Rata-rata harga gabah adalah harga gabah di tingkat petani dan di penggilingan menurut kualitas.
o
Harga di tingkat penggilingan adalah harga di tingkat petani ditambah dengan besarnya biaya ke penggilingan terdekat (belum termasuk keuntungan pihak penggilingan ).
o
Rata-rata harga beras penggilingan menurut kualitas (premium, medium, rendah) adalah harga gabah di tingkat petani dan di penggilingan menurut kualitas.
o
Rata-rata Harga gabah sistem tebasan adalah rata-rata harga gabah tingkat petani per kg dengan sistem tebasan.
o
Rata-rata harga gabah adalah referensi patokan pembelian gabah oleh Perum BULOG dalam rangka pengamanan cadangan beras.
o
Harga di tingkat petani adalah harga yang disepakati pada waktu terjadinya transaksi/penjualan
antara
pengumpul/tengkulak/pihak
petani
penggilingan
yang
dengan ditentukan
pedagang pada
hari
dilaksanakannya observasi dengan kualitas apa adanya sebelum adanya ongkos angkut pasca panen. Biaya ke penggilingan adalah semua biaya pasca panen siap jual dari tempat transaksi tingkat petani ke lokasi unit penggilingan terdekat. Harga di tingkat penggilingan adalah harga ditingkat petani ditambah besarnya biaya ke penggilingan terdekat. Harga Pembelian Pemerintah adalah harga minimal gabah yang harus dibayarkan pihak penggilingan kepada petani sesuai mutu masing-masing kelompok kualitas gabah yang telah ditetapkan peerintah. o
Indeks Kedalaman Harga Gabah Dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) adalah Ukuran rata-rata kesenjangan antara harga hasil observasi dengan HPP.
o
Indeks Keparahan Harga Gabah Dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) adalah gambaran distribusi harga hasil observasi yang berada di bawah HPP.
o
Indeks Implisit adalah suatu indeks yang menunjukkan tingkat perkembangan harga di tingkat produsen ( producer price index).
o
Distribusi Perdagangan adalah rantai distribusi suatu barang mulai dari produsen hingga konsumen.
o
Indeks Harga Produsen Jasa Akomodasi Hotel adalah ukuran perubahan harga yang diterima oleh produsen sektor akomodasi hotel.
o
Indeks Harga Produsen Jasa Angkutan Penumpang adalah ukuran perubahan harga yang diterima oleh produsen sektor angkutan penumpang.
IV.
Metode Penghitungan
4.1 Metode Penghitungan Ihp ( Indeks Harga Produsen )
Untuk memperoleh angka IHP dari data harga produsen yang telah dikumpulkan maka ditentukan cara penghitungan IHP dengan menggunakan formula Modified Laspeyres. Beberapa langkah dalam menghitung Indeks Harga Produsen adalah sebagai berikut:
(i )
Menghitung Rata-rata R elatif H arga (RH ) di level dasar (elementary aggregate) Produk yang dipilih dalam EA sebaiknya memenuhi syarat-syarat berikut: perubahan harganya dapat mewakili perubahan harga produk secara umum dalam EA; jumlah transaksi cukup besar sehingga dapat digunakan untuk estimasi indeks harga (reliable secara statistik); dan produk yang dipilih diharapkan berada di pasaran dalam jangka waktu yang panjang sehingga dapat dibandingkan secara langsung dari waktu ke waktu. Rata-rata Relatif Harga (RH) dihitung untuk masing-masing EA dengan penimbang nilai output produksi yang diperoleh dari Survei Industri Besar Sedang (IBS). Untuk EA yang data nilai output produksi IBS tidak tersedia, maka rata-rata RH dihitung tanpa menggunakan penimbang dengan menggunakan geomean dari RH seluruh komoditi pada EA tersebut.
Untuk penghitungan rata-rata RH tertimbang, tidak boleh ada data harga kosong (missing data). Semua sel harus terisi, sehingga jika harga tidak tersedia untuk bulan tertentu, maka harga tersebut harus di i mputasi.
(ii)
Menghitung Nilai Penimbang B erjalan (Updating Weights) 2010 = 100 di level dasar Penimbang tahun dasar yang digunakan adalah nilai pada Tabel Input Output sesuai dengan paket komoditas yang telah ditentukan sebelumnya. Pertama, dilakukan penghitungan nilai penimbang berjalan untuk tahun dasar 2010 dengan cara mengalikan nilai pada tabel IO dengan RH bulan berjalan untuk masing-masing EA. Sedangkan untuk tahun selanjutnya (2011 dan 2012), penimbang berjalan diperoleh dengan mengalikan nilai RH bulan berjalan dengan nilai penimbang berjalan bulan sebelumnya. Sebagai contoh: untuk memperoleh nilai penimbang berjalan Januari 2011 didapat dengan mengalikan nilai RH Januari 2011 dengan penimbang berjalan Desember 2010, dan seterusnya. Jika dituliskan dalam bentuk matematis:
UWt (tahun dasar) = RH t x Q0 UWt (tahun berikutnya) = RH t x UWt-1
Dimana: UWt = Updating Weights/penimbang berjalan bulan ke-t UWt-1 = Updating Weights/penimbang berjalan bulan ke t-1 Q0 = Nilai pada tabel Input Output RHt = Relatif Harga bulan ke-t
(iii)
Menghitung Nilai Penimbang B erjalan (updating Weights) 2010 = 100 di level atas (upper level) Nilai
penimbang
berjalan
untuk
upper
level
dihitung
dengan
menjumlahkan nilai penimbang berjalan dari level di bawahnya. Penimbang berjalan untuk Secondary level di dapat dengan menjumlahkan penimbang dari seluruh EA yang ada di bawahnya pada bulan berjalan.
