Surga Dukun ‘MAMA BIANG’: DI NEGERI POILATEN Etnik Talaud – Kab. Kepulauan Talalud
Arief S. Ade A.F Rachmalina Soerachman
Penerbit
Unesa University Press
Arief S., dkk.
Surga Dukun ‘MAMA BIANG’: DI NEGERI POILATEN Etnik Talaud – Kab. Kepulauam Talaud Diterbitkan Oleh UNESA UNIVERSITY PRESS Anggota IKAPI No. 060/JTI/97 Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015 Kampus Unesa Ketintang Gedung C-15Surabaya Telp. 031 – 8288598; 8280009 ext. 109 Fax. 031 – 8288598 Email:
[email protected] [email protected] Bekerja sama dengan: PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176 Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749
xv, hal 360., Illus, 15,5 x 23 ISBN: 978-979-028-957-4 copyright © 2016, Unesa University Press All right reserved Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik cetak, fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit
iii
SUSUNAN TIM Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia. Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015, dengan susunan tim sebagai berikut: Pembina
: Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI
Penanggung Jawab
: Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Wakil Penanggung Jawab : Prof. Dr.dr. Lestari Handayani, M.Med (PH) Ketua Pelaksana
: dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc
Ketua Tim Teknis
: drs. Setia Pranata, M.Si
Anggota Tim Teknis
: Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes drg. Made Asri Budisuari, M.Kes dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH drs. Kasno Dihardjo dr. Lulut Kusumawati, Sp.PK
Sekretariat
: Mardiyah, SE. MM Dri Subianto, SE
iii
Koordinator Wilayah: 1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab. Klaten, Kab. Barito Koala 2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan 3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah Selatan 4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru 5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong Selatan 6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba Barat 7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab. Sumenep, Kab. Aceh Timur 8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab. Bantaeng 9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab. Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke 10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar 11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu Raijua, Kab. Tolikara 12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli, Kab. Muna
iv
KATA PENGANTAR Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan. Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat.simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat di Indonesia. Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal. Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.
v
Surabaya, Nopember 2015 Kepala Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI
Drg. Agus Suprapto, MKes
vi
DAFTAR ISI SUSUNAN TIM................................................................................ KATA PENGANTAR ......................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................... DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
iii v vii xi xiii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................. 1.1 Gambaran Umum Studi............................................ 1.1.1 Latar Belakang Studi ..................................... 1.1.2 Masalah dan Tujuan Studi ............................ 1.1.3 Batasan Studi ................................................ 1.1.4 Desain Studi .................................................. 1.1.5 Wilayah Kajian Studi ..................................... 1.1.6 Kelemahan-kelemahan Studi ....................... 1.2 Kajian Terdahulu....................................................... 1.3 Sistematika Buku ......................................................
1 1 1 11 12 12 18 18 19 22
BAB 2 ........................................................................................... 2.1 Sejarah Miangas Selayang Pandang ......................... 2.1.1 Asal-usul ....................................................... 2.1.2 Perkembangan Desa ..................................... 2.2 Geografi dan Kependudukan ................................... 2.2.1 Gambaran Geografi ...................................... 2.2.2 Kependudukan.............................................. 2.3 Pola Tempat Tinggal ................................................. 2.4 Sistem Religi ............................................................. 2.4.1 Kosmologi ..................................................... 2.4.2 Praktek Keagamaan ...................................... 2.5 Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan .................... 2.5.1 Sistem Kekerabatan ......................................
24 24 30 39 53 53 71 82 91 91 109 119 119
vii
2.5.2 Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal .... 2.6 Konsep Tentang Sehat dan Sakit .............................. 2.7 Bahasa ...................................................................... 2.8 Kesenian ................................................................... 2.9 Mata Pencaharian .................................................... 2.10 Teknologi dan Peralatan ...........................................
134 156 161 167 171 175
BAB 3 POTRET BUDAYA KESEHATAN............................................ 3.1 Implementasi Pembangunan Kesehatan di Miangas .. 3.2 Potret Status Kesehatan Ibu dan Anak..................... 3.2.1 Pra Hamil ...................................................... 3.2.1.1 Masa Remaja .................................. 3.2.1.2 Kehamilan yang Tidak Diinginkan... 3.2.1.3 Pasangan Usia Subur Belum Memiliki Anak ................................. 3.2.1.4 Nilai Anak dan Pembatasan Jumlah Anak ................................................ 3.2.2 Hamil ............................................................. 3.2.2.1 Upacara Pada Masa Kehamilan ...... 3.2.2.2 Pantangan dan Keharusan Pada Masa Hamil ..................................... 3.2.2.3 Masa Kehamilan : Masa Mendapatkan Perhatian................. 3.2.2.4 Pemeriksaan Kehamilan ................. 3.2.3 Persalinan dan Nifas ..................................... 3.2.3.1 Ritual Saat Persalinan ..................... 3.2.3.2 Ritual Ibu Pasca Persalinan............. 3.2.3.3 Ritual Bayi APsca Dilahirkan ........... 3.2.4 Menyusui ...................................................... 3.2.4.1 ASI Eksklusif dan Makanan Bayi ..... 3.2.4.2 Pantangan Pada Saat Menyusui ..... 3.2.5 Neonates, bayi dan Balita ............................. 3.2.5.1 Pantangan Bayi ...............................
180 182 192 192 192 204
viii
214 218 220 220 220 222 224 226 226 236 240 244 244 246 247 247
3.3
3.4
3.5
3.6
3.2.5.2 Imunisasi dan Posyandu Balita ....... Potret Penyakit di Masyarakat ................................. 3.3.1 Tuberculosis .................................................. 3.3.2 Panu .............................................................. 3.3.3 Diabetes Melitus........................................... 3.3.4 Naik Darah (Hipertensi) ................................ 3.3.5 Khosa (Sesak Nafas) ...................................... Potret Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ................... 3.4.1 Persalinan dengan Tenaga Kesehatan .......... 3.4.2 Penimbangan Bayi dan Balita ....................... 3.4.3 ASI Eksklusif .................................................. 3.4.4 Cuci Tangan Pakai Sabun .............................. 3.4.5 Jamban Sehat ............................................... 3.4.6 Aktivitas Fisik ................................................ 3.4.7 Konsumsi Buah dan Sayur ............................ 3.4.8 Tidak Merokok dalam Rumah ...................... 3.4.9 Penggunaan Air Bersih ................................. 3.4.10 Memberantas Jentik Nyamuk ...................... Sistem Pelayanan Kesehatan ................................... 3.5.1 Pelayanan Pengobatan Medis ...................... 3.5.2 Pelayanan Pengobatan Tradisional .............. 3.5.2.1 Pelayanan Pengobatan makatana .. 3.5.2.2 Pelayanan Pengobatan dengan kuasa dunia..................................... 3.5.2.3 Pelayanan Pengobatan dengan Kuasa Tuhan ................................... Health Seeking Behavior .......................................... 3.6.1 Mencari kesembuhan di Miangas ................ 3.6.2 Puskesmas VS Pelayanan Kesehatan Tradisional .................................................... 3.6.3 Dilematika Perujukan di Miangas .................
248 249 250 254 254 258 261 265 265 267 269 269 271 273 274 277 279 281 282 282 288 289 292 296 299 300 303 310
ix
BAB 4'MAMA BIANG' SURGA DI NEGERI POILATEN ...................... 4.1 Kondisi Pelayanan Kesehatan di Perbatasan Miangas .................................................................... 4.2 Adat Mangelo ........................................................... 4.3 Persalinan di Miangas, Antara Keinginan dan Kenyataan ................................................................. 4.4 Mama Biang dan Life Circle Anak Miangas .............. 4.5 Kehamilan dan Pijatan Jemari Mama Biang ............. 4.6 Mama Biang, Bidadari Penolong di Tengah Keterbatasan ............................................................ 4.7 Kelahiran hingga Ritual Papancunge ........................ 4.8 Remaja dan Ritual Mangelo ..................................... 4.9 Mama Biang Surga di Negeri Poliaten ......................
312 312 322 325 333 334 337 339 340 341
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................... 348 5.1 Kesimpulan ............................................................... 348 5.2 Rekomendasi ............................................................ 350 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 352 GLOSARIUM ................................................................................... 354 UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................. 359
x
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Matriks Pola Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan dengan kondisi Sosial Ekonomi di Miangas Tahun 2015................. 345
Tabel 3.2
Matriks Pola Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan dengan kondisi Sosial Ekonomi di Miangas Tahun 2015................. 347
xi
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5
Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Talaud Pada Tahun 2009 – 2013. Genelogi Keluarga Marga Ratujuri yang Merujuk Sopu dan Tinuri .................................. Peta Perbandingan Jarak Miangas ke Davao dan melong............................................................... Temperatur ....................................................... Curah Hujan ...................................................... Peringatan menjaga kebersihan sumber air ..... Desa miangas dari Drone .................................. Peta Pemukiman Desa ...................................... Lanta’a ( Meriam Penjaga) ................................ Pelangi di Pulau Miangas yang tiba-tiba muncul ..... Makam dulu dan kini bergaya “berundak” dan “ kepala nisan besar”......................................... Ritual Larenosasua di halaman gereja ............. Ritual Manam’I .................................................. Nanguwanua (Mangkubumi 2), Bapak Awalla wafat. Brosur kesehatan berbahasa Talaud ................. Tarian dan kerajinan Tikar ................................. Batu Mura.......................................................... Puskesmas Miangas .......................................... Kegiatan Posyandu, Imunisasi dan Pemeriksaan Ibu Hamil..................................... Satu-satunya data tentang Balita yang didapatkan oleh peneliti Di lapangan ............... Salah satu rutin remaja yang diatur oleh ada yaitu ibadah minggu .......................................... Talut pinggih pantai tempat favorit para remaja menunggu senja ...............................................
8 39 54 62 63 71 90 90 94 103 108 113 117 119
166 171 179 183 184
191 198 200
xiii
Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15 Gambar 3.16 Gambar 3.17 Gambar 3.18 Gambar 3.19 Gambar 3.20 Gambar 3.21 Gambar 3.22 Gambar 3.23 Gambar 3.24 Gambar 3.25 Gambar 3.26 Gambar 3.27
xiv
Penyakit urat naga yang diderita Informan TL....... Pemerikasaan LILA ibu Hamil pada kegiatan Posyandu.... Kondisi ruang bersalin di Puskesmas Miangas .. Peralatan persalinan yang dimiliki oleh seorang mama biang ................................ Tumbuhan alang-alang yang dipakai sebagai bahan ramuan Makatana .................................. Ritual Papancunga saat mama biang menyuapkan hidangan ke bayi.......................... Ritual papancunge, hidangan yang wajib diberikan kepada si bayi .................................... Sagu Tanah yang sudah dijadikan tepung ......... Ibu Muda yang member bubur sagu tanah kepada bayinya Yang berusia 5 bulan .............. Posyandu ........................................................... Daun Saibanua .................................................. Komplikasi Diabetes mellitus pada salah seorang informan ..................................... Kegiatan penimbangan balita di Posyandu ....... Perilaku dan tradisi pemberian sagu tanah pada bayi mulai berusia 3 bulan ....................... Kebiasaan anak Miangas bermain sambil memakan camilan di pasir ................................ Seorang anak yang bisulan sedang memegang makanan selagi bermain Di pasir ...................... Salah satu jamban milik warga .......................... Aktivitas warga bekerja di kebun ...................... Aktivitas sore bermain Voli ............................... Perkebunan Sayur Warga .................................. Daun Bawang dan cabe rawit yang ditanam secara Mandiri ................................................... Menu makanan masyarakat ketika musim ikan
217 224 229 229 236 242 242 245 246 259 253 256 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277
Gambar 3.28 Gambar 3.29 Gambar 3.30 Gambar 3.31 Gambar 3.32 Gambar 3.33 Gambar 3.34 Gambar 3.35 Gambar 3.36 Gambar 3.37 Gambar 3.38 Gambar 3.39 Gambar 3.40 Gambar 3.41 Gambar 3.42 Gambar 3.43 Gambar 3.44
Perilaku merokok di masyarakat ....................... Sumber air bersih utama masyarakat ............... Masyarakat yang mengangkut air secara mandiri .. Salah Satu Drum penyimpanan air warga ......... Spanduk 3M yang dipajang di depan pintu puskesmas . Akses Jalan menuju puskesmas Induk .............. Puskesmas Pembantu (Pustu) ........................... Seorang calon Mama Biang yang Sedang melakukan pengobatan Makatana ...... Salah satu tumbuhan ( Sereh) yang dipakai dukun Makatana membuat ramuan .... Peralatan yang digunakan , Batu Putih, Sumpit dan Pisau Putih .................................................. Salah satu cara pengobatn dengan menggunakan media sumpit ............................. Salah satu cara pengobatan dengan menggunakan media pisau putih ..................... Media Penyembuhan yang dipakai Ibu AT........ Seorang anak yang membeli obat bebas untuk keluarganya di warung ............................ Kondisi tenaga kesehatan dan pasien di puskesmas..... Kondisi obat-obatan di apotik puskesmas ........ Salah satu kebijakan di Puskesmas ...................
278 280 280 281 282 284 284 290 291 293 295 296 298 301 305 306 307
xv
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Studi 1.1.1 Latar Belakang Studi Pencapaian-pecapaian pembangunan yang sudah dilaksanakan di Republik Indonesia dalam tiga dekade terakhir menunjukan fenomena kemajuan yang sangat besar. Pencapaian tujuan pembangunan tersebut meliputi persoalan penurunan tingkat kemiskinan yang ekstrim, menaikkan jumlah angka kelulusan pada tingkat pendidikan dasar. Bahkan pencapain dalam pembangunan kesehatan juga nampak sukses berupa pengurangan munculnya insiden angka malaria dan TBC. Dibalik kesuksesan pencapaian pembangunan tersebut, ternyata aspek Kesehatan Ibu dan Anak masih menyisakan persoalan yang cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan Survey Demografi Indonesia (SDKI) 2012 memberikan data bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) 359/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian bayi (AKB) 32/1.000 kelahiran hidup. Lebih dari tiga perempat kematian balita terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak dan mayoritas kematian
1
bayi terjadi pada periode neonatus1. Berdasar kesepakatan global (Millenium Development Goal/MDGs 2000) diharapkan tahun 2015 terjadi penurunan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23/1000 kelahiran hidup. Mengacu pada hal di atas, pemerintah hingga kini masih bekerja keras untuk merealisasikannya. Pembangunan Kesehatan pada tahun 2010-2014 diprioritaskan pada peningkatan kesehatan ibu, bayi, Balita dan Keluarga Berencana (KB). Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan memerlukan terobosan baru untuk meningkatkan kesehatan ibu, bayi, Balita dan Keluarga Berencana2. Upaya-upaya terobosan pemerintah telah banyak dibuat, seperti kebijakan pembiayaan persalinan Jaminan Persalinan (Jampersal) yang dikeluarkan mulai bulan Maret 20113. Namun, penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat4. Contohnya adalah buku yang ditulis Gutomo Priyatmono yang berjudul Bermain dengan Kematian: Potret Kegagalan Pembangunan Kesehatan Monokultur di Negeri 1001 Penyakit, merupakan salah satu contoh bagaimana pembangunan di sektor kesehatan telah memarginalkan atau bahkan membunuh berbagai bentuk kreasi dan 1
Badan Pusat Statistika, 2012. Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistika, Macro International, Bappenas. 2 Laksono A.D., Setia P., Wahyu D.A., 2014. Positioning Dukun Bayi. Yogyakarta: Kanisius. 3
Ibid.
4
Protokol Penelitian Riset Etnografi Kesehatan 2015. Surabaya; Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Badan Litbangkes.
2
pengetahuan lokal. Pembangunan nasional yang seharusnya bersifat multikultur dalam praktek menjadi tereduksi ke dalam kebijakan yang bersifat monokultur yang berakibat membatasi ruang gerak masyarakat. Ringkasnya, menurut Gutomo Priyatmono, pembangunan kesehatan di bidang malaria telah membunuh pengetahuan lokal tentang kesehatan masyarakat dalam kaitannya dengan pengetahuan penyakit malaria itu sendiri. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit dan pengobatan malaria yang secara kultur telah ada sebelum kebijakan pemerintah masuk menjadi termarginalkan dan justru mendatangkan kebingungan masyarakat yang bersangkutan5. Oleh sebab itu, harus disadari sepenuhnya bahwa masalah kesehatan masyarakat tidak bisa lepas dari faktor sosial, budaya dan lingkungan dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor tradisi, kepercayaan, konsepsi dan pengetahuan masyarakat mengenai berbagai hal seringkali membawa dampak positif dan negatif terhadap kesehatan. Pemahaman tentang nilai budaya yang berkaitan dengan kesehatan menjadi penting untuk diperhatikan. Nilai budaya ini bisa menjadi faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan mempertemukan pandangan rasional dan indigenous knowledge (al. kearifan lokal) maka akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Hal ini akan menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah dan meningkatkan status kesehatan masyarakat di Indonesia. Dengan mengetahui budaya suatu etnik diharapkan dapat membantu kelancaran dan keberlangsungan setiap program, karena sentuhan budaya sebagai katalisator atau pelumas intervensi atau 5
Heru Nugroho (Mewaspadai Pembangunan yang Menggusur Lokalitas) sebuah Pengantar dalam buku “Bermain dengan Kematian: Potret Kegagalan Pembangunan Monokultur di Negeri 1001 Penyakit”
3
perubahan. Semakin disadari budaya tidak bisa diabaikan dalam mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Karena itu riset tentang budaya kesehatan masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan sangatlah penting untuk dilakukan. Pemahaman budaya secara spesifik, dengan menggali kearifan lokal akan dapat digunakan sebagai strategi upaya kesehatan dengan tepat secara lokal spesifik. Masalah kesehatan yang lokal spesifik terkait dengan sosial budaya setempat perlu digali guna mengetahui permasalahan mendasar sehingga perlu dilakukan perbaikan atau diberdayakan bagi budaya yang berdampak positif bagi kesehatan. Dengan demikian kekayaan budaya Indonesia yang baik dapat terus dikembangkan, dilestarikan dan dimanfaatkan secara lokal bahkan bila memungkinkan secara nasional. Berdasar budaya yang sudah terpantau tersebut program kesehatan dapat dirancang untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak sesuai dengan permasalahan lokal spesifik. Dalam proses ini pendekatan budaya merupakan salah satu cara yang penting dan tidak bisa diabaikan. Masalah kesehatan tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya antara lain kepercayaan, pengetahuan, praktek atau perilaku mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan, dan pengetahuan tentang kesehatan, dapat membawa dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan. Hasil temuan Riset Etnografi Kesehatan 2012 dan 2014 di beberapa wilayah di Indonesia menunjukkan masalah kesehatan terkait budaya kesehatan. Kepercayaan tentang hal-hal mistis masih melekat kuat pada budaya mereka, antara lain mitos bahwa ibu hamil rentan untuk diganggu oleh roh jahat sehingga ibu hamil harus menjalani ritual dan memakai jimat serta mematuhi pantangan dan larangan agar terhindar dari gangguan roh jahat. Pantangan
4
mengkonsumsi makanan yang justru mengurangi asupan pemenuhan gizi ibu hamil sangat mempengaruhi status gizi ibu hamil. Hasil riset tersebut di atas menggambarkan bahwa banyak modal sosial yang dimiliki masyarakat dari berbagai suku yang bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kesehatan. Menurut Bank Dunia (2011) dalam Rocco & Suhrcke (2012), modal sosial bukan hanya sejumlah gabungan dari institusi dalam masyarakat namun merupakan perekat yang mengikat keseluruhan tersebut yang dapat menghasilkan luaran sosial dan/atau ekonomi yang menguntungkan. Koordinasi akan muncul mengikuti keuntungan-keuntungan potensial yang ada, kemudian diikuti munculnya kepercayaan dalam interaksi sosial yang terwujud6. Kekayaan budaya Indonesia dari berbagai macam suku bangsa yang tersebar di seluruh Indonesia telah mewarnai upaya kesehatan. Upaya kesehatan bisa berupa pelayanan konvensional maupun tradisional dan komplementer berupa kegiatan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya kesehatan diselenggarakan guna menjamin tercapai derajat kesehatan masyakarat setinggi-setingginya. Dalam hal pelayanan kesehatan meliputi pula pelayanan kesehatan berbasis masyarakat, di dalam termasuk pengobatan dan cara-cara tradisional yang terjamin keamanan dan khasiatnya. Salah satu cara mendekati kearifan lokal ini adalah dengan metode etnografi. Etnografi mencoba mendalami masyarakat, menceritakan dengan detail setiap peristiwa yang terjadi, mencoba memahami pola dan mengaitkannya dengan konteks sosial, budaya dan ekonomi masyarakat sehingga bias menghasilkan deskripsi yang holistik. Studi etnografi memperpendek jarak antara peneliti dengan obyek penelitian, sehingga pendekatan yang dipakai untuk menangkap pola keseharian dan pola kesehatan masyarakat menjadi tidak berjarak. 6
Rocco L, Suhrcke M., 2012. Is social capital good for health? A European perspective. Copenhagen, WHO Regional Office for Europe.
5
Penelitian Etnografi Kesehatan ini difokuskan untuk menangkap sisi budaya yang selama ini kurang diperhatikan. Tulisan ini akan membahas persepsi sehat dan sakit pada Etnik Talaud di Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara. Etnik Talaud merupakan penduduk asli yang tersebar di Kepulauan Talaud. Secara khusus tulisan dalam buku ini akan memfokuskan pada Etnik Talaud yang tinggal di Kecamatan Khusus Miangas. Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan bagian integral dari Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten ini membawahi 19 kecamatan yang tersebar di 17 Pulau, yaitu 11 kecamatan di Pulau Karakelang, 4 kecamatan di Pulau Salibabu, 2 kecamatan di Pulau Kabaruan, 1 kecamatan di Kepulauan Nanusa, dan yang terakhir 1 kecamatan khusus di Pulau Miangas7. Secara umum status kesehatan di Kabupaten Kepulauan Talaud menurut Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) pada tahun 2013 menduduki peringkat 326 dari 497 kabupaten di Indonesia. Secara khusus, kabupaten ini berada di peringkat 12 dari 15 kabupaten yang ada di Sulawesi Utara8. Disamping itu, Kabupaten Kepulauan Talaud juga merupakan salah satu Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) yang berbatasan langsung dengan Negara Philipina, khususnya di Kecamatan Khusus Miangas dan Kecamatan Nanusa9. Merujuk pada arah dan strategi nasional dalam RPJMN 2010-2014, disebutkan bahwa salah satu sasaran prioritas nasional adalah pembangunan dan pengembangan kesehatan khususnya ditujukan pada Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) yang berada di wilayah perbatasan dengan negara tetangga. Prioritas pembangunan 7
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Talaud, 2014, Kepulauan Talaud dalam Dalam Angka. Melonguane; BPS Kabupaten Kepulauan Talaud. 8
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2014. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Jakarta; Kemenkes RI. 9
Taulu L.A, Bahtiar, 2013. Profil Kemandirian Pangan Pulau-Pulau Kecil Dan Daerah Perbatasan Sulawesi Utara.
6
kesehatan di DTPK dimaksudkan agar masyarakat yang berada di daerah tersebut dapat dengan mudah menjangkau pelayanan kesehatan yang terjangkau dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan (Kemenkes, 2012)10. Hal ini menunjukan bahwa pembangunan kesehatan di Kabupaten Kepulauan Talaud khususnya daerah yang termasuk dalam kategori DTPK menjadi sangatlah penting. Pelayanan kesehatan di DTPK, ditujukan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat di DTPK. Tentunya dengan memperhatikan tuntutan dan kebutuhan masyarakat setempat serta sesuai dengan perkembangan dan permasalahan yang dihadapi tanpa menimbulkan culture shock bagi masyarakat11. Pada prinsipnya, pelayanan kesehatan di DTPK sama dengan pelayanan di tempat lainnya. Akan tetapi, dalam pelaksanaan dan tahapan kegiatan diperlukan pendekatan yang berbeda. Mengingat adanya karakteristik dan hambatan yang berpengaruh secara mendasar, salah satunya yaitu kondisi budaya sosial, ekonomi yang masih tertinggal. Tujuan akhir (impact) peningkatan akses pelayanan kesehatan di DTPK adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat sehingga terjadi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Impact lain yang juga perlu dicegah adalah kekecewaan masyarakat. untuk mencapai IPM, perlu dicapai outcome yang sesuai seperti Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). Salah satu indikator penilaian IPKM adalah aspek Kesehatan Ibu. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013 dapat dilihat dalam beberapa indikator, salah satu indikatornya adalah proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga 10
Kementerian Kesehatan RI, 2012. Pedoman Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan di DTPK. Jakarta; Kemenkes RI. 11
Ibid.
7
kesehatan. Cakupan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan pada tahun 2013 di Kabupaten Kepulauan Talaud mencapai 85%. Angka tersebut meningkat sejak 4 tahun terakhir, yaitu : 80,3% tahun 2010, 83,4% tahun 2011 dan 81,9% pada tahun 2012.Lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikutnya. Nilai cakupan Persalinan yang di tolong oleh Tenaga Kesehatan pada tahun 2013, ternyata belum mencapai target MDGs.Target MDGs diharapkan pada tahun 2015 cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 90%12.
Gambar 1.1. Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Kepulauan Talaud Pada Tahun 2009 - 2013 Sumber: Bidang UPK Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013
Salah satu faktor yang berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan adalah masih eratnya hubungan antara mama biang (dukun bersalin) dalam kehidupan masyarakat Etnik Talaud. Kedekatan mama biang dengan ibu hamil sudah dimulai jauh sebelum si ibu memeriksakan kandungannya di fasilitas kesehatan formal yang ada. Selain itu, peran mama biang sendiri tak bisa dilepaskan dari
12
Dinkes Kabupaten Kepulauan Talaud, 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud. Melonguane; Dinkes Kabupaten Kepulauan Talaud.
8
lingkup tradisi ibu dan anak yang sudah melekat pada sendi-sendi kehidupan masyarakat. Menurut Setyawati (2010) perilaku pemilihan penolong persalinan dukun sebagai aktor lokal dipercaya oleh masyarakat sebagai tokoh kunci terutama yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan. Pada kasus persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses tersebut berlangsung, namun juga pada saat upacara-upacara adat yang dipercaya membawa keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti upacara tujuh bulanan kehamilan sampai dengan 40 hari setelah kelahiran bayi. Aktivitas ini tentunya tidak sama dengan apa yang dilakukan bidan sebagai tenaga paramedis, dan hal ini juga lah yang membuat dukun memiliki tempat terhormat dan kepercayaan yang tinggi di masyarakat13. Hal serupa ternyata juga ditemukan pada Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2012 dan 2014 yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia. Hasil riset tersebut menunjukkan pemasalahan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang terkait budaya kesehatan. Dukun bayi masih berperan dalam menolong persalinan pada Etnik Aceh (Kab. Aceh Barat), Baduy Dalam (Kab. Lebak), Kaili Da’a (Kab. Mamuju Utara), dan Melayu Jambi (di Kab. Sarolangun)14. Pilihan utama untuk persalinan dilakukan di rumah dan dibantu oleh dukun karena ibu merasa aman dari gangguan roh jahat serta nyaman karena ditunggui keluarga. Selain itu, pemotongan tali pusat dengan sembilu (bambu yang ditipiskan dan berfungsi seperti pisau) masih banyak digunakan untuk memotong tali pusat bayi yang baru dilahirkan. Sembilu (betop) masih digunakan untuk potongtali pusat di beberapa daerah penelitian antara lain Kab. Sampang, Manggarai, Murungraya, Gayo 13
Setiawati, Gita, 2010. Modal Sosial Dan Pemilihan Dukun Dalam Proses Persalinan: Apakah Relevan?. Makara, kesehatan vol 14, no.1 Juni 2010: 11-16. 14 Afreni M., Amalian T., Rizaldi, Rahanto S., 2014. Kesembuhan Mulia Mamoh Ranub. Etnik Aceh, Kabupaten Aceh Barat. Buku Seri Etnografi Kesehatan 2014. Jakarta: LPB.
9
lues, Bantul, Seram Bagian Timur, Toraja Utara, Mamasa dan Pengunungan Bintang (Kemenkes 2012)15. Disamping itu, terdapat juga penggunaan ramuan yang berasal dari berbagai tumbuhan, baik yang diminum, dibalurkan ke badan maupun yang dimasukkan ke luang vagina, juga dipercaya dapat mempercepat kesembuhan dan mengeringkan vagina ibu setelah melahirkan. Selain itu kebiasaan pijat baik pada ibu paska melahirkan maupun pada bayi yang baru lahir dengan air dingin, di sungai, danau atau sumber air lain, akan menjadikan bayi lebih kuat baik fisik maupun mentalnya. Namun hal ini akan beresiko terhadap kesehatan bayi yaitu terjadinya hipotermi16. Dari temuan-temuan tersebut maka sangat penting melihat permasalahan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan hubungannya dengan budaya kesehatan yang ada pada Etnik Talaud. Oleh sebab itu, tematik yang dipilih dalam studi ini adalah aspek Kesehatan Ibu dan Anak khususnya mengenai peran mama biang (dukun bersalin) yang menjadi alternatif penolong persalinan masyarakat Etnik Talaud, khususnya yang bermukim di Kecamatan Khusus Miangas. Pengangkatan tematik ini dipandang penting, sebab salah satu poin penting dalam pengurangan insiden Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI dan AKB) adalah ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Pemilihan mama biang (dukun bersalin) yang menjadi salah satu alternatif tenaga persalinan tentunya tak terlepas dari keberadaan mama biang itu sendiri dalam faktor sosial dan budaya masyarakat setempat. Dengan mendalami aspek sosial budaya dan potret kesehatan masyarakat Etnik Talaud khususnya yang bermukim di Kecamatan Khusus Miangas, diharapkan 15
Kemenkes RI, 2012. “Laporan Hasil Riset Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012”. Surabaya: Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Badan Litbangkes. 16
Ibid.
10
dapat menjadi sebuah informasi yang penting dalam menyusun kebijakan berbasis local spesific dan evidence based local wisdom. Diharapkan dengan kebijakan ini, masyarakat tidak akan mengalami culture shock dalam pengimplementasian intervensi kesehatan yang diberikan. Adapun pertanyaan pada studi ini adalah 1) bagaimana konteks sosial budaya pada Etnik Talaud; 2) bagaimana konteks situasi kesehatan yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Menular (PM), Penyakit Tidak Menular (PTM), serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); 3) bagaimana keterkaitan antara unsur budaya dengan permasalahan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), khususnya peranan mama biang dalam studi ini. 1.1.2 Masalah dan Tujuan Studi Studi ini mengambil topik budaya kesehatan dan dilaksanakan di beberapa wilayah tertentu di Indonesia dengan kategori kabupaten bermasalah berat kesehatan berdasarkan hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). Studi ini diharapkan menjawab beragam aspek potensi budaya masyarakat secara menyeluruh terkait masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM), dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Secara umum studi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh aspek potensi budaya masyarakat terkait masalah kesehatan yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM), dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Lebih spesifik lagi tujuan yang ingin dicapai meliputi: 1) mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam kebudayaan setempat dalam rangka memahami masalah Kesehatan Ibu dan Anak pada Etnik Talaud di Kabupaten Kepulauan Talaud, dan 2) menyusun rekomendasi berdasarkan kearifan lokal untuk menyelesaikan masalah-masalah Kesehatan Ibu dan Anak.
11
1.1.3 Batasan Studi Studi ini dilaksanakan dalam waktu 32 hari ( 3 Mei – 5 Juni 2015) dengan mengambil subyek penelitian Etnik Talaud yang tinggal atau menetap di Kecamatan Khusus Miangas, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara. Adapun ruang lingkup masalah studi, yaitu Kesehatan Ibu dan Anak, Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM), dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Namun secara spesifik, ruang liangkup yang akan digali secara mendalam adalah dalam lingkup Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) merupakan indikator dasar dalam pemilihan lokasi studi ini. Secara umum, berdasarkan IPKM tahun 2013, Kabupaten Kepulauan Talaud menduduki peringkat 326 dari 497 kabupaten di Indonesia dan peringkat 12 dari 15 kabupaten di Sulawesi Utara17. Disamping itu, Kabupaten Kepulauan Talaud, khususnya Kecamatan Khusus Miangas merupakan salah satu Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) yang berbatasan dengan negara Philipina. Sehingga, penting dialakukan kajian yang mendalam tentang akulturasi dengan warga negara Philipina serta perilaku pemilihan pelayanan kesehatan yang dilakukan masyarakat di perbatasan Miangas-Philipina. Berdasarkan 2 alasan tersebut, maka Etnik Talaud yang menetap di Kecamatan Khusus Miangas dinilai memenuhi kriteri pemilihan lokasi studi. 1.1.4 Desain Studi Studi ini didesain dengan menggunakan pendekatan etnograf modern yang masuk dalam kategori aliran antropologi kognitif. Menurut kajian Goodenough (1957)18 budaya dalam suatu masyarakat 17
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2014. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Jakarta; Kemenkes RI. 18
Goodenough, Ward H, 1957, "Cultural Anthropology and Linguistics:, dalam Report of the Seven th Annual Round Table Meeting on Lingustics and Language Study. (Penyunting P. Garvin). Washington D.C.: Georgetown University
12
terdiri atas segala sesuatu yang harus diketahui atau dipercaya seseorang agar dia dapat berperilaku sesuai dengan cara yang diterima oleh masyarakat. Oleh sebab itu, budaya bukanlah sebuah fenomena yang sifatnya material yang terdiri dari artefak-artefak kebendaan, emosi dan perilaku, namun budaya merupakan suatu bentuk pengorganisasian mengenai segala hal tersebut. Budaya merupakan segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia yang ditempatkan di dalam alam pikirannya dan melalui pikiran inilah, manusia akan mempersepsikan, menghubung-hubungkan dan akhirnya menginterpretasikan mengenai beragam hal. Pemilihan pendekatan etnografi modern yang mengkaji bidang kesehatan ini, lebih didasarkan pada persoalan yang dikaji dalam penelitian ini berupa pengetahuan masyarakat Desa Miangas yang secara dominan ber-etnis Talaud mengenai kesehatan. Untuk itulah, dalam penelitian ini sangat membutuhkan beragam data yang aktual dan kontekstual. Data-data tersebut akan diperoleh melalui metode pengumpulan data berupa pengamatan terlibat, wawacara terstruktur, pengumpulan cerita-cerita kehidupan. Kedua, pemilihan pendekatan etnografis lebih disebabkan pada persoalan keterkaitan antara persoalan yang dikaji dengan sejumlah data primer dan subyek penelitian yang tentu saja tidak bisa dipisahkan dengan latar belakang habitat aslinya. Subyek tidak bisa dicerabut dari akar kehidupan sehari-harinya. Pengetahuan mengenai kesehatan merupakan fenomena yang sifatnya partikular-karakteristik. Hal ini membutuhkan sebuah penjelasan yang lebih mendalam dan spesifik. Dalam penelitian ini, peneliti mencari sesuatu yang umum dan khusus dari sebuah kasus, namun hasil akhirnya selalu menyajikan sesuatu yang unik dan spesifik. Dengan demikian, etnografi kesehatan merupakan kegiatan yang mendeskripsikan suatu kebudayaan secara holistik dan mendalam khususnya berkaitan dengan persoalan kesehatan
13
masyarakat. Bagaimana mereka membangun konsep, berperilaku dan menciptakan artefak dalam konteks kesehatan. Dalam riset ini, peneliti akan memaparkan segala hal yang berkaitan dengan kesehatan subyek dan konteks kehidupannya. Oleh sebab itu, peneliti wajib langsung turun ke lapangan untuk mencari data melalui informan. Tujuan utama dalam aktifitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli19. Adapun kerangka konsep studi disusun berdasar teori Blum tentang status kesehatan dan unsur-unsur budaya dari Koentjaraningrat. Kerangka konsep yang digunakan dalam mempelajari status kesehatan dipengaruhi oleh: perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik, sosial, ekonomi, budaya. Terkait dengan tujuan penelitian yang akan mengkaji budaya kesehatan, maka tujuh unsur budaya merupakan kajian pokok untuk menggali budaya setempat yaitu: 1) alam, kedudukan dan tempat tinggal; 2) organisasi sosial dan sistem kekerabatan; 3) sistem teknologi; 4) sistem pengetahuan; 5) sistem mata pencaharian; 6) sistem religi; dan 7) kesenian20. Dalam proses pencarian data yang berkaitan dengan ketujuh unsur budaya dalam kaitan dengan kesehatan tersebut, perlu adanya prosedur yang perlu dilalui. Secara bertahap, pencarian data harus dilakukan melalui beberapa rangkaian pentahapan seperti melakukan observasi kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat, observasi melalui keterlibatan atau partisipatif, wawancara mendalam, simak (mendengarkan) dan studi pustaka. Pengamatan dan wawancara mendalam melalui keterlibatan di dalam kehidupan masyarakat merupakan tahapan yang paling dominan dalam proses pencarian data dan menjadi elemen paling penting dalam riset etnografi. Terlebih dalam konteks ini, kehadiran peneliti merupakan bagian dari 19
Spradley, James P., 1997. Metode Etnografi (terjemahan). Yogyakarta: Tiara Wacana. 20 Koentjaraningrat, 2011. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rieneka Cipta.
14
instrumen penelitian yang tidak bisa dipisahkan. Oleh sebab itu, pentingnya nilai "kehadiran" peneliti sebagai instrumen berimplikasi pada tidak adanya toleransi untuk menggantikan kehadirannya oleh orang lain atau digantikan dalam bentuk instrumen yang lain. Sebagai konsekuensi, dimana peneliti sebagai instrumen penelitian, peneliti harus tinggal di lokasi penelitian dalam jangka waktu yang panjang. Lamanya kehadiran peneliti dalam kehidupan masyarakat memungkinkan peneliti dapat menggambarkan secara detail kondisi lingkungan geografis dan menangkap fenomena budaya yang dilakukan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan. Untuk memperoleh kedalaman informasi yang dapat menggambarkan realitas yang sesungguhnya, peneliti perlu melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview) kemudian diikuti dengan tahap triangulasi. Ketekunan, kesungguhan, dan lamanya peneliti tinggal di kehidupan masyarakat yang ditelitinya akan menentukan reliabilitas (keajegan) data yang diperoleh. Agar penggalian data dapat terfokus pada masalah budaya kesehatan, peneliti menggunakan bantuan pedoman wawancara sebagai panduan menggali informasi kepada para informan. Secara umum dapat dikatakan bahwa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian di Desa Miangas menggunakan alur penelitian maju bertahap (The Development Research Sequence). Teknik ini didasarkan pada 5 prinsip, yaitu: teknik tunggal, identifikasi tugas, maju bertahap, penelitian orisinal, dan problem solving. Pertama, dalam penelitian etnografi, peneliti dapat melakukan berbagai teknik penelitian secara bersamaan dalam satu fase penelitian, seperti wawancara etnografik, observasi partisipasi, membuat peta genealogis, dan sebagainya. Kedua, peneliti mengenali langkah-langkah pokok yang harus dilakukan dalam menjalankan
15
teknik tersebut. Dalam teknik wawancara etnografis Spradley21 menggariskan 12 langkah pokok, yaitu: (1) menetapkan informan, (2) mewawancarai informan, (3) membuat cacatan etnografis, (4) mengajukan pertanyaan deskriptif, (5) melakukan analisis wawancara, (6) membuat analisis domain, (7) mengajukan pertanyaan struktural, (8) membuat analisis taksonomik, (9) mengajukan pertanyaan kontras, (10) membuat analisis komponen, (11) menentukan tema-tema budaya, dan (12) menulis etnografi. Ketiga, setiap langkah pokok tersebut sebaiknya dijalankan secara berurutan atau maju bertahap. Keempat, peneliti melakukan proyek penelitian secara sungguh-sungguh. Kelima, teknik alur penelitian maju bertahap didasarkan pada pandangan Spradley 22 bahwa ilmu harus mempunyai kegunaan praktis dalam menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan. Jenis data yang didapatkan meliputi data primer berupa pengetahuan (cara, prosedur, dan tahapan) yang dimiliki oleh masyarakat Desa Mingas. Data ini diperoleh melalui hasil wawancara mendalam dan pengamatan. Kemudian data sekunder yang dibutuhkan berasal dari berbagai dokumen hasil penelitian sebelumnya melalui penelusuran dokumen dan pustaka terkait budaya dan permasalahan kesehatan di Etnik Talaud khususnya di Kecamatan Khusus Miangas, kemudian dokumen-dokumen yang berwujud data monografi desa maupun data kesehatan yang tercatat di puskesmas. Data sekunder diperlukan untuk memperkuat, melengkapi, atau menguji kebenaran data yang diperoleh dari informan. Data visual diperoleh dari pengambilan gambar dan film dengan menggunakan kamera. 21
Spradley, James P., 1997. Metode Etnografi (terjemahan). Yogyakarta: Tiara Wacana. 22 Marzali, Amri, 2007, Antropologi & pembangunan Indonesia. Jakarta: Kencana hal
xvi-xvi.
16
Informan terpilih yang dilibatkan menjadi subyek dalam penelitian etnografi ini adalah orang-orang yang memiliki pengalaman dan kemampuan mengartikulasikan pengalaman dan pandangannya tentang pengetahuan budaya dan kesehatan. Informan terpilih tersebut, yaitu: pertama, sejumlah tokoh adat seperti Mangkubumi 1 dan dua, ketua-ketua marga, pendeta, kepala desa, guru dan tokoh masyarakat, Kedua, para pelaku pencari kesehatan di Desa Miangas baik penduduk setempat maupun pendatang, Ketiga, sejumlah pejabat birokrasi terutama yang terlibat dalam aktifitas kesehatan di Desa Miangas. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskripsi, interpretasi fungsi dalam sudut pandang emik dan etik, analisis keterkaitan dari data yang ditemukan, komparasi data sekunder dan data primer, serta triangulasi data. Adapun prosedur awal dalam teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pertama, melakukan tahap reduksi data berwujud memisahkan antara data yang relevan dan kurang relevan, kedua melakukan pen- display -an data, yaitu dengan melakukan pengkategorian data, ketiga melakukan tahap verifikasi, dan penarikan simpulan 23. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa setelah data penelitian baik primer maupun sekunder terkumpul, peneliti akan mereduksi sekaligus juga mengkategorikan data mentah untuk diklasifikasi sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah tereduksi dan sudah diklasifikasikan ditampilkan (di-display), serta diverifikasi kembali untuk meminimalisir kesalahan dan ketidaktepatan dalam proses interpretasi data. Penafsiran terhadap data yang sudah terkumpul dilakukan pada tahap akhir untuk menemukan pola-pola, bentuk modus operandi partisipasi sekaligus juga solusi yang telah dilakukan oleh subjek penelitian. 23
Miles & Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta. UI-Press, Hal 16-18
17
Dalam melakukan analisis data, peneliti akan membahas secara sistematis berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian ini, yaitu: untuk mendeskripsikan, menjelaskan, serta menafsirkan konstruksi pengetahuan dan kearifan lokal komunitas masyarakat yang berpartisipasi dalam aktifitas kesehatan. Tahap selanjutnya, peneliti akan menganalisis tentang bentuk-bentuk praktik sosial yang dilakukan oleh masyarakat Desa Miangas. 1.1.5 Wilayah Kajian Studi Wilayah studi dilakukan pada Etnik Talaud yang berada di Kecamatan Khusus Miangas, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Adapun Wilayah kajiannya meliputi Kesehatan Ibu dan Anak, Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM), dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Hanya saja, keempat lingkup yang dimaksud, tidak dijelaskan secara keseluruhan dan mendetail dalam buku ini. Hal ini dilakukan karena studi ini dikhususkan membaca secara spesifik dan utuh bagian-bagian tertentu dari keempat wilayah kajian dimaksud. 1.1.6 Kelemahan-kelemahan Studi Deskripsi tentang Etnik Talaud dalam kaitannya antara unsur budaya dan unsur yang mempengaruhi kesehatan masyarakat diupayakan digali sedalam dan sedetail mungkin. Meskipun demikian, tak dapat dipungkiri dalam proses pengambilan data di lapangan terdapat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi peneliti. Diantara keterbatasan tersebut yaitu cakupan wilayan penelitian, data-data sekunder yang berhubungan dengan kesehatan, serta keterbatasan waktu studi. Studi ini tentunya tidak bisa mencakup seluruh wilayah yang dihuni oleh Etnik Talaud yang berada di Kabupaten Kepulauan Talaud. Sehingga, tidak dapat mendeskripsikan Etnik Talaud secara menyeluruh tentang perkembangan dan pembentukan kebudayaan
18
Etnik Talaud secara umum. Oleh sebab itu, Etnik Talaud yang dideskripsikan secara mendalam di dalam buku ini adalah Etnik Talaud yang bermukim di Kecamatan Khusus Miangas, bukan Etnik Talaud yang bermukin di berbagai kecamatan lainnya yang menyebar di 17 pulau di kepulauan Talaud. Ketersediaan data sekunder terutama berupa profil kesehatan masyarakat di Kecamatan Khusus Miangas sangat terbatas, sehingga peneliti tidak bis amelihat pencapaian-pencapain program kesehatan yang telah dilakukan di Kecamatan Khusus Miangas. Keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti di lapangan juga secara tidak langsung perolehan data yang ada di Miangas. hal ini dikarenakan membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk bisa membaur dan diterima oleh masyarkat itu sendiri. Secara tidak langsung, dengan berjalannya waktu penelitian, masyarkat cenderung terbuka dan memberikan informasi secara mendalam mengenai sutu topik studi, tetapi dikarenakan keterbatasan waktu, informasiinformasi lebih mendalam tersebut kurang bisa diekplorasi peneliti, hal tersebut juga terjadi dalam hal observasi terhadap masyarkat yang lebih mendalam. 1.2
Kajian Terdahulu Kajian terdahulu mengenai Desa Miangas, Kecamatan Miangas secara khusus tidak banyak yang dapat ditemukan. Pada umumnya kajian yang berkaitan dengan wilayah ini terkait erat dengan wilayah Budaya Sangihe Talaud atau wilayah geografis Kecamatan Nanusa. Tulisan pertama yang khusus membahas mengenai Desa Miangas adalah berasal H.J Lam, 1932, Miangas (Palmas), G. Koff & Co. at Batavia. Secara umum buku ini melukiskan berbagai hal mengenai kehidupan masyarakat Desa Miangas pada tahun 1926. Pertama di lukiskan mengenai kondisi flora yang hidup di wilayah ini. Hal ini tidak lepas dari latar belakang H.J Lamb yang sebagai pegawai Kebun Raya Bogor yang mencoba untuk mengamati berbagai ragam
19
flora yang tumbuh di Pulau Miangas dalam rangka mengkaitkan dengan kondisi flora di wilayah Filipina, Maluku dan Australia. Kedua, menceritakan mengenai asal-usul atau mitologi masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Miangas. Ketiga, menceritakan pola tempat tinggal dan irama kehidupan masyarakat Suku Talaud di Desa Miangas. Terakhir, melukiskan mengenai kondisi kesehatan masyarakat Desa Miangas ketika muncul wabah Kolera pada masa Kolonial Belanda dan kebijakannya mengenai transmigrasi ke wilayah Pulau Karakelang. Kedua, Buku Ulaen, Alex J, 2012, Sejarah WIlayah Perbatasan Miangas - Philipina 1928-2010. Buku ini secara khusus melukiskan kehidupan masyarakat Desa Miangas dalam perspektif sejarah. Aspek sejarah yang diangkat berkenaan dengan asal-usul keberadaan, nama pulau hingga pada persoalan sejarah perebutan kepemilikan dari masa ke masa. Posisi Pulau Miangas atau Palmas yang berada di wilayah perbatasan antara Indonesia dan Filipina, merupakan potensi konflik di wilayah ini. Ulaen mencoba menelusuri secara mendetail bagaimana sejarah kepemilikan Pulau Miangas tersebut silih berganti diperebutkan. Di awali dengan sejarah asal-usul siapa yang bertama kali menemukannya hingga politik perebutan wilayah dalam konteks batas wilayah saat ini hingga potensi munculnya konflik pada masa yang akan datang. Ulasannya cukup komprehensif dan disertai paparan data yang memperkuat kepemilikan Pulau Miangas sebagai bagian NKRI. Ketiga, paparan paper dari Djorina Velasco, "Navigating the Indonesian-Philippine Border: The Challenges of Life in the Borderzone" dalam Philippine Journal of Third World Studies 2010 25 (1-2):95-118 . Paper ini membahas persoalan yang berkaitan dengan isu-isu terkini mengenai wilayah perbatasan antara Indonesia dan Filipinan. Perbedaan perspektif antara pusat dan masyarakat di wilayah perbatasan seringkali menimbulkan berbagai persoalan yang awalnya tidak mereka rasakan. Negara seringkali mengemukakan
20
berbagai idiom yang berkaitan dengan legitimasi wilayah perbatasan. Negara membangun berbagai kategori yang eksklusif sebagai pembeda yaitu seperti warga negara / alien, hukum / ilegal, lokal / asing. Dampaknya luar biasa. Ruang-ruang sosial dan identitas yang dalam konteks sejarah dahulunya merupakan sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan kini hal tersebut menjadi masalah besar. Ruang tersebut diputus ketiga negara lahir. Sehingga hubungan kerabat yang dulunya rukun sekarang menjadi wacana antara orang legal dan illegal. Pedekatan keamanan menjadi hal yang dominan dan penting dibandingankan dengan pendekatan budaya bagi sebuah hubungan antara saudara yang berbeda negara Kempat, paparan paper dari M. P. H Roessingh, Dutch relations with the Philippines: a survey of sources in the General State Archives, the Hague, Netherlands. ASJ 05-02-1967. Paper ini melukiskan menganai hubungan Belanda dalam hal ini VOC dan Filipina pada abad ke 16. Ketika Belanda melakukan pemberontakan terhadap Spanyol, dampak yang muncul adalah tertutupnya berbagai pelabuhan yang ada untuk berdagang dengan Belanda. Hal ini menyebabkan Belanda membangun rute rute baru untuk mendapatkan rempah-rempah di Timur jauh melalui jalur ke Filipina. Namun dalam pembangunan jalur tersebut, Belanda tetap saja bertemu dengan musuh mereka yaitu Spanyol dan Portugis yang menguasai jalur tersebut. Dalam proses pembangunan jalur perdagangan yang baru, Belanda banyak melakukan pendekatan-pendekatan dengan penguasa lokal yang sifatnya penaklukan seperti Raja Kandhar yang menguasai Pulau Miangas pada waktu itu. Kelima, paparan dari Macario D. Tiu Tiu, 2006 dalam The Indonesian Migrants of Davao and Cotabato, Kyoto Review of Southeast Asia. Issue 7. States, People, and Borders in Southeast Asia. September 2006. Paper ini menjelaskan mengenai sejarah migrasi dari orang-orang Sangire dan Talaud ke Davao dan Cotabato. Dari tiga puluh lima informan yang di wawancarai di Davao dan Cotabato,
21
semuanya merupakan keturunan Indonesia dari suku Sangire dan Talaud termasuk migran dari Pulau Miangas. Mereka termasuk warga asli dan dikategorikan sebagai native Davao namun sebagai suku yang berbeda separate tribe. Kehadiran mereka di Davao merupakan hasil migrasi pada masa kuno, dimana kontak-kontak antar wilayah tidak dibatasi secara politik. Sampai saat ini, mereka masih membangun hubungan-hubungan kekrabatan dengan masyarakat Sangir dan Talaud di wilayah Indonesia. 1.3
Sistematika Buku Buku ini terdiri atas lima bab dengan beragam topik pembahasan di masing-masing babnya. Meskipun demikian, deskripsi dan analisis yang dilakukan tetap dalam ruang lingkup kajian dan tidak sama sekali keluar dari wilayah studi yang direncanakan. Kelima bab atau bagian tersebut dideskripsikan secara umum sebagai berikut: Bab 1 menjelaskan tentang gambaran umum atas studi yang dilakukan, latar belakang, masalah dan tujuan studi, serta batasanbatasan studi. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan masalah desain studi, wilayah kajian, keterbatasan studi, kajian studi terdahulu serta sistematika buku. Bab 2 menjelaskan tentang unsur budaya Etnik Talaud yaitu sejarah, asal-usul, serta perkembangan yang terjadi pada masyarakat Etnik Talaud. Pada bagian ini akan dijelaskan perihal geografi, kependudukan, pola tempat tinggal, sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, pengetahuan tentang kesehatan, bahasa, kesenian, mata pencarian, serta adat yang masih hidup bagi orang Talaud yang bermukin di Kecamatan Miangas. Bab 3 menjelaskan tentang potret budaya kesehatan yang berlaku pada masyarakat Etnik Talaud di Miangas. Pada bagian ini dipaparkan tentang implementasi pembangunan kesehatan di Miangas, potret Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), potret penyakit di masyarakat, potret Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), serta
22
sistem pelayanan kesehatan yang ada. Selain dan itu dipaparkan juga tentang perilaku pencarian pengobatan masyarakat Etnik Talaud yang bermukim di Kecamatan Khusus Miangas. Bab 4 menjelaskan secara lebih mengenai tematik yang diangkat yaitu tentang eksistensi seorang mama biang di Miangas yang ditinjau dari segi budaya dan emik (perspektif informan) dan etik (perspektif peneliti). Pengambilan data tematik ini menggunakan desain studi kasus pada ibu melahirkan maupun ibu yang hamil yang bermukim di Kecamatan Khusus Miangas. Ibu sebagai informan kunci, dilanjutkan dengan pandangan tenaga kesehatan, masyarakat setempat maupun tokoh adat dan ketersediaan pelayanan kesehatan yang ada. Bab 5 menjelaskan tentang apa yang telah didapatkan dari hasil pengumpulan data yang dirangkum dalam beberapa kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan tersebut peneliti mencoba memaparkan rekomendasi yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lokal masyarakat untuk menjamin fisibilitas dari implementasi rekomendasi yang diajukan.
23
Bab 2 2.1
Sejarah Miangas Selayang Pandang Miangas, merupakan istilah yang sebenarnya tidak asing bagi kita, namun sangat jarang terdengar di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan kosa-kata itu cenderung menjadi sangat tidak familiar bagi mereka dan terdengar sangat sayup-sayup dan kemudian menghilang. Kondisi ini akan berubah berbalik 180 derajat, ketika persoalan-persoalan yang mengacu pada pergolakanpergolakan perbatasan di setiap batas-batas negara mulai mengemuka. Kosa kata ini menjadi terdengar nyaring dan menjadi perbincangan nasional. Bahkan sebagai masyarakat berlomba-lomba untuk membangun kesadaran akan eksistensi mengenai kosa kata tersebut dalam konteks kedaulatan negara. Dari sinilah kemudian pemahaman mengenai hakikat makna dan keberadaannya tersadarkan. Demikianlah, kosa kata Miangas sangat beraksentuasi dengan persoalan-persolan politik dan kepentingan kepentingan para pemilik "kuasa" di sekitar wilayah tersebut. Ia seakan-akan menjadi putri cantik jelita yang menawan hati dan diperebutkan banyak orang dari masa ke masa. Alex Ulaen (2012) dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Wilayah Perbatasan : Miangas - Filipina 1928 - 2010, Dua nama Satu Juragan", memaparkan dengan panjang lebar mengenai drama sejarah penaklukan dari masa
24
ke masa terhadap Pulau Miangas. Ia mengawali dengan deskripsi mengenai penemuan, penguasaan, pendudukan hingga perebutan wilayah hingga saat ini hingga strategi-strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan demi mempertahankan penguasaan atas pulau tersebut. Memang, sejarah Miangas adalah sejarah yang penuh dengan drama-drama penguasaan dan pendudukan, relasi antara satu kuasa dengan kuasa yang lain24. Hingga saat ini, kosa kata Miangas akan menjadi tautan dan perdebatan yang hangat, hanya jika, ketika muncul adanya pergolakan-pergolakann di sekitar perbatasan. Ia kemudian baru menjadi kosa-kata yang sangat penting dan harus muncul di tengahtengah kita. Di benak kita, semua orang serempak mengacu pada sebuah pulau penting yang berada sangat jauh di utara yang merupakan batas negara yang menjadi dasar bagi eksistensi sebuah batas-batas kuasa. Begitu istimewanya, wilayah ini akan mendapatkan perhatian sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Di sinilah pergulatan identitas, politik, budaya dan berbagai kepentingan terajut satu dengan lain dari waktu ke waktu. Di satu sisi, ia menjadi halaman belakang, di sisi yang lain yang menjadi beranda depan. Mengacu pada asal usul nama pulau hingga bernama Miangas, menurut Ikrar Nusa Bhakti dalam Ganesan, N dan Ramses Amer Ed (2010) International Relations in Southeast Asia: Between Bilateralism and Multilateralism, makna Miangas berarti "terbuka bagi bajak laut" artinya posisi pulau Miangas seringkali menjadi pulau yang selalu dikunjungi oleh para bajak laut, khususnya bajak laut yang berasal dari Pulau Mindanau Selatan25. Sedangkan menurut Alex Ulaen (2012) 24
Ulaen, Alex J.; Wulandari, Triana; Tangkilisan, Yuda B. (2012). Sejarah WilayahPerbatasan: Miangas - Filipina 1928 - 2010 Dua Nama Satu Juragan. Jakarta: Gramata Publishing. 25
Ganesan, N.; Amer, Ramses (2010). International Relations in Southeast Asia: Between Bilateralism and Multilateralism. Singapore: ISEAS Publishing.
25
mengatakan bahwa awal mula nama pulau tersebut bukanlah Miangas, namun di dahului dengan nama Palma26. Nama Palma sudah disematkan menjadi nama pulau tersebut semenjak abad ke 16. Nama Palma mengacu pada bahasa Spanyol yang nota bene menjadi penguasa atas berbagai kepulauan yang berserakan yang menjadi cikal bakal berdirinya negara Filipina. Palma atau Las Palmas dalam Bahasa Spanyol atau Ilha de Palmeiras dalam Bahasa Portugis yang artinya adalah Palem atau Pohon Palem. Keterkaitan nama Pulau Miangas dengan pohon palem ditunjukan dengan adanya bekas tanaman palem yang masih tumbuh di wilayah perbukitan yang sekarang dinamakan bukit keramat. Masih menurut Alex Ulaen (2012), mengacu pada bahasa lokal yaitu bahasa Sasahara, pulau tersebut diberi nama Tinonda atau Poilaten yang artinya bahwa masyarakat tersebut hidup terpisah dengan rangkaian pulau besar yang ada di wilayah Nanusa Utara27. Pada fase terakhir yaitu tahun 1946, pulau tersebut diberi nama Miangas yang artinya menangis. Dimaknai dengan menangis lebih disebabkan adanya perasaan kesedihan yang berkaitan dengan kondisi lokasi Pulau Miangas yang jauh dari kepulauan induknya yang memiliki kesamaan budaya, atau kasihan berkenaan dengan posisi geografisnya yang sangat terpencil dan jauh dari sarana transportasi laut. Pemaknaan kosa kata Miangas seperti ini juga memunculkan polemik diantara masyarakat Pulau Miangas. Ada dua kubu yang berseteru meskipun tidak terlalu nyata. Sebagian besar masyarakat dan juga para pejabat lokal menyetujui akan pemaknaan tersebut, namun ada juga orang Miangas yang jelas-jelas menolak. Penolakan tersebut sering diutarakan pada beberapa orang yang ia percayai. Mereka yang menolak lebih setuju akan tafsir dari kosa kata Miangas 26
Ulaen, Alex J.; Wulandari, Triana; Tangkilisan, Yuda B. (2012). Sejarah WilayahPerbatasan: Miangas - Filipina 1928 - 2010 Dua Nama Satu Juragan. Jakarta: Gramata Publishing 27 ibid
26
lebih mengacu pada makna akan kemenangan. Kemenangan dalam hal apa ?. Kemenangan dalam melawan berbagai usaha-usaha penjajahan dan pendudukan yang dilakukan oleh berbagai bangsa, khususnya terhadap Bangsa Moro yang sering melakukan penyerangan dan penghancuran terhadap masyarakat di Pulau Miangas. Sejarah lokal yang diperoleh dari tradisi lisan menunjukan bahwa wilayah-wilayah yang ada di kepulauan Sangir, Talaud dan Sitaro awal mulanya dimiliki oleh dua kerajaan besar yang bernama Tabukan dan Kalongan. Kekuasaan para pangeran-pangeran yang berasal dari kedua kerajaan tersebut hingga mencapai Pulau Miangas. Fakta ini juga diperjelas oleh Roessingh (1967 : 377-407) bahwa sejak Belanda terpikat dengan rempah-rempah di akhir abad 16 dengan memulai perjalanan panjang mereka untuk mencapai kepulauan kaya rempah di Maluku telah membuat proposal kepada sultan penguasa Pulau Mindanau untuk membangun basis-basis dagang di Pulau Mindanau. Meskipun di satu sisi mereka menerima kehadirannya, disisi yang lain sultan juga memiliki ketakutan akan kehadiran mereka28. Selama menetap di Pulau Mindanau, Belanda juga sering bertemu dengan para pangeran yang berasal dari Sangir. Penampilan dan gaya mereka mirip dengan penguasa Mindanau pada umumnya. Pangeran ini memiliki kekuasaan di beberapa bagian di wilayah Mindanau selatan. Namun sejak 1677, para pangeran merupakan vassal dari perusahan. Raja Kandhar dari Pulau Sangihe menyerahkan hasil yang dimiliki kepada Belanda seakan perusahaan hanya memiliki title resmi tanpa kekuasaan di suatu wilayah. Dua abad kemudian, perjanjian dengan raja Kandhar dari Sangir muncul kembali dalam 28
M.P.H Roessingh, 1967, Dutch relations with the Philippines: a survey of sources in the General State Archives, the Hague, Netherlands
27
konteks perselisihan antara Amerika sebagai penguasa Filipina menggantikan Spanyol dengan Kerajaan Belanda. Perjanjian dengan Raja Kandhar menjadi dasar agar Amerika menghormati kedaulatan Kerajaan Belanda atas Pulau Miangas akibat hubungannya yang terlebih dahulu dengan pangeran lokal. Belanda membangun kedaulatan diatas wilayah para pangeran tersebut termasuk Pulau Miangas. Kuatnya cengkeraman Belanda terhadap pulau tersebut juga terbukti dengan adanya pemberian mendali kepada EJ Jellesma yang telah mengunjungi Pulau Miangas pada tahun 1895 dan melihat sendiri bagaimana masyarakat di sana menolak mengibarkan bendera Spanyol. Rentetan dari kunjungan ini, akhirnya Pastor Kroll mencoba untuk membaptis 254 warga merjadi beragama Protestan29. Pada tahun 1906, sengketa masih berulang. Mengacu pada perjanjian Paris yang memaparkan bahwa wilayah Filipina berada pada batas wilayah yang luas termasuk Pulau Miangas di wilayah selatan. Akhirnya, Jenderal Leonard Wood, Gubernur Jenderal Moro berkunjung ke Miangas pada 21 Januari 1906. Namun sesampainya disana mereka menemukan bendera Belanda masih berkibar di sana dan sebagai dasar bahwa wilayah Pulau Miangas merupakan milik Hindia Belanda. Kemudian atas dasar pengamatannya, ia melapor sekertaris militer Amerika di Zamboanga. Laporan ini diteruskan ke pengadilan Arbitrase Internasional. Di pengadilan arbitrase internasional yang dipimpin oleh orang Swiss yaitu Max Huber. Arbiter akhirnya memutuskan bahwa kepemilikan Pulau Miangas adalah Hindia Belanda dengan dasar pada penggunaan bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat yang menggunakan Bahasa Talaud dan Melayu sebagai media komunikasi sehari-hari dibandingkan pengunaan bahasa - bahasa yang ada di Filipina. 29
Ulaen, Alex J.; Wulandari, Triana; Tangkilisan, Yuda B. (2012). Sejarah WilayahPerbatasan: Miangas - Filipina 1928 - 2010 Dua Nama Satu Juragan. Jakarta: Gramata Publishing.
28
Kehadiran bahasa inilah yang hingga sekarang menjadi argumen masyarakat Pulau Miangas bahwa perjuangan mereka melawan penjajah bukan atas bantuan siapapun namun karena kehendak dan kemampuan mereka sendiri. Kencintaan mereka terhadap bahasa yang mereka gunakan sehari-hari memunculkan istilah ACI (Aku Cinta Indonesia). Istilah ACI (Aku Cinta Indonesia) berulang-ulang diucapkan dalam berbagai situasi ketika mereka ditanya mengenai perspektif keindonesiaan mereka. Nasionalisme mereka tidak perlu diragukan, namun perhatian pemerintah terhadap mereka yang perlu ditingkatkan. Mereka menghendaki wilayah Miangas sebagai beranda depan negara yang perlu dipersolek, bukan sebagai halaman belakang yang dibiarkan kotor dan tertinggal. Setelah kemerdekaan, pada tahun 1956, Indonesia sebagai pewaris negara Hindia Belanda membuat perjanjian keimigrasian antara Indonesia dan Filipina. Perjanjian ini memungkinkan warga Sangir, Talaud, Nunukan, Balut dan Sarangani memiliki pas penyeberangan untuk aktifitas perdagangan barter, kekerabatan dan ibadah. Pada tahun 1965 ditanda tangani perjanjian imigrasi dan pembangunan Border Crossing yang memungkinkan wilayah Marore, Miangas, Mabila, dan Balut menjadi cek poit perbatasan. Pulau Miangas merupakan pulau yang menarik hati banyak pihak. Disamping sebagai menjadi bahan perembutan antara negaranegara barat, yaitu Spanyol, Hindia Belanda dan Amemerika. Pulau Miangas juga mengalami persoalan-persoalan lokal berkaitan konflik diantara mereka. Konflik tersebut berkaitan dengan usaha-usaha dari masyarakat Moro yang berungkali hendak menguasai Pulau setempat. Hal ini terbukti dengan banyaknya situs-situs peninggalan yang berkaitan dengan usaha mereka melakukan penyerangan ke wilayah tersebut. Bagi masyarakat lokal, Miangas pun menjadi situs pertahanan. Hal ini terbukti dengan kehadiran peninggalan yang masih tersisa di Tanjung Bora, Gua Kemenangan, Gunung Ota dan Bukit Keramat.
29
Pengaruh perang lokal antara penguasa-penguasa Pulau Miangas seperti Raja Yarre dengan penakluk dari Suku Moro di Mindanau Selatan sejak tahun 1677, memunculkan orang-orang gagah setempat yang memiliki kemampuan luar biasa dalam proses pengusiran orang Moro tersebut. Orang-orang hebat tersebut dikenal sebagai Panglima Mura dan Raja Uli. Dalam pertempuran tersebut, hal yang dikenang oleh masyarakat setempat adalah kemampuan Panglima Mura dalam mengusir orang Moro. Mereka kalah dalam peperangan tanpa harus terjadi pertumpahan darah yang banyak. Kekalahan mereka lebih banyak disebabkan ketakutan akan kekuatan Panglima Mura yang berhasil menancapkan batu besar ke dalam tanah. Sebagai simbol bahwa mereka adalah orang kuat yang bisa menghancurkan mereka, jika mereka menghendaki. 2.1.1. Asal Usul Menurut cerita rakyat setempat yang hingga saat ini masih hidup didalam benak setiap anggota masyarakat dan diwariskan secara lisan, asal usul keberadaan Pulau Miangas tidak lepas dengan keberadaan legenda Putri Sangiang. Legenda Putri Sangiang menjadi dasar penjelas mengenai eksistensi wilayah yang hingga saat ini masih mereka diami dan kaitannya dengan wilayah-wilayah yang lain. Menilik keberadaan cerita rakyat yang ada di masyarakat ditemukan banyak versi mengenai keberadaan Putri Sangiang. Secara umum, menurut kepercayaan mereka, rangkaian kepulauan yang berserak mulai dari Pulau Miangas, Kepulauan Nanusa hingga Pulaua Karakelang merupakan bagian dari wilayah yang masih bersatu. Perpecahan tersebut dikaitkan dengan kemarahan Raja Ular yang hidup di rangkaian pulau tersebut. Adalah si Raja Ular yang sangat Besar yang tinggal di wilayah Talaud Atas yaitu di Bambung, Kecamatan Gemeh dengan putri yang ia nikahi yaitu Putri Sangiang. Pada masa itu, hiduplah seorang putri yang bernama Putri Sangiang. Putri tersebut sangatlah cantik. Seperti biasa, Putri Sangiang
30
melaksanakan kegiatan sehari-harinya yaitu membersihakan badan. Ia berangkat menuju tempat biasa dimana ia akan mandi. Di tengah perjalanan, ia merasakan ada sesuatu yang tidak biasa. Ia menemukan adanya tanaman padi yang tumbuh di tengah jalan. Akhirnya, ia berinisiatif untuk memetik bulir-bulir padi yang menjuntai ke bawah. Ia beranggapan bahwa tanaman padi tersebut tidak ada yang memilikinya, sehingga ia bebas dan tanpa bersalah untuk memetiknya. Bulir padi yang telah ia petik, ia kumpulkan dan segera bawa ke rumah untuk disimpan. Sesampainya dirumah, ia melakukan pekerjaan sebagaimana biasa. Tidak ada perasaan was-was berkaitan dengan penemuan tanaman padi di tengah jalan. Namun, keadaan damai di rumah Putri Sangiang menjadi berubah ketika malam telah tiba. Ia sangat kaget, ada seseorang yang mengetuk rumahnya di tengah malam begini. Ketika ia membuka pintu untuk menyambut tamunya, ternyata yang datang pada malam itu adalah tamu yang istimewa. Ia kedatangan tamu berupa seekor ular. Ular tersebut sangat besar sekali. Sehingga membuat Putri Sangiang menjadi ketakutan sambil bertanya mengenai urusan apa yang diemban Raja Ular tersebut. Raja ular kemudian menjawab bahwa Putri Sangiang telah berbuat salah yaitu mengambil bulir padi miliknya tanpa ijin. Oleh sebab itu, ia harus menerima hukuman darinya. Ia tidak iklas jika ada orang yang mengambil tanaman tersebut tanpa ijin terlebih dahulu. Itu adalah perbuatan pencurian. Berkaitan dengan kesalahan yang ia lakukan, Putri Sangiang bertanya mengenai hukuman apa yang akan ia terima. Ternyata hukuman yang diberikan oleh Raja Ular sangatlah berat. ia wajib menerima lamaran Raja Ular untuk menajadi istrinya. Ia tidak boleh menolak lamaran cinta dari Raja Ular. Karena tekanan yang kuat dan tidak adanya pilihan hukuman yang diberikan dari Raja Ular, akhirnya tanpa Putri Sangiang menerima keinginan Raja Ular. Selama menjalankan perkawinan dengan Raja Ular, Putri Sangiang dianugerahi sembilan anak. Delapan anak berjenis kelamin
31
laki-laki dan satu anak paling bungsu berjenis kelamin perempuan. Mereka selama menjalankan kehidupan sehari-hari tinggal di gua yang besar dan berada di dekat puncak perbukitan. Raja Ular sebagai kepala rumah tangga, setiap hari ia pergi ke bawah untuk mencari segala hal yang dibutuhkan oleh keluarganya, terlebih dengan keinginan dari anak-anaknya. Dari seluruh anak-anaknya, Raja Ular sangat mengasihi dan menyayangi anak bungsunya dengan kasih sayang yang sangat besar. Anak bungsunya merupakan satu-satunya yang berjenis kelamin perempuan dan berparas cantik seperti ibunya. Perbedaan kasih sayang inilah menyebabkan saudara laki-lakinya iri dengan adik bungsunya. Adikk bungsunya setiap hari sering dicubit hingga menangis. Tangisnya yang keras menyebabkan Raja Ular sering segera datang menemuinya. Ia merasa kasihan sehingga ia segera memanjakannya agar segera diam kembali. Kebiasaan Raja Ular yang sangat perhatian kepada adik bungsunya ternyata telah diamati cukup lama oleh Putri Sangiang dan anak laki-lakinya. Saudara laki-lakinya memiliki rencana besar dibalik kebiasaan mencubit. Ia telah mengajari adik bungsunya agar meminta sesuatu kepada Raja Ular ketika ia berusaha mendiamkan tangisnya. Dengan begitu, ketika adik bungsunya menangis karena dicubit, kakakkakaknya telah memberitahu apa-apa yang perlu diminta jika Si Raja Ular datang. Setiap adik bungsunya menangis karena dicubit, Raja Ular segera datang menemuinya dan selalu bertanya "kenapa anak bungsuku menangis". Sesuai skenario, adik bungsunya yang sudah diajari untuk meminta sesuatu menjawab, "aku minta tamako (kapak)". Hari berikutnya, ia diajari untuk meminta pedang besar dari Sangir, besoknya lagi diajari meminta paku. Akhirnya seluruh peralatan yang dibutuhkan oleh kakak-kakaknya untuk membuat perahu layar terpenuhi. Rencana pelarian ke Maluku yang dirancang
32
oleh Putri Sangiang dan anak laki-lakinya tidak diketahui oleh Raja Ular. Sampai suatu hari, kapal yang dibuat telah selesai lengkap dan siap dinaiki untuk berlayar. Skenario terakhir yang dilakukan kakakkakaknya adalah mengajari adik bungsunya untuk meminta nyamuk yang ditangkap dengan jala besar. Permintaan anak bungsunya ini luar biasa susahnya bahkan sangat tidak mungkin bisa dilakukan. Namun karena kecintaan Raja Ular terhadap putrinya sangat besar, ia berusaha untuk segera memenuhi permintaannya. Ia tidak sadar bahwa ia telah masuk ke dalam jebakan yang sudah direncanakan. Hal ini nampak ketika Raja Ular melakukan perburuan untuk menangkap nyamuk dengan jala besar hingga berhari-hari, ternyata Putri Sangiang dan seluruh anak-anaknya telah berlayar menuju Pulau Halmahera Maluku Utara. Begitu susahnya menangkap nyamuk tersebut, sampai tidak terasa perjalan panjang prahu Putri Sangiang hampir mencapai Halmahera. Kesadaran mengenai kebodohan Raja Ular muncul ketika ia diingatkan burung yang terbang diatasnya. Kata burung tadi, "Hai Raja Ular, kamu telah melakukan tindakan bodoh, lihatlah, Putri Sangiang dan anak-anaknya telah lari meningggalkanmu". Setelah Raja Ular mengetahu bahwa ia telah ditipu, marahlah ia. Kemudian ia mengejar prahu tersebut. Namun, Putri Sangiang dan anak-anaknya telah menyiapkan peralatan untuk membunuhnya. Potongan-potongan ular tersebut kemudian berserak di sepanjang lautan di sana, sehingga memunculkan beberapa pulau yang ada. Masyarakat Miangas percaya bahwa Pulau Miangas dulunya adalah sisik Raja Ular dalam legenda Raja Sangiang yang terlempar hingga di tempat sekarang. Asal usul keberadaan orang-orang yang ada di Miangas memiliki dua versi. Versi pertama menjelaskan bahwa sejarah silsilah awal mula kehadiran manusia di Pulau Miangas mengacu pada datangnya orang Sulawesi. Adapun ceritanya adalah sebagai berikut.
33
Syahdan di suatu waktu. Hiduplah anak-anak sultan di negeri yang kini menjadi wilayah Sulawesi Tengah (dipercaya dari wilayah Toli-toli) dengan aman sentosa dan serba berkecukupan. Dari beberapa anak yang dimiliki sultan tersebut, ada satu anak yaitu pangeran yang pertama memiliki kesenangan bepergian ke negeri negeri yang jauh untuk melihat-lihat negeri seberang. Pada suatu waktu, pangeran pertama menghadap kepada ayahanda sultan. Sebagaimana biasanya, keinginan pangeran pertama menghadap kepada sultan adalah untuk mendapatkan restu akan rencananya untuk bepergian. Tepatlah dugaan ayahanda. Pengeran pertama berkeinginan untuk melakukan kegiatan bepergian ke negeri seberang. Pangeran pertama memohon kepada ayahanda untuk memberikan ijin dan doa restu akan rencananya untuk pergi berlayar ke Pulau Mangindanau (Mindanau). Sebuah negeri yang berada di sebuah pulau yang berada di sebelah utara kerajaan ayahanda. Setelah mendapatkan restu dari ayahanda, berangkatlah Pangeran Pertama dengan menggunakan kapal menuju Pulau Mangindanau. Akan tetapi, sayangnya rencana perjalanan yang telah disusun oleh Pangeran Pertama ternyata tidak sesuai dengan harapan. Perahu yang seharusnya membawanya ke Pulau Mangindanau, karena sesuatu hal ternyata terdampar di suatu wilayah. Ia kemudian memutuskan untuk tinggal di wilayah pegunungan yang dikenal Ikulamah atau Kulama. Kulama dikenal sebagai wilayah yang paling tinggi di Philipina dan sering disebut dengan Gunung Buki. Selama di Kulama, Pangeran pertama hidup sederhana dalam beberapa masa. Selama masa tinggal di Kulama, akhirnya Pangeran Pertama berkenalan dengan gadis cantik jelita yang bernama Maman Duata. Dari hasil perkenalannya dengan gadis tersebut, munculah bibit-bibit cinta yang kemudian menyebabkan Pangeran Pertama memberanikan dirinya untuk melamar gadis pujaan hatinya tersebut. Tidak berselang kemudian, pesta perkawinan dilaksanakan di tempat tinggal gadis tersebut dengan sangat meriah. Seluruh handai tolan dan tetangga
34
sekitar rumah turut diundangnya, melengkapi kebahagiaan yang dirasakan oleh kedua pasangan tersebut. Setelah sekian lama memadu kasih, akhirnya Pangeran Pertama mendapatkan istrinya sedang hamil. Mendengar istrinya sedang hamil, Pangeran Pertama sangatlah gembira. Kemudian Pangeran Pertama berencana untuk mengajak istrinya Maman Duata ikut dengannya kembali ke negeri ayahanda di Sulawesi Tengah. Selama tinggal di kerajaan ayahanda dan seiring dengan berjalannya waktu, kandungan Maman Duata semakin besar dan akhirnya melahirkan di sana. Anak yang dilahirkan ternyata anak perempuan. Begitu gembira hati Pangeran Pertama mendengar istrinya telah melahirkan anak perempuan yang cantik seperti ibunya. Anak perempuan tersebut diberi nama Alora Binalu. Setelah Alora Binalu cukup besar, Pangeran Pertama mengajak anak dan istrinya untuk pergi ke Mangindanau. Akhirnya mereka bertiga kembali berlayar menuju Pulau Mangindanau. Sesampai di Pulau Mangindanau, keluarga Pangeran Pertama berencana untuk tinggal di Gunung Kulama atau Gunung Bugi. Sebagai penanda bahwa mereka tinggal di Gunung Kulama, Pangeran menanam pohon palma atau pinang. Sejak itu mereka tinggal dengan bahagia hingga akhir hayatnya. Selama tinggal di Gunung Kulama, lambat laun Alora Binalu tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita seperti ibunya. Setelah tiba waktunya, Pangeran Pertama pun mencarikan jodoh untuk anaknya. Di tempat itulah kemudian Alora Binalu mendapatkan jodohnya. Nama calon suaminya adalah Onto Urangi. Dari perkawinannya dengan Onto Urangi, Alora Binalu mendapatkan tiga anak yang sehatsehat, cantik dan tampan. Anak pertama mereka adalah laki-laki, diberi nama Padudu, kemudian anak kedua yaitu perempuan diberi nama Matanggenan. Sedangkan anak terakhir adalah laki-laki diberi nama Sakurao. Setelah anak-anak mereka besar, saatnya untuk mencarikan jodoh baginya.
35
Anak perempuan mereka yang bernama Matanggenan mendapat suami yang bernama Sakurao. Dari perkawinan ini, mereka mendapatkan anak perempuan yang bernama Sapu dan anak laki-laki yang bernama Tinuri. Setelah kedua anak ini menjadi besar, mereka berdua sering turun ke nyare (tempat yang mengalami pasang turun). Kulama dan mereka berdua sering melempar jala di nyare. Pada suatu hari, ketika mereka sedang memasang jala, mereka mendapatkan seekor ikan Gurango (Hiu) masuk di dalam jaringnya. Setelah mengetahui ada ikan Hiu masuk di dalam jaring, mereka mengambil ikan tersebut dan dibuat mainan seperti mainan anak-anak. Setelah ikan hiu dipermainkan dengan cukup lama. Tidak diduga ternyata ikan Hiu tersebut dapat berbicara kepada mereka berdua. Ikan Hiu berbicara kepadanya "Lepaskan saya" Mendengar ada suara sayup-sayup yang diucapkan ikan Hiu, Sapu kemudian meminta kepada saudaranya yaitu Tinuri untuk segera melepaskan ikan Hiu tersebut, walaupun dalam hati mereka, mereka tidak percaya bahwa ada Ikan Hiu yang dapat berbicara. Namun keinginan untuk melepaskan ikan Hiu tersebut sangatlah besar. Pada masa berikutnya, kedua orang ini yaitu Sapu dan Timuri berencana untuk pergi ke nyare lagi. Seperti biasa ketika pergi ke nyaree mereka ingin memasang jala kembali untuk mendapatkan ikan yang akan mereka jadikan lauk pauk. Saat itu hari masih pagi, mereka berencana untuk turun gunung menuju nyaree namun ditengah perjalanan menuju lembah gunung. Secara tidak sengaja ketika ia memandang ke arah Timur Laut, nampaklah dimata mereka sesuatu yang menarik yang sebelumnya tidak pernah ia lihat yaitu sebuah pulau yang indah. Namun demikian mereka berdua tergoda untuk memandanginya terus, namun tetap melanjutkan perjalanan ke nyaree. Sesampai di nyaree, mereka bertemu dengan ikan Gurango atau Hiu yang pernah ia lepaskan.
