1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin
meningkatnya
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi berpengaruh pada keadaan ekonomi dan perubahan gaya hidup manusia. Gaya hidup yang serba instan dan praktis serta perubahan pola hidup yang tidak teratur menyebabkan beberapa masalah kesehatan. Salah satu masalah kesehatan yang sering dialami pada bidang neurologi adalah stroke.10 Menurut WHO (World Health World Health Organization) definisi stroke adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara
fokal atau global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap
lebih
dari 24
jam,
tanpa penyebab lain kecuali gangguan
vascular.19 Stroke iskemik adalah ganguan aliran darah ke otak karena aterosklerotik atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah. Data statistik WHO tahun 2002-2006, terjadi 15 juta orang menderita stroke diseluruh dunia setiap tahun. Sebanyak 5 juta orang mengalami kematian dan 5 juta orang mengalami kecacatan yang menetap. Diperkirakan setiap tahun sekitar 500.000 orang penduduk Indonesia terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat atau ringan.19
2
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 persen. 26 Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena adanya aterosklerotik atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah 6. Di Amerika Serikat sekitar 87% adalah stroke iskemik.6 Disfagia sangat sering dijumpai pada penderita stroke dimana hampir 65% penderita stroke mengalami mengalami gangguan mempengaruhi mempengaruhi peningkatan peningkatan
pada proses menelannya. menelannya. Disfagia juga
komplikasi seperti peningkatan
mortalitas, dan
peningkatan biaya perawatan pasien di rumah sakit. Penderita stroke yang menunjukkan ciri-ciri ciri-ciri disfagia sebagian akan menyebabkan menyebabkan kejadian kejadian disfagia yang permanen.5
Keluhan disfagia disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi mengenai pusat menelan yaitu di batang otak, sehingga menyebabkan menyebabkan kelainan saraf otak n.V, n.VII, n.IX, n.X n.X dan n.XII, sehingga menyebabkan kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus yang dapat menyebabkan disfagia. 5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka perumusan masalahnya adalah berapa kejadian disfagia pada pasien stroke iskemik pada periode Januari - Juni 2013 di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih J akarta.
3
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran jumlah pasien stroke iskemik yang mengalami disfagia di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta periode Januari-Juni 2013
D. Ruang Lingkup Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari catatan rekam medik pasien stroke iskemik yang menjalani pelayanan di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih periode Januari- Juni 2013. Kemudian data rekam medik pasien stroke iskemik tersebut dipindahkan kedalam form pengumpulan data yang telah dibuat peneliti agar lebih memudahkan dalam proses pemasukkan data berikutnya.
E. Manfaat Peneliti 1.Manfaat Teoritik Pengembangan substansi Ilmu Kedokteran khususnya mengenai disfagia pada pasien stroke iskemik 2. Manfaat Metodologi Mempelajari dan mempraktekan ilmu metodologi penelitian dalam sebuah penelitian “Kejadian Disfagia Pada Pasien Stroke Iskmik di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta Periode Januari- Juni 2013”.
4
3.Manfaat Aplikatif a. Peneliti Peneliti dapat mempelajari lebih banyak dalam kejadian disfagia pada pasien stroke iskemik. Mengaplikasikan secara langsung ilmu metodologi penelitian, sekaligus memenuhi salah satu syarat kelulusan. b. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta Sebagai refrensi tambahan di perpustakaan dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh mahasiwa.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP
A. Stroke Iskemik 1. Definisi stroke Iskemik
Stroke merupakan sindroma akibat gangguan fungsi otak, berupa kelumpuhan saraf atau defisit neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak.10 Pada
stroke
iskemik,
aliran
darah
ke
otak
terhenti
karena
aterosklerotik atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah. 10
2. Klasifikasi
Berikut ini beberapa klasifikasi stroke iskemik, yaitu10 : a. Transient Ischemic Attack / TIA adalah serangan stroke yang ringan, yang pulih sempurna gejalanya dalam waktu 24 jam. b. Completed stroke atau stroke komplet
adalah kelainan neurologis
sudah menetap dan tidak berkembang lagi.
c.