Sedangkan untuk Tertiary level di dapat dengan menjumlahkan penimbang dari seluruh secondary level yang ada di bawahnya, dan seterusnya hingga top level (root ).
(iv)
Menghitung I ndeks H arga Produsen Metode yang digunakan dalam menghitung Indeks Harga Produsen (IHP) adalah Modified Laspeyres. Rumus Indeks Laspeyres ini dimodifikasi dengan
tujuan
untuk
mempermudah
penghitungan,
sehingga
perumusannya menjadi sebagai berikut:
di mana: P ni
= Harga barang i pada periode yang berlaku, bulan n
P (n- 1)i
= Harga barang i pada periode sebelumnya (bulan yang lalu), bulan (n-1)
(− )i
= Relatif Harga (RHn) jenis barang i pada bulan n.
P (n- 1)i q0i −
= Nilai akhir/nilai Marketed Surplus (MS) barang i bulan (n-1)
P 0i q 0i
= Nilai akhir/nilai MS barang i pada tahun dasar
J
=
Jumlah
paket
penghitungan indeks
komoditas
yang
termasuk
dalam
4.2 Teknik Imputasi Data
Pada tahap penghitungan rata-rata relatif harga di level dasar, tidak boleh ada data harga yang tidak terisi. Pada kenyataannya, karena suatu sebab, mungkin saja kita tidak bisa mendapatkan harga pada satu atau beberapa periode pencacahan. Misalnya, stok barang tidak tersedia sehingga responden tidak bisa memberikan harga untuk periode tersebut. Jika data pada bulan tertentu tidak tersedia, perlu dilakukan imputasi. Banyak cara yang bisa digunakan untuk imputasi missing data tersebut, antara lain:
1. Carry F orward Metode ini dapat digunakan jika harga pada satu periode tidak diperoleh karena memang tidak terjadi transaksi penjualan, sehingga kemungkinan besar tidak terjadi perubahan harga. Metode ini juga dapat digunakan jika data pada bulan-bulan sebelum dan sesudahnya tidak menunjukkan adanya perubahan ( shows no changes). Metode ini biasanya digunakan untuk produk-produk yang elastisitas harga nya rendah, atau produk produk yang harganya relative stabil sepanjang tahun (tidak mudah berubah).
2. Normal I mputation Metode imputasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a.
Menggunakan perubahan harga produk lainnya dari sampel yang sama
Metode ini digunakan jika harga salah satu produk dalam sebuah sampel tidak didapatkan. Asumsinya produk yang tidak diperoleh harganya tersebut memiliki kesamaan karakteristik, termasuk perubahan harganya, dengan produk-produk serupa dalam sampel tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembentukan suatu Elementary Aggregate (EA) adalah berdasarkan homogenitas produk, maka penggunaan metode ini untuk imputasi missing data bisa dikatakan cukup robust . Misalkan suatu perusahaan sampel memiliki dua atau lebih komoditas sampel (dalam kelompok yang sama), dan salah satu harganya tidak tersedia (missing ), maka dapat dilakukan imputasi dengan menggunakan data perubahan harga dari komoditas lain yang harganya tersedia.
Asumsinya pergerakan harga produk dari perusahaan tersebut adalah sama. Ilustrasi dari metode imputasi ini diberikan pada contoh berikut:
b.
Menggunakan perubahan harga dari sampel lainnya
Pendekatan ini digunakan karena pada beberapa kasus tertentu semua observasi pada sampel tertentu tidak tersedia (misalnya: terjadi kerusakan lokal, atau perusahaan tersebut nonrespon). Karena tidak bisa dilakukan imputasi dari sampel yang sama seperti halnya pada poin (3) maka dilakukan pendekatan dari sampel lainnya yang sej enis, yang berada dalam satu kelompok komoditi yang sama, dari pasar yang berbeda.
V.
Kegiatan Rutin
A. Survei Harga Produsen ( HP-S ) TUJUAN
Buku pedoman ini bertujuan untuk membantu kegiatan statistik harga produsen dalam pembinaan teknis dan non teknis petugas di daerah baik di BPS Provinsi maupun BPS Kabupaten/Kota. Kegiatan statistik ini dimulai
dari proses pengumpulan data harga produsen, pengolahan, sampai bentuk penyajian. Dengan meningkatkan kemampuan para petugas, maka diharapkan dapat memperbaiki kualitas data sehingga data yang diperoleh akurat, aktual, dan tepat waktu.
RUANG LINGKUP
1. Pelaksanaan kegiatan survei dilakukan secara bulanan di 34 provinsi di Indonesia yang dapat memenuhi secara optimal target paket komoditas. 2. Jenis barang yang dikumpulkan data harganya adalah jenis barang yang termasuk dalam paket komoditas IHP. Paket komoditas yang dipilih adalah barang-barang yang dominan diproduksi dan dijual dalam jumlah besar. Klasifikasi jenis barang tersebut dibedakan menjadi beberapa sektor, antara lain : a. sektor pertanian, b. sektor pertambangan dan penggalian, c. sektor industri manufaktur dll. 3. Pada tahun 2014, pengumpulan data harga produsen tidak hanya untuk sektor barang, tetapi diperluas ke sektor jasa. Sektor jasa yang menjadi prioritas antara lain: Listrik, gas dan air bersih; Transportasi; Akomadasi hotel dan penyediaan makanan/minuman; dan Telekomunikasi. 4. Responden Survei Harga Produsen (SHP) adalah perusahaan/industri yang menghasilkan barang/jasa. Khusus untuk sektor pertanian mulai tahun 2015 respondennya terdiri dari rumah tangga petani dan perusahaan pertanian. Untuk harga produsen dari rumah tangga petani menggunakan data dari Survei Harga Produsen Pedesaan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Statistik Harga Pedesaan.