36
Melihat Ikan Gurango di depan mata, mereka berdua lari sambil berkata "tangkap". Ikan Gurango berkata "apa maksud Tinuri dan Sapu" . Dari penjelasan Tinuri dan Sapu akhirnya Ikan Gurango bersedia menolong mengantarkan kedua orang tersebut menyeberang. Keduanya pun segera menaiki punggung ikan Gurango dan pergi menuju Pulau indah yang telah dilihatnya di punggung bukit tadi. Setelah menempuh perjalanan beberapa waktu, akhirnya Ikan Gurango tiba di Pulau yang diinginkan yaitu Pulau Poilaten. Kedua orang tersebut kemudian mendarat di lokasi pantai Mera. Sesampai mereka di Pulau Poilaten, mereka memutuskan untuk tinggal di sana. Setelah mereka menjalani kehidupan di Pulau Poilaten selama satu bulan, tanpa sengaja kedua orang tersebut melihat dari atas bukit ada perahu layar yang datang dari arah Pulau Karatung. Dari arah perahu layar terlihat sengaja menuju ke arah Pulau Mangindanau. Namun, ketika mereka agak jelas melihatnya ternyata arah perahu berubah haluan menuju Pulau Poilaten. Di dalam perahu tadi terdapat dua orang yaitu Langgu dan Rarungoh. Sesampai di pantai Pulau Poilaten, mereka melihat dua jejak kaki yang berbeda. Kemudian menyusuri hingga kemana jejak-jejak tadi berakhir. Ternyata jejak tadi berakhir di Pantai Mera. Di pantai Mera, mereka segera dengan mudah menemukan Tinuri dan Sapu. Secepat mungkin keduanya segera ditangkap dan diikat. Selanjutnya membawa Tinuri dan Sapu yang telah terikat menuju perahu untuk dibawa ke arah Pulau Karatung. Perahu yang membawa kedua orang tersebut berangkat pulang. Ketika berada di tengah laut, Langgu dan Rarungoh ternyata memiliki niat jelek. Sopu dan Tinuri dibuang ke tengah laut dalam keadaan terikat. Meski dalam keadaan terikat, akhirnya Sopu dan Tinuri diselamatkan oleh Ikan Gunaro yang telah mengantarkan mereka sebelumnya ke Pulau Poilaten. Mereka kembali lagi ke Pulau Poilaten. Dari Dampulis, Langgu dan Rarungoh merencanakan pelayaran kedua kali menuju Poilaten. Mereka membawa seluruh keluarganya
37
dengan rencana untuk hidup selamanya di sana. Mereka berkeyakinan bahwa penghuni Pulau Poilaten yaitu Tinuri dan Sapu telah meninggal ketika dibuang di laut. Namun kenyataannya, ketika mereka berhasil mendekati Pulau Poilaten, mereka melihat banyak asap membumbung tinggi. Mereka kaget, ternyata orang yang sudah ia buang kenyataannya masih hidup dan tinggal di Pulau Poilaten. Melihat kenyataan demikian orang-orang yang berangkat dari Dampulis merasa malu dan kembali lagi ke daerah asalnya. Dari rasa malu ini munculah istilah Miangas yang artinya malu karena sudah ada orang. Sejak itu, orang-orang Dampulis menyebut Pulau itu bukan Poilaten lagi namun menjadi Pulau Miangas. Perkawinan antara Sapu dan Tinuri menghasilkan anak anak yang bernama Padudu, Yubah, Ratu Yuri. Kemudian Ratu Yuri mendapatkan anak yang bernama Naung dan Padudu. Naung mendapatkan anak yang bernama Papea dan Papea mendapatkan anak yang bernama Pande Papea dan Horda Papea. Sedangkan Padudu mendapatkan anak yang bernama Pasiale. Pasiale mendapatkan anak yang bernama Riun. Riun mendapatkan anak yang bernama Wernado, Rober dan Tapilus. Semua marga-marga yang ada di Desa Miangas memiliki peta rujukan atau susunan anggota keluarga marga yang berisi tentang asal-usul nenek moyang hingga percabangan-percabangan yang menurun hingga pada generasi saat ini. Siapapun yang terlahir dapat dipastikan asal-usul atau silsilah keluarga dan marga tercatat dengan baik. Apalagi masyarakat Desa Miangas telah membangun konstruk mengenai mitologi keberadaan nenek moyang mereka yang sama yaitu Sapu dan Tinuri, maka peta genealogis marga tersebut berfungsi sebagai panduan dalam persoalan pewarisan keturunan. Hal ini penting agar dalam setiap prosesi perkawinan tidak mendapati sebuah perkawinan yang sumbang. Pada setiap peristiwa perkawinan yang berlangsung pasti akan dibacakan mengenai susunan peta genealogi antara kedua pasang pengantin tersebut. Untuk itulah,
38
ritual pembacaan tersebut merupakan tahapan yang sangat penting dalam prosesi pengesahan perkawinan di antara anggota masyarakat yang ada. Sebuah contoh peta genealogis dari sebuah marga yang masih tercatat dan tersimpan adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1. Geneologi Keluarga Marga Ratujuri yg merujuk Sopu dan Tinuri Sumber: Dokumentasi Peneliti
2.1.2. Perkembangan Desa Secara geografis, Desa Miangas terletak di Pulau Miangas. Namun secara administrasi, Desa Miangas awal mulanya merupakan bagian dari Kecamatan Nanusa, namun semenjak keluarnya Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2006 tertanggal 7 Desember 2006, terjadi pemekaran Kecamatan. Kedudukan Desa Miangas ditingkatkan menjadi Kecamatan Khusus Miangas. Dampak dari pemekaran tersebut, maka segera diangkat Bapak Sepno Lantaa SH sebagai Kepala Kecamatan Khusus melalui surat Keputusan Bupati No 78 Tahun 2007.
39
Dari kejauhan, penampakan Pulau Miangas terdiri dari dua gugus pulau, pertama adalah pulau besar yang sekarang menjadi wilayah hunian masyarakat dan kedua adalah gugus pulau kecil yang dikenal sebagai Tanjung Wora. Tanjung Wora saat ini tidak dihuni namun dijadikan lahan perkebunan kelapa dan simbol keberadaan khas masyarakat religius dengan adanya lambang salib raksasa yang terpancang di depan. Meskipun gugus Pulau Tanjung Wora saat ini tidak berpenghuni, Tanjung Wora dipercaya merupakan cikal bakal dari kehidupan masyarakat di Desa Miangas saat ini. Hal ini terbukti dengan masih banyak ditemukan sisa-sisa pemukiman di Tanjung Wora, namun sisa-sisa pemukiman berupa batu-batu yang tampak berserakan atau tertata karena telah dirubah menjadi lahan perkebunan kelapa. Sisa-sisa yang masih tampak sangat baik adalah peninggalan susunan batu karang sebagai benteng kecil. Benteng itu merupakan susunan batu yang diatur dengan posisi tertentu yang menyerupai benteng. Tanjung Wora sendiri merupakan gugus pulau yang sangat khas karena kecuramannya. Sisi-sisi yang sangat curam tidak nampak adanya bekas susunan batu yang berbentuk benteng namun pada beberapa sudut wilayah yang cenderung landai susunan tersebut terlihat jelas. Apalagi pada sudut wilayah yang merupakan pintu keluar masuk orang melakukan kontak dengan dunia luar sangat khusus dibuat seperti perbentengan. Kehidupan masyarakat Miangas selama berada di Tanjung Wora sangatlah susah, disamping pulaunya yang sangat kecil, sumber daya alamnya juga sangat terbatas. Keterbatasan lahan menyebabkan pembangunan tempat tinggal menjadi tidak bisa berkembang dalam masa yang akan datang demi mengakomodasi perkembangan jumlah penduduk yang berubah setiap waktu. Sedangkan keterbatasan sumber daya alamnya menyebabkan kebutuhan sehari-hari menjadi sangat terbatas, terlebih ketika laut saat pasang. Mereka tidak dapat mencari pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari di Tanjung Wora
40
namun harus keluar menuju Pulau Miangas yang mana kaya dengan sumber pangan seperti sagu, laluga, kelapa, kepiting kenari (ketang). Untuk itulah, mereka perlu setiap hari menyeberang menuju ke Pulau Miangas. Persoalan menjadi sangat berat ketika sekeliling wilayah gugus pulau Tanjung Bora dikepung oleh Bangsa Moro. Kehadiran Bangsa Moro selalu disertai dengan niat jelek terhadap mereka, yaitu berniat untuk menghancurkan. Niat Bangsa Moro selalu gagal untuk mencapai perkampungan mereka di Tanjung Bora. Hal ini disebabkan adanya benteng alam berupa kecuraman kondisi pulau dan adanya pasukan yang ada di benteng. Pasukan yang ada di benteng selalu siap setiap sat melempar senjata batu dari atas untuk menghancurkan orang-orang Moro tersebut. Kesulitan yang selalu berulang seperti itu, menyebabkan tetuatetua adat mengambil keputusan untuk berpindah ke sebuah bukit yang ada di Pulau Miangas. Bukit tersebut dikenal sebagai keramat. Proses perpindahan tersebut dimulai ketika kepungan Bangsa Moro menyebabkan kelaparan yang sangat di pemukiman masyarakat Miangas di Tanjung Bora tersebut. Satu demi orang-orang di Tanjung Bora berenang menuju bukit tersebut. Strategi yang dilakukan agar tidak diketahui oleh Bangsa Moro adalah dengan berenang dan bersuara seperti burung camar. Perilaku orang-orang di Tanjung Bora yang mirip perilaku burung camar dalam proses migrasi masal ke wilayah perbukitan sangat membantu mereka dalam proses tersebut. Proses migrasi menjadi sangat tersamar dan Orang Moro mengira orang-orang yang ada di Tanjung Wora telah mati kelaparan akibat pengepungan, sehingga memutuskan untuk kembali ke daerahnya. Di wilayah perbukitan keramat di Pulau Miangas, masyarakat membangun pemukiman baru. Pemukiman tersebut berada di perbukitan yang sekelilingnya ditandai dengan kontur-kontur yang sangat curam. Di pemukiman yang baru inilah mereka juga membangun perbentengan seperti yang pernah mereka buat di
41
Tanjung Bora. Keputusan membuat benteng juga bermanfaat ketika Bangsa Moro melakukan penyerangan kembali. Mereka masih bisa menghadapi penyerangan yang mereka lakukan. Namun kondisinya sangat jauh berbeda jauh dengan sebelumnya ketika masih tinggal di Tanjung Wora. Ketika pemukiman telah berada di bukit keramat, setiap ada pengepungan yang dilakukan oleh Bangsa Moro, mereka masih bisa mencari dan memenuhi kebutuhan pokok. Alam di sekitar pemukiman di bukit Keramat masih luas dan mampu mengakomodasi segala kebutuhan selama pengepungan.
Gambar 2.2. Batu Mura Sumber: Dokumentasi Peneliti
Masa-masa penyerbuan Bangsa Moro yang semakin berkurang intensitasnya, kontur tanah yang sangat berbukit dan angka penambahan penduduk, menyebabkan para tetua memutuskan untuk memindah pemukiman di wilayah bawah Pulau Miangas yang cenderung landai. Wilayah yang dipilih adalah wilayah yang terdapat sumber air tawar dan mudah mengaksesnya. Beberapa wilayah yang landai memiliki sumber-sumber air yang cenderung payau. Rancangan wilayah pemukiman di tempat yang baru dibuat seperti model pemukiman di perumahan di kota. Wilayah pemukiman tersebut dibelah oleh tiga jalan utama yang mengarah pada arah utara
42
- selatan (bukit keramat - pantai). Dari ketiga jalur utama tersebut, terdapat satu jalur yang melintang agak ditengah dengan arah barat timur yang menuju ke dermaga. Rumah-rumah dibangun saling sejajar dan berhadapan. Setiap rumah memiliki beberapa ruas tanah yang menjadi halaman. Rancang bangun situs pemukiman seperti ini dipercaya oleh masyarakat telah ada sejak dahulu kala. Hanya saja, pada masa itu, semua rumah dibangun dengan menggunakan bahan kayu yang diambil di wilayah setempat. Konstruksi bangunan berwujud seperti rumah panggung, namun ketinggian bangunan juga menjadi perhatian khusus bagi masyarakat setempat. Hal ini berkaitan dengan cara adaptasi mereka dengan kondisi lingkungan yang cenderung tidak stabil, dimana arah dan kekuatan angin menjadi persoalan khusus pada bukan-bulan tertentu. Bagian bawah rumah panggung umumnya dibiarkan menjadi ruang kosong. Mereka meletakkan binatang peliharaan di belakang rumah yang memang sengaja disediakan untuk peliharaan hewan ternak seperti babi atau yang lain. Bangunan rumah yang terbuat dari kayu atau berpondasi semen dengan dinding kayu sudah mulai banyak berubah saat ini. Bangunan-bangunan permanen dengan bahan batako yang dibuat sendiri dengan menggunakan campuran pasir putih dan semen banyak bertebaran di sepanjang ruas jalan. Sehingga berkesan seperti kompleks perumahan. Beberapa keluarga juga sudah mulai beralih dengan membangun rumah dengan gaya arsitektur rumah urban, sebagian mempertahan gaya lama atau mencoba membuatnya bertingkat. Bagian dasar rumah sudah sangat rendah, jarak antara lantai rumah dengan tanah nyaris sama. Kondisi ini menyebabkan kehadiran tangga menuju kedalam rumah sudah banyak yang dihilangkan. Namun ada hal yang hingga kini masih dipertahankan, yaitu berkenaan dengan kearifan lokal mengenai pola adaptasi bangunan rumah berkaitan dengan kemampuan menahan tekanan angin, dalam hal ini adalah ketinggian rumah. Setiap memasuki bulan
43
yang penuh dengan angin, setiap hari angin akan bertiup kencang tanpa henti. Kerasnya tekanan angin adakalanya dapat merobohkan pohon kelapa yang ada atau memporak-porandakan atap rumah penduduk. Kondisi jaringan jalan utama yang membelah pemukiman saat ini sudah sangat berubah. Pada masa sebelumnya, jaringan jalan utama masih berwujud jalan berbatu (makadam) atau tanah, baik yang sudah diperkeras maupun belum. Namun sekarang, kondisi jalan sudah diperkeras dengan semen, sehingga semakin memudahkan akses dan meminimalkan munculnya debu. Pola rancangan jaringan jalan seperti ini, memungkinkan semua rumah-rumah warga memiliki akses langsung terhadap jalan, dan memudahkan mobilitas . Jaringan jalan yang terdapat di pemukiman saat ini sudah terhubung dengan baik dengan jaringan jalan yang menuju ke arah kebun. Kondisinya pun relatif sangat baik karena telah diperkeras dengan beton. Sehingga memungkinkan masyarakat mudah melakukan mobilitas ke kebun baik dengan jalan kaki, membawa gerobak ataupun dengan menggunakan kendaran bermotor seperti sepeda motor, mobil pickup, truk dan Sepeda. Pengerasan jalan yang sudah dilakukan di Desa Miangas memang belum dilakukan seluruhnya khususnya jaringan jalan di dalam kebun. Ada beberapa ruas jalan yang terhubung dengan jalan yang masih bertumpu pada jalan tanah. Namun kondisi ini sudah membawa kegembiraan bagi masyarakat setempat karena dengan perubahan kondisi jalan yang lebih baik, proses pemindahan buah kelapa menjadi lebih cepat dan ringan. Kegiatan pengerasan jalan berhasil karena ditunjang oleh dana PNPM pada tahun 2011. Perlintasan jalan ke arah kebun melintasi perkebunan kelapa, rawa, kebun laluga dan sagu. Di perkebunan kelapa disisi sebelah utara cenderung dimanfaatkan dengan cara tumpangsari. Mereka memanfaatkan lahan berkebunan dengan menanam sayuran. Berbagai ragam sayuran mereka tanam seperti kangkung, terong, rica
44
(lombok), ketela pohon, ketela rambat, dan tomat. Seluruh sayuran cenderung dijual kepada pendatang terutama orang-orang yang bekerja di proyek-proyek negara. Namun sekarang ada kecenderungan, sayuran tersebut juga dibeli masyarakat setempat yang tidak melakukan penanaman di kebunnya. Kebun di sisi bagian barat cenderung tidak dimanfaatkan dengan cara tumpang sari. Kebun dibiarkan saja ditumbuhi ilalang, sehingga terkesan gelap. Sedangkan kebun yang dimanfaatkan untuk berkebun sayur cenderung terang dan bersih karena setiap hari pemiliknya selalu membersihkan lahan tersebut. Mereka membersihkan rumput yang mengganggu tanaman sayurnya, menyiram atau membersihkan daun kelapa yang sudah tua. Lahan kebun dan rawa-rawa yang terdapat tanaman laluga dan sagu juga banyak yang tidak mendapatkan perawatan. Saat ini tanaman-tanaman tersebut dibiarkan tumbuh liar. Sangat berbeda dibandingkan dengan masa-masa yang lalu dimana ketika tanaman laluga dan sagu masih menjadi tanaman pokok dan satu-satunya yang bisa diakes. Setiap penduduk setiap hari pasti akan pergi ke kebun untuk menanam dan merawat tanaman-tanaman tersebut. Kehadiran tanaman tersebut berkaitan dengan masalah hidup dan matinya ia tinggal di Pulau Miangas. Mereka yang malas menanam dan merawat pasti akan mendapat resiko kematian atau bergantung pada tetangganya untuk menghidupi keluarganya. Pada masa itu tidak ada alternatif bahan pangan pokok yang bisa mereka konsumsi. Jadi setiap keluarga harus giat bekerja merawat tanaman di kebun. Berubahnya kondisi tersebut banyak disebabkan adanya penetrasi bahan pokok berupa beras yang luar biasa. Beras saat ini sudah menjadi makanan pokok bagi warga Desa Miangas. Ketersediaan bahan pokok tersebut juga sangat mudah. Setiap warung yang ada di desa tersebut selalu memiliki stok beras yang bisa dikonsumsi sehari-hari. Kehadiran beras dan mudahnya beras di dapatkan sewaktu-waktu di Pulau Miangas telah mengubah pola
45
perilaku masyarakat. Mereka menjadi tidak rajin untuk mengolah dan merawat tanaman pokok yang telah diturunkan oleh nenek moyang. Disamping perubahan berkenaan dengan konsumsi makanan pokok, perubahan yang lain yang terjadi di Desa Miangas adalah berkenaan dengan kodifikasi mengenai hukum ada. Hukum adat yang digunakan sudah mengalami banyak perbaikan. Dasar perbaikan mengacu pada kemampuan masyarakat dan kemanusiaan. Oleh sebab itu, hukum adat yang ada saat ini bisa dikatakan cukup ringan dibandingankan dengan kondisi masyarakat di Miangas pada masa yang lampau. Meskipun dikatakan cukup ringan, namun dalam konteks masyarakat Desa Miangas, hukuman yang diberlakukan cukup berat juga. Apalagi berkenaan dengan kemampuan mereka mendapatkan penghasilan dari hasil berkebun, mencari ikan dan menjadi tenaga angkut di pelabuhan atau kuli di beberapa proyek di wilayah setempat. Kondisi solidaritas masyarakat setempat cukup baik dan terpelihara. Hal ini nampak ketika masyarakat setempat melakukan kegiatan, seperti acara perkawinan atau acara yang lain. Pada kegiatan acara-acara tertentu, pada umumnya mereka saling berkerjasama untuk mempersiapkan lokasi, membersihkan, memasak dan memasang tenda di depan rumah. Dengan begitu setiap ada acara, keluarga dalam satu marga selalu berkumpul bersama dibantu dengan warga yang lain. Ketika ada masyarakat yang memiliki hajat perkawinan, disamping warga setempat membantu mempersipakan acara tersebut, ternyata ketika hari "h" pelaksanaan, setiap undangan pasti membawa makanan sendiri-sendiri. Baik membawa nasi maupun laukpauk. Di tempat pelaksanaan perkawinan, mereka dapat mempertukarkan lauk-pauk yang mereka bawa dari rumah satu dengan lain. Mereka sangat bangga jika lauk-pauk yang mereka masak dari rumah ternyata disukai oleh tamu undangan yang lain. Dengan begitu, setiap tamu akan menikmati hidangan yang dibawa oleh tamu
46
undangan yang lain. Pemilik rumah biasanya hanya menyediakan minuman dan daging babi. Kondisi solidaritas dan kegotongroyongan semakin terpupuk dengan adanya ritual manami yang dilakukan setiap tahun. Ritual Manami merupakan ritual pesta adat yang diwujudkan berupa penangkapan ikan bersama dan dimakan bersama-sama. Biasanya ritual ini dilakukan dilakukan pada bulan mei. Acara ritual ini akan dianggap berhasil jika setiap eleman masyarakat yang ada saling bantu membantu. Tanpa adanya kerjasama dan solidaritas, bisa dipastikan jika ritual penangkapan ikan akan gagal untuk mendapatkan ikan dan konsekuensinya acara bakar ikan sebagai puncak dari nilai-nilai kerja sama akan hilang. Di dalam acara ini egoisme akan dibuang jauh-jauh demi kebersamaan. Sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan dengan jarak yang sangat jauh, mobilitas masyarakat bisa dikatakan sangat tinggi. Tingginya mobilitas ditunjang dengan kehadiran sarana transportasi berupa kapal laut yang melayari setiap 15 hari sekali. Setiap kapal yang melewati Pulau Miangas pasti akan dipenuhi dengan warga Miangas yang akan turun maupun naik. Antusiasme masyarakat menggunakan kapal tersebut lebih disebabkan angkutan tersebut merupakan satu-satunya kapal yang mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan mereka terhadap bahan pokok, bahan bangunan, pengiriman kopra dan beberapa kepentingan bagi para pegawai setempat. Disamping kehadiran kapal yang melayari wilayah ini, Pulau Miangas juga dilengkapi dengan sarana komunikasi. Sarana komunikasi yang ada disediakan oleh provider Simpati. Kehadiran provider ini memungkinkan masyarakt Desa Miangas dapat berkomunikasi dengan siapapun. Namun hal yang menjadi kendala berkaitan dengan kehadiran provider tersebut adalah berkenaan dengan masalah daya listrik yang menjadi kekuatan peralatan komunikasi tersebut. Daya listrik yang menunjang keberlangsungan
47
peralatan ini disuplai oleh panel tenaga surya dan PLN setempat. Panel tenaga surya saat ini berada dalam kondisi rusak pada switch yang mengubah secara otomatis dari panel tenaga surya ke PLN jika daya di dalam accu telah habis. Demikian juga berkaitan dengan daya yang diambil dari tenaga listrik PLN juga mengalami kendala berkaitan dengan kontuinitasnya. Pada siang hari PLN juga mendapat suplai dari panel surya hingga sore kemudian dilanjutkan pada sore hari dengan tenaga diesel. Kondisi ini menyebakan stabilitas layanan komunikasi dari provider Simpati menjadi naik turun tergatung catu daya yang ada. Banyaknya konsumsi tenaga listrik di Desa Miangas juga mempengaruhi daya listrik yang dihantar dan diditribusikan ke masyarakat. Pertumbuhan peralatan listrik sangat signifikan. Hampir semua telah memiliki alat musik yang membutuhkan daya listrik tinggi, kulkas, televisi flat dan fan. Secara tidak langsung, pertumbuhan alat listrik dan ketiadaan penambahan sumber daya listrik yang memadai menyebabkan daya listrik di wilayah ini cenderung naik turun. Konsekuensinya, banyak ditemukan beberapa peralatan listrik warga mengalami persoalan serius. Disamping berkenaan dengan stabilitas layanan, provider komunikasi disini juga tidak memiliki spot layanan sinyal yang cukup lebar. Sinyal yang terlayani cenderung di wilayah pemukiman yang dekat dengan menara sinyal. Sedangkan pemukiman di dekat pantai cenderung tidak mendapat sinyal atau seringkali terputus-putus. Provider juga tidak menyediakan akses layanan data. Sebagian warga mengatakan bahwa semenjak menara tersebut dibangun, seakanakan menara tersebut dibiarkan hidup mandiri. Tidak ada penjadwalan yang kontinyu berkaitan dengan aspek "maintenace" untuk melihat apakah peralatan tersebut masih masih baik apa tidak. Setiap kerusakan yang terjadi, selalu dipecahkan bersama oleh masyarakat Desa Miangas, karena memang sudah menjadi kebutuhan mereka. Demikian juga berkenaan dengan pembiayaan listrik PLN
48
yang mensuplai peralatan tersebut selalu dibayar bersama-sama oleh masyarakat setiap bulan dengan cara urunan untuk membeli token, khususnya bagi masyarakat yang memiliki HP. Kehadiran POS Angkatan Laut dengan peralatan komunikasi satelit sedikti banyak membantu masyarakat setempat. Kehadirannya bisa menjadi alternatif dalam berkomunikasi. Apalagi ketika akses komunikasi dari provider terkendala oleh listrik mati. Disamping itu, keberadaan akses di POS Angkatan Laut dapat membantu masyarakat yang memiliki tablet atau HP Android dalam mengakses kebutuhan akan data. Kondisi sosial yang ada di Desa Miangas sedikit banyak dipengaruhi oleh masalah BBM. BBM disini sangat langka, khususnya ketersediaan minyak tanah, bensin dan solar. Menurut keterangan Pak Kapus, warga Desa Miangas dipaksa oleh keadaan untuk melakukan kegiatan yang dilarang oleh negara yaitu menyelundupkan BBM baik dari Kota Melonguane atau Bitung melalui kapal laut. Menurut aturan, pemuatan BBM di kapal laut adalah hal yang terlarang karena dapat menyebabkan masalah serius. Namun dengan sedikit negoisasi dan merancang ulang kemasan yang digunakan untuk memuat bensin, proses penyelundupan bisa berhasil. Bahkan adakalanya proses penyamaran kemasan digabung dengan barangbarang lain. Prinsipnya dalam penyelundupan ini, kemasan BBM harus tersamar dan jangan mengeluarkan bau yang menyengat yang dapat mengganggu penumpang dan mengundang aparat untuk memeriksa. Kenekatan warga Desa Miangas sudah lama dilakukan. BBM adalah kebutuhan penting bagi mereka. Bensin di Desa Miangas sudah mencapai Rp. 20.000,- bahkan bisa sampai Rp.35.000,- jika kondisi sangat langka. Harga yang mahal dapat mempengaruhi kegiatan mereka dalam mencari ikan sebagai sumber penghasilan sehari-hari. Disamping persoalan bahan bakar untuk melaut, persoalan bahan bakar untuk memasak pun menjadi masalah. Agen penjual minyak tanah di Desa Miangas seringkali tidak mendapatkan minyak tanah
49
secara kontinyu, pada saat penelitian berlangsung, minyak tanah yang mereka beli terkendala alat angkut yang menolak melayani pengiriman ke Pulau Miangas karena ketiaadaan surat. Kondisi seperti ini jika berlangsung terus dalam jangka waktu lama akan berpengaruh terhadap kegiatan keseharian. Alternatif mereka adalah menggunakan pepohonan yang jumlahnya terbatas untuk digunakan sebagai bahan bakar dalam kegiatan memasak. Selain BBM, persoalan yang muncul juga berkaitan dengan semakin menipisnya lahan perkebunan kelapa dan pertanian akibat pertambahan penduduk. Jumlah penduduk yang bertambah membawa konsekuensi kebutuhan akan lahan yang lebih luas untuk pemukiman bagi keluarga-keluarga baru. Belum lagi dengan adanya proyek pembangunan bandara yang saat ini sedang berlangsung. Keberadaan proyek ini ternyata sangat rakus lahan sehingga sangat berpengaruh terhadap merosotnya jumlah populasi pohon kelapa di Pulau Miangas. Turunnya populasi kelapa akan berdampak pada sektor produksi kopra yang menjadi andalan dan sandaran kehidupan masyarakat Desa Miangas. Tenaga kerja pemetik kelapa menjadi berkurang jumlahnya dan jumlah kelapa yang dipetik juga menjadi turun. Harapan terakhir dari masyarakat Desa Miangas adalah adanya konversi pekerjaan yang lebih mengarah pada spesialisasi bidang kelautan. Spesialisasi ini diharapkan dapat diwariskan kepada anak cucu mereka di masa depan. Oleh sebab itu, segala bentuk program-program pemberdayaan masyarakat yang diberikan oleh pemerintah lebih tepat jika membidik pada persoalan-persoalan di bidang perikanan. Bidang inilah yang akhirnya menjadi bidang alternatif yang sangat rasional diterapkan dan menjadi harapan satusatunya bagi penghidupan mereka. Untuk itulah, dana-dana yang mungkin akan masuk dapat diwujudkan dalam bentuk kapal tangkap yang lebih baik dengan kemampuan yang besar, pendingin ikan, rompon, bahan bakar yang mudah dan perlengkapan perikanan
50
lainnya serta sangat penting mengundang para investor perikanan yang akan membeli produk mereka. Jika diwujudkan, mereka akan menjadi masyarakat pelaut yang mandiri dan setiap hasil perikanan yang mereka peroleh tidak sekedar menjadi produk yang akan konsumsi sendiri namun dapat diolah menjadi produk lain. Sehingga predikat pelaut "gurem" berubah menjadi pelaut produktif. "Ke depan, masyarakat Desa harus lebih mengandalkan sektor perikanan sebagai mata pencaharian", demikian menurut Ketua BPD Miangas Batuel Lupa. Jika pemerintah gagal mengarahkan masyarakat Desa Miangas dalam bidang perikanan, persoalan sosial akan menjadi lebih parah lagi. Hal ini berkaitan dengan orang-orang yang mungkin tidak memiliki lahan atau memiliki lahan namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Saat ini saja, persoalan sosial sudah muncul yaitu berkaitan dengan munculnya kasus pencurian buah kelapa. Buah kelapa yang diambil oleh pemilik lahan biasanya akan dibawa pulang jika jumlahnya cukup banyak. Namun cara seperti ini tidak bisa dilaksanakan seperti dulu. Kasus-kasus buah kelapa yang menghilang sebelum dibawa pulang mulai bermunculan, sehingga membuat keresahan. "Saya sering kehilangan kelapa di kebun" kata Pak Albert Nusa. Untuk mengantisipasi kasus-kasus pencurian, ada juga masyarakat yang menggunakan cara-cara ghaib. Pak M (56th) menceritakan pengalamannya, "saat kelapa saya banyak yang hilang.....saya mencoba dengan cara ghaib. Saya mencari penangkal tersebut sampai ke Jawa. Penangkal tersebut kemudian saya pasangkan di kebun saya. Setelah itu saya hanya duduk-duduk di rumah saja. Ternyata penangkal tersebut manjur. Orang yang mencuri kelapa saya secara tidak sadar telah mengantarkan kelapa saya yang dicuri ke rumah saya. Setelah saya anggap kelapa saya di kebun sudah habis dibawa ke rumah kemudian orang tersebut saya tepuk pundaknya. Akhirnya dia sadar dan malu kepada saya. Saya pun menasehati supaya jangan mengulangi perbuatan seperti itu lagi"
51
Kekecewaan terhadap janji presiden yang berubah mengenai persoalan ganti rugi lahan yang dijadikan bandara masih membekas di kalangan masyarakat Desa Miangas. Pada saat berkomunikasi dengan Presiden SBY, masyarakat dijanjikan ganti rugi sebesar Rp. 350.000,-/m2 oleh negara namun kenyataannya realisasi ganti rugi ke masyarakat hanya menerima Rp. 150.000,-/m2. Mereka merasa ditipu oleh negara. Hal ini menjadi persoalan tersendiri. Bahkan menimbulkan kecurigaan di antara orang Miangas jika ada deal-deal tersembunyi. Seorang yang kecewa terhadap jumlah ganti rugi adalah Papa Mk (56th), "saya sudah mengatakan pada masyarakat sini supaya meminta ganti rugi sebesar Rp. 500.000,-/m2 namun mereka lebih mengikuti keinginannya sehingga malah dapat rendah. Masyarakat Miangas yang menerima ganti rugi lahan tidak banyak yang menggunakan dananya untuk usaha-usaha yang kreatif dan produktif. Memang ada juga yang menggunakan sebagai modal membuka warung, menyekolahkan anak ke luar daerah namun banyak yang menggunakan dana-dana tersebut untuk mempercantik dan mengisi rumah-rumah mereka. Rumah-rumah yang bertebaran di Desa Miangas mengalami perubahan yang signifikan sejak adanya proyek konversi lahan menjadi bandara. Seperti yang dikatakan oleh Pak Aph (35th), "Iya Pak, rumah disini bagus-bagus sekarang karena uang bandara" Persoalan anak muda juga cukup penting untuk diselesaikan. Banyak anak-anak di Desa Miangas yang sudah lulus sekolah SMK tidak meneruskan sekolah. Biasanya mereka menganggur, bekerja menjadi nelayan atau melakukan kebiasaan masyarakat yaitu minum Cap Tikus buat mabuk-mabukan. Untuk itulah maka menurut Ketua BPD Miangas Batuel Lupa, negara perlu memperhatikan dengan menyediakan beragam beasiswa untuk dapat kuliah di Perguruan Tinggi. Pembangunan SDM setempat perlu ditingkatkan lebih besar lagi.
52
Perhatian negara terhadap Desa Miangas sudah sangat bagus terbukti bahwa pembangunan fisik yang dilakukan di sini sangat banyak dan beragam. Banyak fasilitas infrastruktur yang sudah diwujudkan seperti, jalan beton, dermaga, bandara dan beragam kantor. Namun sayangnya, beragam fasilitas yang berhasil dibangun tersebut ternyata tidak berfungsi dengan baik. Fasilatas yang seharusnya melayani kepentingan masyarakat, kenyataannya saat ini banyak yang terbengkalai dan kosong. Hal ini menyebabkan bangunan-bangunan tersebut menjadi kotor, rusak dan menjadi ajang mainan anak-anak bahkan mengundang orang untuk berbuat mesum. Kondisi ketidakfungsionalnya fasilitas negara ini jika tetap dibiarkan sedemikian rupa, akhirnya memperlihatkan kepada masyarakat bahwa proyek-proyek yang diberikan oleh negara tersebut cenderung menjadi proyek mubazir. Beberapa bangunan yang hingga saat ini kelihatan terbengkelai yaitu bangunan yang direncanakan untuk penampungan kebutuhan pokok masyarakat selama musim angin dan gelombang, yaitu bulog, empat buah tangki untuk BBM. Bangunan tersebut sudah dibangun sejak tahun 2007 namun aspek kegunaannya belum nampak hingga kini. Bahkan saat ini terkesan sebagai gudang kumuh. Kehadiran fasilitas-fasilitas tersebut dapat mengesankan bahwa negara sangat serius hadir di wilayah perbatasan. Namun jika pembangunan tersebut mubasir, maka kesan yang muncul bukan keseriusan kehadiran negara yang mengayomi namun bisa saja menjadi perhatian yang sangat berlebihan. Apalagi jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah terdekat seperti Kecamatan Nanusa. 2.2 Geografi dan Kependudukan 2.2.1 Gambaran Geografi Pulau Miangas atau Kecamatan Khusus Miangas memiliki luas 3,15 km2, merupakan wilayah kecamatan terkecil di wilayah Kabupaten Talaud. Pulau ini merupakan salah satu pulau terluar NKRI
53
(Negara Kesatuan Republik Indonesia) di sisi utara. Sebagai wilayah terluar, Pulau Miangas atau Kecamatan Khusus Miangas berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Philipina di samping Pulau Marore dan Pulau Kamboleng di wilayah Sangir. Wilayah Pulau Miangas atau Kecamatan Khusus Miangas merupakan bagian dari gugusan kepulauan yang disebut sebagai gugusan Kepulauan Nanusa. Kepulauan Nanusa sendiri terdiri dari Pulau Garat 1.460 km2 tidak berpenghuni, Marampit 12.750 km2 berpenghuni, Karatung 7.430 km2 berpenghuni, Mangupung 2.360 km2 tidak berpenghuni, Intata 0.280 km2 tidak berpenghuni, Kakorotan 1.710 km2 berpenghuni dan Malo 2.160 km2 tidak berpenghuni. Seluruh kepulauan tersebut merupakan bagian integral wilayah Kabupaten Talaud, Propinsi Sulawesi Utara. Secara geografis, Pulau Miangas atau Kecamatan Khusus Miangas berada di 05° 32' - 09° 14' 02” Lintang Utara dan 127° 34' 05 126° 9' ” Bujur Timur. Kecamatan Khusus Miangas berbatasan langsung dengan Negara Filipina di wilayah utara dan barat, Laut Pasifik di wilayah timur, dan Laut Sulawesi di wilayah Selatan. Ketinggian Kecamatan Khusus Miangas berada pada 4 dpl. Panjang garis pantai mencapai 6 km ditambah dengan Tanjung Wora sebesar 2,20 km.
Gambar 2.3. Peta Perbandingan Jarak Miangas ke Davao dan Melong Sumber: http://beruangkaki5.blogspot.com/2013/03/pulau-yang-berbatasandengan-filipina.html
54
Jarak Pulau Miangas atau Kecamatan Khusus Miangas dengan wilayah Kota Davao di Pulau Mindanau berkisar kurang lebih 77 Km atau 47 mil, sedangkan jarak Pulau Miangas atau Kecamatan Khusus Miangas dengan kepulauan terdekat di wilayah Negara Republik Indonesi yang kondisinya relatif sama, yaitu Kecamatan Nanusa berkisar kurang lebih 145 mil. Jika bentang tersebut diukur hingga ke arah ibukota Kabupaten berkisar kurang lebih 110 mil atau 197 Km. Perbedaan jarak akses menuju negara tetangga Philipina dan wilayah pulau terdekat di Kab Talaud, menyebabkan Pulau Miangas atau Kecamatan Khusus Miangas dikategorikan sebagai wilayah perbatasan atau wilayah terluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebuah beranda belakang dari negeri ini. Sebagai wilayah terluar yang memiliki jarak tempuh mencapai 145 mil dan kondisi wilayah yang dikelilingi oleh lautan, akses menuju wilayah tersebut hingga saat ini hanya dapat dicapai dengan mengunakan alat transportasi kapal laut. Kapal laut yang melayani pelayaran ke wilayah tersebut bertipe perintis. Tipe pelayaran yang biaya operasionalnya masih disubsidi oleh pemerintah. Oleh sebab itu, ongkos yang harus dibayarkan oleh penumpang menuju kota-kota kecamatan tertentu yang dilalui oleh jalur pelayaran tersebut masih terhitung sangat murah. Sebagai contoh adalah ongkos kapal yang harus dibayar oleh penumpang dari Pelabuhan Laut Kota Melonguane menuju Dermaga di Kecamatan Khusus Miangas cukup mengeluarkan uang Rp.50.000,-. Ongkos sebesar itu sudah termasuk bed dengan catatan jika masih tersedia. Jika sudah habis, penumpang bisa menggunakan tikar mencari tempat untuk istirahat. Ada beberapa kapal laut perintis yang melayani trayek pelayaran ke arah Kecamatan Khusus Miangas, yaitu Kapal Sabuk Nusantara 35, Sabuk Nusantara 78, Meliku Nusa dan Sangiang (Pelni). Bagi masyarakat luar yang ingin bepergian menuju wilayah kepulauan seperti Kepulauan Nanusa, Sangir hingga Miangas dapat mengakses kapal-kapal tersebut. Kapal tersebut dapat diakses mulai
55
dari pelabuhan di Kota Bitung atau kalau ingin memperpendek pelayaran, mengakses dari ibu kota kabupaten yaitu Kota Melonguange. Adanya pilihan untuk mengakses kapal laut melalui Kota Melonguange untuk mempersingkat waktu perjalanan menuju ke Ibu Kota Propinsi atau sebaliknya tersedia sejak dibukanya bandar udara di Kota Melonguange. Dengan dibukanya bandar udara tersebut dapat mempersingkat perjalanan masyarakat yang akan berangkat dari kota Manado atau Bitung menuju Kota Melonguange untuk melanjutkan pelayaran menuju Kecamatan Khusus Miangas, Kecamatan Nanusa dan Wilayah Pulau Karakelang di bagian utara menjadi hanya 45 menit saja. Bandar Udara Melonguane yang berjarak 2 km dari Kota Melonguane memiliki ukuran landas pacu 1.400 x 30 m. Awal 24 Juli 2014 telah berubah menjadi 2100 x 45 meter, sehingga dapat didarati pesawat Wings Air dan Ekspress Air. Pesawat yang melayani bertipe ATR 72500 dengan kapasitas penumpang sebanyak 70 orang. Oleh karena
antusiasme masyarakat yang menggunakan layanan tersebut sangat tinggi terbukti dengan banyaknya penumpang yang berada di kabin pesawat dalam setiap penerbangan. Dalam tahun-tahun ke depan Garuda juga berencana untuk membuka jalur penerbangan ke bandar udara tersebut. Seluruh kapal perintis tersebut memiliki jalur perjalanan pulang pergi mengitari kepulauan yang bertebaran di Kabupaten Sangir dan Talaud atau Nanusa utara. Panjangnya trayek yang dilewati menyebabkan lama perjalanan hingga mencapai 15 hari dalam satu putaran dan 15 hari lagi untuk kembali. Kondisi inilah menyebabkan ketersediaan kapal hanya ada sebanyak 2 kali dalam sebulan. Jika beruntung, ada kalanya kedatangan kapal Meliku Nusa, Sabuk Nusantara 35, Sabuk Nusantara 78 bisa berurutan dalam beberapa hari dalam minggu yang sama. Adapun trayek yang dilewati Kapal Meliku Nusa pada putara pertama adalah sebagai berikut, Bitung-SiauMakalehi-Kahakitang-Tahuna-Kawaluso-Kawio-Marore-Miangas-
56
Karatung-Geme-Melonguane-Lirung-Mangarang-Tahuna. Putaran kedua adalah Tahuna-Mangarang-Lirung-Melonguane-EssangKakorotan-Karatung- Miangas-Marore-Kawio- Kawaluso-TahunaKahakitang-Siau-Bitung. Sedangkan kapal Sabu Nusantara memilik trayek pelayaran Bitung-Tagulandang-Kahakitang-Tahuna-LipangKawaluso-Matutuang- Kawio-Marore-Kawaio-Matutuang-KawalusoLipangTahuna-Mangarang-Melonguane -Beo-Essang-KaratungMarampit-Miangas-Marampit-Miangas-MarampitKaratung-EsangBeo-Melongnuane- Mangarang-Tahuna- Kahakitang-TagulandangBitung Dari seluruh kapal perintis yang melayani trayek ke Kecamatan Khusus Miangas, munurut pernyataan masyarakat Miangas, Kapal Meliku Nusa merupakan kapal yang dianggap paling handal dibandingkan kapal yang lain. Kehandalan kapal tersebut berupa kemampuan melakukan pelayaran ketika gelombang cukup tinggi hingga kekonsistenan dalam melayani pelayaran ke Pulau Miangas. Kapal Sanging seringkali disebut sebagai kapal yang sering memberikan pelayanan yang tidak menyenangkan seperti ingkar janji untuk meneruskan pelayaran ke Pulau Miangas atau menurunkan kembali penumpang. Kehandalan kapal Meliku Nusa dalam menembus gelombang tinggi ketika menuju Pulau Miangas disamping disebabkan konstruksi kapal juga disebabkan karena perilaku ABK tersebut yang banyak membantu masyarakat Miangas. Konstruksi kapal Meliku Nusa dipercaya sangat berbeda dibandingkan kapal yang lain. Jika ada gelombang, kapal yang lain cenderung bergoyang ke arah kanan dan kiri, sedangkan kapal Meliku Nusa bergoyang ke arah depan dan belakang. Di samping itu, ABK Kapal Meliku Nusa lebih sering memiliki empati ketika masyarakat membutuhkan seperti membawa peti mati tanpa meminta bayaran hingga membantu membawa penumpang yang sedang sakit secepatnya tanpa mempedulikan jadwal kapal yang seharusnya berhenti lama di dermaga-dermaga tertentu.
57
Kondisi wilayah yang sangat dekat dengan negara tetangga Filipina menyebabkan wilayah ini dikategorikan sebagai wilayah perbatasan. Sebagai wilayah perbatasan, Kecamatan Khusus Miangas saat ini dipandang sangat penting dari sisi keamanan, pertahanan dan pengembangan ekonomi regional menyandang atribut sebagai wilayah yang sangat penting, sangat istimewa dan harus diperhatikan karena menyangkut batas terluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping wilayah tersebut juga sangat rawan terhadap munculnya gejala global seperti terorisme, penyelundupan senjata dan trafficking. Hal ini terbukti dengan lengkapnya keberadaan lembaga negara di wilayah ini, seperti Kantor Desa, Polsek, Kecamatan, Karantina, Bea Cukai, Imigrasi, Pos Angkatan Darat (Koramil) dan Pos Angkatan Laut. Mengacu pada urgensi diatas, wilayah Desa Miangas yang pada awalnya secara administratif merupakan sebuah desa yang menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Nanusa, mulai bulan Juni 2007, kedudukannya ditingkatkan atau dimekarkan menjadi wilayah Kecamatan Khusus Miangas. Pemekaran ini digagas pada periode pemerintahan Bupati Dikson A Udampo pada tahun 2001-2006 melalui Peraturan Pemerintah Kabupaten Talaud tentang Pemerintahan Desa Miangas dimekarkan menjadi Kecamatan Khusus yang memiliki karakteristik satu desa dan satu kecamatan. Implikasi status baru yang diembannya tersebut menyebabkan wilayah tersebut semakin mendapatkan perhatian khusus dan langsung dari pusat. Setiap hari Pos Angkatan Laut di Kecamatan Khusus Miangas selalu memberikan laporan mengenai perkembangan terkini di wilayah tersebut. Sebagai wilayah perbatasan antar negara, Pulau Miangas memiliki Titik Referensi No RT 056 dan Titik Dasar No TD 056 serta penanda sah sebagai wilayah negara Republik Indonesia dengan diwujudkan dalam bentuk Tugu NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Posisinya yang sangat strategis, menjadikan pulau ini
58
sebagai check point dalam penentuan batas wilayah antara negara Republik Indonesia dan Philipina. Secara umum wilayah Kecamatan Khusus Miangas terbentang berupa dataran berpasir putih, rawa-rawa tetumbuhan beluga, perkebunan rakyat yang didominasi tanaman kelapa, cengkih, pala, sagu dan adakalanya ketela pohon, dan ketela rambat ditanam secara tumpangsari, perbukitan rendah dan bebatuan karang. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa wilayah Kecamatan Khusus Miangas memiliki pola topografi yang beragam. Secara terperinci terdiri dari 80,18% wilayah yang masuk dalam kategori landai, 18,82% berombak dan berbukitan dengan ketinggian antara 50 hingga 70 meter dpl. Perbukitan yang ada di wilayah ini adalah perbukitan Gunung Keramat dengan ketinggian 150 m, perbukitan Gunung Solo dengan ketinggian 130 m dan Bukit Limoma dengan ketinggian mencapai 25 m. Komposisi permukaan wilayah Pulau Miangas sangat beragam. Sebagian besar memiliki komposisi permukaan berwujud tanah pasir putih dan bebatuan karang. Di daerah rawa-rawa memiliki komposisi permukaan berwujud tanah gambut. Sisanya memiliki komposisi permukaan berupa tanah liat dan batu-batu yang sangat keras yang umumnya dapat ditemukan di wilayah perbukitan sebelah timur. Berdasarkan kemiringan tanah, wilayah Kecamatan Khusus Miangas dapat dikategorikan menjadi 4 kategori. Adapun periciannya adalah sebagai berikut, pertama adalah kemiringan tanah antara 0 - 2 mencapai luasan 2,6 km2 atau sebesar 38,81% dari luasan lahan yang ada, kedua adalah kemiringan tanah antara 2 - 15 mencapai luasan 2,5 km2 atau sebesar 37,31% dari luasan lahan yang ada, ketiga adalah kemiringan tanah antara 15 - 40 mencapai luasan 0,2 km2 atau sebesar 2,99% dari luasan lahan yang ada. Terakhir adalah kategori kemiringan tanah diatas 40 mencapai luasan 1,4 km2 atau sebesar 20,90% dari luasan lahan yang ada. Keberadaan lahan yang sangat terbatas di Pulau Miangas menyebabkan perlu adanya pola pemanfaatan lahan secara efektif
59
dan efisien di wilayah Kecamatan Khusus Miangas. Dari keseluruhan lahan yang terdapat disana, kurang lebih tiga hektar lahan diperuntukkan sebagai pemukiman, 21 hektar diperuntukkan sebagai kebun aneka ragam, 60 hektar lahan diperuntukkan sebagai perkebunan monokultur berupa perkebunan kelapa, 12 hektar lahan diperuntukan sebagai tegalan untuk bertanam sayur-sayuran, 4 hektar lahan diperuntukan sebagai hutan atau konservasi dan 10 hekter lahan diperuntukkan sebagai lahan terbuka. Kecenderungan lahan yang diperuntukan bagi perkebunan digunakan untuk menanam tanaman tahunan seperti kelapa, pala dan cengkeh, menyebabkan pola pengairan menjadi tidak berguna. Tanaman dibiarkan tumbuh dengan sendirinya. Tanah-tanah yang digunakan sebagai lahan penanaman laluga dan sagu cenderung basah dan lembab bahkan ada yang berawa. Bagi masyarakat Desa Miangas yang juga melakukan penanaman tumpangsari dengan tanaman sayuran, mereka perlu datang ke kebun setiap hari untuk memberikan air secukupnya. Jika tidak, maka sayuran yang ditanam bisa mati kekurangan air. Bahkan adakalnya mereka perlu membuat pagar kecil yang terbuat dari bambu untuk penahan serangan hama kepiting yang sering merusak tanaman sayuran. Komposisi peruntukan lahan ini juga mengalamai perubahan secara signifikan saat ini. Terlebih pada lahan yang diperuntukan sebagai perkebunan kelapa. Semenjak ada ide dari pusat (Jakarta) berkenaan dengan perlunya pembangunan infrastruktur bandara sebagai titik akses ke wilayah Kecamatan Khusus Miangas ketika wilayah ini memasuki bulan-bulan paling sulit untuk diakses dengan menggunakan kapal laut. Jumlah lahan perkebunan kelapa mengalami penyusutan yang cukup tinggi akibat kebijakan konversi menjadi lahan bandara. Kebutuhan akan lahan bagi pembangunan infrastruktur bandara dapat dikatakan sangat rakus lahan ditengah keberadaan lahan yang sangat terbatas di pulau yang sangat kecil.
60
Dampak ekologis yang paling dirasakan oleh masyarakat wilayah Kecamatan Khusus Miangas akibat kebijakan konversi lahan menjadi bandara tersebut seringkali dikaitan dengan perubahan suhu yang semakin panas menyengat. Kondisi pemukiman yang semakin terasa panas menyebabkan banyak penduduk yang menggunakan tegalan sebagai tempat beristirahat dan mencari udara sejuk. Mereka banyak membangun pondok-pondok di setiap tegalan yang mereka miliki sambil bekerja menanam sayuran. Wilayah Kecamatan Khusus Miangas memiliki satu desa yang terdiri dari 3 dusun. Setiap dusun tidak memiliki nama yang mengacu pada perbedaan yang khas, namun hanya dibedakan berdasarkan angka saja yaitu dusun 1, dusun 2 dan dusun 3. Perbedaan dusun didasarkan pada alokasi tiga wilayah pemukiman yang dipisahkan oleh tiga jalan yang melintang di tengah-tengah desa Miangas tersebut. Berkenaan dengan luas wilayah pada tingkat dusun, ada variasi antara satu dusun dengan dusun yang lain. Dusun 1 memiliki wilayah cakupan sebesar 2,2 km2 dengan persentase 32,84 %. Dusun 2 memiliki wilayah sebesar 0,2 km dengan persentase 2,99% dan terakhir Dusun 3 memiliki wilayah sebesar 4,3 km dengan persentase 64,18 %. Pulau Miangas merupakan suatu pulau yang terletak di laut bebas khususnya di lautan pasifik dan juga berada di sisi utara khatulistiwa. Berdasarkan pada keberadaan lokasinya, Pulau Miangas memiliki iklim yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lautan. Kondisi lautan yang selalu berubah-ubah tanpa dapat diduga sebelumnya menyebabkan kondisi iklim di Kecamatan Khusus Miangas cenderung menjadi tidak menentu. Secara umum iklim di wilayah ini masuh ke dalam kategori iklim tropis equaterial yang dipengaruhi oleh angin Muson yang berlangsung pada bulan Juni hingga Oktober. Kondisi iklim juga relatif sama dengan kondisi di wilayah Kabupaten Talaud pada umumnya.
61
Berdasarkan hasil observasi dari stasiun meterologi di Naha, suhu udara di wilayah ini rata-rata berkisar antara 26 hingga 280 C. Wilayah ini memiliki sejumlah bulan musim hujan dalam satu tahun yang signifikan. Iklim yang terjadi di wilayah ini dikategorikan sebagai Af mengacu pada klasifikasi iklim menurut Köppen-Geiger. Temperatur selama satu tahun berada dalam rentang antara 26,60 C hingga 27,40 C. Temperatur tinggi berada di bulan april sebesar 27,00 C, bulan mei sebesar 27,40 C, bulan agustus sebesar 27,00 C, bulan oktober sebesar 27,40 C, bulan november sebesar 27,30 C. Temperatur rendah berada di bulan januari sebesar 26,60 C, bulan februari sebesar 26,60 C, bulan juni sebesar 26,80 C, dan bulan juli 26,40 C. Rata-rata temperatur mencapai 26,90 C.
Gambar 2.4. Temperatur Sumber: http://en.climate-data.org/location/1004316/
62
Berkenaan dengan keadaan curah hujan, kondisi curah hujan di Pulau Miangas sangat dipengaruhi oleh kondisi angin laut. Pada musim hujan, hampir setiap hari selalu turun hujan walaupun adakalanya gerimis dan mendung. Sebaliknya pada musim kemarau, sekali-sekali bisa terjadi fenomena turun hujan. Kondisi ini muncul karena tidak lepas dari lokasi Pulau Miangas yang dikelilingi oleh lautan yang luas. Lautan luas yang melingkupinya, menyebabkan suhu yang panas bisa menyebabkan kelembapan yang cukup tinggi. Bulan maret dan april merupakan bulan yang paling kering dengan angka rata-rata curah hujan sebesar 112 dan 120 mm. Bulan januari dan juli memiliki curah hujan sebesar 260 mm, kemudian bulan juni dan november memiliki curah hujan sebesar 190 mm, desember sebesar 180 mm, februari dan mei sebesar 172 mm, dan bulan agustus memiliki curah hujan sebesar 160 mm.
Gambar 2.5. Curah Hujan Sumber: http://en.climate-data.org/location/1004316/
Kelembapan udara rata-rata dalam satu tahun terbesar terjadi di bulan desember sebesar 88 %, kemudian diikuti bulan januari, febuari dan april sebesar 86 %, bulan mei, juli dan november sebesar 85 %, dan bulan maret sebesar 84 %. Kelembapan rata-rata terendah berada di bulan september dan oktober sebesar 81 %. Berkenaan dengan rata-rata penyinaran matahari, bulan maret memiliki angka rata-rata terbesar mencapai 76%, diikuti bulan oktober
63
dengan angka rata-rata sebesar 75% dan bulan desember dengan angka rata-rata penyinaran matahari sebesar 66%. Rata-rata penyinaran paling kecil terjadi di bulan januari sebesar 41%, kemudian diikuti bulan febuari dengan angka rata-rata mencapai 45%. Selanjutnya bulan april, juni dan agustus dengan rata-rata penyinaran matahari sebesar 60%. Bulan november dengan rata-rata penyinaran matahari sebesar 63%, dan terakhir bulan mei dengan rata-rata penyinaran matahari sebesar 62%. Keadaan awan yang melingkupi wilayah Pulau Miangas tergantung pada kondisi musim. Pada musim penghujan, biasanya kondisi awan baik pada siang maupun malam terdapat awan yang tebal. Sebaliknya, jika memasuki musim kemarau, kondisi awan baik siang maupun malam cenderung terdapat awan tipis bahkan adakalanya tidak terdapat awan sama sekali. Namun kondisi tersebut akan berbeda, jika telah memasuki masa pancaroba. Pada masa ini, kondisi awan seringkali tidak menentu. Adakalanya terdapat awan tipis namun kemudian berubah menjadi awan tebal dalam waktu relatif singkat atau sebaliknya. Rata-rata kecepatan angin terbesar berada di bulan juli hingga oktober sebesar 6 km/jam. Bulan januari hingga juni dan bulan november kecepatan angin rata-rata mencapai 5 km/jam. Sebaliknya, rata-rata kecepatan angin terendah berada di bulan desember sebesar 4 km/jam. Secarai detail penamaan angin dapat dikategorikan sebagai berikut, pertama adalah angin barat. Angin ini bertiup ke arah timur antara bulan September hingga Januari. Pada umumnya, angin barat bertiup hingga mencapai kecepatan rata-rata antara 50 hingga 80 km/jam. Kondisi angin yang memiliki kecepatan sebesar itu berdampak pada kondisi laut dibawahnya. Kondisi laut selalu berombak sangat besar dan disertai hujan yang sangat lebat. Hal ini menyebabkan dampak yang cukup besar khususnya berkaitan dengan lalu lintas pelayaran dan munculnya angka kecelakaan laut.
64
Kedua adalah angin utara, angin ini bertiup ke arah selatan pada bulan Februari hingga Maret. Kecepatan angin utara pada umumnya berkisar pada kecepatan rata-rata antara 30 hingga 60 km/jam. Angin utara juga masih berpotensi menciptakan gelombang yang sangat besar, hanya saja dibandingkan dengan angin barat, keberadaan curah hujan cenderung berkurang. Kondisi tiupan angin juga relatif tidak stabil. Adakalanya angin bertiup terus menerus selama satu hingga dua minggu kemudian dilanjutkan dengan kondisi tenang antara dua hingga tiga hari. Jika kondisi angin yang bertiup tenang, keadaan laut juga ikut tenang kembali dan laut dapat dilayari untuk mencari ikan atau lalu lintas pelayaran. Kondisi angin bertiup kencang dan tenang demikan terjadi silih berganti hingga mencapai musim berikutnya. Ketiga adalah angin selatan, angin ini bertiup ke arah utara. Biasanya, angin selatan berembus dengan kecepatan 20 hingga 40 km/jam. Kecepatan angin yang cukup membuat keadaan laut kembali bergejolak dengan munculnya ombak yang cukup besar. Angin ini seringkali muncul pada bulan Juli hingga Agustus. Keempat adalah angin timur, angin ini bertiup ke arah barat. Dibandingkan dengan ketiga angin sebelumnya, angin timur relatif tenang dan dianggap bersahabat dengan masyarakat di Pulau Miangas. Angin Timur biasanya muncul pada bulan April hingga Juni dengan kecepatan antara 15 hingga 25 km/jam. Adakalanya pada bukan-bulan angin timur ini, seringkali angin tidak bertiup sama sekali. Kondisi ini menyebabkan kondisi lautan sangat tenang dan sangat baik untuk lalu lintas pelayaran dan mencari nafkah bagi pelaut setempat. Keberadaan informasi kecepatan angin sangatlah penting bagi masyarakat Desa Miangas berkenaan dengan pencarian nafkah sebagai seorang pelaut. Kondisi angin yang berubah-rubah menyebabkan mereka memiliki pengetahuan mengenai kapan laut dapat dilayari dan kapan tidak dapat dengan menggunakan kapal tradisionalnya.
65
Kondisi lingkungan dan lautan di Pulau Miangas berbeda pada musim penghujan, kemarau dan pancaroba. Pada musim penghujan biasanya pada siang hari terlihat cerah, langit bersih. Namun pada sore hari terdapat kabut yang melingkupi wilayah lautan hingga malam dan pagi hari. Pada musim kemarau, kondisi wilayah dan lautan cenderung bersih dari siang hari hingga sore hari. Namun di pagi hari adakalnya muncul sedikit kabut tipis. Sedangkan pada musim pancaroba, kondisi wilayah dan lautan cenderung berubahubah. Hal ini di sebabkan pengaruh dari kondisi alam seperti kecepatan angin, hujan dan gelombang. Kontur wilayah pantai Pulau Miangas memiliki karakteristik yang sangat khas, ada yang landai, curam dan landai berkarang. Pulau Miangas ibarat sebuah gunung yang menjulang di tengah lautan. Hal ini menyebabkan pantai di sini sangat curam. Meski ada sebagian kecil wilayah pantai relatif landai dan berkarang, namun pada jarak tertentu kelandaian lantai dasar pantai akhirnya menjulang ke bawah secara curam. Pantai di sebelah utara dan timur laut cenderung curam hingga ke dasar laut namun di sebelah barat dan selatan cenderung landai berpasir putih atau berkarang. Pandangan mengenai kondisi pantai sangatlah berbeda ketika mengalami masa pasang dan surut setiap harinya. Ketika air laut surut, pantai cenderung menunjukan hamparan karang hingga mencapai 25 meter dari garis pantai atau kombinasi dengan hamparan karang dan pasir putih yang menyilaukan mata di siang hari. Namun ketika air pasang naik, hamparan karang tersebut cenderung hilang ditelan gelombang laut. Terkadang masih menyisakan sedikit hamparan pasir putih. Kondisi pasang surut juga mempengaruhi kondisi dermaga satu - satunya yang dimiliki Pulau Miangas. Pada saat air laut pasang, kedalaman dermaga mencapai 9,55 meter namun ketika laut surut mencapai kedalaman hingga 7 meter.
66
Kondisi arus laut di Pulau Miangas cenderung berubah-ubah karena dipengaruhi dari kekuatan angin yang sedang bertiup. Jika angin yang berembus sangat kuat, biasanya akan disertai oleh tingginya gelombang. Dampaknya adalah keadaan dan gerakan arus menjadi sangat kuat. Namun kondisi ini juga relatif mudah berubahubah karena mengingat lokasi Pulau Miangas yang berada di laut pasifik. Pada musim angin barat dan utara yang adakalanya bisa mencapai kecepatan 40 mil/jam, air laut menjadi sangat bergelombang. Hal ini bisa menyebabkan kapal-kapal kecil dibawah 1000 DWT tidak mampu melintasi wilayah ini apalagi bersandar. Kondisi Pulau Miangas yang berpantai karang dan bergelombang besar membutuhkan alat pandu bagi lalu lintas pelayaran. Oleh sebab itu, pulau ini juga memiliki alat penuntun navigasi berupa menara suar yang dibangun di atas bukit Keramat menghadap ke sisi timur pulau. Meskipun letaknya berada jauh diatas bukit namun kondisi menara suar sangatlah bagus. Sumber daya yang digunakan berasal dari tenaga matahari. Sepanjang siang hari menara suar memproduksi tenaga yang berasal dari sinar matahari dan disimpan di dalam baterai kering yang dipasang di dalam menara. Akumulasi tenaga listrik tersebut akan digunakan ketika malam hari. Pada saat malam hari, menara suar secara otomatis akan menggunakan tenaga yang telah disimpannya. Seluruh tenaga yang didapat dari pencahayaan matahari memungkinkan Lampu suar memiliki daya tahan untuk menyala sepanjang malam bahkan ketika mendung gelap melanda Pulau Miangas. Menara suar yang terdapat di Pulau Miangas dibangun dan dimiliki oleh Dinas Perhubungan Laut direktorat navigasi. Untuk melengkapi keberadaan menara suar tersebut, Dinas Perhubungan melengkapinya dengan Kantor Direktorat Navigasi yang dibangun di bawah bukit tersebut beserta dilengkapi dengan petugasnya untuk melakukan perawatan berkala. Menara suar di Pulau Miangas memiliki karakteristik jarak tampak hingga 20 mil. Lampu berwarna
67
putih dengan jenis flash dan berkedip secara periodik FL 0,5 - ECL 3,5, FL 0,5 - ECL 11,5. Keberadaan menara suar membantu memberikan panduan bagi setiap kapal yang ingin berlabuh di demaga Pulau Miangas pada kondisi gelap. Namun adakalanya, ketika kondisi tidak memungkinkan seperti cuaca yang tidak bersahabat seperti bergelombang, kapal yang ingin bersandar di Pulau Miangas dapat membuang jangkar di depan dermaga atau beralih ke Pantai Racuna depan POS Angkatan Laut. Dermaga di Pantai Miangas tampaknya belum dilengkapi dengan banban karet penghalang benturan antara kapal dengan sisi dermaga. Dengan begitu, ketika muncul gelombang atau arus yang agak besar, kapal tidak berani untuk bersandar di dermaga karena akan beresiko kebocoran akibat benturan antara dinding kapal dengan tembok beton dermaga. Di Pantai Racuna kapal yang datang tidak bisa berlabuh di demaga namun hanya bisa menurunkan jangkar. Kemudian kapal dan barang akan dipindahkan dengan menggunakan perahu kecil atau Pamboat. Aktifitas pemindahan barang orang harus dilakukan dengan hati-hati mengingat kondisi dasar laut yang sangat curam dan sangat dalam. Kesalahan dalam pemindahan barang akan menyebabkan barang terjebur ke laut dan dapat dipastikan akan hilang dan tidak ditemukan lagi. Wilayah Kecamatan Khusus Miangas, jika dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Talaud, merupakan salah satu wilayah yang tidak memiliki gunung berapi dan aliran sungai. Gunung berapi hanya ada di Kecamatan Pulutan dengan tinggi 864 m dengan kondisi saat ini tidak aktif. Meskipun kondisinya tidak aktif, cakupan daerah bahaya mencapai 20 km2 dan daerah waspada mencakup wilayah sebesar 40 km2. Keberadaan sungai banyak berada di Kecamatan Melonguane, Melonguane Timur, Pulutan, Tampan'amma, Gemeh, Beo utara, Beo, Beo Selatan, Lirung, Rainis dan Damau.
68
Ketidaan sungai di wilayah Kecamatan Khusus Miangas tidak menghambat masyarakat untuk mendapatkan air bersih. Tuhan telah menganugerahi masyarakat setempat dengan keberadaan sumbersumber air baik berupa sumur maupun mata air. Ada peninggalan beberapa sumur tua yang masih dapat dimanfaatkan. Sumur tua yang masih digunakan dan lokasinya dekat dengan pemukiman warga adalah sumur yang terdapat disebelah Gereja Germita. Air sumur tersebut kondisinya cukup baik dan berasa tawar. Bagi orang-orang tua, keberadaan air sumur tersebut telah lama berperan dalam menghidupi mereka selama ini. Bahkan pada masa itu, air sumur tersebut dapat diminum tanpa direbus terlebih dahulu. Beberapa sumur sejenis yang terdapat di wilayah pemukiman pada umumnya berasa payau, sehingga jarang digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Sumur yang lain yang dapat ditemukan di Desa Miangas adalah sumur yang terletak di depan Puskesmas Miangas dan di dalam area kantor Navigasi. Sumur tersebut pada masa sebelumnya juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun untuk kondisi saat ini, sumur tersebut terlihat hanya sebagai kenangan meskipun debit air cukup baik dan warna air terlihat jernih. Keengganan warga untuk memanfaatkan kedua sumur tersebut lebih disebabkan lokasi keberadaan sumur yang bisa dikategorikan cukup jauh dari pemukiman. Namun kata "cukup jauh" lebih disebabkan karena saat ini ada pelayanan air melalui perpipaan yang dikelola oleh desa. Pelayanan perpipaan mulai terealisasi semenjak ditemukan mata air yang memiliki debit yang sangat tinggi. Sumber air tersebut berada di tanah milik Papa Maxi yang dibeli oleh desa. Penemuan sumber air tersebut tidak terjadi begitu saja namun atas bantuan dari tenaga ahli yang berasal dari luar. Kondisi tanah tersebut awalnya memang selalu basah dan mengeluarkan air meskipun sedikit. Atas dasar itu, dicobalah untuk mengebor dengan harapan agar mendapatkan sumber air yang diharapkan.
69
Sejak ditemukan mata air yang memiliki debit yang besar, persoalan yang muncul berikutnya adalah bagaimana menyalurkan air tersebut ke pemukiman penduduk. Solusinya adalah dengan memanfaatkan gaya grafitasi bumi. Namun untuk bisa memanfaatkan gaya tersebut, air harus di pompa ke atas. oleh sebab itu, di atas bukit dibangun bak penampung air yang besar. Di bawah bak penampungan air terdapat pipa yang mengarah ke pemukiman. Untuk mengisi air ke bak penampungan dibutuhkan pompa. Pompa tersebut digerakkan oleh tanaga listrik PLN. Kontinuitas pelayanan air bersih juga bergantung pada tenaga listrik. Jika listrik PLN sering mati maka pelayanan air bersah yang seharusnya tiga hari sekali menjadi mati total. Jika air bersih melalui pipa berhenti total, masyarakat Desa Miangas pada umumnya akan pergi ke sumber air dengan membawa jerigen atau menyewa mobil untuk mengambil air sebanyak satu tandon ukuran 1000 liter dengan biaya Rp. 70.000,- setiap pengiriman. Jika uang yang dimiliki terbatas, maka mereka lebih memilih ke arah sumber air untuk mandi dan mencuci baju atau memenuhi segala keperluan. Kebutuhan air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting. Perilaku-perilaku yang berkaitan dengan usaha-usaha pencemaran mulai dihindari. Aturan-aturan juga mulai dibuat dan diterapkan. Setiap penduduk Desa Miangas yang memanfaatkan air bersih di dekat sumber air dilarang untuk membuang limbahnya di dekat sumber air. Hal ini disebabkan pernah terjadi bagaimana air bersih tersebut beraroma sabun detergen. Setelah diusut, kondisi ini berkaitan dengan kebiasan masyarakat yang membuang air limbah bekas cucian di dekat sumber air, sehingga airnya meresap kembali ke sumber dengan tambahan detergen.
70
Gambar 2.6. Peringatan menjaga kebersihan sumber air Sumber: Dokumen peneliti
Hewan-hewan peliharaan masyarakat Desa Miangas seringkali berupa babi, ayam, dan bebek. Babi pada umunya di pelihari di belakang rumah. Jumlahnya terbatas. Namun keterbatasan tersebut seringkali juga berdampak terhadap polusi udara. Bau busuk seringkali menyebar di sekalilingnya. Jika kandang tersebut berdekatan dengan halaman belakang rumah tetangga, adakalanya bau tersebut bisa tercium hingga depan rumah. Sebagai contoh adalah kandang babi yang terletak di belakang PUSTU. Meskipun jumlah babi yang dipelihari cuma sedikit namun bau yang dikeluarkan terasa hingga ke ruangan PUSTU khususnya di ruangan yang dipakai bidan tidur seharihari. Hewan peliharaan yang sering di pelihara di kebun biasanya adalah ayam. Ayam-ayam tersebut dilepas bebas. Mereka adakalanya diberi makan namun ada kalanya juga dibiarkan mencari makan sendiri. Ayam yang dimiliki Papa Maxi dilepas di kebun dan dibuatkan kandang. Pemeliharaan ayam di kebun juga sering mendapatkan masalah berkaitan dengan keberadaan ular. Ular tersebut sering memakan anak anak ayam. 2.2.2. Kependudukan Secara umum masyarakat yang tinggal di Pulau Miangas mengaku bersuku bangsa Talaud, kemudian diikuti Sangir, Jawa,
71
Gorontalo, Ternate dan beberapa suku yang lain. Keragaman kehadiran suku bangsa yang berasal dari suku di luar Suku Talaud lebih disebabkan akibat adanya perkawinan antar suku bangsa atau penugasan kerja bagi tentara di wilayah terluar ini. Meski demikian, kondisi persukuan masih didominasi oleh masyarakat yang bersuku bangsa Talaud. Hal ini menyebabkan bahasa ibu yang digunakan adalah bahasa Talaud kemudian diikuti dengan bahasa Indonesia dialek Menado sebagai lingua franca dari beberapa suku bangsa yang ada. Berkenaan dengan agama yang dianut masyarakat di Pulau Miangas, masyarakat yang beragama Kristen protestatan mendominasi sebesar 98 % kemudian diikuti masyarakat muslim sebesar 2 %. Keberadaan masyarakat muslim di Pulau Miangas lebih banyak disebabkan kehadiran para anggota ABRI baik AL (Angkatan Laut) maupun AD (Angkatan Darat) yang sedang bertugas di wilayah ini. Kemudian diikuti dengan adanya pola perkawinan antara pria muslim dengan wanita setempat. Oleh karena masyarakat Pulau Miangas memiliki sistem kekerabatan Patrlineal, ada kecenderungan bagi pasangan yang menikah berbeda agama, pihak perempuan akan mengikuti agama suami. Secara keseluruhan, Desa Miangas memiliki jumlah penduduk sebayak 766 jiwa dengan perincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 265 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 401 jiwa yang tersebar di dalam tiga dusun. Dusun 1 memiliki jumlah penduduk sebanyak 217 jiwa dengan perincian jumlah laki-laki sebanyak 97 jiwa dan wanita sebanyak 120 jiwa. Dusun 2 memiliki jumlah penduduk sebanyak 249 jiwa dengan perincian jumlah laki-laki sebanyak 125 jiwa dan wanita sebanyak 124 jiwa. Dusun 3 memiliki jumlah penduduk sebanyak 300 jiwa dengan perincian jumlah laki-laki sebanyak 143 jiwa dan wanita sebanyak 157 jiwa. Sedangkan jumlah KK yang ada di Desa Miangas mencapai 210 KK yang terbagi menjadi
72
60 KK tinggal di Dusun 1, 68 KK tinggal di Dusun 2 dan 82 KK tinggal di Dusun 3. Jika dilihat dari kelompok umur, penduduk dengan kategori kelompok umur 0-6 tahun mencapai 53 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 26 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 27 jiwa. Peta persebarannya di setiap dusun adalah Dusun 1 sebanyak 19 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 9 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 10 jiwa, Dusun 2 sebanyak 18 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 10 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 8 jiwa. Dusun 3 sebanyak 16 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 7 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 19 jiwa. Penduduk dengan kategori kelompok umur 7-12 tahun mencapai 106 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 54 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 52 jiwa. Peta persebarannya di setiap dusun adalah Dusun 1 sebanyak 25 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 13 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 12 jiwa, Dusun 2 sebanyak 39 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 19 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 20 jiwa. Dusun 3 sebanyak 42 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 22 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 20 jiwa. Penduduk dengan kategori kelompok umur 13-15 tahun mencapai 100 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 45 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 56 jiwa. Peta persebarannya di setiap dusun adalah Dusun 1 sebanyak 26 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 11 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 15 jiwa, Dusun 2 sebanyak 34 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 16 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 18 jiwa. Dusun 3 sebanyak 41 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 23 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 20 jiwa. Penduduk dengan kategori kelompok umur 16-18 tahun mencapai 95 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 42 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 53 jiwa. Peta persebarannya di
73
setiap dusun adalah Dusun 1 sebanyak 28 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 13 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 15 jiwa, Dusun 2 sebanyak 36 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 16 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 16 jiwa. Dusun 3 sebanyak 42 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 20 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 22 jiwa. Penduduk dengan kategori kelompok umur 19-30 tahun mencapai 88 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 44 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 44 jiwa. Peta persebarannya di setiap dusun adalah Dusun 1 sebanyak 26 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 11 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 15 jiwa, Dusun 2 sebanyak 25 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 15 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 10 jiwa. Dusun 3 sebanyak 37 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 18 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 19 jiwa. Penduduk dengan kategori kelompok umur 31-40 tahun mencapai 83 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 38 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 45 jiwa. Peta persebarannya di setiap dusun adalah Dusun 1 sebanyak 24 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 10 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 14 jiwa, Dusun 2 sebanyak 26 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 12 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 14 jiwa. Dusun 3 sebanyak 34 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 15 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 17 jiwa. Penduduk dengan kategori kelompok umur 41-50 tahun mencapai 79 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 38 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 41 jiwa. Peta persebarannya di setiap dusun adalah Dusun 1 sebanyak 20 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 10 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 10 jiwa, Dusun 2 sebanyak 28 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 13 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 15 jiwa. Dusun 3
74
sebanyak 31 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 15 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 16 jiwa. Penduduk dengan kategori kelompok umur 51-60 tahun mencapai 79 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 40 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 39 jiwa. Peta persebarannya di setiap dusun adalah Dusun 1 sebanyak 25 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 13 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 12 jiwa, Dusun 2 sebanyak 24 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 13 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 11 jiwa. Dusun 3 sebanyak 30 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 14 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 16 jiwa. Penduduk dengan kategori kelompok umur 60 tahun ke atas mencapai 75 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 37 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 38 jiwa. Peta persebarannya di setiap dusun adalah Dusun 1 sebanyak 24 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 13 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 11 jiwa, Dusun 2 sebanyak 23 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 11 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 12 jiwa. Dusun 3 sebanyak 28 jiwa dengan perinciaan jumlah laki-laki sebanyak 13 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 15 jiwa. Kepadatan penduduk di Desa Miangas pada tahun 2011 115,52 jiwa per km, kemudian mengalami penurunan menjadi 114,33 jiwa per km pada tahun 2012, hingga menjadi 113,58 jiwa per km pada tahun 2013. Namun pada tahun 2015, mengacu pada data desa, kepadatan penduduk mengalami kenaikan kembali menjadi 114,33 jiwa per km. Kepadatan penduduk pada tingkat dusun pada tahun 2013 menunjukan variasi. Pada Dusun 1 tingkat kepadatan penduduknya mencapai 97,73 jiwa per km, Dusun 2 tingkat kepadatan penduduknya mencapai 1,225 jiwa per km dan Dusun 3 tingkat kepadatan penduduknya mencapai 70,00 jiwa per km. Tingkat kelahiran anak di pulau Miangas setiap tahun rata-rata mencapai tiga orang. Rendahnya tingkat kelahiran di sini tidak lepas
75
dari pemahaman masyarakat setempat akan manfaat keluarga berencana bagi kehidupan mereka. Tingkat pemanfaatan alat-alat KB cukup tinggi. Dari beberapa alat kontrasepsi yang ditawarkan, susuk menjadi pilihan dominan bagi ibu-ibu Pulau Miangas. Meskipun ada kendala bagi sebagian ibu-ibu yang bekerja berat. Susuk yang dipasang di lengan adakalanya berpindah akibat tekanan di dalam bekerja di kebun. Sehingga membutuhkan penanganan agar bisa berfungsi kembali. Sebaliknya tingkat kematian setiap tahun rata-rata mencapai delapan orang setiap tahun. Fasilitas kesehatan yang ada di Pulau Miangas berupa Puskesmas dan PUSTU. Puskesmas tersebut terletak kurang lebih tiga ratus meter ke timur laut dari pemukiman, tepatnya ke arah wilayah perkebunan kelapa sedangkan fasilitas PUSTU terletak di wilayah pemukiman warga. Keberadaan PUSTU terletak di Dusun Dua sehingga memudahkan warga Desa Miangas mengakses fasilitas tersebut. Kondisi fasilitas kesehatan baik Puskesmas dan PUSTU sama saja. Keduanya juga kurang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Ketersediaan obat dan peralatan medis masih sangat terbatas. Dengan kondisi seperti ini menyebabkan banyak pasien yang perlu di rujuk ke RSUD Menado, Melonguane atau Tahuna. Jumlah tenaga kesehatan yang ada saat ini adalah dokter sebanyak satu orang. Status dokter saat ini adalah tenaga kontrak. Beliau berasal dari Desa Bulude, Kecamatan Essang, Pulau Karakelang. Kemudian, bidan sebanyak dua orang yang berasal dari Toraja dan Pulau Karakelang, Kab Talaud, dan perawat sebanyak lima orang. Adanya tenaga kesehatan yang masih berstatus tenaga honorer yang dikontrak oleh pusat maupun daerah merupakan solusi di tengahtengah keterbatasan tenaga setempat yang sangat langka. Meski demikian, sedikit demi sedikit terdapat tenaga kesehatan yang berasal dari Desa Miangas, misalnya Kepala Puskesmas, tenaga perawat. Untuk waktu yang akan datang animo masyarakat setempat yang berkehendak untuk menjadi tenaga kesehatan sudah mulai nampak,
76
terbukti dengan adanya dua anak muda Desa Miangas yang saat ini sedang belajar di Menado dalam bidang sanitasi. Kondisi pendidikan di Desa Miangas cukup baik meskipun belum bisa dikatakan sangat memadai. Hal ini nampak dari kondisi sarana dan prasaranan fasilitas pendidikan seperti bangunan sekolah yang sudah berdiri kokoh dan beberapa fasilitas penunjang lainnya. Kondisi yang sudah ada masih perlu ditingkatkan lagi kualitasnya seperti keberadaan perpustakaan yang lebih baik, khususnya penambahan koleksi buku. Koleksi perpustakaan di sekolah tersebut cenderung di dominasi oleh buku ajar siswa bukan materi-materi yang bisa memperkaya wawasan siswa. Keberadaan sarana dan prasarana fasilitas pendidikan yang ada di Desa Miangas mulai dari tingkat Sekolah PAUD, Taman KanakKanak (TK) , Sekolah Dasar (SDN), Sekolah Mengah Pertama (SMPN) hingga Sekolah Menengah Atas (SMK). Sekolah PAUD setiap hari dilaksanakan dengan memanfaatkan komplek bangunan calon Kantor Desa Miangas yang belum difungsikan. Sedangkan sekolah Taman Kanak-Kanak Wui menempati bangunan bersebelahan dengan Sekolah Dasar Negeri Inpres Miangas. Untuk fasilitas Sekolah Menengah Pertama Negeri Miangas terletak berdekatan dengan Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan Miangas. Jumlah tenaga pengajar yang ada di Miangas cukup beragam. Tenaga pengajar untuk Sekolah TK Wui sebanyak satu orang guru, Sekolah Dasar Negeri Inpres sebanyak delapan orang, Sekolah Menengah Pertama Negeri sebanyak enam orang dan terakhir Sekolah Menengah Kejuruan (Perikanan) sebanyak delapan orang. Bapak ibu yang menjadi pengajar di sekolah-sekolah di Desa Miangas ada yang masih berstatus guru honorer atau kontrak dan ada juga yang sudah diangkat menjadi PNS. Pada saat penelitian berlangsung, Bapak Leo yang menjadi pengajar di SMP Negeri Miangas bertepatan dengan mendapatkan undangan untuk melaksanakan prajab di Melonguane.
77
Jumlah pendidikan yang sangat terbatas pada setiap tingkatan pendidikan menimbulkan persoalan ketika muncul kebijakan sertifikasi bagi guru-guru. Jumlah siswa yang terbatas berkonsekuensi dengan terbatasnya jumlah kelas paralel setiap tahunnya. Kondisi seperti ini berlangsung hampir setiap tahun ajaran baru. Hal ini menimbulkan masalah pelik bagi pengajuan tunjangan sertifikasi bagi guru. Konsekuensi yang nampak adalah rendahnya jumlah jam mengajar yang dimiliki setiap guru per minggunya. Jumlah jam mengajar setiap guru yang sangat rendah berdampak pada banyaknya jumlah guru yang tidak memenuhi syarat untuk menerima tunjangan profesional bagi pendidik. Bagi bapak ibu guru yang mengajar di tempat yang kondisi jumlah sekolah setiap tingkat pendidikan atau jumlah siswanya cukup banyak, hal ini tidak menjadi persoalan. Karena mereka memiliki jumlah kelas paralel yang banyak atau mereka dapat mengajar di sekolah lain. Namun untuk kasus di Desa Miangas yang terletak jauh dari wilayah Indonesia yang lain, mengajar di sekolah lain yang berada di desa sebelah adalah sesuatu hal yang mustahil. Jangkauan jaraknya yang sangat jauh dan kontinuitas sarana transportasi setiap hari. Dengan begitu sampai kapanpun jika syarat yang diwajibkan adalah jumlah jam setiap minggunya, maka guru di Pulau Miangas tidak akan mendapatkan tunjangan profesional. Pada tahun-tahun yang lampau, di Desa Miangas memang pernah hadir sekolah-sekolah swasta yang dibangun dan didanai oleh organisasi keagamaan. Mereka membangun sekolah yang cukup baik dan berbasis keagamaan yaitu Agama Protestan di beberapa desa di Kecamatan Nanusa. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, dari beberapa sekolah yang sudah didirikan tersebut, akhirnya ada yang mendapatkan kebijakan untuk tidak diteruskan. Sekolah yang berada di Desa Mingas merupakan sekolah yang menerima kebijakan tersebut. Keterbatasan jumlah murid yang ada merupakan persoalan yang krusial. Mereka harus bersaing mendapatkan murid dengan sekolah yang didirikan oleh negara. Hal ini menyebabkan sekolah-
78
sekolah tersebut lambat laun akhirnya ditutup akibat kekurangan murid. Saranan dan prasarana yang ditinggalkan sekolah berbasis agama tersebut banyak yang dihibahkan pada sekolah-sekolah yang ada saat ini. Di tengah keterbatasan yang ada di Desa Miangas tidak mematahkan hasrat anak-anak muda untuk melanjutkan sekolah ke luar Pulau Miangas. Hal ini terbukti dengan banyaknya anak-anak muda yang sudah atau sedang mengenyam pendidikan hingga ke akademi atau perguruan tinggi baik di Melonguane atau Kota Manado. Kebiasaan sekolah di luar Pulau Miangas sudah tertanam sejak lama. Sebelum sekolah-sekolah yang ada saat ini dibangun oleh pemerintah. Mereka sudah mengarungi lautan dengan perahu layar untuk mencari pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Sekolahsekolah di wilayah Kecamatan Nanusa seringkali menjadi rujukan bagi mereka untuk bersekolah baik tingkat Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah Atas. Kebiasaan mencari sekolah yang berada di luar Pulau Miangas menyebabkan jaringan sosial anak-anak di Desa Miangas cukup luas. Generasi tua membangun jaringan sosial melalui teman-teman sekolah akibat ketiadaan sekolah di Desa Miangas, namun generasi muda sekarang melalui pencarian sekolah yang lebih baik dan yang lebih tinggi tingkatannya. Kebiasaan untuk mencari sekolah di luar Desa Miangas, jaringan kekerabatan yang tersebar di Kabupaten Talaud dan juga dampak dari kebijakan negara yang melakukan transmigrasi ke wilayah Dodap, Kecamatan Kotabunan, Kab Bolaang Mongondow akibat bencana tsunami tahun 1972 sangat berpengaruh pada tingkat mobilitas masyarakat setempat saat ini. Mobilitas masyarakat antar pulau di Kepulauan Nanusa menjadi hal yang umum saat ini apalagi jaringan trasnportasi sudah cukup memadai bagi mereka dibandingkan ketika mereka harus menggunakan perahu layar yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk melakukan aktifitas jejaring sosial tersebut.
