TEKNIK PENGOLAHAN IKAN SARDEN (Sardinella sp.) DALAM PRODUK KALENG DI PT.
MAYA FOOD INDUSTRIES
PEKALONGAN, JAWA TENGAH
PRAKTEK KERJA LAPANG
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
OLEH :
KHAIRANITA KURNIAWATI
JOMBANG – JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
TEKNIK PENGOLAHAN IKAN SARDEN (Sardinella sp.) DALAM PRODUK KALENG DI PT.
MAYA FOOD INDUSTRIES
PEKALONGAN, JAWA TENGAH
Praktek Kerja Lapang sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
KHAIRANITA KURNIAWATI
NIM : 141111060
Mengetahui; Menyetujui;
Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Dosen Pembimbing,
Universitas Airlangga,
Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si.,
Ph.D.
NIP. 19520517 197803 2 001 NIP. 19700116 199503 1 002
TEKNIK PENGOLAHAN IKAN SARDEN (Sardinella sp.) DALAM PRODUK KALENG DI PT.
MAYA FOOD INDUSTRIES
PEKALONGAN, JAWA TENGAH
Oleh :
KHAIRANITA KURNIAWATI
NIM : 141111060
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat
bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun
kualitasnya dapat diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan
Telah diujikan pada
Tanggal : 19 Maret 2014
KOMISI PENGUJI
Ketua : Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.
A n g g o t a : Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes.
Agustono, Ir., M.Kes.
Surabaya, 19 Maret 2014
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Dekan,
Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA.
NIP. 19520517 197803 2 001
RINGKASAN
KHAIRANITA KURNIAWATI. Teknik Pengolahan Ikan Sarden (Sardinella sp.) dalam
Produk Kaleng di PT. Maya Food Industries Pekalongan, Jawa Tengah. Dosen
Pembimbing Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.
Ikan sarden merupakan salah satu ikan komoditas penting dan banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk olahan. Salah
satu jenis ikan sarden yaitu ikan lemuru. Ikan ini sangat mudah mengalami
kerusakan (perishable food) dan cepat membusuk, sehingga perlu adanya
pengolahan terhadap ikan jenis ini. Jenis pengolahan yang dapat mengawetkan
ikan dalam jangka waktu yang lama yaitu dengan cara pengalengan. Tujuan
dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk memperoleh pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan kerja serta mengetahui hambatan dalam usaha
pengalengan ikan sarden dan manajemen perusahaan.
Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di Jalan Jlamprang, Desa
Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Provinsi Jawa
Tengah pada tanggal 20 Januari-15 Februari 2014. Metode kerja yang
digunakan adalah metode deskriptif dengan pengambilan data meliputi data
primer dan data sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi,
wawancara, partisipasi aktif dan studi pustaka.
PT. Maya Food Industries merupakan perusahaan swasta nasional dan
berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Perusahaan ini selain bergerak
dibidang pengalengan ikan juga mampu memproduksi produk perikanan lain
seperti surimi, bakso ikan, fish stick dan sebagainya. Dalam menjalankan
usahanya dipimpin oleh seorang Managing Director yang dibantu oleh manajer
pada 10 departemen. Pengalengan ikan terdiri dari tahap persiapan bahan
baku, thawing udara, pemotongan dan pengeluaran isi perut, pencucian
pertama, pengisian ikan ke dalam kaleng, cek pengisian dan cek kebersihan,
pre cooking selama 20 menit pada suhu 90°C, penirisan produk dari air pre
cooking, pengisian medium saus tomat kekentalan 28-30° Brix dengan
menyisakan head space sebesar 3 mm, penutupan kaleng, pencucian kedua
dengan menggunakan air bersuhu 70°C dan sabun, sterilisasi pada suhu 117°C
dan tekanan 0,70-0,80 kg/cm2 dalam waktu 80-90 menit, pendinginan, inkubasi
selama 7 hari, labelling dan pengemasan, serta penyimpanan. Hambatan yang
dihadapi perusahaan ini adalah ketersediaan ikan lemuru yang tidak selalu
ada sehingga proses produksi tidak selalu berjalan rutin, mesin yang
mengalami gangguan ditengah kegiatan produksi serta bencana banjir yang
menyebabkan kaleng mudah berkarat.
SUMMARY
KHAIRANITA KURNIAWATI. Technique of Sardine Fish Processing in Canned
Product in PT. Maya Food Industries Pekalongan, Central Java. Academic
Advisor as Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Sc., Ph.D.
Sardine fish is one of the important fish comodity and mostly consumed
by Indonesian people in various product. One kind of the sardine fish that
is lemuru. This fish is easy to be damage (perishable food) and easy to be
decayed in order to need the methods in processing this fish. The type of
processing which can preserve fish in the long period of time that is
canning method. The purpose of this Field Work Practice (PKL) is to obtain
knowledge, experience and the skill in worked as well as to know the
obstacles in canned sardine fish bussiness and the company management.
The Field Work Practice was carried out in Jlamprang Road, Krapyak
Lor Village, Sub-distric of North Pekalongan, Central Java on 20th January
to 15th February, 2014. The work method implemented was the descriptive
method that was by taking the data such as the primary data and secondary
data. Data were collected by observation, interview, active participation
and literature study.
PT. Maya Food Industries is the national private company and a form
of legal entity is limited liability company. This company beside of
undergoing the canning fish, this company also produces the other fish
products such as surimi, fish meatball, fish stick and so on. The company
is leaded by a managing director in operating this company in which a
manager director is helped by the manager in 10 departements. The canned
fish consist of several steps such in preparing the raw material, the air
thawing, cutting and abdominal evisceration, first washing, filling the
fish into can, checking the filled and checking the hygiene, pre cooking
during 20 minutes in the temperature of 90oC, draining the product by water
in pre cooking, the filling of tomatto sauce medium which viscosity 28-30°
Brix by leaving head space 3 mm in sized, the process of lidding can, the
second washing by using the water in temperature of 70oC and a soap,
sterilization process in temperature of 117°C and the pressure around 0.70-
0.80 kg/cm2 during 80-90 minutes, cooling, incubating for 7 days, labelling
and packaging, and storage. Barriers encountered these company is the
availability of fish lemuru does not always exist so that the production
process does not always run regularly, the machine is disturbed amid
production activities and floods that caused the can easily corroded.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Praktek Kerja Lapang (PKL)
tentang teknik pengalengan ikan sarden ini dapat terselesaikan. Karya
ilmiah ini disusun berdasarkan hasil praktek kerja lapang yang telah
dilaksanakan pada perusahaan pengalengan ikan sarden yaitu PT. Maya Food
Industries yang terletak di Jalan Jlamprang, Desa Krapyak Lor, Kecamatan
Pekalongan Utara, Kota Pekalongan pada tanggal 20 Januari hingga 15
Februari 2014. Tidak lupa, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT karena telah memberikan limpahan rahmatNya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini
dengan tepat waktu.
2. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril dan
materil kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya praktek kerja
lapang ini dengan baik.
3. Ibu Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA. selaku Dekan Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang memberikan kesempatan
kepada penulis dalam melaksanakan praktek kerja lapang.
4. Bapak Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D. sebagai Dosen Pembimbing
yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak
penyusunan proposal hingga terselesaikannya penyusunan laporan Praktek
Kerja Lapang (PKL) ini dengan tepat waktu.
5. Ibu Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes dan Bapak Agustono, Ir., M.Kes sebagai
Dosen Penguji pada sidang Praktek Kerja Lapang (PKL) dan memberikan
masukan yang membangun kepada penulis.
6. Bapak Eka Setyadi S.T sebagai Pembimbing Lapangan kerja praktek yang
memberikan ilmu, pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama penulis
melakukan praktek kerja lapang di PT. Maya Food Industries.
7. Bapak Jones H. Simbolon S.H sebagai Kepala HRD yang telah mengizinkan
penulis dalam melaksanakan praktek kerja lapang di PT. Maya Food
Industries dan telah memberikan masukan dan ilmunya kepada penulis.
8. Bapak Sugeng, Mas Riski Hermawan, Ibu Titik, Ibu Win dan seluruh
karyawan PT. Maya Food Industries yang memberikan ilmu dan informasi
kepada penulis terkait pengumpulan data-data yang dibutuhkan penulis
untuk menyusun laporan praktek kerja lapang ini.
9. Aditia, Hikmah, Dendi, Mira, Septian, Elkana, Dina, Nia, Hestu serta
kawan-kawan lainnya yang merupakan teman seperjuangan dalam melaksanakan
praktek kerja lapang di PT. Maya Food Industries selama satu bulan.
10. Mas Indra Tri Prayugi, Mbak Mardiah Rahma dan teman-teman Octopus 2011
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam pelaksanaan maupun
penyelesaian laporan praktek kerja lapang ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan,
sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi mahasiswa
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Airlangga, Surabaya yang berguna untuk kemajuan serta
pengembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama pengolahan
ikan.
Surabaya, Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN iv
SUMMARY vi
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
1.3 Manfaat 3
II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Deskripsi Ikan Sarden 4
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi 4
2.1.2 Habitat dan Penyebaran 6
2.1.3 Reproduksi 8
2.1.4 Makanan 8
2.1.5 Kandungan Gizi 9
2.2 Manajemen Perusahaan 10
2.2.1 Pengertian Manajemen Perusahaan 10
2.2.2 Manajemen Strategis 11
2.2.3 Tingkatan Strategis 13
2.2.4 Jenis Strategi Alternatif 14
2.3 Pengalengan 17
2.3.1 Pengertian Pengalengan 17
2.3.2 Proses Pengalengan Ikan 18
III PELAKSANAAN 27
3.1 Tempat dan Waktu 27
3.2 Metode Kerja 27
3.3 Metode Pengumpulan Data 27
3.3.1 Data Primer 27
3.3.2 Data Sekunder 29
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 30
4.1 Keadaan Umum Lokasi PKL 30
4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan 30
4.1.2 Keadaan Topografi dan Geografi 31
4.1.3 Sarana dan Prasarana Perusahaan 32
4.2 Manajemen Perusahaan 33
4.2.1 Visi dan Misi Perusahaan 33
4.2.2 Tujuan Perusahaan 33
4.2.3 Struktur Organisasi 34
4.2.4 Ketenagakerjaan 40
4.2.5 Spesifikasi Produk 43
4.2.6 Kapasitas Produksi 47
4.3 Peralatan Produksi 47
4.4 Bahan Baku Produksi 54
4.5 Bahan Pengemas 59
4.6 Pengalengan Ikan 61
4.6.1 Persiapan Bahan Baku 62
4.6.2 Pencairan (Thawing) 62
4.6.3 Pemotongan dan Pengeluaran Isi Perut 64
4.6.4 Pencucian 1 64
4.6.5 Pengisian (Filling) 65
4.6.6 Cek Pengisian dan Cek Kebersihan 66
4.6.7 Pemasakan Awal (Pre-cooking) 67
4.6.8 Penirisan (Drying) 68
4.6.9 Pengisian Medium (Filling Medium) 68
4.6.10 Penutupan Kaleng (Seaming) 70
4.6.11 Pencucian 2 71
4.6.12 Sterilisasi 72
4.6.13 Pendinginan (Cooling) 73
4.6.14 Inkubasi 74
4.6.15 Pemberian Label dan Pengemasan 75
4.6.16 Penyimpanan (Storage) 77
4.7 Analisis Usaha 78
4.8 Hambatan dan Pengembangan Usaha 80
4.8.1 Hambatan Usaha 80
4.8.2 Pengembangan Usaha 81
V KESIMPULAN DAN SARAN 82
5.1 Kesimpulan 82
5.2 Saran 83
DAFTAR PUSTAKA 85
LAMPIRAN 88
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimia ikan sarden menurut FAO 10
2. Ketahanan panas bakteri pada proses sterilisasi produk kaleng
23
3. Jumlah karyawan PT. Maya Food Industries 41
4. Kapasitas exhaust box 49
5. Kapasitas alat penutup kaleng (Can Seamer) 51
6. Jenis dan ukuran kaleng 60
7. Kapasitas karton 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ikan sarden 4
2. Distribusi penyebaran ikan sarden di WIB 7
3. Produk ikan sarden dan mackarel kaleng 45
4. Produk tambahan PT. Maya Food Industries 45
5. Ikan diletakkan di ante room 62
6. Proses thawing ikan 63
7. Proses pemotongan tubuh ikan 64
8. Pencucian ikan 65
9. Pengisian ikan pada kaleng 66
10. Cek pengisian dengan timbangan 67
11. Proses pemasukan kaleng pada exhaust box 68
12. Proses penirisan 68
13. Pengisian saus tomat 70
14. Penutupan kaleng 71
15. Pencucian kaleng 71
16. Kaleng dimasukkan kedalam retort 73
17. Kaleng pada bak pendingin 74
18. Kaleng diinkubasi pada ruang pengemasan 75
19. Labelling 76
20. Proses labelling dan pengemasan 76
21. Penyimpanan produk 77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Tata letak dan denah unit produksi 88
2. Struktur organisasi PT. MFI Pekalongan 89
3. Sertifikat MUI, GMP, ISO, dan HACCP 90
4. Score sheet tes organoleptik sesuai dengan SNI 94
5. Alur proses produksi pengalengan ikan 98
6. Analisis usaha PT. Maya Food Industries 99
7. Data penerimaan bahan baku 101
8. Dokumentasi peralatan produksi 102
I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ikan sarden merupakan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dalam berbagai bentuk olahan. Jenis ikan sarden yang banyak
terdapat di Indonesia adalah ikan lemuru. Karena nama lemuru kurang dikenal
di masyarakat, maka dipergunakanlah nama sarden yang juga merupakan nama
genus dari ikan lemuru ini. Menurut Rasyid (2003), ikan lemuru (Sardinella
sp.) merupakan jenis ikan pelagik kecil yang banyak dijumpai di perairan
Indonesia. Ada dua jenis ikan lemuru yang memiliki nilai ekonomis penting
adalah S. sirm dan S. longiceps. S. sirm banyak ditemukan di laut Jawa.
Tegal dan Pekalongan merupakan tempat pendaratan terbesar jenis lemuru ini.
Sedangkan S. longiceps didapatkan dalam jumlah besar di Selat Bali. Ikan
lemuru termasuk ikan berkualitas rendah dan kurang mendapat perhatian di
Indonesia, harganya relatif rendah dan cepat mengalami penurunan mutu.
Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari
pembusukan dan kerusakan. Selain itu juga untuk memperpanjang daya awet dan
mendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan (PPKP, 2012). Adanya
diversifikasi produk, maka dapat menambah nilai jual dari ikan itu sendiri
dan memberi pilihan bagi konsumen dalam menikmati ikan yang dapat terdiri
dari berbagai jenis olahan. Menurut Rasyid (2003), pada pengolahan ikan
sarden terdapat beberapa cara yaitu dalam bentuk ikan kaleng, pindang, ikan
asin dan tepung.
Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan ikan
modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan pangan
dikemas secara hermatis dalam suatu wadah baik kaleng, gelas, atau
alumunium. Pengemasan secara hermatis dapat diartikan bahwa penutupannya
sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan
oksidasi maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008). Pengalengan ikan
sarden ini umumnya dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan bahan baku
ikan lokal dan dapat pula dipasok dari ikan impor untuk memenuhi kebutuhan
produksi perusahaan (Bali Post, 2003). Dengan pengalengan yang dilakukan
tersebut maka ikan mengalami peningkatan harga jual dan dapat dipasarkan ke
masyarakat luas, tidak hanya di daerah tempat banyak ditemukannya ikan ini
(Maleva, 2011).
Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pengalengan ikan sarden
yaitu PT. Maya Food Industries. Perusahaan tersebut telah lama beroperasi
dalam menghasilkan ikan sarden kaleng yang dipasarkan hampir ke seluruh
Indonesia. Dengan adanya praktek kerja lapang ini dapat diketahui cara atau
teknik pengalengan ikan yang dilakukan perusahaan tersebut serta manajemen
perusahaan yang diterapkan. Serta memahami pengolahan ikan dengan baik dan
benar sehingga dapat dihasilkannya produk yang berkualitas dan layak
dikonsumsi masyarakat.
2. Tujuan
Tujuan dilakukannya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini yaitu :
1. Mengetahui teknik pengolahan ikan sarden untuk dijadikan produk kaleng
hingga dapat dipasarkan di PT. Maya Food Industries Pekalongan, Jawa
Tengah
2. Mengetahui manajemen perusahaan yang diterapkan di PT. Maya Food
Industries Pekalongan, Jawa Tengah
3. Mengetahui permasalahan yang timbul baik dalam proses pengalengan ikan
sarden maupun dalam kegiatan manajemen perusahaan di PT. Maya Food
Industries Pekalongan, Jawa Tengah
3. Manfaat
Dengan adanya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, mahasiswa diharapkan
mampu untuk meningkatkan wawasan, keterampilan, serta mendapatkan
pengalaman baru dalam teknik pengalengan ikan sarden. Selain itu mahasiswa
mendapat gambaran secara langsung kondisi di lapangan mengenai pengalengan
ikan yang dilakukan oleh perusahaan pengolahan ikan serta mengetahui
kendala yang sering ditemui oleh perusahaan pengolahan ikan dalam kegiatan
pengalengan ikan setiap bulannya.
II TINJAUAN PUSTAKA
1. Deskripsi Ikan Sarden
1. Taksonomi dan Morfologi
Klasifikasi ikan sarden (Sardinella sp.) menurut Saanin (1984) dalam
Khalishi (2011) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Clupeiformes
Family : Clupeidae
Genus : Sardinella
Spesies : Sardinella sp.
Sardinella lemuru
Sardinella fimbriata
Gambar 1. Ikan sarden
Sumber : PIPP (2012)
Sarden memiliki bentuk mulut non protaktil dengan ukuran sedang,
posisi sudut mulut ikan tersebut satu garis lurus dengan sisi bawah bola
mata, tubuh berbentuk torpedo, sirip punggung berbentuk sempurna dan
terletak di pertengahan dengan permulaan dasar di depan sirip perut, sirip
dada di bawah linea lateralis, sirip perut sub abdominal, sirip ekor
berbentuk bulan sabit (Saanin, 1986 dalam Swagger, 2012).
Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama
lainnya, beberapa ada yang mempunyai perbedaan morfologis, yang menandakan
bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo, 1982 dalam Syakila, 2009).
Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang
terlihat pada S. fimbriata dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan
atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama pada S. lemuru Bleeker
(Syakila, 2009).
