POTENSI GLUKOMANNAN DALAM PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN
TOPIK KHUSUS
Oleh Riezka Zuhriatika R. J1A012111
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI UNIVERSITAS MATARAM 2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Topik Khusus
: Potensi Glukomannan dalam Pengembangan Produk Pangan
Nama Mahasiswa
: Riezka Zuhriatika R.
Nomor Mahasiswa
: J1A012111
Minat Kajian
: Teknologi Pangan
Program Studi
: Ilmu dan Teknologi Pangan
Telah diujikan pada tanggal 11 Desember Dese mber 2015.
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
(Ir. I Wayan Sweca Yasa, M.Si.) NIP. 19650309 199303 199303 1 002
Mengetahui:
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
(Ir. Moh. Abbas Zaini M.P.) NIP. 19551021 198203 198203 1 002
Tanggal Pengesahan: _____________________
iii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan topik khusus ini dengan baik. Topik khusus merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang studi Stratum Satu (S1) pada program studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Penulis berusaha menampilkan topik khusus ini dalam bentuk yang selengkap mungkin dan mudah untuk dicerna. Penulis menyadari, dengan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki, topik khusus ini masih memiliki kekurangan-kekurangan. Namun, penulis yakin setidaknya dapat membantu pembaca dalam memperoleh informasi dan penjelasan mengenai potensi glukomannan dalam pengembangan produk pangan. Oleh karena itu, penulis harapkan kritik dan saran agar topik khusus ini menjadi lebih baik dan ter perinci. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan topik khusus ini dari awal sampai akhir. Semoga topik khusus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca pada umumnya. Mataram, 10 Desember 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL .…………………....………………………………….
i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………….…………………..
ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................
iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….…....
v
RINGKASAN …...........………………………………………………….…....
vi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………………………………..………………...
1
1.2. Tujuan Kajian …………………………………………………...
3
1.3. Manfaat Kajian …….……………………………………….…....
3
BAB II. GAGASAN 2.1. Glukomannan …………………………………..……………….
4
2.1.1. Struktur dan Komposisi Kimia Glukomannan …………….….
4
2.1.2. Sifat Fisik Glukomannan ………………………………….…..
4
2.1.3. Sifat Fisikokimia Glukomannan …………………..…………..
4
2.1.4. Sumber Alami Glukomannan …………………………………
6
2.1.5. Penepungan dan Ekstraksi Glukomannan …………………….
8
2.1.6. Penggunaan Glukomannan …….………………………….….. 10 2.2. Aplikasi Glukomannan dalam Produk Pangan …..........………... 11 2.2.1. Glukomannan sebagai Gelling Agent ……….....................…... 12 2.2.2. Glukomannan sebagai Thickening Agent .................................. 15 2.2.3. Glukomannan sebagai Edible Film ……................…………... 17 2.3. Potensi Glukomannan dalam Pengembangan Produk Pangan ..... 18 BAB III. KESIMPULAN ................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20 LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kimia Glukomannan ............................................................. 4 Gambar 2. Hubungan Viskositas dan Konsentrasi Glukomannan ......................... 5 Gambar 3. Tanaman Dewasa Iles-Iles .................................................................. 7 Gambar 4. Umbi Iles-iles Kuning ......................................................................... 8
vi
RINGKASAN
Riezka Zuhriatika Rasyda. J1A012111. Potensi Glukomnannan dalam Pengembangan Produk Pangan. Pembimbing: I Wayan Sweca Yasa.