Stroke-in-evolution adalah defisit neurologik berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
6
3. Perbedaan Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik
a. Stroke Iskemik 23 a) Perburukan gejala dan tanda bertahap, defisit neurologi sesuai pola vaskular yang terkena. b) Umumnya gejala saat istirahat (trombus) atau bisa saat aktivitas (emboli). b. Stroke Hemoragik 23 1) Penurunan kesadaran langsung dan lama 2) Defisit neurologi tidak sesuai vaskular yang kena 3) Kaku kuduk (SAH) dan / atau perdarahan retina 4)
Gejala TTIK sakit kepala muntak dan umumnya saat aktivitas
c. CT-Scan, untuk membedakan antara stroke iskemik dan stroke
hemoragik . 4. Faktor Risiko
a. Faktor risiko yang mayor: 22 a) Tekanan darah tinggi (hipertensi) . Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko yang kuat untuk mendapatkan stroke. Baik tekanan sistol yang tinggi, maupun tekanan diastol yang tinggi, merupakan faktor risiko untuk stroke. b) Penyakit jantung a) Infark miokard Setelah kejadian infark miokard akan menimbulkan trombus dalam jantung yang akan menjadi emboli ke otak 24.
7
b) Elektrokardiogram abnormal: distritmia (terutama fibrilasi jantung) hipertrofik bilik kiri Fibrilasi atrium merupakan penyebab aritmia kardiak pada orang tua. Pada fibrilasi atrium tanpa adanya gangguan katup jantung memiliki risiko 4-5x lipat untuk terjadinya stasis thrombus pada atrium kiri yang dapat menyebabkan emboli ke pembuluh darah otak. 24 c) Gagal jantung kongestif. Insidensi stroke atau tromboemboli pada gagal jantung sebesar 2%. Faktor predisposisi antara lain adalah imobilitas, curah jantung rendah, dilatasi ventrikel atau aneurisma22. c) Sudah ada manifestasi aterosklerosis secara klinis a) Gangguan pembuluh darah koroner (angina pectoris) b) Gangguan pembuluh darah karotis (terdapat bising dikarotis, dll). Aterosklerosis
akan
menyempitkan
lumen
arteri
dan
mengakibatkan mengurangnya aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombosis atau perdarahan pada arteroma, merupakan tempat bagi terbentuknya trombus; dan kemudian dapat melepaskan kepingan trombus (embolus), dan menyebabkan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek dan terjadi perdarahan.
8
d) Diabetes melitus Diabetes melitus mempercepat terjadinya aterosklerosis. Pada penderita diabetes biasanya dijumpai aterosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini. e) Polistemia Dari hasil penelitian di 28 rumah sakit, faktor risiko polisitemia didapatkan pada 1,7% dari total subyek penelitian 25. f) Pernah mendapat stroke Hasil dari 28 rumah sakit, penderita stroke berulang cukup tinggi yaitu sebesar 19,9%. g) Merokok Merokok merupakan faktor risiko kuat terjadinya infark miokard dan kematian mendadak. Merokok meningkatkan risiko stroke trombotik dan perdarahan subarakhnoid. b. Faktor risiko minor:22 a) Kadar lemak yang tinggi di darah Kolesterol total melemahkan endotelium arteri intraserebral dan dapat menimbulkan perparahan bila ada hipertensi. Dari hasil di 28 ruma sakit, faktor risiko hiperkolesterolemia didapatkan pada 16,4% dari seluruh subyek penelitian. b) Hematokrit tinggi Beberapa
studi
termasuk
studi
framingham,
menunjukan
hubungan antara tingginya kadar hematokrit dan insiden infark serebri. Interaksi antara tingginya hematokrit dan fibrinogen,
9
terbukti secara patologi, akan menyempitkan penetrasi arteri kecil dan meningkatkan stenosis arteri serebral. c) Kadar asam urat tinggi Peningkatan asam urat berhubungan dengan arthritis gout. Dari waktu ke waktu hubungan antara gout arteri yang mengeras telah diungkapkan, beberapa pasien stroke juga memiliki kadar asam urat yang tinggi. d) Kurang gerak berat badan / olahraga Kurang gerak berat badan atau olahraga dapat terjadi obesitas, dimana obesitas adalah sebuah faktor risiko stroke iskemik yang independen dan potensial pada semua etnis. e) Fibrinogen tinggi Fibrinogen diduga berasosiasi dengan faktor risiko lain seperti hipertensi, usia dan obesitas dalam hal meningkatkan risiko terjadinya stroke . 5. Tanda dan Gejala Stroke Iskemik
Tanda utama stroke iskemik adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit neurologik fokal. Defisit tersebut bisa mengalami perbaikan dengan cepat atau mengalami perburukan progresif atau menetap. Gejala umum berupa lemas mendadak pada wajah, tangan, tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh. Selain itu tanda gejala lainnya adalah seperti penglihatan ganda pada satu atau kedua mata, hilangnya koordinasi atau keseimbangan, nyeri kepala mendadak tanpa sebab yang jelas20.
