Romantisme Kumuhnya Pemukiman di Bantaran Rel Kereta Api Jl. Zainal Abidin Kota Malang.
Pemukiman di area bantaran rel kereta api yang terkesan selalu kumuh dan kotor seakanakan sudah menjadi hal yang biasa dalam pandangan halayak umum, tidak terkecuali juga penduduk yang menempati area bantaran rel kerta api itu sendiri. Pada dasarnya pemukiman diarea bantaran rel kereta api adalah pemukiman yang ilegal, hal ini disebabkan selain karena area didekat rel kereta api adalah area yang sangat berbahaya. Area bantaran rel kereta juga merupakan tanah resmi milik pemerintah yang dilarang untuk dijadikan pemukiman penduduk. Tetapi pemukiman di area bantaran rel kerta api hususnya di Jl, Zainal Abidin kota Malang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu sampai sekarang. Terbentuknya pemukiman dalam waktu yang lama ini banyak sedikit mempengaruhi persepsi para penduduk yang ada, seakan-akan tanah di area bantaran rel kerta api sudah hak milik mereka. Hal ini sangat terlihat dari pembangunan rumah dari beberapa penduduk atau warga yang bisa dikatakan cukup mewah jika diabandingkan dengan rumah yang laindan juga karena pembangunannya sama seperti pembangunan rumah pada lahan-lahan yang memang sudah ada hak miliknya. Tetapi meskipun demikian, hal tersebut tidak semerta-merta mengahapus rasa was-was dan takut akan digusur oleh pemkot setempat sewaktu-waktu nanti. Mayoritas penduduk yang bermukim di area bantaran rel kereta api sendiri merupakan penduduk pendatang dan bukan penduduk malang asli. Selain itu juga, meraka yang pendatang masih memiliki hubungan kekerabatan atara satu sama lainnya dan paling tidak mereka masih berasal dari satu desa yang sama. Penduduk pendatang disini sudah lama merantau ke malang dan bermukim di area bantaran rel kereta api karena tidak memiliki lahan untuk membangun rumah sehingga hal ini membuat area bantaran rel kerta api menjadi pemukiman penduduk seperti yang sekarang ini. Untuk keadaan ekonomi penduduk di area bantaran rel kereta api sudah bisa dikatakan cukup sejahtera karena rata-rata anak-anak sudah bisa mengenyam pendidikan bahkan ada yang sampai lulus kuliah. Menarik sekali jika melihat area yang tak layak huni menjadi tempat tumbuhnya sebuah kehidupan dari suatu penduduk seakan-akan semuanya sudah biasa dengan semua hal yang ada. Seperti halnya lingkungan yang kumuh dan kotor, bahaya terjadinya kecelakaan ditabrak kereta api dan ketidak-menentuannya kehidupan mereka sendiri melawan rasa takut akan digusur. Lucu sekali ketika melihat anak-anak bermain tepat di tengah rel kereta api tanpa adanya rasa takut sedikitpun. Dan sekaligus miris sekali kelika kedua pasang mata beralih melihat batu adalah mainan mereka dan dilain sisi banyak sekali anak-anak lain yang memiliki mainan yang begitu mewah dan mahal. Kehidupan sosial yang ada di area bantaran rel kereta api terjadi dan terwujud layaknya kehidupan sosial di tempat-tempat lain yang lebih baik dan bagus. Mereka beraktivitas seperti halnya orang beraktivitas pada umumnya, bekerja untuk mencari nafkah, berkumpul, dan bermain. Tetapi masih banyak yang memandang sebelah mata keadaan dari penduduk yang ada di area bantaran rel kereta api pada umumnya. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat dan kumuh sehingga
menjadi momok terhadap mereka sendiri dan membuat persepsi orang terhadap mereka buruk bahkan lebih dari itu.