Seiring dengan berkembangnya teknologi pengolahan pangan, peranan bahan tambahan makanan (BTM) menjadi semakin penting. Secara umum yang dimaksud BTM adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan atau penyimpanan untuk tujuan tertentu. Salah satu sumber BTM yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam pengolahan bahan pangan adalah glukomannan. Glukomannan merupakan polisakarida yang tersusun oleh satuan-satuan D-glukosa dan D-mannosa. Glukomannan umumnya didapat dari hasil ekstraksi umbi Amorphophallus sp. Saat ini pemanfaatan lebih lanjut dari glukomannan pada bidang pangan masih belum maksimal. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan kajian terhadap potensi glukomannan dalam pengembangan produk pangan. Glukomannan mampu membentuk gel jika didispersikan dalam air (bersifat hidrokoloid), sehingga banyak digunakan sebagai BTM, terutama sebagai bahan pengental (thickening agent ) dan pembentuk gel ( gelling agent ). Penggunaan glukomannan sebagai thickening agent misalnya pada pembuatan es krim dan selai, sedangkan sebagai gelling agent misalnya pada pembuatan gummy bears dan jelly drink . Penggunaan glukomannan sebagai BTM termasuk dalam kategori GRAS (Generally Recognized as Safe), dengan batas maksimum penggunaan adalah 10 g/kg bahan pangan. Glukomannan berkadar serat cukup tinggi dan mampu membentuk dan menstabilkan struktur gel, sehingga bisa digunakan sebagai pengenyal makanan. Sebagai gelling agent , glukomannan umumnya digunakan dengan konsentrasi 15% dan telah diaplikasikan dalam pembuatan mie basah, bakso sapi, sosis ayam dan permen jelly. Sebagai thickening agent , glukomannan umumnya digunakan dengan konsentrasi <1% dan telah diaplikasikan dalam pembuatan selai dan adonan roti tawar beku. Glukomannan berpotensi untuk diaplikasikan lebih lanjut dalam bidang bakery, olahan daging dan pembuatan edible.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang terpenting. Indonesia kaya akan berbagai jenis bahan pangan. Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan mentahnya, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai jenis pangan lain. Selain untuk menambah ragam pangan, pengolahan pangan juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Seiring dengan berkembangnya teknologi pengolahan pangan, peranan bahan tambahan makanan (BTM) menjadi semakin penting. Secara umum yang dimaksud BTM adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan atau penyimpanan untuk tujuan tertentu. Sedangkan menurut Codex Alimentarius, BTM didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi/ingredient khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan (termasuk organoleptik) baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Winarno dan Rahayu, 1994). Salah satu sumber BTM yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam pengolahan bahan pangan adalah glukomannan. Glukomannan umumnya didapat dari hasil ekstraksi umbi Amorphophallus sp. Glukomannan merupakan polisakarida yang diklasifikasikan sebagai hemiselulosa, yang tersusun dari satuan monosakarida mannosa dan glukosa (Sumarwoto, 2007). Glukomannan termasuk dalam kelompok hidrokoloid. Hidrokoloid adalah kelompok yang heterogen dari polimer rantai panjang (polisakarida dan protein) yang dicirikan dengan kemampuan membentuk dispersi kental dan gel saat didispersikan dalam air (Saha
1
dan Bhattacharya, 2010). Kemampuan tersebut yang menyebabkan glukomannan banyak digunakan sebagai BTM, terutama sebagai bahan pengental (thickening agent ) dan pembentuk gel ( gelling agent ). Penggunaan glukomannan sebagai thickening agent misalnya pada pembuatan es krim dan selai, sedangkan sebagai gelling agent misalnya pada pembuatan gummy bears dan jelly drink . Sejauh ini belum ada regulasi khusus yang mengatur tentang penggunaan glukomannan dalam pengolahan pangan di Indonesia. Namun di luar negeri telah terdapat beberapa badan yang mengatur hal tersebut. Scientific Committee for Food (SCF), Health Canada Advisory dan U.S. Food and Drug Administration (FDA) telah mengizinkan penggunaan glukomannan sebagai BTM dan termasuk dalam kategori GRAS (Generally Recognized as Safe), sebab aman dikonsumsi dan tidak berefek toksik (SCF, 1997). Uni Eropa juga telah mengizinkan penggunaan glukomannnan sebagai BTM dalam kelompok pengemulsi, penstabil, pengental dan pembentuk gel berdasarkan peraturan No. 231/2012 dengan kode E425i untuk konjac gum dan kode E425ii untuk konjac glukomannan. Menurut peraturan tersebut, batas maksimum penggunaan glukomannan sebagai BTM adalah 10 g/kg bahan pangan (Anonim, 2014). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa glukomannan memiliki banyak kelebihan. Glukomannan bermanfaat untuk mengurangi berat badan, menurunkan level kolesterol LDL, menurunkan absorpsi karbohidrat dan bahkan menghambat aktivitas tumor Sarcoma-180 (Alonso-Sande, et.al ., 2009). Glukomannan berkadar serat cukup tinggi dan mampu membentuk dan menstabilkan struktur gel, sehingga bisa digunakan sebagai pengenyal makanan (Akbar, dkk., 2013). Menurut Mulyono, dkk. (2010), penambahan tepung mannan pada produk pangan dapat meningkatkan sifat fungsionalnya terhadap kesehatan sebagai sumber serat pangan (dietary fiber ). Glukomannan sebagai serat larut air dapat mengurangi kolesterol darah, memperlambat pengosongan perut dan mempercepat rasa kenyang, sehingga cocok untuk makanan diet dan bagi penderita d iabetes. Meskipun memiliki berbagai kelebihan, konsumsi glukomannan juga memiliki beberapa efek samping. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain perut kembung, flatulence dan diare. Selain itu, penderita diabetes juga harus
2
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum mengkonsumsinya sebab dapat menyebabkan bahaya hipoglikemik (Modric, 2014). Kewaspadaan harus diambil saat mengonsumsi bubuk kering dan jeli. Pada penggunaan bubuk kering dalam makanan instan, hidrasi yang kurang dapat menyebabkan iritasi ketika dikonsumsi. Jika partikelnya mengembang lebih lanjut dengan air maka akan berkembang menjadi gangguan yang dapat menyebabkan sesak napas. Selain itu, penggunaan glukomannan pada permen jelly dapat menyebabkan choking hazard, yang berujung pada pelarangan penggunaannya pada permen jelly. Meskipun begitu, glukomannan hanya dilarang dalam pembuatan permen jelly pada ukuran dan bentuk tertentu saja, tidak dari aplikasi pada permen secara keseluruhan (Imeson, 2010). Saat ini pemanfaatan lebih lanjut dari glukomannan masih belum maksimal. Belum banyak industri di Indonesia maupun masyarakat luas yang menggunakan glukomannan sebagai bahan baku ataupun bahan tambahan pada produk pangan. Hal ini disebabkan sulitnya proses ekstraksi dan pemurnian glukomannan, serta rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai potensi glukomannan dan cara pengaplikasiannya dalam produk pangan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan kajian terhadap potensi glukomannan dalam pengembangan produk pangan.
1.2. Tujuan Kajian
Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui potensi glukomannan dalam pengembangan produk pangan. 1.3. Manfaat Kajian
1. Sebagai informasi tentang potensi pemanfaatan glukomannan. 2. Sebagai dorongan berkembangnya ragam olahan berbahan baku lokal.
3
BAB II. GAGASAN
2.1. Glukomannan 2.1.1. Struktur dan Komposisi Kimia Glukomannan
Glukomannan merupakan polisakarida yang tersusun oleh satuan-satuan D-glukosa dan D-mannosa. Menurut Ohtsuki (1968), hidrolisis-asetolisis glukomannan menghasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-mannosa dan satu D-glukosa, masing-masing sebanyak 67% dan 33%. Bentuk ikatan yang menyusun polimer glukomannan adalah ß-1,4-glikosida dan ß-1,6-glikosida. Struktur dan rumus molekul glukomannan dapat dilihat pada gambar 1 berikut (Haryani dan Hargono, 2008).
Gambar 1. Struktur Kimia Glukomannan 2.1.2. Sifat Fisik Glukomannan
Glukomannan mempunyai sifat yang dapat mengkristal dan membentuk sruktur serat-serat halus. Sel-sel glukomannan berukuran 0,5 – 2 mm, lebih besar 10 – 20 kali dari sel pati. Satu sel glukomannan berisi satu butir glukomannan. Salah satu ciri selnya yaitu tidak memberikan warna jika ditambahkan larutan iodium. Hal tersebut terjadi sebab sel ini dikelilingi oleh beberapa sel parenkim yang berdinding tipis berisi granula pati, yang jumlah total patinya tidak mampu memberikan warna biru ketika diuji dengan iodium (Sumarwoto, 2007). Berdasarkan bentuk granula patinya, maka pati tersebut diklafisikasikan ke dalam satu grup dengan pati beras atau maizena (Koswara, 2013). 2.1.3. Sifat Fisikokimia Glukomannan
Berat molekul glukomannan berkisar antara 200.000-2.000.000 Dalton (Anonim, 2010). Glukomannan larut dalam air dan tidak larut dalam NaOH 20%.
