CLINICAL SCIENCE SESSION *Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A216019/ September 2017 ** Pembimbing
ASPIRATION AND DYSPHAGIA SCREENING IN ACUTE STROKE – THE THE GUGGING SWALLOWING SCREEN REVISITED Sunny Cheryline*, dr. Nur Amalia Verbty, Sp.S**
BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI 2017
LEMBAR PENGESAHAN C L I N I C A L SC I E N C E S E S SI ON
ASPIRATION AND DYSPHAGIA SCREENING IN ACUTE STROKE – THE GUGGING SWALLOWING SCREEN REVISITED
Nama : Sunny Cheryline, S.Ked G1A216019
Telah dipresentasikan pada tanggal September 2017
Jambi,
September 2017
Pembimbing,
dr. Nur Amalia Verbty, Sp.S
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kepda Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Laporan kasus ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi. Terwujudnya laporan kasus ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, maka sebagai ucapan terima kasih saya kepada dr. Nur Amalia Verbty, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan arahan sehingga penulisan laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Penulis menyadari laporan kasus ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai penutup semoga kiranya laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.
Jambi,
September 2017
Penulis
Skrining Disfagia dan Aspirasi Pada Stroke Akut Latar belakang dan Tujuan : The Gugging Swallowing Screen (GUSS) adalah alat
untuk menapis/skrining resiko aspirasi pada stroke akut. kami bertujuan untuk mereplikasi validitasnya pada pasien dengan stroke akut, termasuk yang berat dengan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) ≥ 15. Metode: Rancangan penelitian prospektif, double blind , GUSS divalidasi dengan
skala Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing . Pasien dikategorikan ke dalam derajat keparahan stroke yang berbeda yang dinilai dengan NIHSS dan properti diagnostik dikalkulasikan terpisah setiap subkelompok Hasil: Total 100 pasien dengan stroke akut dievaluasi berurutan pada rata-rata
1,7±2,2 hari setelah stroke. Dengan nilai cut-off GUSS 14 poin, GUSS mendeteksi risiko aspirasi dengan sensitivitas sebesar 96.5% dan spesifisitas 55.8% (area dibawah lengkungan, 0.76; 95% CI 0,67-0.84) yang mana sesuai dengan publikasi yang asli. Pada kelompok NIHSS < 5, level sensitivitas dan spesifisitas adalah masing-masing 71,4% dan 88,8%. Pada kelompok dengan NIHSS ≥ 15, level spesifitas dan sensitivitas berubah menjadi 100% dan 20%. Tingkat kegagalan yang tinggi dalam melengkapi bagian pertama GUSS terkait dengan spesifisitas yang rendah. Rekomendasi diet mengikuti GUSS lebih konservatif daripada setelah Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing . Khususnya, GUSS menaksir terlalu tinggi kebutuhan pemberian makan dengan NGT. Kesimpulan : Ini merupakan hal pertama bahwa alat skrining menelan untuk pasien
dengan stroke akut divalidasi ulang pada populasi yang lebih besar dari pusat stroke yang lain. Validitas dari alat skrining menelan dapat bervariasi menurut keparahan stroke yang berbeda.