A. Ikan Lemuru (S. lemuru)
Ikan lemuru yang terkenal di Indonesia pada awalnya adalah S.
longiceps yang terkonsentrasi di Selat Bali dan sekitarnya. Selain pada S.
longiceps, nama lemuru juga diberikan pada jenis-jenis lain dari marga
Sardinella, yaitu S. lemuru, S. sirm, S. leiogastes dan S. aurita
(Burhanuddin et al., 1984 dalam Nababan, 2009).
Ikan lemuru termasuk ikan pelagik kecil pemakan plankton. Hidupnya
bergerombol, badannya bulat memanjang, bagian perut agak membulat dengan
sisik duri yang agak tumpul dan tidak menonjol. Panjang badannya dapat
mencapai 23 cm, namun umumnya 17-18 cm. Warna badan biru kehijauan di
bagian atas, sedangkan bagian bawah putih keperakan. Pada bagian atas
penutup insang sampai pangkal ekor terdapat sebaris totol-totol hitam atau
bulatan-bulatan kecil berwarna gelap. Siripnya berwarna abu-abu kekuning-
kuningan, sedangkan warna sirip ekor kehitaman (Dwiponggo, 1982 dalam
Aprilia, 2011).
B. Ikan Tembang (S. fimbriata)
Ikan tembang memiliki bentuk badan memanjang dan pipih. Sisik-sisik
duri terdapat di bagian bawah badan. Awal sirip punggung sedikit ke depan
dari pertengahan badan, berjari-jari lemah 16-19. Tapis insangnya halus,
berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan ini hidup
bergerombol membentuk gerombolan besar. Ukurannya dapat mencapai 16 cm,
namun umumnya 12,5 cm. Warnanya biru kehijauan pada bagian atas, putih
perak pada bagian bawah. Warna sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus
cahaya (Sardjono, 1979 dalam Bachrin dkk, 2011).
Sirip punggung ikan tembang terdiri dari jari-jari lemah yang
berbuku-buku dan berbelah. Sirip pada punggung bersisik, tidak bersungut
dan tidak berjari-jari keras. Tidak bersirip punggung tambahan yang seperti
kulit, tidak memiliki bercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang
dan sirip dada sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang
bersiku. Sirip perut jauh ke belakang di depan sirip dubur, rahang sama
panjang, tutup insang satu sama lain tidak melekat, bentuk mulut terminal
(posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta
bergerigi. Gigi lengkap dengan langit-langit, sambungan tulang rahang dan
lidah (Saanin, 1984 dalam Khalishi, 2011).
2. Habitat dan Penyebaran
Sardinella sp. tergolong ikan pelagis. Ruaya ikan ini dipengaruhi oleh
makanan, suhu dan salinitas. Pada siang hari, ikan sarden umumnya berada di
dekat dasar perairan dan membentuk gerombolan yang kompak, sedangkan pada
malam hari bergerak ke dekat permukaan air dalam bentuk gerombolan yang
menyebar dan akan muncul ke permukaan apabila cuaca mendung disertai hujan
gerimis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya temperatur permukaan
(Adianto, 1993 dalam Aprilia, 2011).
Ikan sarden ini menghuni perairan tropis yang ada di daerah Indo
Pasifik, dari teluk Aden sampai dengan perairan Filipina (Sujastani dan
Nurhakim, 1982 dalam Aprilia, 2011). Ikan ini tersebar di Lautan India
bagian timur yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa
Timur dan Bali, Australia sebelah barat dan Lautan Pasifik sebelah barat
(Laut Jawa ke utara sampai Filipina, Hong Kong, Taiwan sampai selatan
Jepang). Di Indonesia, selain di perairan Selat Bali dan sekitarnya, ikan
ini terdapat juga di sebelah selatan Ternate dan Teluk Jakarta (Whitehead,
1985 dalam Nababan 2009).
Gambar 2. Distribusi penyebaran ikan sarden di Wilayah Indonesia Barat
(WIB) Sumber : Triyatna (2013)
Lemuru Bali (S. lemuru) dapat ditangkap secara musiman yakni mulai
awal musim penghujan di sekitar Selat Bali (bulan September-Oktober) hingga
akhir musim dibulan Februari-Maret. Puncak penangkapan berlangsung sekitar
bulan Desember-Januari. Diluar musim tersebut, ikan S. lemuru ini sulit
ditemukan, diduga ikan-ikan ini berpindah ke lapisan perairan yang lebih
dalam (IFT Fishing, 2013).
3. Reproduksi
Menurut Merta (1992) dalam Nababan (2009), ikan-ikan sarden yang
tertangkap di perairan Selat Bali diperkirakan memijah pada bulan Juni-
Juli. Tempat pemijahan diperkirakan tidak jauh dari pantai Selat Bali,
ditandai dengan tertangkapnya ikan-ikan sarden kecil oleh bagan-bagan
tancap di Teluk Pangpang pada Bulan Juni. Diperkirakan ada kelompok ikan
yang memijah pada bulan Oktober sampai November. Ikan cenderung datang ke
pantai untuk bertelur karena salinitasnya rendah. Kemungkinan ikan lemuru
di Selat Bali memijah pada akhir musim hujan setiap tahun, tetapi proses
pemijahan ikan ini masih belum diketahui. Pemijahan dan migrasi ikan ini
dapat terjadi secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar seperti pada spesies
S. aurita dan S. longiceps, hal ini berkaitan dengan kondisi hidrologi
(terutama suhu).
4. Makanan
Penelitian yang dilakukan Merta (1992) dalam Nababan (2009)
menunjukkan bahwa lemuru (S. longiceps) adalah pemakan zooplankton dan
fitoplankton terutama copepoda. Zooplankton merupakan makanan utama,
menduduki presentase sekitar 90,52%-95,54%, sedangkan fitoplankton
berjumlah sekitar 4,46%-9,48%. Copepoda dan decapoda merupakan komponen
zooplankton tertinggi yang masing-masing menduduki tempat pertama dan kedua
(53,76- 55,00% dan 6,50-9,45%).
Dalam kaitan ini Merta (1992) dalam Nababan (2009) berpendapat bahwa
pada musim barat (November-Pebruari) lemuru didapatkan di tepi Selat Bali
dimana jenis plankton didapatkan dalam jumlah yang besar. Pada musim timur
(Juni-Agustus) terjadi upwelling di Selatan Jawa dan di Selat Bali. Hal ini
menyebabkan produktivitas primer meningkat tinggi dan memungkinkan makanan
utama ikan sarden berubah menjadi fitoplankton.
5. Kandungan Gizi
Ikan sarden kaya akan kandungan omega-3 yaitu EPA (eicosapentaenoic)
dan DHA (docohexanoic acid), salah satu jenis lemak tak jenuh yang diyakini
punya banyak manfaat untuk kesehatan (IFT Fishing, 2013). Ikan sarden
mengandung EPA 1.381 mg/100 gram dan DHA 1.138 mg/100 gram. EPA merupakan
asam lemak tak jenuh yang mempunyai khasiat memperlebar saluran darah,
mencegah pergeseran cairan darah, menurunkan tekanan darah, menurunkan
lemak netral dalam cairan darah, meningkatkan HDL (high density
lipoprotein) yang merupakan kolesterol baik menekan LDL (low density
lipoprotein) yang merupakan kolesterol jahat, sehingga dapat mencegah
penyakit jantung, mencegah kegemukan karena menekan bertambahnya sel-sel
lemak dan mencegah timbulnya beberapa jenis alergi. DHA merupakan salah
satu asam lemak tak jenuh, bersama-sama dengan EPA merupakan vitamin F
berfungsi mengaktifkan sel-sel otak. Fungsi lain dari DHA adalah menurunkan
kepekatan kolesterol dalam cairan darah, mencegah pergeseran cairan darah,
mencegah kanker, mencegah histamin penyebab alergi dan memperlambat proses
penuaan dan pemikunan (Ghufran, 2011 dalam Triyatna, 2013).
Menurut FAO, komposisi ikan lemuru dalam keadaan segar dan kering
sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi kimia ikan sarden menurut FAO
"Komposisi Kimia dalam 100 gram Daging Ikan"
"Sarden "
" "Segar "Kering "Satuan "
"Energi "112 "170 "Kalori "
"Lemak "3.2 "1.1 "Gram "
"Protein "19.4 "37.4 "Gram "
"Karbohidrat "0 "0 "Gram "
"Air "76 "45.5 "Persen "
"Serat "0 "0 "Gram "
"Abu "1.4 "16 "Gram "
"Kalsium "96 "228 "Miligram "
"Fosfor "220 "315 "Miligram "
"Besi "1.4 "3.6 "Miligram "
"Natrium "61 "0 "Miligram "
"Kalium "420 "0 "Miligram "
"Thiamine "0.01 "0.01 "Miligram "
"Riboflavin "0.07 "0.1 "Miligram "
"Niacin "7.6 "14.5 "Miligram "
Sumber : Syamsiar (1986) dalam Sonnino (2012)
2. Manajemen Perusahaan
1. Pengertian Manajemen Perusahaan
Perusahaan merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan dibidang
perekonomian (keuangan, industri dan perdagangan), yang dilakukan secara
terus menerus atau teratur (regelmatig), terang-terangan (openlijk) dan
dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba (Saliman, 2005).
Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan tertentu (Hasibuan, 2009). Sumber daya yang dimaksud
meliputi sumber daya manusia yang bertugas untuk mengolahnya, sumber daya
alam sebagai bahan baku kegiatan perusahaan serta sumber daya lainnya
sebagai penunjang kegiatan perusahaan yang dilakukan sehari-hari.
Keberadaan perusahaan bergantung pada manajemen strategis. Manajemen
strategis tersebut bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan
kompetitif perusahaan (David, 2006).
2. Manajemen Strategis
Dalam suatu kegiatan manajemen perusahaan perlu adanya manajemen
strategis sehingga dapat tercapainya tujuan yang dikehendaki perusahaan
tersebut. Menurut David (2004), manajemen strategis dapat didefinisikan
sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi dan mengevaluasi
keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai
tujuannya. Manajemen strategis berfokus pada mengintegrasikan manajemen,
pemasaran, keuangan, produksi, penelitian dan pengembangan, dan sistem
informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Tahapan dalam
manajemen strategis yaitu:
A. Formulasi Strategi
Meliputi kegiatan untuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi
peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan
internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi
dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. Karena tidak ada
organisasi yang memiliki sumber daya tidak terbatas, penyusun strategi
harus memutuskan alternatif strategi mana yang akan memberikan keuntungan
terbanyak. Keputusan formulasi strategi mengikat organisasi terhadap
produk, pasar, sumber daya dan teknologi yang spesifik untuk periode waktu
yang panjang (David, 2004).
B. Implementasi Strategi
Mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat
kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber daya sehingga
strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Pelaksanaan strategis
mencakup mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur
organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan
anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi, serta
menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi (David, 2004).
Implementasi strategi disebut tahap pelaksanaan dalam manajemen
strategis. Melaksanakan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer
untuk menempatkan strategi yang telah diformulasikan menjadi tindakan.
Kemampuan interpersonal sangatlah penting dalam implementasi strategi.
Aktivitas implementasi strategi mempengaruhi semua karyawan dan manajer
dalam organisasi (David, 2004).
C. Evaluasi Strategi
Tahap ini merupakan tahap akhir dari manajemen strategis. Evaluasi
strategi adalah alat utama untuk mendapatkan informasi kapan strategi tidak
dapat berjalan seperti yang diharapkan. Semua strategi dapat dimodifikasi
dimasa datang karena faktor internal dan eksternal secara konstan berubah.
Tiga kegiatan pokok dalam evaluasi strategi yang terdiri dari meninjau
ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini,
mengukur kinerja, serta mengambil tindakan-tindakan korektif. Evaluasi
strategi perlu dilakukan karena keberhasilan saat ini bukan merupakan
jaminan untuk keberhasilan dihari esok (David, 2004).
3. Tingkatan Strategi
Menurut David (2006), aktivitas formulasi, implementasi dan evaluasi
strategi terjadi pada empat tingkat hierarki dalam perusahaan besar antara
lain korporat, divisional atau unit bisnis strategis (strategic business
unit), fungsional dan operasional. Namun dalam perusahaan kecil, hanya
terdapat tiga tingkatan strategi yaitu perusahaan, fungsional dan
operasional. Letak perbedaan antara perusahaan besar dan kecil yakni pada
tingkat strategi divisional.
Dalam perusahaan besar, orang yang dasarnya bertanggung jawab untuk
memiliki strategi yang efektif pada berbagai tingkat mencakup CEO pada
tingkat korporasi; presiden (direktur utama) atau wakil presiden eksekutif
pada tingkat divisional; direktur keuangan, direktur informasi, manajer
sumber daya manusia, direktur pemasaran pada tingkat fungsional; dan
manajer pabrik, manajer penjualan regional dan seterusnya, pada tingkat
operasional. Dalam perusahaan kecil, orang yang dasarnya bertanggung jawab
untuk memiliki strategi yang efektif pada berbagai tingkatan mencakup
pemilik bisnis atau presiden pada tingkat perusahaan dan kemudian pada dua
tingkat bawah adalah orang dalam tingkat yang sama dengan staf di
perusahaan besar (David, 2006).
2.2.4 Jenis Strategi Alternatif
Strategi alternatif yang dapat dijalankan sebuah perusahaan
dikategorikan dalam 4 jenis antara lain strategi integrasi, strategi
intensif, strategi diversifikasi, strategi defensif (David, 2006).
A. Strategi Integrasi
Strategi integrasi ini terdiri dari integrasi kedepan (Forward
Integration Strategy), integrasi kebelakang (Backward Integration Strategy)
dan integrasi horisontal (Horizontal Integration Strategy). Integrasi
kedepan merupakan strategi yang menghendaki agar perusahaan mempunyai
kemampuan yang besar terhadap pengendalian para distributor atau pengecer,
bila perlu dengan memilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan
mendapatkan banyak masalah dengan pendistribusian barang atau jasanya,
sehingga mengganggu pendistribusian tersebut dengan sumber daya yang
dimiliki. Alasan lain, karena distribusi tersebut memiliki prospek yang
baik untuk dimasuki (David, 2006).
Integrasi kebelakang merupakan strategi untuk mencari kepemilikan atau
meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Strategi ini sangat cocok
ketika pemasok perusahaan saat ini tidak dapat diandalkan, terlalu mahal,
atau tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Seperti keterlambatan dalam
pengadaan bahan, kualitas bahan yang menurun, biaya yang meningkat,
sehingga tidak lagi dapat diandalkan (David, 2006).
Integrasi horisontal merupakan strategi yang mengacu pada strategi
yang mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pesaing perusahaan.
Merger, akuisisi dan pengambilalihan antar pesaing memungkinkan
meningkatnya skala ekonomi dan mendorong transfer sumber daya dan
kompetensi (David, 2006).
B. Strategi Intensif
Penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk kadang-
kadang disebut sebagai strategi intensif karena ketiganya membutuhkan usaha
intensif jika posisi kompetitif perusahaan dengan produk yang ada saat ini
akan membaik. Penetrasi pasar merupakan strategi yang berusaha untuk
meningkatkan pangsa pasar suatu produk atau jasa melalui usaha-usaha
pemasaran yang lebih besar. Tujuan dari strategi ini untuk meningkatkan
pangsa pasar dengan usaha pemasaran yang maksimal (David, 2006).
Pengembangan pasar bertujuan agar perusahaan dapat meningkatkan
penjualan dengan cara meningkatkan atau memodifikasi produk atau jasa yang
ada sekarang atau dengan kata lain memperbaiki dan atau mengembangkan
produk yang sudah ada (David, 2006).
Pengembangan produk yaitu strategi yang bertujuan untuk memperkenalkan
produk atau jasa yang ada sekarang ke daerah-daerah yang secara geografis
merupakan daerah baru atau dengan kata lain untuk memperbesar pangsa pasar
(David, 2006).
C. Strategi Diversifikasi
Strategi diversifikasi ini dapat terdiri atas tiga bentuk kegiatan
antara lain diversifikasi konsentrik (Concentric Difersification Strategy),
diversifikasi konglomerat (Conglomerate Diversification Strategy) dan
diversifikasi horisontal (Horizontal Diversification Strategy).
Diversifikasi konsentrik ini dapat dilaksanakan dengan cara menambah produk
atau jasa yang baru tetapi masih berhubungan. Tujuan strategi ini untuk
membuat produk baru yang berhubungan untuk pasar yang sama (David, 2006).
Diversifikasi konglomerat merupakan strategi dengan menambahkan produk
atau jasa yang tidak saling berhubungan. Tujuan strategi ini untuk menambah
produk baru yang tidak saling berkaitan untuk pasar yang berbeda. Sedangkan
diversifikasi horisontal merupakan strategi yang dilakukan dengan
menambahkan produk dan jasa yang baru, tetapi tidak saling berhubungan
untuk ditawarkan kepada konsumen yang ada sekarang (David, 2006).
D. Strategi Defensif
Sebagai tambahan atas strategi integratif, intensif dan diversifikasi,
organisasi juga dapat menjalankan retrenchment, divestasi, atau likuidasi.
Retrenchment merupakan strategi yang dapat dilaksanakan ketika suatu
organisasi mengelompokkan ulang melalui pengurangan asset dan biaya untuk
membalikkan penjualan dan laba yang menurun. Retrenchment disebut juga
berputar (turnaround) yang dirancang agar perusahaan mampu bertahan pada
pasar persaingannya. Retrenchment dapat melibatkan penjualan tanah dan
gedung untuk meningkatkan kas, memotong lini produk, menutup bisnis yang
labanya sangat tipis, menutup pabrik yang tua dan kuno, mengotomatisasi
proses, mengurangi jumlah karyawan dan menetapkan sistem kontrol
pengeluaran (David, 2006).
Strategi divestasi merupakan strategi menjual satu divisi atau bagian
dari perusahaan. Strategi ini sering digunakan dalam rangka penambahan
modal dari suatu rencana investasi atau untuk menindaklanjuti strategi
akuisisi yang telah diputuskan untuk proses selanjutnya. Strategi ini dapat
dilaksanakan melalui reduksi biaya dan aset perusahaan (David, 2006).
Strategi likuidasi merupakan strategi menjual seluruh asset perusahaan
yang dapat dihitung nilainya. Strategi ini bertujuan untuk menghentikan
operasi perusahaan atau menutup perusahaan daripada meneruskan akan tetapi
rugi (David, 2006).