79
Persebaran kekerabatan keluarga Miangas menyebabkan jaringan perdagangan dengan Pulau Miangas cukup kental dan intensif. Kehadiran keluarga-keluarga semarga atau hasil dari perkawinan yang tinggal di wilayah yang berbeda menjadi mata rantai yang sangat ampuh dalam memudahkan jejaring mereka melakukan berbagai aktifitas ekonomi dan sosial. Beberapa warung yang tersebar di Desa Miangas merupakan bukti bagaimana dukungan keluarga semarga di luar wilayah dalam hal pembelian berbagai produk yang akan dijual di Desa Miangas atau sebaliknya sangat membantu berbagai macam geliat transaksi ekonomi di tengah-tengah ketiadaan jaringan keuangan elektronik seperti ATM atau Bank. Bagi mereka yang tidak memiliki jaringan kekerabatan akan mengalami kesulitan dalam mengelola transaksi tersebut dan cenderung akan mengalami transaksi yang high cost karena mereka harus melakukan mobiltas secara fisik. Berkenaan dengan kehadiran penyakit, Desa Miangas pernah memiliki sejarah penyakit yang menonjol pada masa yang lalu. H.J Lam (1932 : 43) menceritakan dari hasil kunjungannya di Pulau Miangas, bagaimana pada akhir abad 19 yaitu pada tahun 1885, Desa Miangas pernah mengalami tragedi kesehatan. Tragedi kesehatan tersebut berkaitan dengan munculnya epidemi penyakit kolera yang menakutkan30. Lamanya penyakit ini ditanggulangi oleh pemerintah yang berkuasa pada masa itu, menyebabkan gambaran penyakit Kolera menjadi sangat dramatis. Dampak dari tragedi ini menyebabkan ratusan warga Desa Miangas memutuskan untuk melakukan migrasi besar-besaran ke Kuma di Pulau Karakelang. Saat ini kondisi kesehatan sudah sangat berubah, tidak ada penyakit yang menimbulkan epidemi yang luar biasa seperti kasus Kolera. Dari data kesehatan Puskesmas Miangas, dapat diperoleh ragam penyakait yang diderita oleh masyarakat. Ada sepuluh penyakit 30
H.J Lam, 1932, Miangas (Palmas), G. Koff & Co. at Batavia
80
yang paling menonjol di Desa Miangas saat ini. Dua penyakit yang menempati posisi paling tinggi selama beberapa bulan terakhir adalah Hipertensi dan ISPA. Kemudian diikuti dengan penyakit Gastritis, Dermantis Alergi, Furonkulosis, Comend Cold, Copp, Rhematik, D.M, Chepalgia, Diare, Asma secara silih berganti31. Pada Bulan April 2014, jumlah penderita hipertensi yang telah meminta pengobatan di Puskesmas sebanyak 20 pasien. Jumlah tersebut terdiri dari pasien perempuan sebanyak 17 orang dan laki-laki sebanyak 3 orang. Jumlah penderita terbanyak pada usia 45 - 55 sebanyak tujuh pasien yang terdiri dari dua pasien laki-laki dan lima pasien perempuan, usia 55 59 sebanyak empat orang yang didominasi perempuan dan usia 70 sebanyak empat yang juga didominasi oleh perempuan. Pada kasus penyakit ISPA, keseluruhan pasien yang melakukan akses ke Puskesmas Miangas sebanyak 13 pasien dengan perincian sebanyak delapan pasien pria dan lima pasien wanita. Dari keseluruhan pasien yang berobat di Puskesmas Miangas, di dominasi pada pasien yang berusia 20 - 44 tahun sebanyak lima pasien dengan perincian satu pasien pria dan empat pasien wanita. Kemudian pasien yang berusia 45 - 54 tahun sebanyak dua pasien dengan perincian dua pasien pria. Pada kasus berikutnya adalah penyakit Gastritis, keseluruhan pasien yang melakukan akses ke Puskesmas Miangas sebanyak delapan pasien dengan perincian sebanyak lima pasien pria dan tiga pasien wanita. Dari keseluruhan pasien yang berobat di Puskesmas Miangas, di dominasi pada pasien yang berusia 60 - 69 tahun sebanyak tiga pasien dengan perincian satu pasien pria dan dua pasien wanita. Kemudian pasien yang berusia 55 - 59 tahun sebanyak dua pasien dengan perincian dua pasien pria. Pada kasus penyakit peringkat keempat, adalah penyakit Dermatitis Alergi, keseluruhan pasien yang melakukan akses ke 31
Data Puskesmas 2014
81
Puskesmas Miangas sebanyak delapan pasien dengan perincian sebanyak lima pasien pria dan tiga pasien wanita. Dari keseluruhan pasien yang berobat di Puskesmas Miangas, di dominasi pada pasien yang berusia 1 - 4 tahun sebanyak tiga pasien dengan perincian dua pasien priadan satu pasien wanita. Kemudian pasien yang berusia 20 44 tahun sebanyak tiga pasien dengan perincian satu pasien pria dan dua pasien wanita. Kemudian pasien yang berusia 45 - 54 tahun sebanyak tiga pasien dengan perincian dua pasien pria dan satu pasien wanita. Pada kasus penyakit peringkat kelima, adalah penyakit Furonkulosis, keseluruhan pasien yang melakukan akses ke Puskesmas Miangas sebanyak enam pasien dengan perincian sebanyak lima pasien pria dan satu pasien wanita. Dari keseluruhan pasien yang berobat di Puskesmas Miangas, di dominasi pada pasien yang berusia 1 - 4 tahun sebanyak tiga pasien dengan perincian tiga pasien pria. Kemudian pasien yang berusia 5 - 9 tahun sebanyak dua pasien dengan perincian dua pasien pria. 2.3.
Pola Tempat Tinggal Wilayah pemukiman masyarakat Desa Miangas seluruhnya berpusat di wilayah bagian barat daya Pulau Miangas. Di samping kontur tanahnya yang cenderung landai, wilayah pemukiman yang dibangun sangat berdekatan dengan garis pantai dan tidak jauh dari pemukiman terdapat sebuah pulau kecil yang bernama Tanjung Wora. Fungsinya sebagai benteng penahan hempasan ombak. Rancang bangun pola pemukiman seperti ini memungkinkan masyarakat lebih mudah untuk mengakses ke arah laut setiap hati. Mereka dapat mendaratkan dan mengikat kapal serta menarik jaring ikan dengan mudah. Keberadaan wilayah pemukiman ini dirancang dengan memiliki dua dermaga laut yang letaknya berbeda. Keberadaan dua dermaga laut tersebut sangatlah penting dan bermanfaat bagi aktifitas sehari-
82
hari. Hal ini dimaksudkan untuk mensiasati perubahan kondisi alam berupa datangnya angin dan gelombang yang berasal dari arah yang berbeda. Jika dermaga yang berada di depan kantor Koramil mengalami tekanan angin dan ombak yang besar, maka kapal perintis akan berusaha untuk melakukan akses pendaratan di dermaga yang berada di depan kantor POSAL (Pos Angkatan Laut). Walaupun keberadaan dermaga di depan kantor POSAL (Pos Angkatan Laut) tidak menjamin kapal perintis dapat dengan mudah merapat di dermaga. Perpindahan lalu lintas manusia dan barang dari kapal perintis menuju dermaga masih membutuhkan perahu boat sebagai sarana penunjang. Pada umumnya, masyarakat Desa Miangas memiliki cara pandang yang khas dalam konteks relasi kewilayahan. Di dalam cara memandang dan membandingkan antara wilayah pemukiman dengan wilayah di luar pemukiman, mereka selalu memposisikan diri sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah "bawah". Konsepsi "bawah" selalu melekat pada keberadaan wilayah pemukiman ketika dibandingkan. Entah pemaknaan konsepsi "bawah" tersebut mengacu pada realitas geografis yang sesungguhnya atau tidak. Ketika wilayah pemukiman dibandingkan dengan wilayah kebun yang berada di bagian Timur Laut Pulau Miangas, wilayah pemukiman bisa dikatakan tepat jika dikonsepsikan sebagai bagian wilayah bawah. Hal ini disebabkan kontur geografis antara wilayah pemukiman dan kebun hingga bukit sangat berbeda, semakin ke wilayah kebun hingga ke atas bukit, kontur tanah semakin naik ke atas. Konsepsi "atas" dan "bawah" menjadi diksi sehari-hari dalam pembicaraan mengenai arah atau tujuan seserorang. Bagi penduduk Desa Miangas yang menjawab akan pergi ke "bawah" , artinya mereka akan pulang ke wilayah pemukiman, sedangkan jika mereka menjawab dengan istilah ke "atas" artinya mereka akan pergi ke kebun. Pemaknaan mengenai konsepsi "atas" dan "bawah" juga muncul ketika kita berbicara mengenai proses migrasi dalam konteks
83
tata letak Pulau Mingas dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di wilayah Kabupaten Talaud. Secara konsepsional, relasi antara kedudukan Pulau Miangas dan pulau lainnya tampak tidak setara. Hal ini dapat kita buktikan ketika setiap orang Desa Miangas yang akan bepergian ke luar Pulau Miangas pasti akan menyatakan bahwa mereka akan bepergian ke "atas". Wilayah "atas" bisa berkonotasi pada wilayah kepulauan terdekat di Kecamatan Nanusa seperti Pulau Kakorotan, Marampit namun dapat juga berarti mereka akan menuju Ke Melonguane di Pulau Karakelang atau Ke Kota Manado. Yang pasti sebuah wilayah yang berada diluar Pulau Miangas. Sebaliknya, jika mereka akan bepergian ke Pulau Miangas atau pulang kampung, mereka menyebutnya akan pulang atau pergi ke "bawah". Begitu juga ketika kita bertanya mengenai asal usul barang yang mereka gunakan. Adakalanya mereka menyebut dalam konteks relasi ketidaksetaraan tersebut. Sebagai contoh, ketika ditanya mengenai asal usul kayu yang mereka gunakan untuk membangun rumah atau perahu nelayan, mereka pasti menjawab "kayu atau perahu ini dibeli dari atas". Maksudnya dibeli di wilayah di luar Pulau Miangas karena di Desa Miangas, benda seperti itu tidak dapat diproduksi atau ditemukan. Di Desa Miangas, tiga jalan utama yang sudah disemen membelah perkampungan tersebut secara simetris. Tiga jalan utama, pada satu sisi yaitu bagian bawah, semua berakhir di tepi pantai di arah Barat Daya sedangkan sisi yang lain yaitu bagian atas saling berbelok untuk mengarah menuju jalan bagian tengah di belakang Gereja Germita, yang kemudian ketiga simpul jalan terhubung ke jalan menuju ke kebun. Sisi jalan yang berada di ruas Barat Laut terdapat percabangan mengarah ke kebun atau bandara, sedangkan sisi jalan yang berada di wilayah tenggara terdapat percabangan yang akan mengarah ke dermaga di dekat Kantor Koramil. Tata letak komplek pemukiman di Desa Miangas sangatlah rapi. Polanya mirip dengan komplek perumahan yang ada di kota-kota
84
besar. Semua bangunan tempat tinggal didirikan dengan pola menghadap ke jalan utama atau percabangannya. Dengan begitu, setiap rumah langsung memilik akses ke jalan utama dan saling berhadapan dengan rumah yang ada di depannya. Hanya beberapa rumah yang memiliki akses berupa jalan gang. Bangunan rumah yang ada di Desa Miangas cenderung mulai kehilangan ruang-ruang terbuka atau halaman. Ruang - ruang terbuka yang biasanya diisi dengan tumpukan pasir putih, atau ditanami dengan pepohonan yang rindang yang bawahnya bisa ditempatkan dego-dego atau balai untuk bercengkerama, atau istirahat. Seperti kata Mbak Surabi (35 th), " dulu.... di situ (depan rumah Pak Mangkubumi II) ada pohon gora (jambu), tapi sekarang sudah ditebang, jadi bangunan...... eee sekarang di sini tambah panas". Bangunan - bangunan yang ada di Desa Miangas sekarang cenderung bertambah maju mendekati batas jalan. Beberapa rumah merubah halaman rumah menjadi teras yang tertutup. Sedangkan kondisi rumah yang belum banyak berubah, masih menyisakan halaman yang ditanami tanaman peneduh seperti gora, kelapa atau sekedar dihamparkan tumpukan pasir putih. Pola-pola acuan dalam membangun rumah tempat tinggal saat ini sudah mengalami banyak perubahan. Rumah hunian yang dahulunya berupa rumah panggung sudah banyak yang ditinggalkan. Rumah panggung yang merupakan rumah asli warga Desa Miangas pada waktu dahulu tingginya antara 130 cm hingga 200 cm. Ruang kosong yang ada di bawah rumah biasanya digunakan untuk menyimpan berbagai bahan mentah seperti untuk menyimpan kayu atau sisa-sisa kulit kelapa. Jika pemilik rumah memiliki hewan peliharaan, hewan tersebut tidak dipelihara di bawah panggung namun disiapkan lahan tersendiri di belakang rumah atau dibiarakan bebas. Saat ini, semuanya rumah hunian sudah "di lantai", kata Pak Mangkubumi II, artinya saat ini sudah banyak yang meninggalkan penggunaan anak tangga untuk masuk ke dalam rumah. Bangunan
85
yang masih berciri seperti rumah panggung hanyalah dego-dego beratap daun rumbia yang diletakkan di depan, sisi rumah atau kebun. Bangunan itupun tidak menggunakan anak tangga untuk sampai di dalamnya. Kondisi lantai rumah yang sudah "melantai" ini sangat beragam. Bahan material yang dimanfaatkan untuk melapisi lantai rumah mulai berbahan tanah, lantai yang dikeraskan dengan tambahan lapisan pasir putih di atasnya, dikeraskan tanpa adanya tambahan lapiran pasir putih dan dikeraskan dengan menggunakan lapisan keramik sebagai penghias lantai. Bahan yang digunakan membangun rumah juga sudah banyak berubah. Bahan material berupa papan kayu mulai tidak terlalu dominan. Penggunaan papan kayu yang dahulunya sebagai dinding keseluruhan rumah, saat ini menjadi bahan penahan cor di lantai dua atau sebagai dinding rumah bagian atas. Penggunaan tembok batako berbahan pasir putih dan semen sudah meluas di Desa Miangas. Bahkan kuda-kuda rumah sudah mulai beralih menggunakan cor. Atap rumah juga sudah menggunakan atap yang berbahan seng. Beberapa warga yang memiliki uang, mereka juga mulai menggunakan atap yang berbahan galvalum meski masih jarang. Denah rumah masyarakat Desa Miangas secara umum menunjukan dua pola. Pola pertama, mereka membuat ruang tamu yang memanjang hingga ke belakang pada satu sisi pertama, kemudian pada sisi kedua mereka membuat petak-petak kamar untuk keluarga. Lokasi petak-petak kamar sangat bebas, dapat berada di sebelah kanan atau kiri. Kemudian di belakang ruang tamu terdapat ruang keluarga dan dapur. Pola kedua, mereka membuat ruang tamu yang terbatas pada ukuran tertentu tergantung luas lahan. Lokasi ruang tamu juga bebas, dapat di sisi kanan atau kiri tergantung keinginan pemilik rumah. Kemudian di sebelah ruang tamu dan di belakang ruang tamu di buat beberapa petak kamar. Kamar yang berada di sisi sebelah ruang tamu, biasanya dibuat ruangan bebas
86
untuk ruang keluarga. Selanjutnya di bagian belakang terdapat dapur keluarga. Bagian paling belakang dari kedua pola bangunan rumah tersebut, pada umumnya diakhiri dengan kamar mandi yang menjadi satu dengan WC. WC yang digunakan bertipe jongkok. Di Desa Miangas ini, hanya ada satu rumah yang setiap kamarnya memiliki kamar mandi dan WC sendiri-sendiri. Rumah-rumah yang berada di deretan paling ujung baik sisi kanan ataupun belakang cenderung memiliki sisa lahan untuk halaman belakang. Sedangkan rumah yang berada di deretan tengah, cenderung tidak memiliki halam belakang karena berdempetan dengan tembok rumah milik orang lain. Kondisi Desa Miangas yang cenderung berhawa sangat panas menyebabkan masyarakat Desa Miangas melakukan pola adaptasi dengan mengurangi atau meniadakan atap ruangan. Kemudian, dengan membuat sistem ventilasi berupan penempatan lubang ventilasi di atas jendela atau daun pintu. Adakalanya dengan menambah jumlah jendela di setiap kamar. Kondisi jendela yang ada di rumah biasanya memiliki daun jendela atau tidak. Bagi rumah yang tidak memiliki daun jendela, mereka menggunakan penutup kasa yang terbuat dari kawat. Ukuran lubang kawat kasa tergantung kebutuhan masing-masing. Sedangkan rumah yang memiliki daun jendela, cenderung daun jendela tidak pernah di tutup setiap hari. Pembuatan ventilasi di setiap kamar merupakan sesuatu yang wajib. Untuk menyempurnakan sistem ventilasi yang ada, pemilik rumah banyak yang membangun tembok samping rumah tidak berdempetan dengan tembok tetangganya. Masing - masing rumah masih menyisakan lahan satu meter baik sisi kanan dan kiri. Diharapkan dengan pola bangunan seperti ini, aliran udara juga dapat mengalir dari sisi samping rumah. Di sisi kanan dan kiri rumah juga terdapat jendela yang dapat dibuka atau tertutup kawat kasa. Pola bangunan rumah yang sudah memiliki sistem aliran udara yang cukup baik ternyata tidak menyebabkan masyarakat Desa Miangas suka tidur di kamar. Mereka cenderung suka tidur di luar
87
rumah, baik di teras depan ataupun dego-dego yang ada kalanya hanya ditutup triplek di sampingnya. Jika mereka tidur di dalam rumah, banyak yang tidur di ruang keluarga atau di kamar yang memiliki pintu tirai kain. Pola kamar yang ada di rumah memang cenderung meniadakan pintu kayu. Keberadaan pintu kayu semakin membuat kondisi kamar semakin panas. Oleh sebab itu, banyak pintu kamar yang ada di dominasi oleh pintu yang terbuat dari tirai kain. Tirai kain akan melambai-lambai ketika diterpa angin baik dari dalam maupun dari luar. Ruang tamu maupun keluarga cenderung digunakan sebagai ruang identitas mengenai eksistensi, sejarah keluarga dan orientasi keagamaan mereka. Namun simbol-simbol yang berkaitan dengan keetnisan mereka jarang ditemukan kecuali pada keluarga yang memiliki atau pernah memiliki jabatan adat. Tembok rumah dan almari merupakan wahana yang tepat untuk menjadi layar sinema mengenai siapa mereka, representasi dan aktualisasi keluarga. Setiap tamu yang berkunjung ke keluarga di Desa Miangas selalu disuguhi berbagi ceritakan mengenai kisah-kisah sukses keluarga besar mereka, jejaring kekerabatan yang mereka miliki melalui rangkaian foto-foto dan simbol-simbol yang ada di ruangan tersebut. Bangunan - bangunan yang diperuntukkan sebagai ruang publik diletakkan di setiap simpul jalan. Namun dalam perkembangan selanjutnya bangunan - bangunan publik sudah mulai menyebar di beberapa wilayah. Bangunan Gereja Germita, sejak dahulu lokasinya tidak pernah berubah, hanya kondisi bangunannya saja yang berubah, dari bahan kayu hingga seperti sekarang berupa bangunan tembok. Bangunan tersebut didirikan tepat di ujung jalan utama sisi tengah dan berada wilayah pemukiman bagian tengah sisi Timur Laut atau masuk dalam kategori wilayah "atas". Bangunan Gereja Germita terlihat sangat besar dan megah hingga sampai di pantai, karena tidak ada apapun yang menghalangi pandangan. Bangunan gereja yang berada di wilayah "atas", menurut Pak Arp (30 th), "tempat ibadah .....
88
memang harus berada di atas". Namun pendapat ini menjadi berbeda ketika di lapangan ditemukan adanya Gereja Pantekosta yang tidak dibangun di wilayah "atas" namun di sisi Tenggara. Gereja Pantekosta merupakan gereja terakhir yang terdapat di Pulau Miangas. Jumlah pemeluknya sebanyak lima orang saja. Pada wilayah bagian "bawah" pemukiman terdapat beberapa kantor yang merupakan bentuk representasi tentang keberadaan negara di wilayah Desa Miangas. Di wilayah tersebut terdapat POSAL (Pos Angkatan Laut), Bea Cukai, Imigrasi, Kantor HAM, dan juga ruang pertemuan untuk menjamu beberapa tamu yang datang di wilayah Desa Miangas. Kantor-kantor negara yang lain seperti Kantor PLN, Polsek, Kantor Camat, Balai Karantina, Syah Bandar, dan Koramil dibangun sepanjang jalan menuju demaga yang berada di wilayah bagian Tenggara. Sekolah-sekolah yang ada di Desa Miangas dibangun di wilayah "bawah" seperti SDN dan TK sedangkan SMPN dan SMKN di bangun di wilayah "atas". Kemudian Kantor Marinir, Puskesmas dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya berada di wilayah yang lebih "atas" lagi. Berkaitan dengan pembangunan bangunan-bangunan yang ada di Desa Miangas. Masyarakat masih melaksanakan adat yang berlaku. Pada bangunan milik publik, biasanya pada peletakan batu pertama dan pemasangan atap, pihak Adat selalu diundang untuk memberikan doa-doa melalui bahasa setempat. Sedangkan untuk bangunan yang sifatnya pribadi, keterlibatan adat hanya sebatas pada pemasangan tonggak rumah atau tiang raja yang berada di atas rumah dan atap rumah.
89
Gambar 2.7. Desa Miangas dari Drone Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 2.8. Peta Pemukiman Desa Sumber: Dokumentasi Desa Miangas
Kondisi pemukiman masyarakat Desa Miangas saat ini ternyata tidak berbeda jauh dengan kondisi pada saat H.J Lam 32 melakukan
32
H.J Lam, 1932, Miangas (Palmas), G. Koff & Co. at Batavia, Hal 47-48
90
kunjungan ke sana tahun 1932. Ia melukiskan di dalam bukunya yang berjudul "Miangas", gambarannya adalah sebagai berikut : "... the entire population is dwelling in the village Miangas, a very neat kampong, situated on the SW coast and consisting of broad main streat, nearly perpendicular to the coast, and two narrower ones, one on either side paralel to it, these three streets being connected by some cross roads. All roads are neatly paved with white coral sand and very clean. The houses, many of them with a solid but low wall, others resting on quadrangular pillars, about 1 m high, stand wide apart and at a distance of several meters from the cleanly white compound walls along the streets, showing the type common in Talaud Islands and consisting of a front warandah, reached by means of a staircase in the middle and some rooms behind this. As there is graet lack of timber on the island, many houses - among which the school-church and the house of the kapiten laut - are enterely or partly built up from coconut stems. For smaller pieces the wood of nato (paloquium oblusifolium, Burck) is used, a tree that is frequently cultivated for that purpose. For the rest, occasionally timber is imported from the forest reserve of Nanusa, Viz, The island of Garat. the roof are covered with "ataps", made from the leaves of sagu - or coconut palm.
2.4 Sistem Religi 2.4.1 Kosmologi Masyarakat Desa Miangas secara umum sudah menjalankan kehidupan modern. Ide modernitas bukanlah suatu pantangan yang harus dihindari, namun sudah menjadi bagian kehidupan keseharian. Terpaan media-media komunikasi seperti televisi melalui parabola dan jaringan transportasi yang semakin baik menjadikan ide-ide dari luar mudah diakases dan diterima oleh mereka. Namun di tengahtengah kehidupan modernitas yang mereka adopsi, masyarakat Desa Miangas ternyata masih mempercayai mengenai hal-hal yang sifatnya supranatural. Mereka masih percaya mengenai dunia di luar dunia yang mereka tinggali ternyata memiliki penghuni juga. Dunia luar atau dunia ghaib yang mereka percayai bukanlah dunia yang ditinggali oleh dewa-dewa namun dunia yang ditinggali oleh makhluk yang ghoib. Makhluk ghoib yang masih dipercaya
91
masyarakat di desa Miangas berkenaan dengan adanya datu-datu nenek moyang (orang tua yang dipercaya pernah hidup pada generasi masa yang lalu). Mereka masih percaya bahwa makhluk gaib penunggu di keramat atau di tempat lainnya merupakan penjelmaan atau jiwa-jiwa dari nenek moyang yang telah meninggal. Jiwa-jiwa inilah dipercaya sebagai makhluk yang baik. Oleh sebab itu, jiwa-jiwa ini dapat dimintai pertolongan bilamana masyarakat Desa Miangas mendapat masalah yang perlu segera dipecahkan. Cerita keberadaan datu-datu tersebut tersebar di beberapa wilayah di Pulau Miangas, namun dari sekian datu-datu yang ada, kepercayaan mengenai datu penunggu Pulau Miangas merupakan sosok ghaib yang dominan. Datu penunggu Pulau Miangas dianggap memiliki sumber kekuatan mistik yang besar. Datu tersebut hingga saat ini dipercaya bertempat tinggal di bukit keramat dimana terdapat peninggalan meriam (lanta'a) masa lalu yang masih terpelihara dengan baik. Datu penunggu Pulau Miangas, bagi sebagian besar masyarakat dipercaya sebagai datu yang berperan besar dalam menjaga kondisi kesehatan masyarakat dan adakalanya dapat memberikan solusi pengobatan bagi masyarakat Desa Miangas ketika terjadi wabah. Adanya kepercayaan datu penunggu Pulau Miangas diutarakan oleh ayah dari Kepala Desa Pak Suwardi. Menurut beliau, datu penunggu Pulau Miangas yang berada di bukit keramat sangat kuat aura magisnya. Ia dapat dimintai pertolongan ketika seseorang sakit dan membutuhkan pengobatan. Namun, hal yang perlu digarisbawahi adalah pertolongan yang diberikan datu penunggu Pulau Miangas hanya khusus bagi warga atau orang yang memiliki hubungan darah dengan masyarakat Pulau Miangas. Mengapa seperti itu, menurutnya, datu penunggu Pulau Miangas memiliki daftar seluruh warga Desa Miangas. Data-data warga Desa Miangas atau yang memiliki darah Miangas dipercaya tercatat di dalam buku ghoib tersebut. Bagi warga asing yang mencoba untuk berhubungan atau
92
membangun komunikasi dengan datu penunggu Pulau Miangas tersebut dapat dipastikan pasti akan lari terbirit-birit. Bukan solusi pengobatan atau bantuan yang diberikan, namun yang diterima berupa bencana sakit seperti luka-luka lecet akibat lari dari bukit keramat hingga ke pemukiman. Fenomena seperti ini sudah terjadi berulang kali terjadi di Desa Miangas. Banyak warga pendatang yang tidak percaya awalnya, namun akhirnya percaya karena mengalami sendiri. Terlebih bagi pendatang yang berani ke bukit keramat tanpa meminta ijin kepada kepala adat. Adanya kepercayaan inilah menyebabkan, bukit keramat selalu dipelihara hingga saat ini. Ada tata aturan yang harus dipatuhi bagi siapapun yang ingin pergi ke sana. Aturan yang berlaku di sana adalah pertama, setiap warga asing yang ingin pergi ke bukit keramat wajib meminta ijin pada Mangkubumi, kemudian setelah meminta ijin, Mangkubumi akan memberikan petunjuk hari dan waktu yang tepat untuk berkunjung ke sana. kedua, dilarang mengucapkan maupun membatin kata-kata yang maknanya tidak baik dan ketiga tidak boleh memindahkan berbagai peninggalan meriam (lanta'a) kuno ke tempat lain apalagi mempermainkan. Menurut Pak Arph, dengan mempermainkan lanta'a, datu penunggu bukit keramat menganggap tamu tersebut tidak menghormati tempat tersebut. Banyak cerita yang berkenaan dengan kemampuan datu penunggu bukit keramat tersebut yang dapat memberikan efek hukuman langsung kepada pelaku dalam waktu yang tidak lama kemudian, pertama pada zaman dahulu, ada sebuah kapal berbendera Belanda yang salah satu penumpangnya mencoba mencuri lanta'a kecil untuk dibawa pergi dengan menggunakan kapal tersebut. Lanta'a yang berhasil diambilnya kemudian dimasukkan ke dalam kapal secara diam-diam. Akibat perbuatan yang tidak baik tersebut, kapal yang mengangkut lanta'a tersebut dikhabarkan akan tenggelam ketika akan berangkat menuju laut lepas. Kondisi kapal yang akan tenggelam, akhirnya diputuskan untuk kembali ke dermaga Pulau
93
Miangas. Penumpang kapal yang merasa melakukan perbuatan tidak baik tersebut kemudian meminta maaf kepada kepala adat dan mengembalikan lanta'a ke tempat aslinya.
Gambar 2.9. Lanta'a (meriam penjaga) Sumber: Dokumentasi Peneliti
Kasus kedua adalah ketika ada orang asing yang bekerja di Pulau Miangas. Selama di Pulau Miangas, Ia tidak percaya dengan segala informasi mengenai kekeramatan bukit tersebut yang sudah berulang kali diutarakan oleh warga setempat. Saat ia berada di atas bukit keramat, ia mengambil salah satu meriam (lanta'a) yang kecil dan mempermainkan dengan cara diputar-putar dan dilempar. Akibat perbuatan yang ia lakukan di bukit keramat orang asing tersebut akhirnya secara tiba-tiba mengalami sakit parah ketika sampai di pemukiman. Kasus ketiga yang sempat terekam adalah berkenaan dengan keberadaan orang asing yang mencoba bermalam untuk mencari wangsit di bukit keramat. Keinginan orang asing tersebut adalah untuk
94
mendapatkan sesuatu yang mungkin berwujud berupa benda ghaib atau ilmu. Namun, rencana yang sudah dibuat ternyata pada prakteknya berbeda. Bukannya benda ghaib yang ia dapatkan namun cedera di seluruh tubuh. Di tengah malam, ia lari terbirit birit dari atas bukit keramat hingga ke pemukiman warga untuk meminta tolong. Sebaliknya, bagi warga Pulau Miangas, dipastikan tidak akan mengalami resiko serupa karena pertama, mereka telah memahami berbagai aturan adat yang sudah disosialisasikan oleh orang tua dan masyarakat sekitar sejak kecil. Kedua, kehadiran mereka ke bukit keramat dapat digunakan sebagai wahana untuk mencari kesembuhan. Mereka percaya bahwa datu itulah yang akan selalu melindunginya. Prosedur mencari pengobatan di bukit keramat tidaklah mudah. Pertama, warga Pulau Miangas yang ingin ke sana, perlu bermalam di atas bukit. Selama proses bermalam, biasanya banyak cobaan ghaibnya. Ada tiga cobaan yang seringkali hadir. Semua berwujud bayangan yang seakan-akan nyata, seperti hadirnya bayangan ular raksasa yang seakan-akan mencoba menelan kita atau bayangan - bayangan yang lain. Jika pelaku memiliki tekat yang kuat, cobaan tersebut biasanya bisa dilalui. Proses berikutnya adalah munculnya datu-datu yang berwujud orang tua yang berambut putih. Datu tersebut sambil membawa buku besar yang konon berisi catatan semua warga Pulau Miangas. Jika pelaku termasuk warga Pulau Miangas atau tercatat ke dalam buku tersebut, maka biasanya datu akan bertanya mengenai kepentingan apa yang diinginkan hingga ia bertekad untuk bermalam di bukit keramat. Dari hasil komunikasi itulah kemudian datu memberikan solusi mengenai persolan tersebut. Namun kondisi ini akan berbeda jika pelaku yang berniat tidur di bukit keramat tersebut ternyata tidak tercatat di dalam buku ghoib tersebut atau sebagai pendatang. Setelah proses pembacaan nama tidak ditemukan namanya, biasanya para datu tersebut memerintahkan secara ghoib dalam mimpi untuk segera membunuh
95
orang yang tidak dikehendaki tersebut. Akibatnya, orang asing yang berniat bermalam di bukit keramat pasti akan segera tersadarkan dan lari sekuat-kuatnya untuk mencapai pemukiman warga, jika terlambat menurut cerita ayah Pak Sardi, orang tersebut pasti akan mendapatkan masalah. Masalahnya bisa berwujud sakit atau meninggal tidak lama kemudian. Atau menurut kepercayaan, orang itu mungkin bisa hilang secara ghoib. Hilang secara ghoib menurut Pak Arph bermakna bahwa orang tersebut dipindahkan tidurnya. Bisa dipindahkan di tengah laut atau di pulau terdekat. Kuatnya aroma ghoib di bukit keramat juga dirasakan oleh seorang pendatang. Pak Cen (52 Th), seorang tukang batu yang berasal dari Purwodadi dan saat penelitian berlangsung bekerja sebagai tukang batu di POSAL bercerita bahwa ia sangat merasakan getaran mistis yang sangat kuat di tempat tersebut. Menurut pengakuannya, kedatangannya ke bukit keramat tidak bertujuan untuk menguji nyali terlebih lagi, menurut pengakuannya, ia merasa tidak memiliki ilmu kebatinan yang bisa mengindranya. Namun semenjak turun dari bukit tersebut, ia merasa ada perasaan yang tidak enak. Hal ini terbukti ketika tidur di malam hari, ia merasa didatangi dan dikeroyok oleh banyak orang. Di dalam pergulatan tersebut, ia berhasil memenangkan perkelahian. Ia percaya bahwa seandainya ia kalah ketika berkelahi di alam mimpi tersebut, dapat dipastikan ia akan segera sakit. Segala persoalan dan perilaku warga yang terjadi di Desa Miangas, menurut kepercayaan warga selalu terekam oleh para datu. Seringkali, para datu memberikan peringatan dalam bentuk fenomena alam agar warga Desa Miangas segera memperbaiki persoalan yang muncul dalam kehidupan di desa. Peringatan yang dikirim oleh datu kepada masyarakat berwujud peringatan alam. Sebagai contoh adanya kepercayaan yang berkaitan dengan rejeki mencari ikan dengan adanya kondisi masyarakat yang tidak baik berkenaan dengan adanya wanita hamil di luar nikah. Datu selalu memperingatkan pada
96
warga dalam bentuk susahnya mencari ikan ketika ada wanita yang tidak bersuami ternyata sudah hamil. Mereka wajib segera menemukan wanita tersebut dan melakukan upacara agar kondisi semula kembali normal berupa kemudahan mencari ikan di laut. Disamping adanya kepercayaan mengenai hal yang ghoib yang berkaitan dengan keberadaan datu-datu, masyarakat Desa Miangas juga mengenal makhluk gaib yang sering menggoda warga desa. Mereka percaya bahwa makhluk-makhluk gaib tersebut juga menempati atau berdiam pada wilayah-wilayah tertentu seperti pohon, areal kebun, tanjung, bukit atau tempat lainnya. Makhluk ghoib seperti ini dipercayai memiliki kuasa yang berbeda dengan kuasa yang dimiliki oleh datu-datu. Mereka memiliki kuasa untuk selalu mengganggu kehidupan warga desa. Makhluk-makhluk gaib dengan tipe sejenis ini sangat banyak ragamnya. Sayangnya ketika peneliti bertanya lebih banyak mengenai hal ini, beberapa subyek merasa merinding sehingga tidak berkenan melanjutkan ceritanya. Beberapa jenis makhluk ghaib yang teridentifikasi adalah makhluk gaib bernama pontiana, berwujud seperti kunang-kunang kecil yang kemudian dapat membesar seperti bola api. Bagi warga desa yang pernah bertemu makhluk ini pasti akan bercerita mengenai perubahan yang dramatis dari binatang kunangkunang menjadi api yang besar dalam waktu yang cepat tepat di depan mata mereka. Solusi yang sering digunakan untuk menanggulanginya atau mencegah efek yang tidak baik yaitu dengan cara melempar garam ke arah dimana makhluk tadi tampak. Kemudian ada makhluk yang bernama amummu. Makhluk ini sering menggoda warga yang sedang berada diperjalanan, Baik berada di kebun maupun di tempat-tempat tertentu. Wujud gangguannya berupa perubahan orientasi arah atau ruang/ spasial. Gangguan orientasi yang sifatnya spasial ini menyebabkan seseorang akan kehilangan arah untuk kembali pulang. Ia merasa seakan-akan jalan yang telah dipilih berputar-putar kembali di tempat semula. Salah satu
97
cara untuk mengatasi gangguan dari makhluk ini adalah dengan segera melepas baju yang dikenakan dan segera digunakan kembali dalam kondisi terbali. Cara ini dipercaya sangat manjur dalam membantu orang agar segera tersadar mengenai spasial. Dengan begitu, ia akan segera dapat menemukan jalan pulang yang sebenarnya. Yang terakhir adalah tuyul. Istilah makhluk ghaib yang bernama tuyul ini dikhabarkan ada sejak masyarakat desa berinteraksi dengan luar, khususnya orang Jawa. Kosa kata lokal tidak merekam padanan kata mengenai hal tersebut. Sosok tuyul sangat mirip dengan sosok tuyul yang dipercaya orang Jawa. Hanya saja yang membedakan adalah, tuyul di Jawa dipercaya sebagai makhluk yang dapat dimanfaatkan untuk mencuri uang namun tuyul disini dipercaya dapat menyebabkan orang sakit. Jadi siapapun yang berada di Pulau Miangas pernah bertemu makhluk kecil dan gundul, dapat dipastikan ia akan segera jatuh sakit. Praktek ghaib lainnya, berwujud dalam bentuk ilmu hitam. ilmu hitam dipercaya masih hidup dan dipelajari serta dipraktekkan oleh beberapa orang di Pulau Miangas secara sembunyi-sembunyi. Pak Jhk (55 th) sempat menceritakan dan memetakan secara kasar mengenai keberadaan warga Pulau Miangas yang diam-diam belajar mengenai hal di atas. Bahkan, ia memberikan gambaran kunci mengenai wilayah tertentu di Desa Miangas yang warganya cenderung suka belajar mengenai hal yang ghaib. Menurutnya, bentuk-bentuk praktek yang dilakukan oleh orang yang belajar ilmu hitam biasanya melalui perantara media. Media tersebut dapat berwujud minuman, makanan atau penanaman di suatu tempat. Biasanya, praktek ilmu hitam tersebut cenderung dimaksudkan agar orang yang menjadi target akan mengalami kesakitan atau sakit. Jarang ada praktek ghaib tersebut diarahkan untuk membunuh orang. Mengapa tidak diarahkan untuk membunuh namun dibuat sakit?. Menurutnya, tujuan orang yang melakukan praktek ghaib,
98
adalah untuk menguras keuangan mereka atau memiskinkan. Apalagi saat ini, banyak warga yang menjadi orang yang kaya mendadak akibat pembangunan bandara atau proyek yang lain. Kondisi ini menyebabkan ada beberapa orang yang tidak menyukainya. ia sendiri bercerita bahwa pernah mengalami sakit akibat praktek ilmu ghoib yang dilakukan oleh orang setempat. Untuk menyembuhkannya, pada mulanya ia mengunakan cara medis, namun karena dalam beberapa bulan pengobatan hingga ke Menado tidak kunjung sembuh maka ia memutuskan dengan cara tradisional. Senada dengan apa yang dikatakan bapak sebelumnya, Bapak Swd juga pernah mengalami praktek ghaib yang dilakukan oleh tetangganya sendiri. Praktek ghaib tersebut tidak ditujukan kepadanya namun kepada istrinya. Ketika istrinya merasakan sakit dibadan, berbagai cara sudah dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut. Baik secara medis maupun non medis. Bahkan, perjuangannya untuk mencari kesembuhan dilakukan hingga mencapai Pulau Jawa. Ketika di Pulau Jawa, ia tinggal di rumah saudanya dan mendapat informasi mengenai orang yang bisa melihat hal-hal yang ghaib yaitu kyai muda yang tinggal di Kota Sidoarjo. Selama proses diagnosis ghaib, ia mendapat informasi bahwa sakit yang diderita istrinya bukanlah sakit biasa yang bisa diobati dengan sistem medis, namun merupakan sakit non medis yang hanya bisa diobati dengan cara ghaib. Selama di Sidoarjo ia diberi berbagai persyaratan yang dibutuhkandalam proses pengobatan. Bahkan, ia diberi akik khusus yang sudah diisi, sebagai sarana menjaga diri dari rencana jahat orang. Ia tidak diberitahu mengenai siapa yang telah melakukan perbuatan tersebut, namun diberi tanda-tanda bahwa pasti akan bertemu dengan orang tersebut. Pertemuannya yaitu ketika ia akan masuk ke dalam rumahnya yang terkunci, orang tersebut berada di dalam rumah. Penjelasan dari Pak Kyai dianggap tidak masuk akal. Oleh sebab itu, selama ia berada di Menado, ia mencoba untuk meng-cross
99
check penjelasan tersebut. Hasilnya ternyata sama. bahwa sakit yang diderita istrinya akibat aura kegelapan. Akhirnya, ia melaksanakan berbagai anjuran yang telah ia terima dan tidak lama kemudian istrinya akhirnya sembuh. Meskipun ilmu hitam ada dan masih dipelajari di Pulau Miangas, namun ilmu hitam tidak pernah dipergunakan untuk membunuh orang. Penggunaannya cenderung untuk menghabiskan kekayaan orang yang menjadi target. Agar orang yang memiliki kekayaan menjadi ingat terhadap masyarakat sekitar. Dengan begitu, kasus kematian akibat santet tidak pernah ada apalagi dibicarakan orang di Desa Miangas. Selain kepercayaan mengenai makhluk gaib, mereka juga masih mempercayai bahwa pada benda tertentu yang berwujud benda-benda alam juga memiliki aura kekuatan atau jiwa, seperti akar, daun, batang atau yang lain. Benda-benda tersebut hingga sekarang dipercaya dapat memberikan peringatan, keselamatan dan kesehatan bagi yang memegangnya. Benda-benda tersebut biasanya dikumpulkan pada waktu tertentu, oleh orang-orang tertentu dan dimasukkan ke dalam kantong tertentu seperti berwujud sabuk atau yang lain. Benda-benda seperti ini sangat bermakna bagi masyarakat Desa Miangas karena fungsinya tersebut. Penggunaan benda-benda tersebut dipercaya tidak hanya berefek atau berdaya guna jika digunakan oleh warga asli Desa Miangas namun juga bagi pendatang. Namun keberadaan kepemilikannya nya sangat eksklusif bagi mereka. Orang luar tidak diperkenankan untuk memiliki. Jika ada orang luar yang memiliki, maka dipastikan warga Desa Miangas telah menjualnya. Hal ini juga berdampak buruk bagi warga setempat yang menjualnya. Menurut kepercayaan, jika benda tersebut digunakan serampangan oleh orang lain akan berefek kurang baik. Benda semacam itu banyak ragamnya, salah satunya bernama adalah alumbanua (kumpulan kayu-kayu penjaga Pulau Miangas). Menurut Pak Manulang, alumbanua ini dibuat ketika, dari hasil pembicaraan
100
para tetua, telah direkomendasikan perlu adanya pembagian kembali alumbanua bagi warga Desa Miangas untuk keselamatan dan kesehatan. Setelah hari pengumpulan bahan tetumbuhan asli Desa Miangas telah ditetapkan, maka pada hari "h", seluruh warga Desa Miangas tidak diijinkan untuk membuka jendela dan pintu rumahnya, mengamati prosesi ritual pengambilan bahan tetumbuhan apalagi keluar rumah. Hanya tetua-tetua adat yang diijinkan berada di luar rumah karena berkenaan dengan tugasnya dalam prosesi mencari aneka dedaunan dan batang tanaman. Bagi warga yang melanggar, menurut kepercayaan, dapat dipastikan ia akan mengalami sakit. Proses pencarian dedaunan ini sangat sakral. Jumlah jenis daun, batang tanaman yang diinginkan hingga mencapai 1000 jenis, ada yang mengatakan hingga 1500 jenis. Semua jenis tanaman tersebut berada di Pulau Miangas, baik yang tumbuh di daratan maupun pantai dan lautan. Cara mengambilnya juga menggunakan kekuatan tertentu, karena dalam mengambil pucuk-pucuk daun yang diinginkan, para tetua adat tidak melakukannnya dengan memanjat namun dengan teknik ghaib seperti terbang. Jika jumlah tanaman sudah terpenuhi, seluruhnya dikumpulkan menjadi satu. Kemudian dibagi rata sejumlah warga Desa Miangas, dimasukan ke dalam kain tertentu berbentuk sabuk dan didoakan. Setiap warga Desa Miangas yang dewasa akan mendapat jatah satu-satu dan wajib disimpan dengan baik dan dapat digunakan ketika mereka bepergian ke luar Pulau Miangas. Penyimpanan alumbanua ini harus di tempat tertentu yang aman. Di samping berkaitan dengan penghormatan, juga mengantisipasi dampak buruk jika dibuat mainan oleh anak-anak. Dampak penggunaan alumbanua seperti yang dipaparkan olehnya. "kalau alumbanua ditaruh di atas pintu...... orang yang lewat pasti rambutnya bisa...... rontok dan gundul....... dulu... saya ke apa...ke Sulawesi Tengah itu saya penah naik mobil.... itu pecah mobilnya. Tidak.....angkut penumpang antar kota...begitu......kan.... di Luwuk sana..kan... sudah di
101
Sulawesi Tengah kan....saya mau pergi kerja.... mungkin karena saya orang baru...saya mo jalan ini tapi...dia putar-putar..supaya kan ...angkutannya lebih-lebih.....pas melihat saya orang baru...ia putar-putar sampai mobilnya pecah....pecahnya kan saya ganti mobil baru karena ia harus ganti ban baru, tambal ban....."
Kepercayaan terhadap adanya konsep bidadari juga terdapat di Desa Miangas. Keberadaan bidadari dipercaya selalu beriringan dengan munculnya fenomena munculnya pelangi. Ada kepercayaan bahwa bekas dimana ujung pelangi tersebut menyentuh bumi dianggap memiliki kekuatan tertentu. Pada umumnya ujung pelangi yang sering muncul berada di lautan. Orang jaman dulu menurut menurut Pak Manulang, selalu mengejar bekas air laut yang dianggap menjadi ujung pelangi. Namun ketika peneliti berada di lapangan berketepatan dengan munculnya pelangi di landasan pacu, bapak tersebut segera berlari menuju ujung dari pelangi tersebut, untuk mengambil tanah yang diyakini bersentuhan dengan ujung pelangi tersebut. Kemudian tanah tersebut disimpan dan dibawa pulang. "pelangi, bapak kan tau pelangi itu...kayak warna warni itu.....kalau dia jatuhnya dimana...kita ambil bekasnya itu.... orang tua dulu yang punya itu ambil kemampuan. kalau cerita dulu....cerita dongeng, kan tangganya bidadari, katanya kan tangganya bidadari mandi.... kayangan."
102
Gambar 2.10. Pelangi di Pulau Miangas yang tiba-tiba muncul Sumber: Dokumentasi Peneliti
Bagi orang Desa Miangas, konsep mengenai orang yang sudah meninggal dianggap masih berada di sekitar rumah keluarga yang ditinggalkan. Oleh sebab itu, orang yang sudah meninggal masih dipercaya sering melakukan interaksi berupa kunjungan kepada keluarga yang ditinggalkan. Pola-pola waktu kunjungan yang sering muncul dipercaya, misalnya ketika salah satu angota keluarga yang ditinggal memiliki sebuah rencana tertentu, keinginan atau ketika keluarga belum memiliki rencana untuk membangun sebuah rumah kubur. Hubungan antara orang yang sudah meninggal dengan orang yang ditinggalkan sangat intensif selama orang yang meninggal belum memiliki "rumah kubur" atau nisan. Terkadang orang yang sudah meninggal memanggil keluarganya yang ditinggal dalam mimpi untuk segera melakukan sesuatu atau mempercepat pembangunan nisan. Semakin lama keluarga tersebut membangun nisan, akan semakin seringlah arwah orang yang meninggal akan mendatangi keluarganya tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Zein (48 th),
103
"dulu ketika mama meninggal......, mama, saya makamkan di dekat kantor desa. tapi.......karena tidak ada uang, saya dan keluarga tidak dapat membuatkan rumah kubur. dia punya arwah datang, saya sudah dingin katanya, ...cepet ko bikin rumah...saya sudah kedinginan tiap hari bulanan. jadi begitu.... kalau orang tua sudah lama...cepet bikin kubur mas... biar tidak dapat teguran. ....tegurannya bisa anak sakit, baru saya juga kena sakit. mama datang ke saya. ..... dalam bentuk bayangan, mimpi. kadang suara seperti piring pecah... ia bilang kalau anak-anaknya semua egois. Ia dibiarkan kedinginan di kubur berbulan-bulan. Tidak dibuatkan baju".
Bangunan untuk orang mati ditafsirkan sebagai sarana pelindung yang dikonstruksikan sebagai baju penghangat bagi mereka yang sudah wafat. Orang yang sudah meninggal dianggap berada di ruangan yang tidak nyaman karena hawanya yang sangat dingin. Agar orang yang wafat merasakan kenyamanan ketika berada di alam kubur, sudah selayaknya keluarga yang ditinggalkan untuk mempersiapkan sarana tersebut. Agar selama di dalam kubur mereka tidak merasa kedinginan. Di samping itu, pembangunan nisan secara sosial merupakan bentuk pengabdian, penghormatan anak-anak terhadap orang tuanya dan memelihara kehormatan keluarga di tengah masyarakat dalam bentuk simbol-simbol batu nisan. Bersandar pada hal ini, maka sudah seharusnya anak-anak yang ditinggalkan wajib melaksanakan kewajiban-kewajiban sosial tersebut sebagai bukti akan sikap berbakti kepada orang tua. Antara kewajiban, rasa bakti dan penghormatan yang tinggi terhadap orang yang meninggal, dalam kondisi keuangan apapun, mereka akan menyegerakan. Berbagai cara akan dilakukan, mencari pinjaman uang, membuka tabungan atau menggadaikan kebun kelapa demi terwujudnya rumah kubur bagi orang yang sudah meninggal. Keterlambatan dan keengganan dalam membuat rumah kubur dianggap sebagai bentuk tidak hormatnya anak-anak terhadap orang tua yang sudah mendahului, atau menjatuhkan martabat keluarganya di mata sosial karena dianggap tidak mampu.
104
"sejak mama dibuatkan rumah kubur, ia datang sekali kepadanya untuk mengucapkan terima kasih, sekarang ia sudah punya baju, sudah tenang dan tidak merasa kedinginan,.....mereka sudah punya rumah, tidak bergantung pada orang, sudah tidak datang lagi, paling kalau datang pasti ada sesuatu yang ingin tunjukan pada yang hidup mau dikasih apa gitu.. mau dikasih yang bagus...waktu anak saya itu polisi mau pengangkatan polisi,...dia bilang, mak si oma datang. iyo no, nanti kau mau rajin berdoa, lha itu no... kemudian lulus....tidak pake uang...langsung tembus... rajin berdoa..."
Persoalan utama yang paling sering menjadi dasar atau alasan warga Desa Miangas ketika mereka terlambat memutuskan pembuatan nisan kubur secepatnya, disamping, berkaitan dengan harga nisan kubur juga berkaitan dengan biaya ritual yang harus disediakan. Biaya ritual akan digunakan dalam mengiringi proses pembuatan dan pemasangan nisan kubur. Jumlah dana yang dibutuhkan dalam proses tersebut cukup besar apalagi bagi warga desa kebanyakan. Bahkan, dana yang dibutuhkan dapat bertambah besar lagi, jika orang yang akan dibuatkan rumah kubur merupakan warga penting Desa Miangas, misalnya mantan pejabat adat seperti Mangkubumi atau Ketua Marga. Besarnya dana yang dibutuhkan tidak lepas dari jangkauan jumlah rumah orang yang masuk ke dalam jarak lingkaran sosial. Mengapa mengacu pada jangkauan rumah ?. Hal ini berkenaan dengan proses yang berkaitan dengan pembagian paket bahan makanan dari keluarga yang ditinggal mati kepada tetangga. Bagi warga biasa, jumlah sembako dan daging babi yang diberikan kepada tetangga hanya berkisar pada beberapa rumah yang masuk ke dalam radius tertentu. Akan tetapi, jika yang meninggal adalah mantan pejabat adat, maka jumlah orang yang akan mendapatkan paket makanan tersebut bukanlah mengikuti radius tertentu namun sejumlah keluarga yang ada di Desa Miangas. Adapun paket bahan makanan yang akan diberikan kepada masyarakat biasanya berupa sembako atau beras satu kilo dan daging babi atau berupa nasi dan daging babi yang sudah dimasak berwujud sate atau
105
yang lain. Kemudian mengundang ketua-ketua ada untuk makan bersama-sama. Semua keluarga mantan pejabat adat, menjaga reputasi nama keluarganya yaitu dengan melakukan ritual pembagian bahan makanan dan daging babi ke seluruh warga yang ada di Desa Miangas tanpa terkecuali. Di samping itu, penghormatan reputasi dapat berwujud dalam bentuk nisan atau rumah kubur. Bagi almarhum yang dulunya merupakan mantan pejabat adat biasanya akan mendapatkan saran mengenai bentuk rumah kubur yang perlu berbeda sedikit dengan milik warga kebanyakan. Model rumah kubur bagi almarhum mantan pejabat adat biasanya disaranakan dengan menggunakan model berundak dalam jumlah tertentu. Semakin banyak jumlah undakannya dalam rumah kubur dianggap sebagai bentuk representasi mengenai semakin tinggi jabatan adat yang pernah diemban oleh almarhum. Namun pemahaman mengenai bentuk makam yang berundak yang berkaitan dengan posisi sosial bagi almarhum mengalami banyak perubahan. Penggunaan undakan dalam makan sudah menjadi fenomena yang biasa. Menurut Pak Wardi, "model rumah kubur berundak sekarang sudah umum". Oleh sebab itu, kehadiran makam berundak tersebut sudah tidak bisa dimaknai bahwa semakin banyak undakannya semakin tinggi jabatan adat almarhum. Apalagi pada zaman dahulu gaya seperti itu jarang ada bahkan tidak pernah ada. Pada umumnya penanda makam kubur bagi almarhum yang dulunya merupakan pejabat adat diwujudkan dalam bentuk kepala nisa yang ukurannya lebih besar dari pada makam umumnya. "zaman dahulu, bentuk makam tidak berundak namun memiliki kepala nisan yang besar dan khas, kalau yang besar seperti itu.... yang meninggal adalah kepala adat", kata Pak Wardi sambil menunjuk makam di sebelah rumahnya. Kegiatan ziarah ke makam juga terdapat dalam kehidupan masyarakat di Desa Miangas. Pola kegiatan ziarah ke makam sudah
106
banyak mengalami perubahan. Pada masa yang lalu, kegiatan berziarah selain berdoa mereka juga melakukan aktifitas seperti yang dilakukan oleh orang cina yaitu membawa kue-kue atau sesajen yang kemudian ditinggal di kubur. Sesajen tersebut dipercaya untuk orang yang meninggal. Namun, saat ini, aktifitas membawa kue atau sesajen sudah hilang sama sekali. "kadang juga aneh... masak orang mati makan kue... pasti yang makan orang yang masih hidup" pungkas Ibu Zein. Tujuan mereka datang ke makam keluarga yang sudah meninggal adalah untuk melakukan kegiatan acara bersih - bersih kubur yang kemudian dilanjutkan dengan acara kegiatan berdoa dan membawa lampu. Acara berdoa ditujukan bagi orang yang sudah meninggal. Berkaitan dengan aktifitas berdoa di samping makam, ada sebagian masyarakat yang memahaminya tidak sekedar sebagai sarana untuk mendoakan orang yang sudah meninggal namun juga untuk memudahkan terkabulnya berbagai rencana tertentu yang sudah dibuat oleh keluarga yang masih hidup. Agar rencana-rencana yang dibuat oleh keluarga dapat terkabul, mereka merasa perlu berdoa di samping makam anggota keluarga yang sudah meninggal.
107
Gambar 2.11. Makam dulu dan kini bergaya "berundak" dan "kepala nisan besar" Sumber: Dokumentasi Peneliti
Pola acara ziarah ke makam sudah semakin berubah. Perubahan ini banyak dipengaruhi oleh pola pemakaman masyarakat Desa Miangas. Jika pada masa lampau, pemakaman warga dilakukan di makam desa atau umum, namun saat ini hal itu tidak bisa dilakukan. Tanah makam dianggap sudah penuh dan ada sebagian tanah tersebut yang ternyata dimiliki oleh orang per orang. Sebagai konsekuensi, saat ini banyak tempat pemakaman yang dilakukan di lingkungan rumah warga, seperti halaman depan, belakang atau samping. Kehadiran makam dilingkungan rumah menyebabkan mereka meluangkan waktu setiap hari untuk melihat dan membersihkan makam-makam keluarga mereka, tanpa harus pergi ke makam umum. Mereka semakin intensif di dalam proses pemberian perhatian terhadap keluarga yang sudah meninggal. Bilamana ada
108
tamu datang, makam di rumah dapat menjadi bahan cerita keluarga besar dan peran mereka pada waktu masih hidup. Berkenaan dengan kegiatan pertanian khususnya berkebun, ada kepercayaan yang diyakini oleh warga Desa Miangas berkaitan dengan waktu penanaman. Kepercayaan tersebut berkaitan dengan waktu dan perilaku. Berkaitan dengan waktu penanaman dipercaya bahwa malam purnama adalah waktu yang sangat baik bagi aktifitas menanam. Mereka percaya bahwa dengan menanam tanaman seperti jagung atau yang lain pada malam bulan purnama, hasil yang akan mereka peroleh pada saat panen akan lebih baik. Di samping itu, perilaku orang ketika bertanam juga akan berpengaruh terhadap hasil panen. Perilaku yang baik akan mendapatkan hasil yang baik, perilaku yang jelek mendapat hasil yang jelek. Oleh sebab itu, ketika orang sedang bertanam, agar hasil yang diperoleh sewaktu panen menjadi baik, mereka dilarang untuk tertawa atau berteriak-teriak. 2.4.2. Praktek Keagamaan Masyarakat Desa Miangas pada umumnya beragam Kristen Protestan. Ada dua gereja yang melakukan kegiatan ritual keagamaan secara kontinyu, pertama adalah Gereja Germita dan kedua adalah Gereja Pantekosta. Setiap hari minggu mereka melakukan aktifitas kebaktian secara bersamaan di gereja masing-masing. Umat Kristian yang beribadah di Gereja Germita atau yang disebut Jemaat Efrata Miangas jumlahnya lebih dominan dibandingkan yang beribadah di Gereja Pantekosta. Jumlah jemaat Gereja Pantekosta hanya berjumlah 10 jamaat saja. Kegiatan misa yang dilaksanakan Gereja Germita dalam satu tahun adalah misa ibadah hari minggu, ibadah perjamuan kudus, ibadah Jumat Agung, ibadah Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus, Ibadah Hari Raya Pantekosta, Ibadah Malam Kudus, Ibadah Hari Natal, Ibadah AKhir Tahun dan Ibadah Tahun Baru. Kemudian, ada ibadah yang
109
disebut ibadah tertentu. Ibadah tertentu dilakukan diluar atau menggenapi kegiatan ibadah sebelumnya. Pelaksanaan ibadah tertentu biasanya waktu dan tanggal pelaksanaannya bisa ditentukan berdasarkan kesepakatan, seperti adanya ibadah pantai, ibadah anak sekolah, ibadah anak remaja dan pemuda, serta ibadah bapak dan ibu. Di samping ibadah kebaktian di atas, ada pelaksanaan ibadah kebaktian yang dilaksanakan secara sporadis di beberapa unit-unit rumah tangga. Pola kegiatan kebaktian seperti ini berkaitan dengan keberadaan kelompok-kelompok ibadah yang dinamakan "kolom pelayanan". Setiap unit keluarga selalu tergabung ke dalam salah satu kolom-kolom pelayanan tertentu. Jumlah kolom di Desa Miangas sangat banyak, kurang lebih ada sembilan kolom. Setiap kolom memiliki anggota kurang lebih 62 orang dan setiap kolom pelayanan memiliki jadwal kegiatan kebaktian tersendiri. Setiap acara kebaktian yang dilakukan oleh kolom pelayanan biasanya dilakukan pada sore hari pada hari tertentu. Mereka menyebut sebagai ibadah siang sesudah masuk gereja pagi atau melakukan misa subuh. Ada kolom pelayanan yang melaksanakan pada hari yang sama di tempat berbeda, namun ada juga yang melakukan pada hari berbeda. Kegiatan kebaktian yang dilaksanakan pada tingkat kolom pelayanan dilakukan secara bergiliran. Jika pada hari rabu ini dilaksanakan ibadah di rumah Ibu Awalla maka pada rabu di minggu yang akan datang akan dilaksanakan di rumah anggota kolom yang lain. Di samping itu ada ibadah untuk anak-anak yang dilaksakan di pantai dan juga ibadah untuk bapak-bapak. Demikian banyak kegiatan peribadatan yang ada di desa ini menyebabkan desa ini terlihat kehidupan masyarakatnya tidak lepas dari aktifitas yang berorientasi pada religiusitas seperti membawa bible di berbagai kesempatan. Gereja Kristen Germita Mingas di samping melaksanakan ritual yang bernuasa keagamaan, mereka juga melakukan ritual setempat yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa, salah satunya dengan menggandeng gereja dalam pelaksana kegiatan. Beberapa ritual
110
tradisonal tersebut masih aktif dilaksanakan hingga kini. Acara ritual selama satu tahun yang sering dilakukan adalah pertama ritual "Kunci Tahun". Ritual ini biasanya dilakukan pada tanggal 5 Januari. Dalam acara tersebut, kegiatan ritual yang dilakukan tidak sekedar berdoa sebagai rasa sukur kemudiaan diikuti dengan kegiatan makan bersama, namun dalam kegiatan ini ada keharusan orang tua-tua adat untuk memberikan sesuatu. Keberadaan orang tua-tua adat ditujukan untuk tampil berbicara mengenai hal-hal yang penting. "Harus ada tua-tua yang bicara", kata Bapak Awalla. Selanjutnya, setelah ritual "Kunci Tahun" berakhir, biasanya kurang lebih dua minggu kemudian, masyarakat Desa Miangas akan melakukan sebuah ritual yang dinamakan Ritual Malintuhalele. Kegiatan ritual ini berkaitan dengan aktifitas masyarakat Desa Miangas yang akan melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya produktif. Oleh sebab itu, berbagai peralatan yang digunakan dalam proses produktif akan diikutkan dalam kegiatan secara simbolis untuk didoakan agar alat tersebut dapat menjadi sarana yang memudahkan dalam mendapatkan rejeki. Peralatan yang dimaksudkan dalam acara ini bisa berupa parang, pedang atau berbagai peralatan yang tajam yang digunakan dalam kegiatan berkebun, kemudian berbagai peralatan yang berkaitan dengan tulis menulis bagi masyarakat yang bekerja sebagai pegawai, peralatan senjata jika ia menjadi pegawai polisi atau ABRI, peralatan scrab buat kegiatan bertukang dan peralatan lain yang berhubungan dengan aktifitas produktif. Peralatan produktif yang dimaksud dalam kegiatan ini sifatnya imajiner, dalam arti bayangan peralatan berada di dalam benak setiap anggota masyarakat. Oleh sebab itu, peralatan tersebut tidak perlu dibawa ke depan altar gereja untuk dimintakan doa kepada Tuhan. Namun yang dilakukan adalah melakukan doa bersama untuk berbagai peralatan milik mereka yang tersimpan di dalam rumah. Setelah prosesi pemberian doa selesai, aktifitas berikutnya adalah melakukan aktifitas makan bersama
111
sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan yang Maha Esa. Acara ritual ini tidak diselingi dengan keberadaan tua-tua adat yang akan berbicara mengenai suatu hal. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Awwalla, "Kasih turun pedang, barang tajam untuk berkebun, pegawai berupa pena, ABRI berupa senjata. Semua di doakan". "Di gereja hanya berdoa, tidak perlu membawa peralatan pertanian,... cukup niatan saja. Habis berdoa lalu makan-makan. Tidak ada tua-tua yang berbicara".
Ritual berikutnya adalah Larenosasua. Ritual ini merupakan rangkaian dari ritual sebelumnya dan biasanya dilakukan pada bulan April. Setelah masyarakat melakukan ritual dengan meminta doa pada peralatan kerja, maka tahap selanjutnya adalah melakukan kegiatan produktif tersebut. Jika segala aktifitas produktif sudah selesai, mereka akan menyempurnakan aktifitas tersebut dengan melakukan ritual ini. Mereka memahami bahwa ritual Larenosasua mengacu pada tahap awal dari setiap pekerjaan yang sudah dilakukan dengan harapan apa yang sudah mereka lakukan membuahkan hasil yang berlimpah untuk kehidupan dalam masa yang akan datang. "Semua masyarakat yang bertanam bermohon pada Tuhan semoga apa yang dilakukan dijauhkan dari serangan hama, tumbuhnya tanaman dapat baik, berbuah dapat banyak,... baik yang berbuah diatas tanah maupun berbuah di dalam tanah seperti umbi-umbian".
Aktifitas ritual ini juga dilakukan di gereja dan mirip dengan ritual Lintuhalele. Setelah acara prosesi pemberian doa selesai dilakukan, acara selanjutnya yaitu dengan melakukan aktifitas makan bersama sebagai ungkapan rasa puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa. Prosesi acara makan-makan bersama sifatnya bebas, dalam arti siapapun dapat makan apapun dan dimanapun mereka suka. Di dalam
112
acara ritual ini juga tidak disisipi dengan acara orang tua-tua adat yang berbicara mengenai suatu hal. Pada seluruh rangkaian kegiatan ritual, semua anggota masyarakat Desa Miangas akan terlibat dan berkumpul bersamasama. Persiapan sudah dilakukan sejak siang hari. Mereka tanpa banyak mengeluh saling bahu membahu membuat makanan dan mempersiapkan berbagai peralatan yang dibutuhkan, misalnya tenda, meja, kursi, piring, gelas, atau yang lain. Tidak jarang mereka membuat lapak sendiri berupa seperangkat meja dan kursi. Selain itu mereka juga mempersiapkan diri dengan aneka ragam hidangan yang lezat yanag akan dimakan bersama atau ditukarkan dengan tetangga terdekat di acara tersebut. Menu makanan yang sering ditampilkan adalah menu dengan aneka olahan berbahan dasar ikan laut, kepiting (ketang), laluga, sayuran lokal dan ketupat atau nasi.
Gambar 2.12. Ritual Larenosasua di halaman gereja Sumber: Dokumentasi Peneliti
113
Ritual berikutnya adalah ritual Manam'i. Ritual Manam'i merupakan ritual yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan bersama-sama, seringkali dipahami sebagai pesta adat warga Miangas. Di dalam Ritual Manam'i ini seluruh warga desa akan menyambutnya dengan suka cita, baik orang tua maupun anak-anak. Empat hari sebelum acara berlangsung, beberapa masyarakat sudah mempersiapkan diri. Bagi masyarakat yang memiliki lahan yang berdekatan dengan tempat ritual berlangsung, adakalanya mempersiapkan diri dengan membangun sebuah pondok kayu atau pondok yang ditutup dengan menggunakan kain seadanya. Tujuan pembangunan pondok kayu atau pondok kain adalah sebagai tempat untuk melakukan kegiatan makan bersama dan memasak dengan keluarga besar atau tamu dari pulau lain untuk berkunjung. Semua warga sudah dipastikan mempersiapkan berbagai peralatan masak untuk menggoreng atau membakar ikan yang akan diperolehnya. Ketupat, laluga dan sayur-sayuran lokal sudah diolah sedemian rupa dan ditempatkan di baskom-baskom tertentu. Semua bahan pangan diolah dirumah, kecuali ikan yang akan dimasak di tempat acara. Setelah semua siap, bagi masyarakat yang memiliki kendaraan Kaizar, mereka akan membawa makanan yang sudah jadi beserta anggota keluarganya secara bersama-sama. Namun bagi yang hanya memiliki sepeda montor, mereka secara bertahap membawa makanan dan anggota keluarga bergantian. Jarak antara rumah dan tempat ritual yang cukup jauh menyebabkan masyarakat yang tidak memiliki kendaraan, perlu perjuangan untuk ikut memeriahkan kegiatan pesta rakyat tersebut. Begitu meriahnya acara ini berlangsung, menyebabkan berbagai aktifitas di wilayah pemukiman cenderung sepi, karena semua tertuju di tempat-tempat dimana mereka akan menikmati berbagai hidangan ikan hasil tangkapan bersama-sama dan juga berbagai sarana hiburan berupa musik dangdut maupun barat.
114
Prosesi ritual manam'i telah diawali sejak Bulan Januari, meskipun pelaksanaan ritual ini dilaksanakan pada Bulan Mei hingga Juni mengacu pada titik pasang tertinggi dan surut terendah atau pada bulan purnama. Pada Bulan Januari para tetua adat sudah berembug untuk menentukan wilayah mana yang akan digunakan sebagai tempat ritual ini berlangsung. Sebagai pertanda bahwa wilayah tersebut akan digunakan dalam ritual Manam'i, para tetua akan memasang tanda kayu yang diberi janur di dua tempat yang berbeda pada wilayah pinggir pantai. Satu patok kayu dipasang di wilayah run way bandara, satu lagi dipasang di wilayah Wolok. Wilayah ini merupakan wilayah warisan budaya setempat yang selalu digunakan sebaga tempat ritual tersebut. Selama pemasangan kedua patok kayu tersebut, tetua adat seperti Bapak Mangkubumi 2 akan memberikan doa-doa sebagai bagian dari ritual tersebut disaksikan oleh beberapa tetua adat yang lain. Pemberian doa-doa sudah menggunakan cara kristen. Sebagai penguat legitimasi atas wilayah ritual tersebut agar tidak diganggu atau dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab, maka sejak wilayah tersebut dipasang tanda tersebut, berlakukan adanya eha atau larangan beraktifitas. Artinya, bagi siapapun yang memasuki batas wilayah tersebut dan melakukan aktifitas akan dikenakan persidangan adat dan dikenai denda yang berlaku saat itu. Pemberlakuan eha ini memiliki sangsi yang kuat bagi masyarakat setempat namun ada sedikit keringanan bagi pendatang yang belum memahami aturan tersebut. Masa berlakunya eha dinyatakan efektif sejak penanaman patok pertama kali hingga masa ritual manam'i berlangsung dengan tanda pencabutan patok tersebut. Sehari sebelum ritual manam'i berlangsung, masyarakat sudah berbondong bondong untuk berkumpul di tiga lorong utama yang membelah Desa Miangas. Ada sangsi sosial bagi warga desa yang tidak ikut terlibat dalam acara ini. Setiap lorong terdapat tali tampar yang panjangnya kurang lebih 3 km. Di samping itu, di setiap sisi terdapat
115
potongan-potongan daun janur beserta batangnya yang sudah disiapkan. Setiap batang daun janur kan dipotongng menjadi dua. Kemudian secara bergotong royong batang-batang janur yang sudah terbelah diikat dengan tali tampar. Hasil pengikatan batang janur menyebabkan daun-daun janur terjurai dan melambai-lambai ke bawah. Pemasangan janur dinyatakan selesai jika seluruh tali tampar telah dipasang janur-janur tersebut. Setelah batang janur terpasang, tali tampar tersebut digulung dan dibawa ke pantai untuk ditempatkan di pinggir pantai yang sudah diberi tanda patok kayu. Pagi hari sebelum pelaksanaan ritual manam'i, diawali dengan berkumpulnya para tetua adat di rumah bapak Mangkubumi 2. Tetua adat tersebut berjumlah 12, yang memiliki tugas masing-masing. Setelah dilakukan doa bersama, mereka berangkat bersamaan ke tempat ritual berlangsung. Ada dua kelompok yang akan berangkat. Satu kelompok menuju patok yang dipasang di wilayah bandara dan satu lagi menuju patok di wilayah wolok. Acara di dua tempat tersebut adalah sama. Pertama, pemberian doa oleh Bapak Mangkubumi 2 dan kedua persiapan pemasangan tali tampar. Setelah selesai, tali tampar yang diikat dengan janur dipersiapkan untuk ditarik ke laut. Dengan dipimpin oleh tetua adat, masyarakat bahu membahu membawa tali turun ke laut. Baik tali tampar yang berada di wilayah bandara dan wolok akan melakukan hal yang sama secara bersamaan. Kegiatan pemasangan tali akan dianggap selesai jika kedua ujung tali sudah bertemu di laut. Proses pemasangan tali ini cukup berat, karena di samping kuatnya ombak juga karena kondisi karang yang sangat tajam. Sehingga ketika kedua ujung tali sudah bertemu, air laut sudah mulai surut. Tali kemudian diputar kembali ke arah pantai. Dengan cara ini diharapkan, ikan yang berada di dalam tidak keluar karena di setiap sisi tali telah dijaga banyak orang. Cara ini dilakukan sampai ujung tali yang awalnya berada di laut menuju ke arah pantai dengan membentuk seperti kolam raksasa. Jika kolam dengan tali tampar
116
sudah terbentuk dan semakin mengecil. Biasanya semua ikan dapat dipastikan akan terperangkap di dalam. Hal ini nampak dari percikan air yang muncul. Sambil menunggu air surut, mereka berjaga-jaga di setiap sisi yang menjadi tanggung jawabnya sampai ikan mulai terlihat nyata. Ketika ikan sudah mulai tampak, petinggi adat yaitu Mangkumi 2 mengawali acara penangkapan ikan dengan menombak salah satu ikan yang besar. Kemudia diikuti oleh masyarakat yang lain. Selama proses penangkapan, warga desa dilarang mengunakan jaring. Alat yang diijinkan adalah tombak.
Gambar 2.13. Ritual Manam'i Sumber: Dokumentasi Peneliti
Biasanya hasil penangkapan dikumpulkan menjadi satu dalam keranjang atau karung. Setelah dua tempat selesai menangkap ikan semuanya, maka ikan yang dikumpulkan akan dibagikan kepada suluruh masyarakat yang hadir dengan cara yang adil. Dari hasil pembagi ikan inilah, kemudian masyarakat merayakan dengan suka cita menikmati rejeki dari Tuhan. Setiap orang akan memasak sesuai dengan keinginan masing-masing. Selama berada di tempat pesta
117
rakyat, mereka boleh bertukar ikan atau masakan. Namun yang pasti, semuanya akan dinikmati bersama di tempat. Di samping itu, setiap orang yang berpartisipasi dalam kegiatan ritual adat Manam'i harus harus mentaati pantangan-panyangan seperti, tidak boleh berbicara jorok, bersendau gurau berlebihan, turun ke laut sebelum dapat perintah, tergesa-gesa menangkap ikan dan menyembunyikan ikan yang didapat tanpa menyerahkan kepeda tetua ada sebagai pengumpul dan pembagi ikan. Ritual yang berkaitan dengan daur hidup manusia salah satunya adalah upacara kematian. Di dalam prosesi upacara kematian di Desa Miangas, pada umumnya hanya dilakukan ibadah pemakaman. Ibadah pemakaman ini dilakukan di rumah duka dan dihadiri seluruh warga masyarakat. Warga kolom pelayanan dimana orang yang meninggal tersebut menjadi anggota, cenderung sangat berperan dalam membantu ketersediaan segala keperluan yang dibutuhkan dan terselenggarakan acara ibadah pemakaman dengan baik. Bila prosesi ibadah pemakaman sudah selesai, maka proses selanjutnya adalah mengantar ke makam yang sudah disediakan seperti di lingkungan rumah atau di luar lingkungan rumah namun masih merupakan tanah pribadi mereka. Ada sedikit perbedaan, jika yang meninggal tersebut adalah PNS atau tetua adat. Jika ada anggota masyarakat yang PNS atau tetua adat meninggal biasanya dalam prosesi tersebut ada sedikit penghormatan formal.
118
Gambar 2.14 Nanguwanua (Mangkubumi 2), Bapak Awalla wafat Sumber: Dokumentasi Peneliti
2.5 Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan 2.5.1 Sistem Kekerabatan Kehidupan masyarakat Suku Talaud yang mendiami wilayah Desa Miangas, Kecamatan Miangas, Pulau Miangas memiliki kesamaan budaya dengan masyarakat Suku Talaud yang mendiamai berbagai wilayah kepulauan yang berada di Kabupaten Talaud. Setiap wilayah Budaya Talaud memiliki sistem kekerabatan yang sama. Sistem kekerabatan Suku Talaud adalah pseudo patrilineal cenderung ke bilateral. Hal ini dapat dilihat dari pengenaan nama marga yang selalu diturunkan pada garis laki-laki merujuk pada sistem patrilineal. Akan tetapi, sistem patrilineal yang berlaku di Desa Miangas cenderung kurang begitu tegas. Hal ini nampak adanya kompromi yang berkaitan dengan pengenaan marga ibu pada anak dalam konteks tertentu, seperti turunnya jumlah keturunan yang memiliki marga tertentu, kelahiran anak yang tanpa didasarkan pada suatu pernikahan atau anak hasil adopsi dari suatu keluarga setempat, atau ketika ibu menikah dengan orang luar yang tidak memiliki nama marga, maka anak boleh menggunakan nama marga ibu. Terkadang dua marga antara dari bapak dan ibu dapat disematkan pada anak-
119
anak mereka dengan aturan bahwa marga ibu harus disematkan ditengah sebelum marga ayah. Marga ayah harus ada diujung nama. Dalam proses kompromi ini tidak menimbulkan persoalan besar apalagi konflik antara istri dan suami yang seharusnya punya hak untuk menurunkan nama marganya. Bahkan anak yang diadopsi, disamping mendapat nama marga juga mendapatkan pemberian harta. Di samping itu, pola pembagian kerja dalam konteks budaya patrilineal juga tidak terlalu nampak. Kecenderungan mereka adalah saling bekerja sama, bukan pembagian mode pekerjaan. Ketika mereka berangkat ke kebun, suami dan istri cenderung bekerja sama baik dengan berangkat bersama-sama atau berangkat dengan jam yang berbeda. Atau ketika air laut sedang surut, suami bisa mencubi pada malam hari untuk mencari ikan dan di siang hari mereka berdua bersama-sama mencari kerang dan teripang di hamparan karang. Begitu juga ketika suami akan melaut, istri adakalanya sering menemani suami untuk mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan ketika berangkat melaut, meski hanya sampai di pantai saja. Di Desa Miangas, secara kultural tidak ada pemisahan domain wilayah kerja berdasarkan jenis kelamin, dimana laut adalah dunia laki-laki dan kebun adalah dunia perempuan. Sehingga jenis kelamin tertentu tidak boleh memasuki wilayah yang bukan menjadi domainnya atau orang akan malu jika domain tersebut dimasuki oleh orang yang berbeda jenis kelamin. Dua domain wilayah tersebut adalah sama, bila memungkinkan akan dimasuki dan dikerjakan bersama-sama. Di Desa Miangas, saat ini terdapat dua belas kepala suku. Kedua belas kepala suku tersebut membawahi berbagai kelompok berdasar nama marga tertentu yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Setiap kepala suku pasti memiliki pasangan kepala suku atau dalam istilah mereka adalah "papa" dan "mama" yang sifatnya sebagai pasangan yang tidak terpisahkan. Ada kalanya dalam dua kepala suku terdapat dua marga yang sama yang mendapat naungan.
120
Adapun kepala suku-suku dan nama pemimpin dan wakilnya/ pasangannya adalah sebagai berikut : 1. 2. 3.
Suku/Roangan Tulungan Lupa : Betuel Lupa dan Piter Lupa Suku/Roangan Essing : Piet Hein essing dan Panjaitan Essing Suku/Roangan Bawala Arundaa : Herman Nanguri dan Rikardo Parenta 4. Suku/Roangan Pingka : Obetnego Balianga dan Ebsan Pitaretu 5. Suku/Roangan Laleda Lupa : Samsi Urenda dan Alberti Papea 6. Suku/Roangan Menggasa : Mujur Awalla dan Hinyo Mambu 7. Suku/Roangan Larenge : Welem Tinentang dan Nurbin Rimpulaeng 8. Suku/Roangan Siliratu : Elisa Mangali dan Yakob Papea 9. Suku/Roangan Ratu Uli : Baktiar Papea dan Petrus Mambu 10. Suku/Roangan Tine : Pengasihan R Wudu dan Timotius Tine 11. Suku/Roangan Lantaa Talu : Fredrik Lantaa dan Luis Talu 12. Suku/Roangan Umbase : Hermanus Binambuni dan Daud Umbase Berkenaan dengan pola perkawinan, masyarakat Suku Talaud yang tinggal di Desa Miangas memiliki prinsip perkawinan yang sifatnya eksogami. Artinya, segala bentuk perkawinan selalu merujuk pada perkawinan dengan keluarga yang berbeda marga. "Perbedaan marga" merupakan unsur yang sangat penting untuk menghindari perkawinan yang sumbang. Akan tetapi, jumlah penduduk Miangas yang sangat terbatas menyebabkan pola perkawinan eksogami di sini menjadi sebuah fenomena yang cukup rumit. Kerumitan ini muncul karena adanya prosedur pembacaan silsilah antara kedua belah pihak calon pengantin hingga lapis ke empat. Tidak jarang perkawinan mengalami kegagalan ketika memasuki proses pembacaan silsilah dimana pada fase tersebut ditemukan adanya marga yang berdekatan.
121
Lingkar persaudaran keluarga di Desa Miangas sangat dekat sekali. Hampir setiap rumah yang dikunjungi selalu menceritakan siapa saudara dekatnya di Desa Miangas. Seakan-akan semuanya adalah saudara dekatnya dan tidak ada orang yang bukan saudaranya. Menilik hal tersebut, maka masyarakat Desa Miangas dalam proses mencari jodoh selalu berpaduan pada pola perkawinan idelanya yaitu mengacu pada lapisan generasi dan marga. Acuan perkawinan yang di-ideal-kan bagi Masyarakat Desa Miangas adalah perkawinan pada lapis ke lima dan berbeda marga. Perkawinan yang dilakukan dengan melibatkan pasangan yang masih dibawah lapis ke-lima, masih dianggap sebagai perkawinan sedarah. Walaupun dalam perkawinan tersebut antara calon suami dan istri memiliki marga yang berbeda, mereka tetap dianggap masih sedarah sehingga perkawinannya dianggap sumbang. Hal ini disebabkan mereka memiliki konsep mengenai lingkaran kekerabatan keluarga. Keluarga besar atau kerabat masyarakat Suku Talaud di Desa Miangas adalah dimulai dari sepupu satu kali sebagai lapis pertama baik dari jalur bapak atau ibu, kemudian sepupu dua kali, sepupu tiga kali dan sepupu empat kali. Jika sudah mencapai sepupu lima kali, maka individu yang masuk dalam lingkaran tersebut masuk ke dalam katagori orang lain. Salah satu solusi untuk memecahkan persoalan berkenaan dengan rumitnya pencarian jodoh, adalah dengan melakukan pencarian jodoh diluar wilayahnya. Perkawinan warga Desa Miangas dengan sesama Suku Talaud yang berada di luar wilayah Miangas dan suku-suku yang lain menjadi daya tarik yang besar. Dengan mencari jodoh dengan sesama orang Suku Talaud yang tinggal di luar Miangas, di samping ragam marga yang ada bertambah banyak, resiko kedekatan marga juga sangat kecil. Implikasinya, prosesi pembacaan silsilah menjadi lebih lancar dan tanpa resiko. Apalagi jika masyarakat Desa Miangas mendapatkan jodoh dari luar Suku Talaud, mereka juga sangat menyukai.