Pendahuluan
Penilaian dan skrining akurat dari fungsi menelan sangat penting pada stroke akut. Gangguan menelan terjadi pada sekitar 78% pasien dengan stroke akut, dan skrining dini dan implementasi dari strategi pemberian makan yang tepat dan terapi telah dikaitkan dengan hasil yang lebih baik dan penurunan resiko dari pneumonia aspirasi. The Guggling Swallowing Screen (GUSS) adalah salah satu tes skrining menelan yang telah divalidasi pada pasien dengan stroke akut baru saja direkomendasikan untuk dipertimbangkan sebagai aplikasi klinik regular pada pasien dengan stroke yang dicurigai beresiko aspirasi. Banyak tes menelan dimulai dengan cairan bolus dan prosedur skrining diakhiri secara dini kapanpun dicurigai aspirasi, tanpa menguji konsistensi bolus lainnya. Mempertimbangkan bahwa kebanyakan pasien dengan stroke akut memiliki kesulitan dalam menelan cairan bolus dan ini meningkatkan viskositas ke nectar dan viskositas pudding diketahui berguna untuk efek terapeutik pada keamanan dari deglutisi, nampaknya tepat untuk memulai tes skrining dengan dengan bolus non cairan. Salah satu kekuatan yang paling penting dari GUSS adalah dapat digunakan pada konsistensi multiple, dimulai dengan pudding untuk mengurangi resiko aspirasi menjadi lebih minimal selama prosedur skrining dan memungkinkan penilaian yang bertahap. Dan juga, GUSS dapat menapis resiko aspirasi secara serentak dan menawarkan rekomendasi diet. Sifat ini membedakan GUSS dari tes skrining menelan lainnya, yang sangat bergantung pada hasil penilaian instrumental atau setidaknya evaluasi menelan klinis secara detail sebelum memberikan rekomendasi diet pada individu yang gagal dalam skrining. Pada publikasi asli, penulis mengvalidasi GUSS pada 50 pasien dengan stroke akut, menggunakan skala Fibroeptic Endoscopic Evaluation of Swallowing (FEES) sebagai metode standar baku emas untuk menilai resiko aspirasi. Pada studi itu, GUSS ditunjukkan memiliki sensitivitas sebesar 100% dalam mendeteksi aspirasi dan ditunjukkan sebagai alat yang valid dan reliable dalam mendeteksi aspirasi. Bagaimanpun, tingkat spesifisitas itu agak rendah yaitu 63% dan kelayakannya
dibandingkan dengan tes air sendiri telah dipertanyakan karena diperlukan cukup banyak bahan uji dan tambahan peralatan untuk diberikan kepada mereka. Dan juga, telah ditunjukkan pada rekomendasi diet berdasarkan GUSS mungkin saja lebih konservatif dalam hubungannya terhadap kondisi pasien sesungguhnya, yang mengakibatkan pemasangan nasogastric tube (NGT) yang lebih sering dari yang seharusnya. Karena itu, untuk memberikan bukti lebih lanjut bahwa GUSS merupakan tes skrining menelan yang valid pada pasien dengan stroke akut, penemuan dari Trapl et al perlu diperbanyak pada seluruh pusat stroke. Publikasi yang asli tidak menujukan apakah GUSS merupakan alat tes skrining yang cocok untuk pasien dengan stroke berat, yang memiliki resiko tinggi untuk berkembangnya pneumonia aspirasi. Faktanya, informasi tentang bagaimana cara menapis resiko aspirasi pada pasien dengan resiko aspirasi masih sangat terbatas. Namun demikian, tujuan dari penelitian ini ada dua yaitu: pertama untuk menentukan apakah validitas dari GUSS, yang pertama kali diperkenalkan oleh Trapl et al untuk skrining risiko aspirasi pada pasien dengan stroke akut dapat dipergunakan oleh pusat stroke yang berbeda dan kedua, untuk menentukan apakah alat-alat skrining dapat berbeda dalam hubungannya dengan keparahan stroke. Bahan dan Metode