4
Glukomannan dalam air juga mempunyai sifat mengembang yang besar, yaitu sekitar 138 sampai 200 persen (Mulyono, dkk., 2010). Glukomannan dalam air pada temperatur ruang dapat membentuk larutan yang sangat kental. Jika larutan tersebut ditambahkan dengan larutan kapur maka akan terbentuk gel. Gel yang terbentuk bersifat tidak mudah rusak (Anonim, 2006). Menurut hasil penelitian Akbar dkk. (2013), semakin tinggi konsentrasi glukomannan maka viskositas larutan akan semakin meningkat, sebab kandungan airnya semakin sedikit sehingga akan terbentuk larutan yang lebih kental. Glukomannan yang berinteraksi dengan air akan mengembang, tetapi jika dilakukan
pengadukan
terus-menerus
maka
molekul
glukomannan
yang
mengembang akan terurai kembali dan viskositasnya akan menurun. Pada pH 2 – 10, viskositas larutan cenderung stabil. Bila pH lebih dari 10 maka larutan sudah tidak dapat dihitung viskositasnya karena sudah membentuk gel. Sifat elastis gel akan makin meningkat dengan makin banyak penggunaan glukomannan. Hubungan antara viskositas dan konsentrasi glukomannan dapat dilihat pada gambar 2 (Anonim, 2012).
) s a P m ( s a t i s o k s i V
Konsentrasi Glukomannan (%) Gambar 2. Hubungan Viskositas dan Konsentrasi G lukomannan Perlakuan
pemanasan
sampai
terbentuk
gel
akan
mengakibatkan
glukomannan tidak larut kembali dalam air. Glukomannan mulai terurai pada suhu o
o
250 C dan terurai seluruhnya pada suhu 350 C. Efek dari pemaparan yang lama di atas suhu 80oC terhadap viskositas larutan glukomannan akan terlihat jelas,
5
terutama pada media yang asam (Imeson, 2010). Penambahan asam asetat ataupun asam lainnya akan menyebabkan sifat merekat tersebut hilang (Anonim, 2006). Larutan glukomannan dapat membentuk lapisan tipis ( film) yang bersifat tembus pandang. Film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan cairan usus. Jika film tersebut dibuat dengan penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air (Mulyono dkk., 2010). 2.1.4. Sumber Alami Glukomannan
Glukomannan banyak terdapat dalam umbi Amorphophallus sp., beberapa jenis anggota Orchidaceae dan tanaman berkayu (pepohonan) Gymnospermae. Glukomannan merupakan polisakarida utama komponen sel Gymnospermae, terdapat antara 3-12%. Pada tanaman berkayu Angiospermae, terdapat sekitar 35% glukomannan sebagai material matriks dinding sel yang berasosiasi dengan selulosa dan xylan (Piro et al., 1993). Satu-satunya tanaman bukan pohon yang merupakan sumber glukomannan tinggi adalah umbi Amorphophallus sp. Amorphophallus terdiri dari 90 spesies, antara lain A. campanulatus, A. dischophorus, A. spectabilis, A. sagitarius, A. decussilvae, A. mulleri (A. mutabilis, A. punctulatus), A. onchophyllus (A. blumei) dan A. variabilis. Namun, spesies yang paling banyak tumbuh di daerah tropis adalah A. variabilis (iles-iles putih) dan A. onchophyllus (iles-iles kuning) (Mulyono dkk., 2010). Karakteristik kedua spesies tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa iles-iles kuning ( A. oncophyllus Pr) memiliki kandungan glukomannan yang lebih tinggi dari iles-iles putih ( A. variabilis Bl), yaitu 33% : 67%. Tabel 1. Karakteristik spesies Amorphopallus sp. Karakteristik A. variabilis Bl Pertumbuhan umbi Pada umbi batang Warna kulit umbi Kelabu Warna daging umbi Putih Kadar mannan (%) 33 Kadar pati (%) 45 Kekentalan( %) 1 g tepung/300 ml 1,14 Sumber: Ohtsuki, 1968
A. onchophyllus Pr Pada helaian daun Kelabu coklat Kuning 67 12,3 3,12
6
Periode vegetasi iles-iles berlangsung pada musim hujan selama 5 – 6 bulan. Iles-iles mempunyai batang semu yang sebenarnya merupakan tangkai daun yang tumbuh di tengah-tengah umbinya. Pada ujung batang terdapat tiga tangkai daun. Batang semu tersebut berwarna hijau dengan garis-garis putih. Panjang tangkai daun iles-iles kuning berkisar 0,5 – 1,5 meter. Pada percabangan daunnya terdapat bulbil yang berwarna coklat. Bulbil merupakan umbi kecil berbentuk bulat yang berfungsi sebagai bibit pada jenis ini. Suhu lingkungan yang o
baik untuk pertumbuhannya adalah sekitar 25 – 35 C. Tanah yang mendukung bagi pertumbuhan umbi adalah tanah yang gembur dan berpasir serta tidak bersifat alkalis (Koswara, 2013).