10
Defisit neurologi yang terjadi tergantung dengan area jaringan otak yang mengalami iskemik. Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang timbul sesuai pembuluh darah yang mengalami iskemik
20
:
a. Arteri serebri media Hemparesis atau monoparesis kontra lateral, afasia global, disleksia, disgrafia, diskalkulia. b. Arteri serebri anterior Kelemahan kontralateral terutama pada daerah tungkai, ganguan sensorik kontralateral. c. Arteri serebri posterior Kelumpuhan saraf kranial ke III, dan hemiparesis kontralateral d. Arteri vertebrobasilar Penglihatan ganda, kelemahan pada bagian wajah, vertigo, disfagia, ataxia, dan kelemahan pada ekstremitas20.
6. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik jika aliran darah yang menuju otak tidak mengalami hambatan. Namun jika persediaan oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh sel-sel darah dan plasma terhalang oleh suatu bekuan darah atau terjadi trombosis dalam pembuluh darah yang menyuplai otak, akan terjadi stroke iskemik, yang dapat berakibat kematian sel/jaringan otak yang disuplai. Terhalangnya aliran darah yang menuju otak dapat disebabkan oleh suatu trombosis atau emboli. Keduanya merupakan jenis bekuan darah dan pengerasan
arteri
aterosklerosis.
yang
disebut
plak
aterosklerotik
melalui
proses
11
B. Disfagia
1. Definsi disfagia
Disfagia adalah kesulitan menelan cairan atau makanan yang disebabkan gangguan pada proses menelan ( Polaski & Tatro, 1996). Gangguan menelan secara mekanik berhubungan dengan berbagai masalah (Patricia, 2003 ; Ignativicius,
2006).
Keadaan ini ditandai adanya kesulitan menelan, merasakan makanan dalam esophagus, melibatkan kerusakan saraf motorik dari antara lain IX dan X
Saraf
kepala
(Lewis, Heitkemper & Dirksen.2000).
Suatu gejala yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain stroke dan keadaan neurologis yang lain, trauma lokal, kerusakan jaringan, achalasia dan tumor dan obstruksi saluran makanan dan cairan (Smeltzer & Barre, 2005).