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional prospektif yang dilakukan di unit stroke di rumah sakit universitas pada tahun 2011. Pasien yang terdaftar disusun secara berurutan selama periode penelitian. Kriteria inklusi adalah pasien dengan stroke iskemik atau perdarahan intraserebral yang masuk dalam 24 jam setelah muncul gejala, yang berdasarkan panduan stroke regional, memiliki skor NIHSS > 3 atau menunjukkan facial palsy dan/atau disartria, yang keduanya menentukan factor resiko klinis disfagia, yang memenuhi syarat untuk penilaian menelan lanjut. Karena tujuan utama dari penelitian kami adalah untuk menilai validitas pada penelitian kohort kedua termasuk jumlah yang relevan dari stroke berat (NIHSS ≥ 15) dan juga untuk mereplikasi sensitifitasnya yang tinggi pada populasi
ini, kami memutuskan untuk tidak memasukkan pasien dengan stroke minor (NIHSS ≤ 3) jika mereka tidak menunjukkan factor resiko klinis terhadap disfagia terkait stroke. Skrining rutin aspirasi harus dilakukan pada kasus dengan stroke minor, dengan menggunakan kriteria inklusi ini kami bertujuan untuk mencapai penelitian kohort yang sesuai dan relevan secara klinis untuk kepentingan penelitian kami. Pasien dieksklusikan jika mereka telah memiliki gangguan menelan sebelumnya atau penyakit lain yang berpotensi berhubungan dengan disfagia seperti kondisi neurologis lainnya seperti penyakit Parkinson kelainan neuromuscular atau kelainan non-neurologi lainnya seperti kanker kepala dan leher. Pada semua pasien, lokasi dari infark ditentukan dengan CT atau MRI. Etiologi stroke dikategorikan berdasarkan klasifikasi Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST), dan tingkat keparahan stroke dinilai dengan NIHSS. Protokol penelitian disetujui oleh institutional review committee of University Hospital of Munster. Persetujuan penelitian diperoleh dari seluruh subjek atau kerabat terdekat pasien jika pemahaman atau komunikasi pasien terganggu contoh pada kasus afasia berat atau disfungsi kognitif.
Penilaian GUSS
Penilaian GUSS dilakukan berdasarkan cara-cara yang direkomendasikan pada publikasi yang asli. GUSS terdiri atas dua dua bagian: tes skrining tanpa menelan diikuti dengan tes skrining menelan bolus secara langsung. Bagian pertama terdiri atas kemampuan untuk mempertahankan kewaspadaan selama 15 menit, adanya batuk secara volunter dan sukses menelan ludah tanpa perubahan suara dan meneteskan air liur. Subjek yang berhasil pada tahap pertama GUSS ini (score ≥ 5) dapat menjalani bagian kedua, yang menilai kemampuan menelan dengan tiga tipe bolus yang berbeda dimulai dengan non-liquid (pudding: antara satupertiga atau satu setengah sendok teh sebagai bolus yang pertama, diikuti dengan 5 sendok teh),
dilanjutkan dengan air (dimulai dari 3mL, berlanjut dengan peningkatan jumlah dari 5, 10, 20 dan 50 mL) dan kemudian roti kering padat (3x3x0.5 cm, diulangi 5x). bagian kedua dihentikan secara dini jika selama observasi terdapat satu dari empat tanda aspirasi (deglutisi tidak ada/terlambat, batuk, mengeluarkan air liur dan perubahan suara). Pada penelitian ini, nilai cut off adalah ≤ 14, yang ditunjukkan memiliki sensitivitas 100% dalam mengenali resiko aspirasi pada publikasi asli, dipilih sebagai indikasi yang memiliki resiko aspirasi, yang mana nilai cut off adalah ≤ 19 menunjukkan indikasi disfagia. Skor GUSS menghasilkan empat kategori keparahan dan rekomendasi diet. Skor 0-9 dinilai sebagai resiko tinggi aspirasi mengindikasikan pemberian makan melewati nasogastric tube secara total dan tidak ada yang melewati mulut/nothing per mouth (NPM) dan nilai 20 poin adalah indikasi dari ketidakmampuan menelan dengan konsekuensi tidak ada pembatasan dari pemberian makan secara oral termasuk asupan cairan. Pada penelitian ini, GUSS dilakukan oleh terapis Bahasa-bicara sesaat sebelum FEES yang dilakukan oleh dua pemeriksa lainnya. Waktu yang diperlukan untuk melakukan GUSS bervariasi antara 5 dan 10 menit. Semua penguji tidak mengetahui tentang riwayat medis, hasil radiologi dan skor NIHSS pasien tersebut.