JADWAL WAKTU PELAKSANAAN
Secara umum, jadwal kegiatan lapangan survei harga produsen adalah sebagai berikut: 1. Pencacahan, pengawasan, dan pemeriksaan hasil survei HP-S, HP-K, HPT dan HP-J dilakukan pada tanggal 1 – 15 setiap bulan. Khusus untuk HP-
J pelaksanaan survei mengikuti petunjuk waktu pencacahan sesuai dengan industri jasa tertentu, misalnya: waktu pencacahan untuk jasa transportasi udara adalah pada hari Kamis minggu pertama setiap bulannya. Pencacahan dilaksanakan dengan melakukan kunjungan wawancara langsung atau telepon pada responden terpilih. 2. Pengiriman data HP-S, HP-K, HP-T, dan HP-J ke BPS-RI paling lambat tanggal 20 setiap bulannya. Misalnya pencacahan antara tanggal 1 – 15 Januari 2017, maka pengiriman laporan diterima sampai dengan 20 Januari 2017.
Contoh Kuesioner HP-S format lama
III. KETERANGAN HARGA Tingkatan Proses Produksi Nama dan Kualitas Barang (Diisi lengkap dan jelas )
(1)
Satuan (Diisi lengkap dan jelas )
Kode Barang (D i i s i o l e h BPS-RI )
Jumlah Produksi (n)
(2)
(3)
(4)
1. Bahan Baku 2. Produk Antara 4. Produk Akhir (Kode ) (5)
Harga per Satuan (Rp.) Harga Dasar
Harga Produsen Bul a n Se be l umnya
Bul an Pe ncacahan
Bul an Se bel umnya
(n-1)
(n)
(n-1)
(6)
(7)
(8)
Bul a n Penca ca ha n (n) (9)
Harga Diskon Bul a n Sebe l umnya (n-1) (10)
Bul a n Pe ncaca han (n) (11)
HP-S format baru
III. KETERANGAN HARGA Tingkatan
Harga per Satuan (Rp.)
Proses Produksi Nama dan Kualitas Barang (Diisi lengkap dan jelas )
Satuan (Diisi lengkap
Kode Barang (D i i s i o l e h
Produksi
dan jelas )
BPS-RI )
(n-1)
Jumlah
Harga Produsen
Harga Dasar
1. Bahan Baku 2. Produk Antara 4. Produk Akhir
Bul a n
Bul an
%
Bul a n
Bul a n
%
Se be l umnya
Pe ncacahan
Peruba ha n
Se be l umnya
Penca caha n
Peruba ha n
(n-1)
(n)
Harga
(n-1)
(n)
Ha rga
(6)
(7)
(Kode ) (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(8)
(9)
(10)
(11)
• Kolom 10 dan 11 (harga diskon) di kuesioner lama, dihilangkan • Penambahan kolom baru; perubahan harga (%)
B. Survei Harga Produsen Beras Penggilingan ( Hp-Bg ) TUJUAN
Survei Harga Produsen Beras di Penggilingan diperlukan untuk merekam perubahan data harga beras dari berbagai kualitas beras di tingkat penggilingan. Hasil survei ini juga sebagai indikator dini harga beras di tingkat konsumen. Sehingga bisa memberikan langkah antisipatif oleh pihak yang berkepentingan terhadap transaksi harga beras demi menjaga stabilitas harga beras.
RUANG LINGKUP
1. Survei harga produsen beras di penggilingan dilakukan di 28 provinsi terpilih di Indonesia yang memiliki potensi produksi padi, gabah dan beras yang cukup besar (tidak termasuk, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara). 2. Wilayah pencacahan survei harga produsen beras di penggilingan mencakup 158 kabupaten. Pada setiap kecamatan dalam kabupaten terpilih ada 2 (dua) sampel responden. 3. Responden survei harga produsen beras adalah unit penggilingan beras yang melakukan kegiatan pembelian gabah, menggiling dan melakukan transaksi penjualan beras.
WAKTU PENCATATAN
Pengumpulan data harga produsen beras di penggilingan dilakukan dengan dua pendekatan, yakni: 1. Wawancara langsung ke lokasi unit penggilingan terpilih. Data diperoleh berdasarkan pengakuan atau jawaban responden. 2. Pencatatan berdasarkan hasil observasi dan pengukuran yang dilakukan dengan bantuan alat ukur tester dan timbangan. Kegiatan survei harga dilakuan secara bulanan, yakni setiap tanggal 10 15. Contoh Kuesioner
C. Survei Monitoring Harga Produsen Gabah TUJUAN
Kegiatan survei harga produsen gabah dimaksudkan untuk melakukan pemantauan dan pengumpulan data harga produsen gabah dan kualitas gabah di tingkat petani dan di tingkat penggilingan selama tahun 2017. Informasi harga yang diperoleh di lapangan, digunakan sebagai sistem peringatan dini (early warning system) dalam rangka pengamanan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Hasilnya dapat digunakan sebagai data operasional bagi berbagai pihak yang berkepentingan.
RUANG LINGKUP
1. Survei harga produsen gabah tahun 2017 dilaksanakan di 26 provinsi di Indonesia (tidak termasuk Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara). 2. Wilayah pencacahan harga produsen gabah mencakup 158 kabupaten, 348 kecamatan sampel, terdiri dari 254 kecamatan sampel tetap dan 94 kecamatan sampel berpindah (mobile). 3. Responden survei harga produsen gabah adalah petani sebagai produsen padi yang melakukan transaksi penjualan gabah.