3. Pengalengan
1. Pengertian Pengalengan
Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan ikan
modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan pangan
dikemas secara hermetis dalam suatu wadah baik kaleng, gelas, atau
alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya
sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan
oksidasi maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008).
Pengalengan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan bahan
makanan, terutama ikan dan hasil perikanan lainnya dari pembusukan. Dalam
pengalengan ini daya tahan ikan yang diawetkan jauh lebih bagus
dibandingkan pengawetan cara lain. Namun dalam hal ini dibutuhkan
penanganan yang lebih intensif serta ditunjang dengan peralatan yang serba
otomatis. Sebab dalam proses pengalengan, ikan atau hasil perikanan lain
dimasukkan dalam suatu wadah yang ditutup rapat agar udara maupun
mikroorganisme perusak yang datang dari luar tidak dapat masuk. Selanjutnya
wadah dipanasi pada suhu tertentu dalam jangka waktu tertentu pula untuk
mematikan mikroorganisme yang ikut terbawa pada produk yang dikalengkan
(Murniyati dan Sunarman, 2004). Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai
adalah bakteri anaerob seperti Clostridium botulinum yang tahan terhadap
suhu tinggi. Bakteri menyukai suhu diatas 55°C (Adawyah, 2008).
2. Proses Pengalengan Ikan
Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa
tahap, diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan kedalam kaleng,
pengisian medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan
(Desrosier, 1978 dalam Utami, 2012).
Adawyah (2008), menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya,
pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu
direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat dan dibumbui. Ada
pula pembagian produk pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang
dikalengkan, dalam keadaan mentah atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya
(2008) menambahkan bahwa proses pengalengan ikan terdiri dari penyiapan
wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah dan proses
pengalengan.
A. Persiapan Bahan
Penyiapan wadah terdiri dari proses pembersihan wadah sebelum dipakai
dan pemberian kode. Untuk pembersihan wadah dapat dilakukan dengan wadah
dicuci terlebih dahulu dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci.
Sedangkan untuk pemberian kode pada wadah perlu diberikan kode tentang
tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat dan nomor dari batch
pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada
suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang
dihasilkan (Hudaya, 2008).
Penyiapan bahan mentah dapat terdiri dari sortasi dan grading,
pencucian, pengupasan atau pemotongan bahan mentah. Sortasi dilakukan untuk
memilih bahan yang masak optimal untuk buah-buahan dan bahan yang
berkualitas untuk sayuran, daging atau ikan. Sortasi dan grading dapat
dilakukan berdasarkan ukuran atau diameter, berat jenis atau warna.
Selanjutnya proses pembersihan, proses ini dimaksudkan untuk menghilangkan
kotoran-kotoran dari bahan baku dapat dilakukan dengan cara pencucian
dengan air dingin untuk sayur-sayuran dan buah-buahan, dan menghilangkan
bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk daging dan ikan. Pencucian dapat
dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air (Hudaya,
2008).
Pengupasan dilakukan untuk membuang bagian-bagian yang tidak dapat
dimakan dan tidak diinginkan, seperti kulit, tangkai, bagian-bagian yang
cacat atau busuk, dan lain sebagainya. Blansing dilakukan pada sayur-
sayuran dan buah-buahan. Blansing dapat dilakukan dengan merendamnya
sebentar dalam air mendidih atau dengan uap air panas, kemudian diikuti
dengan pendinginan dalam air (Hudaya, 2008).
Untuk bahan yang dibekukan dilakukan dengan uap air panas, sedangkan
pada bahan yang akan dikalengkan digunakan blansing dengan cara perendaman
dalam air panas. Dan proses terakhir dengan penambahan bahan tertentu,
dapat diberikan larutan garam dengan konsentrasi 1-3 % sebagai media untuk
sayur-sayuran, daging dan ikan, minyak dipakai untuk pengalengan ikan,
larutan sirup (sukrosa atau glukosa) untuk pengalengan buah-buahan (Hudaya,
2008).
B. Pengisian Bahan Pangan
Pengisian bahan pangan kedalam wadah harus memperhatikan ruangan pada
bagian dalam atas kaleng (head space). Head space adalah ruang kosong
antara permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan
untuk pengembangan produk selama disterilisasi agar tidak menekan wadah
karena dapat menyebabkan kaleng menjadi menggelembung (Adawyah, 2008).
Besarnya head space bervariasi tergantung jenis produk dan jenis
wadah. Umumnya untuk produk cair dalam kaleng, tinggi head space adalah
sekitar 0,25 inci, sedangkan bila wadah yang digunakan adalah gelas jars,
direkomendasikan head space yang lebih besar (Adawyah, 2008). Bila dalam
pengalengan tersebut ditambahkan medium pengalengan, tinggi head space
tidak boleh kurang dari 0,25 inchi, tetapi bila produk dikalengkan tanpa
penambahan medium, diperbolehkan produk diisi sampai hampir penuh dengan
meninggalkan sedikit ruang head space (Muchtadi, 1994 dalam Utami, 2012).
Pengisian bahan kedalam wadah harus seragam dengan tujuan untuk
mempertahankan keseragaman rongga udara (head space), memperoleh produk
yang konsisten dan menjaga berat bahan secara tetap (Utami, 2012).
C. Pengisian Medium
Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang ditambahkan
kedalam produk waktu proses pengisian. Jenis-jenis medium yang biasa
digunakan adalah larutan garam, sirup, kaldu dan minyak. Larutan garam
digunakan untuk bahan pangan yang tidak asam, sirup digunakan untuk buah-
buahan, kaldu untuk daging dan minyak digunakan untuk ikan dan hasil
perikanan lainnya. Medium pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa
pada produk kalengan, dan juga berfungsi untuk mengurangi waktu
sterilisasi, dengan cara meningkatkan proses perambatan panas serta dapat
mengurangi korosi kaleng dengan cara menghilangkan udara (Adawyah, 2008).
D. Penghampaan Udara
Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), penghampaan udara
(exhausting) adalah proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas
lain dari dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga tidak
mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk kalengan. Exhausting
juga dilakukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan produk selama
proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari
dan untuk meningkatkan suhu produk didalam wadah sampai mencapai suhu awal
(initial temperature). Penutupan wadah dilakukan setelah proses penghampaan
udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan.
Tujuan exhausting antara lain mencegah terjadinya tekanan yang
berlebihan dalam wadah pada waktu sterilisasi, mengeluarkan O2 dan gas-gas
dari makanan dan kaleng, mengurangi kemungkinan terjadinya karat atau
korosi, agar tutup kaleng tetap cekung, mencegah reaksi oksidasi yang dapat
menimbulkan kerusakan flavour serta kerusakan vitamin, misalnya vitamin A
dan vitamin C (Hudaya, 2008).
E. Penutupan Wadah (Sealing)
Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus
sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produk. Sebelum wadah ditutup
diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan
perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng atau wadah perlu dibersihkan
jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng atau wadah.
Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2°C) yang mengandung
larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0-1,5% kemudian dibilas dengan air
bersih beberapa kali (Hudaya, 2008).
F. Sterilisasi
Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), sterilisasi adalah
operasi yang paling penting dalam pengalengan makanan. Sterilisasi tidak
hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi
juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari
penampilannya, teksturnya dan cita rasa sesuai yang diinginkan. Oleh karena
itu, proses pemanasan ini harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk
menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat
produk menjadi terlalu masak.
Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), sterilisasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya jenis mikroba yang dihancurkan, kecepatan
perambatan panas kedalam titik dingin, suhu awal bahan pangan di dalam
wadah, ukuran dan jenis wadah yang digunakan, suhu dan tekanan yang
digunakan untuk proses sterilisasi dan keasaman atau pH (power of hydrogen)
produk yang dikalengkan.
Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), berdasarkan derajat
keasaman atau pH produk pangan, operasi sterilisasi dapat digolongkan
menjadi dua kelas, yaitu produk yang disterilisasi pada suhu 100°C yang
merupakan suhu air mendidih pada tekanan atmosfer dan produk yang harus
disterilisasi pada suhu lebih tinggi dari 100°C. Bahan pangan yang asam (pH
< 4.5) seperti sari buah, buah-buahan, beberapa macam sayuran, umumnya
disterilisasi dengan cara memanaskan wadah dalam waktu yang cukup agar suhu
pada titik dingin mencapai 93°C atau lebih. Dengan cara ini, mikroba yang
dapat membusukkan bahan pangan asam dapat hancur. Golongan bahan pangan
lainnya yang memiliki pH ˃ 4,5 seperti sayuran yang tidak asam, sup,
daging, ikan dan unggas, dilakukan sterilisasi pada suhu tinggi dibawah
tekanan, agar diperoleh tingkat sterilitas yang memadai.
Tabel 2. Ketahanan panas bakteri pada proses sterilisasi produk kaleng
Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (2008) dalam Utami (2012)
Secara industri, teknik pengemasan untuk mengawetkan makanan sudah
sangat berkembang, sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk pangan
beberapa bulan hingga beberapa tahun. Menurut Hariyadi (2000) dalam Utami
(2012), ada beberapa keuntungan dari proses termal. Keuntungan dari proses
pemanasan atau pemasakan ini adalah terbentuknya tekstur dan cita rasa yang
khas dan disukai, rusak atau hilangnya beberapa komponen anti gizi,
peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna
protein dan karbohidrat, terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan
keamanan dan keawetan pangan dan menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak
sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan.
Ada pula kerugian yang diakibatkan oleh proses pemanasan, antara lain
adanya kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu (umumnya yang
berkaitan dengan mutu organoleptik seperti tekstur, warna dan lain-lain),
terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Oleh karena
itu, proses pengolahan dengan suhu tinggi perlu dikendalikan dengan baik.
Kontrol terpenting dalam pemanasan adalah kontrol suhu dan waktu. Selama
pemanasan terdapat dua hal penting yang terjadi, yaitu destruksi atau
reduksi mikroba dan inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki. Proses
pemanasan untuk meningkatkan daya simpan, dilakukan dengan cara blansir,
pasteurisasi dan sterilisasi (Hariyadi, 2000 dalam Utami, 2012).
G. Pendinginan (Cooling)
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit diatas suhu kamar (35-
40°C) dengan maksud agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap
sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah untuk
mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan serta mencegah
tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati
(Hudaya, 2008).
Adawyah (2008) menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat
dilakukan maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak
tekstur dan cita rasa. Selain itu, selama produk berada pada antara suhu
ruang dan proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan
distimulir. Pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan
hidup akan shock dan kemudian akan mati.
H. Penyimpanan
Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu
yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur
dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan
terjadinya reaksi kimia. Selain itu, juga memacu pertumbuhan bakteri yang
pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat
mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15°C. Suhu penyimpanan
yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur,
warna, rasa serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal
tersebut maka penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH
(kelembaban udara) rendah dan ventilasi atau pertukaran udara didalam
ruangan penyimpanan harus baik. Penyimpanan bertujuan agar makanan yang
dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan
diangkut atau dipasarkan.
III PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Tempat dan Waktu
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di PT. Maya Food
Industries Pekalongan, Jawa Tengah. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal
20 Januari hingga 15 Pebruari 2014.
3.2 Metode Kerja
Dalam melaksanakan PKL ini, metode yang digunakan adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2011).
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pada kegiatan PKL ini, data yang diambil ada dua jenis yakni data
primer dan data sekunder.
3.3.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber
asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subyek
(orang) secara individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda
(fisik) dan partisipasi aktif. Kelebihan penggunaan sumber data primer
adalah peneliti dapat mengumpulkan data sesuai dengan yang diinginkan
karena data yang tidak relevan dapat dieliminasi atau setidaknya dikurangi
(Nazir, 2011).
A. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan
pertanyaan secara lisan kepada sumber. Teknik wawancara dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu melalui tatap muka atau melalui telepon (Sangadji dan
Sopiah, 2010). Wawancara pada praktek kerja lapang ini dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang sejarah pendirian perusahaan, struktur
organisasi, ketenagakerjaan perusahaan, pemasaran, teknik pengalengan ikan
sarden dan hambatan yang dihadapi dalam proses pengalengan ikan di PT. Maya
Food Industries.
B. Observasi
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek, obyek atau
kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan
yang diteliti (Sangadji dan Sopiah, 2010). Pada kegiatan praktek kerja
lapang ini, observasi dilakukan pada proses kedatangan bahan baku,
penyimpanan ikan di dalam cold storage, pemotongan ikan, pencucian,
pengisian dalam kaleng, penimbangan, pemasakan awal ikan, pengisian saus
tomat, penutupan kaleng, sterilisasi kaleng, pemberian label pada kaleng
dan karton, pengemasan, penyimpanan, pengelolaan water treatment serta
sarana prasarana perusahaan.
C. Partisipasi Aktif
Partispasi aktif dilakukan dengan berpartisipasi didalam berbagai
situasi dan berperan aktif didalamnya (Nazir, 2011). Partisipasi aktif yang
dilakukan pada kegiatan pengalengan ikan sarden ini meliputi kegiatan
pemotongan ikan, pencucian, pengisian dalam kaleng, penimbangan, pemberian
label pada kaleng dan karton, sortasi kaleng penyok dan pengemasan.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder yang didapatkan pada
praktek kerja lapang ini berupa dokumentasi, majalah, koran, buku catatan
atau laporan yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan (Sangadji dan
Sopiah, 2010). Data sekunder yang didapatkan berupa struktur organisasi
perusahaan, tata letak bangunan, dokumentasi peralatan dan proses
pengalengan, sertifikat ISO, HACCP, GMP dan MUI.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang
4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT. Maya Food Industries merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing
(PMA) murni dan salah satu perusahaan dibawah naungan Maya Group. Pada
mulanya, PT. Maya Food Industries ini bernama PT. Bali Maya Permai
Pekalongan yang didirikan pada tanggal 26 Juni 1979. PT. Bali Maya Permai
Pekalongan ini merupakan cabang dari PT. Bali Maya Permai yang terletak di
Desa Tegal Badeng, Kecamatan Negara, Kabupaten Tabalin, Bali. PT. Bali Maya
Permai Pekalongan dimiliki oleh Soekardjo Wibowo, Soekardi Wibowo dan
Baswan yang ketiganya orang Indonesia serta Mr. Chang yang berasal dari
Singapura. PT. Bali Maya Permai Pekalongan merupakan perusahaan swasta
nasional dan berbadan hukum perseroan terbatas. Operasi percobaan PT. Bali
Maya Permai Pekalongan dimulai pada bulan September 1981 berdasarkan izin
TK II No. 53547 yang ditetapkan tanggal 2 Mei 1981 oleh Walikota
Pekalongan. Perusahaan menghasilkan produk pertama dan mulai dipasarkan
pada bulan April 1982 dibawah pimpinan Bapak Ir. Hasdi Prawira.
Pada tahun 1995, PT. Bali Maya Permai Pekalongan hampir mengalami
kebangkrutan karena krisis ekonomi. Dalam kondisi demikian, perusahaan
menjual seluruh saham perusahaan pada Mr. Chang. Perusahaan ini kemudian
tergabung dalam Perusahaan Maya Food Government yang berpusat di Singapura
dan merupakan Member of Maya Group. Setelah saham PT. Bali Maya Permai
Pekalongan dijual, namanya diubah menjadi PT. Maya Food Industries yang
resmi berdiri pada tahun 1995 dengan Akte Pendirian No: 236 tanggal 16
November dihadapan Notaris Misahardi Wilamarta S.H berkedudukan di Jakarta
dan Akte Cabang No: 36 tanggal 10 April 1996 dihadapan Notaris Issudariyah
Andi Mualim S.H berkedudukan di Pekalongan.
PT. Maya Food Industries Pekalongan awalnya merupakan cabang
perusahaan produksi terutama untuk merek Botan yang mendapatkan lisensi
dari Mitsui Co. Ltd Jepang. Pemasaran produk dilakukan oleh PT. Indo Maya
Mas Jakarta sebagai distributor untuk pasar dalam negeri dan Wayan SDN BHD
yang terletak di Malaysia sebagai distributor untuk pasar luar negeri.
Namun, perusahaan ini akhirnya diberikan kuasa sebagai perusahaan yang juga
melakukan pemasaran untuk merek asli dari PT. Maya Food Industries seperti
Ranesa dan Sesibon. PT. Maya Food Industries bekerjasama dengan supplier
yang membantu dalam penyediaan bahan baku, baik dari dalam maupun luar
negeri. Perusahaan ini juga bekerjasama dengan buyers atau pemesan dalam
hal penjualan, dimana kegiatan produksi suatu jenis merek tertentu
ditentukan oleh permintaan buyers atau pemesan seperti merek Polo Star,
Alam Indo, Janus dan sebagainya.
4.1.2 Keadaan Topografi dan Geografi
PT. Maya Food Industries terletak di Kota Pekalongan, tepatnya berada
di Jalan Jlamprang, Kelurahan Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara,
Pekalongan 51149, Jawa Tengah. Terletak sekitar lima kilometer di sebelah
utara Kota Pekalongan. Perusahaan tersebut didirikan di atas tanah seluas
23.000 m2 dengan luas bangunan sekitar 5.100 m2. Selain itu, perusahaan ini
berdekatan dengan pantai Slamaran dan pemukiman penduduk. Adapun secara
geografis letak PT. Maya Food Industries pada bagian utara berhadapan
langsung dengan Pantai Utara Laut Jawa, bagian timur terdapat Sungai
Banger, bagian Selatan bersebelahan dengan Desa Klego, dan di bagian Barat
di batasi oleh Sungai Pekalongan yang mengalir menuju ke Pantai Utara.
Selain perusahaan berada di dekat pusat kota, perusahaan ini juga terletak
dekat dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan.
Terdapat keuntungan dari letak perusahaan tersebut, diantaranya
perusahaan yang terletak di sekitar pemukiman warga memudahkan untuk
mencari tenaga kerja musiman dan borongan. Tenaga kerja ini dibutuhkan saat
kegiatan produksi sedang tinggi dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak
untuk mempercepat proses produksi. Letak perusahaan yang dekat dengan pusat
kota ini memudahkan dalam mobilisasi baik kontainer yang memasok bahan baku
maupun kontainer yang membawa produk untuk dipasarkan. Selain itu,
perusahaan yang dekat dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPN Pekalongan
mempermudah dalam menyediakan bahan baku ikan lokal sehingga menekan biaya
produksi dari segi transportasi, serta ikan masih dalam keadaan segar.