Gambar 3. Tanaman Dewasa Iles-Iles Sumber: Sumarwoto, 2005 Iles-iles dapat berkembang biak secara generatif dengan biji ataupun secara vegetatif dengan menggunakan umbi bibit atau umbi batang. Khusus untuk iles-iles kuning, perkembangbiakan dapat dilakukan dengan bulbil yang terdapat pada tangkai daun jika tanaman telah tua. Penanaman dengan biji masih jarang dilakukan karena untuk mendapatkan biji harus menunggu sampai iles-iles berbunga yang memerlukan waktu lama. Tanda-tanda iles-iles siap dipanen ialah bila daunnya telah kering dan jatuh ke tanah. Satu pohon iles-iles dapat menghasilkan umbi sekitar 0,5 – 3 kg dan dari sekitar 60 ribu tanaman dalam satu hektar bisa dipanen 40 ton umbi pada periode pemanenan kedua. Pe manenan yang baik dilakukan sekitar bulan Mei sampai Juni (Anonim, 2006).
7
Gambar 4. Umbi Iles-iles Kuning Sumber: Sumarwoto, 2005 2.1.5. Penepungan dan Ekstraksi Glukomannan
Menurut Koswara (2013), pembuatan tepung glukomannan dari keripik iles-iles dapat dilakukan dengan cara mekanis dan kimiawi. Untuk cara mekanis telah dikenal tiga cara, yaitu penggerusan dengan peniupan, penggerusan dengan pengayakan dan penyosohan. Pada cara mekanis, dilakukan pemisahan komponen tepung berdasarkan bobot jenis dan ukuran molekul. Glukomannan merupakan polisakarida yang mempunyai berat jenis dan ukuran molekul terbesar dan bertekstur lebih keras bila dibandingkan dengan molekul-molekul komponen tepung, sehingga saat dihembuskan (peniupan) glukomannan akan jatuh dekat dengan pusat blower . Demikian juga pada cara penyosohan oleh mesin polisher yang dilengkapi dengan ayakan dan penghisap (ukuran lubang ayakan 0.5 – 0.8 mm), mengakibatkan fraksi kecil (dinding sel, garam kalsium oksalat dan pati) terhisap oleh penghisap, sedangkan fraksi besar (glukomannan) akan terkumpul tepat di bawah ayakan. Cara kimiawi jarang dilakukan karena biayanya mahal dan membutuhkan peralatan yang lebih rumit, sehingga hanya digunakan untuk analisa pengukuran kadar glukomannan, baik pada umbi segar, keripik ataupun tepung. Rahayu dkk. (2013) meneliti pengaruh frekuensi dan waktu pencucian berbantu ultrasonik menggunakan isopropanol terhadap kadar glukomannan dan viskositas tepung porang ( Amorphophallus onchopyllus). Frekuensi yang digunakan adalah 20 dan 40 kHz dengan waktu ekstraksi 5, 10, 15, 20 dan 25 menit. Hasil terbaik diperoleh pada frekuensi 20 kHz dan waktu ekstraksi 10 menit, dengan kadar glukomanan 76,1%, viskositas 12.800 cPs dan rendemen
8
96,1%. Kadar glukomannan maupun rendemen tepung porang pemurnian samasama menurun pada pencucian lebih dari 10 menit. Kadar glukomanan ini sedikit di bawah standar tepung glukomanan mutu food grade di USA, yakni > 80%, serta standar PKF di China, yakni > 85%. Akbar dkk. (2013) meneliti karakterisasi tepung konjac dari tanaman ilesiles
( Amorphophallus
onchophyllus)
di
daerah
Gunung
Kreo.