WAKTU PENCATATAN
Pengumpulan data harga produsen gabah dilakukan dengan pencatatan mingguan dan bulanan. Pencatatan mingguan dilakukan jika terjadi panen raya pada wilayah sampel terpilih. Pada musim panen raya biasanya produksi padi berlimpah dan banyak transaksi penjualan gabah oleh petani. Kondisi ini menjadi penyebab gejolak harga gabah di pasaran, sehingga fluktuasi harga perlu dipantau secara lebih intensif. Secara umum, waktu panen raya berbeda antar lokasi sampel/kecamatan. Informasi tentang panen raya biasanya berasal dari laporan petugas tingkat kecamatan. Sedangkan pencatatan bulanan
dilakukan tiap tanggal 10-15 tiap bulan. Pencatatan bulanan ini dit erapkan pada saat panen raya berakhir atau tidak ada panen. Contoh Kuesioner
VI.
Proses Pengolahan Data
Survei Harga Produsen Gabah 2017 SISTEM PENGIRIMAN LAPORAN
Guna memenuhi standar dimensi kualitas data yang dihasilkan, penyajian laporan secara tepat waktu merupakan hal penting disamping validitas isian data. Faktor kecepatan pengiriman laporan dari daerah sangat berpengaruh terhadap kelancaran proses mulai dari penyiapan kegiatan, pengolahan, evaluasi, hingga publikasi. Sistem pengiriman laporan hasil pencatatan Survei HPG ke BPS RI dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Petugas pencacah (KSK) mengirimkan isian Daftar HPG ke BPS Kabupaten, dan diteruskan ke BPS Provinsi secara berantai. Pengiriman dokumen tidak perlu menunggu hingga target laporan kecamatan terpenuhi. Oleh karena itu, pengiriman secara bertahap lebih disarankan
BPS Provinsi melakukan entry data dengan menggunakan program yang tersedia BPS Provinsi mengirimkan hasil entry data ke BPS RI melalui email
[email protected] dalam bentuk Tabel worksheet (hasil transfer Program Entry ke format MS.Excel) dan Tabel database (Format Ms.Access).
Batas waktu pengiriman paling lambat tanggal 20 tiap bulan (data bulanan) atau hari Selasa minggu berikutnya (data mingguan).
DIAGRAM ALUR SISTEM DAN JADWAL PENGIRIMAN LAPORAN BULANAN HP-G
BPS Paling lambat tgl 20 setiap bulan
BPS PROVINSI Paling lambat tgl 17
BPS KABUPATEN
Paling lambat tgl 16
KSK/MITRA
KSK/MITRA Pencacahan Tgl 10 s/d 15
KETERANGAN: = Dokumen/Daftar Isian = E-mail hasil entrian
DIAGRAM ALUR SISTEM DAN JADWAL PENGIRIMAN LAPORAN MINGGUAN HP-G
BPS Paling lambat Selasa
BPS PROVINSI Paling lambat Senin minggu beri kutn a
BPS KABUPATEN
Paling lambat Jum’at
KSK/MITRA
KSK/MITRA Pencacahan Senin s/d Kamis
KETERANGAN: = Dokumen/Daftar Isian = E-mail hasil entrian
Survei Harga Produsen Beras di Penggilingan 2017 SISTEM PENYUSUNAN DAN PENGIRIMAN LAPORAN
Sistem penyusunan dan pengiriman laporan hasil Survei HP-BG ke BPS RI dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
Petugas pencacah (KSK/Mitra) mengirimkan isian kuesioner HP-BG ke BPS Kabupaten paling lambat tanggal 16 setiap bulannya. BPS Kabupaten mengecek kelengkapan dan validitas datanya. Dokumen yang telah diperiksa dikirim ke BPS Provinsi paling lambat tanggal 17 setiap bulannya.
BPS Provinsi melakukan entri dan rekapitulasi data dari BPS Kabupaten. Penyusunan rekapitulasi data terdiri dari 3 (tiga) tabel dalam bentuk worksheet sesuai dengan format contoh tabel di bawah ini : a.
Tabel 1. Pemasukan data hasil Survei Harga Produsen Beras di Penggilingan. Seluruh hasil isian dokumen dari sampel penggilingan dientri pada tabel ini.
b.
Tabel 2. Rata-rata Harga Beras Menurut Jenis Beras Tabel ini memuat hasil penghitungan rata-rata harga beras dan rata-rata persentase pecah/broken beras berdasarkan jenis beras. Untuk broken beras yang dilihat adalah yang berasal dari hasil wawancara.
c.
Tabel 3. Rata-rata Harga Beras Menurut Kualitas Beras Tabel ini memuat hasil penghitungan rata-rata harga beras dan rata-rata persentase pecah/broken beras berdasarkan kualitas/mutu beras. Rata-rata broken beras berdasarkan hasil wawancara (bukan hasil pengukuran pencacah). Ketiga tabel tersebut dikirim ke BPS RI melalui e-mail
[email protected] .
Batas waktu pengiriman paling lambat tanggal 20 setiap bulannya.
BPS Pusat melakukan penggabungan data dari 28 provinsi dan pengolahan data dari ketiga tabel di atas. Kemudian disusun laporan hasil Survei HP-BG dalam bentuk tabulasi.