Penilaian FEES
Evaluasi FEES dilakukan di samping pasien di unit stroke berdasarkan protokol yang dilaporkan penulis pada publikasi sebelumnya. Penilaian dilakukan dan diinterpretasikan oleh neurologis dan terapis Bahasa-bicara yang meiliki banyak pengalaman tentang prosedur tersebut. FEES sebagai standar referensi, prosedur ini sudah selesai dilakukan dalam 30 menit setelah penilaian GUSS. Pemeriksaan dilakukan dengan laringoskop fiberoptik dengan diameter 3.1 mm (ENF-P4; Olympus, Hamburg, Germany), light source (Endovision Telecam, SL PAL
20212020; Storz, Tuttlingen, Germany), kamera (Endovision Telecam, SL PAL, 20212030; Storz), color monitor (DVM 14M2MDE; Sony, Tokyo, Japan) and video recorder (SVO9500MDP; Sony). Standar protokol dilakukan dalam urutan yang sama sesuai dengan publikasi sebelumnya. Volume bolus dari tiga konsistensi makanan yang berbeda yang diuji pada seluruh prosedur FEES identik dengan prosedur GUSS. Tidak ada contoh makanan atau cairan pada faring dan laring hasil dari penilaian awal GUSS dengan FEES. Berdasarkan temuan ini, tingkat keparahan disfagia pasien dibagi menurut sistem skoring Fiberoptic Endoscopic Dysphagia Severity Scale (FEDSS). FEDSS menunjukkan kehandalan yang sangat baik pada latar tempat yang sama. Pada penelitian ini, skor > 1 diartikan sebagai cut-off point untuk adanya disfagia. Skor ≥ 3 diartikan sebagai cut-off point untuk adanya resiko aspirasi. Evaluasi GUSS dan FEES dilakukan pada 72 jam pertama pasien masuk ke unit stroke.
Analisis Statistikal
Analisis statistikal dilakukan dengan menggunakan SPSS 12.0 untuk Windows. Data kategorik dianalisis menggunakan uji 2 x2 untuk mengevaluasi parameter diagnostic (95% CI); penghitungan sensitivitas [TP/(TP+FN)], spesifisitas [TN/(TN+FP)], nilai prediksi positif [TP/(TP+FP)], nilai prediksi negative [TN/(TN+FN)], (TP, true positive; FP, false positive; TN, true negative; FN, false negative). Parameter diagnostik dihitung untuk mengetahui resiko aspirasi dan adanya disfagia. Nilai yang berada di area bawah kurva/area under the curve (AUC), yang diperoleh dari tes merupakan ukuran keseluruhan dari kemampuan diagnostik dan akurasi diagnostik. Berdasarkan skor NIHSS, pasien dengan stroke dibagi menjadi empat subkelompok; NIHSS skor 0-4. 5-9. 10-14, dan ≥ 15. Property skrining GUSS kemudian dinilai lagi di setiap masing-masing subkelompok stroke.
Rekomendasi diet diberikan oleh GUSS dibandingkan dengan yang dibuat oleh FEES menggunakan analisis chi-square.
Hasil
Selama periode penelitian, 976 pasien dengan stroke akut dirawat di unit stroke akut. 121 pasien memenuhi syarat untuk dilakukan prosedur skrining. Total 100 pasien yang terdaftar dengan stroke (56 laki-laki) (dengan rata-rata skor NIHSS 11.8 ± 5.9 dan umur 73.6 ± 12.1 tahun) dimasukkan ek dalam analisis statistic akhir. Gambaran demografi dan klinik begitu juga dengan karakteristik stroke dari populasi penelitian, ditunjukkan pada tabel 1. GUSS dan FEES dilakukan rata-rata 1.7 ± 2.1 hari sesudah onset stroke.