2. Epidemiologi
Stroke iskemik adalah salah satu penyebab utama dari disfagia. Sekitar 51-73% pasien dengan stroke iskemik mengalami disfagia. Keluhan disfagia ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan. Penderita disfagia terbanyak adalah usia 45-65 tahun.. Pada usia 45-65 tahun terjadi proses degenerasi seperti ossifikasi kartilago laring, atrofi otot-otot intrinsik laring, dehidrasi pada mukosa laring, berkurangnya elastisitas ligamenligamen laring, berkurangnya gigi geligi, penurunan kemampuan sensoris di daerah faring.5
12
3. Fisiologi menelan
Proses menelan merupakan suatu sistem kerja neurologi yang sangat kompleks. Proses menelan memerlukan beberapa elemen: input sensori dari saraf tepi, koordinasi pusat, dan respon motorik sebagai umpan balik. Saraf yang terlibat terutama dari saraf kranial V, VII, IX, X dan XII. Reseptor sensori didapat dari bermacam bentuk rasa, cairan atau tekanan. Area yang paling efektif sebagai rangsangan menelana adalah fauces, faring, dan laring posterior. Meskipun peran yang pasti sebagai pusat menelan belum jelas. Pusat menelan di batang otak menerima input, mengaturnya mejadi respon yang terprogam, dan mengirim respon tersebut ke otot-otot menelan. 12
4. Tiga fase dalam proses menelan
a. Fase oral Fase oral meliputi menggigit dan mengunyah makanan sehingga memebentuk bolus. Pada fase ini di perlukan koordinasi antara bibir, lidah dan mandibula. Di mulut, makanan dicerna dengan bantuan saliva yang diproduksi oleh tiga pasang kelenjar saliva. Rasa, suhu, sensasi, propioseptif dibutuhkan agar terbentuk bolus yang tepat. Bolus makanan bergerak ke atas dan ke belakang menyentuh palatum durum. Ketika bolus mencapai arkus faring anterior pola refleks menelan di mulai secara otomatis.12 b. Fase faringeal Pada fase ini proses menelan berlangsung secara refleks. Di mulai dengan tersentuhnya arkus faring anterior oleh bolus, lidah elevasi dan tertarik, serta velum juga tertarik, laring elevasi dan menutup untuk
13
melindungi jalan nafas. Selanjutnya bolus terdorong kearah sfingter krikofaring oleh muskulus konstriktor faring. 12 c. Fase esophageal Di mulai pada saat bolus melewati sfingter esophagus atas yang rileksasi dan masuk ke dalam lumen esophagus. Setelah melewati esophagus, bolus masuk ke lambung melalui sfingter kardia yang relaksasi.12 5. Tanda dan gejala
a.Kelemahan otot wajah b. Menurunnya gerakan lidah c. Suara serak d. Disartria (gangguan dalam artikulasi kata) e. Berkurangnya sensitifitas di mulut atau wajah f. Batuk atau tersedak ketika makan atau minum g.Tersisa makanan di mulut h. Membutuhkan waktu lama pada saat makan i. Mengiler (drolling) Bila disfagia tidak segera di tangani, dapat berlanjut menjadi febris, dehidrasi, malnutrisi, berat badan menurun, dan menurunya tingkat kesadaran.12 C. Patofisiologi gangguan menelan pada stroke
Akibat stroke sel neuron mengalami nekrosis atau kematian jaringan, sehingga mengalami gangguan fungsi. Gangguan fungsi yang terjadi tergantung pada besarnya lesi dan lokasi lesi. Pada stroke fase akut, pasien dapat mengalami gangguan menelan, yang diakibatkan oleh edema otak, gangguan tingkat kesadaran, diaschisis, biasanya hal ini akan bersifat
14
reversible. Tetapi bila lesi di daerah batang otak, kemungkinan akan mengalami disfagia permanen. Bebrapa ganguan yang mungkin dapat terjadi adalah sebagai berikut : 1. Fase oral a. Gangguan koordinasi bibir, lidah, dan mandibula b. Kelemahan pada pangkal lidah c. Penurunan tingkat kesadaran d. Gangguan fungsi luhur 2.. Fase faringeal a. Disfungsi palatum mole dan faring superior b. Kelemahan muskulus konstritor faring c. Ganguan relaksasi muskulus krikofaring 3. Fase esophagus a. Kelainan dinding esophagus b. Kelemahan peristaltic esophagus Pada pasien stroke kemungkinana gangguan menelan terjadi kombinasi anatar 2 atau 3 fase diatas12
15
D. Kerangka Konsep
Pasien Stroke Iskemik
Jenis kelamin Usia
Disfagia
16
BAB III METODEOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih . Penelitian ini akan dilaksanakan selama bulan Oktober - November 2013
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Deskriftif dengan metode cross sectional yaitu memberikan gambaran kejadian disfagia pada pada pasien Stroke iskemik.
C. Variabel dam Definisi Operasional Variabel
1. Identifikasi Variabel a.
Kejadian stroke iskemik
b.
Disfagia
c.
Umur
d.