Contoh Format Tabel Pemasukan dan Rekapitulasi Data Survei HP-BG (dilakukan di BPS Provinsi)
DIAGRAM ALUR SISTEM DAN JADWAL PENGIRIMAN LAPORAN BULANAN HP-BG
BPS
Pengecekan pemasukan data, kompilasi/ gabungan 26 provinsi sampel, pengolahan data dan tabulasi laporan
Worksheet Paling lambat tgl 20 setiap bulan
BPS PROVINSI
Pengentrian data, rekapitulasi dan pembuatan laporan worksheet
Dokumen dikirim Paling lambat tgl 17
BPS KABUPATEN
Pemeriksaan kelengkapan dan validitas data
Dokumen dikirim Paling lambat tgl 16
KSK/MITR
KSK/MITR Pencacahan Tgl 10 s/d 15
VII. Survei di Tahun 2017 yang Dilakukan oleh Subdit Harga Produsen
1. SURVEI HARGA PRODUSEN BERAS DI PENGGILINGAN 2. SURVEI HARGA PRODUSEN GABAH 3. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA TRANSPORTASI UDARA 4. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA TRANSPORTASI LAUT 5. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA TRANSPORTASI DARAT ANGKUTAN KERETA API PENUMPANG 6. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA TRANSPORTASI DARAT ANGKUTAN PENUMPANG 7. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA TRANSPORTASI BARANG 8. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA TELEKOMUNIKASI 9. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA PELAYANAN MAKANAN/MINUMAN 10. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA LISTRIK PEMBANGKIT 11. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA LISTRIK DISTRIBUSI 12. SURVEI HARGA PRODUSEN PERUSAHAAN PERTANIAN 13. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA AKOMODASI HOTEL 14. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA GAS 15. SURVEI HARGA PRODUSEN SEKTOR JASA AIR BERSIH
VIII. Indikator yang Dihasilkan 1. Indeks Harga Produsen , adalah angka indeks yang menggambarkan
tingkat perubahan harga ditingkat produsen. Sesuai dengan Manual Producer Price Index (PPI), penghitungan IHP yang dirancang menurut tingkatan produksi – Stage of Production (SoP), yaitu produk awal, produk antara, produk akhir. Namun IHP (2010=100) yang disajikan BPS baru mencakup produk akhir. Tahun dasar yang digunakan untuk menghitung IHP adalah 2010=100 karena sumber data yang digunakan untuk menyusun diagram timbang yaitu Tabel Input-Output 2010 Updating. Data IHP (2010=100) disajikan BPS secara triwulanan, dan baru sampai tingkat/ level nasional. Harga yang digunakan untuk menghitung IHP bersumber dari Survei yang dilaksanakan BPS dan data sekunder. Pengumpulan harga dilakukan setiap bulan (tanggal 1-15). Kemudian hasil pencacahan sudah diterima BPS Pusat paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Penghitungan IHP Indonesia ini menggunakan formula Modified Laspeyres.
∑ − . ∑ Dengan :
.
Relatif harga laspeyres sub kategori “c” bulan “m”
Rata-rata harga produk “i” pada bulan “m”
Kuantitas produk “i” yang terjual pada periode dasar “0’
Rata-rata harga produk “i” pada periode dasar “0”
Tujuan utama penghitungan indeks harga produsen antara lain: 1) Sebagai indikator ekonomi 2) Sebagai deflator dari data series ekonomi lainnya 3) Sebagai dasar eskalasi kontrak/proyek dan evaluasi asset/saham 4) Sebagai alat analisis pengusaha maupun peneliti
Indeks yang dihasilkan terdiri dari indeks sektor pertanian, indeks sektor pertambangan dan penggalian, dan indeks sektor industri pengolahan. Selain indeks sektoral, disajikan indeks gabungan dan indeks subsektor. IHP tahunan adalah rata-rata dari IHP triwulanan dengan rumus sebagai berikut:
3+ 4 1+ 2+ 4 2. Indeks Kedalaman Harga Gabah dibawah HPP , adalah ukuran rata-
rata kesenjangan antara harga hasil observasi dengan HPP. Kegunaan indeks ini untuk menggambarkan seberapa jauh perbedaan antara harga hasil observasi dibandingkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Indeks Kedalaman Harga Gabah dibawah HPP dihitung menggunakan rumus berikut.
1
1 [{ }] =
Dengan :
nilai HPP harga gabah yang berada dibawah HPP (i = 1, 2, …, q),
<
jumlah observasi harga gabah yang berada dibawah HPP jumlah seluruh observasi
Dimana semakin tinggi indeks, semakin jauh perbedaan antara harga hasil observasi dibandingkan HPP (semakin jauh harga gabah dari HPP). 3. Indeks Keparahan Harga Gabah dibawah HPP, merupakan gambaran
distribusi (penyebaran) harga observasi yang berada dibawah HPP. Kegunaan indeks ini yaitu menggambarkan seberapa lebar kesenjangan
harga hasil observasi yang berada dibawah HPP. Dihitung dengan rumus berikut.
Dengan :
2 <
1 [{ }] =
nilai HPP harga gabah yang berada dibawah HPP (i = 1, 2, …, q),
jumlah observasi harga gabah yang berada dibawah HPP jumlah seluruh observasi
Dimana semakin tinggi indeks, maka semakin lebar kesenjangan harga hasil observasi yang berada dibawah HPP (semakin tinggi ketimpangan harga hasil observasi yang berada dibawah HPP).