Hasil GUSS
Semua pasien yang menjalani tes skrining GUSS tanpa komplikasi. Tidak ada alat pengukuran tambahan yang spesifik untuk melakukan GUSS pada pasien dengan pemahaman yang kurang atau deficit kognitif. Skor rata-rata adalah ± 7.4. berdasarkan GUSS, 83 pasien dinilai memiliki disfagia (GUSS ≤ 19) dan 74 pasien dinilai memiliki resiko tinggi aspirasi (GUSS ≤ 14). Diantara mereka yang berada di kelompok terakhir, 63 pasien mendapat skor GUSS < 9, dengan 55 pasien gagal pada bagian pertama tes (non-swallow), sesuai dengan skor GUSS <5. Kelompok ini menunjukkan rata-rata statistical NIHSS yang lebih tinggi (P<0.001) dibandingkan dengan mereka yang melewati bagian pertama dari GUSS (14.1 ± 5.1 vs 9.1 ± 5.5)
Hasil FEES
Semua pasien dapat mentoleransi FEES tanpa komplikasi. Rata-rata skor FEDSS adalah 2.8 ± 1.6. total 70 pasien diklasifikasikan memiliki disfagia dengan skor FEDSS >1. Berdasarkan FEDSS, 18 pasien memiliki skor 5 atau 6, 39 memiliki skor 3 atau 4, 12 memiliki skor 2, dan 30 mempunyai skor 1.
Validitas
Validitas dari GUSS untuk skrining aspirasi (cut-of f GUSS ≤ 14 dan disfagia (cut-off GUSS ≤ 19) ditunjukkan di tabel 2. Pada kedua kasus, sensitivitas dan nilai prediksi negative tinggi, namun spesifisitas dan nilai prediksi positif sedang. Nilai AUC tinggi pada kedua kasus. Menariknya, validitas GUSS untuk mendeteksi resiko aspirasi berbeda dibandingkan keparahan stroke. Seperti ditunjukkan di tabel 3, sensitivitas 71,4 % untuk skor NIHSS 0-4, namun 100% pada mereka dengan skor NIHSS ≥ 5. Kebalikan dengan ini, GUSS menunjukkan spesifisitas yang lebih tinggi pada pasien dengan NIHSS 0-4 tapi menurun dengan peningkatan keparahan stroke. Pada mereka dengan skor NIHSS ≥ 15, spesifisitas turun sekitar 20%. Dengan cara yang sama, validitas GUSS untuk skrining disfagia menunjukkan parameter diagnostik berbeda berdasarkan perbedaan keparahan stroke. Secara spesifik pasien dengan skor NIHSS ≥ 15, terdapat sensitivitas tingkat tinggi namun spesifisitasnya rendah. Tidak ditemukan perbedaan yang mencolok ketika menilai spesifisitas dan sensitivitas terhadap subtype stroke berbeda contoh perdarahan intraserebral dan supratentorial.
Rekomendasi Diet GUSS
Menggambarkan spesifitasnya yang sedang, rekomendasi diet GUSS lebih konservatif dari FEES. Dengan demikian, 63 pasien direkomendasikan untuk tetap NPM (nothing per mouth) dan proporsi pasien yang teridentifikasi menggunakan NPM menunjukkan perbedaan signifikan dengan analisis chi-square (18% vs 63%, chi-square 41.807, P<0.0001) diantara mereka yang menggunakan GUSS dan FEDSS. Berdasarkan GUSS, terdapat kelebihan 45 pasien yang direkomendasikan sebagai total NPM.