4.1.3 Sarana dan Prasarana Perusahaan
Dengan luas bangunan perusahaan 5.100 m2, PT. Maya Food Industries
memiliki beberapa gedung dengan fungsi yang berbeda, antara lain kantor
utama PT. Maya Food Industries, kantor administrasi, bengkel pabrik, ruang
listrik, gedung pengemasan, gedung kegiatan produksi pengalengan ikan,
gedung penyimpanan bahan baku, gedung penyimpanan bahan tambahan, gudang
penyimpanan produk akhir, area Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL),
gedung pengolahan surimi, gedung pengolahan bakso ikan, laboratorium,
gedung peralatan, mushola, koperasi karyawan, toilet, tempat parkir, pos
jaga, mess tamu dan sebagainya. Tata letak dan denah unit produksi dapat
dilihat pada Lampiran 1.
4.2 Manajemen Perusahaan
4.2.1 Visi dan Misi Perusahaan
PT. Maya Food Industries Pekalongan mempunyai visi yaitu "Menjadi
perusahaan terdepan dalam pengolahan produk perikanan, berbasis pengalengan
ikan dan surimi, berskala internasional dengan mengutamakan produk
pengolahan ikan dengan kualitas tinggi guna kepuasaan pelanggan."
Untuk dapat mendukung visi perusahaan tersebut, PT. Maya Food
Industries Pekalongan memiliki misi yaitu :
1. Memperluas pasar dan mitra kerja global.
2. Mengembangkan produk untuk menarik minat pasar.
3. Memberikan produk yang berkualitas kepada konsumen.
4.2.2 Tujuan Perusahaan
Pada umumnya setiap perusahaan memiliki tujuan dalam setiap
pendiriannya, tujuan ini terdiri dari tujuan jangka pendek dan jangka
panjang yang berorientasi untuk mendapatkan keuntungan atau laba (Saliman,
2005). Penentuan tujuan ini termasuk kedalam formulasi strategi dan penting
untuk mengikat organisasi terhadap produk, pasar, sumber daya dan teknologi
yang spesifik untuk periode waktu yang panjang (David, 2004). Tujuan
perusahaan jangka pendek umumnya adalah mencapai laba maksimal dan
berkesinambungan, agar perusahaan bisa tetap tumbuh dan tetap beroperasi
(Sarika, 2009). Adapun tujuan jangka pendek PT. Maya Food Industries ini
terdiri dari :
1. Meningkatkan volume penjualan.
2. Mendapatkan keuntungan yang optimal.
Untuk tujuan jangka panjang yaitu memaksimalkan nilai perusahaan
sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dan para pemegang saham
lainnya (Sarika, 2009). Adapun tujuan jangka panjang yang ingin dicapai
oleh PT. Maya Food Industries yaitu :
1. Mengadakan perluasan pabrik dan pemasaran.
2. Menjaga kontinyuitas perusahaan.
Tujuan perusahaan ini rutin dilakukan evaluasi yang merupakan tahap
akhir dari manajemen strategis (David, 2004). Tujuan jangka pendek PT. Maya
Food Industries dievaluasi setiap tiga bulan sekali sedangkan tujuan jangka
panjang dievaluasi setiap setahun sekali. Menurut Kaurvaki (2012), tujuan
evaluasi perusahaan adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan
perusahaan serta untuk mengetahui posisi perusahaan dan tingkat pencapaian
sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi keterlambatan
atau penyimpangan agar dapat segera diperbaiki, sehingga sasaran atau
tujuan dapat tercapai.
4.2.3 Struktur Organisasi
PT. Maya Food Industries memiliki struktur organisasi sederhana yang
terdiri dari 3 tingkatan yaitu tingkatan korporat, fungsional dan
operasional, yang merupakan struktur organisasi pada perusahaan kecil
(David, 2006). Meski perusahaan memiliki kapasitas produksi yang besar
namun dalam pelaksanaan di lapangan tidak dibutuhkan banyak tingkatan
organisasi, sehingga kerja dari masing-masing departemen lebih efektif dan
dapat menghemat biaya operasional untuk gaji karyawan. Perusahaan dipimpin
oleh managing director dan dibawahnya terdapat departemen yang dipegang
oleh manajer. Manajer memiliki kewenangan untuk mengatur tugas operasional
yang terdapat didalam departemennya. Struktur organisasi yang demikian,
menurut Mayowan (2012) kekuasaan dan tanggung jawab mengalir langsung
secara vertikal dari manajemen puncak sampai pada setiap orang yang berada
pada jabatan terendah dan masing-masing dihubungkan oleh garis perintah
dan pelaporan, sistem ini disebut sistem organisasi berbentuk garis.
Struktur organisasi pada PT. Maya Food Industries dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Sistem organisasi berbentuk garis ini adalah yang paling praktis
karena hubungan antara atasan dan bawahan bersifat langsung melalui garis
perintah. Pimpinan dan karyawan saling mengenal dan dapat berhubungan
setiap hari. Masing-masing kepala departemen mempunyai wewenang dan
tanggung jawab penuh atas segala bidang pekerjaan baik pokok maupun
tambahan yang ada dalam departemennya, dengan pucuk pimpinan sebagai sumber
kekuasaan tunggal (Mayowan, 2012).
Terdapat keuntungan digunakannya sistem organisasi berbentuk garis ini
antara lain rantai perintah dan pelaporan yang tegas dan jelas, keputusan
dapat diambil dengan cepat karena manajer punya kewenangan memantau
pekerjaan bawahan, koordinasi mudah dilaksanakan, rasa solidaritas para
karyawan tinggi karena saling mengenal. Sedangkan kelemahan sistem garis
ini yaitu manajer harus menerima tanggung jawab lengkap atas sejumlah
bidang tugas yang mungkin tidak memiliki keahlian untuk itu, ada
kecenderungan pimpinan untuk bertindak otoriter, organisasi secara
keseluruhan terlalu bergantung pada satu orang dan kesempatan karyawan
untuk berkembang terbatas (Mayowan, 2012).
PT. Maya Food Industries terdiri dari 10 departemen utama (top
management) yang langsung dibawah pimpinan yang disebut managing director
(MD) atau sama dengan CEO. Managing director PT. Maya Food Industries
sebagai pimpinan perusahaan mewakili pemilik saham untuk mengendalikan
aktivitas internal perusahaan, mengkoordinasikan semua unsur-unsur yang ada
di dalam perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai
wakil dari perusahaan dalam hal berhubungan dengan pihak luar serta
bertanggung jawab pada dewan komisaris. Adapun tugas setiap departemen
antara lain :
A. Pemasaran (Marketing)
Departemen ini bertugas untuk menjalin komunikasi dengan calon pemesan
dan melakukan negosiasi awal seperti melakukan kontrak kerja dan
mendiskusikan spesifikasi pesanan. Selain itu apabila produk yang dipesan
telah menjadi produk jadi, maka departemen ini kembali menghubungi pemesan
dan melakukan proses pembayaran atas produk yang telah dipesan dan
memastikan produk diterima oleh pemesan. Sedangkan untuk produk yang
menggunakan merek asli dari PT. Maya Food Industries maka bagian pemasaran
langsung berhubungan dengan para distributor yang akan memasarkan produk
tersebut. Departemen pemasaran melakukan kegiatan pemasaran untuk pasar
lokal dan ekspor.
B. PPIC (Program and Planning Inventory Control)
PPIC memiliki tugas untuk melakukan perencanaan produksi antara lain
pengadaan bahan baku dan bahan tambahan yang akan digunakan, merencanakan
jumlah produksi, waktu produksi dan pengalokasian sumber daya manusia untuk
memenuhi permintaan pemesan. PPIC juga dapat memeriksa stok barang dan
mencatat pada kartu stok, mengatur barang yang berada di gudang serta
memeriksa seluruh barang-barang yang masuk dan keluar.
C. QC (Quality Control)
Departemen quality control ini melakukan kegiatan pengawasan terhadap
mutu bahan baku, produk yang masih dalam proses produksi dan juga
pengawasan terhadap produk jadi. Manajer QC bertanggung jawab untuk
menjalankan sistem keamanan kualitas produk dengan standar dan prosedur ISO
(International Organization for Standardization), HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point), dan GMP (Good Manufacturing Practice) serta
apabila terjadi suatu masalah pada produk di pasaran maka dilakukan
kegiatan investigasi untuk kemudian melakukan proses penarikan produk dari
pasaran. Departemen QC juga dapat mengawasi kinerja para pekerja serta
mengawasi sanitasi karyawan dan perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk
menjamin kualitas produk sehingga tetap memenuhi standar yang telah
ditentukan.
D. Pembelian (Purchasing)
Departemen purchasing memiliki tugas untuk mengoordinasikan permintaan
kebutuhan barang dari masing-masing departemen dan memastikan semua
kebutuhan produksi tersedia sehingga tidak menghambat proses produksi,
melaksanakan tugas pembelian bahan baku dan material, serta berkomunikasi
dengan departemen marketing untuk memenuhi pesanan pelanggan. Departemen
purchasing juga bertugas melakukan dan menerima klaim jika pesanan tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
E. Produksi MS (Mackerel Sardines)
Departemen MS bertugas untuk melakukan proses produksi ikan kaleng.
Manajer MS bertanggung jawab mengkoordinasikan aktivitas produksi secara
internal maupun eksternal, memastikan pelaksanaan produksi berjalan dengan
baik sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta melakukan pengawasan dan
evaluasi jalannya produksi.
F. Produksi Surimi
Departemen surimi ini memiliki tugas untuk memproduksi surimi,
mengawasi seluruh proses dibagian surimi, mengontrol bahan-bahan yang akan
digunakan untuk produksi surimi, serta mengkoordinasikan seluruh karyawan.
G. VAP (Value Added Product)
Tugas departemen VAP adalah untuk memproduksi bakso ikan, otak-otak,
fish stick, scallops, kepiting kaleng dan sebagainya yang bukan produk
utama melainkan produk tambahan yang hanya diproduksi bila terdapat
permintaan oleh pemesan. Sehingga produksi produk-produk tersebut setiap
bulannya tidak selalu ada. Agar menjadi efektif dalam struktur oganisasi
maka departemen ini dipimpin oleh manajer yang sama dengan departemen
surimi.
H. ME (Mechanic and Electric)
Departemen ME bertugas untuk memperbaiki mesin-mesin produksi,
mengatur kelistrikan, menjaga ketersediaan seluruh daya yang digunakan,
bertanggung jawab atas pasokan daya listrik, serta mengoperasikan seluruh
sistem yang ada di perusahaan. Dalam setiap departemen produksi memiliki
beberapa orang ME yang turut bekerja didalamnya. Tugas ME didalam bagian
produksi adalah untuk melakukan perawatan dan perbaikan terhadap mesin-
mesin yang digunakan untuk produksi, hal ini untuk mencegah kerusakan yang
nantinya dapat mengganggu proses produksi.
I. Keuangan (Finance)
Departemen ini berfungsi untuk pengatur arus kas perusahaan. Dalam hal
ini semua departemen lain berhubungan langsung dengan departemen ini
terutama dalam melakukan pembelian bahan baku, pembayaran gaji karyawan dan
biaya-biaya lain serta menerima pembayaran dari pihak pemesan.
J. HRD (Human Resources and Development)
HRD secara umum bertugas untuk mengatur semua hal yang menyangkut
kesejahteraan karyawan dan memiliki lingkup tugas untuk mengelola dan
mengevaluasi seluruh karyawan dalam perusahaan. HRD juga terfokus pada dua
bagian yang masing-masing dikoordinir oleh kepala bagian yaitu bagian
personalia dan bagian training. Manajemen personalia bertugas dalam
rekrutmen karyawan dan mengurusi karyawan secara keseluruhan termasuk
security, transport dan service office. Sedangkan manajemen training
bertugas untuk meningkatkan kualitas karyawan dengan mengadakan training
bagi karyawan baru atau lama.
Pada struktur organisasi PT. Maya Food Industries diketahui terdapat
beberapa orang yang sama memegang jabatan yang berbeda seperti Bapak Jones
H. Simbolon memegang bagian pemasaran dan HRD, Bapak Eko Setyadi yang
menjabat sebagai manajer pada produksi MS dan PPIC, serta Bapak Chandra
Aciu yang merupakan managing director PT. Maya Food Industries menjabat
pula sebagai manajer purchasing, produksi surimi, VAP dan mekanik elektrik.
Adanya jabatan ganda ini untuk menghemat cost atau biaya operasional gaji
karyawan perusahaan karena terdapat beberapa departemen yang tidak selalu
beroperasi setiap bulannya. Keuntungan dengan sistem jabatan ganda ini
dapat menghemat gaji karyawan namun kelemahannya yaitu dengan orang yang
sama pada bidang yang berbeda maka dikhawatirkan setiap departemen tersebut
tidak dikelola secara optimal.
4.2.4 Ketenagakerjaan
Tenaga kerja merupakan unsur yang penting dalam pelaksanaan kegiatan
produksi. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pengalengan ikan ini berbentuk
padat karya yang membutuhkan jumlah karyawan banyak terutama pada bagian
pemotongan, pembersihan dan pengisian sehingga dapat memenuhi permintaan
pasar maupun pemesan dengan tepat waktu. PT. Maya Food Industries memiliki
jumlah karyawan sebanyak 621 orang yang berasal dari daerah disekitar
Pekalongan dan Batang. Adapun rincian tenaga kerja pada PT. Maya Food
Industries terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah karyawan PT. Maya Food Industries
"No. "Jenis Karyawan "Jumlah "Total "
" " "Laki-laki "Perempuan " "
"1. "Karyawan Tetap (Bulanan)"36 "16 "52 "
"2. "Karyawan Kontrak "73 "17 "90 "
"3. "Karyawan Musiman "7 "441 "448 "
"4. "Karyawan Borongan "20 "11 "31 "
"Total "136 "485 "621 "
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
Terdapat adanya perbedaan status karyawan berdasarkan pada sistem
pemberian gaji atau upah yang diberikan dan kegiatan yang dilakukan
berdasarkan produksi perusahaan. Adapun secara spesifik perbedaan pada
empat jenis karyawan tersebut antara lain :
A. Karyawan Tetap atau Bulanan
Merupakan karyawan yang diberikan gaji setiap bulan dan tetap bekerja
meski proses produksi tidak sedang berjalan. Orang yang bekerja sebagai
karyawan tetap biasanya pada bagian kantor seperti HRD, administrasi,
pemasaran, keuangan, dan sebagainya.
B. Karyawan Kontrak
Merupakan karyawan yang dikontrak oleh perusahaan untuk bekerja dalam
jangka waktu tertentu (biasanya 6-12 bulan). Apabila masa kontrak telah
habis, karyawan tersebut dapat diberhentikan. Namun apabila karyawan
tersebut dinilai berprestasi maka dapat diusulkan untuk menjadi pegawai
tetap atau diperpanjang masa kerjanya oleh departemen yang bersangkutan.
Gaji yang diberikan oleh karyawan tersebut setiap satu bulan sekali.
C. Karyawan Musiman
Merupakan karyawan yang bekerja sebagai tenaga inti produksi namun
status kerjanya tidak tetap. Karyawan musiman ini dibutuhkan apabila
terdapat produksi pada unit departemen tertentu, dengan jumlah paling
banyak pada departemen MS. Karyawan ini dapat berasal dari dalam maupun
dari luar Kota Pekalongan. Sistem penggajian diberikan oleh perusahaan
setiap satu minggu sekali.
D. Karyawan Borongan
Merupakan karyawan dengan status kepegawaian yang tidak tetap.
Karyawan ini dipekerjakan apabila perusahaan sedang produksi dan mendapat
upah sesuai dengan volume atau bahan yang telah dikerjakan. Upah karyawan
ini dibayarkan setiap satu minggu sekali.
Hari kerja yang ditetapkan oleh perusahaan untuk karyawan tetap dan
kontrak yaitu dengan enam hari kerja, dimulai dari hari Senin sampai dengan
Sabtu. Waktu kerja untuk hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 08.00
WIB sampai pukul 12.00 WIB kemudian waktu istirahat selama satu jam dan
dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
Untuk hari Jumat, istirahat diperpanjang setengah jam mulai pukul 11.30 WIB
sampai pukul 13.00 WIB. Dan untuk hari Sabtu jam kerja lebih pendek dimulai
dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 14.30 WIB dengan waktu istirahat yang
sama dengan hari Senin sampai hari Kamis. Sedangkan untuk karyawan musiman
dan borongan dibagi menjadi tiga shift waktu kerja. Shift 1 dari pukul
07.00-15.00 WIB, shift 2 dari pukul 08.00-16.00 WIB, dan shift 3 dari pukul
10.00-18.00 WIB. Untuk kesejahteraan karyawan maka perusahaan memberikan
tunjangan hari raya (THR), cuti, hari libur, jaminan sosial tenaga kerja
(JAMSOSTEK), upah lembur, dan sebagainya.
Jumlah karyawan di PT. Maya Food Industries setiap tahunnya tidak
selalu sama, hal ini dikarenakan produksi yang dilakukan juga tidak sama.
Fluktuasi jumlah karyawan terutama karyawan musiman dan borongan ini
bergantung pada permintaan konsumen atau pemesan terhadap suatu produk
terutama sarden atau makarel kaleng dan tersedianya stok bahan baku ikan
yang akan diolah. Bila perusahaan tidak sedang produksi maka perusahaan
akan relatif sepi, begitu pula sebaliknya.
4.2.5 Spesifikasi Produk
Perusahaan PT. Maya Food Industries dalam produksi rutinnya
menghasilkan produk sarden dan makarel kaleng dengan berbagai brand, ukuran
dan rasa yang berbeda. Produk sarden dan makarel yang menggunakan nama
PT. Maya Food Industries sebagai produsen adalah Ranesa dan Sesibon.
Sedangkan produk yang merupakan kerjasama PT. Maya Food Industries dengan
Mitsui Co. Ltd Jepang yaitu merek Botan. Merek lainnya seperti Janus, Polo
Star, Alam Indo, Pomo, Grino, Tantan, Maroc, Continental Blue merupakan
merek yang menggunakan nama perusahaan pemesan sebagai produsennya, baik
dari dalam maupun luar negeri. Semua produk pengalengan ikan yang
diproduksi oleh PT. Maya Food Industries sudah mendapatkan
sertifikat halal dari LP-POM MUI dengan No. 00030010810999. PT. Maya Food
Industries juga telah mendapatkan Sertifikat Kelayakan Pengolahan dari
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan No.