Dengan
menggunakan metode gravimetri phenyl hydrasin, kadar glukomannan yang didapatkan sebesar 30,56%. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa viskositas larutan tepung konjac dipengaruhi oleh konsentrasi total, waktu pengadukan, pH dan adanya sukrosa. Sedangkan penambahan garam tidak mempengaruhi viskositas. Kombinasi tepung konjac dengan tepung beras, tepung tapioka dan tepung jagung akan menghasilkan nilai viskositas yang lebih tinggi. Selain itu, penambahan konjac juga dapat memperbaiki struktur tepung lain menjadi lebih kenyal dan tidak mudah rusak. Untuk bentuk gel, tepung konjac bila dikombinasikan dengan karaginan dalam berbagai rasio akan menghasilkan suatu gel dengan tekstur yang baik yaitu gel yang elastis. Mulyono dkk. (2010) telah melakukan penelitian untuk meningkatkan mutu tepung iles-iles melalui teknologi pencucian bertingkat dan enzimatis. Penyiapan bahan baku berupa tepung iles-iles kasar (crude) dilakukan dengan menggunakan teknologi yang dihasilkan tahum 2009, yaitu pengupasan umbi, pengirisan 3-5 mm, perendaman dalam larutan natrium metabisulfit 1500 ppm, pengeringan dengan tray drier pada suhu 80°C dan penepung dengan menggunakan screen 1 mm menghasilkan 30,55 kg tepung iles-iles kasar dari bahan baku 250 kg umbi iles-iles segar atau persentase rendemen sekitar 12,12%. Metode pencucian bertingkat terbaik adalah pencucian dengan alkohol 50% selama 3 jam dengan menghasilkan kadar glukomannan 68,87% dan viskositas 8.600 cps. Metode enzimatis 'terbaik adalah konsentrasi enzim α -amilase 7,5% dengan waktu inkubasi selama 3 jam pada suhu 50 oC yang menghasilkan tepung mannan dengan kadar glukomannan sebesar 93,75% dan viskositas 18.840 cps. Viskositas dan pembentukan gel glukomannan dipengaruhi oleh berbagai variabel. Viskositas larutan glukomannan dipengaruhi oleh kondisi operasional
9
seperti konsentrasi total, waktu pengadukan, pH, keberadaan garam atau sukrosa dan kondisi pemanasan. Menurut penelitian Akesowan (1997), glukomannan 1,5% memiliki viskositas yang lebih tinggi dari glukomannan 0,5%. Viskositas tersebut tidak dipengaruhi oleh kondisi pH (pH 2- pH 8), kandungan gula (0-10%) o
dan keasaman tinggi (pH 3,5) ataupun suhu tinggi (70 C) selama 5 jam. Semakin tinggi konsentrasi sukrosa, maka viskositasnya cenderung semakin berkurang. Tepung konjac dapat mempertahankan viskositasnya pada proses sterilisasi 121 oC selama 30 menit, namun pada kondisi tersebut viskositasnya akan berkurang jika terdapat NaCl 2,5%. 2.1.6. Penggunaan Glukomannan
Penggunaan glukomannan beredar luas dalam berbagai jenis industri. Di industri kertas, glukomannan digunakan sebagai bahan perekat kertas yang kuat dan luwes. Di industri tekstil, glukomannan dapat digunakan sebagai bahan yang dapat mengkilapkan dan memperkuat tenunan pengganti kanji. Di industri pertambangan,
glukomannan
digunakan
sebagai
pengikat
mineral
yang
tersuspensi secara koloidal pada hasil awal penambangan. Di industri cat, glukomannan digunakan untuk meningkatkan daya rekat cat pada tembok, juga untuk mencegah kelunturan bila dioleskan didinding terutama jika ditambah dengan alkali. Dalam bidang farmasi, glukomannan berfungsi sebagai bahan pengisi dan pengikat dalam pembuatan tablet (Sumarwoto, 2007). Glukomannan dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan alat-alat yang kedap air, misalnya pembuatan tenda, jas hujan dan payung. Sifat mannan yang mirip dengan agar-agar dapat digunakan di dalam bidang mikrobiologi sebagai media pertumbuhan mikroba, misalnya Penicillium atau Actinomycetes. Struktur kimia dari glukomannan yang mirip dengan selulosa membuatnya dapat digunakan sebagai bahan pembuatan seluloid, bahan makanan, bahan peledak, isolasi listrik, film, bahan toilet dan kosmetika. Glukomannan juga dapat digunakan sebagai penjernih air minum yang berasal dari sungai dengan cara mengendapkan lumpur yang tersuspensi di dalam air (Koswara, 2013).