Jenis kelamin
17
2. Definisi Operasional Variabel. Nama
Definisi
Alat Ukur
Variabel
Operasional
Jenis Stroke
Diagnosa
Rekam
tenaga
medik
Cara Ukur
Skala
Hasil ukur
Ukur Observsi
nominal
1. Iskemik
Observsi
Ordinal
1. Disfagia bila terpasang
kesehatan mengenai jenis stroke yang dialami oleh pasien Disfagia
Gejala sulit
Rekam
menelan
medik
NGT atau terdapat
pada pasien
kesulitan menelan dari
stroke
hasil Anamnesis
iskemik
2. Tanpa disfagia bila tidak terpasang NGT atu tidak terdapat keseulitan menelan dari hasil anamnesis
Jenis
Gender yang
Rekam
kelamin
di bagi
medik
menjadi laki-
Observsi
nominal
1. Laki- laki 2. Perempuan
18
laki dan perempuan Usia
Lama hidup
Rekam
paisen dlama
medik
Observsi
Ordinal
Usia dalam tahun, di kelompokan menjadi 3 :
tahun yang di
1. Dewasa muda 18-40
hitung pada
tahun
hari ulang
2. Dewasa pertengahan
tahun
40-65 tahun
terakhir
3. Dewasa akhir > 66 tahun
D. Populasi dan Sampel
1.
Populasi Selama periode Januari-Juni 2013 didapatkan 228 pasien stroke iskemik rawat inap di RSIJ Cempaka Putih. Dari total 228 pasien, 78 pasien yang tidak memiliki data rekam medic yang lengkap, sehingga hanya 150 pasien yang dapat diteliti.
2. JumlahSampel Jumlah Sampel dalam penelitian ini adalah 150 Cempaka Putih Periode Januari-Juni 2013.
sampel di RSIJ
19
3. KriteriaSampel a. Kriteria Sampel Kriteria inklusi sampel adalah pasien stroke iskemik yang dirawat inap dengan semua usia dan semua jenis kelamin di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta periode Januari – Juni 2013. Kriteria Eksklusi sampel adalah pasien stroke hemoragik, pasien stroke iskemik yang memiliki data yang tidak lengkap dan pasien stroke iskemik yang meninggal setelah serangan stroke.
E. Pengukuran dan Pengamatan Variabel Penelitian
Data dari masing-masing variabel merupakan data sekunder yang didapat dari rekam medis pasien di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta dari Januari-Juni 2013. Sehingga pengukuran dan pengamatan dari variabel penelitian menggunakan rekam medis.
F. Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder, yang diperoleh dari data yang dimiliki oleh Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta yang dinyatakan pasien stroke iskemik dengan memperhatikan pemasangan NGT atau reflek muntah postif pada rekam medis.
20
G. Sumber informasi
Pada penelitian ini data dikumpulkan melalui data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik pasien dengan diagnosis stroke iskemik pada saat pertama kali masuk ruang rawat inap di Ruramah Sakit Islam Cempaka Putih periode Januari-Juni 2013.
H. Analisis Data
Pada penelitian kuantitatif, digunakan analisis deskriptif, menghitung presentasi kejadian kejadian disfagia pada pasien stroke iskemik di RSIJ Cempaka Putih periode Januari-Juni 2013.
21
BAB IV `
HASIL PENELITIAN
Selama periode Januari-Juni 2013 didapatkan 228 pasien stroke iskemik rawat inap di RSIJ Cempaka Putih. Dari total 228 pasien, 78 pasien yang tidak memiliki data rekam medic yang lengkap, sehingga hanya 150 pasien yang dapat diteliti. Tabel 4.1 Data Pasien Stroke Iskemik di RSIJ Cempaka Putih Periode Januari-Juni 2013
Data lengkap Data tidak lengkap Total
n
%
150 78 228
65,79 34,21 100,00
A. Kejadian Disfagia Pada Pasien Stroke Iskemik
Tabel 4.2 Distribusi Kejadian Disfagia Pada Pasien Stroke Iskemik di RSIJ Cempaka Putih Periode Januari-Juni 2013
Stroke iskemik Disfagia Tanpa disfagia Total
n
%
77 73 150
51,33 48,67 100,00
22
Berdasarkan table 4.2 di atas, menunjukan pasien stroke iskemik yang mengalami disfagia yaitu sebanyak 77 orang
(51,33%) lebih banyak dibandingkan
pasien
stroke iskemik yang tidak mengalami disfagia yaitu sebanyak 73 orang (48,67%).