4. Rata-rata Harga Gabah, adalah harga jual gabah yang diterima petani
secara nasional ketika panen atau penggilingan. Harga Pembelian Pemerinah adalah harga minimal gabah yang harus dibayarkan pihak penggilingan kepada petani sesuai mutu masing-masing kelompok kualitas gabah yang telah ditetapkan pemerintah. Pemerintah dapat mengontrol dan menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
ℎ () ∑ ℎ ℎ () ∑ ℎ
ℎ ℎ () ∑ ℎ 5. Inflasi/Deflasi Harga Produsen (Y-on-Y), adalah persentase perubahan
IHP triwulanan t pada tahun n terhadap triwulan t pada tahun n-1. Inflasi Harga Produsen Tahunan (Y-on-Y) diperoleh dari formula berikut:
−, 100 / ℎ( ) , −, , −,
Dengan:
IHP triwulan t Tahun n
IHP triwulan t Tahun n-1
6. Inflasi/Deflasi Harga Produsen (Q-to-Q), adalah persentase perubahan
IHP triwulan t terhadap triwulan t-1, diperoleh dari formula berikut:
− 100 / ( ) − −
Dengan:
IHP triwulan t
IHP triwulan t-1
Jika IHP > 100 maka terjadi inflasi, sebaliknya jika IHP < 100 maka terjadi deflasi.
IX. Contoh Publikasi 1. Statistik Harga Produsen Gabah di Indonesia Tahun 2016.
Data yang disajikan dalam publikasi ini adalah data harga produsen gabah di tingkat provinsi dan nasional selama periode Januari sampai dengan Desember 2016. Data tersebut adalah hasil survei monitoring harga produsen gabah yang meliputi jumlah observasi, harga terendah dan harga tertinggi di titik transaksi, harga rata-rata menurut kelompok kualitas, komponen mutu, dan kasus harga dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP), baik ditingkat petani maupun penggilingan. 2. Statistik Harga Produsen Beras di Penggilingan 2013-2016.
Publikasi ini merupakan publikasi perdana yang menyajikan data bulanan harga produsen beras di penggilingan tingkat nasional selama periode tahun 2013 sampai dengan 2016. Data disajikan berdasarkan hasil Survei Harga Produsen Beras di Penggilingan. Publikasi ini mencakup jumlah observasi, volume beras yang digiling, harga terendah, harga tertinggi, rata-rata harga, dan perubahan harga menurut kelompok kualitas.
X. Permasalahan dan Tantangan Permasalahan dan Tantangan 1. Paket Komoditas
Terdapat keraguan pemilihan komoditas kurang mencerminkan potensi daerah yang sebenarnya (hasil komparasi dengan data industri menurut nilai produksi).
Perlu
dilakukan
seleksi
ulang
terhadap
komposisi
paket
komoditas.
Untuk sektor jasa belum semua tercakup karena sedikit sulit dalam akomodasi.
2. Komunikasi (pusat – daerah)
Perlu dibentuk forum diskusi melalui milling list, agar tercipta komunikasi secara lebih intensif.
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
Jl. Otto Iskandardinata No. 64 C, Jakarta 13330 Telpon : (021) 8508812, 8191437, Faks. : (021) 8197577 Homepage : http://www.stis.ac.id
TUGAS STATISTIK DISTRIBUSI DAN JASA PERTEMUAN 14 Kelas : 3 SE 1 Kelompok 8 : 1. Hilmi Sifa’ Iftitah
(14.8166)
2. Imam Nurohman
(14.8181)
3. Rahayu Lestari
(14.8327)
4. Tonny Arief Juniarta
(14.8415)
No. 1.
Judul Peramalan Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Indonesia dengan Metode ARIMA BoxJenkins
I.
REVIEW JURNAL
Peneliti Agustini Tripena
Variabel Indeks Harga Konsumen (IHK) Inflasi
Metode ARIMA BoxJenkins
2.
Pemodelan
Brodjol
Indeks Harga
ARIMAX
Hasil Model deret waktu linear terbaik data Indeks Harga Konsumen adalah ARIMA (1,1,1) Ramalan Indeks Harga Konsumen berdasarkan model ARIMA (1,1,1) untuk bulan Mei,Juni,Juli 2009 adalah 175,821;176,628;177,6 46 Ramalan Inflasi berdasarkan ramalan Indeks Harga Konsumen untuk periode Mei 2009 adalah-0,05 Nilai IHK Umum di
Indeks Sutidjo Harga S.U Konsumen Listyowati (IHK) Umum berdasarkan IHK Sektor Bahan Makanan dan IHK Sektor Makanan Jadi, Minuman, Rokok
3.
Pengaruh FaktorFaktor Ekonomi terhadap Inflasi di Indonesia
Adrian Sutawijaya
Konsumen (IHK) Umum Indeks Harga Konsumen Sektor Bahan Makanan Indeks Harga Konsumen Sektor Makanan Jadi,Minuman, Rokok
Inflasi Suku Bunga Jumlah Uang Beredar Investasi Nilai Tukar
Ordinary Least Square (OLS)
Surabaya,Malang,dan Kediri dipengaruhi oleh IHK Umum pada periode satu bulan sebelumnya Model terbaik untuk meramalkan IHK Umum untuk wilayah Surabaya, Malang, dan Kediri adalah dengan menggunakan Metode ARIMAX karena memiliki nilai RSE dan MAPE terkecil Peramalan untuk 12 Bulan ke depan yang terjadi pada Januari – Desember 2013 berkisar pada angka 205 hingga 215 Variabel Investasi, Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Rupiah secara bersama-sama (simultan) sangat berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia. Secara parsial variabel suku bunga memiliki pengaruh positif terhadap inflasi Secara parsial variabel jumlah uang beredar memiliki pengaruh positif terhadap inflasi Secara parsial variabel nilai tukar rupiah memiliki pengaruh positif terhadap inflasi Secara parsial variabel investasi berpengaruh negatif terhadap inflasi
MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN
II.