Berdasarkan FEDSS, lima dari pasien tersebut memenuhi syarat untuk diet normal (FEDSS 1). 9 pasien diet cair terbatas (FEDSS 2) dan 31 pasien pemberian oral parsial, dan suplementasi parenteral (n=19, FEDSS 3) juga enteral (n=12, FEDSS 4). GUSS juga sukses untuk mengidentifikasi 18 pasien yang memerlukan NPM dengan menggunakan FEES (FEDSS 5-6). Bagaimanapun, terdapat kebutuhan yang berlebih akan rekomendasi terhadap NPM. Karena itu, diantara 59 pasien yang menunjukkan ketidaksetujuan antara GUSS dan FEES, 76% (45/59) disebabkan oleh alokasi yang salah untuk NPM, dengan setengahnya adalah mereka yang memiliki skor NIHSS > 15. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pasien yang salah diidentifikasi karena kegagalan untuk menuntaskan tahap pertama GUSS. 57%
yang memiliki skor NIHSS ≥ 15
ditempatkan secara salah menggunakan NPM karena ketidakmampuan untuk menuntaskan bagian pertama dari GUSS. Sebaliknya, GUSS lebih baik dalam pembuatan rekomendasi diet oral. Dari 37 pasien yang memenuhi syarat untuk pemberian makan secara oral oleh GUSS, GUSS secara tepat mengidentifikasi 62% yang mendapat pemberian diet secara oral. Untuk subjek yang menderita stroke yang tidak terlalu berat, 75% diidentifikasi dengan benar untuk pemberian diet oral (NIHSS 0-4), 60% (NIHSS 5-9) dan 80%
(NIHSS10-14). Diet oral yang direkomendasikan oleh GUSS bertentangan dengan rekomendasi FEES pada semua kasus (n=5) hanya pada mereka dengan skor NIHSS ≥ 15.
Diskusi
Penelitian menunjukkan bahwa GUSS memiliki validitas yang sangat baik dengan nilai AUC yang tinggi dalam mendeteksi resiko aspirasi pada pasien dengan stroke akut dengan sensitivitas 96.5% dan spesifisitas 55.8%. kebanyakan uji skrining menelan sebelumnya divalidasi hanya pada satu pusat stroke dan replikasi sebelumnya belum dilakukan. Ini adalah pertama kalinya properti diagnostic dari tes skrining menelan direplikasi di pusat stroke lainnya dalam skala yang lebih besar, independen dari publikasi aslinya. Hasilnya menunjukkan dukungan
terhadap
rekomendasi guideline terbaru bahwa GUSS dapat digunakan sebagai tes skrining menelan yang valid untuk menilai resiko aspirasi pada pasien dengan stroke akut. ini mungkin alat skrining yang pertama untuk menilai aspirasi post stroke yang telah direplikasi secara independen. Namun, harus diakui bahwa keterbatasan pada penelitian ini adalah untuk tidak menetapkan kehandalan lagi untuk melaksanakan prosedur GUSS pada populasi yang lebih besar. Tambahan pada penemuan ini, kami dapat memvalidasi parameter diagnostic GUSS untuk skrining disfagia dengan sensitivitas 98.5%, spesifisitas 53.3% nilai AUC 0.76. kejadian disfagia pada 70% populasi penelitian yang terdeteksi FEES sudah sesuai dengan tingkat kejadian yang dilaporkan dalam literature penelitian saat penilaian menelan dilakukan pada pasien stroke akut. GUSS memiliki tingkat sensitivitas keseluruhan yang tinggi yang mirip tes skrining menelan sebelumnya pada pasien dengan stroke. Tingkat sensitivitas yang tinggi ini diperlukan karena tujuan utama dari skrining untuk disfagia orofaringeal akan akurat menapis sebanyak mungkin pasien dengan resiko aspirasi tertinggi.