122
Perkawinan antara orang Desa Miangas dengan orang Suku Talaud dari daerah luar cukup banyak, demikian juga perkawinan dengan orang yang berasal dari luar Suku Talaud seperti dari Bima, Jawa, Halmahera, Ambon, Gorontalo dan lain-lain. Bahkan ada keluarga yang memiliki anak menantu yang semuanya berasal dari suku yang berbeda. Keberadaan POSAL juga melengkapi ajang perjodohan lintas suku bangsa menjadi sedemikian marak Perkawinan-perkawinan sumbang adakalanya juga terjadi. Bilamana perkawinan tersebut terjadi, pihak adat akan memperingatkan kepada kedua insan yang jatuh cinta dan keluarga dari kedua belah pihak. Bilamana mereka tetap memaksa perkawinan sumbang dilangsungkan dengan cara kawin lari, mereka akan mendapatkan sangsi berupa pengusiran dari Desa tersebut selamalamanya dan orang tua dari kedua belah pihak akan mendapat denda. Sejauh-jauhnya dan selama-lamanya mereka kawin lari suatu saat pasti ada kenginan kembali ke Desa Miangas. Ketika kembali itulah, mereka tetap dikenakan denda yang berlaku. Adakalanya, di samping pengusiran, tetua adat akan melakukan acara pembacaan doa kepada Tuhan yang Maha Esa agar individu yang memaksa menikah tidak mendapatkan halangan, demikian juga warga desa tidak mendapat musibah bencana alam. Mereka percaya bahwa setiap bencana yang berasal dari alam selalu ada hubungannya dengan perilaku manusia yang tidak terpuji atau melanggar aturan adat. "kalau ada perkawinan antara pade dengan pade......itu bertentangan....... dapat diusir dari kampung. tidak bisa balik ke sini... itu begitu... apalagi macam dua lapis tiga lapis itu juga tidak bisa biarpun marganya beda...macam saya marga saya pade trus yang lain marga lupa...tetapi kalau dilihat dari sisi keturunan masih dekat satu lapis atau dua lapis....itu tetap tidak bisa.....dikasih pisah. agak susah juga cari jodoh disini.......kalau tidak dipisah, kita besok berkeluarga, kayaknya panas, sering berkelahi atau apalah...ada kejadian kejadian yang tidak diinginkan. Memang kenyataan memang begitu.... macam saya kawin sama istri saya, kita lihat dari oma
123
buyut saya dulu, kalau oma buyut marganya namare, istri saya kan namare, oma melahirkan opa saya dari papa ke saya, itu namanya tiga lapis....itu tidak bisa karena dekat sekali"
Tata cara perkawinan yang berlaku di Pulau Miangas saat ini sudah mengalami perubahan. Menurut Pak Mangkubumi 2, pada masa yang dulu, proses perkawinan diawali dengan pencarian jodoh yang dilakukan oleh orang tua dan anak cenderung menerima dengan pilihan orang tua. Biasanya calon menantu yang akan dipilih, selain baik karakternya, untuk wanita harus bisa melakukan pekerjaan domestik, sedangkan pria harus sudah bisa berkebun. Namun sekarang, pilihan jodoh bisa dilakukan oleh mereka sendiri. Tahapan pertama dalam perkawinan adalah proses pembicaraan di antara keluarga yang dilanjutakan dengan pembicaraan pada keluarga wanita. Jika keluarga wanita merasa setuju maka akan dilanjutkan dengan acara peminangan ke keluarga wanita. Proses peminangan (mandanga u wisara) diawali oleh pengiriman utusan untuk menemui keluarga perempuan untuk membicarakan persoalan persetujuan peminangan. Orang yang menjadi utusan dalam proses tersebut diserahkan pada keputusan keluarga pria, namun bagi pendatang, utusan yang dipilih dapat dipilihkan dari tetua-tetua adat. Jika proses peminangan disetujui, maka pihak keluarga laki-laki akan mendapatkan kabar dari utusn wanita. Persetujuan di antara kedua keluarga akan dilanjutkan dengan acara berikutnya yang diberi nama penurunan silsilah. Acara penurunan silsilah merupakan acara wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Di dalam acara penurunan silsilah ini, kedua keluarga akan membacakan silsilah keluarganya hingga lima lapis ke atas. Pada umumnya acara pembacaan silsilah ini dilakukan oleh orang tua dari kedua belah pihak. Di awali dengan pembacaan silsilah dari keluarga laki-laki kemudian dilanjutkan ke keluarga wanita. Tujuan dari
124
kegiatan ini adalah untuk mencari tahu apakah di antara kedua keluarga ini masih memiliki hubungan darah yang dekat apa tidak. Jika ada hubungan darah yang dekat, maka acara perkawinan akan dibatalkan. Hal ini disebabkan adanya pemahaman mengenai pantangan dalan perkawinan tersebut. Batas hubungan darah di dalam perkawinan di sini adalah berbeda suku dan berada pada lapis ke lima. Jika masih dalam lapis di bawah lapis ke lima, walaupun berbeda suku akan dilarang untuk dilanjutkan. Bila acara penurunan silsilah dianggap memenuhi syarat, maka kedua keluarga dapat melangsungkan perkawinannya secara adat. Upacara tersebut dilangsungkan di depan tetua-tetua adat. Bagi beberapa keluarga acara perkawinan tersebut dapat diteruskan langsung di depan altar gereja untuk diberkati. Kemudian dilakukan pesta untuk merayakan perkawinan tersebut. "diberkati akad nikahnya di gereja, kemudian kita undang sukunya saya, kalau saya dari marga saya pande , jadi kepala suku saya tine, kalau istri itu larenge, kepala suku tadi akan membacakan silsilah keturunannya marga saya trus keluarga si perempuan, nah dibacakan dari buyut dari leluhur dulu-dulu sampai jatuh ke saya. saya jatuh ke berapa".
Selain tata cara perkawinan legal formal yang lengkap seperti di atas, masyarakat Desa Miangas memiliki mekanisme perkawinan yang dapat dikatakan informal dalam bentuk acara "pengikatan" saja. Acara "pengikatan" antara pria dan wanita tersebut merupakan tahapan penting dalam bentuk pengesahan serta adanya pengakuan dari masyarakat bahwa mereka sudah menikah. Model perkawinan dalam bentuk "pengikatan" seperti ini merupakan bentuk strategi agar aturan-aturan adat yang sudah disepakati tidak dilanggar, hak wanita tidak terabaikan dan memberikan waktu bagi pasangan tersebut untuk mendapatkan uang dalam rangka memformalkan perkawinan tersebut.
125
"tapi kalo kayak kita to kayak macam kita sudah kawin, belum kawin tapi sudah hidup sama-sama.... itu tetap juga ini dikenakan denda karena kan kita belum ada ikatan syah dari hukum kan. dendanya uang, kita masak makanan... kita bikin makanan undang tetua-tetua adat ini... kita makan trus didoakan. kan biasanya kalau dikota kalau sudah ketemu... sudah kita hidup sama-sama kan, tapi belum kawin, karena adakalanya tidak ada biaya... tidak bisa kawin kumpul dulu dana, disini tidak boleh. sebelum kawin itu tidak bisa sama-sama kecuali kita sudah lapor ke adat... sudah diketahui oleh pentuapentua adat bahwa mereka berdua ini memang sudah betul-betul mau hidup sama-sama dan di dalamnya mereka mau kawin. dan harus dipanggil dari orang tua kedua belah pihak. kalau sudah beres, clear aman, bisa hidup sama-sama. memanggil dua belas kepala suku dan kedua belah pihak dari si perempuan dan laki-laki. pengikatan saja, kalau masalah perkawinan terserah mempelai laki-laki dan perempuan."
Integrasi sosial masyarakat Desa Miangas yang cukup kuat dan lokasi wilayah yang sempit menyebabkan kontrol sosial masih berjalan dengan dengan baik. Oleh sebab itu, pelanggaran-pelanggaran berkaitan dengan hubungan pria dan wanita sering dengan mudah diketahui dengan cepat. Banyak beberapa kasus hubungan gelap yang kemudian berakhir dengan perkawinan dan denda. Definisi yang bisa dianggap sebagai hubungan gelap adalah jika berada berduaan berbeda jenis kelamin di wilayah kebun atau di tempat gelap pada rentang waktu antara pukul 21.00 hingga 05.00. Bagi mereka tidak ada alasan yang kuat yang menjadi legitimasi keberadaan mereka di kebun dan tempat gelap pada jam-jam tersebut kecuali ingin membangun hubungan yang tidak baik. Penggrebekan-penggrebekan terhadap insan yang berbeda kelamin tidak dilakukan secara vulgar namun dilakukan dengan mengidentifikasi siapa pelaku tersebut. Kemudian pada keesokan harinya kedua belah pihak akan diundang ke dewan adat untuk disidangkan. Sidang bisa berupa pengesahan perkawinan, denda masak atau yang lain. Tujuan dari penggrebekan dan sidang adat adalah demi kebaikan wanita. Dengan begitu wanita tidak mudah
126
untuk dipermainkan oleh laki-laki seperti ditinggal pergi atau disiasiakan. "jika kedapatan mereka berdua hidup bersama-sama, itu kan ditanya, ditanya oleh dari pihak petua adat.. biasanya kedapatan di tempat-tempat gelap. di tempat gelap cuma dilihat saja namanya si a si b, besoknya dipanggil mengadap ke pentua adat. ke Pak Mangku, Pak Mangku mengundang 12 suku duduk bersama kita tanya pada kedua pasangan. tapi tetap peraturan berlaku, masak makanan itu." "pas saya mau balik ke sini, adakalanya ia bawa perempuan, karena biasanya kan supaya kan tidak kentara, sampai diatas kasih tinggal perempuan, ia lari, cari kemana. perempuan tinggal balik sendiri"
Pola-pola perkawinan yang ada di Desa Miangas cukup beragam. Pertama pola perkawinan yang disebut sebagai "kawin subuh". Pola perkawinan "kawin subuh" seringkali dilakukan oleh masyarakat yang secara finansial mengalami kekurangan karena sifatnya sangat meringankan. Dalam perkawinan tipe "kawin subuh", pasangan yang sudah diberkati di gereja dapat langsung pulang ke rumah tanpa perlu melanjutkan dengan kegiatan pesta. Mereka cukup dengan melakukan kegiatan syukuran di rumah dengan beberapa kerabat. Tipe perkawinan kedua adalah "kawin bersama" atau massal. Di dalam perkawinan ini, pelaksanaan perkawinan melibatkan banyak pasangan, mulai dua pasang hingga enam pasang. Model perkawinan ini tidak membutuhkan biaya yang tinggi. Siapapun boleh bergabung di dalam model perkawinan ini. Sebelum perkawinan dilakukan, mereka harus terdaftar di kecamatan, kemudian pasangan tersebut akan diberkati di gereja. Di Kecamatan, mereka akan mendapatkan surat sah sebagai tanda mereka telah menikah.
127
"kalau sudah sah baru ke gereja, karena di gereja juga ada yang namanya kawin subuh. kawin subuh itu meringankan beban, meringankan daripada pihak yang macam kita kan orang miskin ndak ada apa apa, kalau kita bikin kawin yang mewah-mewah mau ambil dana dimana... kan kita kan harus undang masyarakat makan... biayanya terlalu besar. tapi kalau kawin subuh itu kawin pagi pagi pas kita ibadah pagi diberkati pulang ke rumaha sudah selesai"
Bagi pasangan keluarga muda yang baru menikah, pola tempat tinggal yang mereka putuskan tidak selalu harus mengacu pada keluarga laki-laki namun juga bisa tinggal pada keluarga wanita. Kedua belah pihak keluarga mendapatkan peluang yang sama untuk dijadikan tempat tinggal. Demikian juga pada bentuk perlakuan yang diberikan antara kedua keluarga tersebut tidak menunjukan perbedaan. Seringkali terjadi, setelah beberapa minggu atau bula pasangan muda tersebut tinggal bersama di keluarga istri, mereka kemudian memutuskan untuk tinggal di keluarga suami. Pola keputusan yang diambil apakah tinggal di keluarga laki-laki atau perempuan berdampak pada pola keakrapan pada keluarga muda. Jika, keluarga muda tersebut memutuskan tinggal di keluarga laki-laki, maka anggota keluarganya akan akrab dengan seluruh anggota keluarga dari pihak laki-laki, demikian sebaliknya. Kecenderungan hidup di tengah-tengah keluarga luas menyebabkan hubungan antara kakek hingga ke cucu semakin akrab dari hari ke hari. Keluarga besar terlibat secara intensif ke dalam proses internalisasi dan sosialisasi dalam kehidupan anak-anak Desa Miangas. Beberapa terminologi yang sangat familiar berkaitan dengan keluarga dan sistem kekerabatan yang ada di Desa Miangas adalah sebagai berikut : Ayah : Papa Ibu : Mama Adik Ibu : Kade Mama
128
Nenek : Nenek Muda / Oma Kakek : Tetek / Opa Kakek Buyut : Patimade
Kakak Ibu : Kaka mama Anak : An'a Kakak : Yaan Adik : Tuari Saudara Laki-laki : Tura esak Saudara wanita : Tura Wawineh Sepupu : Tura
Cucu : Pulu Cicit : Cece/ Pulu Ipar : Ip'a Mantu laki-laki : Yabu Esak Mantu Perempuan : Yabu Wawineh Mertua Laki-laki : Lakyanah Esak Mertua Wanita : Lakyanah Wawineh
Berkenaan dengan pekerjaan, istri disamping membantu pekerjaan suami juga membantu pekerjaan yang terdapat di keluarga suami, jika ia tinggal di sana. Atau sebaliknya jika mereka tinggal di keluarga wanita. Selama penelitian berlangsung, sangat jarang kami menemukan keluarga baru memulai hidupnya dengan membangun rumah yang terpisah dari kedua keluarga besar tersebut. Sempitnya luas lahan yang terdapat di Pulau Miangas juga berdampak pada rendahnya kehadiran rumah-rumah baru. Bilamana jumlah rumah baru meningkat, maka sebagai konsekuensi jumlah lahan perkebunan sebagai salah satu sumber mata pencaharian juga akan berkurang dan bisa segera lenyap. Adanya pemisahan wilayah kebun dan pemukiman juga berdampak pada pemilihan wilayah tersebut bagi objek waris. Pada umumnya, jika suatu keluarga memiliki harta waris, anak pria seringkali mendapatkan lahan berupa lahan pemukiman atau rumah. Wanita jarang sekali mendapatkan waris berupa rumah karena ada kepercayaan mereka bahwa anak gadis yang akan menikah pasti akan ikut dengan suaminya. Persoalan pemukiman akan diselesaikan oleh suami anak gadis tersebut dengan bantuan keluarga besar laki-laki. Namun, bagi anak laki-laki, mendapatkan waris berupa rumah adalah sesuatu yang penting karena ia memiliki tanggung jawab untuk memberikan tempat pengayoman bagi anak dan istrinya. Sebaliknya, bagi anak perempuan dipastikan akan selalu ikut suami, maka lahan
129
kebun seringkali diberikan kepada anak perempuan sebagai sarana untuk menambah penghasilan keluarga. Keluarga yang harmonis adalah cita-cita semua orang yang telah memutuskan untuk berkeluarga, namun dalam perjalanan hidup seringkali muncul berbagai persoalan dan ujian. Segala persoalan yang muncul dalam kehidupan keluarga harus segera dipecahkan, jika tidak, potensi perpecahan akan muncul dalam bentuk keputusan untuk segera menuju perceraian. Fenomena perceraian di Desa Miangas merupakan proses yang disatu sisi mudah dilakukan namun disisi yang lain menimbulkan kepelikan tersendiri. Dari sisi kemudahan, proses perceraian di Desa Mingas seringkali dilakukan secara kekeluargaan tanpa melibatkan lembaga-lembaga yang kompeten legal-formal seperti Pengadilan Negeri atau Gereja. Perceraian secara kekeluargaan seringkali disebut sebagai "cerai diatur damai". Model perceraian seperti ini dapat dilakukan oleh suami - istri secara informal dan singkat. Bukti yang mendasari bahwa suami-istri tersebut telah memutuskan untuk bercerai adalah berupa surat keputusan cerai yang dibuat sepihak oleh pihak suami atau istri. Dalam proses pembuatan surat keputusan cerai tersebut, pihak yang mengajukan perceraian selalu melibatkan kedua orang tua dari pihak suami dan istri, beberapa anggota masyarakat dan kepala desa atau camat. Keterlibatan orang-orang tersebut berkaitan dengan aspek fungsinya sebagai saksi dari keputusan cerai demi memperkuat legitimasi dan keseriusan dari proses pengukuhan dalam proses pembuatan keputusan tersebut. Oleh sebab itu, proses pembuatan surat keputusan cerai harus dibuat dihadapan mereka dan dikuatkan dalam bentuk pemberian tanda tangan di bawah surat keputusan yang telah dibuat suami atau istri yang menggugat cerai. Surat keputusan cerai merupakan surat yang isinya menerangkan bahwa di antara suami istri yang tertulis di dalam surat tersebut sudah tidak ada hubungan suami istri yang sah. Seringkali surat keputusan cerai disebut juga sebagai surat keterangan. Isi dari
130
surat keterangan tersebut umumnya memiliki redaksi kalimat sebagai berikut, " bahwa benar-benar saya dengan istri saya sudah pisah ranjang/cerai dan merelakan suami /istri saya untuk menikah kembali" Di bawah narasi tersebut dibumbuhi tanda tangani dari suami dan istri, kemudian kedua orang tua dari kedua belah pihak, saksi-saksi dan kepala desa serta adat. Setelah proses penandatangan telah selesai, surat keterangan diserahkan kedua belah pihak sebagai tanda bahwa suami-istri tersebut sudah bercerai dan keduanya diijinkan untuk menikah kembali. Seringkali surat dibuat oleh pihak yang menggugat cerai dan diberikan kepada pihak yang diceraikan dengan kata-kata " silahkan menikah saja" atau "sudah putuskan silahkan menikah". Sebagaimana yang diutarakan oleh Bapak Pendeta Gereja Germita, "bentuk perceraian disini diatur dengan cara kekeluargaan tapi kan secara hukum ndak diperbolehkan. Misalnya begini, saya cerai dengan istri saya kan diatur dengan cara damai antara keluarga dengan keluarga, kalau situ mau menikah silahkan menikah, saya memberikan surat keterangan itu. silahkan menikah. Cuma habis di situ, tidak ada yang sampai tuntut ke pengadilan. pasti dipersulit. ini sampai sekarang menjadi beban dalam pelayanan saya dan pemerintah setempat. Ada yang sudah menikah secara gereja dan pemerintah tapi dengan adanya masalah-masalah, mereka ingin cerai"
Perceraian legal yang diputuskan pada tingkat masyarakat dapat dikatakan sebagai cara rasional mereka dalam merespon jarak yang jauh antara Desa Miangas dengan lokasi Pengadilan Negeri yang berada di Kota Tahuna. Di samping itu, merupakan bentuk kepercayaan dan implementasi terhadap hukum perkawinan setempat (konvensi) yang sudah dianggap sah sehingga tidak selalu membutuhkan kehadiran negara dalam mengurus perceraian. Padahal, konsekuensi dari keengganan mereka mengurus "surat cerai"
131
di Pengadilan Negeri akan berdampak pada semakin sulit dan komplek dalam melangkah pada tahap selanjutnya. Kesulitan yang muncul akibat produk perceraian yang diputuskan secara keluarga atau adat selalu mengacu pada kekuatan hukum. Kekuatan hukum dari produk perceraian semacam itu, dapat dipastikan kekuatannya sangat lemah. Walaupun, menurut masyarakat setempat dianggap syah. Berbagai persoalan biasanya cepat atau lambat akan muncul mengiringi proses perceraian tersebut bilamana tidak segera terpecahkan. Misalnya, pertama adalah mengenai persoalan waris. Persoalan waris disini yang ditekankan adalah mengacu pada "hak asuh" dari anak-anak yang mereka lahirkan, bukan mengenai harta benda. Kedua, berakibat pada kesulitan dalam mendaftarkan perkawinan berikutnya secara formal pada catatan sipil. Kesulitan akan semakin bertambah ketika mereka kemudian memiliki anak dari hasil perkawinan kedua. Mereka dipastikan akan mengalami kegagalan beruntun akibat pihak catatan sipil maupun gereja enggan membantu untuk mencatatkannya secara formal. Ketiadaan surat keterangan cerai produk dari negara "Pengadilan Negeri" yang akan menguatkan proses perceraian tersebut, menjadi alasan utama pihak catatan sipil dan gereja untuk menolak pengajuan status perkawinan kedua yang telah dilakukan. Alasan yang mendasari penolakan untuk menerima pencatatan sipil tersebut berkaitan dengan resiko hukum yang akan mereka terima. Wujud resiko atau efek hukum yang akan diterima oleh pihak catatan sipil dan gereja berupa kemungkinan adanya gugatan yang bisa berujung pada hukuman penjara. Mereka akan dianggap sebagai individu atau institusi yang lalai dan tidak cermat karena telah mengesahkan perkawinan dari pasangan yang masih terikat dan belum bercerai secara syah. Gugatan-gugatan semacam itu dimungkinkan akan diajukan oleh pasangan mereka terdahulu yang menganggap bahwa keputusan
132
perceraian yang telah terjadi, belum dianggap syah secara formal. Agar potensi gugatan-gugatan hukum di masa yang akan datang dapat dieliminir dan dihindari, pihak gereja dan catatan sipil, hari, selalu bersiaga dengan melakukan proses penelitian dan penyidikan secara mendetail terhadap pasangan yang akan mendaftarkan perkawinannya, khususnya pada pasangan yang melakukan pernikahan untuk kedua kali. Sebagai contoh, di Gereja Germita misalnya, mereka melakukan proses penyidikan dengan cara screening. Proses screening dilakukan dengan cara memberikan informasi kepada publik mengenai rencana akan diadakannya sebuah pernikahan kudus selama 3 minggu berturut-turut sebelum hari "h". Jika selama proses tersebut, gereja tidak menerima adanya gugatan dari berbagai pihak maka pernikahan kudus yang telah diajukan dapat segera dilangsungkan secara sah. Sebaliknya, jika dalam proses screening, gereja menerima gugatan dari pihak yang tidak terima dengan rencana perkawinan kudus tersebut, maka perkawinan kudus akan dibatalkan. Di samping itu, pihak gereja akan memberikan sebuah solusi yang berwujud pemberian nasehat pada mereka supaya segera mengurus surat perceraian yang sah ke Pengadilan Negeri Tahuna agar status mereka saat ini menjadi jelas, semua pihak menjadi tenang dan perkawinan kudus dapat segera dilaksanakan. Alasan-alasan yang seringkali menjadi dasar munculnya kasuskasus perceraian adalah berkaitan dengan kasus gogel atau selingkuh. Pada kasus gogel atau selingkuh, adakalanya kasus tersebut langsung diteruskan dalam sidang perceraian secara kekeluargaan atau "cerai diatur damai". Di mana pihak yang diceraikan diberi surat keterangan ijin untuk menikah lagi, atau dengan cara musyawarah. Dalam proses musyawarah ini, biasanya diputuskan untuk melakukan pisah ranjang terlebih dahulu. Keputusan dibuat dengan harapan dalam masa yang akan datang dua atau tiga tahun berikutnya, pihak yang melakukan gogel atau selingkuh sadar bahwa perbuatan yang ia lakukan adalah perbuatan yang tidak baik, merusak keutuhan keluarga. Bilamana
133
sadar, kedua suami istri tersebut dapat berkumpul kembali. Meskipun begitu, pihak yang melakukan gogel atau selingkuh tetap akan dikenakan sangsi adat berupa toki (pukul) tabur keliling kampung dan memasak makanan dengan mengundang tetua adat dan sebagian masyarakat untuk makan bersama. Kasus perceraian kedua dapat muncul jika selama masa pisah ranjang tersebut, salah satu pihak ternyata mempersulit pasangannya untuk menemui. Jika salah satu pihak mempersulit terjadinya sebuah pertemuan demi membangun sebuah hubungan yang baik antar keduanya selama beberapa tahun, maka pihak yang mempersulit tersebut akan dianggap telah menginginkan adanya proses perceraian. Ketiga, proses perceraian juga dapat terjadi ketika suami tidak memberikan nafkah kepada pasanganya selama beberapa tahun. Dalam kasus ini, waktu "tidak memberikan nafkah" pada pasangan dihitung selama sepuluh tahun atau dua puluh tahun suami. Jika selama waktu tersebut, suami menelantarkanatau tidak memberikan nafkah ke istri, maka pihak keluarga istri akan mengambil keputusan "boleh nikah ulang" yang artinya melakukan perceraian. 2.5.2. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal Peta hunian orang Suku Talaud, secara umum tersebar pada delapan dari 17 pulau yang ada di Kabupaten Talaud. Di dalam setiap wilayah yang dihuni oleh masyarakat Talaud, selalu terdapat sistem pemerintahan yang dipimpin oleh pemimpin formal yang diangkat oleh negara melalui SK (Surat Keputusan) dan non formal atau formal tradisonal. Pemimpin formal berwujud kepala desa (zaman dahulu disebut kapitne laut dan ditemani seorang jurutulis) dan pemimpin non formal berwujud pemimpin adat seperti Ratumbanua atau Mangkubumi 1 dan Nanguwanua atau Mangkubumi 2. Pola struktur pemerintahan formal (Kepala Desa) dan kepemimpinan adat di Miangas di era keresidenan Manado, masuk dalam kesatuan wilayah adaministratif ke-jogugu-an Nanusa, semenjak adanya keputusan
134
pemerintah pusat33. Oleh sebab itu, pemimpin formal tradisonal juga mewarnai di Desa Miangas, Pulau Miangas. Pemimpin tersebut merupakan pemimpin formal tradisonal yang paling tinggi dalam mengatur kehidupan dan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan adat. Keberadaannya sangat dihargai dan dihormati oleh seluruh masyarakat karena merupakan primus inter pares. Pengangkatan pemimpin formal tradisonal dalam konteks fungsi tradionalnya adalah, Ratumbanua atau Mangkubumi 1 yang memiliki fungsi sebagai pemimpin adat dengan wewenang mengurusi persoalan pemerintahan adat seperti menjaga keamanan wilayah dari gangguan orang asing, persoalan yang terjadi antar wilayah desa atau pulau dan juga melakukan kegiatan monitoring terhadap seluruh aktifitas dari pejabat adat yang lain. Kemudian, Nanguwanua atau Mangkubumi 2 berfungsi sebagai pemimpin adat yang berwenang mengurusi berbagai hal yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat adat, seperti mengatur berbagai ritual-ritual setempat agar dapat berlangsung, menjaga berbagai aset desa seperti aset sejarah dan melakukan monitoring terhadap berbagai kegiatan pada pejabat adat yang berada di bawahnya. Wewenang lain yang tidak tidak bisa diabaikan adalah menjembatani konflik yang terjadi di dalam keluarga atau antar keluarga. Konsep menjebatani disini adalah dalam rangka memberikan solusi atas persoalan bukan mencari siapa yang bersalah dan kemudian diberikan sanksi (hukum adat). Nanguwanua merupakan mediator dalam mengumpulkan para tetua adat serta masyarakatnya untuk menyelesaikan persoalan diatas dengan cara kekeluargaan. Mengacu pada wewenang yang akan diurus dari setiap pemimpin adat terdapat dua wilayah urusan yang berbeda yaitu mengenai urusan layanan publik pemerintahan dan layanan kesejahteraan sosial atau domestik. Keberadaan kepemimpinan 33
Surat Menteri Dalam Negeri No. 5/1/69 tertanggal 29 April 1969
135
formal tradisional di wilayah Talaud selalu mengacu pada konsepsi pemimpin yang harus selalu berpasangan atau berpendamping. Pasangan ini dipahami sebagai konsepsi keberadaan "papa dan mama", dimana di dalam konsepsi tersebut peran jenis kelamin lakilaki dan perempuan yang berorientasi pada peran yang berbeda bukan membantu pemimpin pertama. Oleh sebab itu, dalam konteks ini istilah "wakil" dalam kepemimpinan formal tidak pernah digunakan. Mereka lebih menerima dengan istilah "pasangan atau pendamping". Hubungan antara pemimpin formal dan formal tradisional sangat erat sekali. Meskipun domain wilayah wewenangnya berbeda satu dengan lainnya. Mereka menyebut pemimpin formal sebagai "sepupu adat". Kedua pemimpin tersebut bahu membahu dalam berbagai aktifitas yang berkaitan dengan pengontrolan kegiatan ekonomi, politik, sosial, budaya keamanan wilayah dan pengendalian sosial sebagai wujud tertib hukum. Kehadiran pranata kepemimpinan adat memungkinkan masyarakat dapat memecahkan segala persoalan hidup, diawali dari lingkup paling rendah yaitu desa. Pemecahan persoalan melalui musyawarah dan kearifan lokal yang masih hidup, diharapkan segala persoalan tersebut dapat segera dipecahkan tanpa langsung menuju insitusi yang lebih tinggi yaitu pengadilan. Kebutuhan mengenai hal seperti, masyarakat Desa Miangas segera menata kehidupan dengan cara melengkapi struktur adat yang diinginkan seperti mengangkat pimpinan adat seperti, Ratumbanua, Nanguwanua dan Kepala Suku atau Roangan beserta pasangannya. Kepala Suku/Roangan, Timaddu Ruangnga atau pemangku adat merupakan sebutan bagi pemimpin adat yang berada pada tingkatan yang lebih bawah. Ia memiliki wewenang dalam mengurusi wilayah kesukuan atau marga. Sebagai kepala dari keluarga besar marga, Kepala Suku/ Roangan harus memiliki kemampuan untuk menangani berbagai persoalan dan sengketa yang muncul antar
136
mereka dalam keluarga kelompok marga tersebut. Di samping itu, keberadaan kepala suku juga sebagai pusat pelaporan, meminta nasehat dan konsultasi mengenai berbagai aktifitas yang dilakukan oleh anggota suku tersebut. Untuk menyukseskan aktifitas tersebut, Kepala suku memiliki pasangan jabatan yang saling bersinergi dalam menyuksesakan segala kegiatan pada tingkat suku. Proses pengangkatan pemimpin formal tradisional Ratumbanua dan Nanguwanua dilakukan oleh seluruh masyarakat Desa Miangas, yaitu melalui perwakilan yang diemban oleh Kepala Suku atau Roangan melalui sebuah ritual adat yang sakral. Sebaliknya, pengangkatan Kepala Suku atau Roangan tidak dilakukan dengan melibatkan seluruh warga desa namun hanya anggota keluarga besar dari marga tersebut. Oleh sebab itu, setiap warga yang memiliki nama marga yang berbeda akan mengikuti seluruh proses pemilihan tersebut sesuai dengan afiliasi nama marga atau sukunya. Di dalam proses pemilihan pemimpin formal tradisional tersebut terdapat sedikit konvensi. Konvesi berkaitan dengan bagaimana pengangkatan kedua tokoh formal tradisonal tersebut dipilih. Pengangkatan pemimpin formal tradisional Ratumbanua dan Nanguwanua cenderung berasal dari deretan para kandidat tetua adat yang diaggap sangat pantas untuk menjabat jabatan formal tradisonal. Sedangkan pengangkatan Kepala Suku atau Roangan cenderung menggunakan prinsip senioritas suku atau marga dalam konteks usia. Senioritas usia penting, karena ia akan menjadi orang yang dianggap "orang tua" atau yang dituakan dari suku. Tugasnya adalah memberikan pengayoman pada kelompok suku tersebut. Secara umum, aturan yang menjadi syarat untuk dapat terlibat ke dalam pemilihan pejabat adat adalah, pertama yang menjadi pertimbangan adalah usia, senioritas usia menunjukan kematangan dalam mendapatkan berbagai pengalaman hidup kedua, jenis kelamin, mereka cenderung calon pemimpin berjenis kelamin laki-laki karena alasan pertimbangan masa lalu seperti itu, ketiga, sehat jasmani dan
137
mental, keempat memiliki keteguhan yang kuat dalam mempertimbangkan dan membuat keputusan, memiliki karakter yang baik agar dapat menjadi pemimpin yang bersuri teladan, dan syarat terakhir untuk menjadi calon pemimpin adalah harus memiliki garis keturunan pemimpin pada generasi sebelumnya. Memiliki "jalur keturunan pemimpin" merupakan prinsip yang utama dan sangat penting di dalam proses pemilihan pemimpin adat. Kandidat-kandidat yang akan terlibat dalam pemilihan pemimpin adat akan diseleksi awal berdasarkan ada tidaknya darah pemimpin atau "darah biru" dalam dirinya. Hanya mereka yang memiliki "moyang pemimpin" yang lolos dari seleksi tersebut. Namun saat ini, keberadaan darah "moyang pemimpin" juga dilengkapi dengan atribut pola perilaku calon pemimpin dalam kehidupan sehari-hari. Jika seorang calon suka mabuk-mabukan, dalam keseharian perilakunya tidak baik, maka calon tersebut tidak boleh diangkat jadi pemimpin. Sebaliknya, jika calon tersebut berperilaku baik, tidak suka mabukmabukan, meskipun memiliki sedikit "darah pemimpin", calon tersebut punya peluang untuk diangakat. Wacana persyaratan mutlak akan pentingnya keberadaan darah keturunan pemimpin menjadi semakin intensif mengemuka ketika berbicara mengenai peluang untuk menjadi seorang pemimpin apapun di Desa Miangas. Bahkan dalam proses pemilihan pemimpin formal seperti kepala desa yang notabene merupakan kepanjangan tangan negara, syarat ini juga wajib diberlakukan secara kultural. Dampak fenomena adanya persyaratan mutlak tersebut semakin menguatkan gambaran mengenai bagaimana lingkaran kekuasaan formal dan formal tradisional selalu dikuasai oleh kelompok-kelompok dari suku atau marga tertentu. Kekuasaan “kepemimpinan adat” cenderung diwariskan secara turun-temurun. Seperti yang dikatakan oleh Pak Suwardi secara diplomatis.
138
"marga-marga yang memiliki darah kepemimpinan seperti Pade, Menggasa, Lupa, Taringanen, Papea, Pase, Banera, Esiing, Piteratu, marga-marga yang pernah memegang kepala suku.
Masa tugas pemimpin formal tradisional tidak pernah ditentukan jangka waktunya secara jelas dan fomal. Menurut konvensi umum, jabatan pemimpin formal tradisonal biasanya akan dijabat hingga pemimpin tersebut wafat atau seumur hidup. Namun pada kenyataannya, tidak semua pemimpin formal tradisional tersebut berkenan menjabat hingga akhir hayat. Ada kalanya, dalam rentang perjalanan hidupnya, jabatan tersebut dialihkan kepada orang lain. Alasan yang mendasari proses peralihan jabatan tersebut adalah, pertama jika pemimpin formal tradisional tersebut menyatakan keinginannya untuk mundur atas dasar usia maupun kesehatan jasmani yang tidak memungkinkan. Atau, ketika dalam perjalanan waktu kepemimpinan, pemimpin formal tradisional tersebut ternyata memiliki kebijakan yang bertentangan dengan aturan adat. Seharusnya beliau adalah pemimpin yang mengayomi adat, tetapi perilaku maupun keputusan yang dibuatnya bertentangan dengan peraturan adat. Maka, dengan terpaksa pemimpin formal tradisonal tersebut akan diturunkan dengan cara paksa. Atas dasar itulah maka pemilihan pemimpin formal tradisional akan dilangsungkan kembali. Mengapa pemimpin formal tradisional yang bertentangan dengan adat wajib diganti, hal ini tidak lepas dari kepercayaan mereka bahwa perilaku seseorang yang tidak baik pasti akan berdampak pada berbagai peristiwa alam. Pemimpin yang perilakunya tidak baik pasti akan diikuti dengan munculnya berbagai bencana alam seperti panen gagal, ikan susah didapat, angin ribut atau datangnya penyakit. "tidak ada batas masa kerja, dia sampai wafat trus ada juga mengundurakan diri.... baru ada pemilihan atau kita lihat dalam kepemimpinannya, ia menyimpang daripada peraturan yang sudah kita ini to kita bahas
139
bersama...itu bisa ganti diturunkan.... atau macam dia sudah kayaknya jalannya.... kita ke kanan ia jalan ke kiri .... itu bisa kita ganti"
Keberadaan struktur adat yang lengkap memungkin mereka untuk segera mereproduksi atau melestarikan aturan adat yang sudah ada atau bekerjasama dengan pemimpin formal yang ada dalam rangka implementasi penegakan aturan agar dipatuhi seluruh warga. Namun kepatuhan masyarakat terhadap pemimpin formal tradisonal juga dibangun melalui kepecayaan bahwa pemimpin adat Ratumbanua dan pasangannya Nanguwanua terdapat kharisma dan adanya fungsi dari kewajiban-kewajiban yang melekat pada jabatan tersebut. Dengan begitu, agar berbagai fungsi tersebut berjalan dengan baik, masyarakat Desa Miangas pun tanpa segan atau terpaksa ikut berperan serta dalam berbagai aktifitas kepala adat agar kepentingan bersama dapat terwujud. Beberapa aturan-aturan akan dibentuk dan diterapkan setelah terbentuknya pimpinan adat Ratumbanua dan pasangannya Nanguwanua dari hasil pemilihan Pimpinan Suku-suku/Roangan yang terdiri 12 (dua belas) suku-suku atau Roangan. Baik Pimpinan Adat Ratumbanua dan pasangannya Nanguwanua serta 12 Pimpinan Sukusuku/Roangan segera bertugas menjalankan aturan adat. Adapun aturan yang akan ditetapkan adalah : Pertama, Kepala Suku Ratumbanua dan pasangannya Nanguwanua akan menetapkan sebuah pembagian wilayah teritorial adat. Secara keseluruhan, tanah adat di Pulau Miangas akan dibagi ke dalam dua kategori utama, yaitu pertama, wilayah yang diperuntukan bagi pada keberadaan 12 suku dan anggotanya. Wilayah adat dalam kategori tersebut dapat dikelola oleh seluruh warga adat untuk diambil manfaatnya seperti untuk berkebun palawija, sayur mayur atau lainnnya. Kedua, adalah wilayah adat yang tidak diperuntukan atau diserahkan kepada masyarakat adat. Wilayah yang masuk dalam kategori ini disebut Tanah Menae. Tanah Menae luasnya kurang lebih
140
3 ha. Tanah ini biasanya diperuntukan untuk budidaya tanaman yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat adat, misalnya tanaman untuk ramuan rumah, tali hutan dalam prosesi ritual pesta rakyat manam’mi penangkapan ikan, dan untuk budidaya tanaman obatobatan. Budidaya tanaman obat-obatan di wilayah Tanah Menae menurut Bapak Batuel Lopa, sangat penting dalam peristiwa yang disebut Mangala Alumbanua. Peristiwa Mangala Alumbanua adalah sebuah peristiwa dimana masyarakat adat mendapat serangan dari wilayah luar, khususnya dalam konteks perebutan atau aneksasi wilayah. Selama peristiwa itu, mereka membutuhkan persediaan obat-obatan yang memadai. Lokasi Tanah Menae tepat berada di wilayah yang sekarang menjadi bandara. Ada sedikit kekecewaan dimana tanah penting mereka tergusur oleh pembangunan tersebut. Selain ditanamai tanaman obat-obatan, tanah tersebut juga ditanami pohon buluh atau bambu, dibudidayakan tumbuhan Ngira, untuk keperluan obat dan pertukangan. Kedua, Kepala Suku Ratumbanua dan pasangannya Nanguwanua akan menetapkan dan menguatkan beberapa aturan adat yang telah berlaku sejak dahulu kala hingga saat ini. Aturan tersebut berkaitan dengan aspek kegiatan seni budaya, pembinaan moral dan tata krama, aturan adat yang berkaitan dengan perkebunan, aturan adat menjemput tamu, aturan adat pelaksanaan penangkapan ikan tradisional (Manam’mi), aturan adat menanam dan panen yang semuanya berorientasi pada keagungan kuasa Tuhan, serta aturan adat kekudusan hari Minggu sebagai hari Tuhan, dan aturan adat dalam perikanan. Ketiga, Kepala Suku Ratumbanua dan pasangannya Nanguwanua akan menetapkan aturan adat berkenaan dengan kelestarian dari keberadaan aset-aset adat Desa Miangas yang memiliki nilai bersejarah seperti,
141
1.
Batu ajaib, seberat 26,6 kg terapung, timbul dari laut, lokasi di Larawa, sebelah matahari terbit. 2. Benteng pertahanan dari batu bersusun berlokasi di gunung Otta 3. Batu tancap seberat 200 Kg oleh pahlawan adat Mura berlokasi di Raranguina 4. Tempat keramat lokasi di puncak gunung Otta 5. Salib di Wora. 6. Benteng pertahanan dari batu bersusun setinggi 4,5 meter, dan goa kemenangan. Sebagai masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sudah eksis bertahun-tahun, masyarakat Pulau Miangas seperti juga masyarakat yang lainnya memiliki berbagai macam aturan yang fungsinya sebagai sarana pengaturan berbagai aspek kehidupan mereka sehari-hari. Tujuannya adalah agar dapat diperoleh pola kehidupan sehari-hari yang teratur, tentram dan harmonis. Seluruh aspek dapat berjalan dan terintegrasi dengan baik sampai kapanpun. Oleh sebab itu, keberadaan aturan-aturan yang ada digunakan sebagai aspek kontrol agar tujuan itu dapat diperoleh. Apalagi di tengah gempuran perubahan budaya yang terjadi di Pulau Miangas akibat paparan teknologi informasi dan keberadaan para pendatang melalui jaringan transportasi laut yang cukup memadai. Keberadaan adat istiadat yang terdapat di Pulau Miangas masih sangat dibutuhkan. Untuk itulah, adat setempat tersebut hingga saat ini masih dilestarikan oleh mereka dan beberapa hal telah mengalami sedikit perombakan. Meski demikian, adat-adat tersebut masih memiliki daya esekusi yang kuat terhadap masyarakat baik lokal maupun pendatang. Keberadaan aturan-aturan adat yang sudah dikodifikasi saat ini merupakan produk yang sudah mengalami banyak perubahan. Sehingga bila dibandingkan dengan masa yang lalu, aturan adat saat ini bisa dikatakan memiliki efek hukuman yang cenderung bersifat mendidik. Faktor yang mandasari perubahan tersebut berkaitan
142
dengan kondisi masyaakat sekarang yang sudah berbeda dengan masa yang lalu, di samping dengan semakin derasnya informasi mengenai wacana hak asasi manusia melalui jalur televisi yang telah menggunakan antena parabola. Perbedaan pada efek hukuman sangatlah jauh berbeda. Menurut Pak Pendeta yang memberikan pelayanan di Desa Miangas, pada masa yang lalu hukuman bagi masyarakat yang melanggar aturan sangat mematikan dan kurang bersifat mendidik. Sebagi contoh hukuman bagi warga Desa Miangas yang terbukti memiliki ilmu hitam, ia akan di buang di laut dengan menggunakan sebuah perahu tanpa dayung dan bahan makanan. Dengan seorang diri di dalam sebuah perahu tanpa bekal, ia dibiarkan terapung apung di lautan mengikuti arah angin dan arus laut. Hukum pembuangan ini bisa diartikan sebagai hukuman mati, karena wilayah Pulau Miangas yang jauh dengan pulau-pulau sekitar menyebabkan siapapun yang dihukum dengan cara ini dapat dipastikan akan segera meninggal dalam waktu beberapa hari. Kedua, bagi warga desa yang suka membantah terhadap tetua-tetua adat, ia akan dihukum dengan membaringkan di tanah dan di jemur di bawah sinar matahari hingga ia meminta maaf dan tidak mengulangi perbuatannya. Atau, ketika ada kasus tertentu yang menuntut pembayaran denda daging babi, seperti kasus selingkuh. Tetua adat akan melakukan penombakan terhadap seekor babi yang hidup berkeliaran di desa tersebut. Target babi yang akan ditombak bergantung pada selera dari tetua adat. Umumnya, mereka akan memilih seekor babi yang memiliki bobot paling besar. Setelah menombak babi yang diinginkan maka resiko pembayaran akan dibebankan pada individu yang telah melakukan kesalahan tersebut. Proses perubahan pada pola pemberian hukuman bagi warga desa yang telah melakukan pelanggaran semuanya dibahas pada pertemuan seluruh tetua ada yang ada. Para tetua inilah yang memiliki kekuasaan dan legitimasi untuk menambah, mengurangi efek
143
hukuman atau menciptakan rancangan pola hukuman yang baru. Jika semua tetua adat sudah sepakat terhadap rancangan hukum adat yang baru, maka tugas tetua-tetua marga untuk mensosialisasikan kepada warga desa agar mereka paham dan efek hukuman dapat dilaksanakan. Bagi warga pendatang, sebelum mereka memahami keberadaan hukum adat tersebut seringkali daya esekusi tersebut tidak diberikan. Mereka dianggap belum mengetahui aturan yang perlu ditaati. Untuk itulah, demi ketertiban kehidupan di Pulau Miangas, ada suatu gerakan dari tetua adat dan pejabat formal desa untuk melakukan kodifikasi dalam bentuk tertulis agar aturan-aturan adat tersebut nantinya dapat digandakan, diserahkan atau dibaca bagi warga asli dan pendatang. Dengan demikian, siapapun yang melanggar aturan akan mendapatkan sangsi yang setara dengan penduduk setempat. Macam - macam aturan atau tabu yang wajib ditaati baik warga setempat maupun orang beserta berbagai sangsinya. Adapun pola-pola aturan yang berhasil dirangkum adalah sebagai berikut: Dalam bidang kehidupan ritual dan material : 1. Dalam acara ritual manam'mi, yaitu acara penangkapan ikan secara tradisional terdapat larangan-larangan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat dan pendatang. Larangan tersebut berupa larangan "eha". Larangan eha merupakan larangan untuk melakukan kegiatan di suatu tempat atau mengambil manfaat dari suatu benda atau wilayah baik milik sendiri maupun publik. Dalam kegiatan manam'mi, larangan yang muncul adalah larangan untuk melakukan aktifitas apapun di tepi pantai khususnya di lokasi yang akan dilakukan kegiatan manam'mi dan juga melakukan kegiatan penangkapan ikan. Bagi siapapun yang melakukan pelanggaran tersebut, akan dikenakan sanksi adat yang berwujud :
144
2.
3.
4.
a. denda adat berupa uang sebesar Rp. 100.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah melangar aturan adat di lokasi ritual adat manam'mi". Bila di pantai Pulau Miangas telah ditemukan ikan paus terdampar baik secara pribadi maupun berkelompok, penemuan tersebut akan diacarakan secara adat. Selanjutnya ikan paus tersebut akan dipotong dan dibagikan kepada seluruh masyarakat secara merata. Bila ana'u wanua (warga/masyarakat adat Miangas), ketika sedang bekerja melaut mendapatkan ikan Toda atau ikan yang berukuran besar lainnya, maka ada aturan adat berkaitan dengan pembagiannya. a. Kepala ikan bagian kanan akan diberikan kepada Ratumbanua (Mangkubumi I) b. Kepala ikan bagian kiri akan diberikan kepada Nangnguwanua (Mangkubumi II) dan Kepala Desa c. Dagingnya akan diberikan kepada Ketua Kepala Suku dan juga kepada orang tua yang duda, janda dan anak yatim piatu. Bila ana'u wanua (warga/masyarakat adat Miangas) dalam mencari penghidupan baik di darat maupun laut mengalami banyak gangguan, maka seluruh masyarakat Miangas wajib melaksanakan acara adat dalam bentuk ibadah. Dalam pelaksanaan acara adat tersebut, setiap keluarga perlu menyediakan makanan yang akan didoakan secara adat. Tujuan dalam pemberian doa adalah memohon kepada Tuhan agar menjauhkan segala hama yang menyerang tanaman serta memohon ampun kepada Tuhan berkenaan dengan berbagai pelanggaran dan perbuatan yang mungkin telah dilakukan dan tidak diperkenankan oleh kehendak Tuhan.
145
5.
6.
7.
8.
9.
Bila di kampung ana'u wanua (warga/masyarakat adat Miangas) terserang pagebluk atau wabah penyakit, maka pentua adat akan berkumpul di gereja dan melakukan ibadah singkat atau berdoa. Selanjutnya dilanjutkan dengan aktifitas berjalan dari gereja menuju pantai sambil bernyanyi lagu gereja "Sebuah Kota Allah Hu". Sesampai di pantai, pentua adat berdiri sejenak dan dilanjutkan oleh Ratumbanua dan Nangnguwanua dengan mengucapkan kata-kata adat dalam bentuk doa yang isinya bermohon agar wabah penyakit yang menyerang kampung dapat lenyap dari lingkungan kehidupan masyarakat Desa Miangas. Ana'u wanua (warga/masyarakat adat Miangas) dapat melakukan pekerjaan berkebun dengan pola "woirro atau mapalus" (berkelompok) Dalam pembangunan rumah, ketika pada tahap penyiapan dan pemasangan atap (kuda-kuda dan penutup seng) wajib dilakukan secara gotong royong. Dalam pembangunan rumah, gedung ibadah serta bangunan pemerintah wajib diawali dengan kata-kata adat dalam peletakan batu pertama dan diibadahkan. Setiap kegiatan pernikahan wajib diawali dengan perkawinan Pamili atau adat. Perkawinan adat wajib dilakukan minimal seminggu sebelum dilangsungkan acara pemberkatan nikah di aula gereja dan pencatatan sipil. Adapun tujuan dari perkawinan Pamili atau adat adalah agar calon suami dan istri tersebut tidak terjebak ke dalam perkawinan yang masih ada hubungan persaudaraan atau ikatan keluarga. Acara penting di dalam perkawinan Pamili atau adat ini adalah pembacaan silsilah keluarga dari kedua belah pihak dari calon suami/istri hingga generasi ke 4 ke atas. Diharapkan dengan pembacaan silsilah ini dapat mencegah terjadinya perkawinan sumbang atau incest.
Dalam bidang kehidupan etika dan tata krama:
146
1.
Bilamana terjadi hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang sama-sama sudah berkeluarga, maka keduanya akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berwujud daging babi sebanyak 50 Kg setiap pelaku. Jumlah seluruhnya adalah 100 kg untuk berdua. b. denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,- setiap pelaku. Jumlah seluruhnya adalah Rp. 2.000.000,c. Jumlah denda daging babi dan uang akan berlipat ganda, jika perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang kedua kali atau seterusnya. d. Jika denda-denda yang dikenakan belum bisa dilunasi segera, maka kedua pelaku akan mendapatkan sangsi tambahan berupa pengambilalihan lahan kebun kelapa miliki kedua pelaku sebagai jaminan denda. Kebun yang diambilalih sementara akan diberikan pada Pentua Adat. Lahan tersebut akan dikembalikan kepada kedua bilamana kedua pelaku sudah melunasi seluruh denda yang dikenakan pada mereka. e. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah berselingkuh dengan suami/istri orang lain". 2. Bilamana terjadi hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang masih bujang dengan laki-laki dan perempuan yang sudah berkeluarga, maka keduanya akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berwujud daging babi sebanyak 20 Kg atau 30 piring makanan setiap pelaku. Jumlah seluruhnya adalah 40 Kg atau 60 piring. b. denda berupa uang sebesar Rp. 250.000,- bagi pelaku yang sudah berkeluarga dan Rp. 300.000,- bagi pelaku yang belum berkeluarga.
147
c.
Jumlah denda daging babi dan uang akan berlipat ganda, jika perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang kedua kali atau seterusnya. d. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak, bagi yang bujang : "jangan ikuti saya yang telah merusak rumah tangga orang lain". Sedangkan bagi yang beristri : "jangan ikuti saya yang telah melakukan hubungan gelap dengan seorang bujangan". 3. Bilamana terjadi hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang kedua-duanya masih bujang, maka keduanya akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berwujud makanan beserta lauk-pauk sebanyak 8 piring makanan setiap pelaku. Jumlah seluruhnya adalah 16 piring. b. Kedua pelaku tidak diijinkan tinggal serumah jika keduanya belum menikah. c. denda penyerahan satu lahan kebun kelapa akan dikenakan bagi laki-laki bujang yang melarikan diri dan tidak bertanggung-jawab dan ditambah dengan sejumlah uang sebesar Rp. 1.000.000,-. Kebun kelapa akan diserahkan pada pihak perempuan yang menjadi korban. Dalam bidang hak kepemilikan: 1. Bilamana seseorang, sendiri maupun berkelompok terbukti melakukan pencurian hak milik orang lain, maka orang tersebut atau dengan kelompoknya (jika dilakukan berkelompok) akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 200.000,- setiap pelaku. b. mengembalikan benda yang dicuri kepada pemiliknya. c. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan
148
2.
keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah mencuri milik orang lain". Bilamana seseorang, sendiri maupun berkelompok terbukti melakukan pengrusakan hak milik orang lain atau pembakaran tanaman orang lain, maka orang tersebut atau dengan kelompoknya (jika dilakukan berkelompok) akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 100.000,- setiap pelaku atau mengacu pada besarnya kerusakan dan kondisi akhir dari terbakarnya tanaman. b. menggantikan hak milik orang lain yang telah dirusak atau dibakar c. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah merusak atau membakar hak milik orang lain".
Dalam bidang lingkungan: 1. Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja melakukan pengambilan batu, kerikil dan pasir dalam jumlah yang banyak yang memungkinkan terjadinya kerusakan pengikisan pantai akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,- . b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah melakukan kerusakan lingkungan". 2. Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja melakukan pembunuhan berbagai hewan dengan cara menembak/memanah atau cara-cara lain yang akan mengakibatkan kemusnahan margasatwa, akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,- .
149
b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah melakukan kerusakan lingkungan". Dalam bidang ketertiban masyarakat adat: 1. Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja pada hari minggu berjalan diluar kampung seperti melakukan aktifitas berkebun, mengail, melaut dan ke tempat-tempat tertentu akan mendapatkan sangsi berupa : a. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah mencemarkan kekudusan Hari Minggu". 2. Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja melakukan aktifitas perjudian dalam bentuk apapun akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah bermain judi". 3. Bilamana seseorang perempuan yang terbukti mabuk karena mengkonsumsi minuman keras dan merokok akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 200.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah mabuk dan merokok". 4. Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja melakukan aktifitas acara karaoke secara tidak resmi yang dapat mengganggu
150
5.
6.
7.
ketentraman orang sekitarnya, pada jam 23.00 WIT ke atas akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 100.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah mengganggu ketentraman orang lain". Bilamana seseorang baik perempuan maupun laki-laki mengenakan busana yang sangat seksi ditempat umum atau tempat tertentu yang dianggap sakral akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah melanggar tata tertib umum". Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja melakukan aktifitas sambung ayam sampai mengalami luka yang sangat parah akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 100.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah menyiksa binatang". Bilamana seseorang berteriak-teriak di siang hari maupun alam akibat kondisi mabuk sehingga dapat mengganggu ketertiban umum atau masyarakat, akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 100.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah mengganggu ketertiban masyarakat".
151
8.
9.
Bilamana seseorang terbukti menjual minuman berakohol pada hari minggu akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah mencemarkan kekudusan hari Minggu". Bilamana seseorang muda-mudi bertamu di rumah orang lain melampaui batas pukul 22.00 (pukul 10 malam) tanpa alasan yang jelas akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 100.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah melanggar aturan adat".
Dalam bidang pelestarian tempat dan benda keramat: 1. Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja berkunjung di tempat bersejarah dan benda keramat tanpa adanya ijin dari Pentua Adat akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 200.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah tidak sopan karena melawan pentua adat". 2. Bilamana seseorang berkunjung di tempat bersejarah dan benda keramat terbukti dengan sengaja memindahkan atau mengambil benda-benda keramat tersebut tanpa adanya ijin atau sepengetahuan dari Pentua Adat akan mendapatkan sangsi berupa: a. denda berupa uang sebesar Rp. 1.500.000,-
152
3.
b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah mencuri benda keramat dan melanggar aturan adat". Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja membongkar batu susun benteng di Tanjung Wora, Gunung OTA, dan batu besar di Maliu sebagai bukti sejarah akan mendapatkan sangsi sangsi berupa: a. denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji".
Dalam bidang penyebaran informasi di masyarakat: 1. Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan berita yang tidak benar mengenai seseorang dalam konteks kepentingan pribadi maupun umum akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah menyebarkan berita palsu". 2. Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja mengucapkan katakata kotor di depan orang banyak baik dalam keadaan biasa maupun berkonflik atau krisis akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 100.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah mengucapkan kata-kata kotor".
153
3.
Bilamana seseorang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan informasi cabul / porno dalam bentuk gambar ataupun tulisan akan mendapatkan sangsi berupa : a. denda berupa uang sebesar Rp. 500.000,b. wajib berjalan keliling kampung dengan membawa tambur yang ditabuh kanan-kiri secara bergantian dengan tekanan keras sambil berteriak "jangan ikuti saya yang telah menyebarkan gambar porno".
Di samping peraturan adat di atas, ada konsep yang bernama Eha sebagai bentuk sarana pengendalian sosial dan pengatur ketertiban masyarakat Desa Miangas. Perwujudan Eha pada umumnya berupa larangan untuk mengambil sesuatu, atau berada di tempat tertentu. Pemberlakuan eha merupakan sesuatu yang penting karena di dalamnya terdapat nilai-nilai yang sifatnya tidak sekedar memaksa namun juga mendidik agar berperilaku sesuai dengan aturan yang semestinya. Dengan begitu, diharapkan kelestarian kehidupan dan lingkungan masyarakat Desa Miangas dapat berlangsung selamalamanya, masyarakat dapat menikmati hasil bumi dengan tepat waktu serta dalam jumlah yang banyak dan serentak dan kasus-kasus pencurian di desa dapat dikurangi atau ditiadakan. Eha yang dibuat dan diberlakukan di Desa Miangas merupakan bentuk dari keputusan dewan adat atau tetua-tetua mengingat atau merupakan hasil tangapan berkenaan dengan kondisi setempat pada waktu tertentu sangat membutuhkan adanya pemberlakuan eha tersebut, misalnya terjadi kasus pencurian buah kelapa dimana menyebabkan pemilik pohon kelapa tidak pernah merasakan hasil kopra sedangkan yang tidak memiliki pohon kelapa memiliki kopra. Pelaksanaan eha memiliki rentang waktu tertentu dari tiga bulan hingga enam bulan. Proses pemberlakuan eha diawali dengan sebuah musyawarah adat yang akan membahas mengenai kondisi masyarakat saat ini yang
154
kemudian dilanjutkan dengan meminta persetujuan pada seluruh tetua-tetua adat yang hadir mengenai perlunya diberlakukan adanya eha. Bila para tetua sudah menyatakan persetujuan, maka penetapan eha akan di sosialisasikan kepada masyarakat melalui jalur ketuaketua suku. Setiap kepala suku akan mengundang atau mendatangi anggota-anggota sukunya berkenaan dengan penetapan tersebut. Masa transisi dari penetapan eha hingga pemberlakuannya, umumnya berlangsung selama tiga hingga empat minggu. Lamanya proses transisi tersebut dikmaksudkan agar tidak ada satu anggota masyarakat yang merasa tidak pernah mendapatkan informasi tersebut ketika telah melanggar. Kondisi wilayah yang mendapatkan larangan eha selalu dalam keadaan sepi selama pemberlakuannya meskipun wilayah tersebut merupakan hak milik pribadi. Siapapun tidak boleh melanggarnya karena barangsiapa yang berani memasuki atau melakukan aktifitas di sana akan mendapatkan hukuman berat sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditetapkan. Meski demikian, ada sedikit masa pengecualian. Biasanya, masa pengecualian muncul karena kondisi yang mendesak seperti untuk pengobatan atau kebutuhan mendesak mengenai hal-hal tertentu, seperti kebutuhan buah kelapa. Pada umumnya, pemberlakuaan masa pengecualian memiliki rentang waktu satu hari hingga satu minggu, dimana pada masa pengecualian tersebut mereka dapat melakukan aktifitas pemanfaatan wilayah dan tanaman yang ada disitu. Masa pengecualian selama satu hari diberikan pada individu yang sedang membutuhkan akses wilayah tersebut untuk mencari bahan pengobatan. Pada rentang waktu tersebut, individu yang akan mengakses wilayah akan didampingi tetua adat. Tugas tetua adat adalah membuka dan menutup wilayah yang telah diberlakukan eha serta melihat aktifitas pemanfaatan tersebut apakah berlebihan. Sedangkan pada masa pengecualian dengan rentang waktu satu minggu diberikan kepada seluruh
155
masyarakat agar dapat memanfaatkan apa yang dimiliki dalam jeda waktu tertentu. Meskipun lembaga adat dan wewenangnya masih bertahan, namun intensitas dan kekuatan wewenang sudah mulai mengalami penurunan. Perubahan luar biasa telah terjadi di dalam lembaga adat dan semakin menguat sejak digulirkan struktur pemerintahan desa melalui penyeragaman konsep desa34 yang dikenalkan oleh negara sejak kemerdekaan. Konsekuensi logis dari insiasi konsep tersebut berdampak pada hilangnya penyebutan pemerintahan lokal seperti Nagari, Wanua, Kuria, Mukim atau Nagorey dan juga orientasi pada pemimpin adat formal tradional. Lembaga adat mulai agak bergeser, menyebabkan peran Ratumbanua dan Nangnguwanua menjadi cenderung sekedar pemberi label simbolisasi pada setiap acara seremonial, seperti pada acara perkawinan, kunjungan pejabat dan upacara-upacara adat. Posisi Ratumbanua dan Nangnguwanua sebagai primus inter pares sudah mulai semakin merosot. Meskipun lembaga desa sering disebut sebagai "sepupu adat" namun dengan kehadiran lembaga dari negara cenderung memperlemah posisi lembaga adat. Seperti yang dikatakan Pak Kades "semua persoalan di adat akan dilaporkan ke sini"
2.6
Konsep Tentang Sehat dan Sakit Berbicara mengenai sebuah konsep, kita tidak bisa melepaskan dengan keberadaan konteks dimana konsep tersebut dipahami. Pemahaman atas sebuah konsep sangat beraksentuasi dan bergantung pada nilai-nilai yang dianut oleh suatu komunitas atau 34
Pasal 1 huruf a dari Undang-undang tentang Pemerintahan Desa (Undang-Undang No 5 Tahun 1979) yaitu : Suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan Masyarakat Hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan urusan rumahtangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
156
masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah konsep yang sama dapat dipahami dan ditafsirkan secara beragam. Semua tergantung dari konteks dimana individu maupun masyarakat mendapatkan pengetahuan mengenai hal itu untuk menafsirkan sesuatu. Demikian juga ketika kita berbicara mengenai konsep "sehat". Pemahaman mengenai konsep "sehat" sangatlah beragam, semua tergantung pada tafsir masing-masing komunitas atau masyarakat. Dengan begitu, kita dapat melihat konsep "sehat" dari perspektif etik dan emik. Dari perspektif Etik, kita dapat melihat secara mendalam berkenaan dengan pemahaman konsep sehat merujuk dari definisi yang dibuat oleh World Health Organization (WHO). Menurut WHO, yang dimaksud dengan sehat adalah "a state of complete physical, mental and social well being, and not merely the absence of disease or infirmity " (WHO, 1981:38). Dari definisi yang dibuat oleh WHO terlihat jelas bahwa pemahaman mengenai konsep sehat mengacu pada kondisi fisik, mental dan sosial. Sedangkan menurut Linda Ewles & Ina Simmet (2003)35, bahwa sehat dapat dilihat dari aspek jasmani, mental, emosional, sosial, spiritual dan societal. Dari aspek jasmani, hal yang perlu diperhatikan adalah pada fungsi mekanistik tubuh. Aspek mental, dilihat pada kemampuan seseorang untuk berfikir jernih dan koheren. Aspek emosional dilihat pada kemampuan untuk mengenal emosi yang berbeda seperti marah, takut, duka, nikmat dan mengekspresikan emosi tersebut secara cepat dan tepat. Aspek sosial mengacu pada kemampuan dalam membangun dan mempertahankan suatu hubungan dengan orang lain. Aspek spiritual mengacu pada kepercayaan dan praktek keagamaan dalam hal mengenai prinsipprinsip berperilaku, mencapai kedamaian dan perbuatan baik. Aspek societal mengacu pada kondisi kesehatan individual yang berkaitan 35
Linda Ewles, Ina Simnett, 2003, Promoting Health, A Practical Guide, Bailliere Tindall; 5 edition
157
dengan kondisi-kondisi sosial dimana dia hidup seperti kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya. Bagi masyarakat di Desa Miangas, orang dikatakan sakit adalah ketika mereka tidak bisa pergi ke kebun atau pergi men-cubi di laut namun hanya bisa berbaring di rumah. Makna Sakit dan sehat lebih banyak dikaitkan dengan aktifitas sehari-hari. Mereka tidak membedakan intensitas antara sakit berat dan ringan. Selama masih bisa beraktifitas maka orang tersebut dikategorikan sehat meskipun mereka menderita sakit flu atau sakit kepala/pusing. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Surani, "kalau orang tidak dapat ke kebun bertanam sayur, mecari kepiting atau men-cubi, itu sakit....tapi kalau masih bisa bekerja itu.. sehat orangnya"
Menurut masyarakat Desa Miangas, penyebab orang sakit itu bisa berasal dari medis, gangguan makhluk halus dan "kuasa kegelapan". Ketika orang merasakan dirinya sakit, maka hal pertama yang ia lakukan adalah melakukan pemeriksaan medis. Namun, jika sistem pengobatan medis dalam jangka waktu tertentu tidak menunjukan perubahan yang nyata, maka ia berganti menuju sistem pengobatan tradisonal dimana mereka percaya bahwa penyebab rasa sakit tersebut pasti disebabkan karena gangguan makhluk halus. Dukun yang sering didatangi untuk menyembuhkan penyakit akibat non medis adalah Dukun Sembur. Bilamana gangguan sakit tersebut masih belum menunjukan hasil, orang Desa Miangas akan menganggap bahwa sakit yang diderita akibat gangguan "kuasa kegelapan". Pemahaman mengenai konsep gangguan makhluk gaib di Desa Miangas ada dua, pertama gangguan akibat "kuasa kegelapan" yang mengacu pada sistem pengobatan tradisional yang berafiliasi pada pengetahuan agama atau gereja dan kedua adalah gangguan makhluk halus yang mengacu pada sistem pengobatan tradisional yang
158
berafiliasi pada cara lama dengan menyembur pada pasien. Jika dukun tradisional disebut dukun sembur, maka dukun untuk pengobatan akibat gangguan "kuasa kegelapan" ini tidak berkenan dianggap sebagai dukun namun sebagai orang yang membantu untuk memanjatkan doa kepada Tuhan YME. Sebagaimana pengalaman Ibu Surani : "dulu ... mas, ...waktu anak saya sakit.... pertama saya bawa ke puskesmas....disana kemudian diberi obat, setelah obat diminum sampai sepuluh hari...ternyata tidak menunjukan dampak apa pun....saya kembali ke puskesmas......diberi obat lagi dan juga tidak menunjukan hasil......setelah itu saya putuskan bahwa anak saya pasti sakit karena gangguan makhluk halus...makanya saya bawa ke Opa Maksi, dukun sembur disini... seandainya masih tidak sembuh.... orang sini sering dibawa ke Mama Nista yang bisa menyembuhkan akibat kuasa kegelapan"
Penyebab utama seseorang mendapatkan penyakit non medis dipercayai akibat seseorang melanggar wilayah-wilayah sakral seperti ke Bukit Keramat tanpa berdoa dengan bahasa adat, memperlakukan barang keramat tidak semestinya seperti alumbanua, melintasi makam yang banyak berserakan di wilayah pemukiman atau akibat ilmu hitam. Cara pengobatan dengan sistem medis tradisional sembur yaitu dengan menggunakan media air yang ditaruh di dalam gelas. Selanjutnya di dalam gelas tersebut, dimasukan benda gaib seperti batu atau sejenisnya dan diiringi dengan doa-doa yang diucapkan oleh dukun sembur tersebut. Setelah prosesi pengucapan doa selesai, maka dukun akan meminum air yang sudah diberi doa dan menyemburkan seluruh air tersebut ke tubuh pasien. Cara ini dilakukan berulang-ulang hingga pasien terkesan basah kuyub akibat semburan air tersebut. Proses pengobatan ini dapat dilakukan beberapa kali dalam satu minggu dan dapat dilakukan di rumah dukun sembur atau rumah pasien, tergantung kondisi dari pasiennya apakah
159
mampu berangkat ke rumah dukun sembur. Biaya yang diberikan cukup seikhlasnya saja, karena ada kepercayaan ada dukun sembur bahwa mereka dilarang untuk mematok bayaran terhadap orang yang disembuhkan. Peralatan yang digunakan dalam sistem pengobatan cara sembur, khususnya benda bertuah hampir semuanya diperoleh dengan cara yang tidak lazim. Mereka mendapatkan petunjuk saat mereka bermimpi. Seperti pengalaman Opa Maksi, ketika sedang tidur baik di malam ataupun siang hari, adakalanya ia mendapatkan petunjuk mengenai benda-benda bertuah. Biasanya ia langsung bangun setelah mendapat petunjuk dalam mimpi tersebut dan langsung menuju tempat dimana benda-benda bertuah tadi berada sebagaimana gambaran petunjuk dalam mimpi. Hampir semua petunjuk tersebut benar, ia selalu mendapatkan benda-benda seperti yang digambarkan dalam mimpi tersebut. Demikian juga dengan Mama Nista, beliau mendapatkan kemampuan tersebut langsung dari mimpi. Kemudian ia praktekkan dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu menyembuhkan orang Desa Miangas yang sedang sakit. Berbeda dengan Papa Maksi, peralatan yang digunakan dalam praktek penyembuhan bukan diperoleh dari hasil mimpin namun dibeli dari beberapa daerah, seperti "minyak urapan" sebagai media berdoa dibeli dari Jakarta. Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan sakit akibat makanan yang dikonsumsi sehari-hari masih rendah. Terbukti dengan semakin meningkatnya penyakit kolesterol, obesitas dan darah tinggi namun mereka masih tetap saja mengkonsumsi asupan-asupan yang memiliki kadar kolesterol yang tinggi. Adakalnya mereka masih menganggap bahwa sakitnya tersebut akibat gangguan makhluk halus bukan merubah pola makan sehari-hari.
.
160
2.7
Bahasa Bahasa dominan yang digunakan di Pulau Miangas adalah Bahasa Indonesia dialek Menado dan Talaud dengan dialek Miangas. Ada beberapa generasi tua orang Miangas yang masih menunjukan kemampuan berbahasa asing yang cukup baik seperti penguasaan Bahasa Tagalok, Bisaya atau Inggris. Kemampuan penguasaan bahasa asing pada generasi tua merupakan hal yang lumrah pada masa yang lalu36. Hal ini dimungkinkan karena aspek sejarah, dimana generasi tua memiliki kebiasaan untuk melakukan hubungan dagang (barter) dengan masyarakat yang ada di Philipina dan juga bekerja sebagai pengurus kebun di Pulau Mindanau. Menurut S.J Esser (1938) dalam bukunya Atlas Van Tropisch Nederland, secara umum Bahasa Talaud masuk kedalam keluarga besar Bahasa Austronesia atau Melayu Polinesia37. Oleh sebab itu, hubungan kekerabatan Bahasa Talaud dengan bahasa - bahasa yang ada di Negera Philipina sangatlah dekat seperti Bisaya dan Tagalok38 39 . Di Kecamatan Nanusa sendiri, tersebar beberapa macam dialek di dalam Bahasa Talaud, seperti Dialek Kabaruan, Dialek Kakorotan, Dialek Marampit dan beberapa Dialek di Karakelang. Hal yang membedakan antara satu dialek dengan dialek yang lain lebih dominan pada penggunaan fonem akhir kata dan morfem dibandingkan pada penekanan ujaran tertentu dan intonasi. Penekanan pada ujaran tertentu dan intonasi lebih dimaksudkan sebagai bunga-bunga dalam komunikasi didalam dialek tersebut. 36
J.C von Eerde, 1920, Inleiding tot de volkenkunde van Nederlandsch-Indie Haarlem : Erven F. Bohn, p 2 - 4 37
Esser, S.J, 1938, "Talen", in, Atlas van tropisch Nederland, 9-9b (Amsterdam: Koninklijk Nederladsch Aardrijkskundig Genootschap) 38 Anceaux, J.C, 1965a, "Austronesian Linguistics and Intra Subgroup Comparison", Lingua 14:309-314 39 Anceaux, J.C, 1965b, "Linguistic Theories about the Austronesian Homeland", BKI 23:417-431
161
Dengan begitu, komunikasi antara satu kelompok dialek dengan dialek yang lain masih dapat berlangsung dengan baik meski sedikit terhambat dengan adanya perbedaan penggunaan akhiran. Beberapa masyarakat Desa Miangas, seperti Bapak Mangkubumi 1 mengakui bahwa penggunaan perbedaan akhiran akan menghambat komunikasi terlebih bagi masyakat Desa Miangas yang belum pernah berkomunikasi dengan masarakat Talaud dari pulau lainnya. Namun seiring dengan waktu dan intensifnya kontak dengan saudara dari Pulau yang lain, hambatan komunikasi sedikit banyak akan teratasi dalam percakapan antara orang Talaud dari satu dialek dengan dialek lain. "....Memang agak beda dik, di sini berupa kita berbahasa hanya berupa kata dasar... kalau di Talaud sana sudah ada dp tambahan. Contoh 'ina" yang artinya ikan, Disini kita bilang "ina" .... kalau sudah kesana bukan "ina" tapi mereka bilang "inasa"...... itu daerah Talaud kesana. Kalau disini hanya kata dasar saja..... itu di Talaud besar, kalau di Kakarotan dan Karatung sama dengan disini. contoh lagi... "uman" = makan kalau disini bilang "uman" kalau orang sana bilang "umana" ...... pisang, disini kita bilang "busa",... tapi disana bilang "busak'a". ya gituuuu....ha ha ha. memang kalau kita ngobrol dengan orang sana agak sulit mengerti dik karena mereka ada tambahan... meski sama sama Talaud. kalau Marampit beda lagu.....saja. agak tarik tarik. contohnya ikan disini diucapkan "ina" tetapi di Karatung diucapkan "iiiinaaaaa"
Bahasa Talaud atau bahasa daerah dikenal dengan dengan sebutan bahasa adat. Penggunaan bahasa adat merupakan suatu keharusan di setiap kegiatan yang berkaitan dengan adat. Tanpa kehadiran bahasa adat, setiap kegiatan yang sifatnya lokal atau ritual akan dianggap sebagai ritual yang kurang afdhol dan bermakna. Ketika seseorang memasuki wilayah bukit keramat juga wajib dibuka dengan bahasa adat. Jika tidak orang tersebut ditakutkan akan mengalami sakit. Peletakan batu pertama juga harus dibacakan dengan doa
162
berbahasa adat. Bahasa adat juga digunakan sebagai sarana berkomunikasi dengan dunia ghaib yaitu opa penunggu Pulau Miangas. Penguasaan bahasa adat tampaknya cenderung didominasi oleh generasi tua dan pejabat adat setempat. Anak-anak muda di Desa Miangas tidak semua memahami bahasa adat tersebut. Bahkan ketika peneliti mengambil dan menunjukan sebuah tulisan tangan dalam bahasa adat yang berisi mengenai tata cara ritual penyambutan tamu, banyak anak muda yang ditemui tidak mampu menterjemahkan dan memahaminya. Hal ini menunjukan bahwa dalam bahasa adat atau Talaud terdapat kategori antara bahasa pasar dan tinggi. Bahasa Adat (Talaud) tinggi mengacu pada bahasa adat yang digunakan dalam prosesi ibadah lokal atau bahasa teks yang menjadi acuan kegiatan tersebut. Kedua, adalah Bahasa Adat (Talaud) pasar yang digunakan sebagai sarana percakapan sehari hari sebagai bahasa daerah. Sebagai bahasa tinggi, masyarakat Desa Miangas mengenal Bahasa Talaud yang digunakan dalam berbagai prosesi ritual dengan sebutan Bahasa Talaud Sasara atau Sasahara. Bahasa ini memiliki pengertian yang sangat mendalam sehingga sangat logis jika jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kegunaan Bahasa Talaud Sasara ini adalah sebagai medium untuk melakukan atau menciptakan vibrasi suatu kekuatan ghaib. Ada kepercayaan bahwa dengan menggunakan bahasa seperti itu, para opa penghuni Pulau Miangas lebih mudah diajak berkomunikasi. Oleh sebab itu, bahasa ini seringkali dianggap sakral dan bertuah. Ada yang mengatakan bahwa Bahasa Sasara adalah bahasa pantang. Oleh sebab itu, cara penggunaannya sangat khas seperti pelafalan, intonasi atau lagu, dan penyajiannya dalam konteks tertentu.
163
Beberapa kosa kata Bahasa Talaud pasar adalah sebagai berikut : Makatanah : Tradisional/ alami Obat makatanah : Obat ramuan tradisional Encok : Sangngadda Sakit Kusta : Sait Tontongnga Sakit Bengkak : Bere, Hoggoa Sakit Gigi : Isi Marada Sakit Kepala : Pua Marada Sakit Perut : Tia Marada Sakit Badan : Lawaa Marada Lumpuh/stroke : Perlamen Darah Tinggi : Rara Matangka Kencing Manis : Lia Mamani Kepala Pusing : Puatutiri Sakit Lutih : Daddaabuti / Saitta Wuti Ganja : Paisu Maawuanna Khasiat : Sappunne Berkasiat : Piassappunne Manfaat : Hunane
Bermanfaat : Piagunanne Dimanfaatkan : Inapahuna Dengung : Salinggutta Selalu dalam keadaan sakit : Longko na waa Musim Kamarau : Tandiawa, Allontaterrangaga Musim Dingin : samu, allommalurruema Dipulihkan : Pinassulungnga Urut : U'alinturrutta Madu : Pula Air madu : U'aempula Kepiting : Sarrangnga Ikan Batu : Sunga Ikan Todak : Salasuhi Ikan Hiu : Ambolengnga
Direndam dalam air : Lakkumanna suralummu paisu Diperan 3 hari : Ireso tallu allo Suhunya panas : Sawudde maloso Kemudian ditampi : Baute udde tappinna Hasil tani : Asombanggu pabbawialana Biaya dapur : Reengannu paattu railanna
Bulan pertama : Alatto Bulan kedua : Aru'ane Bulan ketiga : Otallune Bulan keempat : Raram Mawawo Bulan kelima : Raram Matangga Bulan keenam : Atakka Bulan ketujuh : Dape Bulan kedelapan : Lattu Bulan kesembilan : Nawarioa Bulan kesepuluh : Naworaalla Bulan kesebelas : Pangumpla Bulan keduabelas : Pauss
Pemahaman menganai bahasa suatu etnisitas akan lebih lengkap jika pengamatan kita tidak hanya berkisar pada kumpulan
164
kata-kata dasar saja, namu perlu juga memahamai bagaimana kumpulan kata dasar tersebut dirangkaikan sehingga memiliki suatu makna tertentu dalam komunikasi. Secara umum, struktur kalimat bahasa Talaud mengacu pada struktur bahasa dari keluarga Austronesia. Strukturnya adalah dalam penggunaan S-P-O-K secara konsisten. Adapun contoh-contoh struktur kalimat tersebut adalah sebagai berikut : Bunga melati amat indah, sedap, wangi, harum dan bagus Banti melati tumane mapia, mane nengnga, mawangi burru marran sangnga. Rumah itu bagus, kuat, besar sekali Banala udde mapia, matohassa, bahewa atonna Ia memakai perhiasan elok Itou uapaattu rahi-rahi lorran sangnga hati Air sumur itu dangkal Paisu parrihi udde mawawo Obat ini dapat menghilangkan pikiran mual Undamima indi ma awuli ringiranna susalirrawa
165
Gambar 2.15 Brosur Kesehatan Berbahasa Talaud Sumber: Dokumentasi Peneliti
Disamping, penggunaan Bahasa Talaud, masyarakat Desa aaa menggunakan Bahasa Indonesi sebagai bahasa Miangas juga percakapan sehari-hari terlebih ketika berkomunikasi dengan pendatang. Ketrampilan mereka dalam menggunakan Bahasa Indonesia sangat tinggi mulai dari generasi tua hingga muda. Hal ini tidak lepas dari perjalanan sejarah bagaimana Bahasa Melayu telah menjadi bahasa pengantar. Sebagaimana ungkapan dari Pak Mangkubumi 2, "orang Miangas sejak dahulu kalau ingin sekolah diatas SR (sekolah rakyat) pasti ke pulau seberang.....makanya teman sekolahnya banyak dari berbagai pulau...... disana bahasa sekolah yang dipake Bahasa Melayu". Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari masyarakat di Pulau Miangas tidak berbeda dengan dengan dialek Bahasa Indonesia yang dilafalkan di wilayah Manado. Disini terdapat kata seru yang paling sering digunakan dalam percakapan, seperti ujaran "jo", "ndan", "no" dan "depe". Ujaran "jo", "ndan" ini tidak mengandung arti namun sering digunakan sebagai ujaran penguat dalam percakapan. Namun ujaran "depe" seringkali mengacu pada
166
makna "dia punya" yang secara harfiah dapat dipahami sebagai kata milik mengenai sesuatu yang dilekatkan pada kata benda. Masyarakat Pulau Miangas selalu mengartikulasikan ketiga ujaran secara intensif sebagai bagian dari identitas sebagai penutur Bahasa Indonesia berbahasa ibu Bahasa Talaud. Contoh pengartikulasian dari ketiga ujaran sebagai berikut, "pergi ke kebun, jo", "iya, jo", "iya no", "dia pergi ke kebun depe papa", Mari sini "Mari jo". 2.8
Kesenian Kesenian yang terdapat dan berkembang di Pulau Miangas sangat beragam, pertama berupa kesenian tari. Kesenian tari ini berkembang sehubungan dengan sejarah yang terjadi di Pulau Miangas yaitu sejarah yang berkaitan dengan perang mempertahankan Pulau Miangas. Untuk mengenang persitiwa keberadaan perang yang sangat heroik dan penuh pengorbanan tersebut diciptakan sebuah tarian yang dinamakan Tari Perang atau Sasalo. Makna dari tarian tersebut adalah berkenaan dengan tari kebesaran dan kemenangan melawan musuh. Tari Perang Sasalo dilakukan olah pentua adat dengan busana yang terdiri dari dua jenis yaitu warna putih dan ungu. Gerakannya cukup sederhana dan mudah dipelajari. Alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi tarian ini berupa tambur sedang, harmonika mulut, pianika dan gamelan. Disamping tari Sasalo, di Pulau Miangas juga terdapat tari yang lain seperti Tari Lenso laki-laki dan perempuan, Tari Gunde pemuda dan Tarian Manam'mi Desa Miangas juga memiliki kesenian kerajinan tangan yang dikenal hingga negeri seberang Filipina sejak dahulu kala. Kerajinan tangan tersebut dari dahulu hingga sekarang tetap menggunakan bahan baku yang berasal dari tanaman yang tumbuh di Pulau Miangas, yaitu pohon pandan. Pohon pandan yang memenuhi syarat seperti usia, ukuran lebar dan banyaknya daun akan diambil daunnya. Kemudian daun pandan yang sudah dikumpulkan tersebut
167
dibersihkan, dihaluskan dan dikeringkan dengan dijemur menjadi lembaran-lembaran daun pandan kering. Jika mereka menginginkan adanya motif dalam pembuatan barang-barang kerajinan, maka daun pandan tersebut akan diberi pewarna alami. Setelah siap, seluruh bahan-bahan tersebut siap dianyam sedemikian rupa oleh tangantangan oma-oma yang trampil, sehingga akhirnya berwujud menjadi tikar dan topi pandan yang cukup indah. Motif-motif yang digunakan dalam pembuatan tikar dan topi pandan sangat sederhana. Secara umum mereka selalu menggunakan motif garis lurus yang bersilang di beberapa tempat. Motif-motif yang lain dapat dibuat jika ada orang yang menginginkan. Motif yang sederhana menyebabkan jumlah lembar pandan yang berwarna sangat terbatas antara dua hingga tiga warna saja. Adakalanya mereka hanya menggunakan satu warna saja yaitu warna asli dari daun pandan tersebut. Produk-produk kerajinan yang indah ini sering dibawa ke negeri Filipina, khususnya wilayah Mindanau. Kegiatan transaksi tersebut hingga saat ini masih berlangsung. Barang kerajinan menjadi salah satu produk yang langsung dapat dipertukarkan dengan produk Filipina yang mereka inginkan. Mereka sering melakukan penjualan hasil kerajinan dengan cara barter atau jika mereka menerima uang cash dalam bentuk peso Filipina, mereka segera membelanjakan dalam bentuk barang barang-barang yang akan mereka butuhkan di Desa Miangas. Saat ini, aktifitas kegiatan kesenian pembuatan tikar dan topi pandan hanya dilakukan untuk mengisi waktu luang. Adakalanya, barang kerajinan tersebut diberikan sebagai tanda mata kepada tamu yang akrab dengan mereka. Oleh sebab itu, penggiat kerajinan ini lebih banyak di dominasi oleh mama-mama atau oma. Sedangkan Ibuibu muda dan para gadis-gadis cenderung tidak mewarisi ketrampilan tersebut sercara intensif. Mereka lebih banyak melakukan aktifitas bercerita di ruang publik seperti di depan rumah, dego-dego di kebun,
168
bermain permainan sejenis halma atau aktifitas olah raga di lapangan. Padahal menurut Oma Awwalla, aktifitas membuat tikar pandan ini pada masa ketika ia masih muda dilakukan secara intensif di setiap rumah. Di sepanjang jalan yang membelah Desa Miangas, setiap rumah yang berderet baik sisi kanan dan kiri selalu diramaikan dengan orang yang beraktifitas membuat tikar pandan. Aktifitas kesenian yang lain adalah kesenian yang berkaitan dengan seni musik. Adalah Opa Maksi dan Oma Eli yang dikenal sebagai penggiat seni musik. Kedua orang tersebut kondisinya saat ini buta namun memiliki talenta dalam hal bermusik dengan menggunakan peralatan musik setempat seperti gitar opulele (gitar kecil bersenar nylon pancing dari tempurung kelapa). Jika Oma Eli dikenal dengan keahliannya bernyanyi dengan gitarnya, maka Opa Maksi selain dikenal sebagai penyanyi juga dikenal sebagai penggubah lagu. Banyak lagu yang sudah ia ciptakan, Baik yang berbahasa Indonesia maupun Talaud. Sisi kreatif yang menonjol dalam diri Opa Maksi menyebabkan beberapa orang yang datang ke rumahnya sering meminta beliau untuk menyanyikan beberapa lagu saja. Ada juga seorang pejabat di Talaud yang sudah merekam hasil nyanyian Opa Maksi. Isi lagu yang diciptakan oleh Opa Maksi selalu berkaitan dengan keindahan dan sejarah wilayah Pulau Miangas, Talaud dan Tanjung Wora. Selain itu, ada juga lagu yang liriknya merupakan ungkapan perasaan suka duka sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan. Salah satu lagu gubahannya yang sangat dikenal adalah lagu yang berjudul Miangas dan Tanjung Bora. Liriknya dalam versi bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. Miangas pulau terpisah Pulau Miangas jauh terpisah dari kepulauan Indonesia
169
satu pulau perbatasan Pulaua Miangas jauh terpisah dari kepulauan Indonesia satu pulau perbatasan itu semua tanahku, pujaanku walaupun sering-sering ditimpa bencana alam tinggi mengharap setiap masalah kepada Tuhan yang Maha Esa hidupmu aman sentosa Tanjung Bora Ada satu cerita cerita jaman dahulu ada si raja ular yang besar besar itu si raja ular kawin Putri Sangiang tinggal di gunung kramat di gunung batu garuda pulau miangas dahulu masih tersambung mengapa jadi putus terjadi dua pulau Pulau Miangas yang besar, Tanjung Bora yang kecil
170
Gambar 2.16 Tarian dan kerajinan tikar Sumber: Dokumentasi Peneliti
2.9
Mata Pencaharian Masyarakat Desa Miangas dikenal sebagai masyarakat bahari sejak dahulu kala. Kehidupan sehari-harinya tidak lepas dengan strategi mereka mensiasasi kondisi lingungannya yang serba laut. Ketrampilan yang dominan yang mereka kembangkan adalah ketrampilan mengarungi lautan untuk mencari ikan. Menurut Ulaen40 , pamor masyarakat Desa Miangas sebagai pelaut handal sudah tidak perlu disangsikan lagi. Mereka merupakan pelaut-pelaut yang sangat handal. Kemampuan mereka yang sangat khas adalah berlayar dengan menggunakan perahu tanpa perlu membentangkan layar dan juga sering berlayar ketika angin jarang bertiup untuk mencapai pulau40
Ulaen, Alex J.; Wulandari, Triana; Tangkilisan, Yuda B. (2012). Sejarah WilayahPerbatasan: Miangas - Filipina 1928 - 2010 Dua Nama Satu Juragan. Jakarta: Gramata Publishing. Hal 67-68.