Menurut aturan tata ruang kota area bantaran rel kereta api pada dasarnya merupakan area yang difungsikan sebagai ruang tebuka hijau (RTH). Dan juga Menurut peraturan A.B.S.T. (Aanvullende Bepalingen Spoor en Tramwegen) Pasal 21 tentang larangan menanam tumbuhan dan mendirikan bangunan (gedung, tembok, pagar, Tanggul) di dekat jalur rel kereta api. Tertulis pada peraturan tersebut “Dalam jarak 11 m dari sumbu jalan baja terdekat bagi tanaman dan dalam jarak 20 m bagi gedung-gedung atau lain-lain bangunan, jika jalan baja lurus. Pada jalan baja yang membelok maka jarak tersebut menjadi 23 m untuk yang terletak di lengkungan dalam.”(Sumber: Keputusan Direktur Jendral Perkeretaapian dan Menteri Perhubungan, 2000:21). Tetapi pada kenyataannya yang terjadi adalah menjamurnya pemukiman penduduk di area bantaran rel kereta api yang tidak memiliki izin membangun dan memang seharusnya tidak membangun rumah di area bantaran rel kereta api jika mengacu pada peraturan yang sudah ada. Status lahan yang resmi milik negara seharusnya menjadi salah satu hal yang dapat menyadarkan penduduk untuk tidak semerta-merta membangun sebuah hunian di atasnya. Area bantaran rel kereta api yang potensial sekali untuk dijadikan tempat hunian oleh warga yang tidak memiliki lahan untuk membangun rumah baik yang pendatang atau penduduk asli, di lain sisi juga memiliki potensi menjadi lingkungan yang kumuh dan kotor ketika pemukiman yang tumbuh tersebut tidak terkendali dan tidak terawat. Umumnya alasan mengapa penduduk berani membuat tempat tinggal di area bantaran rel kereta api yang sudah jelas dilarang adalah masalah perekonomiannya. Ketika mereka melakukan urbanisasi ke kota dan tidak beruntung sehingga keadaan perekonomian mereka menjadi tidak stabil dan bahkan tidak mendukung. Keadaan inilah yang memaksa warga untuk membangun sebuah rumah tinggal di area yang tidak memerlukan biaya sama sekali meskipun bahaya dan ilegal salah satunya yaitu di area bantaran rel kereta api. Meskipun demikian hal tersebut tidak membenarkan penduduk untuk membangun pemukiman liar tampa izin di area bantaran rel kereta api. Bagaimana jika pemukiman di bantaran rel kereta api sudah ada sejak lama bahkan sudah puluhan tahun seperti halnya pemukiman yang ada di area bantaran rel kereta api Jl. Zainal abidin di dekat pasar besar kota lama malang. Pemukiman yang ada di area tersebut memang tidak terlalu kumuh tetapi tetap saja jika sesuai dengan peraturan yang ada, pemukiman tersebut adalah pemukiman liar yang tidak memilii izin. Dan bisa jadi ketika pihak yang memiliki hak milik atas tanah dalam hal ini PT KAI Indonesia ingin memanfaatkan lahan tersebut, pemukiman tersebut akan tergusur. Pemerintah sangat punya andil penting disini ketika bantaran rel kereta api sudah menjadi pemukiman yang sangat penting bagi penghuninya. Terbentuknya pemukiman liar juga terjadi karena kurangnya pengawasan dan kontrol pemerintah setempat terhadap perizinan pembangunan. Kurangnya pengawasan pemerintah terhadap pembangunan pemukiman liar membuat penduduk merasa leluasa dan memiliki kuasa untuk membuat rumah tinggal di area yang ilegal dan berbahaya seperti halnya di area bantaran rel kereta api. Sehingga permasalahan pemukiman yang liar dan kumuh tentang salah atau benarnya tidak bisa dilimpahkan seluruhnya kepada penduduk bantaran rel kereta api saja tetapi juga pihak-pihak lain yang seharusnya sejak awal mampu mencegah tebentuknya pemukiman liar dan kumuh.
Permasalahan pemukiman liar dan kumuh tidak bisa dilihat hanya dari satu sudut pandang saja. Tetapi seharusnya dilihat dan ditelaah dari berbagai sudut pandang sehingga keputusan yang diambil nantinya mampu menjadi seolusi dari permasalahan pemukiman kumuh dan liar yang tidak menciderai salah satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya. Meskipun pada dasarnya memang ilegal dan melanggar aturan jika membuat tempat tinggal di area bantaran rel kereta api. Banyak sekali permasalahan tentang pemukiman kumuh dan liar di bantaran rel kereta api yang berujung solusi penggusuran tanpa adanya pengganti dari rumah yang digusur. Sangat disayangkan sekali pemukiman yang menjadi rumah dan harapan selama puluhan tahun digusur tanpa diganti dengan suatu hal yang pantas karena diputuskan jika dalam permsalahan ini memang salah penduduk dari awal, yang mana membangun pemukiman di area yang ilegal. Dan Keputusan tersebut diambil tanpa memikirkan tiga puluh tahun penduduk menghuni pemukiman tersebut. Jika permasalahan pemukiman di bantaran rel kereta api adalah tentang kekumuhan dan kotornya, sebenarnya citra ini bisa diubah dengan berbagai pendekatan-pendekatan yang lebih humanis dan bijak dari pada dengan harus membumi hanguskan pemukiman tanpa ampun. Karena jika melihat permasalahan ini hanya dengan sudut pandang mana yang salah dan mana yang benar, ilegal dan legal maka solusinya tetap berujung pada ruginya salah satu pihak. Pemerintah harus bijak dalam memberikan solusi sehingga nantinya permasalahan pemukiman kumuh dan liar tidak bertambah bahkan tidak ada lagi . Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menganani masalah pemukiman di bantaran rel kereta api. 1. Perlu disusunnya perjanjajian kerjasama antara pemerintah dengan PT KAI.