1157/33/SKP/KL/IV/2013 yang akan ditinjau setiap dua tahun sekali.
Sertifikat lain yaitu sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.
Sertifikat Majelis Ulama Indonesia (MUI), GMP dan ISO terdapat pada
Lampiran 3.
PT. Maya Food Industries tidak hanya memproduksi sarden dan makarel
kaleng, namun dapat juga memproduksi berbagai jenis olahan dari ikan
seperti surimi, bakso ikan, scallops, otak-otak, fish stick, kepiting
kaleng dan sebagainya. Namun untuk produk-produk tersebut jarang diproduksi
karena hanya memproduksi bila ada pesanan saja. Perusahaan ini belum
memproduksi produk tersebut dengan nama PT. Maya Food Industries dan
dipasarkan secara luas karena perusahaan menganggap produk tersebut dinilai
lebih sepi konsumennya dan lebih banyak pesaingnya dibanding sarden dan
makarel kaleng. Tidak ada merek dagang khusus yang diberikan oleh PT. Maya
Food Industries pada produk surimi karena surimi merupakan produk pesanan
yang biasanya dipesan oleh perusahaan luar negeri yang juga dikemas dengan
nama perusahaan pemesan.
Sarden dan makarel kaleng yang diproduksi oleh perusahaan ini terdiri
dari tiga jenis kaleng yaitu kaleng 202 (kaleng ukuran kecil), kaleng 301
(kaleng ukuran besar) dan club can kaleng yang berbentuk datar horisontal.
Kaleng ini digunakan berdasarkan merek produk yang telah ditentukan seperti
merek Botan menggunakan kaleng 301 dan kaleng 202, sedangkan merek Pomo
menggunakan kaleng tipe club can.
Gambar 3. Produk ikan sarden dan mackarel kaleng
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
Gambar 4. Produk tambahan PT. Maya Food Industries
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
Dalam kegiatan operasional, perusahaan perlu melakukan strategi
pemasaran sehingga perusahaan dapat tetap bertahan ditengah persaingan
global yang semakin ketat. Strategi yang dapat digunakan terdiri dari
strategi integrasi, strategi intensif, strategi diversifikasi dan strategi
defensif (David, 2006). Strategi integrasi yang diterapkan dengan integrasi
kedepan karena PT. Maya Food Industries memiliki perusahaan pemasaran PT.
Indo Maya Mas yang berada di Jakarta sehingga dapat mengendalikan
distribusi produk. Integrasi kedepan merupakan strategi yang menghendaki
agar perusahaan mempunyai kemampuan yang besar terhadap pengendalian para
distributor (David, 2006). Namun tidak dapat menerapkan strategi kebelakang
karena perusahaan ini masih bergantung dengan supplier dalam memasok bahan
baku. Integrasi kebelakang merupakan strategi untuk mencari kepemilikan
atau meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan (David, 2006).
Strategi intensif dilakukan oleh PT. Maya Food Industries dengan cara
pengembangan pasar yaitu meningkatkan atau memodifikasi produk atau jasa
yang ada sekarang atau dengan kata lain memperbaiki dan atau mengembangkan
produk yang sudah ada (David, 2006). PT. Maya Food Industries berencana
akan memproduksi sarden merek Botan dengan rasa balado, asam manis dan
teriyaki. Produk Botan akan dibuat dengan bahan-bahan yang lebih fresh.
Strategi ini dilakukan untuk menarik minat konsumen dan memberi pilihan
yang berbeda pada konsumen yang diharapkan nantinya mampu meningkatkan
hasil penjualan perusahaan.
Dalam pemasaran, PT. Maya Food Industries juga melakukan
diversifikasi konsentrik dengan cara memproduksi surimi, bakso ikan,
scallops, otak-otak, fish stick, kepiting kaleng, dan sebagainya. Produk-
produk ini diproduksi berdasarkan permintaan pemesan dengan spesifikasi
yang berbeda-beda. Meski tidak menggunakan nama PT. Maya Food Industries
pada label produk sebagai produsen, namun perusahaan akan tetap mendapatkan
keuntungan dari hasil penjualan dari pemesan produk tersebut. Menurut David
(2006), diversifikasi konsentrik ini dapat dilaksanakan dengan cara
menambah produk atau jasa yang baru tetapi masih berhubungan. Tujuan
strategi ini untuk membuat produk baru yang berhubungan untuk pasar yang
sama.
4.2.6 Kapasitas Produksi
Setiap unit produksi di PT. Maya Food Industries memiliki kapasitas
produksi yang berbeda-beda. Unit produksi pengalengan ikan memiliki
kapasitas produksi yang tidak sama dengan unit produksi bakso ikan.
Kapasitas produksi ikan kaleng belum tentu sama untuk setiap tahunnya.
Perbedaan kapasitas produksi disebabkan permintaan dari konsumen atau
pemesan dan stok bahan baku untuk produksi sarden dan makarel kaleng.
Unit pengalengan ikan sendiri memiliki kapasitas produksi sebesar
168.000 karton/tahun. Berdasarkan keterangan yang diperoleh, selama ini
target yang diterapkan perusahaan dapat tercapai, bahkan beberapa kali
kapasitas produksinya melampaui target. Untuk produk selain sarden atau
makarel kaleng, perusahaan tidak menetapkan standar kapasitas produksi
karena produk yang lain hanya akan diproduksi apabila terdapat pesanan.
4.3 Peralatan Produksi
Untuk kegiatan pengalengan ikan, terdapat alat-alat yang digunakan
dalam kegiatan operasional sehingga proses produksi perusahaan dapat
berjalan lancar. Alat-alat yang digunakan antara lain :
A. Pisau dan Talenan
Pisau berguna untuk memotong bagian kepala dan ekor ikan serta membagi
tubuh ikan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Sedangkan fungsi
talenan adalah sebagai alas tempat memotong ikan.
B. Meja Pemotongan
Digunakan sebagai tempat pemotongan, pembersihan dan pengisian ikan
kedalam kaleng. Meja potong yang digunakan di PT. Maya Food Industries
terdapat pipa-pipa saluran air untuk membantu proses thawing dan pencucian
ikan. Perusahaan ini memiliki 60 buah meja dengan bentuk persegi panjang.
C. Bak Plastik dan Keranjang
Bak plastik serta keranjang digunakan saat kegiatan produksi untuk
meletakkan ikan yang akan dithawing, memindahkan ikan dari meja pemotongan
ke bagian pengisian dalam kaleng.
D. Timbangan
Digunakan untuk menimbang ikan dalam kaleng setelah proses filling
apakah sesuai dengan berat yang seharusnya, apabila kurang akan ditambahkan
dan begitu pula sebaliknya. PT. Maya Food Industries memiliki 10 timbangan
digital untuk memastikan isi kaleng yang telah berisi ikan.
E. Conveyor
Conveyor digunakan untuk mempermudah pengaliran bahan atau kaleng
secara otomatis dari suatu proses ke proses lainnya sehingga tidak perlu
memindahkan barang secara manual yang dapat memperbesar resiko kontaminasi
produk. Conveyor juga dapat mengalirkan limbah padat keluar ruang produksi.
F. Exhaust Box
Exhaust box berfungsi untuk pemasakan awal (pre cooking) ikan dengan
menggunakan uap panas. Kaleng-kaleng yang telah berisi ikan, dilewatkan
menggunakan chain conveyor berjalan didalam exhaust box. Alat ini akan
menvakumkan udara yang ada di dalam kaleng dengan suhu dan waktu yang telah
ditentukan sesuai dengan jenis ikan dan produk yang sedang diproses.
Exhaust box yang digunakan pada perusahaan ini berjumlah empat buah
yang terdiri dari dua exhaust box ukuran enam head (jenis kaleng silinder
202 x 308), dan lainnya ukuran empat head (jenis kaleng silinder 301 x
407). Kapasitas tiap unit exhaust box dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kapasitas exhaust box
"Jenis "Berat Bersih "Kapasitas Tiap Exhaust Box "
"Kaleng "(gram) "(Kaleng) "
" " "Unit 1 "Unit 2 "Unit 3 "Unit 4 "
"Silinder "155 "2520 "1680 "2240 "2240 "
"202 x 308 " " " " " "
"Silinder "425 "972 "648 "864 "864 "
"301 x 407 " " " " " "
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
G. Mesin Penghilang Sisik (Drum Rotary Washer)
Mesin ini berguna untuk menghilangkan sisik ikan terutama ikan yang
berasal dari Laut Cina Selatan. Ikan beku dari Cina memiliki sisik yang
cenderung tebal sehingga harus dihilangkan terlebih dahulu, biasanya ikan
yang bertipe seperti ini yaitu ikan lemuru yang akan dijadikan produk
sarden kaleng. Alat tersebut memiliki permukaan yang berlubang dan kasar
sehingga ketika mesin berputar akan mengelupas sisik ikan. Mesin tersebut
juga didesain memiliki sekat yang berputar sampai ujung sehingga ikan akan
keluar dengan sendirinya. Mesin ini sekaligus dapat mencuci ikan dari
kotoran yang masih melekat.
H. Mesin Pembuat Saus
Mesin ini digunakan untuk memasak pasta saus, Modified Corn Starch
(MCS), air dan garam menjadi satu hingga siap digunakan sebagai medium
kaleng sekaligus pemberi rasa untuk produk. Mesin beroperasi dengan bantuan
uap panas, serta memiliki prinsip kerja berdasarkan pengadukan dan
pemindaian panas terhadap saus sehingga saus dapat tercampur rata.
Perusahaan memiliki mesin pemasak saus sebanyak empat buah dengan kapasitas
750 liter.
I. Alat Penutup Kaleng (Can Seamer)
Merupakan alat pengepres yang digunakan untuk menutup kaleng secara
sempurna baik kaleng tipe 202, kaleng tipe 301 dan club can. Menggunakan
tenaga listrik dan tekanan untuk dapat mengepres kaleng. Mesin ini mampu
melakukan penutupan kaleng sebanyak 220 kaleng per menit. Cara kerja mesin
ini dengan cara melipat bagian kaleng silinder dengan tutup yang masih
berlebih, lipatan dilakukan lebih dari satu, hal ini berguna untuk lebih
menjamin kaleng tidak mengalami kebocoran saat disterilisasi. Alat penutup
kaleng yang dimiliki oleh PT. Maya Food Industries sebanyak empat unit
yaitu dua unit empat head yang digunakan untuk kaleng berukuran 202 x 308
dan 301 x 407, sedangkan sisanya enam head untuk kaleng berukuran 202 x 308
dan 301 x 407. Mesin penutup kaleng yang digunakan dari Taiwan dengan merek
Shin-I. Adapun kapasitas mesin penutup kaleng tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Kapasitas kaleng penutup kaleng (Can Seamer)
"Jenis "Jenis "Kapasitas "
"Mesin "Kaleng "(kaleng/menit) "
" " " "
"Seamer 4 head "Silinder 301 x "120 kaleng "
" "407 " "
" "Silinder 202 x "132 kaleng "
" "308 " "
"Seamer 6 head "Silinder 301 x "164 kaleng "
" "407 " "
" "Silinder 202 x "186 kaleng "
" "308 " "
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
J. Pencuci Kaleng (Can Washer)
Can washer merupakan alat yang berfungsi untuk mencuci kaleng setelah
kaleng melalui proses penutupan, sehingga pada permukaan kaleng tidak
terdapat sisa saus yang masih melekat. Cara kerja alat ini dengan kombinasi
antara uap panas, air panas dengan suhu 70°C dan sabun keluar melalui pipa-
pipa saat kaleng berjalan diatas conveyor. Kemudian kaleng keluar dari
mesin dan dialirkan ke bak penampungan.
K. Bak Penampung Kaleng
Bak ini didalamnya telah berisi air biasa serta keranjang besi
(basket). Bak penampung kaleng berguna untuk mengumpulkan kaleng,
mengurangi benturan dan gesekan antar kaleng, mengurangi tekanan yang ada
didalam kaleng dengan air yang bersuhu normal. Basket yang telah terisi
hampir penuh, kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam retort.
L. Keranjang Besi (Basket)
Merupakan suatu keranjang berukuran besar yang berfungsi untuk
mengumpulkan kaleng-kaleng dalam jumlah banyak, biasanya digunakan saat
proses pencucian, sterilisasi dan inkubasi di dalam gudang.
M. Alat Sterilisasi (Retort)
Retort adalah suatu bejana tempat produk yang dikalengkan, dilakukan
proses sterilisasi dengan menggunakan tekanan uap (Adawyah, 2008). Alat
sterilisasi produk ini memiliki tekanan tinggi yang berbentuk silinder
horisontal, selain berfungsi untuk mensterilkan kaleng dari mikroorganisme
patogen dan pembusuk juga dapat mematangkan produk dan melunakkan duri-
durinya sehingga produk menjadi aman dan enak dikonsumsi. PT. Maya Food
Industries memiliki delapan retort dengan retort 1-4 mampu menampung tiga
basket dalam satu kali proses sterilisasi sedangkan retort 5-8 menampung
dua basket.
N. Bak Pendingin
Bak pendingin ini berfungsi untuk menurunkan suhu panas pada produk
setelah melalui proses sterilisasi dengan cara merendam pada air biasa
(suhu sekitar 20°C). Basket berisi kaleng yang telah disterilisasi
dimasukkan kedalam bak selama 15 menit, kemudian diangkat dan ditiriskan.
Kapasitas bak pendingin ini sebanyak 4 basket.
O. Printer Labelling
Alat ini digunakan untuk mencetak kode produksi, nomor batch, nama
supplier kaleng, jenis ikan yang digunakan, serta tanggal kadaluarsa pada
permukaan tutup kaleng. Cara kerja alat ini dengan cara kaleng dilewatkan
melalui conveyor dan ketika kaleng menyentuh sensor mesin akan langsung
mencetak. Alat berjalan secara otomatis dengan menggunakan sistem yang
hanya perlu diatur satu kali penggunaan. PT. Maya Food memiliki satu buah
unit mesin pembuat kode produksi yang berada di ruang pengepakan.
P. Pallet
Pallet berfungsi sebagai alas untuk menjaga produk maupun bahan
pengemas dari kelembaban tinggi yang dapat merusak produk dan kemasan.
Pallet juga mempermudah pemindahan ke tempat lain dengan cara diangkut
menggunakan forklift.
Q. Katrol Mekanis
Katrol yang digunakan jenis semi otomatis karena masih dikendalikan
oleh operator untuk bergerak dan berfungsi untuk mengangkat basket berisi
kaleng yang telah ditutup sehingga mempermudah transportasi ikan dalam
ruang produksi. PT. Maya Food Industries memiliki lima buah katrol. Satu
katrol digunakan untuk mengangkut keranjang dari bak penampung kaleng
sementara, tiga buah berada dibagian retort, dan satu buah katrol yang
berada diruang printing digunakan untuk mengangkut ikan kaleng yang sudah
didinginkan.
R. Cold Storage
PT. Maya Food Industries memiliki cold storage yang berfungsi untuk
tempat penyimpanan bahan baku ikan lemuru dan scomber. Perusahaan ini
memiliki tiga cold storage dibagian depan dan belakang perusahaan. Di dalam
satu cold storage terdiri dari sebuah ante room dan enam ruang holding
freezer. Didalam satu ruang holding freezer mampu menampung enam kontainer,
dengan berisi bahan baku ikan didalam satu kontainer sebanyak 28 ton ikan.
S. Forklift
Forklift merupakan kendaraan bertenaga diesel yang digunakan untuk
memindahkan karton-karton berisi produk setelah dikemas ke gudang
penyimpanan dan pemindahan dari kontainer. Selain itu, forklift juga
berfungsi membawa bahan baku seperti kaleng dan karton dari tempat yang
telah ditentukan. Penggunaan forklift dilengkapi dengan pallet untuk
meletakkan bahan atau produk sehingga mempermudah pemindahan.
4.4 Bahan Baku Produksi
Bahan baku yang dibutuhkan dalam pengalengan ikan terdiri dari dua
jenis yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama merupakan bahan
langsung (direct material), yaitu bahan yang membentuk suatu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari produk jadi dan komponen penting dari suatu produk
(Nafarin, 2007). Bahan utama untuk produksi pengalengan PT. Maya Food
Industries berupa ikan lemuru dan tembang yang akan diolah menjadi sarden
kaleng dan ikan scomber menjadi makarel kaleng. Sedangkan untuk bahan
tambahan merupakan bahan pelengkap yang melekat pada suatu produk. Bahan
tambahan biasanya tidak mudah ditelusuri dalam suatu produk dan harganya
relatif rendah dibandingkan dengan bahan utama (Nafarin, 2007). Bahan
tambahan yang digunakan berupa pasta saus, Modified Corn Starch (MCS),
garam dan air.
A. Ikan Lemuru (Sardinella longiceps)
Bahan baku utama yang digunakan untuk produksi sarden kaleng adalah
ikan lemuru dengan nama lokal ikan cekong dan ikan jui (nama lain ikan
tembang). Ikan sarden yang digunakan tersebut berasal dari ikan lokal dan
impor. Penggunaan ikan sarden lokal berbanding dengan ikan impor yaitu
sebesar 10% : 90%. Penyebab banyaknya penggunaan ikan impor karena
jumlahnya lebih banyak sehingga mampu memenuhi kebutuhan perusahaan dalam
jangka waktu panjang sedangkan ikan lokal sangat terbatas jumlahnya
sehingga stok ikan akan habis dalam satu hari produksi. Selain itu ikan
impor lebih bersih, berbentuk beku (frozen) sehingga dapat disimpan dalam
jangka waktu yang panjang dibandingkan ikan lokal, serta ikan impor
memiliki ukuran yang seragam sehingga memudahkan dalam proses pengolahan
dengan kualitas mutu yang terjamin. Bahan utama ikan lemuru impor ini
berasal dari negara India, China dan Pakistan dengan jumlah paling banyak
dari China. Perusahaan supplier dari China yaitu Ningbo Tianyu Aquatic
Import and Export Co. Ltd dan Xiamen Yuhong Import and Export Co. Ltd.
Sedangkan ikan lokal berasal dari daerah Pekalongan, Tegal, Muncar dan
Prigi.