B. Kejadian Disfagia Pada Pasien Stroke Iskemik Menurut jenis kelmain
Tabel 4.3 Distribusi Jenis Kelamin Pada Kejadian Disfagia Pada Pasien Stroke Iskemik di RSIJ Cempaka Putih Periode Januari-Juni 2013
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total
n
%
30 47 77
40 60 100
Berdasarkan table 4.3 di atas, menunjukan pasien stroke iskemik yang mengalami disfagia pada laki laki yaitu sebanyak 47 orang (60%), lebih banyak dibandingkan pasien stroke iskemik yang mengalami disfagia pada perempuan yaitu sebanyak 30 orang (40,67%)
C. Kejadian Disfagia Pada Pasien Stroke Iskemik Menurut Usia
Tabel 4.4. Distribusi Usia Pada Kejadian Disfa gia Pada Stroke Iskemik di RSIJ Cempaka Putih Periode
Januari-Juni 2013
Usia
n
%
18-40
2
2,6
41-65
39
50,6
66>
35
46,8
23
Total
77
100
Berdasarkan table 4.4 di atas, diketahui penderita disfagia pada stroke iskemik yang banyak pada kelompok usia 41-65 tahun yaitu sebanyak 39 orang (50,6 %) dibandingan dengan kelompok usia 18-40 tahun yaitu sebanyak 2 orang (2,6%), dan kelompok usia >60 tahun sebanyak 35 orang (46,8%).
24
BAB V PEMBAHASAN A. Kejadian disfagia Pada Pasien Stroke Iskemik Menurut Usia, dan Jenis
Kelamin.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka putih dari 150 pasien stroke iskemik yang mengalami disfagia 77 orang 51,33% presentasenya lebih banyak di bandingkan pasien stroke yang tidak mengalami disfagia yaitu 73 orang 48,67 %. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wilkins (2007), angka kejadian disfagia pada pasien stroke iskemik sebesar 64 %, sedangkan menurut
Massey &
Jedlicka (2002), angka kejadian disfagia pada pasien stroke sebesar 50 %. Menurut Smithard mengatakan bahwa hampir dari semua pasien stroke iskemik mengalami disfagia. Dari total pasien stroke iskemik yang mengalami disfagia sebanyak 40% - 70 %. (Homer et al : 1996) Berdasarkan table 4.3, dapat di jelaskan bahwa penderita disfagia pada laki laki sebanyak 47 orang (60%), lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yaitu sebanyak 30 orang (40%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh ASNA, yaitu laki-laki 238 orang (57%) lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yaitu 117 orang (43%). Hasil penelitian dari kasus bahwa usia yang sering mengalami disfagia yaitu pada kelompokk usia 41-65 tahun yaitu sebanyak 39 orang (50,6%), lebih banyak di bandingkan dengan kelompok usia 18-40 tahun yaitu sebanyak 2 orang (2,6%) dan kelompok usia >66 tahun yaitu sebanyak 35 orang (46,8%). Distribusi umur tersebut sesuai dengan gambaran dan
25
profil stroke di Indonesia yang menyatakan bahwa penderita stroke terbanyak 45-65 tahun yaitu berjumlah 54,2% dari kejadian stroke. Hasil penelitian Cichero, J pada bukunya menyebutkan bahwa mulai usia 65 tahun terjadi proses degenerasi seperti ossifikasi kartilago laring, atrofi otototot
intrinsik
laring,
dehidrasi
pada mukosa
laring,
berkurangnya
elastisitas ligamen-ligamen laring, berkurangnya gigi geligi, penurunan kemampuan sensoris di daerah faring dan laring terutama pada kelompok umur 41-60 tahun dan 61-90 tahun dimana semua hal tersebut akan dapat menyebabkan keluhan disfagia dengan atau tanpa aspirasi. Hasil penitian ini juga sejalan dengan pendapat Feigin (2007,hlm.30), bahwa risiko terjadinya stroke meningkat sejak usia 45 tahun, dan setelah usia diatas 45 tahun risiko menjadi lebih tinggi. Setiap pertumbuhan satu tahun usia diatas 50 tahun risiko stroke meningkat sebesar 11-20 %. Usia diatas 65 tahun merupakan usia dengan risiko paling tinggi (Feigin,2007,hlm.24)
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian, yaitu banyaknya
pasien stroke
iskemik yang meninggal dan data pasien yang tidak lengkap sehingga peneliti hanya mendapatkan 150 data dari 228 data.