171
pulau terdekat. Pulau yang sering dikunjungi adalah pulau-pulau yang ada di wilayah selatan seperti daratan Mindanao atau Pulau Talaud terdekat. Pelayaran mereka bertujuan untuk menjajakan hasil olahan tangkapan mereka dilaut dan hasil lain dari masyarakat Desa Miangas seperti tikar-pandan dan kopra. Saat ini tradisi seperti ini cenderung berkurang dan melemah. Bahkan dapat dikatakan bahwa generasi tua lah yang masih dikatakan sebagai generasi terakhir yang memberikan dukungan akan "tradisi bahari". Identitas sebagai orang laut tampaknya juga sudah mulai berkurang. Kemampuan membuat perahu juga mulai jarang ditemui di Desa Miangas. Banyak perahu yang saat ini digunakan diperoleh dari hasil pembelian dari wilayah Talaud yang lain atau dari Desa Jamboree di Pulau Mindanau, Filipina dan bantuan dari pemerintah. Kemampuan berlayar yang mumpuni tanpa bergantung pada perahu bermesin jarang diterapkan, apalagi mewariskan ilmu-ilmu perbintangan yang sangat penting dalam dunia pelayaran kepada generasi muda. Meski demikian, saat ini mereka masih banyak pria Miangas yang melakukan kegiatan melaut untuk mencari ikan dilaut sebagai pekerjaan utama. Hasil ikan yang mereka peroleh, selain untuk konsumsi keluarga, sisanya akan dijual kepada tetangga terdekat. Adakalanya ikan-ikan tersebut juga saling dipertukarkan dengan tetangga atau keluarga besarnya sebagai bagian dari sistem resiprositas atau dijadikan ikan garam (ikan asin) yang nantinya akan dikonsumsi sendiri atau dijual. Pekerjaan tambahan dapat berwujud pekerjaan ke kebun yaitu merawat kebun kelapa atau membantu istri merawat sayuran. Jika pria Desa Miangas tidak berminat melaut dengan menggunakan perahu, mereka melaut dengan cara "men-cubi" yaitu menombak ikan di laut yang dangkal. Kegiatan men-cubi merupakan kegiatan yang umum dilakukan pria Miangas mulai anak-anak hingga dewasa. Alat yang digunakan mencubi pun sangat sederhana yaitu tombak panjang.
172
Tombak inilah yang akan ditembakkan ke ikan. Kegiatan mencubi seringkali dilakukan ketika suasana gelap telah datang. Ketiadaan cahaya ditengarai sebagai strategi untuk memudahkan mereka mendapatkan ikan. Ikan yang berada dilaut lebih mudah ditombak jika hari gelap karena dipercaya kalau malam hari ikan tidak dapat melihat atau tidur. Dengan begitu jika didekati mereka tidak akan beraksi sehingga mudah ditangkap. Para wanita Desa Miangas juga melakukan aktifitas melaut. namun aktifitas melaut mereka berbeda dengan yang dilakukan oleh pria. Kaum wanita cenderung pergi ketika air laut sudah surut. Di saat air surut, mereka berkeliling nyaree (batu karang yang nampak ketika air laut surut) untuk mencari teripang, dan kerang besar. Setiap wanita selalu membawa keranjang di belakang punggung untuk menampung hasil perburuannya selama di nyaree. Pencarian kerang dan teripang membutuhkan keahlian dan kejelian khusus. Hal ini disebabkan teripang cenderung bersembunyi di lubang-lubang yang ada di karang dan kerang cenderung menyamarkan diri dengan warna kulit yang sesuai dengan warna karang yang ada di sana. Teripang dan kerang yang sudah diperoleh akan diperlukan sedemikian rupa. Untuk teripang, pertama-tama akan dibelah dan dibersihkan isinya. Kemudian seluruh teripang yang telah terkumpul akan dijemur selama beberapa hari. Teripang-teripang yang sudah kering akan dimasukan ke dalam wadah sambil menunggu banyak untuk dijual. Harga teripang kering setiap kilonya berharga Rp. 30.000,-. Sedangkan kerang besar yang telah terkumpul, biasanya akan dimasak untuk menu makanan sehari-hari. Saat ini masyarakat juga cenderung lebih suka menjadi buruh di pelabuhan yaitu sebagai buruh angkat barang. Setiap ada informasi mengenai kapal yang akan masuk, masyarakat sudah mempersiapkan diri menunggu di pelabuhan sambil membawa berbagai gerobak angkut. Mereka datang dengan berbondong-bondong menuju pelabuhan. Bagi lai-laki muda, kehadiran kapal yang bersandar di
173
pelabuhan merupakan sumber penghasilan tambahan. Namun bagi wanita, sebagian beralasan bahwa kehadiran mereka melihat kedatangan kapal sebagai alternatif sarana hiburan ditengah hiburan yang selalu mereka nikmati. Mereka menganggap bahwa kehadiran kapal dengan segala hiruk pikuknya, sensasinya mirip seperti ketika mereka bepergian ke Mall yang ada di Kota Menado. Kecenderungan mereka lebih memilih menjadi buruh di pelabuhan disaat ada kapal yang masuk lebih banyak disebabkan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Setiap barang yang diangkut, ongkosnya berkisar Rp. 10.000,-. Jika mereka dapat membawa beberapa barang secara berkesinambungan maka penghasilan yang akan mereka peroleh sudah cukup untuk biaya operasional sehari-hari selama dua atau tiga hari ke depan. Penghasilan dari pekerjaan mengangkut barang hanya bisa dilakukan setiap 15 hari sekali. Kecuali jika, semua kapal dapat berlayar hingga ke Pulau Miangas. Sesuatu yang paradoks ditengah-tengah kekayaan wilayah Desa Miangas akan sumberdaya kelautan yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Ketrampilan berkaitan dengan pengolahan ikan kayu (ikan asap) yang telah mereka dapatkan saat bekerja di perusahaan ikan yang ada di Filipina juga mulai menghilang. Kerajinan tangan seperti tikar serta topi anyaman dari daun pandan yang dahulu dikerjakan oleh kaum wanita juga jarang ditemukan lagi. Semenjak ada "uang bandara", masyarakat banyak yang mencoba untuk memilih usaha dagang dengan cara membuka warung. Jumlah warung semakin bertambah dan kondisi juga lebih baik sebelum ada proyek yang masuk ke Desa Miangas. Sumber penghasilan lain yang didapatkan warga masyarakat adalah dengan menjual berbagai bahan baku proyek kepada perusahaan yang akan melakukan kegiatan proyek di Desa Miangas, POSAL atau lembaga-lembaga negara lainnya yang akan melakukan kegiatan pembangunan. Bahan baku proyek yang mereka jual tidak didapatkan dari hasil membeli ditempat lain kemudian dijual di Desa
174
Miangas, namun bahan baku tersebut merupakan sisa-sisa bahan baku yang digunakan pada proyek sebelumnya. Bahan baku yang merupakan sisa-sisa proyek sebelumnya, mereka dapatkan gratis ketika mereka bekerja pada proyek tersebut. Setiap warga Desa Miangas yang bekerja dengan bergabung pada proyek-proyek setempat pasti selalu berebut untuk mendapatkan sisa-sisa tersebut ketika kegiatan proyek tersebut telah berakhir. Mereka saling berkompetisi untuk merayu orang-orang yang bertanggung jawab terhadap sisa baha baku tersebut. Agar dapat diberikan kepada mereka atau dibagi dengan ukuran tertentu. Semua bahan baku tersebut disimpan di halaman rumah. Ketika sisa-sisa bahan baku proyek sudah terkumpul banyak, hasil pengumpulan tersebut ditawarkan kepada perusahaan, pejabat-pejabat negara yang saat itu sedang melakukan pembangunan atau renovasi atau orang setempat yang sedang membutuhkan. Bahan baku proyek yang sering tersisa adalah pasir, batu kerikil, kayu, bekas tong dan lain-lain. Alokasi penghasilan yang mereka dapatkan cenderung tidak dilakukan sesuai dengan peruntukannya. Mereka terkadang juga mengalokasikan penghasilan berwujud binatang peliharaan atau benda. Binatang peliharaan atau benda tersebut, sewaktu-waktu dapat dijual jika dikehendaki seperti ketika ada kebutuhan untuk pembiayaan sekolah, biaya ritual atau ketika mereka jatuh sakit. Bila mereka masih memiliki kebun, maka kebun pun dapat digadaikan untuk mendapakan uang cash dengan segera. 2.10
Teknologi dan Peralatan Wilayah Desa Miangas yang relatif terbatas yaitu 3 km2 sangat berpengaruh dengan pembangunan infrastruktur. Infrastruktur jalan pedesaan untuk transportasi kendaraan dapat dikatakan sudah sangat baik. Bahkan jaringan infrastruktur ini sudah terpasang meliputi 3/4 wilayah Desa Miangas. Kondisi infrastruktur pun juga sudah berbentuk beton yang kuat. Namun jaringan infrastruktur jalan yang sudah baik
175
ini hanya menghubungkan ruas-ruas wilayah terdalam tersebut. Artinya, jaringan infrastruktur yang terpasang tidak tersambung dengan dengan wilayah lain di luar Desa Miangas. Desa Miangas merupakan pulau kecil yang terpisah jauh dengan pulau-pulau yang lain. Dampaknya, teknologi transportasi tidak begitu berkembang. Peralatan transportasi yang ada hanya dimiliki oleh pribadi, tidak ada fasilitas transportasi publik. Alat trasnportasi yang paling sering digunakan adalah kendaraan roda dua dan roda tiga. Jumlah kendaraan roda empat yang sering digunakan masyarakat sangat terbatas. Pada umumnya kendaraan roda empat hanya dimiliki oleh perusahaan-perusahanan yang mengerjakan beberapa program pembangunan di wilayah ini. Kendaraan yang sering berlalu lalang adalah satu truk dan satu mobil daihatsu untuk pengangkut air kebutuhan proyek. Kendaraan roda empat yang dimiliki oleh masyarakat hanya satu saja. Kendaraan tersebut dimiliki oleh keluarga mantan Mangkubumi dan sekarang dalam kondisi terparkir serta jarang digunakan. Pemanfaatan alat trasnportasi darat cenderung berkaitan dengan hal-hal di luar kesehatan. Keberadaan alat-alat transportasi tersebut banyak digunakan untuk menunjang pekerjaan mereka ke kebun maupun aktifitas silaturahmi. Jika ada kasus kesehatan, biasanya alat-alat transportasi tersebut hanya digunakan untuk mengantar pasien menuju moda trasnportasi lain yaitu kapal laut, jika pada saat itu memang terdapat jadwal kapal yang masuk. Adakalnya juga digunakan untuk memanggil tenaga kesehatan atau dukun jika sistem komunikasi sedang mati. Kapal Laut merupakan moda transportasi penghubung yang menghubungkan antara Desa Miangas yang terdapat di Pulau Miangas ke Daerah-daerah lain seperti Pulau Karatung, Pulau marore dan Pulau Karakelang. Banyaknya jumlah pulau yang perlu dilayari di Kabupaten Talaud menyebabkan jaringan trasnportasi laut ini hanya tersedia dalam waktu yang terbatas yaitu lima belas hari sekali. Namun saat ini
176
sudah terdapat empat kapal yang bisa melayani kebutuhan masyarakat Desa Miangas. Perbaikan jumlah alat transportasi laut menyebabkan kapal laut menjadi salah satu upaya untuk melakukan rujukan ke wilayah lain yang fasilitas kesehatannya lebih baik. Peralatan informasi yang terdapat di wilayah ini hanyalah jaringan GSM yang dimiliki oleh provider SImpati. Namun karena kondisi yang tidak stabil menyebabkan kehadiran jaringan telekomunikasi hanya digunakan sesekali saja. Meskipun kondisi jaringan telekomunikasi tidak begitu bagus, jarak antar rumah di Desa Miangas yang relatif dekat menyebabkan jika ada kasus-kasus kesehatan, mereka dapat memanggil tenaga kesehatan dengan waktu yang relatif cepat dengan berjalan kaki. Penggunaan obat-obatan makatana (tradisonal) di Desa Miangas masih sangat dominan. Hampir semua individu di desa ini mengenal dan pernah mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan obat makatana ini semuanya dapat diambil di seluruh bagian wilayah Pulau Mingas. Pulau ini dipercaya memiliki koleksi tumbuhan obat-obatan yang cukup kaya. Bahkan keanekaragamana jenis tumbuhan yang ada di Pulau ini bisa mencapai 2000 buah. Bila ada kasus-kasus kesehatan muncul, dan orang tersebut ingin menggunakan obat-obatan makatana. Mereka biasanya mencari tanaman-tanaman yang dibutuhkan. Tanaman tersebut kemudian dicuci dan dimasak dengan air. Peralatan yang digunakan memasak adalah peralatan yang terbuat dari aluminium. Selama penelitian, kami belum pernah menemukan alat masak untuk obat yang terbuat dari tembikar. Sebelum peralatan tersebut digunakan, jika terlihat kotor akan dibersihkan terlebih dahulu kemudian digunakan untuk membuat ramuan obat tradisonal. Alat masak yang sudah berisi air dan tanaman obat akan dimasak diatas api unggun atau kompor minyak tanah. Beberapa rumah tangga yang cukup berada sudah menggunakan kompor gas untuk memasaknya. Jika proses memasak
177
sudah selesai, seluruh peralatan akan dibersihkan dan ditempatkan di tempat biasanya. tempat yang digunakan untuk menyimpan peralatan ini tidak disendirikan namun bercampur juga dengan peralatan memasak lainnya. Di samping peralatan memasak, setiap rumah juga memiliki "alat cukur". Alat cukur ini digunakan untuk mencukur atau menyerut kelapa atau singkong. Alat yang digunakan untuk menyerut kelapa biasanya terbuat dari logam yang bergerigi. Dengan meletakkan kelapa ke dalam gerigi tadi, mereka akan mendapatkan serutan kelapa yang lembut yang siap diolah untuk membuat minyak kelapa. Demikian juga alat yang digunakan untuk menyerut singkong, singkong diserut lembut, dicuci dan dikeringkan agar dapat menjadi tepung yang dapat digunakan menjadi makanan yang berbahan baku tepung singkong. Alat-alat cukur tersebut biasanya setelah digunakan akan dibersihkan. Bagi alat cukur kelapa setelah dibersihkan, alat tersebut tetap diletakkan di halaman rumah. Jika alat cukur tersebut lama tidak digunakan, gerigi yang ada di logam tersebut akan dibersihkan dengan cara menggosoknya dengan besi juga. Agar tetap tajam dan hilang karatnya. Sedangkan alat cukur untuk singkong, setelah dibersihkan akan disimpan di dalam rumah, khususnya di dapur. Alat masak yang digunakan masyarakat Desa Miangas cukup beragam, mulai produksi dalam negeri hingga produksi negara Filipina. Ketika hubungan antara Desa Miangas dengan wilayah Mindanau, Filipina cukup intensif. Keberadaan barang-barang rumah tangga buatan Filipina sangat mudah didapatkan. Namun, saat ini keberadaan barang-barang tersebut sudah sangat langka. Hal ini menyebabkan sebagai masyarakat Desa Miangas cenderung menggunakan bahan-bahan buatan Filipina sebagai koleksi. Produk buatan Filipina cukup berbeda dengan dalam negeri. Logam yang digunakan cenderung lebih tebal dan kuat. Barang - barang buatan Filipina yang sering dibeli adalah wajan, panci, parang dan lain-lain.
178
Gambar 2.17 Batu Mura Sumber: Dokumentasi Peneliti
179
Bab 3 POTRET BUDAYA KESEHATAN Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan bagian integral dari Provinsi Sulawesi Utara yang ber-ibukota di Melonguane. Sebagian besar wilayahnya merupakan lautan, sehingga dikenal juga sebagai daerah maritim atau bahari. Memiliki luas laut sekitar 37.800 km yang membentang dari garis pantai Pulau Miangas hingga garis pantai Pulau Kabaruan. Kabupaten Kepulauan Talaud sendiri membawahi 19 kecamatan yang tersebar di 17 Pulau, yaitu 11 kecamatan di Pulau Karakelang, 4 kecamatan di Pulau Salibabu, 2 kecamatan di Pulau Kabaruan, 1 kecamatan di Kepulauan Nanusa, dan yang terakhir 1 kecamatan khusus di Pulau Miangas41. Secara umum status kesehatan di Kabupaten Kepulauan Talaud menurut Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) pada tahun 2013 menduduki peringkat 326 dari 497 Kabupaten di Indonesia. Secara khusus, kabupaten ini berada di peringkat 12 dari 15 kabupaten yang ada di Sulawesi Utara. Adapun indikator kesehatan yang menjadi lampu kuning di Kabupaten ini adalah aspek pelayanan kesehatan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta kesehatan
41
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Talaud, 2014, Kepulauan Talaud dalam Dalam Angka. Melonguane; BPS Kabupaten Kepulauan Talaud
180
lingkungan yang belum memadai42. Sampai saat ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud telah melakukan berbagai upaya dalam bidang kesehatan. Mulai dari sisi organisasi dan manajemen, program pelayanan kesehatan masyarakat, sumber daya kesehatan, termasuk pembiayaan dan kemitraan, dan lain-lainnya untuk mencapai Indikator Derajat Kesehatan dari ujung Ibukota Melonguane sampai ujung utara Pulau Miangas43. Kecamatan Khusus Miangas sendiri merupakan satu dari 2 kecamatan yang termasuk daerah DTPK yang berbatasan langsung dengan Negara Philipina, khususnya di Kecamatan Miangas dan Kecamatan Nanusa44. Sejak tahun 2006, Miangas dimekarkan menjadi sebuah kecamatan khusus. Berubahnya status ini membuat Miangas mendapat perhatian yang ‘lebih’ baik dari pemerintah. Salah seorang informan yang berprofesi sebagai kepala puskesmas di Miangas mengatakan, “...Dibandingkan dulu, masyarakat masih susah cari beras, nda kaya sekarang, Miangas udah mulai terbuka, warga Miangas sekarang sudah mulai dimanjakan sama pemerintah, kapal sudah banyak yang masuk, beras udah ada, barang-barang dari kota juga sudah bisa dinikmati sama warga, ditambah lagi pembangunan-pembangunan udah banyak di Miangas...” (Kepala Puskesmas Miangas)
Meskipun mendapatkan perhatian yang ‘lebih’ dari pemerintah, bukan berarti ketersediaan pelayanan kesehatan di Miangas sudah memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas. Karakteristiknya sebagai pulau yang menyendiri dan jauh dari pulaupulau lainnya, serta ekstrimnya cuaca di Samudera Pasifik tak jarang mengharuskan masyarakat survive, bertahan, dan berjuang ditengah 42
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2014. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Jakarta; Kemenkes RI 43 Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud, 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud. Melonguane; Dinkes Kabupaten Kepulauan Talaud 44
Taulu L.A, Bahtiar, 2013. Profil Kemandirian Pangan Pulau-Pulau Kecil Dan Daerah Perbatasan Sulawesi Utara
181
keterbatasan yang ada. Adapun potret kesehatan yang menjadi pembahasan pada bab ini adalah implementasi pembangunan kesehatan di Miangas, potret status kesehatan masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, dan perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behavior). 3.1
Implementasi Pembangunan Kesehatan di Miangas Merujuk pada arah dan strategi nasional dalam RPJMN 20102014 bahwa salah satu sasaran prioritas nasional adalah pembangunan dan pengembangan kesehatan khususnya ditujukan pada Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) yang berada di wilayah perbatasan dengan negara tetangga. Di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 telah ditetapkan daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan menjadi prioritas agar masyarakat yang berada di daerah tersebut dapat dengan mudah menjangkau pelayanan kesehatan yang terjangkau dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan45. Salah satu perwujudan implementasi pembangunan kesehatan DTPK di Miangas adalah dengan berdirinya Puskesmas Miangas di tengah-tengah masyarakat. Puskesmas Miangas merupakan satusatunya pelayanan kesehatan medis yang dapat diakses masyarakat di Miangas, sehingga berperan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang paling dasar dan terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebelum terjadi pemekaran di Miangas pada tahun 2006, Puskesmas Miangas masih merupakan puskesmas pembantu yang berada di bawah puskesmas induk di Kecamatan Karatung. Seiring berubahnya status Miangas menjadi sebuah kecamatan khusus, maka status Puskesmas Miangas pun berubah menjadi puskesmas setingkat puskesmas kecamatan. Puskesmas Miangas sendiri sekarang telah 45
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan di DTPK. 2012
182
memiliki 1 puskesmas induk dan 1 puskesmas pembantu (pustu) yang sama-sama berada di Desa Miangas dengan membawahi 766 jiwa dengan 210 Kepala Keluarga46.
Gambar 3.1. Puskesmas Miangas Sumber: Dokumentasi Peneliti
Secara umum, Puskesmas Miangas berfungsi seperti kebanyakan puskesmas lainnya di Indonesia, yaitu sebagai penyelenggara 6 program dasar seperti pengobatan dasar dan kegawatdaruratan, Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana (KIA-KB), kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, upaya perbaikan gizi, serta pemberantasan dan penanggulangan penyakit. Meskipun Puskesmas Miangas berstatus sebagai puskesmas setingkat puskesmas kecamatan, ternyata masih terdapat beberapa fasilitas dan program-program wajib puskesmas yang tidak terlaksanakan, terutama yang berkaitan tentang penyakit dan penyehatan berbasis lingkungan. Tidak terlaksananya program-program tersebut salah satunya disebabkan oleh tidak adanya tenaga kesehatan yang memiliki 46
Desa Miangas, 2014. Profil Desa Miangas Tahun 2014.
183
kopetensi dalam menjalankan program tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang perawat senior di Puskesmas Miangas, “...Program kita yang jalan cuma KIA, gizi, imunisasi, posyandu, sama pengobatan dasar. Promkes dan sanitasi nda jalan, karna nda ada yang pegang. Kan kalo disini cuma ada perawat, bidan, sama dokter, kan nda kompeten untuk itu no...” (Perawat Senior Puskesmas Miangas)
Pernyataan tersebut didukung oleh observasi peneliti selama di lapangan, program wajib yang dilakukan oleh Puskesmas Miangas hanya pengobatan dasar, persalinan, posyandu, dan imunisasi. Selama di lapangan, peneliti belum menemukan adanya upaya surveilens, penyehatan lingkungan, promosi kesehatan dan program-program pemberantasan penyakit menular secara spesifik yang dijalankan oleh puskesmas. Apalagi untuk upaya kesehatan pengembangan seperti pelayanan kesehatan gigi, kesehatan lansia, laboratorium dasar, dan upaya pengembangan lainnya, yang juga belum ditemukan oleh peneliti.
Gambar 3.2. Kegiatan posyandu, imunisasi, dan pemeriksaan ibu hamil Sumber: Dokumentasi Peneliti
184
Dari segi ketersediaan tenaga kesehatan, selama penelitian ini berlangsung, Puskesmas Miangas hanya memiliki 8 petugas kesehatan. Empat orang pegawai tetap dan 4 orang pegawai tidak tetap alias PTT. Terdiri dari 4 orang perawat tetap, 1 perawat kontrak, 2 bidan PTT, dan 1 dokter kontrak daerah. Kualifikasi pendidikan tenaga kesehatan terdiri dari 2 orang lulusan SPK, 5 orang lulusan D3, dan 1 orang pendidikan dokter. Sebenarnya beberapa bulan yang lalu masih ada beberapa pegawai tetap di Miangas, tetapi setelah mereka bertugas beberapa tahun, mereka meminta mutasi untuk ditempatkan di daerah ibukota kabupaten. Tingginya keinginan mutasi tenaga kesehatan di Miangas salah satunya disebabkan oleh kondisi geografis Pulau Miangas yang dirasakan cukup ekstrim. Akses transportasi yang terbatas, hingga besaran honor yang didapatkan, menjadi salah satu pertimbangan tenaga kesehatan yang mangabdi di Miangas. Seorang pejabat di Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud mengatakan, “...Tenaga kesehatan yang ada di Miangas ada 5 orang ditambah 4 orang pegawai kontrak. Tapi ini ada satu bidannya yang baru saja minta di mutasi ke Melonguane. Jadinya sekrang tinggal 4. Rata-rata memang begitu, 2-3 tahun setelah penempatan minta di mutasi, kecuali mereka yang memang putera-puteri asli Miangas. Rata-rata alasan mereka nda tahan kondisi di sana, belum lagi transportasi terbatas dan sebagainya...” (Pejabat Dinas Kesehatan)
Hal serupa ternyata juga diungkapkan oleh salah seorang dokter kontrak di Miangas. Dokter tersebut mengatakan bahwa setelah masa kontraknya habis, maka dia akan mengajukan pindah untuk bekerja di daerah yang lebih baik pelayanan kesehatannya. lebih lanjut Informan DC mengungkapkan, “...untuk menjadi pegawai tetap beberapa tahun lagi?, ya jujur sih karna baru mengalami rasanya keguguran, sudah merasakan bagaimana rasanya dirujuk dengan lamanya sampai ke fasilitas rujukan di kabupaten, terus waktu di kapal dp rasa setengah mati lah menuju rujukan, so sudah rasa
185
bagaimana jauhnya dengan RS di kabupaten, jadi memang kalau bilang rencananya nanti mau meneruskan atau memperpanjang disini ya sudah tidak akan lagi...” (Informan DC)
Selain dari ketidaklengkapan dari ketersediaan tenaga kesehatan, tidak terlaksananya beberapa program puskesmas menurut Kepala Puskesmas Miangas diantaranya adalah karena masalah pendanaan dan perlengkapan yang kurang. Kepala Puskesmas Miangas mengatakan, “...Sebenarnya kita mau adain promkes, tapi orang sini kalo nda ada snack nda mau datang. Jadi kitanya susah juga, sulit nda ada dananya, terus juga perlengkapannya nda ada, kaya LCD sama leftlet, kan kalo nda ada media orang jadi bosan dengarin kita...” (Kepala Puskesmas Miangas)
Terkait pendanaan untuk operasional puskesmas, selama ini berasal dari dana rutin dan dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan). Namun, menurut Kepala Puskesmas, proses pengurusan pencairan dana dirasakan cukup rumit dan terkadang harus bolakbalik ke ibukota kabupaten, sehingga berakibat pada penundaan pencairan dana rutin dan BOK untuk puskesmas. Lebih lanjut Kepala Puskesmas mengatakan, “...Sampai saat ini47, dana rutin dan dana BOK untuk puskesmas belum keluar. Jadi kitanya sulit juga untuk menjalankan program-program. Harus ngurus-ngurus di Melonguane sana. Ke sananya gimana? Ya pakai uang kan?. Belum lagi harus nunggu kapal 2 minggu baru ada. Iya kalo disana kita ketemu sama staf yang kasih tanda tangan, kalo nda ya balik ulang, nunggu bulan depan...” (Kepala Puskesmas Miangas)
Peneliti kemudian mencoba untuk melakukan triangulasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud terkait permasalahan pendanaan yang dirasakan cukup berbeli-belit oleh Kepala Puskesmas. Setelah dikonfirmasi dengan Kepala Dinas, ternyata pencairan dana rutin dan BOK berjalan lancar dan tanpa kendala yang berarti. Kepala Dinas Kesehatan mengatakan, 47
Wawancara ini berlangsung pada tanggal 18 Mei 2015
186
“...kalau anggaran rutin kita sih untuk Dinas Keuangannya ya lancar-lancar aja. Kalau dana rutin itu ya memang sudah kewenangan mereka (puskesmas) dengan Dinas Keuangan. Persoalnya mungkin pada pengelolaannya di puskesmas. Kita disini cuma sebagai verifikator. Karena puskesmas itu dia mengelola sendiri, nda melalui Dinas Kesehatan. Entah mereka malas atau gimana. Kalau dana BOK itu begini, kita kan ada revisi dari BOK, kebetulan Kabupaten Talaud ada tambahan dana, jadi sifatnya kita terima nanti bulan maret atau april. Kemudian untuk BOK ini dari hasil pertemuan terakhir dengan pusat di Manado, actionnya per tanggal 1 april. Dan memang kita ada keterlambatan, saya sudah mengambil DIPA-nya bulan april. Kita terhambat juga di SK penggunaan anggaran. Karena pada waktu itu status saya masil Plt, kan nda bisa kuasa penuh, tapi sekarang sudah divinitifkan 2 minggu, jadi dana BOK ya memang harusnya sudah jalan. Selain itu, ada juga dana dari JKN, itu setiap tanggal 15 udah langsung ditransfer ke rekening mereka, karena itu kan dana kapitasi. Mereka yang kelola itu...” (Kepala Dinas Kesehatan)
Terkait permasalahan pencairan dana untuk Puskesmas Miangas, Kepala Dinas Kesehatan pun mengakui dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi penurunan komitmen dari Puskesmas Miangas untuk memaksimalkan penggunaan anggaran puskesmas. Lebih lanjut Kepala Dinas Kesehatan menuturkan, “...Untuk Puskesmas Miangas ini memang sering juga terjadi keterlambatan, sebenarnya dari administrasi dan keuangannya sudah tersedia. Saya masih belum memperdalam lagi dimana persoalan mereka, apakah bendaharanya?, kepala puskesmasnya?, administrasinya atau SPJ-nya?. Kan secara pengelolaan keuangan ada mekanismenya, nda seperti pakai uang sendiri. Kita juga membuktikan, taun kemarin mereka terealisasi BOK Cuma 50 juta dari 100 juta sekian. Kami memang sudah membicarakan disini sama Pa Kepala Puskesmasnya, kalau Pa Kepala Puskesmasnya udah lelah atau gimana disana. kan dia udah lama jadi kepala puskesmas. Tapi sebenarnya tahun-tahun kemarin ya bagus-bagus aja. Dibandingkan 3-5 tahun sebelumnya, mereka bagus-bagus dan lancar-lancar aja. Padahal Itu dulu dia kerja cuma 2 orang dan juga transportasinya masih pakai kapal perintis yang lama punya...” (Kepala Dinas Kesehatan)
187
Selain terkendala dari segi pencairan pendanaan, realisasi program-program puskesmas pun terkendala dalam hal ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan. Menurut informasi yang peneliti dapatkan dari beberapa informan mengatakan hal yang hampir serupa yaitu keluhan dalam hal ketersediaan obat-obatan dan peralatan kesehatan khususnya peralatan persalinan. Hal tersebut memang dibenarkan oleh Kepala Puskesmas sendiri, bahwa salah satu kendala puskesmas dalam melaksanakan program puskesmas khususnya pengobatan dasar adalah ketersediaan obat-obatan yang terkadang terjadi kekurangan bahkan kadarluasa. Kepala Puskesmas mengatakan, “...Ya memang disini kadang sempat kehabisan obat, jadi pas pasien datang untuk berobat memang kadang kehabisan stok obatnya. Kadang juga disini kelebihan obat bahkan sampai kadarluasa...” (Kepala Puskesmas Miangas)
Masih menurut Kepala Puskesmas Miangas, hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan antara jumlah obat yang diusulkan oleh puskesmas dan obat apa yang diberikan oleh Dinas Kesehatan. Selain itu, faktor geografis Miangas juga dapat menjadi faktor yang menghambat distribusi obat ke Miangas. “...Untuk obat-obat kita mintanya ke Dinas Kesehatan setiap 1 bulan sekali, tapi kata Dinas Kesehatannya anfraknya harus 3 bulan sekali. Biasanya kan kita bikin perencanaan gitu berdasarkan penyakit yang sering dikeluhkan masyarakat sini, tapi yang kita terima kadang kurang dan kadang lebih. Contohnya untuk obat yang kadang kurang itu paracetamol. Kita usulkan untuk 3 bulan 3000 biji, tapi yang kita terima Cuma 1500 saja, kan itu cuma cukup untuk 1,5 bulan, sisanya 1,5 bulan lagi kadang puskesmas kekosongan. Untuk obat yang kelebihan itu contohnya vitamin B-kompleks, kita anggrakan 2000 biji, eh tau-tau yang datang 5000, katanya dinas itu kelebihan stok buffer dinas, jadi dikasih ke sini. Jadinya ya numpuk di puskesmas sampai kadarluasa. Jadi, mungkin itu yang dilihat masyarakat obatnya yang kadarluasa. Apalagi kan vitamin B-komplek itu bau, kadang
188
pasien juga nda mau minum itu, akhirnya sering nda terpakai itu obat...” (Kepala Puskesmas)
Tidak sinkronya antara obat yang diusulkan dan obat yang datang ternyata tidak terlepas dari faktor kondisi geografis dan transportasi ke Pulau Miangas yang cenderung terjauh dari Dinas Kesehatan. Mengenai hal ini, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud juga memberikan tanggapannya seperti yang diutarakan oleh Kepala Puskesmas Miangas ini, “...Saya sudah pernah tanya ke dinas kesehatan kenapa obatnya kurang, katanya obat-obat yang ada di gudang farmasi udah dibagi-bagi duluan ke puskesmas-puskesmas lain yang lebih dekat dengan Melonguane seperti di Pulau Lirung, Salibabu, dan lainnya. Ya jadinya Miangas puskesmas yang terjauh dapat stok sisa. Pas habis obat di Miangas kita minta lagi ke dinas, tapi kan harus nunggu kapal 2 minggu lagi, itu pun kalau ada, kalau musim angin kencang ya nda ada kapal. Ya jadinya kadang obat di puskesmas kosong...” (Kepala Puskesmas Miangas)
Untuk mengetahui lebih dalam tentang pengadaan obat yang kadang tidak sinkron, peneliti pun melakukan triangulasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten. Beliau mengatakan, “...Sistem pengelolaan obat kita kan berdasarkan first in first out to, jadi kita menghabiskan dulu obat hampir kadarluasa yang mungkin dari pengadaan 34 tahun yang lalu. Tapi kita disini juga perhatikan kalau memang sudah tidak memungkinkan kita tahan disini untuk pemusnahan. Kita kan untuk pengadaan obat itu udah ada RPM-nya, ada itu puskesmas yang jauh-jauh salah satunya Miangas, mereka minta usulan obat cuma dengan secarik kertas. Oke kita berikan mereka, tapi ketika mereka pulang secarik kertas ini biasanya nda tau kemana, akhirnya mereka ndak bikin pencatatan pelaporan. Kita yang disini yang kewalahan sudah keluar tidak ada laporan bearapa yang keluar, berapa yang dipakai untuk pasien. Bukannya kita mengekang kepala puskesmas, cuma menertibkan karna nanti kita paling repot untuk urusan obat sama BPK...” (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten)
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, peneliti pun berusaha untuk mencari pencapaian-pencapaian program yang telah dilakukan oleh Puskesmas Miangas di tengah kondisinya yang demikian. Peneliti
189
kemudian menghubungi salah seorang pejabat di Dinas Kesehatan Kabupaten untuk menanyakan perihal pencapaian puskesmas dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Namun, yang peneliti temukan ternyata banyak poin-poin yang kosong. Menurut Kepala Seksi Bagian Data dan Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud mengatakan, “...Data dari Puskesmas Miangas memang banyak yang kosong. Padahal kita sudah minta laporannya setiap bulan, kalau puskesmas lain kita beri jatah maksimal tanggal 5, tapi untuk Miangas kita beri keringanan, kan transportasinya memang sulit juga, meskipun begitu kadang masih telat juga bahkan ada yang nda pernah ngirim laporan beberapa bulan...” (Pejabat Data di Dinas Kesehatan Kabupaten)
Berdasarkan hal tersebut, peneliti juga berusaha mencari datadata kesehatan masyarakat langsung dari puskesmas. Namun, berdasarkan temuan peneliti di lapangan, data-data profil, evaluasi, serta pencatatan lainnya tidak tersedia di puskesmas. Peneliti hanya menemukan catatan registrasi pasien yang berobat. Peneliti kemudian menemui para pemegang program puskesmas dengan harapan mendapatkan beberapa data yang telah mereka evaluasi. Namun setelah dikonfirmasi satu sama lainnya, tenaga kesehatan yang ada terkesan saling tunjuk menunjuk antara satu dengan lainnya mengenai data puskesmas yang mereka pegang. Salah satunya contohnya adalah ketika peneliti mencari data status gizi balita yang ditimbang di posyandu. Tenaga kesehatan (nakes) A mengatakan bahwa datanya berada pada nakes B yang sedang pergi ke luar Miangas untuk suatu urusan. Akhirnya setelah peneliti menunggu kurang lebih 3 minggu, nakes B pun datang. Namun, tidak seperti yang diharapkan peneliti, nakes B pun mengaku bahwa datanya sedang berada pada salah seorang kader posyandu. Setelah peneliti menelusuri kader posyandu yang dimaksud, peneliti hanya menemukan catatan mentah pencatatan berat badan hasil penimbangan balita yang tercatat di posyandu. Peneliti kemudian
190
berusaha untuk mengkonfirmasi lagi terkait evaluasi status gizi balita yang telah ditimbang kepada nakes B, “...Kita cuma bikin laporan kaya gitu48, pokoknya yang penting kita timbang bayi atau balita yang datang, langsung kita tulis lalu kita kirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Evaluasinya paling dari melong (dinas kesehatan kabupaten). Ya syukur-syukur lagi kalau dapat surat (evaluasi) ada kapal langsung sampai disini untuk ditindak lanjuti, tapi kan kita disini nunggu kapal to...” (Nakes B)
Gambar 3.3. Satu-satunya data tentang balita yang didapatkan oleh peneliti di lapangan Sumber: Dokumentasi Peneliti
Tidak berhenti sampai disitu, peneliti berusaha menggali lagi penyebab permasalahan ketersediaan data-data yang ada di puskesmas. Setelah ditelusuri dari nakes C, peneliti menemukan fakta bahwa pembagian beban kerja pencatatan dan pelaporan untuk program-program puskesmas baru dibagi beberapa bulan yang lalu, sehingga untuk rekap dan evaluasi yang terdahulu maupun terbaru masih belum berjalan dengan semestinya. Nakes C mengatakan,
48
Laporan hanya berupa data mentah berat badan bayi dan balita yang ditimbang
191
“...Iya baru dibagi juga sih dp laporan, baru dibagi si ini pengan ini-ini-ini sebelum kita baru-baru ini berangkat49, andai Kepala Puskesmas mulai dulu bagi, ini baru sekarang dibagi. Sebelum dibagi ini, Kepala Puskesmas no yang bikin dp laporan, kita nda tau apa-apa. Pernah itu nakes A kirim laporan puskesmas ke dinkes itu ditanya sama Pa Donald50, di Miangas kamu pegang laporan apa? Nakes A jawabnya juga bingung pegang laporan apa, dia jawab bahwa dia nda pegang laporan, karna kapusnya nda bagi. Jangankan dia nakes A yang baru 3 bulan disini, kita yang sudah setahun lebih disini nda tau pegang laporan apa... (Nakes C)
Lebih lanjut, nakes C juga menceritakan pengalaman yang hampir serupa dengan nakes A setiap dia pergi ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Selalu saja ditanya tentang seputar laporan puskesmas, “...Ini kan baru saja saya ke dinkes kan, lalu ditanya dari puskesmas mana? Kita jawab dari Puskesmas Miangas. Aduuh katanya, itu kapusnya mana?. Kita jawab no kapusnya ada di sini, baru mau naik Kapal Meliku mau pulang ke Miangas. Aduuh, katanya dia kan janji mau antar laporan, tapi sampai sekarang nda datang-datang, banyak masalah itu kapusnya. Bagaimana ini Miangas? Gak jelas ini laporannya. Saya cuma bisa diam no, nda tau bilang apa. Seharusnya kan kalau kapus nda bisa bikin laporannya sendiri bisa bagibagi dengan kita, biar kita bersama-sama to, kapusnya nda mau terbuka sama kita...” (Nakes C)
Dengan keterbatasan data yang ada, peneliti tidak bisa melihat pencapain-pencapain program dan evaluasi masalah yang ada di puskesmas dengan berbasis data dan informasi pendukung dari Puskesmas Miangas. 3.2 Potret Status Kesehatan Ibu dan Anak 3.2.1 Pra Hamil 3.2.1.1 Masa Remaja Populasi remaja (usia 13-18 tahun) di Miangas menempati 26,5% dari populasi masyarakat Miangas secara keseluruhan. Artinya, 49
Nakes C berangkat ke Dinkes sekitar bulan April tahun 2015
50
Salah seorang pejabat di Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud
192
kurang lebih seperempat masyarakat Miangas merupakan golongan umur remaja51. Remaja di Miangas dibagi menjadi 3 kelompok yaitu Remaja Pratama, Remaja Madya, dan Pemuda. Remaja Pratama dimulai dari umur 11-15 tahun, dilanjutkan Remaja Madya antara umur 16-19, kemudian disebut pemuda apabila sudah berumur 20 tahun keatas sampai sebelum menikah. Menurut informan CL yang juga merupakan seorang remaja di Miangas mengatakan, “...Remaja disini bisa dibagi jadi 3, remaja pratama umuran 11-15 tahun itu kaya anak-anak SMP, terus remaja madya umuran 16-19 tahun kaya anakanak SMK sama kuliah gitu, terus yang terakhir masuk kategori pemuda/pemudi umuran 20 tahun ke atas...” (Informan CL)
Meskipun terdapat penggolangan umur antara remaja dan dewasa, pola makan remaja pada umumnya sama seperti pola makan masyarakat dewasa pada umumnya. Tidak ada jenis makanan ataupun asupan-asupan tambahan lainnya yang dikhususkan bagi remaja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, pola makan remaja sesuai dengan pola makan yang ada di dalam keluarga yaitu sekitar 23 kali sehari. Meskipun begitu, terkadang ditemukan remaja yang masih aktif bersekolah yang tidak menyantap sarapan pagi. Pernah terjadi seorang remaja perempuan pingsan ketika sedang melakukan upacara bendera di sekolah. Remaja tersebut mengaku bahwa sebelumnya dia tidak sarapan pagi, dan ternyata hal tersebut memang sudah menjadi kebiasaan si remaja untuk tidak menyantap sarapan pagi. Seorang petugas kesehatan menceritakan, pernah suatu ketika terjadi kasus remaja perempuan yang pingsan ketika upacara bendera berlangsung. Pada saat itu para guru SMK tiba-tiba saja memanggilnya untuk memeriksa keadaan si remaja. Berbagai pertolongan pertama telah dilakukannya untuk menyadarkan si remaja, tetapi hal tersebut tidak berhasil. Petugas puskesmas ini pun mulai menyimpulkan bahwa yang terjadi pda si remaja bukanlah penyakit medis biasa, melainkan 51
Desa Miangas, 2014. Profil Desa Miangas Tahun 2014.
193
penyakit yang mungkin disebabkan oleh gangguan-gangguan angin jahat atau kuasa kegelapan. Ditambah lagi dari penuturan masyarakat, sekolah SMK merupakan salah satu tempat yang sarat dengan hal mistis, memperkuat asumsi petugas kesehatan ini tentang sesuatu yang sedang menimpa si remaja. Langsung saja mereka memanggil tim doa dari gereja untuk menyadarkan si remaja dari kuasa-kuasa kegelapan yang sedang menimpanya. Tak selang beberapa lama, si remaja ini mulai menunjukan tanda-tanda kesadaran. Namun, hal yang aneh pun terjadi, tiba-tiba saja si remaja ini meraung-raung dan mengeluarkan suara yang aneh menyerupai suara kakek tua. Ternyata, usut punya usut, katanya si remaja sedang dirasuki oleh salah seorang roh petua penunggu sekolah SMK. Lantas, berbagai cara supranatural pun dilakukan, sehingga akhirnya si remaja sadarkan diri kembali kepada jati dirinya semula. Remaja perempuan dan gangguan kuasa kegelapan Menurut masyarakat, remaja perempuan memang rentan terkena gangguan-gangguan kuasa kegelapan atau angin jahat. Terlebih lagi apabila si perempuan sedang mengalami menstruasi. Menurut kepercayaan masyarakat, perempuan yang menstruasi memiliki ‘bau’ khas yang dapat menarik ‘binatang’52 atau angin jahat untuk menjangkiti maupun mengganggu si perempuan tersebut. Akibatnya, darah menstruasi yang dikeluarkan menjadi banyak dan bergumpal-gumpal atau bahkan dapat mengakibatkan sakit pada tubuh. Seorang informan mengatakan, “...Kalau perempuan sedang mens itu nda boleh sembarang jalan-jalan di kebun, takutnya nanti kalau ada ‘binatang’, orang yang sensitif gitu bisa kejangkit sama ‘binatang’ itu. Pernah ada cerita anak SMK gitu jalan-jalan di
52
Ketika peneliti mengkonfirmasi tentang ini, ‘binatang’ yang di maksud merupakan makhluk ghaib yang biasa berkeliaran di kebun
194
tempat sunyi (kebun), habis pulang katanya dia itu darah mens-nya keluar banyak, bergumpal-gumpal kaya orang mencret gitu...” (Informan MT)
Masih menurut informan MT, selain dilarang untuk jalan-jalan di kebun, terdapat pantangan lainnya bagi remaja yang sedang mengalami menstruasi. Beberapa diantaranya adalah dilarang dekatdekat53 dengan laki-laki, meminum minuman yg dingin seperti es, dilarang untuk mandi keramas saat siang hari, serta dilarang selalu di air atau pekerjaan yang bersentuhan dengan air. Hal-hal tersebut dipercaya dapat membuat menggangu remaja seperti darah menstruasi yang semakin banyak keluar, dapat membuat sakit influensa dan sakit-sakit badan. Selain itu, berjalan-jalan di kebun dipercaya dapat mengundang ‘binatang’ yang dapat menyebabkan sakit pada si remaja yang sedang menstruasi. Pubertas dan pornografi Pada tahap remaja pratama, baik remaja perempuan maupun remaja laki-laki biasanya sudah mengalami pubertas. Remaja Miangas menganggap pubertas adalah hal yang normal terjadi pada setiap manusia. Untuk remaja perempuan, biasanya ketika sudah mendapatkan haid yang pertama, mereka diajari oleh ibu mereka bagaimana seharusnya menjaga diri. Selain pengetahuan dari ibunya, remaja juga mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksinya melalui pelajaran di sekolah mereka. Lebih lanjut informan CL mengatakan, “...ada dikasih tau tentang masa puber gitu pas pelajaran biologi waktu SMP sama SMK. Kalau perempuan sini puber biasanya umur 11-12 tahun ada juga yang SD. Ada juga yang 14 tahun baru dapat haid..." (Informan CL)
Secara garis besar pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi biasanya mereka dapatkan dari sekolah, orang tua, atau 53
Setelah peneliti mengkonfirmasi, makna dekat-dekat yang dimaksud adalah berada di dekat laki-laki secara fisik, peneliti tidak menemukan jarak minimal untuk berada di sekitar laki-laki bagi perempuan yang sedang menstruasi
195
teman sebaya mereka. Untuk remaja perempuan, biasanya sudah diajarkan oleh ibu mereka tentang menstruasi. Selain dari ibu mereka, di sekolah juga diajarkan dalam mata pelajaran biologi. Ketertarikan remaja pada pengetahuan reproduksinya sangat tinggi terutama pada remaja laki-laki. Remaja laki-laki cenderung memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar daripada remaja perempuan yang cenderung tertutup dengan keingintahuan kesehatan reproduksi mereka. Seorang remaja sekolah menengah atas menceritakan pengalamannya saat pelajaran kesehatan reproduksi, “...Itu pas pelajaran biologi tentang reproduksi gitu, kita yang cewe diam aja no, tapi ada anak cowo yang pikirannya rada nda bener gitu pada ribut. Mereka kan pengen tau lebih jauh. Sampai ada yang bilang sama bu guru, praktek aja langsung bu sambil ketawa-ketawa, lalu ibu guru marah, lalu bilang kamu ini praktek-praktek, kamu masih kecil, sekolah yang benar dulu...” (Informan CL)
Untuk memenuhi rasa keingintahuannya, tak jarang remaja laki-laki mencoba mencari tahu yang lebih dalam di luar pelajaran di sekolah, salah satunya dengan menonton ‘film biru’. Meskipun Miangas merupakan sebuah pulau terpencil yang memiliki akses komunikasi khususnya internet yang sangat terbatas, tetap saja ada jalan bagi para remaja untuk bisa mendapatkan film-film tersebut. Pada kenyataannya film-film tersebut dibawa oleh orang Miangas yang bersekolah atau bekerja di luar pulau Miangas maupun dari para pendatang dari proyek-proyek pemerintah seperti proyek-proyek bandara dan proyek pembangunan talut pantai. Seorang remaja Miangas mengungkapkan, “...Iya ada juga tu cowo-cowonya nonton film gituan, sampai-sampai di sekolah cerita-cerita dari hp ke hp lain. sampai-sampai di kelas ada juga yang niru gaya film gitu, digambar-gambar di belakang sekolah. Biasanya mereka dapat dari hp ke hp teman, dari hp orang tua-tua gitu yang ada punya, ada juga dari pendatang pekerja proyek-proyek kaya pekerja bandara dan talut gitu...” (Informan CL)
196
Karakteristik masyarakat Miangas yang welcome terhadap pendatang tak jarang membuat kedekatan yang tersendiri bagi hubungan antar personal masyarakat Miangas dan pendatang. Dari kedekatan interaksi tersebut, biasanya para remaja mendapat filmfilm tersebut kemudian disebarluaskan dari handphone ke handphone lainnya. Lebih lanjut informan CL mengungkapkan, “...Kan anak-anak sini suka membaur sama pendatang, ikut kerja bantubantu proyek biar dapat duit tambahan, biasanya disitu mereka akrab lalu kirim-kirim film gituan lewat bluetooth...” (Informan CL)
Remaja dan norma adat Tak bisa dipungkiri, usia remaja memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Mereka cenderung untuk mencari tahu dan mencobacoba hal baru dari pengetahuan yang telah mereka dapatkan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, remaja Miangas biasanya diarahkan untuk melakukan hal-hal yang positif. Selain kegiatan sekolah, ada acara ibadah khusus bagi para remaja. Ibadah ini dimaksudkan agar para remaja tidak melakukan pergaulan yang salah dan melenceng dari ajaran agama. Sama seperti ibadah di masyarakat Miangas, ibadah remaja juga rutin dilakukan setiap 1 minggu sekali. Menurut Informan BL, salah seorang tokoh adat yang peneliti temui mengatakan, “...Kegiatan remaja yang terorganisisr disini cuma ibadah remaja setiap minggunya sama satunya ibadah pantai. dulunya pernah ada kegiatan karang taruna, tapi karena pada masa orde baru itu diboncengi oleh kepentingan politik (menyebut salah satu nama partai nasional di Indonesia) maka karang taruna seolah-olah digunakan untuk kepentingan politik partai tertentu, jadi karena itu sekarang karang taruna sudah nda dilakukan lagi...” (Tokoh adat Miangas)
Selain ibadah rutin, ada ibadah khusus lagi bagi remaja Miangas yaitu ibadah pantai. Kegiatan ini rutin dilakukan minimal satu kali dalam satu semester yang dilakukan ketika ada hari libur nasional di setiap bulannya. Kegiatan ibadah pantai dilakukan seperti ibadah-
197
ibadah keagamaan lainnya yang biasa dilakukan di Miangas, bedanya setelah melakukan prosesi keagamaan, para remaja kemudian bebas bermain dan bersenang-senang di pantai. Hal ini dilakukan selain untuk mengajak remaja Miangas untuk lebih bersemangat untuk menghadiri ibadah, sekaligus sebagai kegiatan refresing dari kegiatan sekolah. “...Ibadah pantai itu ka kegiatannya ya di pantai, biasanya di pantai perret atau pantai merra. Acaranya mulai pagi sampai sekitar jam 3 siang, kita disuruh bawa bekal makanan masing-masing, jadi bisa sambil sekalian piknik di sana. Habis acara ibadah dari Bapa Pendeta, acaranya bebas, kita mandi ombak54 di pantai, sekalian refresing kan...” (Informan DS)
Gambar 3.4. Salah satu kegiatan rutin remaja yang diatur oleh adat yaitu ibadah minggu Sumber: Dokumentasi Peneliti
Selain kegiatan keagamaan, ada juga kegiatan hiburan bagi remaja. Acara hiburan ini sebenarnya tidak terbatas pada kalangan remaja saja tapi seluruh kalangan masyarakat, mulai dari anak sekolah dasar hingga para tua-tua adat. Biasanya acara tersebut dilakukan 54
Mandi ombak merupakan sebutan masyarakat Miangas untuk kegiatan mandimandi maupun berenang di sekitaran pantai, namun bukan untuk tujuan mencari ikan maupun menyelam
198
ketika salah satu keluarga membuat acara syukuran besar-besaran. Acara ini berlangsung mulai siang hingga malam hari dengan mengundang sebagian besar masyarakat yang ada. Salah satu acara syukuran besar yang didapati oleh peneliti adalah acara ulang tahun seorang anak balita. Acara tersebut dibagi menjadi 3 sesi. Sesi pertama acara ulang tahun yang dihadiri oleh anak-anak Miangas. Sesi kedua adalah acara untuk orang tua, acara ini biasanya diisi dengan acara makan-makan. Dan sesi ketiga adalah acara hiburan untuk seluruh golongan masyarakat, mulai dari anakanak hinggga para lansia. Acara ini diisi dengan bernyanyi-nyanyi lagu pop hingga ber-joget ria, dan tak lupa ada acara minum-minuman keras cap tikus55. Mereka berdendang dan ber-joget hingga larut malam. Hal ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat ketika mengadakan sebuah acara besar. Akan terasa kurang jika mereka tidak mengadakan acara hiburan-hiburan semacam ini. Kegiatan remaja biasanya pergi ke sekolah mulai pukul 7 pagi hingga pukul 14:00. Setelah itu, sebelum senja, para remaja berkumpul bersama dengan teman-teman mereka. Tempat yang sering menjadi tempat mereka berkumpul adalah sekitaran talut pelabuhan wolo, lapangan voli serta lapangan sepak bola. Pelabuhan wolo memang menjadi tempat terfavorit untuk berkumpulnya para muda-mudi, selain sebagai tempat menunggu sunset, tempat mandi ombak, tempat ini juga tempat yang ramai dikunjungi oleh orangorang dewasa lainnya yang menunggu para nelayan menangkap ikan, sehingga tempat ini merupakan tempat yang ramai, pasalnya jika remaja sedang ketahuan beduaan di tempat sunyi, maka remaja tersebut akan mendapatkan eha’56.
55
Salah satu nama minuman keras tradisional
56
Eha’ artinya adalah larangan, jika seseorang mendapat eha’ artinya seseorang itu sudah melanggar peraturan adat, sehingga dikenakannya sangsi adat
199
Gambar 3.5. Talut pinggir pantai tempat favorit para remaja menunggu senja Sumber: Dokumentasi Peneliti
Meskipun remaja Miangas mengetahui bahwa mereka dengan remaja asli Miangas lainnya memiliki ikatan kekerabatan yang dekat satu sama lainnya, tetapi untuk pergaulan sebaya, mereka cenderung untuk membentuk geng-geng tertentu yang memiliki ikatan rasa kebersamaan dan kenyamanan diantara mereka. Tak jarang terdapat pertengkaran antar geng maupun antar anggota dalam geng itu sendiri. Biasanya permasalahan yang paling sering muncul adalah masalah percintaan remaja dan perebutan pacar. Menurut seorang remaja sekolah menengah atas yang peneliti temui, mencari pacar yang ‘ideal’ cenderung sulit di Miangas. Ideal yang dimaksud adalah pasangan yang disukai dan diharapakan akan sampai ke jenjang pernikahan serta disetujui oleh adat57. Lebih jelasnya Informan CL mengungkapkan,
57
Hal ini berkaitan dengan ketentuan adat di Miangas yang mengatur bahwa untuk sepasang muda-mudi harus melihat silsilah kekerabatan minimal tiga turunan ke atas sebelum menikah.
200
“...Iya ka disini kalo cari pacar sesama orang Miangas susah, kan disini semuanya berkeluarga. Soalnya kan susah juga nanti kalau udah terlanjur sayang pas mau nikah tahu-tahunya nda boleh sama tua-tua adat karena kerabat dekat, kan sakit juga harus pisah cuma karena silsilah keluarga. Makanya muda-muda disini cari pacarnya sering sama orang luar Miangas, orang Tahuna, orang Karatung, atau pendatang. Makanya kadang ribut juga masalah pacar bukan hanya antar geng satu dengan geng yang lain, sesama anggota pun kadang bertengkar, masalahnya biasanya rebutan pacar...” (Informan CL)
Namun, selama yang peneliti amati, belum ditemukan perkelahian remaja yang mengakibatkan keanarkisan atau bully seperti kenakalan remaja di kota-kota besar. Menurut informasi yang peneliti dapatkan dari beberapa remaja dan tokoh adat di Miangas, jenis kenakalan yang sering dilakukan oleh remaja disini seperti merokok, minum-minuman keras khususnya cap tikus, mencuri, mengakses pornografi, hingga melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Lebih jelasnya seorang remaja Miangas mengatakan, “...Itu kan umuran remaja pratama itu musimnya pancaroba gitu, ingin tahunya tinggi maunya coba-coba ini itu. Ada juga anak-anak yang kecil udah mulai belajar merokok, anak SMP kelas 1 udah belajar minum-minum cap tikus. Ada itu cerita kalau remaja laki-laki pada ngumpul, terus mereka urungan uang terus dibeliin cap tikus gitu lalu di minum bersama-sama...” (Informan CL)
Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh remaja sekolah menengah atas lainnya mengenai kenakalan remaja yang diamati informan selama di sekolah, lebih lanjut informan AM mengungkapkan, “...Di situ (menyebut nama sebuah rumah di perkampungan Miangas) tempat baku minuman keras gitu. Malam-malam itu ada anak-anak laki-laki umuran remaja gitu pada ngumpul-ngumpul, kerjaannya minum-minum sama merokok, mereka beli minumannya kumpul uang sama-sama lalu diminumnya juga diminum sama-sama. Ada juga pernah kejadian hamil di luar nikah, ada itu kaka XY masih kelas 1 SMK, sudah hamil di luar nikah,
201
mereka dihukum, baku sama-sama bikin makan-makan gitu dang ngundang petua-petua adat...” (Informan AM)
Pernyataan-pernyataan informan remaja tersebut memang diakui adanya oleh salah seorang tokoh adat Miangas, meskipun dalam praktiknya kenakalan remaja tersebut terjadi secara sembunyisembunyi. Terkait hal tersebut tokoh adat Miangas tersebut mengungkapkan, “...kalau disini yang udah diperbolehkan minum-minum itu bagi sudah dewasa. itu ada juga (kebiasaan minum-minum) yang menjalar ke anak-anak, itu karna lingkungannya, dampak teman. Tapi selama ini opa masih belum melihat anak-anak sini yang meroko sama minum-minum, tapi bisa saja mereka melakukannya secara diam-diam. Tu kan seusian SMP dorang ingin tahu, SMA sudah mulai coba-coba...” (Tokoh Adat Miangas)
Interaksi remaja secara garis besar tidak terlihat seperti dikekang ataupun terlalu dibebaskan. Hal ini terlihat dari tidak adanya larang bergaulnya antara remaja laki-laki dan perempuan. Remaja bebas bermain atau berkumpul bersama remaja lainnya di desa. Namun, bukan berarti kebebasan ini tanpa batas. Adat Miangas mengatur bahwa batas jam bertamu untuk remaja laki-laki dan perempuan adalah jam 10 malam, lebih dari itu akan dikenakan denda adat. Selain itu, remaja laki-laki dan perempuan juga dilarang berduaduaan di tempat yang sepi. Apabila tertangkap basah oleh salah seorang petua adat, maka mereka berdua akan dikenakan sanksi adat meskipun tidak melakukan hal-hal yang tidak senonoh. Seorang remaja Miangas mengungkapkan, “...Kalau disini adatnya masih kuat, kalau lewat jam 10 malam ga boleh duduk berduaan cewe sama cowo. Nanti kalau ketangkep sama tetua-tetua disuruh keliling kampung sambil pukul tambor sambil teriak-teriak “jangan ikuti kaya saya nanti begini-begini...” sampai selesai itu jalan mulai di tengah sampai samping-samping. Ga boleh berjalan berduaan di tempat yang sunyisunyi, apalagi kalau jalan berdua ke pantai. Kalo buat kesalahan hukumannya
202
suruh bikin makan-makan undang tetua-tetua istilahnya tu malatata58, yang diundang tetua 12 kepala suku adat dan mangkubumi...” (Informan CL)
Hal serupa juga diungkapkan oleh remaja lainnya yang menyatakan bahwa hubungan gelap antara perempuan dan laki-laki di tempat yang sunyi itu dilarang dan sudah termasuk pelanggaran norma adat. Informan AM mengatakan, “...Umpamanya ni kaka sama pacar kaka berduaan di tempat gelap-gelap gitu, terus kedapatan ditangkap sama tetua adat langsung dipanggil itu, mereka nantinya disuruh berjalan di tengah-tengah jalan sambil teriak-teriak pake tambor gitu, “jangan ikut-ikut kaya kami, karna saya sudah pacaran dengan cowo ini.. bla..bla..bla...” (Informan AM)
Hal tersebut dibenarkan adanya oleh salah seorang tokoh adat Miangas. Tokoh adat tersebut menyebut perilaku itu dengan istilah ‘hubungan gelap’59. Hubungan gelap sendiri sebenarnya tidak terbatas pada perempuan dan lelaki bujangan, tetapi bisa saja dengan perempuan atau lelaki yang sudah menikah. Untuk sanksinya berbeda, tergantung dari status pernikahan orang yang melanggar. Lebih lanjut tokoh adat tersebut menjelaskan, “...Hukum adat disini kalau ketahuan hubungan gelap itu didenda adat. Kalau bujang sama bujang itu harus bikin acara makan lalu didoakan agar mereka punya diri tidak akan berkelanjutan (perbuatan yang melanggar norma adat), didoakan mereka jadi pasangan yang baik melalui perkawinan sah. Sedangkan ada yang sudah berumah tangga selain bikin acara makan, mereka harus berkeliling kampung dengan pukul tambor dan juga bayar denda, memasakan makanan dan mendoakan mereka berdua. Kalo sama58
Malatata merupakan sebuah ritual yang bentuknya seperti perjamuan yang dipimpin oleh tetua adat. Acara ini dimaksudkan agar bentuk-bentuk pelanggaran yang telah terjadi tidak menimbulkan dampak buruk pada penduduk desa dan keluarga dari si pelanggar tadi. Isi dari acara ini adalah mengadakan sejenis jamuan yang harus menyediakan makanan tertentu yang disesuaikan dengan pelanggaran dan ekonomi dari si pelanggar, sehingga masyarakat lebih sering menyebut dengan sebutan acara makan-makan 59 Interaksi antara seorang laki-laki dan perempuan diluar pernikahan yang dianggap melanggar norma pergaulan dalam peraturan adat
203
sama berumah tangga berkeliling kampung teriak pake tambor juga mereka teriak “baku jangan ikuti kita, nanti kaya kita.. bla..bla..bla..” (Tokoh Adat Miangas)
3.2.1.2 Kehamilan yang Tidak Diinginkan Norma adat di Miangas dapat dikatakan masih kental untuk mengatur hubungan interaksi antara perempuan dan lelaki baik yang berstatus bujangan maupun yang telah menikah. Meskipun demikian, bukan berarti hal-hal yang melanggar adat tidak terjadi di Miangas. Salah satunya adalah kejadian kehamilan di luar pernikahan maupun kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut informasi yang peneliti dapatkan dari masyarakat, bahwa pernah terjadi beberapa kejadian kehamilan di luar pernikahan. Kejadian kehamilan di luar pernikahan di Miangas, dipercaya akan berdampak pada aspek sosial di masyarakat dan juga dapat menyebabkan bencana alam maupun krisis ekonomi bagi masyarakat Miangas. Khususnya terjadi pada kejadian kehamilan di luar pernikahan yang belum diadakan acara doa-doa oleh tua-tua adat. Seorang warga Miangas mengungkapakan, “...Kan ada kepercayaan disini, kalau orang-orang mau mengail ikan tapi nda dapat-dapat padahal di musim biasa, berarti itu tandanya ada sesuatu yang diluar kebiasaan, biasanya ada yang melanggar adat gitu, kaya hamil di luar nikah. Makanya biasa klo ada kejadian di luar kebiasaan begitu langsung tetua-tetua adat ngumpul dan membahas masalah apa yang terjadi di Miangas...” (Informan CL)
Hal serupa juga diungkapkan oleh masyarakat Miangas lainnya. Menurut informan NN terjadinya kehamilan di luar pernikahan dapat mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti badai, petir, dan gelombang besar di Miangas. Lebih lanjut informan NN mengatakan, “...Disini ada kepercayaan kalau ada hujan badai, petir, gelombang besar di luar musim, berarti itu pertanda ada yang hamil di luar nikah. Bencana itu nda berhenti sebelum pelakunya ditemukan dan didoakan dalam acara makan-makan oleh tetua-tetua disini...” (Informan NN)
204
Kehamilan tidak diinginkan dan tradisi mangelo Ada satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Miangas untuk mengetahui pelaku dibalik terjadinya kejanggalan alam yang diakibatakan oleh perilaku kehamilan di luar pernikahan, yaitu dengan mengadakan sebuah tradisi yang bernama mangelo. Mangelo merupakan sebuah tradisi yang dilakukan untuk memeriksa para wanita yang berpotensi untuk terjadinya kehamilan di luar pernikahan seperti para remaja dan para janda. Pemeriksaan mangelo hanya terbatas pada remaja dan janda, karena para remaja dan janda tentunya tidak memiliki suami, sehingga jika memang terbukti remaja dan janda sedang hamil pada pemeriksaan mangelo maka sudah bisa dipastikan bahwa kehamilan tersebut terjadi diluar pernikahan. Mangelo sendiri tidak hanya dilakukan ketika terjadinya kejanggalan-kejanggalan alam di Miangas, tetapi juga ketika tersebar berita burung bahwa terdapat remaja atau janda yang sedang hamil. Bahkan, menurut seorang tokoh adat di Miangas mengatakan bahwa dahulu pemeriksaan mangelo dilakukan rutin setiap 3 bulan sekali. Informan MBS yang merupakan salah seorang pemangku adat di Miangas mengatakan, “...Mangelo itu dulunya memang dilakukan rutin, biasanya setahun itu ada sampai 4 kali. Jadinya kalau ada yang hamil di luar nikah begitu biasanya ketahuan, jadi nda sempat dia mau menggugurkan kehamilannya. Tapi sekarang memang dilakukan apabila ada isu yang hamil di luar nikah atau ada yang nda biasa terjadi di Miangas...” (Tokoh adat Miangas)
Pemeriksaan mangelo ini dilakukan oleh mama biang60. Mama biang yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan mangelo tidak terbatas pada mama biang yang diangkat oleh desa, tetapi juga mama biang lainnya yang tidak diangkat oleh desa61. Pemeriksaan mangelo 60
Mama biang merupakan sebutan untuk bidan kampung di Miangas
61
Di Miangas sendiri ada 2 jenis mama biang, yaitu mama biang yang diangkat oleh desa dan mama biang yang tidak. Perbedaan kedua mama biang ini selanjutnya akan dibahas lebih mendalam pada Sub Bab persalinan
205
ini diawali dengan pengumuman oleh tokoh desa untuk mengumpulkan semua remaja dan janda yang ada di Miangas untuk dilakukan pemeriksaan mangelo. Pemeriksaan mangelo biasanya dilakukan di rumah salah seorang petua adat maupun rumah mama biang. Setelah para remaja dan janda berkumpul, maka mama biang mulai meraba dan memijat perut si perempuan. Melalui pijatan tersebut lah mama biang dapat memastikan bahwa si perempuan yang diperiksanya sedang hamil atau tidak. Ketika mama biang telah menemukan ada yang sedang hamil, maka berita itu pun disebarkan di seluruh kampung sehingga setiap orang mengetahui bahwa si perempuan yang diperiksanya tersebut sedang hamil. Setelah si perempuan dinyatakan telah melakukan kehamilan di luar pernikahan maka si perempuan tadi disuruh mengakui siapa yang telah menghamilinya. Setelah semuanya jelas antara perempuan dan pasangannya, si perempuan dan lelaki tadi mendapatkan sanksi adat. Sanksi adat yang diberikan tergantung pada status pernikahan dari pasangan yang melakukan kehamilan ini. Apabila pasangan tersebut berstatus masih bujangan maka sanksi yang dikenakan hanya ritual malatata atau acara perjamuan dan doa yang dipimpin oleh tetua adat. Tetapi jika yang melakukan berstatus sudah menikah maka selain mengadakan ritual malatata, mereka juga harus membayar denda dan berkeliling kampung dengan memukul tambor. Hal tersebut dilakukan sebagai sanksi moral di masyarakat serta sebagai penjagaan masyarakat terhadap si calon janin agar tidak digugurkan oleh pihak keluarga meskipun sudah terlanjur malu. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh seorang tokoh adat, “...Hukum adat disini kalo ketahuan hubungan gelap itu didenda adat. Kalo bujang sama bujang itu harus bikin acara makan-makan. Sedangkan ada yang sudah berumah tangga selain bikin acara makan, mereka harus berkeliling kampung dengan pukul tambor dan juga bayar denda. Dibikin begitu biar mereka nda bikin gugur ade bayi, klo menggugurkan ade bayi itu
206
disini nda boleh, itu sama dosa membunuh orang juga...” (Tokoh Adat Miangas)
Selama penelitian ini berlangsung, setidaknya dari informasi yang peneliti dapatkan dari masyarakat, ada 3 kasus yang berhubungan dengan kehamilan di luar pernikahan. Kehamilan di luar pernikahan yang ditemukan oleh peneliti mayoritas terjadi pada remaja di bawah 20 tahun, dan bahkan ada yang berujung pada kematian ibu dan bayi. Cerita tentang kasus-kasus ini peneliti dapatkan dari informasi seorang Informan HM62 yang merupakan keluarga terdekat korban yang bisa peneliti temui di lapangan. Kasus MM (Seorang remaja kelas 3 SMP) Berdasarkan cerita dari Informan HM Sebut saja MM, seorang gadis remaja kelas 3 SMP yang sedang menghadapi Ujian Nasional tingkat SMP. Sekilas tak nampak ada yang berbeda dari kegiatan sehari-hari MM yang menjurus pada perbuatan yang melanggar norma. Seperti remaja lainnya, MM juga memiliki kekasih yang juga sama-sama seumuran dengan dirinya. Sang kekasih merupakan orang pendatang dari luar pulau Miangas dan sudah menetap beberapa tahun disini. Hari demi hari, sang ibu MM merasa ada yang berbeda dengan kondisi fisik MM sekarang ini. Badannya yang gempal kini semakin lama semakin membuncit, sang ibu pun kemudian menaruh curiga janganjangan telah terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada puteri sulungnya. Puncaknya, ketika masa Ujian Nasional tingkat SMP berakhir, terungkaplah bahwa di MM sedang hamil. Sontak sang ibu marah besar kepada si MM. Tapi apalah daya nasi sudah menjadi bubur, nasib yang menimpa keluarga MM tak dapat dihindari lagi. Tak bisa dipungkiri kabar tentang kehamilan MM pun mulai menyebar 62
Informan HM merupakan nenek dari si MM sekaligus Ibu dari si MA dan si RM
207
begitu cepatnya hingga terdengan pada para petua adat. Kemudian untuk memastikan kebenarannya, para petua pun memanggil mama biang untuk mengadakan pemeriksaan mangelo. Pemeriksaan mangelo pun dilakukan, bedanya kali ini pemeriksaan tidak diumumkan secara masal, terbatas pada beberapa orang saja, termasuk si MM. Berdasarkan pemeriksaan mangelo yang dilakukan oleh mama biang, ternyata si MM positif telah hamil 3 bulan. Si MM pun disuruh jujur untuk menceritakan siapa ayah dari janin yang telah dikandungnya. Dari pengakuan MM bahwa ayah dari bayi yang dikandungnya merupakan pacarnya sekarang. Alhasil, mereka pun mendapat denda adat yaitu dengan mengadakan acara perjamuan yang mengundang para tetua untuk mendoakan mereka agar kejadian seperti ini tidak menular pada masyarakat yang lain dan bayi yang akan dilahirkan tidak bernasib buruk. Kasus kedua adalah kasus remaja yang merantau di Manado. Sebut saja MA, seorang gadis yang ingin merantau ke Bitung mencari pekerjaan di sana. Namun, beberapa bulan kemudian, MA pun kembali ke Miangas yang tengah berbadan dua. Dia mengaku bahwa dia hamil dengan pacarnya di Bitung. Kasus MA (Seorang gadis di perantauan) Berdasarkan cerita dari Informan HM Sebut saja MA, seorang gadis yang baru saja lulus dari bangku Sekolah Menengah Kejuruan di Miangas. Berawal dari keinginan MA untuk mencari peruntungan di luar Miangas, gadis ini pun kemudian nekat merantau untuk mencari pekerjaan di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Dengan berbekal ijazah serta kemampuan skill yang ada, MA pun bertahan hidup di perantauan. Beberapa bulan kemudian, tiba-tiba saja MA kembali pulang ke Miangas. Sang ibu pada awalnya tak menaruh kecurigaan akan
208
kedatangan si MA kembali ke Miangas. Namun, setelah beberapa lama si MA kembali, dia kemudian mengaku bahwa dirinya sedang hamil, hasil dari hubungannya dengan sang pacar di Bitung. Sang ibu pun hanya bisa memendam pedih, meskipun begitu apalah daya, marah dan memaki kepada MA yang telah mencoreng nama keluarga pun tidak akan menyelesaikan masalah yang ada. Sang ibu hanya bisa berpasrah kepada Tuhan atas bencana yang sedang menimpa keluarganya sekarang. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka diadakanlah acara perjamuan dan doa yang di pimpim oleh tetua adat untuk mendoakan supaya keluarga MA serta masyarakat desa Miangas khususnya terlepas dari pengaruh-pengaruh negatif dari kejadian ini. Setelah 9 bulan lamanya, sang janin pun terlahir menjadi seorang anak laki-laki yang sehat. Dengan keadaan sang ibu tanpa suami dan tanpa pekerjaan yang tetap, sang bayi pun kini ‘diberikan’63 kepada salah seorang saudara MA yang belum memiliki anak laki-laki, sehingga sekarang sang bayi pun menjadi anak dari saudara MA. Kasus ketiga, kasus remaja Miangas yang putus sekolah sejak kelas 2 SD. Ketika lahir memiliki kelainan yang akhirnya membuatnya putus sekolah di bangku SD. Ketika remaja dia terjerat dalam pergaulan yang salah sehingga dia mengalami kehamilan di luar pernikahan dengan salah satu penduduk Miangas.
63
‘diberikan’ sebutan masyarakat Miangas untuk menyebut bayi dari keluarga A diberikan (diadopsi) oleh keluarga B, dimana keluarga B merupakan keluarga dekat si keluarga A. Sehingga sang bayi statusnya kini menjadi anak dan mewarisi marga dari keluarga B
209
Kasus RM (Seorang remaja yang putus sekolah) Berdasarkan cerita dari Informan HM Sebut saja RM, seorang gadis yang putus sekolah sejak di Bangku SD. Ketika RM lahir, ada beberapa hal yang janggal dengannya. Tidak seperti bayi kebanyakan, ketika lahir RM mengalami kelaianan dengan keluarnya darah dari lubang-lubang di tubuhnya. Pada saat itu, fasilitas kesehatan sangat minim adanya, sang ibu pun hanya di bantu oleh mama biang yang ada di Miangas, sehingga tak ada upaya-upaya tertentu untuk menangani si RM. Tak hanya sampai disitu, kelainan pun terjadi ketika RM berumur beberapa bulan. Ketika itu RM mengidap penyakit mata tinggi64, syukurnya RM berhasil diselamatkan meskipun dengan upaya seadanya. Akibat dari penyakit tersebut RM mengalami kelainan pada matanya, matanya sekarang menjadi rabun. Kelainan dari mata RM tersebut ternyata berpengaruh terhadap kegiatannya di sekolah. Di sekolah dia mengaku sulit untuk membaca dan terkadang mendapat ejekan dari teman-teman sebayanya. Sang guru pun menyarankan kepada keluarga RM untuk berhenti sekolah. Saran tersebut pun dilakukan oleh keluarga RM, sehingga RM putus sekolah sejak di bangku kelas 2 SD. Waktu pun berlalu, kini RM tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang mungil65. Seperti gadis normal lainnya, RM pun memiliki rasa ketertarikan kepada lawan jenis di desanya. Interaksi keduanya pun tak dapat dihindarkan, naasnya RM terjerat pergaulan yang salah hingga menyebabkan RM mengalami kehamilan di luar pernikahan. Nasi telah menjadi bubur, sang pacar menolak untuk menikahi RM. RM pun sekarang tengah menanggung beban dan aib ini, syukurnya 64
Mata tinggi merupakan penyakit kejang-kejang yang menyerang bayi dan balita
65
Menurut informasi yang peneliti dapatkan, informan mendiskripsikan proporsi tubuh RM dengan tinggi kurang dari 150 cm dan berat badan sekitar 45 Kg
210
sang ibu dan keluarga terus mendukung RM untuk mempertahankan kandungannya meski tanpa suami. Ketika kehamilan, RM pernah dibawa keluarganya untuk memeriksakan kandungan di rumah sakit di Ibukota. Sang dokter kemudian menyarankan kepada RM dan keluarga agar nantinya ketika melahirkan harus di Rumah Sakit Ibukota. Meskipun demikian, saran dokter tersebut ternyata tidak ditanggapi oleh RM. RM lebih memilih untuk tetap bertahan dan melahirkan di Miangas. Sang keluarga pun telah membujuk si RM agar menuruti saran sang dokter, tetapi RM masih berkuatat pada keyakinannya untuk melahirkan di Miangas. Bulan demi bulan pun berlalu, sang janin kini telah mencapai harinya untuk terlahir di dunia. RM pun merasa bahwa perutnya semakin sakit, RM pun kemudian menceritakan hal tersebut kepada ibunya. Lantas, ibu RM pun memanggil mama biang dan seorang perawat senior di Miangas. Ketuban pun pecah, tetapi sang bayi tak kunjung bisa keluar, ternyata RM mengalami kesulitan dalam mengejan. Segala macam upaya pun dilakukan agar RM kuat untuk mengejan, mulai dari ramuan-ramuan tradisional sampai memanggil semua mama biang yang ada di Miangas, tetapi semua itu tidak berhasil. Akhirnya tak ada pilihan lain, RM harus segera dirujuk ke Rumah Sakit, keluarga RM pun terpaksa menjual sebagian besar kebun mereka untuk membiayai perujukan RM nanti di Ibukota. Meskipun demikian, sayangnya perujukan tak bisa segera dilakukan, setidaknya perujukan ini harus menunggu kapal yang berlabuh. Puncaknya sudah 6 hari menunggu, keluarga pun sudah memastikan bahwa besok akan ada sebuah kapal yang berlabuh di Miangas menuju ibukota. Namun, setelah 6 hari berjuang meregang nyawa bersama bayinya, RM pun dengan usaha terakhirnya berhasil mengeluarkan sang bayi dari dalam rahimnya. Seorang bayi laki-laki dengan berat 4 Kg pun lahir dalam keadaan meninggal di dalam perut RM. Tak lama kemudian RM langsung mengalami kejang-kejang sehingga akhirnya menghantarkan RM kepada kematian.
211
Tak bisa dipungkiri, kehamilan di luar pernikahan terkadang akan berujung pada usaha pengguguran janin. Menurut informasi yang peneliti dapatkan dari masyarakat, ada beberapa kasus upaya pengguguran yang dilakukan yang berujung pada kecacatan anak hingga meninggalnya sang ibu dan anak. Alasan pengguguran kandungan pun beragam, ada yang karena malu dan ada yang karena alasan himpitan ekonomi. Peneliti pun berusaha untuk menggali lebih dalam kasus-kasus yang telah disebutkan oleh beberapa masyarakat, tetapi dikarenakan hal ini sangat sensitif maka informan kunci pun terkesan menutup-nutupi hal tersebut. Dalam hal ini informan MP yang juga berprofesi sebagai dukun pengobatan tradisional mengungkapkan, “...Cucu mau tau itu kenapa ada ade bayi lahirnya cacat begitu? Itu karena waktu ade bayinya masih di perut ibu, papa sama mamanya itu niat jahat mau gugurkan itu ade bayi, alasannya ada memang ibunya masih sekolah, ada juga itu karena nda mau punya anak lagi. Jadi cacat begitu karena itu perut ibu dipijit-pijit jahat, tapi karena kandungannya kuat jadi ade bayi nda gugur tapi malah lahirnya cacat. Itu yang pijit bisa sembarang orang, opa juga bisa kasih pijit jahat gitu , tapi opanya nda mau itu, itu sama saja dengan membunuh. Kalau menggugurkan bayi itu disini dosa. Tapi ya ada juga manusia yang mau berbuat begitu asalkan dikasih doi...” (Dukun pengobatan tradisional)
Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) memang tidak selamanya berawal dari kehamilan di luar pernikahan. Ada sebuah kasus KTD yang terjadi pada pasangan yang sudah menikah. KTD tersebut berakhir dengan kematian sang ibu dan juga anak, sebut saja kasus MM. Peneliti berusaha menemukan informasi dari keluarga terdekat korban, tetapi semua keluarga inti korban tidak lagi tinggal di Miangas, maka peneliti pun mencari tahu dari informasi orang terdekat korban yang kemudian peneliti triangulasikan dengan informasi yang beredar pada masyarakat.