Menurut KKP (2011), setiap ikan impor yang masuk ke Indonesia harus
mendapat izin dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan (P2HP) dan wajib memenuhi standar keamanan dan mutu hasil
perikanan oleh Badan Karantina Ikan (BKI) sekaligus diawasi oleh Direktorat
Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Ikan lemuru
dan scomber impor terlebih dahulu harus dilakukan karantina yang dilakukan
oleh BKI Semarang selama kurang lebih lima hari. Ikan yang masih dalam
pemeriksaan oleh BKI Semarang akan disegel dan tidak diperbolehkan untuk
digunakan dalam proses produksi, selain itu di dalam internal perusahaan
juga dilakukan kegiatan pengujian di dalam labolatorium perusahaan untuk
memastikan ikan yang digunakan tidak berbahaya. Faktor yang menjadi
perhatian pemeriksaan menurut SNI 01-4110.1-2006 yaitu tes organoleptik,
kandungan formalin, bakteri E. coli, Vibrio cholerae, Salmonella dan
Parasit Anisakis. Tes organoleptik menggunakan score sheet ikan segar
sesuai SNI 01-2729.1-2006 dan ikan beku sesuai SNI 01-4110.1-2006 (dapat
dilihat pada Lampiran 4) yaitu minimal 7 serta dilakukan uji formalin
dengan test kit, dimana tidak boleh ada kandungan formalin. Apabila ikan
telah dinyatakan bebas dari kandungan formalin serta mikroorganisme
berbahaya, maka ikan telah siap digunakan untuk produksi ikan kaleng.
Ikan impor dalam pengiriman di kontainer dan di dalam ruangan
penyimpanan (cold storage) perusahaan ikan memiliki suhu ruangan -18°C,
sesuai dengan SNI 3548.3:2010. Irving dan Sharp (1976) dalam Koswara (2009)
mengatakan bahwa pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai
mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada
suhu -18°C. Bila suhu penyimpanan naik 3°C maka kecepatan kerusakan akan
berlipat ganda. Namun pada saat kegiatan praktek lapang ini diketahui
terdapat ikan yang datang disimpan dalam cold storage yang bersuhu
-11°C. Hal ini dikarenakan dua tempat penyimpanan lainnya (bersuhu -18°C)
telah penuh sehingga digunakanlah tempat penyimpanan lama yang bersuhu
lebih tinggi. Menurut Koswara (2009) makanan yang disimpan pada suhu -15°C
atau -12°C hanya akan memiliki daya simpan masing-masing enam bulan atau
tiga bulan saja. Kondisi tersebut menyebabkan diterapkannya prinsip First
Expired First Out (FEFO) yaitu ikan yang disimpan dalam tempat penyimpanan
bersuhu -11°C harus digunakan terlebih dahulu.
B. Pasta Saus
Pasta saus yang digunakan diimpor dari China dan dikemas dengan
alumunium foil sebagai kemasan primer dan drum sebagai kemasan sekunder
sehingga mempermudah transportasi. Keunggulan pasta saus dari China yaitu
harga relatif lebih murah, penyediaan dapat dalam jumlah besar dan
kontinyu, serta kualitasnya terjamin. Pemasok pasta saus dari China yaitu
UrumQi Amkey Tarding Inc. dan Tianjin Won-Star Internasional Trade Co Ltd.
Saus tomat tidak diberi perlakuan khusus saat akan digunakan. Pemeriksaan
yang dilakukan pada saus hanya kadar gula, warna, flavour dan kekentalan
saus yang disesuaikan dengan produk ikan kaleng yang akan dibuat. Biasanya
untuk sarden kaleng digunakan tingkat kekentalan 28-30° Brix yang diukur
dengan menggunakan Brix Meter. Dalam penyimpanannya, pasta saus ini
diletakkan diatas pallet untuk menghindari bersentuhan langsung dengan
lantai yang lembab.
C. Modified Corn Starch (MCS)
Tepung jagung termodifikasi berfungsi sebagai penstabil pasta tomat
sehingga diperoleh emulsi pasta tomat yang homogen dan stabil. MCS yang
digunakan untuk sarden kaleng ini diimpor dari Thailand. MCS sebelum
digunakan dalam proses produksi, terlebih dahulu dilihat keadaan barang
tersebut sehingga menjamin kelayakan penggunaan bahan.
D. Garam
Garam yang digunakan yaitu garam beryodium sesuai dengan SNI
3584.3:2010. Garam memiliki fungsi untuk menambah atau meningkatkan cita
rasa dan memperpanjang masa simpan produk. Garam dipasok dari PD. Niaga
Cirebon.
E. Air
Air berfungsi sebagai pengencer pasta saus, yang dapat melarutkan MCS
dan garam sehingga didapatkan kekentalan dan konsentrasi medium yang tepat.
Air juga digunakan selama proses produksi seperti untuk thawing, pencucian,
perendaman dan sanitasi ruang proses.
Air yang digunakan oleh PT. Maya Food Industries berasal dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sumber air bersih yang dikelola
langsung oleh PT. Maya Food Industries yaitu sumur bor yang dilengkapi
dengan pompa otomatis. Air akan ditampung dalam tangki air dengan daya
tampung 6 ton air/tangki. Perusahaan ini memiliki daerah pengelolaan air
(water treatment) yang terletak dibagian belakang perusahaan. Sebelum
digunakan untuk produksi, dilakukan proses water treatment dengan
menggunakan sand filter, carbon filter dan klorinasi untuk mengurangi
kandungan zat berbahaya sehingga air dipastikan tidak terdapat bakteri
maupun zat tertentu yang berbahaya. Selain dilakukan oleh laboratorium
perusahaan, hasil pengujian air juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota
Pekalongan.
F. Es
Es merupakan bahan tambahan yang dibutuhkan untuk mengawetkan ikan
segar yang dikirim oleh supplier. Ikan segar perlu ditambahkan es agar
memiliki suhu sekitar 5°C sesuai dengan SNI 3548.3:2010 sehingga berdaya
simpan lebih lama. Es yang digunakan oleh PT. Maya Food Industries
diperoleh dari KUD di Pekalongan yang memenuhi syarat SNI 01-4872.1-2006
dengan penanganan dan penyimpanan di tempat yang bersih untuk mencegah
kontaminasi.
4.5 Bahan Pengemas
Bahan pengemas yang digunakan oleh PT. Maya Food Industries terdiri
dari kaleng sebagai pengemas primer dan karton sebagai pengemas sekunder.
A. Kaleng
PT. Maya Food Industries telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan
produsen kaleng untuk menyuplai kebutuhan produksi. Kaleng yang digunakan
berasal dari PT. United Canned Company (UCC) Jakarta, PT. Ancol Terang
Printing (ATP) Jakarta, PT. Cometa Jakarta dan PT. Sinar Jaya (SJ)
Sidoarjo. Selain itu perusahaan juga bekerja sama dengan perusahaan PT.
Kian Joo Can Factory Malaysia untuk membuat kaleng di area perusahaan PT.
Maya Food Industries. Kemasan kaleng tersebut ada yang telah berlabel dan
ada pula yang belum berlabel, sesuai dengan permintaan PT. Maya Food
Industries. Kaleng yang belum berlabel merupakan produk pesanan yang dapat
diberi merek oleh perusahaan pemesan atau diberi merek oleh PT. Maya Food
Industries namun berupa stiker pada permukaan kaleng.
Tabel 6. Jenis dan ukuran kaleng
"Jenis Kaleng "Berat Bersih (gram) "
"Silinder (301 x 407)"425 "
"Silinder (202 x 308)"155 "
"Kotak (club can) "215 "
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan antara
lain kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan yang
ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap
kontaminasi oleh mikroba, serangga atau bahan asing lain yang mungkin dapat
menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya. Kaleng
juga dapat menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak
diinginkan. Selain itu, kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap
penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dan partikel-partikel
radioaktif yang terdapat di atmosfer. Untuk bahan pangan berwarna yang peka
terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap cahaya (Astawan,
2005).
B. Karton
Karton berfungsi untuk mempermudah proses penyimpanan, mempermudah
sistem pengangkutan atau pendistribusian bagi produsen, serta melindungi
makanan dari kontaminasi, pengaruh sinar matahari, tahan terhadap tekanan
dan benturan. Karton yang digunakan PT. Maya Food Industries diperoleh dari
PT. Puri Nusa Eka Persada, Semarang dengan pengiriman 3200
karton/kontainer. Kapasitas karton yang digunakan di PT. Maya Food
Industries dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kapasitas karton
"Jenis Kaleng "Kapasitas Kaleng "
"Silinder (301 x 407) "48 kaleng "
"Silinder (301 x 407) "24 kaleng "
"Silinder (202 x 308) "100 kaleng "
"Silinder (202 x 308) "50 kaleng "
"Kotak (Club Can) "48 kaleng "
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
Pengemas sekunder ini dilengkapi dengan layer berupa karton yang dapat
mencegah terjadinya gesekan antar kaleng. Pengemasan dalam karton juga
dilengkapi dengan pita perekat agar karton menjadi lebih kuat. Bagian luar
karton terdapat label merek produk, kode dan tanggal produksi.
4.6 Proses Pengalengan Ikan
Proses pengalengan ikan merupakan proses produksi inti yang dilakukan
oleh PT. Maya Food Industries karena ikan kaleng termasuk produk unggulan
dan rutin diproduksi setiap bulannya. Astawan (2005) mengatakan, secara
umum proses pengalengan ikan dalam skala industri melalui beberapa tahap.
Tahapan itu meliputi pemilihan bahan baku, penyiangan, pencucian,
penggaraman, pengisian bahan baku, pemasakan awal (precooking), penirisan,
pengisian medium pengalengan, penghampaan udara, penutupan kaleng,
pemasakan (retorting), pendinginan dan pemberian label. Untuk alur proses
produksi pengalengan ikan di PT. Maya Food Industries dapat dilihat pada
Lampiran 5. Adapun tahapan pengalengan ikan PT. Maya Food Industries
terdiri dari :
4.6.1 Persiapan Bahan Baku
Bahan-bahan yang telah disimpan dalam gudang terlebih dahulu
dikeluarkan dan dilihat kondisinya untuk memastikan masih dalam keadaan
baik. Bahan-bahan yang digunakan biasanya disimpan antara 1-3 bulan di
dalam gudang, namun perusahaan mengusahakan maksimal satu bulan tersimpan
dan selanjutnya segera diproses untuk produksi. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kualitas bahan-bahan tersebut. Bahan baku ikan, persiapan sebelum
produksi dengan dikeluarkan dari cold storage dan diletakkan pada ante
room yang memiliki suhu lebih tinggi.
Ikan-ikan harus disortasi sebelum digunakan dalam proses produksi.
Ikan yang dinyatakan lolos yaitu ikan dengan kondisi utuh dan secara visual
terlihat segar, digunakan untuk sarden atau makarel sebagai Grade 1. Ikan
yang terlihat kurang segar dengan bagian tubuh yang terlihat cacat seperti
terdapat sayatan pada bagian daging dijadikan sebagai Grade 2.
Gambar 5. Ikan diletakkan di ante room
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
2. Pencairan (Thawing)
Thawing dilakukan agar lapisan es pada tubuh ikan dapat mencair
sehingga ikan dapat diolah menjadi produk yang dikehendaki. Untuk
mempercepat proses pencairan ikan, sebelum hari produksi terlebih dahulu
ikan dimasukkan kedalam ante room yang bersuhu 5°C selama kurang lebih 24
jam. Fungsi ikan dimasukkan kedalam ante room agar ikan lebih cepat mencair
karena suhu awal ikan mempengaruhi lamanya proses pencairan dalam metode
thawing udara. Kemudian ikan melalui proses thawing udara dengan cara ikan
dikeluarkan dari kotak ikan dan diletakkan pada meja-meja pemotongan dan
keranjang plastik, ikan tersebut ditumpuk dan dihamparkan diatas meja,
dibiarkan selama satu malam.
Bila pada keesokan harinya masih terdapat es dalam tubuh ikan maka
proses thawing dapat dipercepat dengan menyiramkan air melalui pipa-pipa
air disekitar meja pemotongan. Dengan metode ini, kualitas ikan tetap dalam
keadaan baik. PT. Maya Food Industries ini dalam proses thawing pernah
mempergunakan metode thawing air tanpa metode thawing udara, namun hal
tersebut dinilai tidak efektif, kulit ikan dapat ikut mengelupas karena
terlalu lembek. Kualitas ikan dengan thawing air mengalami penurunan.
Keuntungan thawing udara adalah rendahnya biaya yang digunakan. Hal ini
sedikit berbeda dengan SNI 3548.3:2010 yang mengisyaratkan proses thawing
dilakukan dengan cara thawing air hingga suhu ikan berada pada suhu 0°C
-5°C.
Gambar 6. Proses thawing ikan
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
3. Pemotongan dan Pengeluaran Isi Perut
Ikan lemuru yang akan diproses untuk dijadikan ikan sarden kaleng
terlebih dahulu dipotong pada bagian belakang kepala dan mengeluarkan isi
perut ikan, kemudian memotong bagian ekor. Hal tersebut telah sesuai dengan
SNI 3548.3:2010 yang menyebutkan bahwa proses pemotongan dilakukan dengan
cara membuang kepala, isi perut, sirip dan ekor ikan dengan mempertahankan
suhu produk 0°C-5°C.
Ikan lemuru dikenal sebagai ikan yang memiliki jumlah sisik yang
banyak maka ikan tersebut dimasukkan kedalam alat drum rotary washer untuk
menghilangkan sisiknya. Ikan yang telah berukuran kecil tidak perlu
pemotongan tubuhnya, namun bila ikan memiliki ukuran yang besar maka harus
dipotong menjadi dua bagian. Pemotongan ini dilakukan secara manual dengan
menggunakan pisau dan talenan. Ukuran ikan diusahakan seragam dan
disesuaikan dengan ukuran kaleng pada produk tertentu.
Gambar 7. Proses pemotongan tubuh ikan
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.4 Pencucian 1 (Washing 1)
Ikan yang telah siap untuk dimasukkan ke dalam kaleng, terlebih
dahulu dicuci dengan air bersih yang mengalir. Menurut Suryaningrum dkk
(2012), proses pencucian ikan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan
darah, lendir, lemak dan kotoran lainnya. Karyawan yang bekerja dibagian
ini diwajibkan mengenakan sarung tangan untuk menjaga kebersihan dan
kesterilan bahan yang sedang diolah.
Gambar 8. Pencucian ikan
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.5 Pengisian (Filling)
Proses kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan pengisian ikan kedalam
kaleng. Banyaknya ikan yang dimasukkan harus disesuaikan dengan ukuran dan
berat kaleng untuk suatu produk tertentu. Pengisian ikan di PT. Maya Food
Industries ini berdasarkan pada perasaan (feeling) dari karyawan sehingga
hasilnya tidak selalu tepat sesuai berat yang seharusnya. Hal tersebut
tidak sesuai dengan SNI 3548.3:2010 yang mengatakan bahwa ikan dimasukkan
kedalam kaleng dan ditimbang secara cepat, cermat dan saniter. Pengisian
daging ikan dalam kaleng dengan posisi yang berselang-seling antara bagian
badan dengan ekor.
Gambar 9. Pengisian ikan pada kaleng
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.6 Cek Pengisian dan Cek Kebersihan
Untuk memastikan keakuratan pengisian yang dilakukan karyawan maka
dilakukan pemeriksaan terhadap keranjang-keranjang setiap kelompok
karyawan, pemeriksaan dilakukan dengan metode sampling. Dalam satu
keranjang terdapat 12 kaleng dan dilakukan penimbangan setiap tiga kaleng.
Kelemahan pengecekan dengan metode sampling adalah tidak semua kaleng
dipastikan beratnya. Menurut Adawyah (2008), ketepatan berat merupakan
faktor ekonomis, karena dapat mengurangi jumlah produk yang terbawa.
Ketepatan berat sangat penting karena proses sterilisasi selanjutnya
dipengaruhi oleh jumlah (volume/berat) produk dan juga akan menanamkan
kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.
Pada saat pemeriksaan pengisian dilakukan juga pemeriksaan kebersihan
kaleng, apakah terdapat benda asing seperti pasir, isi perut yang masih
ada, dan pernah ditemukan kasus ekstrim dengan penemuan senar di dalam
kaleng. Apabila ditemukan adanya kasus seperti ini maka kelompok kerja
tersebut akan dipanggil dan diberikan sanksi, hal ini dilakukan untuk
menjaga kualitas ikan kaleng.
Gambar 10. Cek pengisian dengan timbangan
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.7 Pemasakan Awal (Pre cooking)
Ikan yang berada di dalam kaleng selanjutnya dilakukan pemasakan awal
atau dapat pula dikatakan proses penghampaan udara (exhausting) karena
merupakan proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas lain dari
dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga tidak mempengaruhi
mutu, nilai gizi dan umur simpan produk kalengan (Muchtadi, 1994 dalam
Utami, 2012). Selain itu menurut Adawyah (2008), exhausting berguna untuk
memberikan ruangan bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi
sehingga kerusakan wadah akibat tekanan produk dari dalam dapat
dihindarkan, juga berguna untuk menaikkan suhu produk di dalam wadah sampai
mencapai suhu awal (initial temperature).
Proses exhausting di PT. Maya Food Industries dilakukan selama 18-20
menit dengan suhu 90°C dan telah sesuai dengan SNI 3548.3:2010. Proses ini
dapat digunakan untuk mempertahankan suhu didalam kaleng sehingga untuk
proses sterilisasi dapat berjalan lebih efektif, mendapatkan tekstur yang
sesuai, menginaktifkan enzim dan dapat membunuh mikroba lebih awal.
Gambar 11. Proses pemasukan kaleng pada exhaust box
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.8 Penirisan (Drying)
Penirisan dilakukan untuk mengeluarkan air dalam kaleng sisa dari
pemanasan pre cooking. Sesuai SNI 3548.3:2010 kaleng diletakkan secara
terbalik dengan cara conveyor yang membalik secara otomatis sehingga isi
kaleng tidak ikut terbuang, dengan demikian air dapat ditiriskan. Air
didalam kaleng perlu dibuang agar saus yang akan dimasukkan tidak mengalami
perubahan rasa. Setelah itu kaleng akan kembali pada posisi semula untuk
masuk ketahap berikutnya.
Gambar 12. Proses penirisan
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.9 Pengisian Medium (Filling Medium)
Setelah kaleng ditiriskan dari air, kemudian kaleng diisi dengan saus
tomat. Medium pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa pada produk
kaleng, dan juga berfungsi untuk mengurangi waktu sterilisasi, dengan cara
meningkatkan proses perambatan panas serta dapat mengurangi korosi kaleng
dengan cara menghilangkan udara (Adawyah, 2008) serta medium mampu
mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi (Astawan, 2005).