10
Harsojuwono (2011) meneliti formula komposit plastik biodegradable glukomannan dari umbi porang ( Amorphophallus mulleri B) ditinjau dari karakteristik fisik dan mekanisnya. Formula komposit yang menghasilkan karakteristik plastik biodegradable glukomannan terbaik adalah komposit dengan formula kitin 23 g + glukomannan 25 g + plasticizer 2 g dengan nilai modulus elastisitas 58,70 kg/cm2, tegangan tarik maksimum 6,69 kg/cm2, pengembangan tebal 33,30%, persentase penyerapan air 77,36% dan persentase perubahan panjang 1,81%. Pradipta dan Mawarani (2012) juga meneliti tentang pembuatan dan karakterisasi polimer ramah lingkungan berbahan dasar glukomannan umbi porang. Hasil terbaik diperoleh dari sampel dengan suhu pengadukan 80 oC dan konsentrasi plasticizer 10 mL. Sampel tersebut memiliki kekuatan tarik 0,035MPa dan derajat penggembungan 61,6%. Dari segi kemampuan degradasinya, film glukomanan dapat terdegradasi selama 9 hari. Glukomannan bermanfaat untuk mengurangi berat badan, menurunkan level kolesterol LDL, menurunkan absorpsi karbohidrat dan bahkan menghambat aktivitas tumor Sarcoma-180 (Alonso-Sande, et.al ., 2009). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik efek glukomannan bersifat signifikan terhadap kehilangan berat badan dalam konteks diet rendah kalori untuk orang yang mengalami obesitas. Meskipun tidak mencapai berat badan normal, kehilangan berat badan ini dapat dianggap sebagai efek fisiologis yang bermanfaat ( European Food Safety Authority, 2010). 2.2. Aplikasi Glukomannan dalam Produk Pangan
Selain berguna untuk industri dan kesehatan, glukomannan juga dapat diaplikasikan dalam pembuatan produk pangan. Masyarakat Jepang secara khusus telah menggunakan glukomannan sebagai makanan, yaitu sebagai konyaku (bahan makanan dalam bentuk tahu), shirataki (makanan berbentuk mie biasa), koktail dan cendol. Glukomannan berkadar serat cukup tinggi dan mampu membentuk dan menstabilkan struktur gel, sehingga bisa digunakan sebagai pengenyal makanan (Akbar, dkk., 2013). Glukomannan sebagai serat pangan juga dapat menurunkan kadar kolesterol dan gula dalam darah, meningkatkan fungsi
11
pencernaan dan sistem imun, serta membantu menurunkan berat badan, sehingga cocok untuk makanan diet dan bagi penderita diabetes (Mulyono dkk., 2010). 2.2.1. Glukomannan sebagai Gel li ng Agent
Bahan pembentuk gel ( gelling agent ) adalah bahan tambahan pangan yang memberikan tekstur melalui pembentukan gel pada berbagai macam makanan seperti jeli, makanan penutup dan permen. Jenis-jenis bahan pembentuk gel biasanya merupakan bahan berbasis polisakarida atau protein (Widjanarko, 2009). Glukomannan dapat membentuk gel ( gelling
agent ) karena sifat
glukomannannya yang hidrokoloid. Makin tinggi konsentrasi glukomannnan maka semakin kuat gel yang terbentuk sehingga kekenyalannya meningkat (Prasetio, 2006). Glukomannan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk gel reversible dan gel irreversible pada kondisi yang berbeda. Glukomannan dapat membentuk gel dengan pemanasan sampai 85°C dengan kondisi basa (pH 9 - 10). Gel ini bersifat tahan panas (irreversible) dan tetap stabil dengan pemanasan ulang pada suhu 100°C atau bahkan pada suhu 200°C. S ifat ini digunakan untuk membuat berbagai macam makanan sehat atau makanan diet di Asia seperti mie, makanan imitasi untuk vegetarian (udang, ham, steak), roti, kue, edible film, pengganti lemak di ham, sosis dan bakso. Gel reversible diperoleh dengan pencampuran glukomannan bersama xanthan atau kappa karagenan, digunakan untuk soft candy, jeli, selai, yogurt, puding, es krim dan makanan hewan (Johnson, 2007). Pembuatan Mie Basah