212
Kasus MS (Pasutri yang tidak menginginkan anak) Berdasarkan cerita dari Informan NN Kasus MS berawal dari ketika MS merasakan ada yang janggal dengan keadaan dirinya, perutnya kini semakin membesar, haidnya pun kini tak lagi lancar. Dia pun kemudian memberanikan diri untuk memeriksakan diri, sontak apa yang ia duga pun terjadi, dia kini tengah mengandung sekitar 5 bulan. Dia pun menceritakan perihal kehamilannya kepada sang suami. Namun sayang, sang suami pun marah besar, karena kehamilan ini tidak direncanakan sebelumnya. Mereka telah memiliki 2 orang anak, dan itu sudah cukup membuat mereka bekerja keras untuk membesarkannya, apalagi jika ditambah 1 lagi?. Sang suami yang memang memiliki tabiat yang suka meminum minuman keras, membuat pertengkaran pun tak terhindarkan. Puncaknya, pada kesesokan harinya MS pergi ke puskesmas untuk meminta obat kepada dokter. Dokter pun bertanya kepada MS sedang sakit apa, tetapi sang ibu tak jelas menyebutkan sakit apa yang sedang dia alami, yang penting obat apapun itu dia meminta kepada sang dokter. MS pun terus mendesak dokter untuk memberikan obat kepada dirinya, dokter pun akhirnya memberi obat sakit kepala kepada sang ibu, sebelumnya dokter telah mewanti-wanti MS agar tidak sembarangan meminum obat mengingat kondisinya yang sedang mengandung. Sore harinya, desa Miangas pun geger, ternyata MS ditemukan tewas menggenaskan dengan mulut yang penuh busa di rumahnya. Terlihat sebotol cap tikus yang telah bercampur dengan obat di sampingnya. Diduga kuat sang ibu telah mencampur obat yang diberikan dokter tadi dengan cap tikus hingga dia berniat untuk menggugurkan kandungannya. Namun, naasnya bukan hanya si cabang bayi yang meninggal, MS pun bernasib menggenaskan seperti cabang bayi yang dikandungnya.
213
3.2.1.3 Pasangan usia subur belum mempunyai anak Berdasarkan penelusuran peneliti kepada beberapa pasangan yang telah menikah, ketika sepasang kekasih memutuskan untuk menikah maka biasanya mereka memutuskan untuk segera memiliki anak. Meskipun demikian, tidak ada keharusan atau aturan yang mengatur agar pasangan yang baru menikah harus segera atau menunda memiliki anak. Bagi masyarakat Miangas, anak laki-laki mapupun anak perempuan memiliki nilai yang sama yaitu sebagi pemberian Tuhan yang harus disyukuri. Ada 3 pola perencanaan jumlah anak yang peneliti temukan di lapangan. Pertama pola tahun 70an ke bawah, pola tahun 90an, dan pola tahun 2000an sampai sekarang. Pola tahun 70an biasanya tidak membatasi jumlah anak, bahkan orang tua yang hidup di masa tahun 70an memiliki anak sampai 13 orang. Pola tahun 90an sudah mulai membatasi jumlah anak mereka 3-5 orang disebabkan mereka sudah mengenal KB. Pola terakhir yaitu pola pasangan tahun 2000an. Biasanya pasangan yang menikah pada era tahun 2000an, mereka sudah merencanakan anak dengan teratur dengan menjaga jarak kehamilan dengan menggunakan KB. Biasanya jumlah anak yang mereka miliki 1-3 orang. Setelah itu mereka memilih untuk tidak memiliki anak lagi. Hal tersebut dikemukakan oleh seorang Informan NP yang berprofesi sebagai guru, “....Kalau orang disini, itu dulu-dulu zamannya oma-oma itu nda ada KB, jadi anaknya so banyak diatas 5 itu, ada yang sampai punya anak 13 orang, tapi banyak juga yang meninggal anaknya waktu masih kecil. Klo umuran yang kaya mama ini biasanya punya anak 3-5, sekarang kan sudah ada KB itu. Kalau sekarang udah bikin keluarga berencana, rencana anak 1-2 orang, paling banyak 3 orang...” (Informan NP)
Meskipun mayoritas pasangan yang menikah ingin segera memiliki anak, bukan berarti tak ada pasangan yang belum dikaruniai
214
anak. Salah satu pemahaman masyarakat Miangas yang cenderung agamis adalah jika sebuah keluarga belum dikaruniai anak itu artinya Tuhan belum mau memberikan anak. Mereka cenderung menunggu agar Tuhan mengaruniai mereka anak dengan berdoa. Meskipun demikian, bukan berarti masyarakat tidak mengait-ngaitkan penyebab terjadinya ketidak-suburan pasangan yang menikah dengan kekuatan dan pengaruh-pengaruh supranatural. Berdasarkan informasi yang peneliti kumpulkan, ada dua jenis penyebab seseorang tidak memiliki keturunan disamping faktor pemberian Tuhan. Pertama dikarenakan pasangan tersebut salah satunya merupakan peminum alkohol, sehingga berpengaruh kepada kesuburan. Kedua, disebabkan oleh penyakit yang bernama urat naga yang dapat menyebabkan keguguran maupan kematian anak yang dilahirkan. Menurut seorang informan yang berprofesi sebagai dukun pengobatan tradisional di Miangas, mengatakan bahwa cap tikus dapat mempengaruhi kesuburan lelaki. Lebih lanjut informan MP mengatakan, “...Itu orang nda bisa punya anak itu kenapa? Karena dia itu peminum, pemabok. Itu cap tikus barang panas, kalau diminum setiap hari itu bikin punya laki-laki itu nda subur, itu kan ibaratnya mau bercocok tanam, kalau bibitnya nda bagus nda bisa jadi anak. Itu ada contohnya, ada suami yang kerjanya mabok, sampai sekarang belum dapat anak, lalu si istri minta cerai, si istri kawin sama laki-laki lain, nda lama si istri itu hamil sama suami yang baru, ya wajar suami yang baru kan itu subur daripada suami yang pemabuk itu...” (Dukun pengobatan tradisional)
Selain hal tersebut, seorang informan juga menambahkan bahwa penyebab dari tidak dikaruniainya keturunan adalah disebabakan oleh penyakit urat naga. Jika seseorang mengidap penyakit ini, maka dia tidak bisa mendapatkan keturunan, keguguran, atau si bayi meninggal saat masih kecil. Selain itu, penyakit ini tidak
215
hanya terbatas pada tidak bisanya mendapatkan keturunan sama sekali, tetapi dipercaya juga dapat mempengaruhi perolehan anak laki-laki maupun perempuan dalam sebuah keluarga. Salah seorang informan mengakui bahwa dirinya tidak bisa mendapatkan anak perempuan. Sudah 2 kali informan ini mengandung anak perempuan, tetapi semua anak perempuan tersebut tidak dapat bertahan lama, ada yang keguguran ada juga yang meninggal ketika berumur beberapa bulan. Menurut informan ketika bertanya dengan seorang mama biang dari Blude, penyebabnya adalah penyakit urat naga yang sedang diderita oleh informan ini. “...Kaka itu kalau istilah orang disini itu nda bisa pelihara itu anak perempuan, kalau punya anak pasti nda bisa anak perempuan, musti dia lakilaki. Pernah sudah kaka mengandung 2 anak perempuan, tapi dua-duanya nda bertahan lama. Satu dia mati di dalam perut, yang kedua dia meninggal waktu umur 9 bulan. Kaka ada tanya sama mama biang di Blude, katanya itu karena urat naga yang kaka punya. Penyakit urat naga ini dia yang bisa bikin itu ade dalam kandungan itu meninggal waktu dalam perut, terus karena pengaruh urat naga ini juga bikin itu jahat air susu kaka jadinya ade kena diare, terus di meninggal karena kehabisan cairan...” (Informan TL)
Hal serupa juga peneliti dapatkan dari seorang informan mama biang dari daerah Blude. Mama biang tersebut mengakui bahwa apa yang sedang diderita oleh informan TL merupakan penyakit anak perempuan66 yang disebabkan oleh urat naga yang sedang diderita oleh informan TL. “...urat naga itu kaya urat-urat biru talingkar-lingkar dang, dia bisa di kaki, di perut, bisa juga di totok ibu. Penyakit itu bisa bikin jahat totok67 ibu. Umpanya itu dang ada ade itu batotok (menyusu) itu ada dp pengaruh sama air susu ibu. Ada kalanya biar itu ada dp kuah (ASI) tapi adenya nda mau isap itu totok, itu karena pengaruh dp penyakit urat naga. Itu kalau dia punya penyakit anak perempuan macam itu TL punya, kalau dia melahirkan anak 66
Penyakit ini maksudnya adalah seorang ibu tidak bisa melahirkan atau mengasuh anak perempuannya sendiri, sehingga disebut penyakit anak perempuan 67
Payudara ibu
216
perempuan itu musti nda boleh beri itu totok sebelum dp urat naga diobati, kalau nda itu totok bisa bikin jahat itu ade bayi. Kalau ade bayi laki-laki nya nda papa, kecuali anak perempuan. Itu penyebab urat naga itu karena dp urat telingkar dang, itu penyebabnya orang nda bisa punya anak laki-laki atau perempuan kaya itu dp TL punya...” (Mama biang Blude)
Gambar 3.6. Penyakit urat naga yang diderita informan TL Sumber: Dokumentasi Peneliti
Ketika sepasang suami istri belum dikarunia anak, maka biasanya mereka akan menempuh beberapa cara agar bisa mendapatkan keturunan. Ada 3 cara yang dilakukan masyarakat Miangas untuk memiliki keturunan. Pertama dengan berdoa saja, kedua dengan ramuan tradisional KB makatana68, dan yang terakhir dengan pijat untuk menghilangkan penyakit urat naga. Terkait ramuan makatana sendiri, seorang informan yang juga berprofesi sebagai dukun makatana, memaparkan ramuan makatana yang dapat berkhasiat menyuburkan pasangan yang belum dikaruniai anak. Lebih lanjut informan menjelaskan, “...Itu opa punya ramuan makatana namanya KB makatana. Itu opa ambil kulit kayu laut namanya parappa 3 lembar, besarnya 2 jari kaya gini 68
Ramuan makatana artinya ramuan tradisional yang terbuat dari akar-akar dan atau daun-daun yang dipercaya masyarakat Miangas dapat mengobati penyakit
217
(menunjukan 2 jarinya yang berdakatan) diikat terus ditumbuk. Lalu tambahkan cengkeh 1 loku sama beberapa butir rica jawa (merica) ditaruh di dalam panci kecil, tambahkan air 1-2 gelas kaca itu lalu di rebus sampai dp air sisa 1 gelas. Nanti itu ada 2 bagian, yang putih yang paling atas torang bilang sini sabu, itu gunanya untuk mau punya anak. Kalau dp air bagian bawah itu gunanya untuk memperpanjang jarak kehamilan. Minumnya 1 gelas itu untuk seharian, cukup sekali, jangan sering-sering...” (Dukun makatana)
Adapun terkait pijat untuk menghilangkan penyakit urat naga, informan mama biang dari Blude menjelaskan, “...kalau mama yang tangani itu dp urat naga, itu harus dipijit, selain dipijit itu ada dikasih dp obat, obat dari tanaman, daun, sama akar-akar. Tapi itu dp obat sulit dicari, itu harus sering dipijit supaya urat naga-nya mati, jadi dia nda muncul lagi. Baru setelah urat naga itu hilang, ibu bisa lagi hamil...” (Mama biang Blude)
3.2.1.4 Nilai anak dan pembatasan jumlah anak Anak merupakan sebuah aset berharga di dalam keluarga. Di Miangas, anak dipandang sebagai penerus keberlangsungan hidup dan marga keluarga, terutama anak laki-laki. Anak laki-laki dipandang sebagai penerus marga keluarga, semakin banyak anak laki-laki maka semakin baik, artinya semakin terjaga marga keluarga. Tak heran, jika ditemukan keluarga yang meskipun sudah memiliki beberapa anak perempuan, tetapi belum lengkap rasanya apabila tidak memiliki anak laki-laki di dalam keluarga. Mereka akan terus berusaha untuk mendapatkan anak laki-laki. Hal ini diungkpkan Informan SV yang berprofesi sebagai bidan kesehatan di Miangas, “...Disini semakin banyak anak laki-laki semakin baik, kan anak laki-laki yang
nerusin marga keluarga, kan kalau perempuan udah hilang marganya...” (Informan SV)
218
Meskipun demikian, dalam pengamatan peneliti tidak terlihat adanya perlakuan yang mencolok yang membedakan antara perlaukan anak perempuan dan anak laki-laki di Miangas. Apabila sebuah keluarga tidak memiliki anak berjenis kelamin perempuan atau laki-laki maka biasanya mereka akan mengangkat anak dari saudara mereka untuk dijadikan anak mereka. Fenomena ini lazim terjadi di Miangas dengan istilat ‘memberi’ anak. Biasanya mereka mengadopsi anak dari saudara terdekat mereka. Setelah di adopsi, maka anak tersebut kemudian mewarisi marga dan statusnya berubah menjadi anak dari keluarga yang mengadopsi anak tersebut. Dalam hal pembatasan anak, mayoritas masyarakat Miangas menggunakan KB jenis suntikan yang biasa didapatkan di fasilitas kesehatan. Disamping itu, masyarakat Miangas juga memiliki cara tersendiri yaitu dengan menggunakan KB makatana. Masih menurut dukun makatana di Miangas, terdapat sebuah ramuan KB makatana yang dapat digunakan sebagai pengatur jarak kehamilan. Lebih jelasnya informan MP yang juga berperan sebagai dukun makatana menuturkan, “...Itu opa punya ramuan makatana namanya KB makatana. Itu opa ambil kulit kayu laut namanya parappa 3 lembar, besarnya 2 jari kaya gini (menunjukan 2 jarinya yang berdakatan) diikat terus ditumbuk. Lalu tambahkan cengkeh 1 loku sama ditambah beberapa butir rica jawa (merica) ditaruh di dalam panci kecil, tambahkan air 1-2 gelas kaca itu lalu di rebus. Sampai dp air sisa 1 gelas. Nanti itu ada 2 bagian, yang putih yang paling atas torang bilang sini sabu, itu gunanya untuk mau punya anak. Kalau dp air bagian bawah itu gunanya untuk memperpanjang jarak kehamilan. Minumnya 1 gelas itu untuk seharian, cukup sekali, jangan sering-sering...” (Dukun makatana)
219
3.2.2 Hamil 3.2.2.1 Upacara pada masa kehamilan Masyarakat Miangas pada umumnya tidak mengenal adanya upacara atau ritual pada masa kehamilan seperti di beberapa daerah Indonesia. Meskipun masayarakat Miangas sangat kental adatnya, tak ada tradisi khusus untuk wanita yang sedang hamil, baik hamil yang pertama, hamil muda, maupun hamil tua. 3.2.2.2 Pantangan dan keharusan pada masa hamil Meskipun masyarakat Miangas tidak mengenal upacara seputar kehamilan, tetapi mereka masih mempercayai adanya pantangan-pantangan seputar kehamilan. Adat yang masih kental membuat masyarakat Miangas masih mempercayai akan adanya kekuatan supranatural yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, tak terkecuali bagi ibu hamil. Menurut Informan PT yang juga merupakan seorang ibu hamil 6 bulan mengatakan ada beberapa pantangan yang harus dihindari oleh ibu hamil. Berdasarkan informasi dari Informan PT, beberapa pantangan itu seperti: 1) Tidak boleh makan semua jenis terong-terongan. Hal ini dipercaya akan mengakibatkan ketuban ibu saat melahirkan sulit pecah 2) Tidak boleh duduk di bangku kecil, kalau pun harus duduk, maka bangku tersebut harus diberi alas koran, kertas, ataupun alas lainnya. Hal ini dipercaya apabila ibu duduk di bangku kecil, maka akan susah untuk melahirkan 3) Tidak boleh jahit menjahit karena dipercaya akan menyulitkan ibu yang hamil untuk melahirkan 4) Tidak boleh duduk di depan pintu. Hal ini dipercaya akan membuat anak tertahan di ‘pintu’ kelahiran, sehingga sulit untuk keluar 5) Tidak boleh menggunting rambut bagi ibu yang sedang hamil. Hal ini dipercaya bahwa anak yang akan lahir akan mengalami kebotakan, tidak memiliki rambut
220
6) Tidak boleh makan gurita. Hal ini dipercaya akan membuat badan bayi akan merah-merah serta plasentanya ‘lari’ (plasenta tak bisa dikeluarkan), sehingga dapat menyebabkan kematian pada ibu. Masih menurut informan PT, pernah ada seorang ibu hamil yang memakan daging gurita. Ketika melahirkan bayinya keluar, tetapi plasentanya tak bisa keluar, sehingga sang ibu meninggal 7) Tidak boleh makan ikan penyu. Hal ini dipercaya akan dapat menyebabkan pendarahan saat persalinan 8) Bagi yang sedang hamil muda, tidak boleh pergi ke kebun saat gerimis. Hal ini dipercaya dapat menyebabkan keguguran pada ibu hamil. Pernah ada cerita tentang dua orang ibu yang hamil muda, saat gerimis mereka pergi ke kebun untuk mencari sagu. Beberapa hari kemudian kedua ibu tersebut mengalami pendarahan dan keguguran Masih menurut informan PT, bahwa terdapa beberapa anjuran yang harus diikuti oleh ibu hamil. Beberapa anjuran itu seperti: Kalau ingin pergi ke luar rumah di malam hari harus menggunakan penutup kepala seperti kain atau sapu tangan. Hal ini dipercaya sebagai pelindung agar sang ibu tidak diganggu oleh angin jahat69 yang dapat mengakibatkan sakit bahkan keguguran pada ibu hamil Jika ingin lewat di daerah-daerah keramat, daerah adat, atau daerah yang dipandang ada penunggunya seperti kebun maka harus membawa ‘pegangan70’ seperti lemong suwangi71, dan bawang putih Memakan tanaman gedi, bisa disayur, di tumbuk, atau direbus lalu diminum airnya 69
Angin jahat merupakan sebutan Masyarakat terhadap gangguan-gangguan rohroh yang menegur seseorang dengan cara yang tidak baik sehingga orang yang terkena teguran angin jahat ini akan sakit 70
Barang-barang yang dibawa sebagai jimat
71
Belimbing tunjuk
221
Meminum obat-obatan tradisional seperti daun-daunan yang dipercaya akan melancarkan persalinan 3.2.2.3 Masa kehamilan: masa mendapatkan perhatian Masyarakat Miangas mengkonsepsikan masa kehamilan adalah masa dimana seorang ibu hamil mendapatkan perhatian yang lebih dari keluarganya. Setidaknya masyarakat membagi 2 jenis kehamilan yaitu hamil kuat dan hamil jelek. Hamil kuat untuk menyebut kehamilan dengan kandungan yang kuat dan hamil jelek untuk menyebut kandungan yang lemah dan mudah untuk terjadi keguguran. Hal tersebut dikemukakan oleh seorang informan yang sedang hamil 6 bulan, “...Kalau disini itu ada ibu yang hamilnya kuat dan ada juga hamilnya jelek. Hamil kuat itu dia bawaannya nda banyak macam-macam, seperti biasanya no. Kalau hamil jelek itu kandungannya lemah, biasanya ngidamnya macammacam dan rentan sama angin jahat...” (Informan PT)
Cara membedakan hamil kuat dan hamil jelek adalah dengan melihat pola makan sang ibu saat mengidam, seperti yang diakatakan oleh Informan MY, “...Kalo hamil jelek itu ngidamnya nda bisa makan sembarang-sembarang, maunya ini itu, ada juga biasanya ngidamnya aneh-aneh, ada yang nda mau keluar rumah sampai 7 bulan, ada yang nda mau makan nasi, maunya makan buah aja, ada juga lagi yang ngidamnya makan-makan yang kotor gitu kaya perut ikan, sabun, sama ikan garam. Kalo hamilnya kuat ngidamnya ndak minta macam-macam, kaya biasa aja...” (Informan MY)
Untuk ibu yang memiliki kehamilan jelek, biasanya sang ibu tidak banyak melakukan aktivitas. Mereka diberi perhatian lebih dan dimanjakan oleh keluarga, tidak boleh melakukan aktivitas yang berat-
222
berat termasuk mengerjakan pekerjaan rumah, seperti yang dialami oleh Informan PT, “...Kalo mama kan hamilnya jelek, jadi ngidamnya ngidam jelek. Jadi kerjanya
makan tidur makan tidur, semua pekerjaan rumah yang kerjakan papanya kelvin, mama tinggal dirumah aja no...” (informan PT)
Sedangkan untuk ibu yang memiliki kehamilan kuat, biasanya mereka tetap mengerjakan aktivitas sehari-hari seperti biasa, seperti mengerjakan pekerjaan rumah dan berkebun. Apalagi jika dekat dengan tanggal persalinan yaitu sekitar bulan kehamilan 8-9 bulan, ibu-ibu yang memiliki kehamilan kuat biasanya lebih rajin dalam bekerja, mereka menganggap semakin keras bekerja, semakin lancar nantinya persalinannya. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan mengatakan, “...Mama dang hamil kuat, nda banyak pantangan-pantangan ngidamnya. Itu sebelum mama melahirkan dp anak, waktu bulan 8 atau 9, mama kerja cepat (kerja keras), biar kata persalinan cepat lancar...” (Informan MG)
Peran suami terhadap kehamilan sang istri tidak hanya terbatas pada membantu pekerjaan sang ibu ketika sedang mengidam. Tetapi juga memperhatikan dalam hal pemeriksaan kehamilan hingga sampai pemilihan tempat persalinan nanti. Salah seorang suami siaga yang peneliti temui ketika mengantarkan sang istri melakukan pemeriksaan kehamilan di posyandu mengatakan, “...Tentunya peran suami ketika istri hamil kan temani ibunya periksaperiksa. Istri saya tiap bulan saya antar periksa ke dokter di Manado untuk USG. Selain itu juga bantu merawat, bantu-bantu ngurus rumah, masak, nyuci, dll. Lagian istri saya ini dia lagi ngidam jelek, jadi maunya tidur terus, ndak mau makan, maunya makan buah, tapi kan ya disini susah cari buah, harus nunggu ke Manado biar bisa makan-makan buah...” (Informan JL)
223
Selain sosok suami siaga, ternyata juga terdapat sosok suami yang tidak peduli terhadap kahamilan istrinya. Biasanya sosok suami ini merupakan seorang pemabuk sehingga mengabaikan keadaan sang istri meskipun sedang hamil. Contohnya adalah sosok suami yang memukuli istrinya yang sedang hamil dari kasus KTD MS yang telah dipaparkan sebelumnya. 3.2.2.4 Pemeriksaan kehamilan Selama pengamatan peneliti di Lapangan, pemeriksaan kehamilan (ANC) di Miangas biasanya dilakukan pada saat posyandu setiap bulannya. Namun, jika ada ibu hamil yang meminta pemeriksaan di luar posyandu, bidan di Miangas juga siap sedia melayani pemeriksaan kehamilan tersebut. Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat posyandu berlangsung, ANC yang dilakukan meliputi penimbangan berat badan, pengukuran lingkar lengan atas (LILA), pengukuran tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT, serta pemberian tablet Fe.
Gambar 3.7. Pemeriksaan LILA ibu hamil pada kegiatan posyandu Sumber: Dokumentasi Peneliti
224
Untuk pemeriksaan tinggi badan, kadar HB, maupun pemeriksaan urine tidak dilakukan, disebabkan keterbatasan peralatan dan tenaga di Puskesmas. Biasanya bidan menyarankan kepada ibu hamil untuk setidaknya sekali memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan yang lebih lengkap di luar pulau Miangas. Selain pemeriksaan kehamilan di posyandu, terdapat kebiasaan pijat-pijat bagi ibu hamil dengan mama biang. Pijat ini dilakukan mulai dari umur kandungan 3 bulan keatas hingga menjelang persalinan. Pemijatan oleh mama biang ini bertujuan untuk memperbaiki posisi kandungan apabila diindikasi mengalami sungsang atau sejenisnya. Pemijatan ini bisa rutin dilakukan 2 kali dalam sebulan maupun sekehendak dari si ibunya sendiri untuk dilakukan pemijatan. Seorang mama biang menuturkan, “...Oma juga sering bantu pijit-pijit itu kandungan, mulai 3 bulan keatas. Disini memang jadi kebiasaan ibu hamil bawa pijit-pijit sama oma. Kandungannya dipijit biar kasih baik itu letak ade bayi, apabila sungsang atau kebalik gimana kan itu harus diatur posisinya, biar nanti waktu melahirkan nda susah. Biasanya itu 2 kali dalam sebulan, tapi ada juga suka-sukanya ibu no mo bawa kemari buat dipijit, nda ada aturannya, tapi biasanya memang 2 kali sebulan itu...” (mama biang K)
Setidaknya salama penelitian ini berlangsung, terdapat 2 orang mama biang yang masih aktif melakukan pijat-pijat ini. pemilihan mama biang biasanya didasarakan pada pengalaman pribadi maupun pengalaman anggota keluarga yang lain saat merasakan pijitan dari mama biang tersebut. Seperti yang diungkapakan oleh informan MR sewaktu dia sedang hamil. “...Kalau mama waktu itu hamil pijit-pijitnya sama oma H itu, karena cocok aja itu bawaan tangannya sama mama. Ada juga itu mama biang yang satunya, tapi rasanya mama lebih cocok sama oma H, dari mamanya mama
225
juga sering pijat-pijat sama oma H itu, so lama pakai oma H itu...” (Informan MR)
Pemilihan pemijitan oleh mama biang ini secara tidak langsung merupakan sebuah ikatan janji untuk mengontrak mama biang untuk menjadi tenaga penolong ibu hamil sampai si ibu hamil melahirkan kelak. Selama si ibu memilih melahirkan di Miangas, maka yang berhak menangani persalinan haruslah mama biang yang dipilih pertama kali untuk melakukan pijat-pijat. Apabila dilakukan oleh mama biang yang berbeda maka akan menimbulkan keirian antara mama biang satu dengan yang lainnya. 3.2.3 Persalinan dan Nifas 3.2.3.1 Ritual saat persalinan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masyarkat Miangas tidak mengenal ritual khusus pada saat persalinan. Namun, ada beberapa perlakuan-perlakuan khusus jika sang ibu melahirkan dengan bantuan mama biang. Pemilihan penolong persalinan memiliki kecenderungan dipengaruhi oleh tingkat ekonomi masyarakat itu sendiri. Bagi masyarakat yang mampu secara ekonomi baik pendatang maupun penduduk asli, biasanya mereka memilih untuk melahirkan di fasilitas medis yang lebih lengkap di luar Pulau Miangas seperti di Melonguane maupun Manado. Bagi keluarga pra sejahtera, biasanya mereka memilih ditolong oleh mama biang di rumah, baik bermitra dengan tenaga kesehatan maupun tidak. Salah seorang ibu hamil yang berprofesi sebagai pegawai pemerintahan di Miangas mengungkapkan keprihatinannya terhadap ibu hamil di Miangas. Informan SL mengatakan, “...Saya kasihan sama teman-teman ibu hamil di sini, kalau disini mereka ya pasrah, melahirkan disini cuma yah,,, kalau mereka mau jadi apa disini? apalagi jika tidak ada biaya untuk melahirkan di luar, kecuali kalau seperti
226
saya bukan penduduk asli pasti berusaha melahirkan di luar. kemudian kalau umpanya biar masyarakat sini tapi punya pekerjaan tetap seperti PNS atau suaminya polisi atau tentara itu mereka mau melahirkannya di luar di Ibukota Kabupaten atau di Provinsi. Tapi kalau masyarakat biasa, kaya masyarakat petani mereka tetap melahirkan disini dengan risiko yang mereka tanggung sendiri. Kaya yang kemarin itu, sudah 1 minggu pecah ketuban tapi tidak keluar bayi jadi mau dibawa lari ke Tahuna atau Melonguane sudah tidak keburu karna pas kapal sampai, si ibu sudah meninggal. Jadi kalau masyarakat sini cuma masyarakat petani keluarga pra sejahtera itu cuma bisa pasrah saja...” (Informan SL)
Setidaknya ada 3 pola pemilihan persalinan di Miangas. Pertama untuk masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke atas, biasanya dari kalangan pegawai negeri memilih untuk melahirkan di luar Miangas seperti di rumah sakit dengan alasan berjaga-jaga apabila terjadi hal-hal yang darurat yang tak bisa diatasi di Miangas. Salah seorang ibu hamil yang merupakan istri dari seorang pegawai Beacukai di Miangas memutuskan untuk merencanakan persalinannya jauh hari di Manado. Lebih lanjut informan PT mengungkapkan, “...Rencananya mama melahirkan di Rumah Sakit TNI di Manado. kalau melahirkan disini nda ada dokter spesialis kandungan, cuma dokter biasa, mama lebih memilih ke Manado karena menjamin kalau terjadi apa-apa, kan kalau disini jauh dari dokter spesialis, kalau disini kan transportnya juga lama harus nunggu kapal. Jadi mama perhitungkan lebih baik mama melahirkan di Manado karena menjaga jangan sampai terjadi sesuatu jauh dari Rumah Sakit...” (Informan PT)
Pola yang kedua adalah melahirkan di Miangas dengan bantuan mama biang baik yang telah bermitra maupun yang tidak bermitra dengan tenaga kesehatan. Untuk pola yang kedua ini dilakukan di rumah sendiri maupun di rumah keluarga dari si ibu. Pemilihan tempat tersebut dikarenakan selain ibu hamil merasa lebih
227
nyaman melahirkan di rumahnya sendiri, fasilitas puskesmas untuk pertolongan persalinan pun terbatas. Salah satunya adalah yang terjadi pada seorang informan dari keluarga pra-sejahtera. Informan mengungkapkan bahwa keputusannya melahirkan di Miangas dengan mama biang dikarenakan permasalahan keuangan keluaraga. Informan RA mengatakan, “...Mama memilih melahirkan disini karna dp doi (uang) nda ada sayang, kan papa so dapat sakit khosa72 jadi nda bisa kerja berat untuk cari doi. Anak pertama mama melahirkan disini. Waktu itu mama melahirkan hampir mati, mama nda bisa bakuat (mengejan) dang. Bayangkan itu mama melahirkan nda ada itu dp kekuatan, kalau bidan-bidan disini kasih paksa untuk bekerja (mengejan), bekerja gimana mama so nda ada kekuatan, biar itu bidan kasih jalan gimana juga so nda bisa. Dorang hampir mau bawa perslinan itu di Rumah Sakit sana. Memang ada suster-suster atau bidan-bidan tapi belum ada pengalaman menangani seperti ini. Untungnya ada dokter Miracle itu, biar dia cuma dokter umum tapi dia so banyak pengalaman dang, kalau nda ada dokter Miracle itu mama sudah so mau mati. Dokter cuma bilang begini kalau ade mau bergerak manucu (menusuk) jangan bekerja (mengejan), bilang cuma tarik nafas pelan-pelan keluarkan dari mulut, lalu tarik ulang, baru itu mama so dapat rasa ada kekuatan...” (Informan RA)
Meskipun di Miangas terdapat puskesmas induk yang memiliki ruangan yang cukup, tetapi ketersediaan listrik dan air bersih tidak memadai. Peralatan persalinan normal pun kini sudah mulai rusak. Tak jarang tenaga kesehatan harus meminjam gunting kepada mama biang untuk memotong tali pusat. Hal tersebut diakui oleh seorang tenaga kesehatan senior yang bertugas di Miangas, “...Kalau orang disini melahirkan di rumah mereka. Mau di puskesmas tapi perlengkapannya juga nda ada, memang ruangannya banyak, ada juga inkubator, tapi nda bisa digunakan, nda ada listrik, nda ada air bersih, nda 72
Sebutan masyarakat untuk penyakit sesak nafas
228
ada peralatan yang lengkap disana. Peralatannya juga beberapa udah hilang, sampai pernah no kita bantu melahirkan, tapi nda ada gunting, jadi kita sampai pinjam peralatan mama biang...” (Tenaga Kesehatan B)
Gambar 3.8. Kondisi ruang bersalin di Puskesmas Miangas Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3.9. Peralatan persalinan yang dimiliki oleh seorang mama biang Sumber: Dokumentasi Peneliti
229
Namun, pemilihan tempat persalinan dipengaruhi juga kondisi kehamilan si ibu. Meskipun si ibu dari kalangan tidak mampu, tetapi jika kondisi kehamilannya harus dilakukan perujukan maka mau tak mau mereka harus setuju untuk melahirkan di tempat fasilitas kesehatan rujukan di luar pulau, meski harus berhutang atau menjual tanah kebun mereka. Seorang informan mengatakan, “...Kalau pemilihan tempat persalinan sebenarnya tergantung sama kondisi ibunya juga. Kalau memang hamilnya gawat kan itu melahirkan harus di rumah sakit sana, tapi ya kalau baik-baik saja biasanya milih persalinan disini sama mama biang...” (Informan MG)
Salah satu kasus yang peneliti dapatkan terkait perujukan ibu hamil adalah kasus RM yang telah diceritakan sebelumnya di sub bab kehamilan yang tidak diinginkan. Meskipun keluarga RM termasuk kategori keluarga pra-sejahtera, terlihat ada upaya keluarga RM ingin melakukan perujukan ke rumah sakit di luar Miangas meski mereka harus menjual sebagian kebun mereka. Meskipun demikian, keputusan yang diambil terlambat, RM dan bayinya telah meninggal sebelum pergi dirujuk. Pola yang ketiga adalah dengan melahirkan sendiri yang ditemani oleh anggota keluarga lainnya. Setelah bayi dilahirkan, baru keluarga si ibu memanggil mama biang untuk memotong tali pusat si bayi. Seorang informan menceritakan pengalamannya ketika melahirkan anak-anaknya. Ibu dari 5 orang anak ini memiliki kebiasaan yang unik yaitu melahirkan sendiri tanpa bantuan tenaga penolong persalinan. Beliau hanya dibantu sang suami dalam persalinan, ketika bayi sudah lahir, baru informan ALT memanggil mama biang untuk membantu memotong tali pusatnya. Lebih lanjut informan ALT menceritakan pengalamannya,
230
“...Kalau mama melahirkan kelima anak mama ini sendiri, baru kalau mau potong tali pusat panggil mama biang untuk dipotong. Jadi mama melahirkan sendiri, ketika mama dp rasa sakit perut, mama bilang sama papa no ini dp tanda ade bayi mau keluar. Lalu mama baring itu di tempat tidur, cari posisi nyaman, kemudian mama angkat ini kaki. Mama langsung bakuat (mengejan) dang, tau-tau ade bayi sudah di bawah di tempat tidur. Mama melahirkan semua anak mama begitu sampai ari-arinya juga keluar. Baru ade sudah keluar mama panggil mama biang buat potong tali pusat. Mama nda takut itu melahirkan sendiri, karna mama sudah biasa begitu, syukur sampai sekarang mama nda pernah itu kejadian gawat-gawat begitu..” (Informan ALT)
Persalinan Tradisional di Miangas Kebiasaan seorang ibu yang melahirkan di Miangas adalah memanggil mama biang ketika si ibu merasa bahwa sudah waktunya untuk melahirkan. Kemudian, untuk mama biang yang bermitra dengan tenaga kesehatan akan langsung memanggil tenaga kesehatan yang ada untuk dilakukan pendampingan. Sedangkan untuk mama biang yang tidak bermitra dengan tenaga kesehatan maka, mama biang sendiri yang akan menangani persalinan ibu tersebut tanpa adanya pengawasan dari tenaga kesehatan. Salah seorang bidan puskesmas menceritakan pengalamannya, “...Disini ada mama biang yang bermitra sama kita ada juga yang nda. Biasanya ibu hamil kalau yang melahirkan disini yang dipanggil itu mama biang duluan. Kan mereka lebih dekat sama itu ibu, mereka kan biasa pijitpijit itu sama mama biang. Kalau sama mama biang yang bermitra sama kita itu dia langsung panggil kita juga untuk bantu tolong persalinan ibu. Tapi ada juga itu mama biang yang nda mau bermitra sama kita. Tau-tau besok pagi dia datang bawa ade bayi, lalu kita tanya kapan si ade melahirkan, katanya baru malam tadi. Kitanya sempat juga pengen marah, kenapa kita nda dipanggil, biar no kita cuma lihat aja, paling nda ada juga tenaga kesehatan yang ngawasin, tapi ini nda mau manggil kita, maunya nolong sendiri, kalau udah gawat darurat baru panggil kita...” (Bidan SA)
231
Mama biang selalu menjadi tenaga penolong persalinan yang dihubungi terlebih dahulu daripada tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan ibu hamil lebih dekat dengan dengan mama biang daripada bidan puskesmas. Ketika usia kehamilan 3-4 bulan, si ibu sudah mulai memeriksakan kandungan dengan mama biang. Mama biang biasanya melakukan pemijitan terhadap kandungan rutin 1-2 kali dalam sebulan. Apabila si ibu sudah memilih mama biang A ketika awal kehamilan, maka sampai persalinan tiba hingga perawatan bayi, si ibu harus selalu didampingi dengan mama biang A tersebut, tidak boleh dengan mama biang yang lain. Hal tersebut diungkapkan seorang masyarkat yang pernah meminta bantuan mama biang dalam melahirkan, “...Kalau anak mama yang ke 2 dan ke 3 lahirnya dibantu sama mama biang H. Waktu mama dp rasa itu ade mau lahir, papa langsung itu panggil oma H ke rumah supaya bantu mama melahirkan. Waktu itu malam, jadi nda pangil bidan puskesmas, cuma panggil oma H saja. Mama melahirkan dibantu oma H karena udah mulai ade di kandungan udah pijit-pijit sama oma H. Kalau torang sini pijitnya sama mama biang H maka sampai dia melahirkan harus dibantu sama mama biang H, nda boleh yang lain, karna bisa bikin iri, kong kenapa pas mau melahirkannya saja yang sama oma H, kong kenapa nda mulai dari hamil saja?...” (informan RA)
Alasan pemilihan mama biang menjadi tenaga penolong pertama persalinan di Miangas memang beragam. Mulai dari kecocokan ‘service73’ yang diberikan masing-masing mama biang, kedekatan rumah si ibu dengan mama biang, pengalaman dari anggota keluarga lainnya ketika mendapatkan ‘service’ dari mama biang, hingga urusan ‘upah’ yang diberikan kepada mama biang tersebut. Keputusan untuk memilih mama biang mana yang akan 73
Service yang diberikan mama biang terkait dengan ibu hamil seperti pemijatan kandungan, pembuatan ramuan makatana, perawatan pasca melahirkan, ritual papancunge, hingga urusan pijat-memijat ketika sakit.
232
dipilih sebagian besar berada pada keputusan si ibu hamil tersebut. Suami maupun anggota keluarga lainnya hanya sebagai pemberi saran. Hal ini dikarenakan si ibu lah yang menilai dan merasakan kecocokan dengan pelayanan yang diberikan oleh mama biang. Dalah hal ini seorang informan mengatakan, “...Kalau mama waktu itu hamil pijit-pijitnya sama oma H itu, karena cocok aja itu bawaan tangannya sama mama. Ada juga itu mama biang yang satunya, tapi rasanya mama lebih cocok sama oma H, dari mamanya mama juga sering pijat-pijat sama oma H itu, so lama pakai oma H itu...” (Informan MR)
Selama penelitian ini berlangsung, terdapat satu orang mama biang yang diangkat oleh desa dan bermitra dengan tenaga kesehatan, satu orang mama biang yang tidak bermitra dengan tenaga kesehatan, satu orang mantan mama biang terlatih, serta satu orang calon penerus mama biang.Di Miangas sendiri profesi mama biang dapat dikatakan sebagai profesi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Miangas. Pasalnya, di Miangas sendiri terdapat beberapa tradisi dan kepercayaan yang berkaitan dengan kelahiran seperti perlakuan terhadap wabbari 74 serta tradisi syukuan papancungen75. Tradisi dan kepercayaan ini sangat erat hubungannya dengan eksistensi seorang mama biang di masyarakat Miangas. Di Miangas sendiri, terdapat 2 jenis profesi mama biang yaitu mama biang yang diangkat oleh desa dan mama biang yang tidak diangkat oleh desa. Mama biang yang diangkat desa merupakan mama biang yang bermitra dengan tenaga kesehatan yang ada di Miangas, sedangkan mama biang yang tidak diangkat oleh aparat
74
Wabbari atau yang artinya plasenta bayi
75
Papancunge merupakan sebuah tradisi syukuran atas kelahiran seorang anak di tengah-tengah keluarga. Tradisi ini dilakukan oleh mama biang terutama mama biang yang telah membantu persalinan sang ibu
233
desa adalah mama biang yang tidak mau bermitra dengan tenaga kesehatan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tata cara penolongan persalinan tradisional yang dilakukan oleh kedua mama biang ini kecuali pada kemitraan dengan petugas kesehatan dan juga peralatan yang digunakan. Mama biang yang diangkat oleh desa dan mau bermitra dengan tenaga kesehatan diberi peralatan medis persalinan oleh puskesmas. Sedangkan mama biang yang tidak bermitra dengan tenaga kesehatan masih menggunakan peralatan tradidional seperti buluh bambu atau tempurung kelapa untuk memotong tali pusat. Asal-muasal seseorang menjadi mama biang pun bermacammacam, ada yang memang keturunan mama biang sebelumnya, dan ada pula seseorang yang diberi ilham dari Tuhan sehingga dapat menolong persalinan. Contohnya saja mama biang K. Mama biang K merupakan seorang masyarakat biasa yang tidak memiliki riwayat keturunan seorang mama biang. Mama biang K mengaku bahwa sebelumnya beliau diberi ilham dari Tuhan sehingga memiliki kemampuan untuk dapat menolong persalinan. Lebih lanjut mama biang K menceritakan, “...Mama itu udah mulai tolong-tolong ibu melahirkan itu mulai tahun 2004. Sebelum itu mama cuma biasa urut-urut orang yang sakit-sakit. Tapi sejak tahun 2004 itu mama ada mimpi, torang bilang talenta dari atas dang, mulai situ mama so bisa bantu-bantu orang melahirkan. Mama itu nda ada keturunan mama biang, jadi bisa bantu-bantu orang melahirkan dari kehendak tuhan no beri mama kemampuan...” (Mama biang K)
Contoh selanjutnya adalah mama biang H. Berbeda dengan mama biang K, mama biang H merupakan seorang anak dan cucu dari seorang mama biang terdahulu. Mulai usia muda, mama biang H sudah sering belajar tentang cara menolong persalinan dari ibunya. Setelah sang ibu meninggal, mama biang K merasa terpanggil untuk
234
meneruskan profesi mama biang yang telah diturunkan secara turun temurun dari neneknya. Lebih lanjut mama biang H mengungkapkan, “...Mama ini selain bisa bantu urut-urut orang sakit, mama juga bisa bantu itu ibu melahirkan. Mama-nya mama itu dulunya juga mama biang disini. Jadi mulai mama remaja, mama sering lihat mama-nya mama bantu-bantu orang melahirkan. Jadinya torang bilang ahli waris no, jadi mama yang mewarisi dp kemampuan menolong ibu melahirkan...” (Mama biang H)
Konsepsi darah merah dan darah putih Ada suatu konsepsi yang dianut oleh masyarakat terkait persalinan terutama ketika persalinan dengan menggunakan mama biang yaitu konsepsi tentang darah merah dan darah putih. Menurut penuturan mama biang K, di dalam tubuh manusia terdapat 2 jenis darah yaitu darah merah dan darah putih. Ketika ibu melahirkan, maka darah merah yang ada di perut sang ibu akan banyak keluar, sehingga darah tinggal darah putih yang banyak di tubuh sang ibu. Karena jumlah darah putih ini lebih banyak daripada darah merah, maka darah putih ini akan naik ke kepala sang ibu. Apabila darah putih sudah masuk ke kepala sang ibu, maka ini akan menjadi penyakit yang berbahaya, atau yang biasa masyarakat sebut sebagai penyakit bantahan. Penyakit bantahan dapat mengakibatkan sang ibu menjadi gila bahkan meninggal. Ciri-ciri seorang ibu terkena penyakit bantahan adalah wajah kuning pucat dan kepala pusing. Apabila sudah gawat, maka si ibu bisa menjadi gila maupun meninggal kerena darah putih telah memenuhi kepala sang ibu. Untuk mencegah penyakit tersebut, biasanya mama biang sudah mempersiapkan ramuan makatana untuk menghindarkan si ibu dari penyakit bantahan. Lebih lanjutnya mama biang K menjelaskan isi ramuan tersebut, “...Kalau mama yang menolong itu ibu melahirkan, sehabis melahirkan itu mama bikin ramuan makatana biar ibu nda kena itu penyakit bantahan. Penyakit bantahan itu karena darah putih naik ke ubun-ubun itu ibu.
235
Penyakitnya bisa bikin itu ibu sakit terus-terusan kalau nda ditangani. Itu ramuan makatana dari akar-akaran tumbuhan di gunung itu. itu dari akar alang-alang itu, terus direbus biar sisa 1 gelas kaca, habis itu baru diberi minum sama itu ibu no...” (Mama biang K)
Gambar 3.10. Tumbuhan alang-alang yang dipakai sebagai bahan ramuan makatana Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.2.3.2 Ritual Ibu Pasca persalinan Salah satu konsepsi yang paling mendasar ketika mama biang membantu persalinan adalah konsepsi tentang wabbari jaha’76. Menurut penuturan mama biang K, ibu yang sedang mengandung memiliki 3 jenis wabbari77 yaitu wabbari urita78, wabbari assiarre79, dan wabbari biasa80. Wabbari urita,dan wabbari assiarre inilah yang 76
Wabbari jaha’ artinya plasenta yang dapat menimbulkan bahaya pada ibu hamil jika tidak ditangani dengan benar 77
Wabbari merupakan sebutan masyarakat Miangas untuk menyebut plasenta Wabbari urita artinya plasenta gurita, disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai gurita yang memiliki 8 tentacle 78
79
Wabbari asiarre artinya plasenta burung, disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai burung yang memiliki sayap 80
Wabbari biasa artinya plasenta yang biasa
236
disebut wabbari jaha’. Kedua jenis wabbari ini dipercaya dapat membahayakan keselamatan sang ibu apabila tidak ditangani dengan benar. Wabbari urita merupakan wabbari yang paling berbahaya. Wabbari urita dipercaya memiliki 8 jari-jari menyerupai gurita yang letaknya dekat dengan jantung si bayi. Apabila si bayi sudah keluar, maka tali pusar tidak boleh dipotong terlebih dahulu sebelum semua wabbari terlahir juga. Apabila tali pusat dipotong sebelum semua wabbari keluar, maka wabbari urita dan wabbari assiarre akan lari menuju jantung si ibu dan menyebabkan wabbari tidak dapat dikeluarkan dari perut si ibu sehingga menyebabkan kematian. Konsepsi tersebut dibenarkan adanya oleh perawat senior di Miangas. Perawat senior tersebut pernah harus melakukan pertolongan persalinan di Miangas bersama mama biang yang ada. Perawat tersebut membantu persalinan sesuai dengan standar persalinan medis. Sampai akhirnya ketika si perawat ingin memotong tali pusat bayi, si perawat kemudian dimarahi oleh mama biang. Lebih lanjut perawat senior tersebut menceritakan, “...Pernah juga waktu kita menolong ibu melahirkan, kan kalau kita di medis kan nda apa-apa potong tali pusat habis bayi keluar, tapi bagi orang disini nya nda, dia harus dipotong habis plasentanya keluar, katanya kalau langsung dipotong bisa bikin plasentanya lari, padahal kan kalau kita di medis itu kan nda ngaruh no, saya dimarahin itu, ya saya cuma diam aja no. Mau gimana lagi, pemahaman mereka begitu no...” (Perawat senior di Miangas)
Selain itu, terdapat juga konsepsi bahwa bayi dan plasentanya harus keluar bersama-sama. Tali pusat tidak boleh dipotong terlebih dahulu sebelum bayi dan plasenta sudah terlahir di dunia. Selain untuk menghindari efek dari wabbari jaha’, konsepsi ini juga sangat erat hubungannya dengan persepsi masyarakat yang memendang plasenta merupakan saudara atau kakak dari si bayi. Hal ini dilakukan
237
agar si kakak bayi ini tidak merasa sakit hati karena diabaikan oleh keluarga yang hanya memberikan perhatian kepada si adik bayinya saja. Oleh sebab itu, plasenta yang telah dilahirkan tidak boleh diperlakukan sembarang dikarenakan dapat membuat si plasenta menjadi sakit hati sehingga menggangu si adik bayi yang dilahirkan. Seorang informan mengatakan, “...Itu ari-ari nda boleh dikasih biar, apalagi kalau itu ari-arinya nda dibungkus bagus nda disimpan bagus. Itu adiknya itu manusia (bayi), sedangkan dp kakak itu si ari-ari, jadi kalau itu ari-ari nda dikasih bagus, bikin si adik selalu nangis karena diganggu itu ari-ari. Jadi itu ari-ari jangan dikasih biar atau kasih sembarangan, dia harus disimpan bagus-bagus. Dp (ari-ari) bilang gini sama si adik bayi, situ di tempat baik, kita d itempat nda baik, jadi kaya sakit hati gitu dang si ari-arinya melihat si adik bayi kalau dianya nda dikasih tempat yang bagus...” (Informan MP)
Masih menurut informan MP, perlakuan terhadap plasenta tidak boleh sembarangan. Plasenta harus ditempatkan dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya layaknya seorang makhluk hidup. Ada dua cara penyimpanan plasenta, yaitu dengan menguburnya ditempat yang baik atau menyimpannya di dalam toples yang disimpan di dalam rumah. Lebih lanjut Informan MP menjelaskan, “...Itu kalau disini ari-ari itu bisa ditanam atau disimpan bagus-bagus di dalam toples selamanya. Kalau yang mau ditaman itu dicuci bersih dulu itu dp ari-ari, lalu dibungkus sama kain putih bersih, habis itu disimpan dalam toples bersih. Habis 3 hari baru itu dp ari-ari ditanam. Ditanamnya nda boleh sembarangan, nda boleh di kuala, nda boleh di pinggir rumah sama ditempat kotor-kotor begitu. Nanti itu dia bisa kena dingin, akhirnya dia rasa nda enak lalu bisa ganggu itu dp adik. Ada juga yang disimpan saja nda di kubur. Kalau itu sama kaya yang dikubur itu, tapi bedanya kasih pasir atau tanah didalamnya, lalu ditutup rapat-rapat itu toples biar nda bau busuk. Lalu
238
ditarohnya bisa di bawah itu tempat tidur, bisa juga digantung di sudut rumah gitu...” (Informan MP)
Setelah prosesi melahirkan telah selesai, maka sang mama biang langsung memberikan pijitan kepada perut si ibu. Hal ini dilakukan untuk mengatur kembali rahim dan perut ibu pasca melahirkan. Apabila tidak dilakukan pemijatan, menurut mama biang akan membuat jalan lahir81 sang ibu menjadi tidak sebaik semula. Selain dipijat, mama biang juga memberikan ramuan makatana yang digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa darah kotor yang ada di rahim sang ibu. Selain diberi ramuan makatana, ada juga kebiasaan raho82 pasca melahirkan. Adapun cara raho bagi ibu yang baru saja melahirkan, pertama-tama siapkan sebuah perapian, biasanya perapian yang dipakai terbuat dari arang maupun sabut kelapa yang dibakar. Kemudian, si ibu harus berada di dekat perapian kurang lebih setengah meter. Setelah itu, si ibu mendekatkan kedua telapak tangannya di dekat perapian, apabila sudah terasa panas, maka kedua telapak tangan tadi ditempelkan kepada perut ibu. Hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang hingga si ibu merasa cukup panas. Tidak ada batasan berapa kali raho dilakukan pasca melahirkan, apabila si ibu merasa cukup melakukan raho dan malas melakukan raho lagi maka bisa saja raho tidak dilakukan lagi, tetapi setidaknya setelah melahirkan dilakukan raho sekali. Seorang informan menceritakan pengalamanya ketika melahirkan hingga di-raho, “...Setelah mama itu melahirkan sama mama biang, mama punya itu dp cara biar cepat menurunkan itu sisa darah dalam perut. Torang sini bilang itu diraho dang. Jadi ketika mama udah habis melahirkan ade bayi, mama itu malamnya udah siapkan itu perapian buat bikin raho. Caranya itu mama 81
Sebutan mama biang untuk menyebut leher rahim hingga vagina
82
Raho artinya menghangatkan bagian tubuh tertentu dengan cara didekatkan dengan perapian.
239
dekat-dekat sama api, terus diginikan (memperagakan cara me-raho yaitu kedua tangan didekantkan dengan perapian sekitar 30 cm, lalu beberapa detik kemudian kedua tangan tersebut dieluskan ke perut ibu), itu dilakukan setiap hari, biasanya mama 3-5 hari udah bersih itu darah...” (Informan RA)
3.2.3.3 Ritual bayi pasca dilahirkan Masyarakat Miangas memiliki kebiasaan tidak boleh membawa bayi yang baru lahir untuk keluar rumah, minimal sampai tali pusatnya sudah ciri’ atau lepas. Biasanya ini berlangsung pada bayi berumur 0-1 minggu setelah kelahiran. Perawatan bayi biasanya dilakukan oleh mama biang. Namun bagi ibu yang telah memiliki pengalaman melahirkan beberapa anak, maka perawatan biasanya dilakukan sendiri, tetapi ada juga yang memanggil mama biang untuk membantu perawatan bayi. Mama biang K mengatakan, “...Baru ini ada perempuan hamil udah melahirkan, si ade sampai 1 minggu itu oma yang ngurus juga. Tapi sebelum itu pusarnya kalau berum ciri’ kita belum kasih tinggal (tidak diizinkan menurus sendiri). Itu pertanggujawaban oma itu, kalo di mama biang sana itu cuma 2 hari perawatan. Kalau sama oma 1 minggu itu. 1 minggu itu kalo pusarnya belum ciri’ kita belum berani tinggal. Itu oma yang ngurus-ngurus, pusarnya itu di-raho dengan bara api. Pas lahir tali pusatnya dipotong terus setelah 1 minggu pusarnya sampai ciri’ itu mereka yang panggil oma ke rumah. Jadi itu kalau bidan puskesmas itu semua pada pergi ke Melonguane, cuma oma itu sendiri yang tolong itu perempuan mau melahirkan...” (Mama biang K)
Selain itu, masyarakat Miangas memiliki sebuah ritual bagi setiap bayi keturunan penduduk Miangas yang lahir. Ritual tersebut dikenal dengan sebutan ritual papancunnge. Ritual ini dilakukan sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas kelahiran si bayi. Ritual ini sifatnya wajib karena terikat dengan adat kebiasaan masyarakat Miangas serta rasa religiusitas masyarakat Miangas kepada Tuhan. Meskipun demikian, dari informasi yang peneliti dapatkan, tidak ada
240
sanksi yang diberikan apabila ritual ini tidak dilakukan oleh sebuah keluarga. Ritual ini dilakukan tergantung dari kesiapan dan kondisi keluarga si bayi untuk mengadakannya. Tidak ada batasan umur berapa bulan kah ritual ini harus dilakukan. Biasanya masyarakat melakukan ritual ini ketika usia si bayi menginjak bulan ke 6 sampai 7 bulan. Ritual ini dilakukan dengan cara mengundang para keluarga terdekat, mama biang, dan tetua adat (minimal kepala suku marga mereka). Dalam acara ini, mama biang berperan sebagai pemberi doa dan pemberi makanan kepada si bayi secara simbolis. Makanan yang diberikan berupa berbagai jenis makanan khas daerah Miangas seperti ikan laut, laluga83, ubi kayu, ketupat, serta pisang rebus. Masingmasing jenis makanan ini diberikan secubit demi secubit kepada si bayi. Selain hidangan tersebut, tidak ada hidangan atau peralatan khusus untuk melaksanakan ritual ini, seperti yang diungkapkan Informan MY, “...Nda ada persiapan khusus sih, cuma dia ada hidangan yang nanti dikasihkan ke bayi, itu kaya ikan laut, laluga, ubi kayu, ketupat, serta pisang rebus. Dikasihkannya ya secubit-secubit, biar sedikit dp ade biar bisa rasa. Acara itu kaya makan-makan biasa aja, undang keluarga, panggil tetua sama mama biang yang bantu melahirkan, kemudian berdoa dan makan bersama...” (Informan MY)
83
Sebuah tanaman khas Miangas sejenis talas raksasa
241
Gambar 3.11. Ritual papancunge, saat mama biang menyuapkan hidangan ke bayi Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3.12. Ritual papancunge, hidangan yang wajib diberikan kepada si bayi Sumber: Dokumentasi Peneliti
Setelah melaksanakan ritual papancunge, selanjutnya anak dibaptis oleh pendeta. Untuk prosesi pembabtisan tergantung orang tua kapan yang ingin melaksanakan. Bisa ketika anak masih bayi atau sudah besar, tidak ada pembatasan dalam prosesi pembabtisan.
242
Bagi penduduk pendatang, ritual yang mereka lakukan biasanya tergantung dari adat kebiasaan maupun agama yang mereka anut. Salah satu informan menceritakan, bahwa ke tiga anaknya tidak mengikuti adat istiadat kelahiran seperti masyarakat Miangas. Namun, informan mengadakan syukuran seperti tradisi yang dianutnya. Biasanya acara tradisi ini dilakukan di tempat asal si pendatang. Informan MR mengatakan, “...Mama kan muslim, papanya rahma ini orang asli Gorontalo sana, jadi semua anak mama melahirkan di Gorontalo sana. Acara sehabis melahirkan itu cuma tasymiyah sama aqiqah aja no. Itu juga kemarin acaranya di Gorontalo sana, di kampung papanya...” (Informan MR)
Selain papancunge, ada juga sebuah ritual yang bernama ritual ‘beli wajah’ yang dilakukan untuk anak yang lahir dengan wajah yang sangat mirip dengan orang tuanya. Anak yang lahir dengan wajah yang sangat mirip dengan orang tuanya atau lahir di tanggal dan bulan yang sama dengan orang tuanya dipercaya akan mengakibatkan pertentangan dalam kehidupan kedua orang tuanya seperti perkelahian bahkan berujung pada perceraian. Hal ini seperti diungkapkan oleh Informan MY, “...Kalau anak yang lahir di tanggal dan bulan yang sama dengan orang tua, biasanya nantinya akan ada pertentangan, apalagi kalau lahir muka sama, itu poso (pamali) disini. Kalau orang tuanya nda cerai atau orang tuanya panasan, kehidupan orangtuanya berantakan. Nanti kalau ada anak yang lahir mirip wajahnya dengan mama papanya itu nantinya dibikin syukuran beli wajah lah istilahnya disini. klo nda gitu bertentangan terus kehidupan orangtuanya, terus ujung-ujungnya cerai...” (Informan MY)
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Puskesmas. Istri beliau pernah harus melahirkan dengan operasi. Kebetulan bulan itu bertepatan dengan hari lahir istri Kepala Puskesmas, jadi dokter
243
spesialis kandungan menawarkan untuk mengoperasi istri beliau di hari ulang tahun sang istri, tetapi Kepala Puskesmas menolaknya, hal ini dikarenakan ada suatu kepercayaan di masyarakat tentang bayi yang lahir di tanggal maupun dengan wajah yang mirip dengan orang tuanya. Kepala Puskesmas mengungkapkan, “...Kalo disini ada kepercayaannya klo anak lahir di tanggal dan bulan sama biasanya bikin orangtuanya panasan, sering berkelahi, supaya nda panasan maka orang sini bilang harus ada ritual beli muka...” (Kepala Puskesmas Miangas)
3.2.4 Menyusui 3.2.4.1 ASI Eksklusif dan makanan bayi Ketika ibu telah melahirkan maka dilakukan inisiasi ASI pertama bagi bayi. Masyarakat Miangas menganggap ASI yang pertama kali keluar merupakan ASI yang sangat bagus untuk bayi, anggapan mereka bahwa ASI yang pertama kali keluar adalah vitamin yang sangat bagus bagi bayi, sehingga mereka segera memberikan ASI yang mengandung kolustrum tersebut bagi bayi. Informan K yang berpofesi sebagai mama biang di Miangas mengatakan, “...Itu ASI yang pertama keluar itu yang kuning-kuning itu dp bagus untuk bayi, jadi setiap oma yang bantu-bantu orang melahirkan, biasanya oma kasih itu totok ke ade bayinya...” (Mama biang K)
Untuk pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan di Miangas masih sangat rendah, hal ini dikarenakan terdapat tradisi di Miangas yang memberikan bayi umur 4 bulan untuk diberi makan bubur sagu tanah, pisang yang dihaluskan, maupun bubur instan. Hal ini diberikan agar bayi tumbuh sehat dan gemuk. Sebagian besar pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, bahwa anak-anak bayi di Mingas sudah diberi makan sagu tersebut sebelum 6 bulan. Tetapi masih dibarengi dengan pemberian ASI dan juga susu formula.
244
Alasan pemberian makanan tambahan pun beragam mulai dari alasan tradisi, ikut saran orang lainnya agar bayinya tumbuh besar, maupun ASI yang dihasilkan sang ibu sangat kurang. Menurut pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, biasanya bayi diberi makanan tambahan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Pemberiannya pun dilakuan dengan 2 sendok tepung sagu tanah ditambah dengan 2 takar susu formula dan beberapa sendok air hangat. Informan MY mengatakan, “...Kalau disini itu bayi umur 4 bulanan itu diberi bubur sagu tanah. Orang sini bilang sagu anuwwu. Disini memang tradisinya begitu. Katanya biar itu ade bayi tumbuh besar dan kuat, nda gampang sakit-sakit...” (Informan MY)
Gambar 3.13. Sagu tanah yang sudah dijadikan tepung Sumber: Dokumentasi Peneliti
245
Gambar 3.14. Ibu muda yang memberi bubur sagu tanah kepada bayinya yang berusia 5 bulan Sumber: Dokumentasi Peneliti
Selain itu, diberikan juga makanan tambahan saat di posyandu yaitu berupa bubur kacang hijau yang telah dimasak oleh kader posyandu. Pemberian ini dilakukan setiap ada posyandu sebulan sekali. Untuk bayi yang telah memiliki gigi yaitu sekitar 6 bulan keatas, biasanya sudah diberi makan bubur nasi saring dan beberapa sayur mayur lainnya seperti kangkung dan ikan yang telah dihaluskan. 3.2.4.2 Pantangan pada saat menyusui Mayoritas pantangan saat ibu menyusui dari informasi yang peneliti kumpulkan adalah makanan. Makanan yang tidak diperbolekan adalah makanan yang dapat menyebabkan gatal-gatal pada bayi seperti pucuk bambu dan terasi. Lebih lanjut informan PT mengatakan, “...Ya ada juga, nda bisa makan makanan yang bisa bikin gatal-gatal gitu, disini kan ada makanan sayur pucuk bambu (rebung), nda bisa itu makan, nanti ketularan ade bayinya gatal. Ada itu ndak bisa makan terasi, ikan asin, ndak bisa juga klo menyusui, ndak bisa banyak-banyak berolah raga kuat-
246
kuat soalnya kan belum kering rahimnya begitu. pantangan yang paling banyak ya itu pada makanan. So makanan kan mempengaruhi ASI...” (Informan PT)
Selain pantangan, ada juga anjuran kepada ibu yang menyusui agar dapat memperlancar ASI. Salah satu cara yang peneliti temukan di lapangan adalah dengan cara melakukan raho di api. Cara raho ini hampir sama dengan cara raho untuk ibu pasca melahirkan. Bedanya bagian tubuh yang di-raho ada payudara si ibu. Panasnya raho dipercaya dapat melancarkan ASI si ibu. Seorang dukun ahli pengobatan makatana mengatakan, “...Kalau mau lancar itu ASI, cara yang paling bagus itu buah totok di-raho di api. Caranya gini (menunjukan caranya, pertama-tama mendekatkan ke dua tangan di dekat api, kemudian setelah terasa cukup panas di tangan, maka kedua tangan tadi didekapkan kepada payudara ibu beberapa lama, kemudian diulang-ulang beberapa kali untuk kedua payudara ibu). Setelah merasa cukup hangat, itu buah totok nanti dilap sama kain. Habis itu baru beri totok sama ade bayi..”(Dukun ahli makatana)
3.2.5 Neonates, Bayi, dan Balita 3.2.5.1 Pantangan bayi Meskipun masyarakat Miangas sangat kental akan kepercayaan kekuatan supranatural, tetapi bukan berarti mereka familiar dengan jimat-jimat atau sejenisnya terutama bagi bayi. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, tidak terlihat adanya pemakaian jimat-jimat tertentu pada anak bayi. Meskipun begitu, bukan berarti bayi tidak rentan terhadap gangguan-gangguan angin jahat maupun kuasa kegelapan. Informan YT mengatakan, “...Disini nda ada jimat-jimat gitu yang dipakai bayi, tapi ada pantanganpantangan anak bayi disini. Kan kalau kaya kemarin mo ke kebun, anak bayi begitu nda boleh ke kebun to, baru mo jalan-jalan udah gelap udah mo
247
magrib itu sama-sama warga sama kita, kalau dulu sama nenek moyang kita ambil kaya ini (mengambil lampu minyak tanah dan menunjuk ujung sumbunya yang hitam) kita ambil hitamnya ini terus dikasih di dahi si bayi kaya india begitu. Supaya nda ada angin-angin jahat itu lihat. Terus bisa juga itu kompor sumbu minyak tanah, digosok di telapak kaki...” (Informan YT )
Lebih lanjutnya, informan YT juga menjelaskan tentang angin jahat yang dapat menggangu kehidupan dan kondisi kesehatan seseorang, “...Angin jahat itu kaya arwah-arwah orang yang udah meninggal, mereka itu meski kita ndak bisa lihat, mereka bisa menyapa. Contohnya mama lagi jalan-jalan ke kebun atau kemana, kan udah berbeda tempat kitanya sama mereka. Angin jahat biasanya kalo menegur kita bisa bikin sakit, biasanya panas, sakit perut, terus ada juga yang gatal-gatal biang merah-merah badannya, ada juga kaya kerasukan setan gitu. Biasanya angin jahat gitu bisa mempengaruhi juga kehamilan, bisa sampai keguguran. Ada no baru-baru ini, waktu itu teman mama yang hamil sama-sama nyari makanan dimas di kebun. Ibu hamil itu kaya anak bayi to, sama-sama lemah. Besoknya dia keguguran, itu ibu dokter juga keguguran to, itu karna ikut pa mantri ke kebun...” (Informan YT)
3.2.5.2 Imunisasi dan posyandu balita Imunisasi dan posyandu balita tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Ketika ada imunisasi artinya ada posyandu dan jika tidak ada posyandu maka artinya tidak ada kegiatan imunisasi. Kegiatan posyandu di Miangas dilakukan setiap satu bulan sekali dengan dibantu oleh 5 orang kader. Kegiatan poasyandu ini selain berisi kegiatan penimbangan dan imunisasi anak, ada juga pemeriksaan ibu hamil (ANC). Di posyandu ini juga dilakukan pemberian makanan tambahan bagi anak-anak yang mengikuti posyandu. Seorang kader posyandu mengatakan,
248
“...Ada posyandu disini sama bidan, anak-anak sini juga rutin ke posyandu. Biasanya kalau posyandu ada sekitar 40 balita, mereka lumayan antusias itu ikut posyandu. Biasanya di posyandu dikasih makan, disini biasanya dikasih makan bubur kacang ijo, ibu hamil biasanya dikasih bubur manado. Itu ada kadernya yang bikin, kader disini lumayan aktif, tapi sayangnya nda ada itu posyandu lansianya. Posyandu disini cuma untuk bayi balita sama ibu hamil aja..” (Informan YT)
Gambar 3.15 Kegiatan posyandu Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.3
Potret Penyakit di Masyarakat Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti mengalami kesulitan dalam hal mengumpulkan data-data pencapaian kesehatan di Miangas, salah satunya data kejadian penyakit di Miangas. Oleh sebab itu, peneliti hanya mengumpulkan beberapa pola-pola penyakit yang sering ditemukan dan dikeluhkan oleh masyarakat baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular dari catatan register pasien. Pembahasan pada sub bab ini tidak dimaksudkan untuk mengeneralisasi ataupun memaparkan secara kuantitatif penyakit yang ada di Miangas. Penulisan sub bab ini dilakukan untuk
249
menggambarkan perlakuan masyarakat terhadap penyakit yang mereka derita. 3.3.1 Tuberculosis Penyakit tuberkulosis dikenal masyarakat dengan sebutan TBC. Peneliti belum menemukan istilah khusus yang masyarakat gunakan untuk menyebut penyakit ini. Menurut tenaga kesehatan yang ada di puskesmas, Miangas bukan merupakan wilayah yang endemi TB. Meskipun demikian, terdapat beberapa orang yang positif terserang penyakit TB dan beberapa orang yang suspect TB. Menurut catatan registasi puskesmas, terdapat 1 orang pasien yang masih menjalani pengobatan TB. Seorang perawat senior yang ada di Puskesmas Miangas, Nakes B mengatakan, “...Yang terkena TB memang ada di sini, tapi di Miangas nda endemi TB, itu yang kemarin ada satu orang, tapi udah pengobatan tuntas. Ada juga satu orang itu dia putus obat, dia memang orang suka minum-minum juga, jadi kan nda peduli itu minum obatnya gimana. Yang sekarang ada satu orang lagi masa pengobatan...” (Nakes B)
Peneliti berusaha menelusuri beberapa penderita TB yang tercatat oleh puskesmas. Ada dua orang penderita TB yang berhasil digali oleh peneliti. Pertama, yaitu seorang kakek 67 tahun mantan penderita TB yang sudah berhasil menempuh pengobatan tuntas TB. Kedua, yaitu seorang remaja 16 tahun yang sedang menempuh pengobatan tuntas TB. Penyebab dari TB menurut sebagian masyarakat merupakan dampak dari bekerja yang terlalu keras, masuk dingin, sering merokok, dan berkerja terlalu berat di laut. Lebih lanjut informan FT mengungkapkan,
250
“..Waktu opa ada sakit TB itu waktu mereka (anak-anak informan) masih SMP. Itu so lama, so sekitar 15 tahun yang lalu. Itu (terjadinya) karna opa sering kerja berat, baru mengail, masuk dingin tidak ada berhenti-berhenti itu cari ikan di laut. Baru kerjanya di darat itu terlalu berat, barokok juga. Sehingga waktu opa diperiksa bapa dokter paru-paru gitu jadi memang itu (terkena penyakit TB)...” (Informan FT)
Selain itu, memakan cabe yang banyak dan mandi di tengah malam juga menjadi penyebab dari terjadinya penyakit TB. Hal ini seperti yang terjadi pada informan AP, seorang gadis SMK yang divonis positif TB setelah informan mengeluhkan sesak nafas ketika terlalu lelah bermain voli. Namun, masih terdapat simpang siur terhadap diagnosis yang terjadi pada informan AP. Ada dokter yang mengatakan bahwa dia terserang radang paru-paru, dan yang terakhir mendiagnosis positif terkena TB. Informan AP menceritakan awal mulanya dia terserang penyakit TB, “...Awalnya itu dikira kena salese84 karena habis jatuh main voli. Awal periksanya itu di sini sama dokter, terus dokter itu bilang sama ade suruh berangkat kasih periksa di rumah sakit. Sampai di Tahuna, dokter sana periksa lendir to, hasilnya negatif. Disuruh lagi periksa ke Rumah Sakit Malalayang, terus dokter disana bilang harus minum obat paket, jadi nelpon sama pa kapus disini suruh ambil obat paketnya, ya sampai sekarang no minum obatnya sampai 6 bulan nanti. Tapi pas periksa di Malalayang itu ya nda terlalu percaya juga sih, kata orang dokternya masih muda jadi masih belajar praktik katanya. Pernah juga di rongent, katanya ada infeksi paruparu. Katanya karena meroko, padahal kita nda ada meroko, disini yang meroko cuma kalau ada bapa-bapa (tamu) duduk-duduk. Katanya juga karena makan rica (cabe), minum air es terus mandinya mandi malam...” (Informan AP)
84
Sebutan masyarakat Miangas untuk menyebut penyakit patah tulang, keseleo, terkilir, dan sejenisnya
251
Adapun gejala yang dirasakan ketika penyakit TB ini muncul menyerang informan seperti batuk-batuk mengeluarkan darah, sesak nafas, hingga cepat lelah. Hal ini seperti yang diungkapakan oleh informan FT, “...Pernah ada opa batuk-batuk bamerah gitu dang, jadi opa ada berobat di dokter, kata dokter harus berobat 6 bulan jadi disuntik dengan obat treptosin anti tuberkulosis. Sehingga waktu opa diperiksa bapa dokter paruparu gitu jadi memang itu (terkena penyakit TB)...” (informan FT)
Hal senada juga diungkapkan oleh informan AP. Informan mengaku bahwa gejala yang dia rasakan ketika penyakit TB muncul adalah sesak nafas seperti orang yang terkena khosa, mudah lelah dan pedih saat bernafas. Informan AP mengatakan, “...Kemarin itu gejalanya batuk sama lendir darah. sudah sekitar 1 minggu itu gejalanya. Lalu berangkat di Bitung, pas di Bitung mereka kasih obat-obat batuk biasa gitu, terus batuk-batuknya udah mulai hilang. Pas diperiksa di Melong nda batuk-batuk kaya gini tapi kaya khosa gitu. Gejalanya itu kaya sesak napas, klo mau jalan kaya cepat lelah gitu, kaya (bernafas) pedis (pedas)...” (Informan AP)
Setidaknya ada 2 pola pengobatan yang dilakukan oleh informan, yaitu pengobatan secara medis dan pengobatan secara tradisional. Perilaku pencarian pengobatan yang dilakukan adalah dengan memeriksakan diri di fasilitas medis. Namun, fasilitas medis yang tersedia di Miangas sangat tebatas untuk penyakit TB, terutama dalam pemeriksaan dahak dan diagnosis penyakit TB. Sehingga harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di ibukota untuk mengetahui sekaligus meminta obat Tuntas TB. Seperti yang diungkapakan oleh informan FT dan AP sebelumnya.
252
Untuk pengobatan secara tradisional sendiri, masyarakat pada umumnya memakai ramuan makatana sebagai obat alternatif penyembuh penyakit. Menurut informan FT, adapun ramuan makatana yang biasa dipakai untuk mengobati penyakit TB adalah dengan mengambil daun mayana yang dicampur dengan madu dan telur ayam kampung. Informan FT mengatakan, “...Pengobatan tradisionalnya itu cuma itu ambil daun mayana ditumbuk dicampur madu sama telur ayam kampung. Jadi biar pun sudah baik masih minum itu juga. Kang itu obat paru-paru supaya bersih...” (Informan FT)
Selain itu, terdapat juga ramuan makatana lainnya yang juga dipakai untuk mengobati penyakit TB ini, yaitu dengan cara merendam daun seibanua ke dalam air panas dan diminum sekali sehari. Seperti yang dikatakan oleh informan AP, “... Orang disini kasih obat kaya ramuan alam gitu dari daun seibanua, itu daunnya diambil to terus ditaroh di gelas dikasih air panas lalu dikasih dingin to, baru udah dingin kasih minum hangat-hangat, diminum sekali sehari, habis minum itu no udah hilang perlahan-lahan...” (Informan AP)
Gambar 3.16. Daun seibanua Sumber: Dokumentasi Peneliti
253
3.3.2 Panu Berdasarkan pengamatan penelti selama penelitian, penyakit panu memang banyak di derita oleh masyarakat Miangas, mulai dari anak kecil hingga dewasa. Penyebab dari banyaknya terjadi penyakit panu atau penyakit kulit sejenisnya, salah satu diantaranya adalah disebabkan oleh mandi di pantai pada siang hari yang panas. Menurut salah seorang informan PT mengatakan, “...Iya disini banyak yang kena panu, ini (menunjuk anak beliau) kena panu ya karna sering mandi ombak no. Harinya panas, kan pada keluar suar (keringat), langsung di bawa mandi ombak ya jadinya panu...” (Informan PT)
Selain dari faktor mandi ombak, berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, baju yang telah di pakai kadang hanya di jemur saja kemudian dipakai lagi. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber air di rumah tangga yang hanya berdistribusi setiap 3 hari sekali ke setiap rumah warga. Terdapat 2 jenis penyakit panu yang dikenal masyarakat, yaitu panu baik dan panu jahat. Panu baik dan panu jahat dapat dibedakan melalui warna serta daki yang menempel pada tubuh si penderita. Meskipun berbeda, tetapi pengobatannya tetap sama. Hal tersebut dituturkan oleh seorang informan MP yang berprofesi sebagai dukun tradisional di Miangas, “...Kalu panu dia cuma ada 2, panu bagus sama panu jahat. Kalo punya opa ini panu jahat, penuh daki, jadi kalo dia kena air laut atau sinar matahari dia jadi gembung dp daki. jadi kalo ambil batu lalu digosok-gosok kulitnya yang kena panu jadi licin no, karna dakinya sudah lepas. Kalo panu bagus itu panu dia yang putih-putih itu dan nda gatal kaya panu jahat...” (Informan MP)
3.3.3 Diabetes Melitus Fenomena penyakit diabetes melitus di Miangas dapat dikatakan sebagai fenomena gunung es. Kecenderungan faktor-faktor yang mengarah untuk terjadinya penyakit diabetes melitus banyak di
254
Miangas, tetapi masih terkendala dengan pendeteksian secara akurat apakah seseorang memang positif menderita diabetes melitus atau tidak. Pasalnya, di Miangas sendiri tidak ada alat atau laboratorium untuk mengukur kadar gula darah, sehingga untuk data secara pastinya berapa orang yang menderita diabetes melitus tidak tersedia. Untuk pasien yang tercatat sebagai pasien diabetes melitus di puskesmas biasanya merupakan pasien yang sudah mengalami komplikasi sehingga sudah dipastikan oleh pelayanan kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah sakit bahwa orang tersebut positif mengidap diabetes melitus. Menurut kepala puskesmas Miangas, diabetes melitus merupakan salah satu dari 10 penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat Miangas. Pernah beberapa tahun yang lalu ketika ada pengobatan gratis kerjasama Rumah Sakit Manado dengan Kapal Republik Indonesia (KRI) memeriksa kadar gula darah masyarakat Miangas. Dari pemeriksaan tersebut sebagian besar masyarakat mengetahui kadar gula darah mereka, ada yang memiliki positif dan ada juga yang negatif diabetes melitus. Kepala Puskesmas mengatakan, “...Diabetes itu disini memang nda terlalu kelihatan, tapi kan kalau kita lihat faktor risikonya disini, pasti banyak yang menderita itu, sejenis fenomena gunung es. Disini dulu pernah ada alat untuk mendeteksi kadar gula darah yang pake strip itu. Tapi karena masyarakat yang periksa bayarnya ala kadarnya, jadi nda bisa beli lagi stripnya itu, kan itu stripnya itu yang mahal. Kalo dulu itu ada pernah pengobatan gratis kerjasama dengan Rumah Sakit Manado pake Kapal Republik Indonesia (KRI), 70% masyarakat sudah diperiksa kadar gula darahnya memang positif DM. Itu bisa dilihat no dari banyak orang-orang yang obesitas. Itukan 80% dari yang obesitas itu pasti udah diabetes kan...” (Kepala Puskesmas)
Berdasarkan temuan peneliti di lapangan, terdapat satu orang pasien diabetes melitus yang sampai mengalami komplikasi luka pada
255
kakinya. Komplikasi dari luka tersebut membuat si pasien mengalami kendala-kendala dalam melakukan aktivitasnya terutama untuk berjalan. Informan MO menngungkapkan tentang keterbatasan peralatan cek gula darah di puskesmas, “...Kalau dokter disini mau tes gula nda ada itu dp alat, katanya rusak, banyak itu masyarakat yang mengeluh itu. Katanya nda ada stripnya, nda ada jarumnya, nda ada apanya. Kalo ibu ada itu alat tensi darah, alat cek gula, kolesterol, asam urat itu ibu lengkap, ibu beli alat-alat itu punya sendiri di Manado, kan anak juga so kerja di rumah sakit di Manado. karna ibu ada sakit jadi beli semua. Ibu ada penyakit gula, ini kaki ancur semua, ada masuk ke rumah sakit klinik di Manado, berapa bulan itu. Ini sudah 2 tahun lebih (menderita DM), penyakit gula ini karena kelebihan gula, ada juga katanya karena kurang gerak, padahal mama so sering ke kebun..” (informan MO)
Gambar 3.17. Komplikasi Diabetes melitus pada salah seorang informan Sumber: Dokumentasi Peneliti
Lebih lanjutnya, informan MO juga menceritakan awal mula terjadinya komplikasi penyakit diabetes melitus yang dia dapatkan,
256
“...Awalnya ibu itu luka kecil, cuma dokter bilang ada tambahannya, bukan cuma gula begitu, ada tambahannya, dorang bilang salibabo api atau apa, makanya itu dibelah no itu kaki, bengkak sampai di buku-buku, ada kemarin dokter bilang 2 penyakit, penyakit gula nda terlalu tinggi, yang satunya ada salibabo api, itu maksudnya bangka mulai dari ujung kaki sampai buku-buku tegang dp urat punya. Ada juga ini katanya dijahatin sama orang, ada itu orang-orang jahat ada kemungkinan lantaran sakit hati kong dorang...” (informan MO)
Adapun gejala yang dirasakan oleh informan MO berawal dari luka kecil yang tak kunjung sembuh yang kemudian semakin lama semakin membesar; “...Gejala-gejala awalnya itu cuma luka kecil seujung kuku begitu, lama kelamaan begitu jadi kaki ini udah bengkak makin besar, udah seminggu udah so mulai hancur itu kaki, kalau penyakit biasa itu cepat, ini kan so udah lambat, ini sekrang ibu rasa gatal-gatal di mata, di badan di pipi, tapi udah minta dp obat sama pa mantri obat gatal-gatal, jadi so nya nda rasa lagi dp gatal, tinggal dp bengkak dang garuk-garuk..” (Informan MO)
Lebih lanjutnya, informan pengalamannya ketika melakukan ditempuhnya ke luar Miangas,
MO juga pengobatan
menceritakan yang harus
“...Jadi ini pengobatannya dari Manado sana, memang so kasih dp obat, setiap hari kasih bersih ini luka, dp luka itu sudah mulai mengecil segini, dulu itu ancur semua, kasih bersih sama air lalu kasih sama salep itu, setiap 3 hari sekali ibu rutin periksa, ya kalau tinggi minum obat ya kalau rendah ya nda, soalnya dokter sudah pesan ibu kalau habis minum obat dia bilang periksa kalau gulanya tinggal 170 dia bilang nda usah minum obat, kecuali macam gula naik 200 ke atas. Penyakit gula itu kan ada dua macam ada penyakit gula kering sama penyakit gula basah...” (Informan MO)
257
Selain pengobatan secara medis, informan MO juga melakukan pengobatan tradisional. Khususnya pengobatan untuk menghilangkan ilmu jahat yang menyebabkan informan MO harus mengalami penyakit diabetes melitus hingga terjadinya komplikasi di kakinya; “...Ya namanya manusia kan ada yang pake ilmu jahat, nda bisa liat orang senang, itu kan di bawa ke dokter Manado, terus cari juga obat-obat makatana, orang sembur di Manado, kita ada pernah tanya sama orang pintar di Manado, katanyanya ini penyakit ada campurannya, ya campurannya dibikin nakal orang no. Habis cari obat dokter kita cari obat sembur-sembur gitu, kita juga sudah minum itu semua ramuan-ramuan daun-daun yang orang pintar bikin, pokoknya kurang obat apa yang kita nda pakai?...” (Informan MO)
3.3.4 Naik Darah (Hipertensi) Penyakit Hipertensi merupakan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat di Miangas. Menurut Kepala Puskesmas Miangas, seiring dengan perbaikan sanitasi lingkungan di Miangas, penyakit degeneratif sekarang ini memang lebih banyak diderita oleh masyarakat daripada penyakit menular, salah satunya adalah penyakit hipertensi. Menurut beberapa informan, masyarakat Miangas memang rentan mengidap penyakit hipertensi ini. beberapa faktor pemicu seperti konsumsi masyarakat terhadap ikan laut yang tinggi kadar garamnya, kebiasaan survive masyarakat mengkonsumsi ikan asin ketika cuaca tak bersahabat, serta tinggi beban pikiran yang mengakibatkan stres. “...faktor-faktor hipertensi kan banyak disini, itu kan bisa disebabkan karna stres memikirkan anak sekolah gimana itu di ibukota, terus juga konsusmsi ikan laut. Kan disini ikan lautnya tinggi kadar garamnya, karena ikan disini ikannya langsung dari samudra, jadi tinggi itu kadar garamnya. Lalu ada lagi makan ikan asin itu, disini kalau nda musim ikan, semuanya makan ikan asin itu...” (Kepala Puskesmas)
258
Ada sebutan masyarakat Miangas untuk penyakit hipertensi yaitu naik darah. Tetapi istilah yang sering digunakan masyarakat untuk menyebut hipertensi adalah penyakit darah tinggi. Adapun penyebab terjadinya penyakit hipertensi di masyarakat dapat diakibatkan oleh banyak fikiran sehingga menyebabkan stres yang berkepanjangan. Salah seorang informan yang menderita hipertensi mengatakan, “...Penyebabnya karna pengaruh banyak bafikir no, banyak itu yang difikirkan, soalnya dulu itu kita banyak berfikir ade itu kuliah no tapi sekarang so sehat karna ade so mau wisuda...” (Informan PDL)
Hal senada juga diungkapakan oleh informan NN yang juga menderita hipertensi. Menurut wanita berusia 65 tahun ini, penyebab hipertensi yang paling menonjol adalah disebabkan banyaknya pikiran. Selain itu faktor konsumsi juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Informan NN mengatakan, “...Oma memang ada penyakit darah tinggi sampai180/100. Itu kan yang bikin darah tinggi cuma karena banyak pikiran sama banyak makan makanan terlarang. Makanan terlarang itu seperti daging anjing, daging babi, makanan berminyak, sama minum kopi...” (Informan NN)
Adapun gejala hipertensi yang dirasakan adalah seperti kepala pusing, mata gatal-gatal, serta kepala terasa panas. Informan NN mengatakan, “...Oma so dapat tau kalo oma pegang gini (memegang ubun-ubun) itu udah gejalanya, oma sudah tau kalau sininya so panas. Mata rasa sakit, mata so gatal-gatal berarti oma itu pusing. Kalau sudah dp rasa itu gejala, oma so minum obat, obat dari dokter. Biasanya oma dikasil katropil sama dokter...” (Informan NN)
259
Setidaknya ada 2 pola pengobatan yang dilakukan oleh informan, yaitu pengobatan secara medis dan pengobatan secara tradisional. Perilaku pencarian pengobatan yang dilakukan adalah dengan memeriksakan diri di fasilitas medis. Pengobatan secara medis yang ditempuh adalah dengan meminum obat dari puskesmas seperti yang dilakukan oleh informan NN, “...Oma ada penyakit darah tinggi sampai180/100. Cuma sampai disitu. Kalo sampai di situ oma sudah berhenti makan itu makanan terlarang. Kalau oma so dapat itu dp gejala, oma so langsung minum obat, obat dari dokter. Biasanya oma dikasil katropil. Itu dokter dia tensi oma setiap hari. Oma nda mau pigi ke puskesmas, kan itu jauh disana, jadi kita langsung minta datangi dokter kalau mau tensi. Ini ada dikasih obat 3 kali sehari, tapi kalau nda sakit, kasih kurang no minumnya biar cuma pagi sama malam saja...” (Informan NN)
Hal serupa juga dilakukan oleh informan PDL. Tetapi bedanya obat yang dikonsumsi oleh informan PDL merupakan obat yang langsung dia pesan dari Manado. menurut PDL, obat yang ada dipuskesmas kurang manjur untuknya, sehingga dia harus memesan obat yang lebih baik kemanjurannya di apotek Manado; “...Obat papa itu dikirim itu ade yang paling tua dari Manado, dibeli di apotek disuruh dokter di Manado. Jadi semua obat-obat papa itu dibelinya di Manado, nda ada itu dijual disini. kalau umpanya minum dp obat, nda terasa itu gejala. Tapi papa nda cocok sama obat di puskes sini, kan beda juga dp dosis, kalau papa nya nda mempan itu obat di puskes, jadi harus minum itu obat dari Manado...” (Informan PDL)
Selain itu, terdapat juga pengobatan tradisional untuk mengobati dan mencegah hipertensi ini. salah satunya dengan mengkonsumsi sayur pepaya ataupun gingseng, seperti yang dikatakan oleh informan NN,
260
“...Ada obat tradisional darah tinggi, torang banyak bilang itu bunga pepaya itu disayur, bisa diminum airnya, itu juga bisa sayur gingseng dimasak kuah terang boleh campur ikan itu, itu rasanya nda pahit...” (Informan NN)
Meskipun demikian, kadang obat tradisional dirasakan kurang kemanjurannya dibandingkan dengan obat dari fasilitas medis. Sehingga lebih memilih mengkonsumsi obat-obatan medis dibandingkan obat tradisional meskipun harus membeli di luar pulau, seperti yang diungkapkan oleh informan PDL, “...Pernah juga papa pakai obat makatana, soalnya kita pake obat tablet dan obat tradisional itu dulu. Tapi karna itu dp obat tradisional itu juga kurang mempan, papa nda lagi itu minum obat tradisionalnya. Jadi sampai sekarang papa cuma minum itu obat dari Rumah Sakit Manado yang dibeli sama ade di apotek Manado...” (Informan PDL)
3.3.5 Khosa (Sesak nafas) Penyakit sesak nafas atau yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan khosa merupakan salah satu penyakit yang sering dikeluhkan masyarakat, terutama pada informan laki-laki. Penyakit khosa sendiri tidak terbatas pada astma, tetapi juga penyakit yang berkenaan dengan sesak nafas dan paru-paru seperti Penyakit Paru Obstetrik Menahun (PPOM). Menurut salah seorang petugas kesehatan, khosa ini erat hubungannya dengan kebiasaan merokok dan menyelam yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Miangas dan sering diderita oleh masyarakat yang sudah lanjut usia. Tenaga kesehatan B mengatakan, “...Khosa itu sesak nafas. Kan sesak nafas bisa dipengaruhi dari banyak hal, bisa dia astma, bisa juga itu dia PPOM. Itu biasanya penyebabnya dari merokok, lain juga karena sering menyelam. memang waktu muda-muda gini nda terasa itu sakit, tapi kalau sudah tua sudah dapat rasa itu penyakit. kan disini menyelam bisa sampai 10-15 meter. Kadang malam-malam, habis
261
itu ditambah lagi sering minum-minum, itu paru-paru bisa bocor itu...” (Nakes B)
Penyebab dari khosa menurut salah seorang informan merupakan dampak dari salese yang telah dideritanya selama bertahun-tahun. Selain itu, diperparah dengan pekerjaan yang berat serta masuk dingin, sehingga muncul penyakit khosa. Lebih lanjut informan WP menceritakan, “...Waktu itu umur opa 41 tahun, awalnya itu opa jatuh dari oto di bitung waktu ada penggalian pipa air, kong truck sementara bajalan, kong kita langsung melompat, lalu masuk itu di dalam kolong truck. Tertindis ini tangan sama ban belakang truck, jadinya itu dada opa kena salese, patah di dalam dang. Itu waktu cilaka gitu nda dibawa kemana-mana, dikasih biar aja no. Waktu itu opa masih belum rasa dp khosa. Cuma pas opa lagi jalan di nyare85 masuk dingin, baru itu to rasa sesak nafas, baru mulai itu opa kena khosa. Kalau salese ini dp rasa sakit, itu berarti khosa sama masuk dingin dang...” (Informan WP)
Penyebab khosa yang lainnya juga diungkapkan oleh informan AE. Menurut lelaki berusia 68 tahun ini, penyebab dari penyakit khosa yang dideritanya berasal dari kebiasaannya men-jubi86, merokok, serta faktor usia yang telah menua. Lebih lanjut informan AE mengungkapakan “...Opa dapat khosa ini baru 2 tahun yang lalu, tapi karna mungkin yah apa itu mungkin sudah so tua juga, umur opa kan so 68 tahun. Karna mungkin sudah kelelahan juga dari masih umur 50 tahuan ke bawah, itu kan opa di laut terus, men-jubi di perahu, ada juga pakai rokok. Itu mungkin karna pengaruh men-jubi malam, memancing siang malam. Ya itu dulu opa nda
85
Nyare merupakan bagian pantai yang dangkal
86
Men-jubi merupakan sebutan masyarakat Miangas untuk kegiatan menyelam untuk menombak ikan di dalam air sekitar 10-15 meter di dalam laut.