STATISTIK DISTRIBUSI DAN JASA PADA STATISTIK HARGA PRODUSEN Subdit : Statistik Harga Produsen Analisis Perkembangan Harga Komoditas Jagung :
Sumber : http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2012_06.pdf A. Masalah - masalah yang dihadapi : 1. Sisi Suplay / Produksi :
Produksi jagung di sentra produksi yang tersebar
Produksi jagung tidak merata antar musim
Terdapat persaingan dengan komoditas lain seperti kedelai dan palawija lain
Data produksi yang cenderung surplus dibandingkan konsumsi
Solusi :
Diperlukan
pemetaan
sentra
produksi
jagung
yang
lebih
terkoordinasi secara baik dengan pusat konsumsi
Perlu perencanaan tanam komoditas yang lebih baik
Perbaikan menajemen stok dari produksi
2. Sisi Demand / Konsumsi :
Permintaan yang semakin meningkat untuk kebutuhan bahan baku pakan
Kebutuhan yang kontinyu sepanjang tahun
Impor yang masih tinggi
Solusi :
Diperlukan data kebutuhan/konsumsi untuk berbagai kebutuhan yang akurat
Lebih banyak mengkonsumsi produksi jagung dalam negeri dari stok yang ada
3. Distribusi dan pemasaran
Distribusi dan pemasaran jagung yang cenderung kurang efisien
Distribusi jagung yang sulit dari berbagai sentra produksi
Harga jagung ditingkat petani yang cenderung rendah Secara umum, petani yang menjual jagung untuk non konsumsi,
para para petani menjual jagung dalam bentuk pipilan terhadap pedagang yang datang. Kelemahan petani dalam menjual hasil tersebut karena keterbatasan ruang dan perolehan informasi dalam hal harga jual. Sementara, petani yang menjual jagung untuk konsumsi umumnya volumenya kecil dan menjual ke pedagang pengecer atau pasar setelah terlebih dahulu mengetahui informasi harga. Namun demikian, meskipun informasi harga diperoleh karena strukturnya monopsoni maka petani tetap lemah dalam bargaining harga dengan para pembelinya. Pada pemasaran jagung domestik, secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi tawar petani jagung lemah. Hal ini disebabkan oleh : 1. Umumnya petani menjual jagung segera setelah panen 2. Petani dihadapkan pada kebutuhan uang tunai untuk usaha tani berikutnya, sehingga nilai tambah dari paska panen lebih banyak dinikmati oleh para pedagang 3. Pasar jagung tersegmentasi secara local Solusi :
Peningkatan efisiensi distribusi dan pemasaran
Peningkatan infrastruktur dan layanan transportasi komoditas pertanian secara baik dan murah.
B. Tabel dan Pembahasan
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Nasional, 2000 – 2011 Tahun
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
2000
3500318
9676899
2,76
2001
3285866
9347192
2,84
2002
3126833
9654105
3,09
2003
3358511
10886442
3,24
2004
3356914
11225243
3,34
2005
3625987
12523894
3,45
2006
3345805
11609463
3,47
2007
3630324
13287527
3,66
2008
4001724
16317252
4,08
2009
4160659
17629748
4,24
2010
4131676
18327636
4,44
2011
3861433
17629033
4,57
Perkembangan (%/thn)
2005 - 2011
0,91
5,56
4,65
2005 - 2011
2,62
7,89
5,27
2000 - 2011
2,18
6,79
4,61
Sumber : BPS (2012) Selama tahun 2010 – 2011 produksi jagung nasional turun sebesar 3,81%/tahun. Penurunan produksi ini disebabkan karena menurunnya luas panen sebesar 6,54 %/tahun, sementara peningkatan produktivitas hanya 2,73 %/tahun. Terjadinya penurunan luas panen lebih disebabkan antara lain karena persaingan penggunaan lahan usaha tani, insentif harga, dan belum efektifnya pelaksanaan program pemerintah.
Tabel 2. Perkembangan Harga Produsen, Konsumen, dan Perdagangan Besar, 2005 - 2011 Harga Produsen Jagung Pipilan Kering
Harga Konsumen
(Rp/Kg)
(Rp/Kg)
(1)
(2)
2005
1668.4
2001.97
2006
1802.02
2220.97
2007
1894.01
2604.91
2008
1986
3123.32
2009
2671.77
3590.5
2010
2153
3732.02
2011
3400
3800.00
10.71
11.15
Tahun
Trend (% /thn)
Tahun
Harga Perdagangan Besar (Rp/Kg)
Selisih Harga (2-1)
Selisih Harga (3-1)
(3) 2005
2150
333.57
481.6
2006
2333.3
418.95
531.31
2007
3616.67
710.9
1722.66
2008
4000
1137.32
2014
2009
4000
918.73
1328.23
2010
4000
1579.02
1847
2011
4270.83
400
870.83
10.34
12.4
9.68
Trend (% /thn)
Sumber : BPS (2005-2011)
Gambar 1. Harga Produsen Jagung Pipilan Kering (Rp/Kg) 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 2. Harga Konsumen (Rp/kg) 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 3. Harga Perdagangan Besar (Rp/kg) 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Trend peningkatan harga jagung di tingkat produsen sebesar 10,71 %/tahun, yaitu meningkat dari Rp 1.668/kg (2005) menjadi Rp 3.400/kg (2011). Pada tingkat konsumen, peningkatan harga mencapai 11,15 %/tahun yaitu dari Rp 2.002 /kg (2005) menjadi Rp 3.800/kg (2011). Selanjutnya harga jagung pada perdagangan besar mengalami peningkatan sebesar 10,34 %/tahun yaitu Rp 2.150/kg (2005) menjadi Rp 4.271/kg (2011). Harga jagung di tingkat konsumen atau pedagang dan di tingkat produsen (petani) umumnya bersifat asimetri. Selisih harga jagung di tingkat konsumen dan tingkat produsen berkisar antara Rp 333,57/kg – Rp 1.579,02/kg, dengan kecendurungan peningkatan sebesar 12,40 %/tahun. Sementara selisih harga jagung di tingkat perdagangan besar dan tingkat produsen berkisar antara Rp 481,60/kg – Rp 2.014/kg, dengan kecenderungan peningkatan sebesar 9,60 %/tahun. Peningkatan harga jagung di tingkat konsumen atau pedagang besar tidak ditransmisikan secara sempurna ke harga jagung di tingkat petani. Sementara penurunan harga jagung di tingkat konsumen atau perdagangan besar ditransmisikan secara sempurna ke harga jagung di tingkat petani. Dengan demikian, fluktuasi harga jagung hanya menguntungkan pedagang serta merugikan petani dan konsumen.