Sensitivitas 100% ditemukan pada seluruh pasien stroke dengan skor NIHSS > 4 termasuk pasien dengan stroke berat pada populasi penelitian kami. Bagaimanapun, sensitivitas secara signifikan lebih rendah pada subkelompok stroke minor (NIHSS 04). Sensitivitas yang lebih rendah yaitu 71.4% dapat dijelaskan oleh jumlah subjek yang realtif lebih kecil pada subkelompok yang diakibatkan dari kriteria inklusi yang spesifik. Meskipun demikian, validitas GUSS pada stroke minor harus diinvestigasi lebih lanjut pada penelitian selanjtunya. Meskipun mencapai nilai sensitivitas yang tinggi, GUSS menunjukkan tingkat spesifisitas yang sedang 55.8%. Hal ini relevan secara klinis bahwa tingkat spesifisitas dari GUSS berubah seiring keparahan stroke. Sedangkan spesifisitas 88% pada kelompok stroke ringan, spesifitas turun menjadi 20% pada mereka dengan stroke berat (NIHSS skor ≥ 15). Karena itu, tingkat spesifisitas keseluruhan dari GUSS dapat dijelaskan oleh nilai rendah yang dikontribusi oleh kelompok stroke berat. Prediksi diet berdasarkan GUSS tidak akurat pada 59% pasien. Sebagai konsekuensi dari tingkat spesifisitas keseluruhan yang sedang, GUSS tidak merekomendasikan 45 pasien untuk diberi diet NPM total. Temuan ini lebih terlihat pada mereka dengan skor NIHSS ≥ 15 daripada mereka yang dengan stroke ringan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai bagian dari tingkat kegagalan yang tinggi dalam menuntaskan bagian perama dari GUSS, yang pada beberapa pasien dengan skor NIHSS tinggi akan merasa kesusahan. Ketidakmampuan ini mengarah ke penghentian dini GUSS dan alokasi salah ke NPM total. Penelitian ini mencoba memvalidasi tes skrining menelan pada sekelompok pasien dengan stroke dengan skor NIHSS yang tinggi, yang merupakan topik yang tidak diinvestigasi pada penelitian asli sebelumnya atau oleh tes skrining menelan lainnya. Hasil penelitian ini memiliki relevansi klinis karena penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan stroke berat dengan skor NIHSS tinggi masih memiliki kemampuan menelan yang dikonfirmasi oleh FEES, berlawanan dengan
kepercayaan umum bahwa pasien tersebut harus otomatis dikeluarkan dari tes penilaian menelan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menganjurkan penilaian menelan yang formal walaupun pada mereka dengan NIHSS tinggi. Namun, pendekatan penilaian yang berbeda dapat dipertimbangkan untuk mengatasi konsekuensi akibat tingkat spesifisitas yang rendah pada kelompok pasien dengan stroke berat. Itu mungkin. Mungkin dapat dianjurkan secara hati-hati terutama pada pasien dengan NIHSS ≥ 15, penilaian instrumental langsung seperti FEES, dilakukan oleh ahli neurologis, spesialis disfagia atau bicara-bahasa, mungkin lebih tepat daripada skrining disfagia atau aspirasi dalam 72 jam pertama setelah onset stroke. aplikasi langsung dari FEES pada pasien dengan stroke akut dengan pertimbangan keterbatasan dari uji klinis telah dianjurkan sebelumnya. Pemberian makan oral secara mandiri akan kurang layak dilakukan pada pasien dengan kondisi yang parah pada hari-hari awal setelah stroke akut. bagaimanapun, penilaian yang cepat dan akurat akan menjadi prasyarat untuk sebuah pendekatan individual untuk rekomendasi pemberian makan oral yang tepat dan rehabilitasi disfagia. Sebagai tambahan untuk tidak menetapkan kehandalan lagi untuk GUSS pada penelitian kohort dengan jumlah pasien yang sedikit termasuk pasien dengan stroke minor, keterbatasan lainnya pada penelitian ini adalah bahwa kami tidak melakukan perhitungan jumlah sampel yang sebenarnya namun merujuk pada jumlah sampel pada literature sebagai panduan. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya mengenai topik ini harus memasukkan replikasi dari temuan kami pada populasi penelitian yang lebih besar dengan pasien stroke minor yang lebih banyak dan juga menyelidiki selain terapis bicara-bahasa.
Kesimpulan
Beberapa tes skrining menelan telah divalidasi pada pasien dengan stroke akut tetapi karena kemudahan aplikasi klinis dan keuntungan yang ditawarkan, penelitian
ini menganjurkan bahwa GUSS dapat dipertimbangkan sebagai tes skrining menelan yang berguna serta dapat digabungkan sebagai bagian dari praktek rutin dari manajemen stroke. Kurangnya kesepakatan dari GUUS dengan FEES terkait rekomendasi diet harus dipertimbangkan khususunya kebutuhan yang berlebihan akan pemberian diet melalui NGT.