262
sadar kesehatan, pas umur-umur begini baru dapat penyakit-penyakit khosa begini...” (Informan AE)
Adapun gejala utama yang dirasakan ketika penyakit khosa menyerang adalah sesak bernafas. Sesak bernafas ini kambuh ketika informan sedang bekerja keras maupun masuk dingin, seperti yang diungkapkan oleh informan WP, “...Lain kali itu dalam seminggu opa 2 sampai 3 kali kena khosa. Dp gejala kambuh, itu kalau salese ini masuk dingin, ini dada rasa sakit, badan-badan ini sakit rasa menucuk begitu, opa rasa nda bisa banafas dang...” (Informan WP)
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan AE. Menurutnya apabila sudah terasa sesak nafas serta batuk-batuk,maka itu tandanya khosa yang telah dideritanya sedang kambuh, “...Kalau ini khosa kambuh, opa rasa sesak nafas. Dp gejala itu cuma sesak nafas sama batuk-batuk. Dp gejala pasti bergandengan itu, tapi habis minum obat, opa nda rasa lagi dp gejala...” (Informan AE)
Setidaknya ada 2 pola pengobatan yang dilakukan oleh informan, yaitu pengobatan secara medis dan pengobatan secara tradisional. Perilaku pencarian pengobatan yang pertama dilakukan adalah dengan memeriksakan diri di fasilitas medis. Meskipun sudah ada puskesmas di Miangas, terkadang ketersediaan obat untuk khosa sendiri sangat kurang di Miangas, seperti yang diungkapakan oleh informan WP, “...Ada obatnya untuk khosa itu, tapi cuma dipakai dalam keadaan gawat, obat semprot itu namanya, tapi disini nda ada itu. Di puskes sini kan nda lengkap obatnya. Jadinya opa cuma ada beli obat di warung kaya astma soho gitu, ada orang bilang pakai obat itu ada dp pengaruh. Opa pakai itu obat karena nda ada obat lain selain itu disini, jadi mau pakai apa lagi?. Opa
263
minum itu pil astma soho itu hari-hari, so sudah satu karung kita kalo mau hitung-hitung. Mulai pagi sampai sore, itu satu bungkus isi 4 biji itu untuk satu hari itu, opa itu sudah kecanduan itu obat, kalau nda minum obat opa bisa mati. Kalau nda minum obat itu kambuh terus, ini opa tinggal kekuatan obat aja lagi no, kalo lagi sakit-sakit itu bisa 2 papan itu (8 biji), klo biasabiasa aja bisa 1 papan (4 biji). Bila siang-siang gitu khosa opa sering kambuh, opa harus minum obat itu, klo nya nda minum obat batambah kambuh...” (Informan WP)
Lain halnya yang diungkapkan oleh informan AE. Beliau mengaku bahwa untuk mengobati penyakit khosa yang dideritanya cukup dengan meminum obat dari puskesmas. “...Kalau opa obatnya cuma minta di puskesmas. Tapi sebenarnya itu di puskesma juga kadang nda ada itu dp obat, padahal obat-obatan seperti itu sangat penting disini. kadang kalau nda ada obat dari puskesmas, ya terpaksa beli obat biasa di warung no...” (Informan AE)
Selain pengobatan secara medis, di Miangas juga terdapat obat tradisional untuk mengobati penyakit khosa, yaitu dengan menggunakan ramuan makatana. Meskipun demikian, ramuan makatana dirasakan kurang manjur daripada obat medis yang ada, sehingga sekarang jarang digunakan. Adapun ramuan makatana yang dimaksud seperti yang diungkapkan oleh informan WP, “...Memang ada itu obat-obat tradisional kaya biji kunyit itu semua-semua obat tradisional itu, mama sudah bikin tapi nya nda mempan sama opa. Lain kali itu ada pakai daun mayana, ditumbuk, pakai kuning telur itu ditambah gula madu diaduk sama-sama baru kasih minum. Itu diminum nda sering, pas kambuh-kambuh aja diminum, klo papa so rasa khosa kambuh itu baru dibikin, tapi klo sehari-harinya itu opa minum pil astma soho...” (Informan WP)
264
3.4
Potret Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Berdasarkan data IPKM tahun 2013, salah satu aspek yang menjadi lampu kuning dalam pembangunan kesehatan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Talaud salah satunya adalah aspek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Selama penelitian ini berlangsung, peneliti belum menemukan data-data yang berhubungan dengan pencapai perilaku hidup bersih dan sehat di Miangas. Berdasarkan temuan peneliti di lapangan, terdapat beberapa poin PHBS yang perlu dilakukan peningkatan terutama untuk poin ASI eksklusif, cuci tangan pakai sabun, konsumsi buah dan sayur, merokok, air bersih, serta pemberantasan jentik nyamuk. 3.4.1 Persalinan dengan Tenaga Kesehatan Berdasarkan temuan di lapangan, peneliti belum bisa melihat jumlah riil pencapaian ibu yang melahirkan dengan tenaga kesehatan di Miangas. Seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, peneliti kesulitan untuk mengumpulkan data-data yang sudah dievaluasi, salah satunya adalah data jumpah pencapain ibu yang melahirkan dengan tenaga kesehatan. Oleh sebab itu, pembahasan sub bab ini berdasarkan observasi dan wawancara peneliti dengan beberapa informan yang pernah melahirkan, baik dengan tenaga kesehatan, mama biang, maupun melahirkan sendiri. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, terdapat 3 jenis tenaga penolong persalinan masyarakat Miangas, yaitu, mama biang (dukun kampung), bidan puskesmas serta tenaga kesehatan non bidan seperti perawat, dan dokter spesialis. Bagi ibu melahirkan di Miangas, alternatif tenaga penolong yang mereka pilih pertama kali adalah mama biang. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, mama biang memang memiliki kedekatan yang sudah terjalin jauh hari sebelum si ibu melahirkan. Dibandingkan dengan tenaga kesehatan seperti bidan yang masih dipandang muda dan baru menetap di Miangas, para ibu hamil di Miangas lebih mempercayakan persalinan mereka kepada mama biang.
265
Untuk jenis tenaga penolong persalinan dari kalangan bidan, maka hal itu dilakukan tergantung dari mama biang yang menolong persalinan si ibu. Apabila mama biang yang dipanggil oleh masyarakat adalah mama biang yang bermitra dengan tenaga kesehatan, maka mama biang lah yang berinisiatif untuk memanggil bidan puskesmas untuk mendampingi persalinan ini. Adapun pembagian dari kemitraan bidan puskesmas dengan mama biang yaitu untuk bidan puskesmas menangani proses persalinan normal mulai dari ibu mengejan sampai plasenta keluar. Sedangkan untuk mama biang akan menangani si ibu pasca melahirkan, seperti memberi ramuan makatana untuk mencegah penyakit bantahan, memijit perut ibu pasca melahirkan, serta mengurus memandikan bayi hingga tali pusatnya ciri’ (terlepas). Salah seorang bidan di Puskesmas Miangas menceritakan salah satu pengalamannya dalam bermitra dengan mama biang yang diangkat oleh desa, “...Kita selama disini cuma pernah satu kali no menolong persalinan. Itu sama mama biang K. Dia memang mama biang yang ditunjuk desa disini. Dia punya itu dp peralatan medis dari puskesmas. Waktu itu, kita no yang menangani itu persalinan ade bayi sampai itu plasenta keluar sampai potong dp tali pusat. Habis itu langsung mama biang yang tangani itu ibu, si ibu dipijit-pijit biar kata orang itu kandungan kembali bagus. Untuk perawatan ade bayi di rumah itu mama biang yang tangani, tapi kalau ada yang minta bantuan kita ya kita layani, tapi biasanya mereka panggil mama biang sampai itu tali pusat lepas..” (Bidan SA)
Adapun pemilihan tenaga yang ketiga yaitu dengan tenaga medis non bidan seperti perawat dan dokter spesialis. Beberapa perawat di Miangas khususnya yang sudah senior, biasanya sudah mendapatkan pelatihan tata cara menolong persalinan meski dengan kopetensi yang terbatas. Perawat biasanya baru diperlukan ketika kondisi memang tidak ada bidan sama sekali di desa. Pertolongannya pun bersama dengan mama biang yang telah bermitra dengan tenaga
266
kesehatan di Miangas. untuk yang memilih persalinan dengan dokter spesialis tentunya dilakukan bagi mereka yang mampu untuk melakukan persalinan di luar pulau Miangas seperti di Melonguane maupun Manado. 3.4.2 Penimbangan Bayi dan Balita Berdasarkan temuan di lapangan, penimbangan bayi dan balita dilakuan pada saat bayi baru dilahirkan dan pada saat posyandu yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Penimbangan bayi yang baru lahir, sangat dipengaruhi oleh dengan siapa si ibu meminta bantuan penolong persalinan. Untuk penolong persalinan dengan tenaga kesehatan atau mama biang yang telah bermitra dengan tenaga kesehatan pasti selalu dilakukan penimbangan. Hal ini seperti yang diungkapkan salah seorang mama biang yang telah bermitra dengan tenaga kesehatan, “...Kalau sama mama itu habis ade bayi keluar, itu langsung ditimbang pake timbangan ini (menunjukan timbangan bayi). Ada ini mama punya timbangannya, kan mama punya ini peralatannya dikasih puskesmas....” (Mama biang K)
Menurut penuturan bidan SA, ada ibu hamil yang melahirkan dengan mama biang yang tidak bermitra dengan tenaga kesehatan, setelah dia membantu persalinan, si bayi tidak ditimbang, baru minta ditimbang ke puskesmas setelah beberapa jam bayi dilahirkan. Bidan SA menuturkan, “...itu kita sempat marah juga sama mama biang H, jam 10 pagi tiba-tiba datang ke puskesmas minta bayinya ditimbang, dia kan nda punya peralatan kaya oma K (mama biang yang telah bermitra dengan nakes). Kita tanya kapan si ibunya melahirkan, katanya tengah malam tadi. Kitanya sempat juga pingin marah kenapa nda hubungin kita, meskipun dia nda mau bergandeng sama nakes, setidaknya kita ada buat ngawasin. Itu kan bayinya udah berak, kencing, menyusu sebagainya, nda bisa lagi itu, lepas sudah penimbangan baru lahir...” (Bidan SA)
267
Posyandu merupakan kegiatan yang rutin dilakukan setiap bulannya untuk menimbang bayi dan balita. Pulau Miangas hanya memiliki 1 desa, oleh sebab itu di Miangas hanya terdapat 1 posyandu saja. Kegiatan ini dilakukan di puskesmas pembantu yang berlokasi di tengah-tengah pemukiman masyarakat Miangas. Selain kegiatan penimbangan bayi dan balita, pada kegiatan ini juga dilakukan pemeriksaan ibu hamil (ANC), imunisasi, dan pemberian makanan tambahan bagi balita dan ibu hamil. Kegiatan posyandu yang dilakukan di Miangas meliputi registrasi, penimbangan berat badan, pencatatan, dan pemberian makanan tambahan jika ada, dan beberapa pesan-pesan konseling bagi balita yang dianggap memerlukan. Tidak ada pengukuran tinggi badan, dikarenakan puskesmas tidak memiliki mikrotois sebagai alat pengukur tinggi badan. Menurut penuturan kader posyandu, antusiasme ibu untuk membawa anaknya untuk mengikuti kegiatan posyandu. Sekitar 80% balita yang tercatat mengikuti acara posyandu ini. Meskipun demikian, terdapat kecenderungan terjadinya penurunan kunjungan bagi anak yang telah mendapatkan imunisasi lengkap untuk menimbang berat badannya di puskesmas.
Gambar 3.18. Kegiatan penimbangan balita di posyandu Sumber: Dokumentasi Peneliti
268
3.4.3 ASI Eksklusif Perilaku pemberian ASI Eksklusif sampai 6 bulan pada bayi-bayi di Miangas cenderung rendah. Hal ini berdasarkan temuan peneliti dan hasil wawancara dengan beberapa informan. Sebagian masyarakat cenderung sudah memberi larutan kopi ketika bayi baru lahir untuk menghindari si bayi terkena penyakit mata tinggi ketika besar nanti. Selain itu perilaku pemberian makanan tambahan terutama sagu tanah mulai dari usia 3 bulan. Untuk penjelasan lebih mendalam tentang ASI Eksklusif dibahas pada sub bab ASI Eksklusif pada pembahasan potret Kesehatan Ibu dan Anak.
Gambar 3.19. Perilaku dan tradisi pemberian sagu tanah pada bayi mulai berusia 3 bulan Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.4.4 Cuci Tangan Pakai Sabun Perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) di masyarakat Miangas beragam. Ada yang melakukan CTPS dan ada yang tidak. Ada seorang informan yang peneliti amati yang tidak melakukan perilaku CPTS. Salah satu subjek yang peneliti amati adalah perilaku pola asuh si informan terhadap anaknya.
269
Dari penuturan Informan MAD, bahwa anaknya tersebut memang sering bermain di pasir. Setelah anak MAD bermain, informan hanya mengelapi anaknya dengan kain kering, tidak dicuci dengan air bersih apalagi sabun. Menurut MAD hal tersebut tidak dilakukan karena nantinya si anak juga dimandikan oleh si ibu dengan air dan sabun, sehingga dirasakan tidak perlu membersihkannya selagi sebelum mandi. Hal lain yang juga diamati oleh peneliti adalah selain kebiasaan bermain di pasir adalah kebiasaan makan makanan ringan saat bermain atau memasukan tangan yang kotor ke dalam mulut. Pernah suatu ketika anak informan MAD tersebut muntah-muntah dan mengeluarkan cacing dari dalam perutnya. Setelah dibawa ke puskesmas, anak tersebut memang positif menderita cacingan. Hal tersebut juga peneliti temukan pada beberapa informan anak-anak lainnya.
Gambar 3.20. Kebiasaan anak Miangas bermain sambil memakan camilan di pasir Sumber: Dokumentasi Peneliti
Mayoritas pola asuh yang dilakukan oleh ibunya adalah kurangnya menjaga kebersihan anaknya. Selain cacingan, kebersihan
270
anak juga mempengaruhi penyakit lainnya seperti bisul-bisul dan panu. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Miangas, “...Itu jadi anak-anak ada yang bisulan, cacingan itu selain dari asupan makanannya, dipengaruhi juga dengan pola asuh keluarga. Itu biasanya keluarga yang punya 4-5 anak itu biasanya mereka kurang lagi memperhatikan si anak yang kecil. Dibiarkan main kesana-kemari, nda terurus dan terawat kebersihannya...” (Kepala Puskesmas)
Gambar 3.21. Seorang anak yang bisulan sedang memegang makanan selagi bermain di pasir Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.4.5 Jamban Sehat Beberapa tahun yang lalu, sanitasi di Miangas diakui masih buruk. Salah satunya adalah perilaku buang air besar (BAB) sembarangan di pantai. Ketika itu, memang kasus diare sangat banyak terjadi dikalangan masyarakat. Namun, sekarang sudah banyak perbaikan sanitasi di Miangas, salah satunya adalah kepemilikan jamban. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Miangas,
271
“...Dulu itu, memang sanitasi disini masih buruk. Ada yang BAB sembarangan itu di pantai. Jadi dulu memang pernah jadi KLB diare disini, tapi sekarang so nda, masyarakat sudah sadar, mereka punya itu jamban masing-masing. Ada juga yang nda punya jamban, tapi dia pasti pinjam ke tetangga sebelah...” (Kepala Puskesmas)
Sebagian besar masyarakat Miangas telah memiliki jamban leher angsa masing-masing di rumah mereka. Setidaknya dalam satu rumah memiliki satu jamban leher angsa beserta septik tank kedap air. Pembangunan jamban memang sebagian didapatkan masyarakat dari pendanaan program pemerintah untuk perbaikan sanitasi di Miangas, sebagian lagi dibangun dengan kesadaran diri masingmasing. Meskipun keadaan dan kondisi dari jamban tersebut masih berbeda satu sama lainnya, antara rumah keluarga pra sejahtera dengan keluarga menengah ke atas, tetapi bagi masyarakat, yang penting memilikinya saja sudah cukup.
Gambar 3.22. Salah satu jamban milik warga Sumber: Dokumentasi Peneliti
272
Meskipun demikian, ada beberapa rumah yang masih belum memiliki jamban. Biasanya untuk urusan MCK mereka meminjam jamban milik tetangga maupun milik fasilitas umum seperti sekolah. Seperti halnya yang diungkapkan oleh informan HM yang tidak memiliki jamban di rumahnya. Dikarenakan jarak rumahnya yang dekat dengan sekolah SMP di Miangas yaitu sekitar 150 meter, maka informan MH ketika ingin melakukan MCK, maka dia akan pergi ke jamban sekolah. 3.4.6 Aktivitas Fisik Aktivitas fisik yang dilakukan masyarakat Miangas pada umumnya beragam, mulai dari aktivitas ringan seperti bersih-bersih pekarangan rumah, hingga aktivitas berat menyelam. Selain aktivitas yang memang menjadi pekerjaan sehari-hari mereka, masyarakat juga sering melakukan aktivitas oleh raga seperti bermain voli maupun sepakbola setiap sore. Hal ini dikarenakan hanya berolah raga sajalah yang menjadi hiburan mereka disini.
Gambar 3.23. Aktivas warga bekerja di kebun Sumber: Dokumentasi Peneliti
273
Gambar 3.24. Aktivas sore bermain voli Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.4.7 Konsumsi Buah dan Sayur Ada beberapa jenis buah dan sayur yang tumbuh di Miangas seperti mangga, pisang, pepaya, kelapa muda, jambu air, jambu biji, sayur gedi, kangkung darat, sayur paku-pakuan, terong, tomat sambal, cebe rawit, daun bawang, laluga dan daun ubi. Perilaku konsumsi buah yang masyarakat lakukan biasanya tergantung pada musim buah berbuah. Sama seperti halnya buah, sayur perilaku konsumsi sayur masyarakat kadang terkendala oleh ketersediaan sayur yang bergantung pada musim.
274
Gambar 3.25. Perkebunan sayur warga Sumber: Dokumentasi Peneliti
Mayoritas sayur dan buah memang diperoleh dari dalam Pulau Miangas sendri, tetapi ada juga beberapa yang diperoleh ketika kapal masuk membawa barang-barang kebutuhan pokok ke Miangas. Namun, untuk pasokan buah dan sayur dari luar Pulau Biasanya hanya bertahan beberapa hari, sehingga ketersediaan sayur dan buah memang mayoritas berasal dari dalam pulau. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang bertanam tanaman sayur-sayuran secara mandiri di pekarangan rumah mereka. Sayuran yang biasa ditanam mereka adalah daun bawang dan cabe rawit.
275
Gambar 3.26. Daun bawang dan cabe rawit yang ditanam secara mandiri Sumber: Dokumentasi Peneliti
Perilaku konsumsi sayur selain dipengaruhi oleh musim dan ketersediaan, ada juga yang dipengaruhi oleh ketersediaan lauk rumah tangga. Salah satu informan AL mengatakan, “...Kemarin makannya nasi sama sayur gedi, nda ada lauk ikannya, karena kmarin nda dapat ikan, jadinya nasi sama sayur. Kalau dapat ikan biasanya kadang pakai sayur kadang juga nda, tapi yang sering nda pake sayur...” (Informan AL)
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan NN yang menyatakan perilaku konsumsi sayur pada masyarakat juga tergantung pada ketersedian ikan yang dipengaruhi oleh cuaca dan kondisi alam Pulau Miangas, “...Kalo orang sini pas musim angin kencang-kecangnya, kan nda bisa nyari ikan, jadi makan lauknya nasi sama sayur aja no. Kalau nda ada nasi biasanya makan ubi, laluga, atau sagu, lauknya sayur, ikan kaleng atau ikan garam...” (Informan NN)
276
Gambar 3.27. Menu makanan masyarakat ketika musim ikan Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.4.8 Tidak Merokok dalam Rumah Sebuah pemandangan yang lumrah melihat sebagian besar penduduk laki-laki di Miangas sedang merokok dimana saja pun mereka berada, baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Bagi sebagian masyarakat rokok adalah pemacu semangat mereka untuk bekerja, apalagi untuk mereka yang biasa melakukan pekerjaan berat seperti menyelam, nelayan, berkebun, maupun bertukang. Salah satu informan yang suaminya merupakan seorang buruh lepas dan juga seorang perokok menuturkan, “...Merokok katanya (suami beliau) bikin semangat kerja. kalau nda merokok gimana gitu. Kita rasa juga beda antara yang merokok dan nda, yang merokok biasanya lebih rajin bekerja daripada yang nda merokok...” (Informan LS)
Selain sebagai pemicu semangat kerja, merokok juga diidentikan sebagai aktualisasi ‘keren-kerenan’ bagi kaum lelaki,
277
terutama bagi lelaki muda. Salah satunya adalah fenomena merokok di kalangan remaja lelaki di Miangas, informan CL yang juga merupakan seorang remaja di Miangas mengatakan, “...Laki-laki puber disini (12 tahun keatas) udah belajar merokok sama minum-minum, mereka terpengaruh pergaulan dari teman. Biasanya mereka itu rusak karena alkohol sama rokok. Cuma 1-2 orang aja yang masih baik. Biasanya mereka bikin geng-geng untuk rokok sama minum-minum itu. Mau bikin gaul-gaulan boleh aja sih, tapi harusnya kan gaul yang positif, nda kaya minum-minum atau meroko begitu...” (Informan CL)
Gambar 3.28. Perilaku merokok di masyarakat Sumber: Dokumentasi Peneliti
Aktualisasi ‘keren-kerenan’ dengan merokok juga tidak hanya terjadi pada kalangan remaja lelaki tetapi terjadi juga pada kalangan lelaki dewasa muda. Menurtu MP, seorang informan perokok yang sudah berusia 65 tahun menuturkan, “...Iya opa setiap hari rokok kaya gini (rokok linting). Ini dari daun tembakau yang sudah dihalus-haluskan begini to lalu dibungkus sama kertas khusus. Itu
278
sama opa cocok yang gini karna makin lama makin tinggi (dosis tembakau). Tapi kalau masih nyong-nyong (masih muda) itu pake rokok yang dijual-jual di warung, itu umur muda buat bikin bastan (gaya-gayan) sama orang-orang biar bisa diginikan (Informan MP menirukan gaya menghisap dan mengeluarkan asap rokok seperti di film-film action)...” (Informan MP)
Seperti yang telah di sebutkan informan MP, rokok yang beredar dan biasa dipakai oleh masyarakat Miangas ada 2 yaitu rokok linting dan rokok filter yang biasa dijual di warung-warung dalam kemasan kotak. Rokok linting biasanya dikonsumsi oleh orang-orang yang tua sedangkan rokok filter dipakai mulai dari laki-laki muda. 3.4.9 Penggunaan Air Bersih Pulau Miangas memiliki beberapa sumber mata air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Setidaknya selama penelitian ini berlangsung Miangas memiliki 1 mata air, 3 sumur bor kecil dan 1 sumur bor besar yang menjadi tumpuan utama sumber air bersih bagi masyarakat. Sumur bor yang besar ini merupakan sumbangan proyek PNPM Mandiri tahun 2013. Untuk pendistribusiannya biasanya dibagi menjadi 3 jalur. Setiap jalur mewakili jalan/ray yang ada di Miangas. Setiap Ray diberi jatah 3 hari sekali untuk mendapatkan pendistribusian air. Selain itu pendistribusian air juga dapat dipengaruhi oleh ketersediaan listrik di Miangas. Hal ini dikarenakan untuk mendistribusikan air tentunya diperlukan pompa listrik. Pendistribusian air bersih yang tidak setiap hari mengakibatkan masyarakat mebuat penampungan-penampungan air di setiap rumah mereka.
279
Gambar 3.29. Sumber air bersih utama masyarakat Sumber: Dokumentasi Peneliti
Untuk mendapatkan air, terkadang masyarakat mensiasatinya dengan mengangkut air secara mandiri dari mata air ke rumah-rumah dan ditampung di tempat penampungan air.
Gambar 3.30. Masyarakat yang mengangkut air secara mandiri Sumber: Dokumentasi Peneliti
280
3.4.10 Memberantas Jentik Nyamuk Pendistribusian air yang tidak setiap hari membuat setiap rumah di Miangas harus memiliki bak-bak penampung air bersih. Model-model penampungan air di masyarakat cukup beragam, ada yang dari drum seng, ada bak penampung khusus, ada juga hanya ditampung di ember atau baskom-baskom besar. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan bak-bak penampunga masyarakat ada yang memiliki tutup dan ada juga yang tidak.
Gambar 3.31. Salah satu drum penyimpanan air warga Sumber: Dokumentasi Peneliti
Biasanya bak-bak penampungan itu dikuras setiap kali air yang ditampung itu habis. Frekuesnsi habisnya air di dalam bak-bak tersebut bervariasi, mulai dari 3 sampai 6 hari sekali. Selama air masih ada, maka biasanya masyarakat tidak mengurasnya. Tak jarang terlihat jentik-jentik nyamuk bermunculan didalam drum penampungan air tersebut. Hal tersebut diungkapkan salah satu informan TT,
281
“...Iya mama sering bersihin itu penampungan air, setiap mau ngisis air lagi no, mama cuci terus itu. Kalau disini airnya habis kadang ada 3 sampai 4 hari, setelah itu ngisi lagi...” (Informan TT)
Berdasarkan yang didapatkan peneliti selama di lapangan, tidak ada program kerja bakti atau anjuran khusus dari adat maupun puskesmas terkait pemberantasan jentik nyamuk di Miangas. Namun, terdapat satu spanduk besar berisikan anjuran 3M plus yang dipajang di depan puskesmas.
Gambar 3.32. Spanduk 3M plus yang dipajang di depan puskesmas Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.5 Sistem Pelayanan Kesehatan 3.5.1 Pelayanan Pengobatan Medis Pengobatan secara medis di Miangas pada awal mulanya masuk sekitar tahun 70an. Pada waktu itu, Miangas masih menjadi
282
sebuah desa yang dibawahi oleh Kecamatan Nanusa yang berpusat di Pulau Karatung, sehingga statusnya masih sebagai puskesmas pembantu (pustu). Pada saat itu, masyarakat Miangas masih memandang bahwa penyebab terjadinya penyakit disebabkan oleh gangguan-gangguan dari roh jahat yang sedang menegur masyarakat. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Miangas yang juga merupakan salah seorang putera daerah asli Miangas, “...Tenaga kesehatan disini baru masuk itu sekitar tahun 70an, soalnya tenaga kesehatan yang pertama disini itu bapa saya. Dulu beliau juga Kepala Puskesmas Pembatu disini, kan dulunya Miangas dibawah Puskesmas Karatung. Dulu-dulu orang sini kalo sakit pasti dihubung-hubungkan dengan kekuatan supranatural, misalnya mba sore-sore lagi duduk di bawah pohon Pos-AL itu, terus tahu-tahu malamnya sakit perut kena diare, maka orang sini menganggap mba terkena teguran roh jahat. Padahal kan kalo sekarang kita lihat dari kesehatan, bisa saja penyebabnya karena sanitasi yang buruk. Dulu kan orang BAB dan segala macamnya di pantai sana, bisa jadi kuman-kuman itu dibawa angin terus mba-nya langsung sakit...” (Kepala Puskesmas)
Seiring dengan berjalannya waktu, mulai tahun 2008 Kecamatan Khusus Miangas memiliki 2 sarana pelayanan kesehatan formal yaitu puskesmas induk dan puskesmas pembantu (pustu). Saat penelitian ini berlangsung, Puskesmas Miangas dikepalai oleh seorang perawat senior dengan kualifikasi pendidikan SPK. Dalam hal ketersedian sarana, Puskesmas Miangas memiliki 1 puskesmas induk dan 1 puskesmas pembantu dengan jarak antara puskesmas induk dengan puskesmas pembantu kurang lebih 500 meter. Lokasi puskesmas induk sendiri berjarak kurang lebih 200 meter dari pemukiman warga dengan berlokasi di daerah perkebunan masyarakat, sedangkan untuk lokasi puskesmas pembantu sendiri memang berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat. Berdasarkan observasi peneliti di lapangan, meskipun puskesmas pembantu berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat,
283
puskesmas pembantu ini tidak lagi dioperasikan untuk melayani pengobatan dasar bagi masyarakat, kecuali untuk kegiatan posyandu. Puskesmas pembantu sekarang beralih fungsi sebagai rumah dinas bagi tenaga kesehatan PTT atau kontrak.
Gambar 3.33. Akses jalan menuju puskesmas induk Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3.34. Puskesmas Pembantu (Pustu) Sumber: Dokumentasi Peneliti
284
Adapun pelayanan yang tersedia di puskesmas ini meliputi pelayanan pengobatan dasar, imunisasi, gizi, Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana (KIA-KB). Untuk pelayanan medis penunjang lainnya seperti pelayanan gigi, maupun pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan perujukan, baik ke rumah sakit yang ada di Melonguane, Tahuna, maupun di Manado. Aksebilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan medis di Miangas sendiri sangat terjangkau. Hanya sekitar 300 meter dari pusat pemukiman masyarakat menuju puskesmas induk dengan berjalan kaki dalam waktu tempuh sekitar 10 menit. Meskipun demikian, pelayanan medis di Miangas masih memiliki kekurangan-kekurangan, terutama dalam hal ketersediaan peralatan medis dan juga beberapa profesi tenaga kesehatan lainnya. Selain itu, ketersediaan obat-obatan yang kadang ada dan tiada menjadi suatu dilema bagi masyarakat yang ingin mengaksesnya. Hal tersebut memang diakui oleh tenaga kesehatannya, “...Kalau disini yang menjadi masalahnya itu ya peralatannya yang kurang, memang sudah ada bangunan puskesmas, tapi kalau nda ada listrik, nda ada air bersih gimana orang sini mau melahirkan di puskesmas?. Memang ada itu peralatan diberi pemerintah kaya inkubator itu, tapi kalau nda ada listrik mau apa? Akhirnya nda terpakai. Apalagi kalau disini kan kadar garamnya tinggi, jadi peralatan sini 2-3 tahun saja udah karatan, kita minta yang baru sama dinas, tapi lama digantinya. Terutama itu peralatan melahirkan, udah karatan, ada juga yang udah hilang, kadang kita malah minjam peralatan punyanya mama biang, tapi itu kan peralatan puskesmas juga yang beri dulu itu...” (Kepala Puskesmas)
Selama peneliti di lapangan, pelayanan medis di puskesmas dapat diakses masyarakat mulai dari pukul 10.00 pagi sampai pukul 12.00 siang setiap hari kerjanya. Menurut petugas kesehatan, hal ini disebabkan sedikitnya pasien yang mengakses puskesmas setiap harinya, yaitu sekitar 1-5 pasien setiap harinya. Sehingga hal ini
285
membuat petugas puskesmas memutuskan untuk membuka pelayanan puskesmas lebih siang daripada puskesmas pada umumnya. Suatu ketika peneliti bertanya kepada salah seorang tenaga kesehatan yang disebut masyarakat rajin untuk membuka puskesmas yaitu nakes A. Nakes A mengakui bahwa hal tersebut dikarenakan kurangnya kunjungan pasien setiap harinya, sehingga puskesmas dibuka lebih siang daripada puskesmas pada umumnya. “...Nanti puskesmasnya dibuka sekitar jam 10an. Memang begitu setiap harinya. Apalagi kalau ini personilnya lagi banyak yang keluar, jadi cuma kita no yang buka itu puskesmas. Pagi-pagi nda ada orang, apalagi pasien berobat. Kitanya juga kadang takut kalau jaga itu puskesmas sendirian, apalagi itu kan di kebun sana, sunyi. Pasiennya juga nda banyak yang datang paling 1-5 orang, pernah juga nda ada sama sekali yang datang berobat. Nanti sekitar jam 12an pas udah nda ada lagi yang berobat, baru kita tutup...” (Nakes C)
Hal senada juga diungkapkan oleh seorang masyarakat Miangas. Informan GA mengungkapkan memang benar adanya puskesmas sejak lama memiliki kebiasaan membuka pelayanannya di waktu yang demikian. Informan GA mengungkapkan, “...Itu puskesmas kadang buka kadang nda, kalau buka juga siang, pernah ada oma-oma yang udah tua sakit, dia nunggu mulai pagi di puskesmas, tapi nda buka, sampai omanya pulang ndak buka juga itu puskesmas. Untungnya sekarang ada itu bidan kontrak yang baru itu, dia memang rajin, waktu ada dia baru puskesmas buka setiap hari, tapi kalau sebelum ada adek-adek yang kontrak itu, puskesmas kadang buka kadang tutup. Belum lagi itu kalau pun puskesmas buka, kadang kita minta obat disuruh bayar, terus obatnya kadang ada kadang juga habis. Bagaimana itu? Jadinya orang pada malas pergi ke puskesmas...” (Informan GA)
286
Ketika masyarakat memerlukan pelayanan kesehatan medis yang lebih memadai seperti halnya kasus-kasus gawat darurat yang parah, maka satu-satunya yang dapat dilakukan oleh puskesmas adalah dengan memberikan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih mempuni seperti rumah sakit di Melonguane, Tahuna, maupun Manado. Aksebilitas perujukan sendiri sering terkendala transportasi serta keuangan dari keluarga. Satu-satunya alat transportasi yang bisa masyarakat akses di pulau ini adalah kapal perintis yang ketersediaanya kadang bervariasi, mulai 1 minggu, 2 minggu sekali, bahkan sampai berbulan-bulan di waktu musim angin kencang. Ada beberapa kasus gawat darurat yang harus dirujuk tetapi terkendala transportasi yang ada dan berakhir dengan kematian. Seperti halnya kasus RM yang telah disinggung sebelumnya. Selain itu ada juga kasus seorang guru yang merupakan pendatang dari luar Miangas, ketika itu sang guru terjatuh dan langsung pingsan dan mengeluarkan darah yang hitam pekat dari mulut dan hidungnya. Masyarakat pun ingin segera merujuk sang guru ke fasilitas kesehatan yang lebih mempuni, tetapi apalah daya perujukan tersebut terlambat dilakukan dikarenakan kapal tidak ada yang berlabuh. Selang beberapa hari sang guru pun meninggal tanpa sempat dilakukan perujukan. “...Pernah ada itu kejadian, saat lomba 17 agustus. Kan biasanya disini ada lomba gitu, pas itu ada ibu guru, dia ikut lomba balap karung gitu dang, eeh.. tiba-tiba dia jatuh. Terus itu udah keluar darah hitam begitu dari hidung dan mulutnya, dia langsung nda sadarkan diri pas jatuh itu, lalu kita mau rujuk ke Melong sana, tapi waktu itu nda ada kapal, jadinya dia meninggal disini. baru ada kapal dia udah meninggal, sampai berapa hari itu dia disini, dia kan orang dari luar Miangas sana, jadi nunggu kapal untuk mengirim jenazahnya sama keluarganya, sempat sampai mau busuk begitu, disini kan nda ada itu formalin, diawetkan cuma pakai es batu aja...” (Informan ATL)
287
3.5.2 Pelayanan Pengobatan Tradisional Jauh sebelum pelayanan kesehatan medis ada di Miangas, masyarakat Miangas memiliki cara tersendiri untuk mengobati penyakit yang mereka derita. Seperti yang diungkapkan Kepala Puskesmas Miangas sebelumnya, sebelum terdapat fasilitas kesehatan medis di Miangas, masyarakat selalu menghubung-hubungkan penyebab terjadinya penyakit dengan hal-hal suprantural. Ada 3 pelayanan pengobatan tradisional yang masih eksis di tengah-tengah masyarakat Miangas sekarang yaitu, metode pengobatan makatana, metode pengobatan dengan kuasa dunia, dan metode pengobatan dengan kuasa Tuhan. Berbeda dengan metode pengobatan medis yang cenderung dipengaruhi oleh kaidah-kaidah ilmiah, pengobatan tradisional di Miangas sangat berpengaruh pada kuasa-kuasa supranatural yaitu kuasa kegelapan dan kuasa Tuhan. Kuasa kegelapan dipercaya masyarakat dapat mengakibatkan penyakit, tetapi kadang dapat juga mengusir penyakit yang sedang diderita, asalkan kuasa kegelapan yang dipakai pasien lebih kuat daripada kuasa kegelapan yang sedang menyerangnya. Kuasa kegelapan sebenarnya tidak hanya untuk pengaruh-pengaruh sihir, tetapi juga bisa dipengaruhi oleh roh-roh jahat serta perilaku-perilaku dan pembawaan jahat yang dilakukan pasien selama dia hidup. Hal ini diungkapkan oleh informan MP yang biasa diminta tolong oleh masyarakat untuk melakukan pengobatan tradisional, “...Itu ada dulu ibu nda bisa melahirkan, karena apa? Karena kuasa kegelapan. Cucu kan lagi hamil, suami cucu mau minta sama cucu lalu cucunya nda mau, jadinya ada pembicaraan kotor dang, padahal itu dibawah perut dp ade bayi sudah dapat dengar oh itu mama papa udah bicara jahat, harusnya nda boleh itu ade bayi dengar bicara kotor kaya itu, ade bayinya kan masih suci jadinya si ade bayi nda mau keluar. Kalo opa yang ngobatin, itu musti pembicaraan kotornya harus dikeluarkan dalam air, lalu opa sembur sama dikasih minum dp air, baru ade bayinya bisa keluar...” (Informan MP)
288
Dalam praktek pengobatan tradisional di Miangas, tidak ditemukan adanya istilah khusus untuk penyebutan dukun. Biasanya masyarakat menyebut para penyembuh dengan nama dan juga metode yang mereka gunakan seperti opa sembur, ibu AT yang bisa mengobati dengan minyak urapan. 3.5.2.1 Pelayanan pengobatan makatana Makatana sendiri memiliki arti obat-obatan yang berasal dari akar-akar, daun, serta bagian-bagian tumbuhan lainnya yang dipercaya memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Metode pengobatan makatana terdiri dari ramuan maupun campuran-campuran tumbuhan yang digunakan sebagai obat luar yang dibalurkan pada bagian tubuh yang sakit. Pengobatan ini juga biasanya digunakan sebagai obat pendamping dari pengobatan dari kuasa dunia. Adapun syarat mutlak dalam menggunakan pengobatan ini adalah jumlah dari tumbuhan yang digunakan harus berjumlah ganjil, tidak boleh genap. Karena hal ini dipercaya bahwa bilangan ganjil merupakan bilangan yang terkuat, sehingga dapat mengalahkan penyakit yang ada. “...Obat-obat makatana ini harus berjumlah ganjil. Karena bilangan ganjil itu bilangan terkuat. Misalnya ini cucu mau mengangkat itu beban, pastikan bilang 1.. 2... 3.... dihitungan ketiga cucu baru dapat kekuatan untuk ngangkat itu beban. Begitu juga obat makatana, dia harus bilangan ganjil. Kong kalau bilangan genap itu kan seimbang dia, kalau bilangan ganjil itu musti ada 1 yang ganjil yang paling kuat dari yang lainnya, misalnya 2 kan itu seimbang, musti ditambah 1 lagi biar ada yang lebih kuat, jadinya 3...” (Dukun makatana)
Pengobatan ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja, tak terbatas pada suatu orang tertentu yang dapat melakukan pengobatan ini, asalkan dia mengetahui komposisi campuran obat makatana untuk penyakit-penyakit yang dideritanya. Biasanya
289
masyarakat secara mandiri membuat obat makatana-nya untuk penyakit-penyakit ringan seperti maag, sakit gigi, dan badan panas. Meskipun demikian, ada beberapa pengobatan makatana yang hanya bisa dilakukan oleh orang tertentu seperti mama biang, tukang pijit, maupun tua-tua yang memiliki ilmu dalam resep-resep obat makatana. Untuk mempermudah penulisan, maka peneliti menyebut tua-tua yang memiliki ilmu dalam resep-resep pengobatan makatana dengan sebutan dukun makatana.
Gambar 3.35. Seorang calon mama biang yang sedang melakukan pengobatan makatana Sumber: Dokumentasi Peneliti
Menurut masyarakat, pengobatan makatana sendiri sudah ada sejak zaman tua-tua dahulu. Dahulu ketika belum ada pengobatan medis seperti puskesmas mereka biasa memakai pengobatan makatana sebagai obat yang memiliki khasiat penyembuhan. Namun, ketika telah ada pengobatan medis, maka lambat laun pengobatan makatana ini mulai ditinggalakan. Tak jarang beberapa resep-resep obat makatana semakin hilang seiring tidak adanyanya lagi generasi muda yang meneruskan dan menerapkan pengobatan ini. masyarakat
290
cenderung lebih mengandalkan obat-obat medis daripada pengobatan ramuan makatana dikarenaka kepraktisan obat medis daripada obat makatana. “...Orang sini pada meninggalkan itu obat-obat makatana, karena apa? Karena sudah ada itu obat dari puskesmas. Itu lebih praktis daripada harus bikin-bikin obat makatana. Tapi ada juga itu orang yang nda cocok sama itu obat puskesmas, jadi dia milih obat makatana, kaya oma (istrinya informan) ini, dp penyakit itu darah tinggi, omanya nda minum itu obat makatana setiap hari, sampai sekarang nda ada itu tensi oma yang tinggi begitu...” (Dukun makatana)
Gambar 3.36. Salah satu tumbuhan (Sereh) yang dipakai dukun makatana membuat ramuan Sumber: Dokumentasi Peneliti
Ada beberapa pengobatan makatana yang masih eksis sampai saat ini, terutama obat makatana untuk ibu yang hamil maupun melahirkan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, persalinan tradisional di Miangas sangat erat kaitannya dengan ramuan-ramuan tertentu yang berfungsi sebagai pelancar persalinan, pencegah penyakit bantahan, sampai menghentikan pendarahan saat keguguran.
291
Menurut salah seorang dukun makatana yang ada di Miangas, pengetahuan tentang obat-obatan makatana beliau dapatkan dari resep-resep peninggalan tua-tua dahulu yang mengajarinya, baik di dalam catatan maupun dalam mimpi. Selain itu, infoman juga mengakui bahwa ada juga pengetahuan tentang obat-obat tradisional yang dia dapatkan dari salah seorang dokter dari Philipina di tempat dia bekerja dahulu di kantor boarding-cross Philipina-Indonesia. 3.5.2.2 Pelayanan pengobatan dengan kuasa dunia Metode penyembuhan dengan kuasa dunia sendiri sebenarnya masih kontroversial di masyarakat Miangas dikarenakan mengandung unsur-unsur mistik yang dianggap menyimpang dari ajaran agama, khususnya agama kristen protestan. Tak jarang membuat praktik pengobatan ini cenderung tertutup dan sembunyi-sembunyi dilakukan. Namun, bukan berarti pengobatan ini tak dipakai lagi oleh masyarakat Miangas yang cukup agamis. Metode kuasa dunia digunakan untuk menyebut metode penyembuhan dengan meminta bantuan pada roh-roh para petua yang ada di Miangas. Ada dua bentuk pengobatan kuasa dunia yaitu kuasa terang dan kuasa kegelapan. Perbedaan yang mencolok antara kuasa terang dan kuasa kegelapan adalah untuk apa digunakan pengobatan ini, apakah untuk membantu orang ataukah untuk mencelakakan orang lain. Meskipun demikian, keduanya memiliki kesamaan yaitu dengan mengandalkan kekuatan-kekuatan supranatural yang berasal dari bantuan roh-roh tetua-tetua baik di dalam Miangas maupun di luar Miangas. Sebut saja informan MP, beliau adalah salah seorang yang dianggap pintar untuk melakukan pengobatan seperti ini. Beliau menyebut metode yang beliau pakai sebagai metode pengobatan dengan kuasa terang. Hal ini dikarenakan beliau menggunakan ilmu yang beliau dapatkan dari tetua-tetua di Miangas untuk membantu
292
orang, bukan untuk membuat celaka. Informan mengakui bahwa untuk melakukan penyembuhan seperti ini biasanya beliau ‘dibimbing’ oleh roh-roh para petua yang ada di Miangas melalui mimpi. Ada 4 bentuk pengobatan yang beliau berikan kepada pasien yaitu, dengan sembur, dengan menggunakan batu putih, dengan menggunakan sumpit, dan menggunakan pisau putih.
Gambar 3.37. Peralatan pengobatan yang digunakan, batu putih, sumpit, dan pisau putih Sumber: Dokumentasi Peneliti
Pertama, metode penyembuhan dengan sembur dilakukan dengan cara menyemburkan air maupun goraka (jahe) yang telah diberi bacaan sejenis mantra dalam bahasa talaud kepada pasien. Selain disembur, bisa juga dengan cara meminumkan air yang telah diberi mantra dan bacaan-bacaan tadi kepada si pasien. Metode sembur ini digunakan untuk mengobati semua jenis keluhan penyakit pasien yang diyakini disebabkan oleh kuasa kegelapan. “...Itu ada dulu ibu nda bisa melahirkan, si ade bayi nda mau keluar karena apa? Karena kuasa kegelapan. Kalo opa yang ngobatin, itu opa cuma sekali sembur itu ibu udah bisa melahirkan. Itu musti ada pembicaraan kotor papa
293
mama si ade bayi, itu pembicaraan harus dikeluarkan dalam air, lalu airnya opa sembur sama dikasih minum dp air sama itu ibu, baru ade bayinya bisa keluar...” (Informan MP)
Kedua, metode pengobatan dengan menggunakan batu putih. Batu putih ini bukan batu putih sembarangan, batu putih yang didapatkan oleh informan MP dari ‘bimbingan’ salah seorang tetua adat di Miangas di dalam mimpi. Adapun cara kerja dari media pengobatan ini adalah pertama-tama membersihkan batu, setelah itu batu tersebut harus diletakan di piring kaca yang berwarna putih mulus tanpa gambar apapun. Setelah itu, diberikan air didalam piring tersebut hingga batu putih terendam. Biarkan beberapa menit, kemudian air dari rendaman batu putih tersebut diminum oleh pasien. Pengobatan dengan menggunakan batu putih ini biasanya dilakukan untuk tipe penyakit yang menyerang perut, seperti panas dalam, maag, maupun penyakit dalam yang dirasakan oleh pasien akibat gangguan dari kuasa kegelapan. “...Ini batu opa dapat dari mimpi, opa ada disuruh itu sama tetua-tetua disini untuk cari ini batu di nyare. Sampai sekarang opa masih pakai ini batu untuk menolong orang. Biasanya kalau ada orang yang sakit maag, panas dalam, atau penyakit dalam yang nda sembuh-sembuh minum obat puskesmas, itu tandanya ada gangguan kuasa kegelapan. Lalu opa kasih ini air rendaman batu ini, lalu diminum. Rendamnya nda bisa sembarang, ini musti direndam dalam piring kaca warna putih polos, nda boleh ada itu gambar atau warna selain putih...” (Dukun makatana)
Ketiga, yaitu dengan menggunakan sumpit. Sama halnya dengan batu putih, sumpit ini pun didapatkan oleh informan dari ‘bimbingan’ petua adat yang menemuinya dalam mimpi. Sumpit ini terbuat dari batang salah satu pohon laut tertentu yang sudah ditunjuk oleh tetua dalam mimpi informan. Adapun cara kerjanya terlebih dahulu sumpit ini diraut menyerupai pensil yang runcing
294
ujungnya. Setalah itu, sumpit ini ditusukan kepada bagian tubuh yang sakit. Pengobatan ini dilakukan untuk mengobati bagian tubuh yang sakit, khususnya bagian tubuh yang bengkak. Fungsi dari sumpit sendiri adalah untuk mengempiskan bagian tubuh yang telah membengkak akibat gangguan kuasa kegelapan.
Gambar 3.38. Salah satu cara pengobatan dengan menggunakan media sumpit Sumber: Dokumentasi Peneliti
Terakhir yaitu dengan metode pengobatan menggunakan pisau putih. Sama halnya dengan barang-barang ‘bertuah’ milik informan lainnya, pisau ini berasal dari besi yang informan dapatkan dari kuburan milik tetua adat yang menemuinya di dalam mimpi. Atas petunjuk tetua tersebut, besi ini kemudian diolah menjadi pisau. Adapun cara penggunaan dari media ini sama seperti menggunakan media sumpit yaitu dengan menusukan pisau ke bagian tubuh yang dianggap sakit. Penggunaannya pun sama seperti media sumpit untuk mengobati bagian tubuh yang sakit dikarenakan gangguan kuasa kegelapan. Bedanya, sumpit digunakan untuk mengempiskan bagian tubuh yang bengkak, pisau digunakan untuk menyerap penyakit yang terdapat di bagian tubuh yang sakit.
295
Gambar 3.39. Salah satu cara pengobatan dengan menggunakan media pisau putih Sumber: Dokumentasi Peneliti
3.5.2.3 Pelayanan pengobatan dengan kuasa Tuhan Bertolak belakang dengan metode dengan menggunakan metode kuasa dunia, metode penyembuhan dengan kuasa Tuhan dipercaya disebabkan oleh kuasa Tuhan yang diberikan-Nya melalui hamba pilihan. Sedikit berbeda dengan metode penyembuhan kuasa dunia yang hanya dapat menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh gangguan kuasa kegelapan, metode kuasa Tuhan dipercaya dapat menyembuhkan segala macam bentuk penyakit baik penyakit medis maupun non-medis. Menurut Ibu AT, salah seorang hamba Tuhan pilihan-Nya yang dipercaya dapat menyembuhkan dengan menggunakan kuasa Tuhan mengatakan bahwa salah satu bentuk pengobatan dengan kuasa Tuhan yang beliau berikan adalah dengan menggunakan media minyak urapan dan perjamuan kudus. Metode pengobatan yang Ibu AT berikan tergolong metode yang baru dikenal di masyarakat Miangas sendiri. Metode pengobatan ini berawal sekitar tahun 2013, yaitu ketika Ibu AT mendapatkan ‘talenta’ dari atas setelah mengalami
296
pergumulan hidup yang sangat mendalam. Ibu AT mengungkapkan bahwa sebelum 2013, beliau hanyalah seorang warga biasa layaknya masyarakat pada umumnya. Namun, ketika beliau sedang hamil, kehidupan keluarganya mendapatkan ujian yang tak terkira dan sarat dengan gangguan-gangguan perbuatan kuasa kegelapan. Sejak Ibu AT berhasil melewati badai kehidupan yang menerpanya, lalu tanpa dia sadari Tuhan telah memilhnya sebagai salah satu ‘tangan kanan-Nya’ dalam memberikan pelayanan pengobatan bagi masyarakat di Miangas dengan kuasa-Nya. “...Ibu cuma manusia biasa, tapi kalau orang bilang ibu bisa menyembuhkan sebenarnya bukan, yang menyembuhkan itu Tuhan. Ibu cuma hamba tuhan yang dipilih-Nya untuk memberikan pelayanan bagi mereka yang membutuhkan. Tanpa kuasa Tuhan, ibu nda bisa apa-apa. Awalnya itu ibu waktu hamil anak kedua, itu memang ibu mengalami pergumulan yang luar biasa dalam hidup ibu dan keluarga ibu. Tapi itulah kehendak Tuhan yang berlaku atas ibu dan keluarga ibu, syukurnya ibu dan keluarga ibu dapat melewati itu semua atas kehendak Tuhan. Setelah ibu melewati ujian itu, entah bagaimana, Tuhan tunjuk ibu untuk tolong masyarakat. Tuhan membisikkan dalam hati ibu untuk menolong orang. Dengan media minyak urapan maupun perjamuan kudus kuasa Tuhan bekerja melalui ibu menyembuhkan orang yang membutuhkan..” (Informan AT)
Proses pelayanan pengobatan yang dilakukan Ibu AT yaitu, pertama-tama pasien disuruh masuk ke dalam suatu ruangan khusus yang berada di rumah Ibu AT. Kemudian didalam ruangan Ibu AT menyuruh untuk berdoa dan menceritakan seluruh ‘tabir’ pergumulan hidup yang pernah dilakukan oleh si pasien selama ini. Pergumulan hidup yang tidak baik dan jauh dari Tuhan dipercaya menyebabkan datangnya penyakit-penyakit yang ada pada manusia. Ketika pasien berdoa dengan sepenuh hati meminta kesembuhan pada-Nya, Ibu AT kemudian perlahan-lahan membalurkan minyak urapan ke tubuh si pasien, dan kemudian proses pengobatan ini pun berakhir.
297
Selain dengan menggunakan minyak urapan, Ibu AT pun biasa menggunakan perjamuan kudus sebagai media lainnya. Perjamuan kudus dilakukan ketika hanya benar-benar dibutuhkan, yaitu ketika si pasien sedang dalam keadaan gawat darurat hampir meninggal ataupun tak kunjung sembuh ketika menggunakan metode minyak urapan. Media yang digunakan dalam proses penyembuhan ini adalah dengan menggunakan ‘tubuh dan ‘darah’ Yesus yang diangkat melalui perjamuan kudus. ‘Darah’ dan ‘tubuh’ Yesus yang dimaksud adalah sebuah minuman dan makanan yang berbentuk seperti biskuit yang sebelumnya didoakan oleh seorang hamba Tuhan yang suci yang kemudian diangkat melalui perjamuan kudus sehingga menjadi ‘darah’ dan ‘Tubuh’ Yesus. Setelah si pasien berdoa dengan sepenuh hati, maka ‘darah’ dan ‘tubuh’ Yesus tersebut kemudian diminum dan dimakan oleh si pasien.
Gambar 3.40. Media Penyembuhan yang dipakai Ibu AT ‘Darah’ Yesus (berwarna merah), ‘Tubuh’ Yesus (biskuit), serta Minyak Urapan Sumber: Dokumentasi Peneliti
298
3.6
Health Seeking Behavior Manusia secara umum ketika menghadapi sakit pasti akan berusaha untuk mengobati sakit yang diderita dengan berbagai macam cara. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) pasti akan dilakukan, baik itu dengan tujuan untuk meredakan maupun mengobati sakit. Perilaku pencarian pengobatan merupakan sebuah hasil dari interaksi yang kompleks dan holistik oleh individu dengan lingkungan yang mempengaruhinya beserta pelayanan kesehatan yang ada.87 Fenomena pengobatan dalam masyarakat merupakan suatu respon rasional masyarakat yang sedang sakit dalam rangka mencari kesembuhan akan penyakitnya. Jadi, perilaku pencarian pengobatan itu sangat dinamis dan mengikuti aspek-aspek yang mempengaruhinya. Studi mengenai pengambilan keputusan untuk pencarian pengobatan sakit umumnya menyangkut tiga hal pokok, yaitu sumber pengobatan apa yang menurut anggota masyarakat mampu mengobati sakitnya, kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa sumber pengobatan yang ada, dan bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih sumber pengobatan tersebut88. Sumber pengobatan atau pemeliharaan kesehatan di Indonesia yang berkembang dalam masyarakat umum dapat dibedakan menjadi: pengobatan kesehatan oleh seorang ahli kesehatan profesional seperti dokter, pengobatan kesehatan oleh ahli kesehatan non-profesional seperti tabib, pengobatan kesehatan dengan pendekatan spiritual, pengobatan kesehatan dengan 87
Julike FP, Endang S. 2012. Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Perilaku Mencari Pengobatan Pada Penderita Kanker Payudara di RSUD Ibnu Sina Gresik. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 1:2; 138-144. 88
Supardi S, Susyanty AL. 2010. Penggunaan Obat Tradisional Dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Indonesia (Analisis Data Susenas Tahun 2007). Buletin Penelitian Kesehatan 38:2; 80-89.
299
pengobatan tradisional seperti jamu dan pijat urut, serta pengobatan kesehatan dengan pengobatan alternatif lainnya89. Ditengah keterbatasannya, masyarakat Miangas pada umumnya mengenal 4 pola pengobatan. Pertama metode penyembuhan medis yaitu memeriksakan diri di fasilitas pelayanan kesehatan medis atau sekedar membeli obat-obat bebas di warung. Kedua, metode pengobatan makatana. Ketiga, metode penyembuhan dengan kuasa dunia ataupun kuasa kegelapan. Dan terakhir menggunakan metode penyembuhan dengan kuasa Tuhan. Pemilihan pola pengobatan yang diambil tergantung pada penilaian penyakit yang diderita, apakah sebuah penyakit medis ataukah penyakit nonmedis. 3.6.1 Mencari kesembuhan di Miangas Sakit merupakan salah satu yang wajar terjadi pada setiap manusia, tak terkecuali pada masyarakat Miangas. Bagi masyarakat Miangas, sakit merupakan kondisi dimana mereka merasakan sesuatu keadaan yang tidak biasa yang mengganggu aktivitas hariannya. Konsepsi tentang penyebab sakit bagi mereka dapat disebabkan karena gangguan dari faktor penyakit medis, kuasa kegelapan, maupun teguran Tuhan atas pergumulan hidup yang telah mereka lakukan. Konsepsi-konsepsi ini kemudian mempengaruhi masyarakat dalam keputusannya memilih pelayanan kesehatan yang akan mereka tempuh dalam mengobati sakit yang sedang menyerang mereka. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, di Pulau Miangas sudah terdapat beberapa pelayanan kesehatan, baik secara medis maupun tradisional. Penggunaan pelayanan kesehatan ini pun bervariasi, ada yang menggunakan satu pelayanan kesehatan saja, ada juga yang sampai mengkombinasikan semua pelayanan kesehatan medis maupun tradisional yang ada. Namun, diantara semua 89
Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
300
pelayanan kesehatan yang ada, perilaku self treatment (pengobatan sendiri) merupakan usaha yang paling pertama kali dilakukan oleh masyarakat Miangas. Self treatment yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Miangas adalah dengan cara membuat obat makatana maupun membeli obat-obat bebas di warung. Jenis obat yang mereka konsumsi didasarkan pada pengalaman sakit sebelumnya, atau rekomendasi dari orang terdekat maupun penjual obat. Menurut salah seorang penjual obat warung, obat yang paling banyak dicari oleh masyarakat adalah obat dari jenis antibiotik seperti amoxicline maupun tetracicline. Obat jenis antibiotik ini dipercaya masyarakat dapat menyembuhkan penyakit-penyakit ringan yang mereka derita, seperti badan pegal, luka, dan penyakit lainnya. Hal senada juga diungkapkan oleh seorang informan yang berprofesi sebagai dukun makatana, “...Obat puskes yang paling hebat itu dia amoxicline. Dp obat itu paling manjur. Itu opa ada dikasih tau sama itu dokter dari Philipin, memang kata dia antibiotik itu obat yang paling hebat, dia bisa obat dari macam-macam penyakit...” (Dukun makatana)
Gambar 3.41. Seorang anak yang membeli obat bebas untuk keluarganya di warung Sumber: Dokumentasi Peneliti
301
Selain membeli obat di warung, salah satu cara self treatment lainnya adalah dengan meminta atau menitip obat kepada petugas kesehatan. Pernah suatu pagi, seorang ibu menemui petugas kesehatan di rumah dinasnya meminta obat diare untuk anaknya. Petugas kesehatan tersebut kemudian menyarankan si ibu untuk membawa ke puskesmas. Namun, si ibu beralasan sibuk dan sebagainya sehingga dia tidak bisa pergi ke puskesmas, tetapi memilih untuk meminta obat langsung ke petugas puskesmas. Kebiasaan masyarakan dalam mendiagnosis penyakitnya sendiri merupakan salah satu faktor yang membuat masyarakat cenderung malas untuk memeriksakan diri di pelayanan kesehatan puskesmas. Seorang tenaga kesehatan mengatakan, “...Masyarakat sini memang malas pergi berobat ke puskesmas. Mereka biasanya beli obat sendiri atau titip obat itu sama kita. Padahal kita sudah menyarankan pergi ke puskesmas, tapi alasan mereka banyak, sibuk berkebun, jauh, atau nda sempat lah. Padahal kan jarak puskesmas nda jauh, mereka bisa berkilo-kilo jalan kaki setiap hari ke kebun masa nda bisa ke puskesmas?. Mereka juga maunya dilayanin, kita yang datang ke tempat mereka, mereka nda mau ke tempat kita periksa kalau sakit...” (Tenaga kesehatan B)
Hal senada juga diungkapkan oleh tenaga kesehatan lainnya. Tenaga kesehatan A ini sering diminta masyarakat dalam menitip obat di puskesmas; “...Orang disini mereka memang biasa nitip obat sama kita. Pagi-pagi sebelum kita berangkat ke puskes, mereka minta tolong sama kita “tolong bawakan obat ini sehabis kita pulang puskes..” kita tanya sakitnya sakit apa, dia bilang sakit kepala, jadi dia minta nitip obat tertentu, kita suruh periksa di puskesmas mereka nda mau. Tapi itulah mereka, mereka merasa sudah tahu penyakit ini-ini lalu langsung minta obat ini-ini. alasannya obat ini-ini cocok sama mereka. Padahal kan belum tentu sakit kepala itu karena ini-itu,
302
padahal bisa saja penyakit gawat. Kalau nda diperiksa kita kan nda bisa tahu...” (Tenaga kesehatan A)
Selain self treatment dengan obat-obatan warung maupun titipan puskesmas, masyarakat juga menggunakan obat makatana sebagai alternatif obat lainnya. Salah seorang ibu yang peneliti temui mengakui bahwa balitanya sedang terserang diare, sejak awal si ibu tidak membawanya berobat ke puskesmas. Pengobatan yang dilakukan si ibu adalah memberikan larutan kopi yang dicampur garam kepada balitanya yang berusia 2 tahun. Kalau sudah 3 hari masih diare, baru si ibu berencana untuk membawanya berobat ke puskesmas. Apabila self treatment yang masyarakat lakukan tidak berpengaruh secara signifikan, maka langkah selanjutnya yang mereka lakukan adalah berusaha mengakses pelayanan kesehatan yang ada baik secara medis maupun tradisional. Kesadaran masyarakat terhadap pelayanan medis sebenarnya sudah baik, hal ini terbukti, pelayanan kesehatan pertama yang mereka akses adalah puskesmas dibandingkan pelayanan tradisional. Tetapi, dengan kondisi pelayanan kesehatan di puskesmas yang terbatas, khususnya obat-obatan, tak jarang membuat mereka harus mencari alternatif lain, yaitu dengan mendatangi pelayanan kesehatan tradisional yang adal di Miangas. 3.6.2 Puskesmas VS Pelayanan Kesehatan Tradisional Menurut petugas kesehatan yang ada di Miangas, kunjungan pasien ke puskesmas memang sangat sedikit setiap harinya, berkisar antara 1-5 orang bahkan kadang tidak ada sama sekali. Kepala Puskesmas Miangas mengatakan, selain disebabkan jumlah penduduk Miangas yang memang sedikit (766 jiwa), faktor lainnya juga disebabkan oleh kemalasan mereka pergi ke puskesmas untuk memeriksakan diri;
303
“...Kunjungan pasien di puskesmas memang sedikit, karena kita tahu sendiri penduduk Miangas juga sedikit, sekitar 700an orang, jadi yang berobat juga sedikit. Selain itu ada juga faktor dari masyarakatnya juga yang malas memeriksakan diri ke puskesmas. Ketika mereka sakit mereka lebih memilih berobat sendiri, beli obat di warung, kadang juga titip obat sama petugaspetugas disini. Disuruh periksa ke puskesmas banyak alasannya, padahal kan ini untuk kesehatan mereka juga. Nanti udah sakit parah baru mereka pergi ke puskesmas. Kalau sudah parah sekali, kita disini juga nda bisa apa-apa, cuma bisa kasih saran bawa berobat di rumah sakit sana...” (Kepala Puskesmas)
Kondisi rendahnya kunjungan pasien di puskesmas ini setidaknya berpengaruh terhadap jam buka puskesmas. Selama penelitian ini berlangsung, jam buka puskesmas dimulai pukul 10 pagi sampai pukul 12 siang. Menurut petugas kesehatan, rendahnya kunjungan pasien membuat mereka memutuskan untuk membuka pelayanan puskesmas lebih siang; “...Nanti puskesmasnya dibuka sekitar jam 10an. Memang begitu setiap harinya. Apalagi kalau ini personilnya lagi banyak yang keluar, jadi cuma kita no yang buka itu puskesmas. Pasiennya juga nda banyak yang datang paling 1-5 orang, pernah juga nda ada sama sekali yang datang berobat. Nanti sekitar jam 12an pas udah nda ada lagi yang berobat, baru kita tutup no...” (Tenaga Kesehatan A)
304
Gambar 3.42. Kondisi tenaga kesehatan dan pasien di puskesmas Sumber: Dokumentasi Peneliti
Ketersediaan obat di puskesmas yang kurang lengkap dan kondisi jam buka puskesmas yang singkat, setidaknya menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan ini. Salah seorang informan mengatakan, “...Itu puskesmas kadang buka kadang nda, kalau buka juga siang. Belum lagi itu kalau pun puskesmas buka, kadang kita minta obat disuruh bayar, terus obatnya kadang ada kadang juga habis. Bagaimana itu? Jadinya orang pada malas pergi ke puskesmas...” (Informan GA)
305
Gambar 3.43. Kondisi obat-obatan di apotik puskesmas Sumber: Dokumentasi Peneliti
Selain mengeluhkan ketersediaan obat, masyarakat juga terkadang mengeluhkan kamanjuran obat yang ada. Obat yang diberikan di puskesmas menurut sebagian masyarakat kurang manjur dibandingkan obat bebas di warung atau obat yang mereka beli di Apotek Manado. Seorang informan yang memiliki penyakit astma mengungkapkan bahwa dirinya lebih mememilih membeli obat bermerek dagang dibandingkan meminta obat di puskesmas, meskipun harus membayar lebih, padahal informan sudah dijamin oleh jamkesmas. Dalam hal pembiayaan kesehatan, sebagian besar masyarakat di Miangas sudah memiliki kartu jamkesmas, sehingga menurut peraturan yang berlaku tidak dikenakan biaya sepeserpun untuk mengakses pelayanan kesehatan di puskesmas. Meskipun demikian, ada suatu kebijakan bahwa selain pemegang asuransi kesehatan baik Askes pegawai, BPJS, maupun tidak membawa kartu jaminan kesehatan akan dikenakan biaya karcis sebesar 5000 rupiah untuk berobat di puskesmas.
306
Gambar 3.44. Salah satu kebijakan di puskesmas Sumber: Dokumentasi Peneliti
Apabila pengobatan dengan self treatment dan pengobatan puskesmas tidak menghasilkan kesembuhan yang signifikan, maka konsepsi terhadap sakit yang mereka alami merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan kuasa kegelapan. Apabila suatu penyakit disebabkan oleh gangguan kuasa kegelapan, maka hanya ada 2 pilihan penyembuhan yang masyarakat akses yaitu dengan metode kuasa dunia maupun kuasa Tuhan. Salah satu kasus adalah Seorang informan SP mengungkapkan perilaku pencarian pengobatan yang dirinya tempuh untuk mengobati anaknya. Informan menceritakan bahwa dirinya menempuh 4 metode pengobatan yang ada di Miangas.
307
Kasus SP (Perilaku pencarian pengobatan) Berdasarkan informasi dari informan SP Berawal dari demam tinggi yang disertai perut yang sakitpada anaknya. Wanita ini kemudian mencoba untuk membeli obat penurun panas yang biasa dijual di warung. Namun, setelah 2 hari, deman si anak tak kunjung reda. Kemudian SP membawa anaknya berobat ke puskesmas, di puskesmas SP diberi obat penurun panas. SP pun menunggu reaksi dari obat yang telah diberikan puskesmas, tetapi dalam kurun waktu 1x24 jam obat tersebut belum menunjukan kesembuhan yang signifikan. Lantas, wanita inipun berinisiatif untuk menelpon salah seorang mantan dokter umum yang bertugas di Miangas, dokter yang dikenal masyarakat sebagai salah seorang dokter terbaik yang pernah bertugas di Miangas. Dokter tersebut pun berasumsi bahwa si anak terserang gejala typus. Mengingat kondisi Miangas yang serba terbatas, dokter ini pun menyarankan SP untuk mebuat suatu obat typus tradisional. Namun sayangnya, cara ini pun belum berhasil. SP kemudian berkesimpulan bahwa kemungkinan besar anak tersebut terserang penyakit nonmedis atau yang dalam konsepsi masyarakat Miangas adalah penyakit yang disebabkan gangguan kuasa kegelapan. SP pun kemudian membawa anaknya untuk melakukan pengobatan dengan kuasa dunia, khususnya dengan menggunakan media pengobatan sembur. Tukang sembur pun kemudian membacakan mantra-mantra dalam bahasa talaud pada sebuah gelas yang berisikan air. Meskipun SP merupakan penduduk asli Miangas, bahasa mantra yang sedang digunakan oleh sang dukun tak dimengerti oleh SP. Tukang sembur ini pun kemudian menyembur dan olesan goraka (jahe) pada tubuh si anak. Setelah proses penyemburan selesai, maka tukang sembur pun menyuruh si anak untuk beristirahat, menunggu perkembangan selanjutnya.
308
Meskipun si anak sudah mencoba pengobatan sembur, keadaan si anak belum menunjukan tanda-tanda kesembuhan. SP pun kemudian ingin membawa anaknya ke rumah sakit, tetapi keluarga SP menyarankan untuk menempuh satu lagi pengobatan tradidional yang ada di Miangas sebelum mebawanya ke rumah sakit. SP pun mengikuti saran dari keluarganya tersebut, SP kemudian membawa anaknya untuk berobat ke tempat Ibu AT untuk dilakukan pelayanan kesembuhan. Sebelum proses penyembuhan, SP diminta oleh Ibu AT untuk mengungkapkan pergulan hidup yang dialaminya. Hal ini dilakukan untuk mengungkap ‘dosa’ apa yang mengakibatkan sakit yang menyerang si anak. Setelah semua tabir terungkap, Ibu AT pun mengajak SP untuk berdoa bersama-sama dengan bahasa Indonesia untuk meminta kuasa Tuhan dalam menyembuhkan anaknya. Setelah berdoa, Ibu At pun kemudian membalurkan minyak urapan yang telah didoakan kepada tubuh si anak. Beberapa hari kemudian, si anak mulai menunjukan kesembuhan yang signifikan setelah mendapatkan pengobatan dari Ibu AT. Penggunaan pelayanan kesehatan tradisional merupakan opsi kedua setelah penggunaan pelayanan kesehatan medis di Miangas. hal ini berkaitan erat dengan konsep sehat sakit yang ada di Miangas, yaitu sakit medis dan non medis (gangguan kuasa kegelapan). Ketika orang Miangas terkena suatu penyakit maka konsepsi sakit yang pertama adalah sakit medis, apabila sakit tersebut tidak bisa sembuh oleh pengobatan medis, maka munculah konsepsi sakit non-medis dibenak mereka. Untuk mengobati penyakit non-medis ini harus dengan pengobatan tradisional baik dengan kuasa dunia maupun kuasa Tuhan. Meskipun terlihat saling bertolak belakang antara metode penyembuhan kuasa dunia dan kuasa Tuhan, tapi kedua metode tersebut memiliki kunci keberhasilan penyembuhan yang sama yaitu
309
kekuatan kepercayaan. Ketika pasien percaya bahwa dia akan sembuh dengan menggunakan salah satu saja metode tersebut maka kemungkinan keberhasilan kesembuhan semakin tinggi. Sebaliknya apabila pasien ragu-ragu atau malah mencoba kedua metode tersebut maka kemungkinan keberhasilan kesembuhan akan semakin kecil bahkan tidak ada. Intinya, dalam kedua metode tersebut hal yang paling penting sebelum melakukan proses-proses penyembuhan adalah kekuatan kepercayaan dari si pasien, entah percaya dengan kuasa yang diberikan oleh roh-roh para petua ataukah percaya bahwa Tuhan yang dapat menyembuhkan semuanya. 3.6.3 Dilematika Perujukan di Miangas Meskipun di Miangas sudah terdapat 4 macam pola pengobatan baik medis maupun tradisional, tak bisa dipungkiri, masyarakat terkadang masih membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih memadai seperti rumah sakit. Melihat kondisi puskesmas yang sangat terbatas, tentunya tidak bisa menangani kasus-kasus gawat darurat atau penyakit yang parah. Satu-satunya cara yang dapat dilakukan oleh puskesmas adalah dengan menyarankan perujukan ke rumah sakit yang berada di ibukota, baik di Melonguane, Tahuna, maupun Manado. Melakukan perujukan di Miangas bukanlah hal yang mudah. Setidaknya masyarakat harus memiliki kemampuan finasial yang memadai apabila ingin mengakses pelayanan kesehatan yang memadai di Ibukota. Memang, untuk biaya pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat tercover dalam asuransi kesehatan seperti BPJS, tetapi yang menjadi beban finansial adalah biaya hidup keluarga saat melakukan perujakan di ibukota. Biaya hidup di ibukota diakui sebagian besar masyarakat cenderung tinggi. Menurut informan DC yang pernah melakukan perujukan di rumah sakit, mengatakan bahwa setidaknya untuk melakukan perujukan di rumah sakit harus memiliki
310
2-3 juta sebagai biaya hidup di ibukota. Hal tersebut tentunya menjadi suatu beban yang harus dipersiapkan masyarakat pra-sejahtera. Diamping kesiapan finansial, perujukan pun terkadang terkendala akses transportasi untuk menuju ibukota. Satu-satunya alat transportasi yang bisa diakses oleh masyarakat di pulau ini adalah kapal perintis. Kapal perintis yang masuk ke Miangas bervariasi, mulai dari 1 minggu sekali sampai 2 minggu sekali di kala cuaca tenang. Namun, apabila cuaca sedang berangin kencang maka terkadang 1 bulan sekali kapal baru bisa masuk. Ketersediaan finansial dan akses transportasi inilah yang menjadi dilema masyarakat yang ingin melakukan perujukan ke fasilitas pelayanan di ibukota. Meskipun demikian, tak ada satupun masyarakat yang melakukan pengobatan ke Philipina. Meskipun jarak antara Miangas dan Philipina lebih dekat daripada ibukota, masyarakat lebih memilih berobat di fasilitas pelayanan kesehatan dalam negeri. Beberapa contoh kasus yang telah diceritakan sebelumnya merupakan potret perilaku masyarakat dalam mengutamakan penggunaan pelayanan kesehatan dalam negeri. Meskipun mereka tidak bisa melakukan perujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai, mereka lebih memilih untuk survive dengan pengobatan tradisional yang ada.