Tabel 3. Perkembangan Produski, Kebutuhan dan Impor Jagung Nasional, 2005- 2011
Tahun
Produksi (Ton)
Kebutuhan (Ton)
Impor (Ton)
2000
9676899
10719000
1286466
2001
9347192
10937000
1083702
2002
9654105
11164000
1205086
2003
10886442
11390000
1370857
2004
11225243
11617000
1111638
2005
12523894
11861000
234706
2006
11609463
12149000
1842956
2007
13287527
12458000
414324
2008
16317252
13712000
393305
2009
17629748
15120000
336216
2010
18327636
16300000
1523513
2011
17629033
16500000
2367332
2000-2005
5.71
2.02
-13.65
2005-2011
7.71
6.34
19.97
2000-2011
6.81
4.2
1.4
Pertumbuhan (%/thn)
Sumber : BPS (2005-2012) Selama kurun waktu 2000 – 2004, bila disandingkan data produksi dan total kebutuhan jagung nasional maka dapat diketahui bahwa produksi jagung nasional selalu di bawah total kebutuhan jagung nasional. Masih rendahnya produksi jagung nasional, sementara kebutuhannya meningkat pesat menyebabkan terjadinya ketimpangan dalam pemenuhan kebutuhan jagung. Oleh karena itu, untuk mencukupi berbagai kebutuhan (untuk makanan atau konsumsi langsung, bahan baku industri olahan dan terutama bahan baku pakan ternak) telah dilakukan impor jagung pada kurun waktu tersebut dengan kisaran antara 1,08 juta – 1,37 juta ton.
Pada tahun 2005, total kebutuhan jagung mencapai 11,86 juta ton ,kemudian meningkat menjadi 12,15 juta ton pada tahun 2006, dan menjadi 16,50 juta ton pada tahun 2011. Produksi jagung nasional pada tahun 2005 mencapai 12,52 juta ton, kemudian menurun menjadi 11,61 juta ton pada tahun 2006 dan meningkat lagi menjadi 17,63 juta ton pada tahun 2011. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa pada tahun 2006 terjadi defisit, sehingga untuk mencukupi kebutuhan dilakukan impor sebesar 1,84 juta ton. Pada periode 2007 – 2011 produksi jagung nasional telah melampaui kebutuhan konsumsinya. Namun demikian, impor jagung tetap dilakukan yaitu sebesar 414 ribu ton pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 2,37 juta ton pada tahun 2011. Aktivitas impor jagung masih terus berjalan seiring waktu, meskipun trend produksi jagung nasional menunjukkan peningkatan. Impor ini dilakukan khususnya oleh pelaku industri pakan ternak. Alsannya antara lain adalah : 1. Kepastian pasokan dan kemudahan memporoleh bahan baku. Industri kesulitan melacak keberadaan stok kelebihan produksi yang ada. 2. Produksi jagung di dalam negeri tidak kontinyu sepanjang tahun. Panen jagung terjadi pada dua periode yakni Januari-Mei dan Sepetember -Desember, sehingga ada kekosongan pasokan pada Juni-Agustus. 3. Membeli jagung di pasar internasioanl hanya berhubungan dengan satu pedagang internasional. Hal ini berbeda dengan membeli jagung di dalam negeri yang harus berhubungan dengan banyak petani/produsen. Pihak industri lebih menyukai membeli jagung lokal, karena jagung domestik umumnya lebih segar.
III.
KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (KOTA SEMARANG, APRIL 2017)
1. Rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rasio PADi
Jumlah PAD daerah i Jumlah penerimaan daerah i
100%
38.3094 %
Interpretasi : Berdasarkan Rasio PAD diatas dapat dikatakan bahwa pola hubungan Kota Semarang cukup dengan tingkat kemandirian sebesar 38.3094%, sehingga kemampuan keuangan di Kota Semarang termasuk Konsultatif.
2. Rasio Dana Perimbangan (Rasio Transfer)
Rasio transfer i
Jumlah transfer yang diterima daerah i Jumlah penerimaan daerah i
100%
48.1426 %
Interpretasi : Rasio dana perimbangan dari pusat terhadap terhadap APBD (rasio transfer) relative besar. Artinya ketergantunagn Kota Semarang terhadap transfer pemerintah pusat cukup tinggi.
3. Rasio Bagi Hasil Rasio bagi hasil i
Jumlah dana bagi hasil daerah i Jumlah penerimaan daerah i
ℎ
100%
5.4283 %
Interpretasi : Rasio dana bagi hasil kota Semarang sangat kecil. Artinya kota Semarang tidak tergantung dengan transfer dana bagi hasil dari pemerintah daerah.
4. Rasio DAU dan DAK Rasio DAU dan DAK i
Jumlah DAU & DAK daerah i Jumlah penerimaan daerah i
100%
42.7142 %
Interpretasi : Rasio DAU dan DAK terhadap total penerimaan kota Semarang relative besar. Hal ini menunjukkan bahwa kota Semarang tergantung pada transfer DAU maupun DAK.