Saus tomat sebelum dimasukkan kedalam kaleng terlebih dahulu dicampur
dengan bahan-bahan lain yang terdiri dari pasta saus ditambah dengan air,
garam dan Modified Corn Starch (MCS). Bahan-bahan tersebut dimasak pada
kuali dengan sistem uap hingga saus bersuhu 70°C. Kemudian dialirkan
melalui pipa-pipa menuju ke pengisian kaleng dengan adanya katup
pengeluaran saus yang dilengkapi dengan kran pembuka. Menurut SNI 01-2712.2-
1992, suhu medium tidak boleh kurang dari 70°C, karena jika suhu medium
semakin tinggi akan menyebabkan kondisi vakum semakin tinggi. Pada suhu
yang tinggi peluang udara yang terperangkap diantara bagian produk dalam
kaleng lebih kecil (Winarno, 1994 dalam Safitri, 2013).
Pengisian dilakukan dengan cara kaleng-kaleng berjalan pada belt
conveyor kemudian secara otomatis kaleng terisi saus tomat. Pada saat
pengisian, kaleng berada pada posisi tegak berdiri, kemudian kaleng akan
dimiringkan dengan sudut kemiringan sebesar 95° untuk dapat membentuk head
space pada kaleng. Besar head space untuk produk kaleng ini kurang lebih
tiga milimeter. Fungsi head space adalah membentuk ruang kosong antara
permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk
pengembangan produk selama disterilisasi agar tidak menekan wadah karena
dapat menyebabkan kaleng menjadi menggembung (Adawyah, 2008).
Gambar 13. Pengisian saus tomat
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
Head space yang terbentuk sebesar tiga milimeter kurang dari batas
head space yang seharusnya yaitu tidak boleh kurang dari 0,25 inchi atau
enam milimeter (Muchtadi, 1994 dalam Utami, 2012). Bila head space terlalu
kecil akan menyebabkan kecepatan pemindahan panas menurun, sehingga waktu
pengolahan menjadi lebih lama (Trianto dan Akbarsyah, 2007).
4.6.10 Penutupan Kaleng (Seaming)
Kaleng yang telah berisi ikan dan saus tomat kemudian melewati can
seamer yang merupakan alat untuk menutup kaleng. Penutupan kaleng merupakan
tahap pekerjaan yang sangat penting dalam pengalengan. Kaleng yang tidak
rapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi dan ada udara masuk yang dapat
merusak makanan dalam kaleng. Usaha untuk mencegah kebocoran kaleng, maka
kaleng ditutup secara ganda lipatan dan pada sambungannya dilapisi dengan
senyawa semen atau lacquer bercampur karet (Adawyah, 2008). Produk yang
tidak berhasil pada penutupan kaleng bila telah melewati sterilisasi atau
pendinginan maka produk akan dibuang dan dijadikan tepung ikan, sedangkan
bila produk tersebut telah diketahui saat selesai penutupan maka dapat
dilakukan repacking.
Gambar 14. Penutupan kaleng
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.11 Pencucian 2 (Washing 2)
Kaleng yang telah melewati can seamer secara otomatis akan bergerak
ke tempat pencucian kaleng. Mesin pencuci kaleng dilengkapi dengan pipa-
pipa berlubang yang terdapat air sabun dan sikat. Pencucian kaleng ini
bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa saus yang masih melekat pada
kaleng. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air pencuci bersuhu 70°C
kemudian dialirkan melalui pipa-pipa pencuci. Sedangkan untuk sabun
pencuci, PT. Maya Food Industries selalu menggunakan merek Mama Lime
sebagai anti bakterial. Kaleng-kaleng yang akan dicuci diletakkan secara
horisontal untuk mempermudah pencucian dan masuk ke mesin pencuci. Setelah
proses pencucian selesai, kaleng secara otomatis masuk ke bak air yang
telah terdapat basket untuk menampung kaleng dan siap masuk ke proses
sterilisasi.
Gambar 15. Pencucian kaleng
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.12 Sterilisasi
Sterilisasi adalah metode dasar dalam pengawetan ikan dengan teknik
pengalengan (Adawyah, 2008). Kaleng yang telah dikeluarkan dari bak air
dari proses pencucian kemudian dimasukkan kedalam mesin retort horizontal
untuk dilakukan proses sterilisasi. Proses ini merupakan bagian yang
penting dalam proses pengalengan karena sterilisasi tidak hanya bertujuan
untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk
membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilannya,
teksturnya dan cita rasa sesuai yang diinginkan (Muchtadi, 1994 dalam
Utami, 2012).
Sterilisasi dilakukan pada suhu 117°C dan tekanan 0,70-0,80 kg/cm2
dengan waktu yang berbeda bergantung pada besar kecilnya ukuran kaleng.
Untuk kaleng yang berukuran besar (kaleng tipe 301) sterilisasi dilakukan
selama 90 menit, sedangkan untuk kaleng kecil (kaleng tipe 202) selama 80
menit. Pada proses ini diusahakan mencapai suhu 117°C tersebut, karena bila
suhu tidak tercapai, produk tersebut akan dinilai gagal dan perlu diulang
kembali.
Diantara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan,
Clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat
menghasilkan racun botulin dan membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan
selama empat menit pada suhu 120°C atau 10 menit pada suhu 115°C sudah
cukup untuk membunuh semua strain C. botulinum (A-C). Karena sifatnya yang
tahan panas, jika proses pengalengan dilakukan secara tidak benar, bakteri
tersebut dapat aktif kembali selama penyimpanan. Selain itu, ikan termasuk
ke dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu mempunyai kisaran pH 5,6-
6,5. Adanya medium pengalengan dapat meningkatkan derajat keasaman
(menurunkan pH), sehingga produk dalam kaleng menjadi awet. Pada tingkat
keasaman yang tinggi, Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh (Astawan,
2005).
Gambar 16. Kaleng dimasukkan kedalam retort
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.13 Pendinginan (Cooling)
Kaleng yang selesai disterilisasi kemudian dilakukan pendinginan
dalam retort sampai suhunya turun menjadi 35-40°C, dengan menyemprotkan air
selama 20 menit sesuai dengan SNI 3548.3:2010. Penyemprotan bertujuan untuk
mencegah terjadinya over cooking atau over processing. Kemudian pendinginan
dilanjutkan di bak pendingin pada air biasa (suhu 20°C) selama 15-20 menit
dengan keadaan kaleng masih berada didalam basket, yang dipindahkan dari
retort dengan bantuan katrol. Kemudian basket diangkat dari bak air dan
ditiriskan.
Wadah harus cepat didinginkan segera setelah proses sterilisasi
selesai, dengan tujuan untuk memperoleh keseragaman (waktu dan suhu) dalam
proses dan untuk mempertahankan mutu produk akhir. Selama produk berada
pada suhu antara suhu ruang dan suhu proses, pertumbuhan spora bakteri
tahan panas akan distimulir dan bakteri yang masih bertahan hidup mengalami
shock sehingga akan mati (Adawyah, 2008). Pendinginan dilakukan sampai
suhunya sedikit diatas suhu kamar, maksudnya agar air yang menempel pada
dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya karat dapat dicegah
(Trianto dan Akbarsyah, 2007).
Gambar 17. Kaleng pada bak pendingin
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.14 Inkubasi
Kaleng yang telah ditiriskan kemudian dimasukkan kedalam gudang
labelling untuk diinkubasi selama satu minggu pada suhu ruang (28-30°C)
dengan keadaan masih di dalam basket. Berbeda dengan SNI 3548.3:2010 yang
menyatakan bahwa inkubasi dilakukan selama dua minggu pada suhu ruang dalam
posisi terbalik. Tujuan inkubasi adalah untuk mengontrol kualitas produk
yang telah dihasilkan, bila masih terdapat adanya Clostridium sp. dalam
kaleng maka kemasan kaleng akan terlihat menggelembung. Bila setelah
diinkubasi kaleng tetap dalam keadaan baik maka produk dinilai aman dan
siap untuk dipasarkan.
Gambar 18. Kaleng diinkubasi pada ruang pengemasan
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.15 Pemberian Label dan Pengemasan (Labelling and Packing)
Produk yang tidak mengalami perubahan selama masa inkubasi, sebelum
dikemas dalam karton terlebih dahulu diberi tanggal kadaluarsa dan kode
produksi. Tujuan labelling ini menurut Hudaya (2008), perlu dilakukan untuk
memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi
pada produk akhir yang dihasilkan. Dengan demikian dapat diminimalisir
kerusakan yang sama bila kerusakan tersebut disebabkan kesalahan pabrik.
Adanya tanggal kadaluarsa dapat diketahui batas waktu kapan produk tersebut
dapat dikonsumsi dan tidak membahayakan untuk kosumen.
Labelling menggunakan mesin pencetak kode otomatis dengan cara kaleng-
kaleng dikeluarkan dari keranjang besi secara manual dan dilewatkan belt
conveyor menuju ke mesin tersebut. Sebelum masuk ke mesin pencetak, tutup
kaleng yang lewat dibersihkan dengan lap bersih dan dilakukan sortasi bila
ditemukan kaleng-kaleng yang rusak seperti penyok. Bila kaleng tersebut
masih dapat diperbaharui maka produk tersebut akan dikemas ulang, sedangkan
untuk kaleng yang rusak fatal seperti ikannya rusak maka kaleng akan dibuka
dan isinya dibuang ke bagian limbah untuk dijadikan tepung ikan. Berikut
contoh pemberian kode pada produk kaleng :
Gambar 19. Labelling
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
Keterangan kode produksi :
MFI : nama perusahaan (PT. Maya Food Industries)
AT : supplier kaleng (PT. Ancol Terang)
L : jenis ikan (Lemuru)
02/03 : nomor retort/masakan ke-
04 OCT 2015 : tanggal kadaluarsa 04 Oktober 2015 dan tanggal produksi 04
Oktober 2012
Setelah kaleng ikan diberi label, kaleng dimasukkan kedalam karton
sehingga mempermudah dalam pengangkutan dan pengiriman. Kaleng dimasukkan
kedalam karton dengan jumlah sesuai kapasitas karton dan disusun dengan
rapi agar tidak merusak kaleng. Cara pengepakan kaleng sarden ini yaitu
memasukkan kaleng dengan tutup dibagian atas. Pada bagian luar karton juga
diberikan label sama seperti pada kemasan kaleng didalamnya.
Gambar 20. Proses labelling dan pengemasan
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
4.6.16 Penyimpanan (Storage)
Penyimpanan merupakan kegiatan akhir sebelum pendistribusian produk
baik ke pemesan maupun ke konsumen. Proses penyimpanan ini dilakukan di
dalam gudang yang diusahakan selalu kering dan tidak terkena cahaya
matahari langsung. Karton-karton tersebut diletakkan di atas pallet untuk
menghindari kontak langsung antara karton dengan lantai gudang. Karton
seharusnya ditumpuk sebanyak delapan susun karton, namun dalam pelaksanaan
teknisnya di gudang PT. Maya Food Industries karton tersebut ditumpuk
sebanyak sepuluh susun karena kapasitas gudang kurang mencukupi bila
diterapkan delapan susun.
Telah dilakukan percobaan terlebih dahulu dan diketahui hingga
tumpukan kesepuluh, kaleng dan karton belum mengalami kerusakan. Apabila
produk ini akan dipasarkan maka menggunakan sistem First In First Out
(FIFO). Produk yang pertama kali masuk akan dipasarkan terlebih dahulu,
secara otomatis produk yang kadaluarsa dahulu akan dipasarkan lebih awal.
Daya simpan dari produk yang dihasilkan ini rata-rata selama tiga tahun.
Gambar 21. Penyimpanan produk
Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)
Satu hal yang harus diingat adalah bahwa pemanasan tidak dapat
membunuh semua mikroba, khususnya thermofilik (tahan terhadap panas).
Mikroba tahan panas tersebut tidak akan tumbuh pada kondisi penyimpanan
yang normal. Apabila penyimpanan dilakukan pada ruang yang bersuhu cukup
tinggi atau terkena cahaya matahari langsung, mikroba tahan panas tersebut
akan aktif kembali dan merusak produk. Penyimpanan produk harus dilakukan
pada suhu yang cukup rendah, seperti pada suhu kamar normal dengan
kelembaban rendah. Akan menjadi lebih baik lagi bila disimpan pada lemari
pendingin. Kondisi penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu ikan dalam
kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa,
warna, tekstur dan vitamin yang dikandung oleh bahan akibat terjadinya
reaksi-reaksi kimia (Astawan, 2005). Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu
penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah
15°C.
4.7 Analisis Usaha
Analisis usaha sangat diperlukan pada setiap usaha termasuk kegiatan
pengalengan ikan, dengan tujuan agar dapat memperoleh gambaran tentang
besarnya keuntungan usaha tersebut. Dalam usaha berskala besar seperti
PT. Maya Food Industries, banyak faktor yang mempengaruhi besar
keuntungan. Salah satu yang menjadi faktor penting yaitu modal usaha, hal
ini karena perusahaan membutuhkan alat-alat yang relatif canggih dan
berharga mahal, jumlah karyawan yang relatif tidak sedikit, serta bahan
baku yang berkualitas dan sebagian besar impor. Pada kegiatan praktek
lapang ini tidak diperbolehkan mengetahui analisis yang dilakukan oleh
marketing karena merupakan rahasia perusahaan, maka dilakukan perkiraan
analisis usaha secara mandiri.
Keuntungan usaha pengalengan ikan PT. Maya Food Industries ini
sebesar Rp. 9.221.565.000,00. Keuntungan ini diketahui setelah penerimaan
hasil penjualan produk dikurangi dengan harga pokok, biaya pemasaran dan
biaya umum. Sedangkan untuk nilai Return cost ratio (R/C) yaitu nilai yang
diperoleh dari penerimaan penjualan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi hingga menghasilkan produk. Suatu usaha
menguntungkan apabila nilai R/C > 1. Semakin besar nilai R/C maka semakin
besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha (Soepranianondo
dkk, 2013). R/C usaha pengalengan ikan ini sebesar 7,78 sehingga dapat
dikatakan usaha ini sangat menguntungkan.
Analisis usaha juga berkenaan mengenai titik impas atau Break Event
Point (BEP), yaitu untuk mengetahui pada tingkat produksi dan harga berapa
suatu usaha tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian
(Soepranianondo dkk, 2013). Produk sarden kaleng pada PT. Maya Food
Industries ini diketahui mencapai titik BEP produksi saat perusahaan
memproduksi 115.697 kaleng per bulan dan menjualnya pada harga Rp.
1.200,00. Dengan hasil produksi perusahaan sebanyak 14.000 karton atau
1.166.000 kaleng yang terdiri dari kaleng berukuran kecil dan besar, serta
harga jual kaleng kecil Rp. 7.500,00 dan kaleng besar Rp. 16.000,00 maka
perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar. Perhitungan analisis usaha
berdasarkan pada biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel terdapat
pada Lampiran 6.
8. Hambatan dan Pengembangan Usaha
4.8.1 Hambatan Usaha
Dalam kegiatan produksi pengalengan ikan sarden ini diketahui terdapat
beberapa kendala yang ditemui antara lain bahan baku ikan lemuru yang sulit
diperoleh baik ikan lokal maupun ikan impor. Hal ini dikarenakan ikan
lemuru ini bersifat musiman sehingga stoknya terbatas pada saat tertentu.
Akibat dari stok ikan yang terbatas ini, produksi pengalengan tidak selalu
beroperasi disamping karena faktor pesanan untuk produk tertentu. Mengatasi
hal tersebut, perusahaan menyiasati untuk memasok bahan baku dalam jumlah
yang besar pada saat stok ikan melimpah sehingga untuk satu kali produksi
mampu memenuhi permintaan pasar dalam jangka waktu lama.
Kendala lain dihadapi pada waktu kegiatan produksi, mesin can seamer
pada waktu beroperasi kurang tepat dalam penutupan sehingga perlu
diperbaiki oleh mekanik saat produksi tengah berlangsung yang berakibat
kegiatan produksi berjalan lebih lambat. Untuk mengatasi hal tersebut
dilakukan perawatan berkala meski kendala teknis tersebut masih sering
terjadi.
Kendala non teknis yaitu bencana banjir yang terjadi pada saat praktek
lapang dilakukan. Air banjir masuk ke dalam gudang penyimpanan produk jadi
yang berakibat terendamnya kaleng-kaleng pada bagian bawah. Kaleng yang
terkena air banjir tersebut dikhawatirkan berkarat sehingga untuk mencegah
hal tersebut kaleng di gudang disortir, kaleng yang terkena air banjir
segera dicuci kembali kemudian diinkubasi, apabila masih baik akan kembali
dikemas dalam karton. Upaya lain yang dilakukan yaitu gudang penyimpanan
ditinggikan dan sebagian produk dipindahkan ke gedung penyimpanan lain yang
aman dari jangkauan banjir untuk sementara waktu.
4.7.2 Pengembangan Usaha
PT. Maya Food Industries tidak hanya menghasilkan produk sarden dan
makarel kaleng namun dapat juga membuat bakso ikan, otak-otak, fish stick,
scallops, kepiting kaleng dan masih banyak lainnya. Proses pembuatan produk
tersebut berdasarkan pesanan dari buyers yakni perusahaan lain. Hal ini
merupakan bentuk pengembangan usaha yang dilakukan PT. Maya Food Industries
untuk meningkatkan volume penjualan melalui produk berbeda jenis dengan
pangsa pasar yang berbeda pula.
Kemasan primer produk, PT. Maya Food Industries direncanakan
menggunakan kaleng dari aluminium dan tutup jenis Easy Open End (EOE).
Kaleng yang terbuat dari alumunium memiliki keunggulan lebih ringan
dibandingkan kaleng dari metal, lebih tahan karat dan mudah dibuka, namun
kelemahannya kaleng jenis ini mudah mengalami penyok dalam penanganannya.
Saat ini PT. Maya Food Industries belum menggunakan kaleng jenis ini pada
produk yang dihasilkan, masih sebatas rencana bagian produksi. Sedangkan
tutup jenis EOE ini mulai dilakukan pada produk bertipe kaleng club can,
merek Ranesa Merah dan Sesibon Balado sebagai produk percobaan untuk
melihat reaksi konsumen. Tutup EOE ini mudah dibuka bila dibandingkan tutup
biasa yang memerlukan alat untuk membuka kaleng. Dengan strategi demikian,
diharapkan jumlah permintaan konsumen kian meningkat disamping tetap
menjaga kualitas produk yang dihasilkan.