26
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Penderita disfagia pada pasien stroke iskemik di RSIJ Cempaka Putih Periode Januari-Juni 2013 adalah 77 orang (51,33%), pasien stroke iskemik yang mengalami disfagia paling banyak pada kelompok usia 41-65 tahun yaitu 39 orang (50,6%), dan pasien stroke iskemik yang mengalami disfagia paling banyak pada jenis laki-laki yaitu 47 orang (60%). B. Saran
1. Disarankan kepada pasien stroke iskemik yang mengalami disfagia agar melakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.
2. Disarankan untuk RSIJ Cempaka Putih lebih meningkatkan deteksi dini kepada pasien yang mengalami disfagia
3. Bagi peneliti perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
disfagia pada pasien stroke dengan sampel yang lebih besar dan homogen .
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Aaronson Philp I, Jeremy. 2010. At a glance sistem kardiovaskular, the cardiovascular system at glance. 2010. Jakarta. Erlangga. 2. Adams, Harold P. 2007. Principle of cerebrovascular disease. USA :McGraw-Hill Medical 3. Aronow WS, Frishman WH. 2004. Treatment of hypertension and prevention of ischemic stroke. Curr Cardiol Rep. (2):124-9 4. Bulecheck, G.M & McClouskey, J.C. (1999). Nursing intervention (3rd ed.). 5. Castrogiovani
A,
Dysphagia,
comunocation
fact:
special
population
dysphagia. 6. Centers for Disease Control and Prevention. Stroke Facts. USA: CDC; 2013 7. Depkes RI. (2004). Standar pelayanan unit stroke. Jakarta : Depkes RI 8. DewantoG. et.al. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta:EGC; 2009 9. Gary Friday, Milton Alter, Sue-Min Lai. 2002. Control of Hypertension and Risk of Stroke Recurrence. 10. Junaidi I. Stroke A-Z . Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer; 2006 11. Lumbantobing, S.M. 2013. Stroke bencana peredaran darah di otak. Jakarta. FKUI. 12. Mulyatsih, Enny. 2007. . Jakarta. FKUI 13. Mutmainna Burhanuddin, Wahiduddin, Jumriani. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Dewasa Awal (18-40 tahun) di Kota Makassar Tahun 2010-2012.
28
14. PinzonR, Laksmi A. Awas Stroke, pengertian, gejala, tindakan, perawatan, dan pencegahan.Yogyakarta: Andi; 2010 15. R.A. Eka Evia. 2009. Prevalensi Stroke Iskemik Pada Pasien Rawat Inap di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan. 16. Silbernagl S, Florian L. Teks &atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC; 2012 17. Snell RS. 2000. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta: EGC 18.Stroke
Association.Stroke
Statistic.
Dikutip
dari
www.stroke.org.uk/sites/default/files/Stroke%20statistics.pdf 19.Sudoyo,
Ari.
W.
Et.al.
2009. Ilmu
Penyakit
Dalam EdIV/JilidII.
Jakarta:Interna Publishing 20.The
Internet
Stroke
Center.
2013.
Stroke
Statistic.
Dikutip
dari
www.strokecenter.org/patients/about-stroke/stroke-statistics/ 21. Wilkson,Lain,Lenox,Graham, Stroke in Essential Neurology. 4 th ed. Blackwel publishing, 2005 22.Yayasan Stroke Indonesia. 2003. Sekilas Tentang Stroke. 23. Gray HH, et al. Lecture notes kardiologi. 5th eds. Jakarta: EMS; 2005 24. Wahyu GG. Stroke hanya menyerang orangtua ?. 25. Gofir A. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. 2th eds. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press; 2011