311
Bab 4 ‘MAMA BIANG’ SURGA DI NEGERI POLIATEN
4.1
Kondisi pelayanan kesehatan di Perbatasan Miangas
Puskesmas Miangas merupakan satu-satunya pelayanan kesehatan formal yang bisa masyarakat akses di pulau ini. Menjadi ujung tombak dalam terlaksananya pelayanan kesehatan secara terpadu sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya masyarakat Miangas. Meskipun pembangunan dan pengembangan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) menjadi prioritas nasional, pembangunan kesehatan di Miangas sendiri cenderung berjalan lambat dan masih belum optimal. Berawal dari sekitar tahun 1970an, masyarakat Miangas baru mengenal tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang ada pun hanya
312
seorang perawat lulusan SPK dengan dibantu oleh seorang mama biang terlatih hasil didikan pemerintah Belanda. Pada waktu itu, status puskesmas hanyalah sebuah puskesmas pembantu yang masih berada dibawah Puskesmas Induk Kecamatan Nanusa di Pulau Karatung yang jarakanya kurang lebih 145 mil laut dari Miangas. Masih buruknya akses sanitasi dan berbagai penyakit menular masih menyelimuti kesehatan masyarakat Miangas pada waktu itu, dan hal tersebut diperparah dengan persepsi masyarakat dalam memandang konsep sakit yang selalu dikait-kaitkan dengan kekuatan adanya pengaruh ‘kuasa-kuasa kegelapan’. Seorang perawat senior yang juga merupakan putera daerah asli Miangas menceritakan pengalamannya, “...Tenaga kesehatan disini baru masuk itu sekitar tahun 70an, soalnya tenaga kesehatan yang pertama disini itu bapa saya. Dulu beliau juga kepala puskesmas pembatu disini, kan dulunya Miangas dibawah puskesmas karatung. Dulu-dulu orang sini kalo sakit pasti dihubung-hubungkan dengan kekuatan supranatural, misalnya mba sore-sore lagi duduk di bawah pohon Pos-AL itu, terus tahu-tahu malamnya sakit perut kena diare, maka orang sini menganggap mba terkena teguran roh jahat. Padahal kan kalo sekarang kita lihat dari kesehatan, bisa saja penyebabnya karena sanitasi yang buruk. Dulu kan orang BAB dan segala macamnya di pantai sana, bisa jadi kuman-kuman itu dibawa angin terus mba-nya langsung sakit...” (Perawat Senior Miangas)
Hal senanda juga diungkapkan oleh seorang mantan mama biang yang telah bepuluh-puluh tahun menjadi tenaga penolong persalinan di Miangas, “...Bidan desa (mama biang) yang dapat pelatihan disini itu cuma oma, ada disini mama biang yang diangkat oleh masyarakat desa tapi dia nda pernah ikut pelatihan kaya oma. Oma itu udah mulai lama disini bantu-bantu melahirkan, so mulai oma muda waktu umur belasan tahun. Dulu waktu papanya pa matri kepala puskesmas yang pertama itu, oma ikut bantubantu, oma kerja di posyandu sana to, bantu nulis-nulis sama bantu
313
melahirkan orang-orang, tapi sekarang oma so nda, so tua dang, jadi oma so pensiun...” (Mantan mama biang)
Semakin berjalannya waktu, semakin bertambah pula pemahaman masyarakat tentang ksehatan serta bertambah pula tenaga kesehatan yang ditempatkan di Miangas. Mulai tahun 1980an, beberapa masyarakat sudah mulai sadar untuk mengirimkan anaknya putera-puteri Miangas untuk menjadi tenaga kesehatan yang nantinya akan mengisi pembangunan di daerah kelahiran mereka. Salah satunya adalah kepala puskesmas sekrang yang juga merupakan anak dari kepala puskesmas Miangas yang pertama. Setidaknya hingga sekarang sudah ada 4 orang putera-puteri Miangas yang menjadi tenaga kesehatan tetap di Miangas. Meskipun pada waktu itu Puskesmas Pembantu Miangas bisa dikatakan kondisinya masih jauh dari kondisi puskesmas sekarang, kesadaran masyarakat untuk mengakses fasilitas dalam negeri sudah tinggi. Contohnya kasus KP, sebuah kasus gawat darurat persalinan yang harus dirujuk. Meskipun jarak antara Philipina lebih dekat dengan Miangas dibandingkan dengan Pulau Karatung, masyarakat Miangas lebih memilih untuk merujuk ke pelayanan kesehatan dalam negeri meskipun harus berakhir dengan kematian diperjalanan. Kasus KP (Kasus persalinan gawat darurat yang harus dirujuk) Berdasarkan cerita dari Kepala Puskesmas Miangas Waktu itu sekitar tahun 1990, tiba-tiba seorang ibu dari Desa Miangas mengeluh kesakitan ingin melahirkan. Bidan pun kemudian datang memeriksa kehamilan si ibu, ternyata setelah diperiksa kandungan si ibu letaknya sungsang dengan posisi tangan bayi yang lebih dahulu keluar. Si bidan pun merasa tak sanggup menangani persalinan ini sehingga menyarankan kepada keluarga untuk merujuknya ke puskesmas induk di Pulau Karatung.
314
Keluarga si ibu pun ingin melakukan perujukan tersebut, tetapi mangkubumi saat itu melarang untuk melakukan perjalanan diakibatkan cuaca laut yang kurang bersahabat. Melihat kondisi si ibu yang sangat darurat, keluarga pun bersikeras untuk melakukan perujukan tersebut meski melanggar apa yang dikatakan oleh mangkubumi. Akhirnya, diputuskan lah untuk segera mungkin merujuk si ibu ke Puskesmas Induk dengan menggunakan perahu pamboat. Pada waktu itu ada 13 orang yang melakukan perjalanan diantaranya ada keluarga si ibu, pa kepala puskesmas, bidan, serta supir yang waktu itu masih baru. Perjalanan pun dimulai, tak ada terbesit pun firasat buruk dalam perjalanan ini, yang mereka pikirkan adalah bagaimana mengantar si ibu agar segera sampai dan melahirkan dengan selamat. Setalah berlayar selama 8 jam, belum ada nampak pulau terdekat di depan mata, biasanya perjalanan dari miangas ke karatung dapat ditempuh dalam waktu 6-8 jam perjalanan. Kepala puskesmas pun mulai merasa aneh, tetapi sang supir dengan percaya dirinya mengatakan bahwa mereka masih berada pada arah yang benar. Waktu pun terus berjalan, seharian mereka berputar-putar, tetapi tak kunjung menemukan tanda-tanda pulau ataupun kapal yang lalu lalang. Bahan bakarpun habis, dan sudah bisa dipastikan bahwa mereka kini tersesat tanpa arah dan tanpa perbekalan, terombang ambing di atas lautan bebas di Samudra Pasifik. Kini hanya mukzizat dan pertolongan Tuhan yang dapat menolong mereka. Ditengah kelelahan dan malam yang gelap, tiba-tiba terdengan suara sang ibu yang meminta tolong tanda segera ingin melahirkan. Sontak mereka terbangun, dan ternyata sang bayi telah dilahirkan. Kini sang ibu melahirkan sendiri tanpa penolong persalinan. Namun naas, sang bayi tak tertolong dan meninggal. Segera mereka memberikan pertolongan ala kadarnya dengan infus dan peralatan yang seadanya untuk menyelamatkan sang ibu, untungnya wanita di Miangas
315
memang diciptakan Tuhan dengan kemampuan bertahan yang besar, meskipun dalam keterbatasan, sang ibu dapat terselamatkan. Hari demi hari berlalu, masih tak tampak pulau, kehidupan, maupun kapal di hadapan mereka. Mereka pun tak memiliki bahan makanan maupun peralatan lainnya. Untuk bertahan hidup, mereka hanya mengandalkan air hujan yang turun untuk diminum. Sesekali terlihat ikan yang muncul ke permukaan, sontak mereka tombak dengan peralatan yang seadanya dengan menggunakan gagang payung yang telah dimodivikasi agar menyerupai tombak. Setelah dapat kemudian mereka bagi dan makan secara mentah-mentah untuk bertahan hidup. Puncaknya, sudah 2 bulan lebih mereka terombang-ambing di lautan dalam keputus-asaan. Perahu yang mereka tumpangi pun sudah mulai bocor, air mulai masuk di bagian bawah kapal. Bidan dan beberapa orang pun segera menguras air yang telah menggenangi kapal bagian bawah, jika tidak bisa dipastikan mereka akan segera tenggelam di lautan luas. Beberapa lama kemudian, samar-samar mereka melihat sebuah menara dari kejauhan. Seakan sebuah harapan yang tuhan berikan kepada mereka. Awalnya mereka menduga itu adalah sebuah jaring menangkap ikan masyarakat yang mengapung. Namun, lama kelamaan terdengan suara gemuruh kapal yang semakin mendekat, sontak mereka berteriak dengan tenang yang masih tersisa meminta pertolongan dengan kapal yang ada. Akhirnya mukjizat Tuhan pun datang, sang kapten kapal menyuruh anak buahnya untuk mengangkat kapal mereka. Pada waktu itu keadaan mereka sangat memprihatinkan, dari 13 orang yang mengantar perujukan, hanya 4 orang yang berhasil bertahan dan hidup. Usut punya usut ternyata mereka tersesat sampai daerah Mikronesia, untungnya ada sebuah kapal dari Amerika yang melewatinya, jika tidak mereka bisa dipastikan semuanya meninggal di lautan.
316
Seiring dengan terjadinya pemekaran di Kecamatan Nanusa, pada tahun 2006 Pulau Miangas dimekarkan menjadi sebuah Kecamatan Khusus Miangas. Begitu pula dengan status Puskesmas Pembantu Miangas kini statusnya berubah menjadi Puskesmas Miangas setingkat puskesmas kecamatan. Peningkatan status ini kemudian diiringi dengan peningkatan fasilitas sarana dan pra sarana puskesmas. Pada tahun 2008, berdirilah puskesmas induk Miangas yang berjarak kurang lebih 300 meter dari pemukiman masyarakat dan berlokasi di area kebun masyarakat. Meskipun bangunan sudah tersedia, ketersediaan listrik dan air bersih tidak terdapat di bangunan puskesmas induk ini. Beberapa peralatan persalinan pun mulai dilengkapi seperti inkubator, ice box untuk vaksin, bed, dan beberapa peralatan bedah minor lainnya. Namun, ketersediaan tersebut sampai sekarang belum pernah diperbarui, sehingga peralatan tersebut sudah mulai rusak, berkarat, bahkan hilang. Penyediaan peralatan di puskesmas di Miangas terkadang tidak melihat dari kondisi dari puskesmas itu sendiri, sehingga barang yang seharusnya diberikan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, tidak digunakan sebagaimana mestinya. Salah satu contohnya adalah ketersediaan inkubator di Miangas. Meskipun inkubator telah tersedia, tetapi listrik tidak dan tenaga yang bisa mengoperasikannya tidak ada di puskesmas Miangas, akhirnya inkubator tersebut tidak terpakai dan mubazir. Salah seorang tenaga kesehatan mengatakan, “...disini memang ada beberapa peralatan persalinan, itu contohnya inkubator, tapi disini nda ada listriknya, so gimana mau makainya? Terus orang yang bisa menggunakannya juga nda ada, jadinya nda digunakan sampai sekarang itu...” (Tenaga kesehatan Puskesmas Miangas)
Tenaga kesehatan di Puskesmas Miangas sendiri silih berganti, mulai dari pegawai yang berstatus PNS maupun honorer ataupun PTT.
317
Baik pegawai yang berstatus PNS maupun kontrak apabila mereka bukan merupakan penduduk asli Miangas, maka setelah kontrak atau beberapa tahun tertentu, mereka akan mengajukan pindah ke Ibukota ataupun ke daerah asal mereka. Alasannya pun beragam mulai dari sudah merasa ‘cukup’ untuk berjuang di tengah kondisi keterbatasan, jumlah insentif yang tidak ada bedanya dengan tenaga kesehatan yang bekerja di Ibukota, maupun tidak tahan untuk bertahan dengan kondisi Miangas yang serba terbatas. Salah seorang tenaga kesehatan yang berstatus kontrak di Puskesmas ketika ditanya apakah dia mau melanjutkan kontraknya di Miangas, maka tenaga kesehatan tersebut dengan jujur menjawab tidak akan. Dia lebih memilih untuk melanjutkan kontrak di daerah yang fasilitasnya lebih memadai. “...untuk menjadi pegawai tetap beberapa tahun lagi,,, ya jujur sih karna baru mengalami rasanya keguguran, sudah merasakan bagaimana rasanya setengah mati di kapal menuju rujukan, so sudah rasa bagaimana jauhnya dengan RS di kabupaten, jadi memang kalau bilang rencananya nanti mau meneruskan atau memperpanjang disini ya sudah tidak akan lagi. Renacananya mau pindah ya kalau nda di melong ya di daerah Tahuna, lihat fasilitas yang lebih baik lah daripada di Miangas...” (Informan DC)
Keberadaan tenaga kesehatan baik secara kuantitas maupun kualitas tidak hanya dikeluhkan oleh masyarakat saja tetapi juga oleh tenaga kesehatan itu sendiri. Secara kuantitas, Puskesmas Miangas memiliki 8 petugas kesehatan. Empat orang pegawai tetap dan 4 orang pegawai PTT. Kualifikasi tenaga kesehatan yang ada terdiri dari 4 orang perawat tetap, 1 perawat kontrak, 2 bidan PTT, dan 1 dokter kontrak daerah dengan kualifikasi pendidikan 2 orang lulusan SPK, 5 orang lulusan D3, dan 1 orang pendidikan dokter. Mengacu pada pedoman pelayanan kesehatan puskesmas terpencil dan sangat terpencil di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan, jenis tenaga yang tersedia untuk puskesmas setingkat
318
kecamatan minimal 5 orang tenaga kesehatan dengan kualifikasi tenaga dokter, bidan, perawat, sanitarian/kesehatan lingkungan, dan gizi90. Menurut kepala puskesmas sendiri, sebenarnya jumlah tenaga perawat dan bidan di Miangas sudah sangat mencukupi kebutuhan, tetapi masih kekurangan untuk kualifikasi tenaga kesehatan sanitarian maupun ahli gizi. Kekurangan tenaga kesehatan sanitarian dan gizi membuat sebagian program wajib puskesmas tidak terlaksana seperti program kesehatan lingkungan, perbaikan gizi masyarakat, maupun pemberantasan penyakit berbasis lingkungan. Kepala puskesmas mengatakan, “...Untuk ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas Miangas ini sebenarnya 5 orang perawat dan 2 bidan itu sudah cukup untuk menangani satu desa ini. Cuma kekurangannya disini nda ada tenaga sanitarian atau ahli gizi. Ada beberapa program sanitas nda jalan disini, kan kitanya perawat kan kurang kalau masalah begitu. Untuk dokter juga, disini cuma ada 1 dokter umum, kita maunya sih dokter tetap jadi dia bisa menetap disini, klo kontrak kan satu dua tahun pindah, belum lagi beberapa bulan sekali pulang ke tempatnya terus baliknya kan nunggu kapal, bisa 2 minggu sampai 1 bulan nda ada dokter disini...” (Kepala Puskesmas)
Keberadaan dokter ternyata tidak hanya dikeluhkan oleh kepala puskesmas saja, masyarakat pun mengeluhkan hal yang sama yaitu tenaga kesehatan khususnya dokter yang tidak menetap dan kadang berpergian ke luar pulau untuk waktu yang tidak sebentar. Salah seorang informan mengatakan, “...Kalau kesehatan disini yang saya keluhkan itu tenaga kesehatannya sering pergi-pergi, terutama pa mantri sama dokter. Mereka pergi berangkat ke luar sementara pasien disini perlu sama mereka, kalau macam di Manado kan nda cuma satu dokter, kalau nda ada satu dokter bisa ke dokter lainnya, 90
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Puskesmas Terpencil Dan Sangat Terpencil Di Daerah Tertinggal, Perbatasan Dan Kepulauan. 2011.
319
nah ini disini cuma satu-satunya dokter jadi kalau dokter pergi nda ada dokter disini, bisa sampai 1 bulan nda ada disini. makanya orang sini mauanya ada dokter tetap, soalnya kalau dokter kontrak mereka nda menetap disini, beberapa tahun terus ganti begitu. Padahal dokter itu dia yang penting, kan beda juga antara perawat dan dokter, kalau dokter kan memang pengalamannya lebih mengobati orang...” (Informan GA)
Disamping itu, masyarakat juga mengeluhkan pelayanan pengobatan di puskesmas khususnya jam buka dan ketersediaan obat dan alat kesehatan di puskesmas. Menurut masyarakat, puskesmas kadang buka dan kadang tutup, bahkan terkadang satu minggu hanya 2-4 hari saja puskesmas buka. Untungnya sekarang sudah ada bidan PTT yang rajin untuk membuka pengobatan di puskesmas, sehingga puskesmas buka 6 hari dalam seminggu meski hanya 2 jam. Salah seorang informan mengatakan, “...itu puskesmas kadang buka kadang nda, kalau buka juga siang, pernah ada oma-oma yang udah tua sakit, di nunggu mulai pagi di puskesmas, tapi nda buka, sampai omanya pulang ndak buka juga itu puskesmas. Bagaimana itu? untungnya omanya nda sekarat, kan sudah seharusnya tugas mereka untuk melayani masyarakat, tapi nyatanya?. Untungnya sekarang ada itu bidan kontrak yang baru itu, dia memang rajin, waktu ada dia baru puskesmas buka setiap hari, tapi kalau sebelum ada adek-adek yang kontrak itu, puskesmas kadang buka kadang tutup. Belum lagi itu kalau pun puskesmas buka, kadang kita minta obat disuruh bayar, terus obatnya kadang ada kadang juga habis. Bagaimana itu? Jadinya orang pada malas pergi ke puskesmas...” (Informan GA)
Untuk mengetahui kebenaran keluahan informan tersebut, peneliti melakukan triangulasi dengan mengunjungi puskesmas beberapa hari secara random. dari hasil pengamatan peneliti, Puskesmas Miangas buka setiap hari kerja mulai jam 10 pagi sampai jam 12 siang. Tenaga kesehatan yang biasa datang awal ke puskesmas adalah bidan PTT, sedangkan pegawai lainnya menyusul kemudian.
320
Dari pengamatan peneliti, yang biasa ada di puskesmas adalah perawat dan bidan, sedangkan kepala puskesmas sesekali dalam seminggu berkunjung untuk melihat puskesmas. Selebihnya, kepala puskesmas biasa ditemui di rumahnya atau di kebun beliau. Mengenai ketersedian alat kesehatan dan obat-obatan peneliti melakukan triangulasi kepada kepala puskesmas. Kepala puskesmas pun mengakui bahwa terkadang terjadi kekosongan obat-obatan di puskesmas, bahkan tak sedikit yang kadarluasa. Kepala Puskesmas mengatakan, “...Ya memang disini kadang sempat kehabisan obat, jadi pas pasien datang untuk berobat memang kadang kehabisan stok obatnya. Kadang juga disini kelebihan obat bahkan sampai kadarluasa...” (Kepala Puskesmas Miangas)
Hal senada juga dikatan oleh seorang perawat senior di Miangas. Peralatan di puskesmas khususnya peralatan untuk melahirkan kondisinya sekarang sudah kurang layak, sehingga tak jarang membuat pihak puskesmas bahkan harus meminjam peralatan persalinan dengan mama biang yang kondisinya juga sudah kurang baik. “...kalau peralatan disini memang so kurang. Terutama peralatan persalinan. Kemarin kita dapat 2 set peralatan persalinan, satunya untuk puskesmas, satunya kita kasih ke mama biang yang diangkat oleh desa. Tapi yang punya puskesmas sekarang sudah so ada yang hilang lah, ada yang karatan, jadi kitanya kadang sampai pinjam peralatan sama mama biang untuk menolong persalianan. Kita sudah mengajukan permintaan peralatan, tapi sampai sekrang masih belum diberi dari atas...” (Perawat Senior Miangas)
Kini, kurang lebih sudah dari 40 tahun Puskesmas Miangas telah bekerja melayani dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di Miangas. Ternyata waktu 40 tahun belum cukup untuk membenahi Puskesmas Miangas secara optimal. Mulai dari kondisi peralatan,
321
tenaga kesehatan, hingga ketersediaan obat-obatan masih dinilai kurang memuaskan oleh masyarakat dan juga tenaga kesehatan. Pencapaian program yang tak ter-evaluasi, serta beberapa program wajib puskesmas yang masih belum terjalankan masih mewarnai kinerja Puskesmas Miangas di masa sekarang. 4.2
Adat Mangelo Mangelo merupakan sebuah tradisi yang dilakukan untuk memeriksa para wanita yang berpotensi untuk terjadinya kehamilan di luar pernikahan seperti para remaja dan para janda. Pemeriksaan mangelo hanya terbatas pada remaja dan janda, karena para remaja dan janda tentunya tidak memiliki suami, sehingga jika memang terbukti remaja dan janda sedang hamil pada pemeriksaan mangelo maka sudah bisa dipastikan bahwa kehamilan tersebut merupakan kehamilan yang diluar pernikahan. Pemeriksaan mangelo dilakukan oleh mama biang91. Mama biang yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan mangelo tidak terbatas pada mama biang yang diangkat oleh desa, tetapi juga mama biang lainnya yang tidak diangkat oleh desa92. Pemeriksaan mangelo ini diawali dengan pengumuman oleh tokoh desa untuk mengumpulkan semua remaja dan janda yang ada di Miangas untuk dilakukan pemeriksaan mangelo. Pemeriksaan mangelo biasanya dilakukan di rumah salah seorang petua adat maupun rumah mama biang. Setelah para remaja dan janda berkumpul, maka mama biang mulai meraba dan memijat perut si perempuan. Melalui pijatan tersebut lah mama biang dapat memastikan bahwa si perempuan yang diperiksanya sedang hamil atau tidak. Ketika mama biang telah menemukan ada yang sedang hamil, maka berita itu pun disebarkan di 91
Mama biang merupakan sebutan untuk bidan kampung di Miangas Di Miangas sendiri ada 2 jenis mama biang, yaitu mama biang yang diangkat oleh desa dan mama biang yang tidak. Perbedaan kedua mama biang ini selanjutnya akan dibahas lebih mendalam pada Sub Bab persalinan 92
322
seluruh kampung sehingga setiap orang mengetahui bahwa si perempuan yang diperiksanya tersebut sedang hamil. Setelah si perempuan dinyatakan telah melakukan kehamilan di luar pernikahan maka si perempuan tadi disuruh mengaku siapa yang telah menghamilinya. Setelah semuanya jelas antara perempuan dan pasangannya, si perempuan dan lelaki tadi mendapatkan sanksi adat. Sanksi adat yang diberikan tergantung pada status pernikahan dari pasangan yang melakukan kehamilan ini. Apabila pasangan tersebut berstatus masih bujangan maka sanksi yang dikenakan hanya ritual malatata atau acara perjamuan dan doa yang dipimpin oleh tetua adat. Tetapi jika yang melakukan berstatus sudah menikah maka selain mengadakan ritual malatata, mereka juga harus berkeliling kampung dengan memukul tambor. Hal tersebut dilakukan sebagai sanksi moral di masyarakat serta sebagai penjagaan masyarakat terhadap si calon janin agar tidak digugurkan oleh pihak keluarga meskipun sudah terlanjur malu. Kelahiran Salah satu konsepsi yang paling mendasar ketika mama biang membantu persalinan adalah konsepsi tentang wabbari jaha’93. Menurut penuturan mama biang K, ibu yang sedang mengandung memiliki 3 jenis wabbari94 yaitu wabbari urita95, wabbari assiarre96,dan wabbari biasa97. Wabbari urita,dan wabbari assiarre inilah yang disebut wabbari jaha’. Kedua jenis wabbari ini dipercaya dapat membahayakan keselamatan sang ibu apabila tidak ditangani 93
Wabbari jaha’ artinya plasenta yang dapat menimbulkan bahaya pada ibu hamil jika tidak ditangani dengan benar 94 Wabbari merupakan sebutan masyarakat Miangas untuk menyebut plasenta 95 Wabbari urita artinya plasenta gurita, disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai gurita yang memiliki 8 tentacle 96 Wabbari asiarre artinya plasenta burung, disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai burung yang memiliki sayap 97 Wabbari biasa artinya plasenta yang biasa
323
dengan benar. Wabbari urita merupakan wabbari yang paling berbahaya. Wabbari urita dipercaya memiliki 8 jari-jari menyerupai gurita yang letaknya dekat dengan jantung si bayi. Apabila si bayi sudah keluar, maka tali pusar tidak boleh dipotong terlebih dahulu sebelum semua wabbari terlahir juga. Apabila tali pusat dipotong sebelum semua wabbari keluar, maka wabbari urita dan wabbari assiarre akan lari menuju jantung si ibu dan menyebabkan wabbari tidak dapat dikeluarkan dari perut si ibu sehingga menyebabkan kematian. Selain itu, terdapat juga konsepsi bahwa bayi dan plasentanya harus keluar bersama-sama. Tali pusat tidak boleh dipotong terlebih dahulu sebelum bayi dan plasenta sudah terlahir di dunia. Selain untuk menghindari efek dari wabbari jaha’, konsepsi ini juga sangat erat hubungannya dengan persepsi masyarakat yang memendang plasenta merupakan saudara atau kaka dari si bayi. Hal ini dilakukan agar si kaka bayi ini tidak merasa sakit hati karena diabaikan oleh keluarga yang hanya memberikan perhatian kepada si adik bayinya saja. Oleh sebab itu, plasenta yang telah dilahirkan tidak boleh diperlakukan sembarang dikarenakan dapat membuat si plasenta menjadi sakit hati sehingga menggangu si adik bayi yang dilahirkan. Masyarakat Miangas memiliki kebiasaan dimana ketika bayi baru lahir, maka tidak boleh membawanya untuk keluar rumah minimal sampai tali pusatnya sudah ciri’ atau lepas. Biasanya ini berlangsung pada bayi berumur 0-1 minggu setelah kelahiran. Perawatan bayi biasanya dilakukan oleh biang kampung. Namun bagi ibu yang telah pengalaman melahirkan beberapa anak maka perawatan biasanya dilakukan sendiri, tetapi ada juga yang memanggil mama biang untuk membantu perawatan bayi. Ritual Papancunge Selain itu, masyarakat Miangas memiliki sebuah ritual bagi setiap bayi keturunan penduduk Miangas yang lahir. Ritual tersebut
324
dikenal dengan sebutan ritual papancunnge. Ritual ini dilakukan sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas kelahiran si bayi. Ritual ini sifatnya wajib karena terikat dengan adat kebiasaan masyarakat Miangas serta rasa religiusitas masyarakat Miangas kepada Tuhan. Meskipun demikian, dari informasi yang peneliti dapatkan, tidak ada sanksi yang diberikan apabila ritual ini tidak dilakukan oleh sebuah keluarga. Ritual ini dilakukan tergantung dari kesiapan dan kondisi keluarga si bayi untuk mengadakannya.Tidak ada batasan umur berapa bulan kah ritual ini harus dilakukan. Biasanya masyarakat melakukan ritual ini ketika usia si bayi menginjak bulan ke 6-7 bulan. Ritual ini dilakukan dengan cara mengundang para keluarga terdekat, mama biang, dan tetua adat, minimal kepala suku marga mereka. Dalam acara ini, mama biang berperan sebagai pemberi doa dan pemberi makanan kepada si bayi. Makanan yang diberikan berupa berbagai jenis makanan khas daerah Miangas seperti ikan laut, laluga98, ubi kayu, ketupat, serta pisang rebus. Masing-masing jenis makanan ini diberikan secubit demi secubit kepada si bayi. Selain hidangan tersebut, tidak ada hidangan atau peralatan khusus untuk melaksanakan ritual ini 4.3
Persalinan di Miangas, Antara Keinginan dan Kenyataan Keinginan masyarakat terhadap pencarian penghidupan di dalam negeri ternyata lebih besar daripada harus mencari penghidupan di negera tetangga. Salah satunya adalah dalam pencarian kesehatan. Jika masyarakat Miangas sakit, mereka lebih memilih mencari kesembuhan di dalam negeri meskipun harus menempuh perjalanan dengan kondisi alam yang ekstrim maupun harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk bisa mengakses pelayanan kesehatan yang lebih baik di Indonesia. Biasanya jika 98
Sebuah tanaman khas Miangas sejenis talas raksasa
325
mereka sakit mereka akan mencari pengobatan medis dengan pergi ke Puskesmas Miangas, pergi ke fasilitas rujukan yang lebih memadai di dalam negeri, ataupun menyembuhkan dengan pengobatan tradisional yang ada ditempat mereka. Salah satu contohnya adalah kasus RM yang telah diceritakan sebelumnya, dalam kondisi yang sangat mengancam nyawa, keluarga pun pada akhirnya memutuskan untuk membawanya ke pelayanan kesehatan rujukan di Ibukota kabupaten walaupun harus menjual sebagian aset pendapatan mereka. Meskipun begitu, pada akhirnya keputusan tersebut terlambat diambil yang mengakibatkan kematian pada si ibu dan bayi. Meskipun keinginan masyarakat tinggi untuk mengakses kesehatan di dalam negeri, namun masyarakat harus menerima kenyataan, bahwa tingginya keinginan mereka tidak diikuti oleh kelengkapan fasilitas dan pelayanan kesehatan puskesmas yang memadai. Akibatnya, ketika masyarakat tidak merasakan kesembuhan yang memadai setelah menempuh pengobatan medis di puskesmas, mereka cenderung mencari alternatif penyembuhan lain atau bertahan dengan kondisi apa adanya menghabiskan sisa hidup mereka. Salah satunya adalah yang harus dihadapi oleh ibu yang hendak melahirkan. Seorang ibu hamil di Miangas menghadapi kenyataan bahwa mereka harus bersalin dengan kondisi yang ada di Miangas ataukah harus menempuh persalinan jauh dengan keluarga di ibukota. Bagi ibu hamil pendatang maupun penduduk Miangas yang memiliki tingkat ekonomi yang lebih, mereka berusaha sebisa mungkin untuk melahirkan di fasilitas yang lebih baik di Ibukota, tetapi bagi penduduk lokal yang termasuk keluarga pra sejahtera mereka hanya bisa pasrah untuk melahirkan di Miangas dengan risiko yang mereka tanggung sendiri. Seorang pegawai kecamatan mengatakan, “...Saya kasihan sama teman-teman ibu hamil di sini, kalau disini mereka ya pasrah, melahirkan disini cuma yah,,, kalau mereka mau jadi apa disini?
326
apalagi jika tidak ada biaya untuk melahirkan di luar, kecuali kalau seperti saya bukan penduduk asli pasti berusaha melahirkan di luar. kemudian kalau umpanya biar masyarakat sini tapi punya pekerjaan tetap seperti PNS atau suaminya polisi atau tentara itu mereka mau melahirkannya di luar di Ibukota Kabupaten atau di Provinsi. Tapi kalau masyarakat biasa, kaya masyarakat petani mereka tetap melahirkan disini dengan risiko yang mereka tanggung sendiri. Kaya yang kemarin itu, sudah 1 minggu pecah ketuban tapi tidak keluar bayi jadi mau dibawa lari ke Tahuna atau Melonguane sudah tidak keburu karna pas kapal sampai, si ibu sudah meninggal. Jadi kalau masyarakat sini cuma masyarakat petani keluarga pra sejahtera itu cuma bisa pasrah saja...” (Informan SL)
Bagi para penduduk pendatang, pemilihan persalinan di luar pulau Miangas menjadi prioritas yang pertama. Hal ini dikarenakan selain untuk mendapatkan persalinan yang lebih memadai, mereka juga menginginkan ketika mereka melahirkan, mereka didampingi oleh keluarga besar mereka di kampung halaman. Salah satunya adalah yang dialami oleh seorang pendatang dari Timor Leste. Istri dari seorang tentara asli Miangas ini memilih melahirkan di Timor Leste, selain disana lebih dekat dengan orang tua, disana juga fasilitas lebih lengkap dibandingkan di Miangas. Sebagaimana yang dikatakan si suami, “...Rencananya istri saya mau melahirkan di Timor Leste, di tempat kampung halamannya, biar dekat sama orang tuanya katanya. Rencananya bulan depan so mau kesana untuk persiapan melahirkan. Mulai anak saya yang pertama sampai yang baru ini, melahirkannya di Timor Leste sana, lagipula kalau melahirkan disini kan fasilitas nda terlalu lengkap, mending dia bersalinnya sama orang tuanya di Timor Leste sana, fasilitasnya juga lebih baik lah daripada di Miangas sini...” (Informan JL)
327
Hal senada juga diungkapkan oleh seorang pegawai kecamatan yang sedang hamil 7 bulan. Wanita asal Beo99 ini mengaku bahwa dirinya takut untuk melahirkan di Miangas setelah sebelumnya mengalami keguguran dan harus di mendapatkan perawatan seadanya di Miangas. Pengalaman tersebut ternyata sangat membekas dibenaknya sehingga dia merasa harus keluar Miangas ketika bersalin nanti. Informan SL mengungkapakan, “...Rencana melahirkan kalau nda di Rumah Sakit Melonguane ya di manado. Saya trauma itu pas keguguran itu tidak ada suntikan atau tidak ada obat, tidak ada apapun yang diberikan kepada saya, sudah 3 hari darah keluar terus, nda ada penanganan yang dikasih ke saya waktu itu, dokter sama bidan cuma bisa liha, dokternya juga bingung mau bikin apa sudah banyak darah keluar. Nda ada suntikan atau obat untuk menghentikan pendarahan dari puskesmas. Nda ada asam folat sama vitamin-vitamin untuk menguatakan kandungan di puskesmas. Makanya waktu berangkat ke Tahuna sampai di opname di Rumah Sakit, di Tahuna dokter spesialis kandungan langsung bilang ini nda bisa jauh-jauh dari dokter, harus periksa terus, cuma kondisi disini jadi biarlah sementara di Miangas, biar nanti renacananya melahirkan saya tidak disini, karna kurang fasilitasnya, dokter spesialis tidak ada, terus untuk bidan masih baru juga, kemudian alat-alat nya nda lengkap...” (Informan SL)
Untuk masyarakat penduduk asli yang memiliki ekonomi yang lebih, yaitu dari golongan pegawai negeri sipil maupun polisi dan tentara, mereka akan menempuh persalinan di luar Miangas. Dengan alasan yang sama seperti pendatang yaitu masih minimnya fasilitas persalinan di Miangas membuat mereka memilih untuk melahirkan di Ibukota. Salah satunya yang diungkapkan oleh seorang ibu hamil di Miangas. Istri dari seorang pegawai bea cukai ini mengungkapkan keinginannya untuk melahirkan di Manado agar segala kemungkinana 99
Beo merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Kep. Talaud yang dekat dengan Melonguane
328
terburuk dapat di tangani secara cepat dan tepat. Informan PT mengatakan, “...Rencananya mama melahirkan di Rumah Sakit TNI di Manado. kalau melahirkan disini nda ada dokter spesialis kandungan, cuma dokter biasa, mama lebih memilih ke Manado karena menjamin kalau terjadi apa-apa, kan kalau disini jauh dari dokter spesialis, kalau disini kan transportnya juga lama harus nunggu kapal. Jadi mama perhitungkan lebih baik mama melahirkan di Manado karena menjaga jangan sampai terjadi sesuatu jauh dari Rumah Sakit...” (Informan PT)
Lain lagi halnya untuk penduduk asli Miangas yang tidak memiliki keuangan yang cukup untuk melahirkan di luar Miangas. Biasanya mereka termasuk dalam kategori keluarga pra sejahtera yang berada di Miangas. Untuk penduduk asli Miangas yang tidak mampu untuk melahirkan di luar Miangas, biasanya mereka melahirkan meminta bantuan mama biang baik yang bermitra dengan bidan puskesmas maupun yang tidak. Meskipun dalam kondisi yang gawat darurat, ketika mereka tidak memiliki uang untuk bersalin ke fasilitas yang lebih baik, maka mereka hanya bisa pasrah dengan keadaannya. Seperti yang diceritakan oleh salah seorang informan dari keluarga pra sejahtera. Dia menceritakan pengalamannya ketika melahirkan anak pertamanya dalam keadaan hampir meninggal, untungnya waktu itu ada dokter kontrak yang memiliki pengalaman, sehingga si informan dapat diselamatkan. Lebih lanjutnya informan RA mengatakan, “...Mama dulunya itu waktu mengidam anak pertama itu mengidan jahat, maunya cuma makan ikan garam dibakar, nda mau makan yang lain. Mama memilih melahirkan disini karna dp doi nda ada sayang, kan papa so dapat sakit khosa jadi nda bisa kerja berat untuk cari doi. Anak pertama mama melahirkan disini, Waktu itu mama melahirkan hampir mati, mama nda bisa bakuat dang. Bayangkan itu mama melahirkan nda ada itu dp kekuatan,
329
kalau bidan-bidan disini kasih paksa untuk bekerja (mengejan), bekerja gimana mama so nda ada kekuatan, biar itu bidan kasih jalan gimana juga so nda bisa. Dorang hampir mau bawa perslinan itu di Rumah Sakit sana. Memang ada suster-suster atau bidan-bidan tapi belum ada pengalaman menangani seperti ini. Untungnya ada dokter miracle itu, biar dia cuma dokter umum tapi dia so banyak pengalaman dang, kalau nda ada dokter miracle itu mama sudah so mau mati. Dokter cuma bilang begini kalau ade mau bagarak manucu (sakit) jangan bekerja (mengejan), bilang cuma tarik nafas pelan-pelan keluarkan dari mulut, lalu tarik ulang, baru itu mama so dapat rasa ada kekuatan...” (Informan RA)
Pengalaman yang serupa juga diungkapkan oleh informan ALT yang juga merupakan keluarga pra sejahtera yang ada di Miangas. Ibu dari 5 orang anak ini memiliki kebiasaan yang unik yaitu melahirkan sendiri tanpa bantuan tenaga penolong persalinan. Beliau hanya dibantu sang suami dalam persalinan, ketika bayi sudah lahir, baru informan ALT memanggil mama biang untuk membantu memotong tali pusatnya. Lebih lanjut informan ALT menceritakan pengalamannya, “...kalau mama ini melahirkan kelima anak mama ini sendiri, baru kalau mau potong tali pusat panggil mama biang untuk dipotong. Jadi mama melahirkan sendiri, ketika mama dp rasa sakit perut, mama bilang sama papa no ini dp tanda ade bayi mau keluar. Lalu mama baring itu di tempat tidur, cari posisi nyaman lalu kemudian mama angkat ini kaki. Mama langsung bakuat (mengejan) dang, tau-tau ade bayi sudah di bawah di tempat tidur. Mama melahirkan semua anak mama begitu sampai ari-arinya juga keluar. Baru ade sudah keluar mama panggil mama biang potong tali pusat. Mama nda takut itu melahirkan sendiri, karna mama sudah biasa begitu dang, syukur sampai sekarang mama nda pernah itu kejadian gawatgawat begitu..” (Informan ALT)
Dari informasi yang peneliti dapatkan dari informan tersebut, sebagian besar menilai bahwa bidan puskesmas yang ada masih
330
dipandang belum memiliki kemapuan yang mempuni, terutama dalam menangani kasus gawat darurat. Alhasil, ibu hamil lebih mempercayakan kehamilannya pada dokter spesialis ataupun mama biang. Hal ini juga yang mengakibatkan persalinan yang dilakukan di Miangas semuanya selalu ditangani mama biang, baik yang bermitra maupun tidak bermitra dengan tenaga kesehatan. Selain itu, ketika tenaga kesehatan tidak dapat berbuat apa-apa untuk menangani kasus kegawatdaruratan dikarenakan keterbatasan peralatan dan obat-obatan, maka satu-satunya harapan mereka hanyalah mama biang beserta ramuan-ramuan makatana-nya. Contohnya adalah ketika menangani kasus keguguran yang terjadi pada ibu hamil di Miangas. Kasus SL (Kasus keguguran dari penduduk pendatang) Berdasarkan cerita dari Informan SL Sebut saja SL, seorang pegawai kecamatan yang kini tengah hamil 2 bulan. Ini merupakan kehamilannya yang pertama setelah beberapa tahun menikah dengan salah seorang polisi yang berasal dari Miangas. Awalnya, SL hanya mengalami kesakitan pada giginya, merasakan hal yang tak enak dengan dirinya, SL pun kemudian menelpon adiknya yang berkerja sebagai apoteker di Manado. Sang adik pun menyarankan untuk meminum obat tertentu yang sebelumnya telah dipersiapkan SL untuk berjaga-jaga kalau dia sakit. Sang adik pun mewanti-wanti SL agar tidak sembarangan untuk meminum obat dikarenakan SL sedang hamil. Besoknya, SL pun beraktivitas seperti biasa. Namun, tak disadari ternyata kandungan SL termasuk kandungan yang lemah, sehingga sangat rentan terjadi keguguran. Pada hari itu tak terasa keluar darah dari jalan lahir SL. SL pun panik, semakin lama semakin banyak darah yang keluar. Dia pun memanggil dokter dan bidan yang ada di Miangas. Namun, tak ada yang bisa dilakukan oleh dokter dan bidan.
331
Dokter dan bidan hanya bisa melihat tanpa berbuat apapun. Oabatobatan ataupun vitamin untuk menahan pendarahan pun tak tersedia di puskesmas. Dokter dan bidan tidak bisa berbuat banyak, mereka hanya bisa menginfus dengan infus seadanya saja. Tidak sampai disitu, ternyata jarum infus yang tersedia di puskesmas terlalu besr untuk pembuluh darah SL, akibatnya setiap kali ditusuk, pembuluh darah SL selalu pecah. Dokter dan bidan pun hanya bisa berdoa semoga ada jalan keluarnya. Untunya, disisa-sisa peralatan medis pos marinir terdapat jarum infus untuk bayi, dan syukurnya jarum tersebut dapat digunkan untuk SL. Pemasangan infus ternyata tak memberikan pengaruh yang banyak terhadap pendarahan yang dialami oleh SL. Akhirnya harapan terakhir yang bisa SL lakukan adalah dengan memanggil mama biang yang ada di Miangas untuk membuatkan ramuan makatana untuk menghentikan pendarahan. Mama biang pun membuatkan ramuan makatana tersebut, akhirnya pendarahan pun berhasil di hentikan. Setelah 1 minggu kemudian, kapal baru datang ke Miangas, langsung saja tanpa berfikir panjang SL dan suaminya menuju Rumah Sakit Tahuna untuk memeriksakan kandungannya. Sesampainya di Rumah Sakit, SL pun langsung dirujuk ke UGD. Setelah diperiksa, sang dokter spesialis kandungan sempat memarahi SL, seharusnya kasus SL ini ditangani sesegera mungkin. Setelah diperiksa ternyata masih ada sisa darah di dalam rahimnya yang berpotensi menjadi racum bagi SL. Untungnya, hal tersebut dapat ditangani oleh dokter spesialis meski rahim SL harus dikuret agar bersih. Mama biang memang tak jarang menjadi satu-satunya harapan para ibu hamil untuk menangani kasus kegawat daruratan kehamilan. Dibandingkan dengan bidan maupun dokter yang tidak bisa berbuat banyak dengan keterbatasan fasilitas medis yang ada. Hal tersebut tak jarang menimbulkan stigma bahwa bidan yang ada tidak dapat berbuat banyak dalam menolong ibu hamil. Ditambah lagi bidan
332
yang ada masih merupakan tenaga kontrak yang masih sangat muda, akibatnya bagi mereka yang harus bertahan di Miangas lebih memilih tenaga mama biang untuk menolong mereka. Salah satunya adalah yang dialami oleh PT ketika dia keguguran. Informan PT mengatakan, “...waktu mama keguguran kemarin, karena disini cuma pakai ramuan makatana mama cuma pakai ramuan tradisional, terus hamil lagi tapi keguguran lagi, jadi mama berfikir untuk periksa ke Manado, itu kan lebih baik karena diperiksa secara total, periksa di Rumah Sakit, dokter kasih mama obat untuk membersihkan darah yang masih ada di dalam kandungan tapi nda sampai dikuret, jadi habis dari situ kandungan mama sudah bersih. Disini nda ada dokter spesialis cuma dokter umum aja disini, disini juga ada bidan, tapi kan nda... nda... nda... kan lebih bagus kita pergi periksa ke Manado..” (Informan PT)
Hadirnya mama biang menjadi sebagai sebuah alternatif masyarakat Miangas untuk mengatasi keterbatasan yang ada, baik keterbatasan fasilitas maupun kopetensi bidan muda yang ada. Mama biang menjadi sebuah alternatif bagi mereka yang mencari pertolongan persalinan maupun kasus kegawatdaruratan kehamilan di Miangas. Mama biang lebih pengalaman menangani kasus-kasus persalinan normal hingga gawat darurat seperti sungsang. Sedangkan tenaga kesehatan hanya bisa berbuat banyak ketika kondisi dan fasilitas tercukupi, apabila tidak bisa ditangani maka hanya bisa merujuk atau menolong dengan pengetahuan mereka yang terbatas. 4.4
Mama Biang dan Life Circle Anak Miangas Bukan hal yang mudah untuk seorang anak dapat tumbuh menjadi dewasa di Miangas. kondisi alam yang ekstrim serta keterbatasan fasilitas khususnya fasilitas pelayanan kesehatan, membuat seorang anak harus dapat survive dengan kondisi yang sedemikian rupa hingga dapat bertahan di tengah keterbatasan. Survive-nya seorang anak Miangas tak terlepas dari peran mama
333
biang sebagai alternatif tenaga penolong di tengah keterbatasan yang ada di Miangas. Mulai dari sang ibu mengandung, melahirkan, pola asuh keluarga, hingga anak-anak tumbuh menjadi remaja dewasa yang rentan dengan pergaulan bebas. Mama biang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan dan tradisi masyarakat Miangas, khususnya bagi kesehatan ibu dan anak. Keberadaan mama biang ini membuat positioning tersendiri di hati masyarkat khususnya penduduk asli menengah ke bawah. Eratnya hubungan mama biang dan life circle masyarakat Miangas dimulai dari pijat kehamilan, membantu persalinan, ritual papancunge, perawatan bayi, hingga pemeriksaan mangelo untuk mendeteksi kehamilan di luar pernikahan. 4.5
Kehamilan dan pijatan jemari mama biang Salah satu kebiasaan yang sering dilakukan oleh ibu hamil di Miangas adalah tradisi pijat-pijat dengan mama biang. Pijat ini dilakukan mulai dari umur kandungan 3 bulan keatas hingga menjelang persalinan. Pemijatan oleh mama biang ini bertujuan untuk memperbaiki posisi kandungan apabila diindikasi mengalami sungsang atau sejenisnya. Pemijatan ini bisa rutin dilakukan 2 kali dalam sebulan maupun sekehendak dari si ibunya sendiri untuk dilakukan pemijatan. Seorang mama biang menuturkan, “...Oma juga sering bantu pijit-pijit itu kandungan, mulai 3 bulan keatas. Disini memang jadi kebiasaan ibu hamil bawa pijit-pijit sama oma. Kandungannya dipijit biar kasih baik itu letak ade bayi, apabila sungsang atau kebalik gimana kan itu harus diatur posisinya, biar nanti waktu melahirkan nda susah. Biasanya itu 2 kali dalam sebulan, tapi ada juga suka-sukanya ibu no mo bawa kemari buat dipijit, nda ada aturannya, tapi biasanya memang 2 kali sebulan itu...” (mama biang K)
334
Setidaknya salama penelitian ini berlangsung, terdapat 2 orang mama biang yang masih aktif melakukan pijat-pijat ini. pemilihan mama biang biasanya didasarakan pada pengalaman pribadi maupun pengalaman anggota keluarga yang lain saat merasakan pijitan dari mama biang tersebut. Seperti yang diungkapakan oleh informan MR sewaktu dia sedang hamil. “...Kalau mama waktu itu hamil pijit-pijitnya sama oma H itu, karena cocok aja itu bawaan tangannya sama mama. Ada juga itu mama biang yang satunya, tapi rasanya mama lebih cocok sama oma H, dari mamanya mama juga sering pijat-pijat sama oma H itu, so lama pakai oma H itu...” (Informan MR)
Selain dari faktor kecocokan pemijitan, ada satu faktor lagi yang menjadi pertimbangan ibu hamil untuk memilih mama biang untuk pemijitan yaitu pemberian tanda terima kasih. Menurut bidan SA, ada kelebihan dan kekurangan dari 2 mama biang yang ada di Miangas yaitu dari aspek tenda terima kasih dan kemitraan dengan tenaga kesehatan. Lebih lanjut bidan SA mengatakan, “...Kalau disini pemilihan mama biang ya tergantung sama cocok ndanya pijitan mama biang sama si ibu. Tapi ada juga itu yang jadi pertimbangan, kalau mama biang K itu dia mau bermitra dengan tenaga kesehatan, dia yang sering panggil kita kalau ada yang mau melahirkan, tapi kata orang dia kalau bantu-bantu itu harus ada imbal jasanya, kalau nda diberi dia bisa bilang sama orang si ibu A nda tau terima kasih, udah dibantu tapi nda ada imbalannya,, kalau mama biang H itu dia nda mau bermitra sama tenaga kesehatan, dia maunya menolong sendiri, kalau ada gawat baru dia panggil kita no, tapi kata masyarakat dia itu nda terlalu minta imbalan, diberi seiklasnya juga terima, nda terlalu banyak menuntut itu kalau mama biang H...” (Bidan SA)
Keberadaan pijatan mama biang menjadi salah satu alternatif dalam pemeriksaan kehamilan di Miangas. Selain melakukan ANC di
335
posyandu, pemijatan terhadap kandungan pun menjadi hal yang wajib dilakukan untuk mengetahui letak bayi sungsang maupun memperbaiki posisi bayi yang tidak baik. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, pemeriksaan kehamilan yang ada di Miangas dilakukan ketika ada posyandu, meskipun begitu, ada juga ibu hamil yang memiliki kesadaran untuk memeriksakan kehamilannya di luar kegiatan posyandu. Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dapat dilakukan di puskesmas hanyalah pemeriksaan berat badan, tensi tekanan darah, letak fundus uteri, imunisasi TT, dan pemberian tablet Fe. untuk pemeriksaan lainnya seperti kadar Hb darah maupun komplikasi penyakit lainnya, biasanya bidan hanya bisa menyarankan ibu hamil setidaknya sekali untuk memeriksakan kandungannya di rumah sakit di luar Miangas. Selain itu, apabila bidan menemukan indikasi letak bayi sungsang, bidan di Miangas tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa menyarankan untuk pemeriksaan di rumah sakit, sehingga untuk masyarakat yang kurang mampu hanya bisa mengandalkan pijatan mama biang untuk membantu memperbaiki letak kandungan mereka agar tidak bermasalah saat persalinan nanti. Salah seorang perawat senior di Miangas mengatakan, “...kalau pemeriksaan ANC disini dilakukan rutin sama posyandu. Tapi ada juga kemarin itu ibu hamil udah duluan minta periksa kita. ANC disini ya awalnya kita timbang berat badannya, lalu kita periksa tekanan darahnya, habis itu kita periksa letak kandungannya, kita juga tanya rencananya dimana nanti melahirkan, terus kita kasih tablet Fe, kalau ibu hamil yang jadwalnya imunisasi TT kita kasih imunisasi, kalau nya nda ya nda. Tapi biasanya kami sarankan setidaknya sekali lah periksa kandungan di rumah sakit, kan biar tau kalau ada komplikasi atau apa, kan disini pemeriksaannya nda bisa lengkap, terbatas juga, kaya pemeriksaan Hb darah itu nda ada. Kalau ada yang letaknya sungsang biasanya kalau ada uang mereka periksa ke rumah sakit, kalau nda ya minta pijit sama mama biang...” (Perawat Senior Puskesmas Miangas)
336
Disamping itu, pemilihan pemijitan oleh mama biang ini secara tidak langsung merupakan sebuah ikatan janji untuk mengontrak mama biang untuk menjadi tenaga penolong ibu hamil sampai si ibu hamil melahirkan kelak. Selama si ibu memilih melahirkan di Miangas, maka yang menangani persalinan haruslah mama biang yang dipilih pertama kali untuk melakukan pijat-pijat. Apabila dilakukan oleh mama biang yang berbeda maka akan menimbulkan keirian antara mama biang. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Informan RA yang melahirkan dibantu oleh mama biang yang tidak bermitra dengan tenaga kesehatan. Informan RA mengatakan, “...kalau anak mama yang ke 2 dan ke 3 lahirnya dibantu sama mama biang H. Waktu mama dp rasa itu ade mau lahir, papa langsung itu panggil oma H ke rumah supaya bantu mama melahirkan. Waktu itu malam, jadi nda pangil bidan puskesmas, cuma panggil oma H saja. Mama melahirkan dibantu oma H karena udah mulai ade di kandungan udah pijit-pijit sama oma H. Kalau torang sini pijitnya sama mama biang H maka sampai dia melahirkan harus dibantu sama mama biang H, nda boleh yang lain, karna bisa bikin iri, kong kenapa pas mau melahirkannya saja yang sama oma H, kong kenapa nda mulai dari hamil saja?...” (informan RA)
Ditengah keterbatasannya, kini pijatan jemari mama biang masih menjadi salah satu alternatif bagi ibu hamil untuk memeriksakan kandungannya, terutama bagi mereka yang tidak bisa melakukan pemeriksaan kehamilan di luar Pulau Miangas. Pijatan jemari inilah yang membuat ikatan yang erat antara mama biang dengan ibu yang hamil dibandingankan dengan bidan puskesmas. 4.6
Mama biang, bidadari penolong di tengah keterbatasan Persalinan bukanlah hal yang mudah di Miangas, mengingat keadaan fasilitas, peralatan, hingga tenaga kesehatan yang ketersediaannya masih belum optimal. Bagi mereka yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, maka mereka lebih memilih
337
persalinan di luar Miangas guna mencari fasilitas dan pelayanan yang lebih memadai daripada di Miangas. Sedangkan bagi mereka yang berstatus keluarga pra sejahtera hanya bisa pasrah melahirkan di Miangas meski dengan kondisi yang apa adanya. Bagi mereka yang memutuskan untuk bersalin di Miangas, pemilihan mama biang sebagai alternatif penolong persalinan menjadi hal yang pertama dilakukan. Ketika seorang ibu merasakan bahwa bayi yang dikandungnya sebentar lagi akan keluar, maka hal yang pertama kali dilakukan oleh si keluarga ibu adalah dengan segera menghubungi mama biang ‘langganan’ mereka. Pemilihan terhadap penolong persalinan bidan puskesmas menjadi hal yang nomer dua yang tergantung pada siapa mama biang yang membantu persalinan. Apabila mama biang tersebut bermitra dengan tenaga kesehatan, maka mama biang tersebutlah yang berinisiatif untuk menghubungi tenaga kesehatan untuk membantu pertolongan persalinan si ibu. Sedangkan mama biang yang tidak bermitra, maka dia akan menolong si ibu sendirian, jika keadaan gawat maka barulah si mama biang memanggil tenaga kesehatan untuk mengatasi hal tersebut. Kehadiran mama biang dengan konsespsi persalinan tradisionalnya masih sangat melekat dalam pemahaman sebagian masyarakat. Bahkan pernah suatu ketika tenaga kesehatan yang menolong persalinan dimarahi oleh mama biang dan juga keluarga ibu hamil karena memotong tali pusat terlebih dahulu sebelum plasenta bayi juga terlahir. Padahal, si tenaga kesehatan tadi sudah bertindak sesuai SOP medis yang berlaku. Karena masyarkat memiliki konsepsi bahwa apabila tali pusat dipotong sebelum plasenta keluar, maka plasenta akan lari ke jantung si ibu dan dapat mengakibatkan si ibu meninggal. Informan BE mengatakan, “...pernah juga waktu kita menolong ibu melahirkan, kan kalau kita di medis kan nda apa-apa potong tali pusat habis bayi keluar, tapi bagi orang disini
338
nya nda, dia harus dipotong habis plasentanya keluar, katanya kalau langsung dipotong bisa bikin plasentanya lari, padahal kan kalau kita di medis itu kan nda ngaruh no, saya dimarahin itu, ya saya cuma diam aja no. Mau gimana lagi, pemahaman mereka begitu no...” (Tenaga Kesehatan BE)
Tak dapat dipungkiri, hal tersebut secara tidak langsung menjadikan mama biang sebagai sosok ‘bidadari’ yang muncul ditengah keterbatasan dalam pencarian penolong persalinan. 4.7
Kelahiran hingga ritual papancunge Peran serta seorang mama biang ternyata tak hanya sampai pada penolong si ibu ketika melahirkan, tetapi juga masih berlanjut kepada si bayi yang dilahirkan. Begi mereka yang melahirkan dengan persalinan tradisional bersama mama biang, maka perawatan bayi pun biasanya dilakukan oleh mama biang setidaknya sampai si ibu bisa mengurusnya sendiri. Meskipun demikian, ada juga sebagian ibu yang telah berpengalaman sebelumnya , mengurus sendiri bayinya tanpa bantuan mama biang. Menurut kebiasaan masyarakat Miangas, seorang bayi yang baru lahir dengan persalinan tradisional tidak boleh dibawa keluar rumah setidaknya hingga tali pusatnya sudah ciri’ atau lepas. Membawanya keluar rumah sebelum tali pusat ciri’ dipercaya dapat mengakibatkan anak mudah terserang penyakit atau juga angin jahat. Biasanya, selama kurang lebih satu minggu, mama biang lah yang setiap hari mengontrol dan membersihkan tali pusat si bayi. Terdapat sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh mama biang untuk membuat tali pusat bayi cepat ciri’ yaitu dengan di-raho di api. Pertama-tama mama biang menyiapkan perapian yang didekatkan dengan si bayi, lalu mama biang membentangkan kedua belah tangannya didekat apai hingga terasa cukup panas. Kemudian, tangan hangat mama biang tadi ditempelkan pada tali pusat bayi beberapa detik. Hal tersebut dilakukan berulang kali setiap harinya hingga tali pusatnya ciri’ atau lepas dengan sendirinya.
339
Masyarakat Miangas memang tak mengenal ritual sebelum melahirkan seperti di beberapa daerah di Indonesia. Namun, ada sebuah ritual puji syukur yang dilakukan setelah bayi dilahirkan yang bernama ritual papancunge. Seperti halnya ritual lainnya yang tak lepas dari peran para tetua adat didalamnya, ritual papancunge ini pun demikian. Bedanya, orang yang wajib menghadiri acara ini adalah mama biang yang menolong persalinan tersebut. Mama biang berperan sebagai orang yang telah menolong persalinan serta yang membacakan doa untuk si bayi agar dapat tumbuh menjadi anak yang sehat, kuat, dan sifat-sifat baik lainnya. Dengan demikian, tentunya peran serta mama biang tak dapat dilepaskan begitu saja dari fase kehidupan seorang anak Miangas. Sejak masih dalam buaian hingga melahirkan, mama biang sangat dekat dengan kehidupan mereka. 4.8
Remaja dan ritual mangelo Peran serta seorang mama biang masih berlanjut mewarnai kehidupan anak-anak di Miangas, termasuk para remaja gadisnya. Ada satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Miangas untuk mencegah aborsi di kalangan remaja dan janda yaitu tradisi mangelo. Mangelo merupakan sebuah tradisi yang dilakukan untuk memeriksa para wanita yang berpotensi untuk terjadinya kehamilan di luar pernikahan seperti para remaja dan para janda. Pemeriksaan mangelo sendiri dilakukan agar kehamilan di luar pernikahan yang sudah terlanjur terjadi tidak diaborsi sehingga secara langsung menjaga hak hidup si cabang bayi. Mama biang disini memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai penentu apakah wanita yang diperiksanya mengalami kehamilan atau tidak. Apabila mama biang merasakan bahwa si wanita hamil, maka putusan pun dijatuhkan terhadap si wanita tersebut. Meski mengelak bagaimana pun, putusan mama biang bersifat mutlak, dan putusan ini lah yang akan menjadi pertimbangan
340
para tetua adat untuk menjatuhkan sanksi adat bagi mereka yang melanggar hukum adat di Miangas. 4.9
Mama Biang Surga di Negeri Poliaten Negeri Poliaten, merupakan sebuah julukan lain bagi Pulau Miangas. Sebuah surga di kawasan utara Indonesia yang masih menyimpan suburnya tradisi dan hukum adat yang mengatur kehidupan masyarakatnya. Karakteristik pulau terujung dan menyendiri dari pulau-pulau lainnya di Indonesia, membuat pulau ini jarang terjamah oleh dunia luar. Ditambah lagi dengan keterbatasan transportasi di kala cuaca yang tak bersahabat, tentunya dapat menghambat keluar masuknya kebutuhan hidup masyarakat setempat. Namun sejak tahun 2006, pulau ini pun beralih status menjadi sebuah kecamatan khusus yang membawahi satu desa yaitu desa Miangas. Perubahan status ini kemudian berdampak pada pembangunan di Miangas, baik secara administratif, infrastruktur, maupun sosial kemasyarakatan. Kini Miangas perlahan-lahan mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah pusat seiring dengan terdengungnya isu-isu miring tentang kesetiaan Miangas terhadap Indonesia. Ditambah lagi dengan pengalaman pahit dari pemerintah Indonesia akan lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari pangkuan ibu pertiwi, tentunya menjadi sebuah pelajaran yang tak ingin terulang kembali. Pembangunan ini sedikit demi sedikit membuka masyarakat Miangas akan dunia luar dan perbaikan kualitas kehidupan di Miangas tentunya. Akses transportasi yang dulunya hanya didominasi oleh 1-2 kapal dalam sebulan, kini sudah bertambah menjadi 2-3 kapal yang beroperasi setidaknya 2 minggu sekali. Program-program pembangunan desa seperti PNPM setidaknya mengubah perlahanlahan keadaan lingkungan fisik Miangas sendiri. Pembangunan
341
bandara dan pembangunan talut pantai setidaknya telah mengundang para pendatang untuk menginjakan kaki di Pulau ini. Namun disisi lain, hubungan antara masyarakat Miangas dengan negara tetangga Philipina perlahan-lahan dibatasi oleh peraturan pemerintah. Sehingga interaksi antar keduanya pun tak lagi seintensif seperti dahulu, khususnya di bidang perdagangan. Hal ini kemudian berdampak pada perekonomian masyarakat Miangas yang hanya berputar di dalam pulau tersebut dan sangat bergantung pada hasil penjualan kopra di dalam negeri. Meskipun pembanguan sudah banyak dilakukan di Miangas, tetapi nyatanya kehidupan masyarakat masih berjalan lambat seperti halnya daerah-daerah DTPK lainnya. Banyaknya pembangunan ternyata tak sepenuhnya dimanfaatkan maupun termanfaatkan secara maksimal disini, termasuk pembangunan pelayanan kesehatan formal yang ada. Pelayanan kesehatan formal yang seharusnya menjadi sebuah sarana pencarian kesembuhan bagi masyarakat, nyatanya kurang dimanfaatkan masyarakat ketika sakit. Memang, secara fisik gedung puskesmas telah tersedia, tetapi kondisinya tak didukung oleh ketersediaan peralatan, obat-obatan, dan tenaga kesehatan yang memadai. Hal ini tentunya mempengaruhi keputusan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan formal yang ada. Hadirnya mama biang sebagai alternatif penolong pertama persalinan tentunya tak terlepas dari kondisi pelayanan formal tersebut. Kopetensi dan pengalaman mama biang dipandang lebih daripada bidan puskesmas yang memang didominasi oleh pegawai muda yang masih berusia 20 tahun-an. Hal ini terbukti ketika terjadi kasus gawat darurat pendarahan pada ibu hamil seperti kasus SL, tenaga kesehatan kesehatan yang ada tidak dapat berbuat banyak dengan keterbatasan fasilitas dan peralatan yang ada, sehingga mama biang lah yang menjadi satu-satunya tumpuan harapan mereka. Dengan racikan ramuan makatana-nya, mama biang berhasil menangani kasus tersebut, meskipun pada kenyataannya hal tersebut
342
tak sepenuhnya berhasil mengatasi kasus pendarahan yang ada. Seperti yang dialami oleh Informan SL yang ternyata harus melakukan kuret untuk membersihkan sisa darah pasca meminum ramuan makatana dari mama biang. Positioning dari mama biang di mata masyarakat tersebut ternyata sudah dimulai jauh sebelum si ibu hendak melahirkan. Setidaknya positioning seorang mama biang di mata seorang ibu hamil dipengaruhi oleh saran dan pendapat dari keluarga terdekatnya tentang kecocokan dan rekam jejak mama biang berdasarkan pengalaman mereka waktu hamil terdahulu. Selain itu, tradisi pijatpijat kehamilan oleh mama biang secara tidak langsung membentuk ikatan kedekatan emosional dan ‘kontrak’ pada ibu hamil. Jika dibandingkan dengan interaksi ibu hamil dan bidan puskesmas yang hanya terjalin pada saat pemeriksaan ANC di posyandu, tentunya interaksi ibu hamil lebih banyak dilakukan dengan mama biang. Berkaitan dengan positioning dari mama biang, ada perbedaan keputusan antara masyarakat asli dan pendatang baik yang secara ekonomi mampu dan tidak mampu dalam memahaminya. Pada umumnya, masyarakat pendatang dan asli yang memiliki kemampuan finansial akan melihat mama biang sebagai partner alternatif di samping bidan desa dalam melihat perkembangan kehamilan. Kehadiran mereka diperlukan ketika mereka membutuhkan pijatan kehamilan maupun meneropong bagaimana kondisi kehamilan mereka. Namun ketika mereka masuk dalam tahap trisemester akhir, persiapan melahirkan akan dilakukan jauh-jauh hari. Hal ini disebabkan, mereka memutuskan untuk melahirkan di luar pulau mengingat kondisi fasilitas kesehatan yang kurang baik. Berbeda dengan masyarakat setempat yang secara finansial kurang mampu, maka kehadiran mama biang tidak sekedar sebagai aktor yang membantu melihat perkembangan kehamilan, namun juga sebagai aktor yang akan membantu mereka dalam proses kelahiran sedangkan masyarakat pendatang yang secara finansial tidak mampu akan
343
berusaha untuk dapat melahirkan ke luar pulau. Akan tetapi jika sisi finansial tidak mencukupi, akhirnya mereka pasrah melahirkan di Pulau Miangas dengan bantuan bidan serta mama biang. Disamping itu, masih suburnya tradisi dan konsepsi masyarakat terhadap persalinan tradisional, menambah kuatnya posisi mama biang dalam kehidupan masyarakat Miangas. Mulai dari tradisi mangelo, konsepsi tentang perlakuan plasenta, hingga tradisi papancunge yang tak terlepas dari peran mama biang di dalamnya. Profesi sebagai mama biang juga mendapat legitimasi dari pihak pemerintah desa, sehingga membuat profesi mama biang dianggap legal sejajar dengan bidan di puskesmas. Pada akhirnya, Negeri Poliaten yang masih subur dengan tradisi dan praktik hukum adat di dalamnya menjadi suatu wadah yang tak dapat dipisahkan dari eksistensi mama biang di dalamnya. Mama biang yang menjadi sebuah icon alternatif penolong bagi masyarakat yang tak bisa mengakses persalinan yang lebih baik di luar pulau Miangas. Kedekatannya dengan masyarakat dan adat membuat positioning yang lebih dari tenaga kesehatan persalinan yang ada, hingga membuat negeri poliaten ini menjadi sebuah surga bagi eksistensi mama biang, baik mama biang yang bermitra dengan tenaga kesehatan maupun yang tidak. Kemitraan mereka dengan tenaga kesehatan tidak mempengaruhi eksistensi mereka di mata masyarakat selama masyarakat lebih mempercayakan persalinannya kepada mama biang di Miangas.
344
Tabel 3.1 Matriks Pola Persalinan dengan Kondisi Sosial-Ekonomi di Miangas Tahun 2015 Ekonomi
Mampu
Kurang Mampu
Sosial Penduduk Asli
Persalinan di fasilitas kesehatan yang lebih memadai di luar Miangas
Memilih persalinan di dalam Miangas dengan ditolong mama biang yang bermitra dengan bidan maupun tidak Memilih persalinan di dalam Miangas tanpa tenaga penolong persalinan (bersalin sendiri)
Pendatang
Persalinan di fasilitas kesehatan yang lebih memadai di tempat asal atau di Ibukota
Persalinan di fasilitas ksehatan yang lebih memadai di tempat asal atau di Ibukota
Sumber: Data Primer
345
Tabel 3.2 Matriks Pola Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan dengan Kondisi Sosial-Ekonomi di Miangas Tahun 2015 Ekonomi
Mampu
Kurang Mampu
Sosial Penduduk Asli
346
Pemeriksaan kehamilan dilakukan di fasilitas kesehatan formal (Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik Dokter Spesialis kandungan) Terkadang meminta bantuan mama biang untuk pemijitan kandungan, tetapi dengan izin dokter Persalinan minimal dengan bidan di fasilitas kesehatan yang lebih baik daripada Puskesmas Miangas Apabila meminta bantuan mama biang, maka didampingi oleh tenaga kesehatan
Pemeriksaan kehamilan di bidan puskesmas dan mama biang Penolong utama persalinan adalah mama biang Pertolongan dengan bidan puskesmas tergantung dari inisiatif mama biang yang bermitra maupun yang tidak Beberapa kasus ditemukan bahwa sang ibu melahirkan sendiri di rumah tanpa tenaga penolong persalinan (baik bidan maupun mama biang)
Pendatang
Pemeriksaan kehamilan dilakukan di fasilitas kesehatan formal (Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik Dokter Spesialis kandungan) Terkadang meminta bantuan mama biang untuk pemijitan kandungan, tetapi dengan izin dokter Persalinan minimal dengan bidan di fasilitas kesehatan yang lebih baik daripada Puskesmas Miangas Apabila meminta bantuan mama biang, maka didampingi oleh tenaga kesehatan
Pemeriksaan kehamilan di bidan puskesmas dan mama biang Sebisa mungkin kembali ke daerah asal sebelum tanggal melahirkan, dikarenakan lebih memilih melahirkan di tempat asal daripada di Miangas
Sumber: Data Primer
.
347
Bab 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1
Kesimpulan
Dilihat dari segi kedekatan geografis, Pulau Miangas memang lebih dekat dengan negara Philipina dibandingkan dengan pulau-pulau di Indonesia. Meskipun demikian, kesadaran masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan di dalam negeri lebih besar daripada berobat ke negara tetangga. Hal ini ditunjukan tidak ada satu pun masyarakat Miangas yang ketika mereka sakit pergi berobat ke Philipina, biasanya mereka hanya menggunakan pelayanan kesehatan di puskesmas, rumah sakit rujukan maupun survive dengan pengobatan tradisional yang ada. Namun, hal tersebut bukan berarti pelayanan kesehatan di Miangas sudah bagus. Pembangunan kesehatan di Miangas masih belum berjalan secara optimal. Puskesmas Miangas yang merupakan ujung tombak dalam meningkatkan derajat kesehatan di pulau ini masih perlu pembenahan, baik dalam segi manajemen program wajib, ketersediaan obat dan alat kesehatan, komitmen tenaga kesehatan,
348
serta manajemen keuangan yang sering terkendala sehingga puskesmas belum berjalan secara optimal di masyarakat. Secara garis besar kesadaran masyarakat untuk mengakses pelayanan medis memang lebih besar daripada akses terhadap pelayanan kesehatan tradisional. Meskipun demikian, kondisi Puskesmas Miangas yang dipandang memiliki keterbatasanketerbatasan, sacaeara tidak langsung mempengaruhi animo masyarakat untuk mengaksesnya. Masyarakat lebih memilih untuk mengobati diri mereka sendiri dengan obat warung maupun dengan pergi ke rumah sakit rujukan yang ada di ibukota. Namun, tak jarang ditemukan sebagian masyarakat, khususnya bagi masyarakat prasejahtera yang harus pasrah dan survive dengan keterbatasan pelayanan kesehatan yang ada karena tidak bisa mengakses pelayanan kesehatan yang lebih memadai di ibukota. Kendala terbesar masyarakat Miangas dalam mengakses pelayanan kesehatan yang memadai di ibukota disebabkan kemampuan finansial dan akses transportasi yang sangat terbatas. Meskipun mereka telah tercover dalam jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah, biaya hidup di ibukota yang dirasakan cukup tinggi, menjadi sebuah beban, khususnya bagi mereka keluarga pra-sejahtera dalam mengambil keputusan untuk melakukan perujukan di rumah sakit ibukota. Salah satu kasus perujukan yang sering terjadi adalah persalinan ibu hamil. Bagi masyarakat menegah ke atas, persalinan di luar pulau menjadi prioritas pertama mereka. Ketersediaan pelayanan, tenaga penolong persalinan, serta obat dan alat kesehatan yang sangat minim menjadi alasan utama mereka untuk melakukan persalinan di ibukota. Lain halnya dengan masyarakat pra-sejahtera, mereka memilih untuk survive dengan kondisi yang ada bersama mama biang sebagai alternatif penolong persalinan yang dipandang memiliki pengalaman yang lebih baik daripada bidan puskesmas yang memang mayoritas merupakan bidan muda berumur 20 tahunan.
349
Mama biang merupakan sosok yang tak bisa dilepaskan dari bagian masyarakat, adat, dan tradisi. Positioning mama biang di mata masyarakat sudah dimulai jauh sebelum seorang ibu hamil hendak melahirkan. Mulai dari kebiasan pijat-pijat kandungan, pembuatan ramuan pelancar persalinan, maupun perawatan pasca melahirkan. Jika dibandingkan dengan interaksi ibu hamil dan bidan puskesmas yang hanya terjalin pada saat pemeriksaan ANC di posyandu, tentunya interaksi ibu hamil lebih banyak dilakukan dengan mama biang. Disamping itu, masih suburnya tradisi dan konsepsi masyarakat terhadap persalinan tradisional, menambah kuatnya posisi mama biang dalam kehidupan masyarakat Miangas. Mulai dari tradisi mangelo, konsepsi tentang perlakuan plasenta, hingga tradisi papancunge yang tak terlepas dari peran mama biang di dalamnya. Profesi sebagai mama biang juga mendapat legitimasi dari pihak pemerintah desa, sehingga membuat profesi mama biang dianggap legal sejajar dengan bidan di puskesmas. Pada akhirnya, mama biang yang menjadi sebuah icon alternatif penolong bagi masyarakat yang tak bisa mengakses persalinan yang lebih baik di luar pulau Miangas. Kedekatannya dengan masyarakat dan adat membuat positioning yang lebih dari tenaga kesehatan persalinan yang ada, hingga membuat negeri poliaten ini menjadi sebuah surga bagi eksistensi mama biang, baik mama biang yang bermitra dengan tenaga kesehatan maupun yang tidak. Kemitraan mereka dengan tenaga kesehatan tidak mempengaruhi eksistensi mereka di mata masyarakat selama masyarakat lebih mempercayakan persalinannya kepada mama biang di Miangas. 5.2
Rekomendasi Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, pembangunan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan menjadi sebuah prioritas, agar masyarakat yang berada di daerah tersebut dapat dengan mudah menjangkau
350
pelayanan kesehatan yang terjangkau dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan. Adapun rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mencapai pembangunan kesehatan di Miangas adalah: 1. Meningkatkan komitmen tenaga kesehatan dan manajerial puskesmas dalam menjalankan puskesmas secara optimal. Dalam hal ini, masyarakat bertindak sebagai pengawas dan penilai kinerja puskesmas. Untuk merealisasikan hal ini dapat dilakukan dengan membuka forum bersama antara puskesmas dengan masyarakat. Dalam forum ini perlu diadakan kesepakan antara kedua belah pihak yang disetujui oleh perangkat adat sebagai aparat yang menindak apabila terjadi pelanggaran diantara kedua belah pihak. Kesepakatan yang dihasilkan meliputi jam buka puskesmas dan peningkatan pelayanan tenaga kesehatan kepada masyarakat. 2. Pemberian eha’ kepada mama biang yang tidak mau bermitra dengan tenaga kesehatan yang ada. Hal ini dilakukan agar semua mama biang yang ada di Miangas mau bermitra dengan tenaga kesehatan di puskesmas. 3. Perlunya tenaga kesehatan memahami karakteristik konsepsi masyarakat terhadap penyebab penyakit, terutama yang berhubungan dengan gangguan kuasa kegelapan. Hal ini dapat dilakukan petugas kesehatan dengan menggunakan pendekatan kerohanian dalam mengobatai pasien. Misalnya ketika masyarakat pada awalnya meminta pengobatan di Miangas, petugas kesehatan bisa saja mengajak pasien berdoa demi kesembuhannya, seperti yang dilakukan pengobatan kuasa Tuhan oleh ibu AT. 4. Perlunya bidan puskesmas membentuk kedekatan dengan ibu hamil. Salah satu caranya adalah dengan rutin setiap bulan sekali memantau dan mengunjungi rumah ibu hamil. 5. Memberdayakan ekonomi masyarakat dengan potensi yang ada agar dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Peningkatan keluarga tentunya dapat meningkatkan akses mereka menuju pelayanan kesehatan yang lebih mempuni di ibukota.
351
DAFTAR PUSTAKA
, 2014. Profil Desa Miangas Tahun 2014. Miangas; Desa Miangas Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2014. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Jakarta; Kemenkes RI Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Talaud, 2014, Kepulauan Talaud dalam Dalam Angka. Melonguane; BPS Kabupaten Kepulauan Talaud Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud, 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud. Melonguane; Dinkes Kabupaten Kepulauan Talaud Ganesan, N.; Amer, Ramses (2010). International Relations in Southeast Asia: Between Bilateralism and Multilateralism. Singapore: ISEAS Publishing. Goodenough, Ward H, 1957, "Cultural Anthropology and Linguistics:, dalam Report of the Seven th Annual Round Table Meeting on Lingustics and Language Study. (Penyunting P. Garvin). Washington D.C.: Georgetown University H.J Lam, 1932, Miangas (Palmas), G. Koff & Co. at Batavia Julike FP, Endang S. 2012. Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Perilaku Mencari Pengobatan Pada Penderita Kanker Payudara di RSUD Ibnu Sina Gresik. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 1:2; 138-144. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan di DTPK. 2012 Koentjaraningrat, 2011. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rieneka Cipta. Linda Ewles, Ina Simnett, 2003, Promoting Health, A Practical Guide, Bailliere Tindall; 5 edition
352
Marzali, Amri, 2007, Antropologi & pembangunan Indonesia. Jakarta: Kencana hal xvi-xvi. Miles & Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta. UI-Press, Hal 16-18 M. P. H Roessingh, Dutch relations with the Philippines: a survey of sources in the General State Archives, the Hague, Netherlands. ASJ 05-02-1967 Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Spradley, James P., 1997. Metode Etnografi (terjemahan). Yogyakarta: Tiara Wacana. Supardi S, Susyanty AL. 2010. Penggunaan Obat Tradisional Dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Indonesia (Analisis Data Susenas Tahun 2007). Buletin Penelitian Kesehatan 38:2; 80-89. Taulu L.A, Bahtiar, 2013. Profil Kemandirian Pangan Pulau-Pulau Kecil Dan Daerah Perbatasan Sulawesi Utara Tiu, Macario D. 2006, The Indonesian Migrants of Davao and Cotabato, Kyoto Review of Southeast Asia. Issue 7. States, People, and Borders in Southeast Asia. September 2006 Ulaen, Alex J.; Wulandari, Triana; Tangkilisan, Yuda B. (2012). Sejarah WilayahPerbatasan: Miangas - Filipina 1928 - 2010 Dua Nama Satu Juragan. Jakarta: Gramata Publishing. Velasco, Djorina "Navigating the Indonesian-Philippine Border: The Challenges of Life in the Borderzone" dalam Philippine Journal of Third World Studies 2010 25 (1-2):95-118
353
GLOSARIUM Alumbanua
Kumpulan tanaman setempat yang dibuat seperti sabuk dan dianggap memiliki kekuatan gaib
Amummu
Makhluk gaib yang mengganggu dalam bentuk merubah arah
Ana'u wanua
Masyarakat Desa Miangas
Angin jahat
Teguran roh-roh mengakibatkan sakit
Bakuat
Mengejan
Bantahan
Penyakit pada ibu hamil yang baru melahirkan yang diakibatkan darah putih yang naik ke kepala
Bastan
Gaya-gayaan
Bully
Penyiksaan atau pelecehan yang dilakukan tanpa motif tapi dengan sengaja dilakukan berulang-ulang terhadap orang yang lebih lemah
Cap tikus
Salah satu nama minuman keras yang sering dikonsumsi masyarakat
Cerai diatur damai
Cerai dengan surat keputusan dari orang yang bercerai
Dukun Sembur
Dukun yang melakukan proses pengobatan tradisional
354
yang
dapat
Ciri’
Lepas
Datu
Nenek Moyang
Dego-dego
Bangku tempat bercengkerama
Doi
Uang
Eha’
Larangan
Gogel
Selingkuh
Hubungan gelap
Interaksi antara seorang laki-laki dan perempuan diluar pernikahan yang dianggap melanggar norma pergaulan dalam peraturan adat
Jubi
Kegiatan menyelam untuk menombak ikan di dalam air sekitar 10-15 meter di dalam laut
Kunci Tahun
Ritual akhir tahun
Khosa
Penyakit sesak nafas
Kuasa kegelapan
Pengaruh supranatural yang mengakibatkan keburukan dalam diri
Laluga
Tanaman talas raksasa khas Miangas
Lapis
Generasi
Larenosasua
Ritual yang dilakukan dengan harapan agar apa yang sudah mereka lakukan membuahkan hasil yang berlimpah untuk kehidupan dalam masa yang akan datang.
Llanta'a
Meriam
355
Lemong suwangi
Belimbing tunjuk
Makatana
Obat tradisional yang terbuat dari akar-akar dan atau daun-daun yang dipercaya masyarakat Miangas dapat mengobati penyakit
Malatata
Ritual yang bentuknya seperti perjamuan makan yang dipimpin oleh tetua adat.
Malintuhalele
Ritual untuk melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya produktif
Mama biang
Bidan kampung
Manam'i
Ritual rakyat untuk tangkap ikan
Mandi ombak
Kegiatan mandi maupun berenang di pantai
Mangelo
Tradisi yang dilakukan untuk memeriksa para wanita yang berpotensi untuk terjadinya kehamilan di luar pernikahan
Manucu
Menusuk
Mata tinggi
Penyakit kejang-kejang yang menyerang bayi dan balita
Naik darah
Hipertensi
Nanguwanua
Pasangan Ketua adat yang mengurusi kesejahteraan masyarakat
Nyare
Bagian pantai yang dangkal
Papancunge
Tradisi syukuran atas kelahiran seorang
356
anak di tengah-tengah keluarga. Pedis
Pedas
Pontiana
Makhluk gaib berwujud kunang-kunang
Raho
Menghangatkan bagian tubuh tertentu dengan cara didekatkan dengan perapian
Ratumbanua
Ketua Adat untuk urusan pemerintahan
Roangan
Suku
Rumah Kubur
Nisan
Sabu
Lapisan ramuan paling atas, yang baisanya menyerupai busa putih
Sagu anuwwu
Sagu tanah
Salese
Penyakit patah tulang, keseleo, terkilir, dan sejenisnya
Salibabo api
Bengkak dan urat kaki tegang mulai dari ujung kaki sampai persendian
Sangiang
Putri dalam legenda asal usul Pulau Miangas
Suar
Keringat
Tamako
Kapak
Tambor
Sejenis alat musik pukul seperti gendang
Toki Tambur
Memukul tambur keliling kampung
Totok
Payudara
357
Urat naga
Penyakit urat yang melingkar-lingkar
Wabbari
Plasenta
wabbari assiarre
Plasenta burung, disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai burung yang memiliki sayap
wabbari biasa
Plasenta yang biasa
wabbari jaha’
Plasenta yang dapat menimbulkan bahaya pada ibu hamil jika tidak ditangani dengan benar
wabbari urita
Plasenta gurita, disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai gurita yang memiliki 8 tentacle
358
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa, dengan izin-Nya, maka selesailah pelaksanaan riset etnografi kesehatan masyarakat Miangas di kabupaten Kepulauan talaud, Sulawesi Utara. Dalam buku yang berjudul “Mama biang Surga di Negeri Poilaten” ini, kami menuangkan apa saja yang telah kami dapatkan bersama-sama masyarakat selama kurang lebih 40 hari grounded menjadi bagian dari masyarakat Miangas. Selesainya kegiatan ini tidak tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Tanpa bantuan teman-teman di lingkungan Badan Litbangkes dan di daerah penelitian, kecil kemungkinan bagi kami sebagai tim peneliti dapat menyelesaikan kegiatan ini. Kepada semua pihak yang berkaitan dengan persiapan, pengumpulan data, sampai dengan selesainya buku ini, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya; 1) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI., 2) Kepala Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan RI, 3) Ketua Pelaksana Riset Etnografi Kesehatan 2014, 4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud beserta staf, 5) Kepala Kecamatan Khusus Miangas bersama staf, 6) Kepala Desa Miangas beserta staf, 7) Kepala Puskesmas Miangas beserta staf, 8) Para tetua adat Desa Miangas, 9) Seluruh Masyarakat Desa Miangas, 10) Keluarga penulis yang telah mendukung kami dalam penelitian ini 11) Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu di dalam buku ini.
359
Meskipun buku ini telah selesai kami tuliskan, kritik dan saran yang membangun tetap kami nantikan. Pada akhirnya kami sangat berharap buku ini dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam pembuatan kebijakan bebasiskan evidence based local wisdom bagi masyarakat Miangas.
Tim Peneliti
360