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diperoleh dari kegiatan praktek kerja lapang ini
antara lain :
1. Teknik pengalengan ikan yang dilakukan oleh PT. Maya Food Industries
dimulai dari proses penerimaan bahan baku dan pengujian kelayakan,
persiapan bahan baku, thawing, pemotongan dan pengeluaran isi perut,
pencucian 1, pengisian ikan kedalam kaleng, cek pengisian dan kebersihan,
pre cooking, penirisan, pengisian medium, penutupan kaleng, pencucian 2,
sterilisasi, pendinginan, inkubasi, labelling dan pengemasan, serta
penyimpanan hingga produk siap dipasarkan ke konsumen. Pemasakan awal
(pre cooking) dilakukan selama 20 menit pada suhu 90°C. Pengisian saus
tomat sebagai medium pengalengan hingga membentuk head space sebesar 3
mm dengan kekentalan saus 28-30° Brix. Proses sterilisasi pada suhu 117°C
dan tekanan 0,70-0,80 kg/cm2 dalam waktu 80-90 menit. Dan kaleng siap
dikemas setelah melalui masa inkubasi selama satu minggu dan dilakukan
labelling pada permukaan tutup kaleng.
2. PT. Maya Food Industries menerapkan sistem organisasi berbentuk garis
dengan kekuasaan dan tanggung jawab mengalir langsung secara vertikal
dari managing director sampai pada setiap orang yang berada pada jabatan
terendah, hal tersebut untuk mengefektifkan kerja dimasing-masing
departemen. Perusahaan merupakan organisasi padat karya karena
membutuhkan sumber daya manusia dalam jumlah banyak, namun diketahui pula
jumlah karyawan tidak selalu sama setiap tahun terutama karyawan musiman
dan borongan. Hal ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan perusahaan
terhadap banyaknya karyawan dalam mendukung kegiatan produksi dan
banyaknya pesanan produk dari pemesan.
3. Permasalahan yang ditemui pada proses pengalengan ikan di PT. Maya Food
Industries yaitu ketersediaan stok ikan lemuru yang bersifat musiman. Hal
ini mengakibatkan proses produksi tidak berjalan rutin. Selain itu mesin
yang mengalami gangguan ditengah kegiatan produksi serta bencana banjir
yang menyebabkan kaleng rawan berkarat.
5.2 Saran
Adapun saran yang disampaikan kepada PT. Maya Food Industries ini
meliputi :
1. Pada saat proses thawing ikan berjalan relatif lama, hal ini karena suhu
ikan saat penyimpanan mencapai -18°C sehingga membutuhkan waktu lama.
Mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan thawing dengan menggunakan air
hangat dengan suhu air yang tidak terlalu tinggi sehingga mampu
mempercepat pencairan dan ikan lebih cepat diolah untuk produksi.
2. Terkait pasokan bahan baku ikan yang tidak selalu ada dan tidak menjamin
kelangsungan produksi setiap bulannya maka disarankan PT. Maya Food
Industries mencari supplier tambahan untuk memasok bahan baku ikan
terutama lemuru sehingga tidak bergantung pada supplier tetap.
3. Peralatan yang digunakan dalam proses pemotongan ikan yaitu pisau
dinilai karyawan tidak cukup tajam dan menghambat proses pemotongan, maka
diperlukan tenaga kerja yang bertugas untuk mengasah pisau saat
perusahaan tidak produksi sehingga pisau dapat mengefektifkan kerja
karyawan.
4. Mesin can seamer perlu diperiksa secara rutin terutama sebelum proses
produksi dimulai, hal ini dikarenakan salah satu can seamer sering
mengalami gangguan saat proses produksi sedang berlangsung.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. hal
120-133.
Aprilia, S. 2011. Trofik Level Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap
yang Digunakan Nelayan Di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten.
Skripsi. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 117 hal.
Astawan, M. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan : Ikan Kalengan Tetap Kaya
Gizi. http://web.ipb.ac.id. diakses 13 Februari 2014. 3 hal.
Bachrin, N., Sudirman, Zainuddin dan Mukti. 2011. Zona Potensial
Penangkapan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Berdasarkan Parameter
Oseanografi dan Hasil Tangkapan Di Perairan Kecamatan Liukang
Tupabbirin Kabupaten Pangkep. Universitas Hasanuddin. Makassar. 50
hal.
Bali Post. 2003. Jembrana Kejar Ketertinggalan - Benahi Pendaratan Ikan,
Genjot Produksi. http://www.balipost.co.id/.diakses pada 5 Maret 2014.
David, F. R. 2004. Strategic Management: Concepts and Cases. Edisi ke-7.
Penerjemah: Sindoro Alexander. PT Indeks. Jakarta. hal 4-6.
David, F. R. 2006. Manajemen Strategis: Konsep. Edisi ke-10. Penerjemah:
Ichsan Setiyo Budi. Salemba Empat. Jakarta. hal 223-247.
Hasibuan, M. S. P. 2009. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Edisi
Revisi. Bumi Aksara. Jakarta. hal 2.
Hudaya, S. 2008. Tahapan Proses Pengalengan. Pelatihan Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian Pengolahan dan Pengawetan Pangan, 13 Oktober 2008. 7
hal.
IFT Fishing. 2013. Ikan Lemuru. http://www.iftfishing.com. diakses 23
November 2013.
Kaurvaki, R. 2012. Evaluasi Kinerja: Definisi, Tujuan, Faktor dan
Manfaatnya. http://id.shvoong.com. diakses 23 Februari 2014.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2011. KKP Perbarui Impor
Perikanan. http://www.kkp.go.id/. diakses pada 5 Maret 2014.
Khalishi, Z. 2011. Karakteristik dan Formulasi Rengginang Tepung Ikan
Tembang (Sardinella fimbriata). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.
Koswara, S. 2009. Pengolahan Pangan dengan Suhu Rendah.
http://tekpan.unimus.ac.id/. diakses pada 5 Maret 2014. 17 hal.
Maleva, D. 2011. Dasar-dasar Pengawetan, Teknologi Hasil Perikanan.
http://blog.ub.ac.id/. diakses pada 5 Maret 2014.
Mayoman, Y. 2012. Organisasi Bisnis. http://ymayowan.lecture.ub.ac.id.
diakses 13 Februari 2014. 33 hal.
Murniyati, A. S. dan Sunarman. 2004. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan
Ikan. Kanisius. Jakarta. hal 13-17.
Nababan, N.M.C.M. 2009. Hubungan Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Selat
Bali dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didapatkan
di TPI Muncar, Banyuwangi. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
59 hal.
Nafarin, M. 2007. Penganggaran Perusahaan. Edisi 3. Salemba Empat. Jakarta.
hal 202-203.
Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. hal 54-55.
Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP). 2012. Ikan Lemuru.
http://www.pipp.kkp.go.id/. diakses 21 September 2013.
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (PPKP). 2012. Pengolahan Ikan
Bandeng. http://www.pusluh.kkp.go.id/. diakses pada 5 Maret 2014. 53
hal.
Rasyid, A. 2003. Isolasi Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk Omega-3 dari Ikan
Lemuru (Sardinella sp.). Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional 30-
31 Juli 2003. Jakarta. 8 hal.
Safitri, W. N. A. 2013. Pengalengan Ikan Tuna "Pasific Queen".
http://widyanuradinasafitri.blog.ugm.ac.id/. diakses 13 Februari 2014.
3 hal.
Saliman, A. R., Hermansyah dan A. Jalis. 2005. Hukum Bisnis untuk
Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus. Kencana Renada Media Group.
Jakarta. hal 6.
Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis
Dalam Penelitian. Andi. Yogyakarta. hal 171-174.
Sarika, D. 2009. Pengaruh Kas Terhadap Likuiditas pada PT. Unilever
Indonesia Tbk. Skripsi. Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas
Komputer Indonesia. Bandung. 74 hal.
Soepranianondo, K., Romziah S., Dady S.N, Sri H, Pratisto, dan Sunaryo H.W.
2013. Buku Ajar : Kewirausahaan, Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Bagi
Mahasiswa. Airlangga University Press. Surabaya. hal 195-197.
Sonnino. 2012. Upaya Memperpanjang Daya Simpan Ikan Pindang.
http://id.shvoong.com. diakses 24 November 2013.
Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-4110.1-2006 Spesifikasi Ikan Beku
– Bagian 1. Badan Standardisadi Nasional. Jakarta. 10 hal.
Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-2729.1-2006 Spesifikasi Ikan Segar
– Bagian 1. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. 10 hal.
Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-4872.1-2006 Spesifikasi Es untuk
Penanganan Ikan – Bagian 1. Badan Standardisasi Nasional. 10 hal.
Standar Nasional Indonesia. 2010. SNI 3548.3:2010 Penanganan dan
Pengolahan: Ikan Pelagis Kecil Media Saus Tomat dalam Kaleng – Bagian
3. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. 13 hal.
Suryaningrum, D., Suryanti, dan Muljanah, I. 2012. Membuat Fillet Ikan
Patin. Penebar Swadaya. Jakarta. hal 8.
Syakila, S. 2009. Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)
di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa
Barat. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hal.
Swagger, A. 2012. Klasifikasi Ikan Air Laut. http://www.scribd.com. diakses
24 November 2013. 23 hal.
Trianto, H. E dan T. M. I. Akbarsyah. 2007. Pengalengan Ikan Tuna
Komersial. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan (2) 2 : 43-50.
Triyatna, S. 2013. Sardinella Bali (Sardinella lemuru, Bleeker, 1853).
http://subhantriyatnas11u.student.ipb.ac.id. diakses 24 November 2013.
Utami, R. 2012. Karakteristik Pemanasan pada Proses Pengalengan Gel Cincau
Hitam (Mesona palustris). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hal.
Lampiran 2. Struktur organisasi PT. Maya Food Industries Pekalongan
89
90
Lampiran 3. Sertifikat MUI, GMP, ISO dan HACCP yang diperoleh PT. Maya Food
Industries
91
Lanjutan Lampiran 3.
92
Lanjutan Lampiran 3.
93
Lanjutan Lampiran 3.
94
Lampiran 4. Score sheet tes organoleptik sesuai dengan SNI
SNI 01-2729.1-2006
95
Lanjutan Lampiran 4.
SNI 01-4110.1-2006
96
Lanjutan Lampiran 4.
97
Lanjutan Lampiran 4.
99
Lampiran 6. Analisis usaha PT. Maya Food Industries
Biaya Investasi
"No "Nama Peralatan"Jumlah "Total "Nilai "
" " " " "Penyusutan/tahu"
" " " " "n "
"1 "Tanah "23.000 m2 "Rp. "- "
" " " "3.450.000.000,00 " "
"2 "Pendirian "5.100 m2 "Rp. 950.000.000,00"Rp. 500.000,00 "
" "Gedung " " " "
"3 "Exhaust Box "4 buah "Rp. 168.000.000,00"Rp. 450.000,00 "
"4 "Meja "60 buah "Rp. 126.000.000,00"Rp. 350.000,00 "
" "Pemotongan " " " "
"5 "Pisau dan "450 pasang"Rp. 157.500.000,00"Rp. 250.000,00 "
" "Talenan " " " "
"6 "Bak Plastik "200 buah "Rp. 30.000.000,00 "Rp. 250.000,00 "
" "dan Keranjang " " " "
"7 "Timbangan "10 buah "Rp. 45.000.000,00 "Rp. 350.000,00 "
" "Digital " " " "
"8 "Conveyor "5 buah "Rp. 14.000.000,00 "Rp. 350.000,00 "
"9 "Drum Rotary "1 buah "Rp. 12.000.000,00 "Rp. 400.000,00 "
" "Washer " " " "
"10 "Alat Pembuat "4 buah "Rp. 22.000.000,00 "Rp. 450.000,00 "
" "Saus " " " "
"11 "Can Seamer "3 buah "Rp. 92.000.000,00 "Rp. 400.000,00 "
"12 "Can Washer "2 buah "Rp. 29.000.000,00 "Rp. 350.000,00 "
"13 "Bak Penampung "1 buah "Rp. 9.750.000,00 "Rp. 350.000,00 "
" "Kaleng " " " "
"14 "Basket "15 buah "Rp. 13.500.000,00 "Rp. 150.000,00 "
"15 "Retort "4 buah "Rp. 300.000.000,00"Rp. 500.000,00 "
"16 "Bak Pendingin "1 buah "Rp. 10.000.000,00 "Rp. 250.000,00 "
"17 "Printer "1 buah "Rp. 12.000.000,00 "Rp. 350.000,00 "
" "Labelling " " " "
"18 "Pallet "25 buah "Rp. 6.250.000,00 "Rp. 150.000,00 "
"19 "Derek Mekanis "5 buah "Rp. 17.500.000,00 "Rp. 250.000,00 "
"20 "Cold Storage "3 buah "Rp. 930.000.000,00"Rp. 550.000,00 "
"21 "Forklift "15 buah "Rp. 187.500.000,00"Rp. 500.000,00 "
"Total " Rp. "Rp. "
" "6.582.000.000,00 "7.150.000,00 "
Biaya Tetap
"No "Keterangan "Jumlah "Biaya/bulan "Total/bulan (Rp)"
" " " "(Rp) " "
"1 "Listrik dan Air "- "Rp. "Rp. "
" " " "12.450.000,00 "12.450.000,00 "
"2 "Karyawan Tetap "52 orang "Rp. "Rp. "
" " " "3.200.000,00 "166.400.000,00 "
"3 "Karyawan Kontrak "90 orang "Rp. "Rp. "
" " " "1.750.000,00 "157.500.000,00 "
"4 "Karyawan Musiman "448 orang "Rp. "Rp. "
" " " "800.000,00 "358.400.000,00 "
"5 "Karyawan Borongan"31 orang "Rp. "Rp. "
" " " "550.000,00 "17.050.000,00 "
"Total "Rp. "
" "711.800.000,00 "
100
Lanjutan Lampiran 6.
Biaya Variabel
"No "Keterangan "Kebutuhan/bulan "Total biaya (Rp) "
"1 "Ikan Lemuru "148 ton "Rp. "
" " " "518.000.000,00 "
"2 "Pasta Saus "13,3 ton "Rp. "
" " " "113.050.000,00 "
"3 "MCS "2,4 ton " Rp. "
" " " "7.440.000,00 "
"4 "Garam "1.475 kg " Rp. "
" " " "1.770.000,00 "
"5 "Es "2 ton "Rp. "
" " " "550.000,00 "
"6 "Kaleng "1.166.000 buah "Rp. "
" " " "4.081.000,00 "
"7 "Karton "14.000 buah "Rp. "
" " " "2.744.000,00 "
"Total "Rp. "
" "647.635.000,00 "
Total Biaya Operasional = Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp. 711.800.000,00 + Rp. 647.635.000,00
= Rp. 1.359.435.000,00
"Bulan "Jumlah "Harga per "Total "
" " "Kemasan " "
" " " " "
"Penerimaan " " " "
"Sarden Kaleng "216.000 "Rp. 16.000,00 "Rp. "
"Besar " " "3.456.000.000,00 "
"Sarden Kaleng "950.000 "Rp. 7.500,00 "Rp. "
"Kecil " " "7.125.000.000,00 "
"Total "Rp. "
" "10.581.000.000,00 "
1. Analisa rugi – laba
Laba / Rugi = Penerimaan – Biaya Operasional
= Rp. 10.581.000.000,00 – Rp. 1.359.435.000,00
= Rp. 9.221.565.000,00
2. Return Cost Ratio ( R/C)
R/C = Penerimaan : Total biaya Operasional
= Rp. 10.581.000.000,00 : Rp. 1.359.435.000,00
= 7,78
3. Analisis BEP Produksi dan Harga
BEP produksi = Total biaya operasional : Harga jual rata -rata
= Rp. 1.359.435.000,00 : Rp. 11.750,00
= 115.697
BEP harga = Total Biaya Operasional : Hasil Produksi
= Rp. 1.359.435.000,00 : 1.166.000 kaleng
= Rp. 1.200,00
Lampiran 7. Data penerimaan bahan baku selama 20 Januari – 15 Februari 2014
"No. "Hari "Bahan Baku "Jumlah "
"1 "20 Januari 2014"Fresh Sardine "8.000 kg "
"2 "21 Januari 2014"Frozen Sardine "83.250 kg "
"3 "23 Januari 2014"Frozen Sardine "136.500 kg "
"4 "27 Januari 2014"Frozen Mackarel"50.357 kg "
"5 "30 Januari 2014"Kaleng "14 pallet "
" " " "@ 4.800 kaleng "
"6 "5 Februari 2014"Zat Adiktif "5.000 kg "
"7 "7 Februari 2014"Fresh Sardine "7.500 kg "
"8 "11 Februari "Frozen Sardine "28.000 kg "
" "2014 " " "
Catatan :
Penerimaan ikan segar atau lokal dalam satu kali penerimaan sekitar
7,5-12 ton. Namun proses produksi hanya akan dilakukan bila stok ikan
mencapai 10 ton keatas, sehingga bila stok ikan segar kurang dari 10 ton
disimpan di cold storage terlebih dahulu. Dalam 10 ton ikan dapat
dihasilkan 750 kaleng besar atau 1100 kaleng kecil untuk satu kali
produksi.
Lampiran 8. Dokumentasi peralatan produksi
a) (b)
c) (d)
e) (f)
Keterangan :
a) Pisau; (b) Talenan; (c) Meja Pemotongan; (d) Bak Plastik; (e)
Keranjang; (f) Timbangan
Lanjutan Lampiran 8.
(g) (h)
(i) (j)
(k) (l)
Keterangan :
g) Chain Conveyor; (h) Belt Conveyor; (i) Exhaust Box; (j) Drum
Rotary Washer; (k) Mesin Pembuat Saus; (l) Can Seamer
Lanjutan Lampiran 8.
(m) (n)
(o) (p)
(q) (r)
Keterangan :
(m) Can Washer dan Bak Penampung; (n)Basket; (o) Retort Horisontal; (p) Bak
Pendingin; (q) Printer Labelling; (r) Pallet
Lanjutan Lampiran 8.
(s) (t)
(u) (v)
Keterangan :
(s) Katrol Mekanis; (t) Cold Storage; (u) Forklift; (v) Kaleng
-----------------------
Lampiran 1. Tata letak dan denah unit produksi
88
Lampiran 5. Alur proses produksi pengalengan ikan di PT Maya Food
Industries 98