2.
3.
4.
5.
Kerjasama ini adalah sebagai payung untuk pencegahan dan penanggulangan permukiman yang berada di lahan milik KAI. Perlunya pengawasan pada kawasan-kawasan potensial yang dimungkinkan akan tumbuh dan berkembang permukiman di bantaran rel kereta api. Hal ini tentu perlu melibatkan masyarakat di sekitar kawasan-kawasan yang potensial tersebut. Artinya bahwa pencegahan tumbuhnya permukiman perlu dilakukan dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat, tentu hal ini perlu dibarengi dengan adanya larangan yang diterbitkan oleh otoritas PT KAI. Perlu adanya “data base” mengenai pemukim squatter yang berada di lahan PT KAI. Baseline data ini antara lain seperti jumlah KK dan jiwanya, komposisi keluarganya, daerah asal, mata pencaharian dan tingkat penghasilannya, serta aspirasi para pemukim squatter tentang keinginan bermukimnya. Perlu adanya kejelasan bagi masyarakat penghuni bantaran rel kereta apai tentang legalisasi permukiman yang mereka tinggali. Artinya bahwa jika kawasan tersebut belum untuk segera dimanfaatkan atau dikosongkan oleh PT KAI, maka mereka perlu dilegalkan (diberi ijin) untuk tinggal sementara disertai perjanjian yang jelas (dengan waktu yang jelas) dan mengikat secara hukum. Dengan kata lain perlu adanya penerbitan surat ijin untuk pemanfaatan atau sewa dengan batasan yang jelas, baik batasan lahan maupun batasan waktu, serta tata aturan pemutusan perjanjian pemanfaatan. Jika selanjutnya mereka pada waktunya harus keluar dan relokasi dari tempat tersebut, baik secara sukarela maupun terpaksa, maka pemerintah perlu
memberikan solusi yang tepat untuk bermukim (resettlement) bagi mereka dan hal ini dengan pertimbangan mengenai keberlangsungan hidupnya.
Pemukiman di bantaran rel kereta api yang terkesan kumuh dan kotor juga memiliki potensi untuk menjadi area yang sehat dan bersih. Dengan mendukung dan memberi perhatian lebih terhadap penduduk di bantaran rel kereta api daripada terlalu banyak merendahkan dan memandang sebelah mata akan lebih membantu untuk merubah hidup dan lingkungan mereka secara perlahan sehingga citra pemukiman kumuh dan kotor tidak lagi ada. Permasalahan yang ada pada pemukiman bantaran rel kereta api pada dasarnya terjadi karena kurangnya kesadaran penduduk akan lingkungan dan pengaruhnya. Dan bisa jadi juga hal tersebut dipengaruhi oleh anggapan mereka tentang status lahan yang bukan milik mereka mengapa mereka harus merawatnya. Berbeda pastinya anggapan semua orang ketika bantaran rel kereta api yang sebelumnya kumuh dan kotor setelah menjadi bersih dan sehat. Berkaca pada jodipan yang pada dasarnya merupak kawasan yang ilegal untuk dijadikan pemukiman, yang awalnya kumuh dan kotor setelah dirubah menjadi kampung warna-warni sekarang menjadi salah satu icon kota malang dan juga menjadi kampung wisata yang mampu membantu perekonomian penduduk di jodipan sendiri. Dari kejadian ini dapay disimpulkan bahwa sebenarnya pemukiman yang kumuh dan kotor, solusi yang bisa digunakan tidak hanya selalu berujung pada penggusuran. Tetapi dengan memberdayakan SDM yang ada dan merubah tempatnya ke arah yang lebih baik dengan perlahan tapi pasti, pemukiman kumuh dan kotor bahkan ilegal dapat berubah menjadi tempat yang bersih dan sehat bahkan dapat merubah kehidupan dari penduduknya baik dari segi sosial dan ekonomi.
KRITIK ARSITEKTUR Misbahul Anwar 14660065
C