Mie adalah hasil olahan tepung terigu dan bahan tambahan lainnya yang dibuat dengan cara pengadukan, pengepresan, pemotongan dan perebusan sehingga diperoleh tekstur yang liat dan tidak mudah putus. Sedangkan mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pencetakan dan pemotongan. Kadar air mie basah dapat mencapai 52%, sehingga daya tahan simpannya relatif singkat. Sifat glukomannan yang memiliki kelarutan dalam air yang sangat tinggi, mudah menyerap air dan membentuk gel menyebabkannya
12
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengenyal sekaligus meningkatkan kadar serat larut air pada mie basah. Retnaningsih dan Hartayani (2005) meninjau sifat fisikokimiawi dan sensoris mie basah yang menggunakan tepung iles-iles ( Amorphophallus konjac) sebagai bahan pengenyal dengan konsentrasi 0%, 0,5%, 1% dan 1,5%. Hasilnya menunjukkan bahwa kandungan serat tepung konjac relatif lebih tinggi (13,51±0,44%) dari tepung terigu (2,46±0,52%). Semakin banyak tepung konjac yang digunakan, cooking loss dan cooking yield mie basah semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa tepung konjac dapat meningkatkan kekenyalan pada mie basah namun dapat menurunkan tingkat kelentingannya. Kelentingan mie basah menurun karena kemampuan gluten membentuk jaringan yang elastis menjadi berkurang akibat adanya tepung konjac yang tidak mengandung gluten. Seiring dengan peningkatan konsentrasi tepung konjac yang ditambahkan pada mie basah, terjadi peningkatan kandungan abu (0,41±0,04% sampai 0,73±0,02%) dan serat kasar (0,25±0,18% sampai 1,70±0,36%) namun mengalami penurunan kandungan protein (17,83±1,22% sampai 10,55±1,13%) dan karbohidrat (19,48±0,99% sampai 14,95±1,49%). Hasil analisa kimiawi mie basah dari semua perlakuan tersebut telah memenuhi standar mutu mie basah menurut SNI 2046-90. Sedangkan hasil uji sensoris menunjukkan bahwa penambahan tepung konjac pada mie basah yang masih dapat diterima oleh panelis maksimal 1%. Prasetio (2006) juga meneliti penggunaan glukomannan dari tepung konjac ( Amorphophallus konjac
K.Koch) terhadap sifat fisikokimia dan
organoleptik mie basah. Hasilnya menunjukkan bahwa pembuatan mie basah dengan suplementasi tepung konjac 15% memiliki sifat fisikokimia tertinggi terutama cooking yield (194,38±11,25%), kekenyalan (1,43±0,38N) dan kadar serat kasar (1,70±0,36%). Sedangkan berdasarkan penilaian panelis (terutama dari parameter rasa), suplementasi tepung konjac yang masih dapat diterima oleh panelis yaitu maksimal 10%. Semakin t inggi nilai cooking yield berarti semakin banyak air yang terserap ke dalam mie basah sehingga mie semakin mengembang.
13
Pembuatan Bakso Sapi
Kemampuan glukomannan sebagai gelling agent membuatnya dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada produk makanan. Glukomannan juga mampu mengikat air sampai 200 kali lipat beratnya. Sari dan Widjanarko (2015) mengkaji pengaruh proporsi tepung tapioka dan tepung porang dengan penambahan NaCl terhadap karakteristik kimia bakso sapi. Hasil terbaik didapatkan pada perlakuan dengan proporsi tepung tapioka 29% dan tepung porang 3% dengan penambahan NaCl 6%. Proporsi tersebut menghasilkan bakso sapi dengan kadar air 72,20%, kadar abu 2,21%, kadar pati 8,97%, kadar protein 7,52%, kadar lemak 6,84%, kalori 413,61 Kkal/g, kadar serat kasar 1,21%, kadar oksalat 0,99% dan kadar glukomannan 2,86%. Hasil penelitian Dewi dan Widjanarko (2015) menunjukkan bahwa penggunaan
tepung
porang
juga
mempengaruhi
karakteristik
fisik
dan
organoleptik bakso sapi. Karakteristik fisik terbaik diperoleh dari sampel bakso sapi dengan proporsi tepung porang sebesar 5% dan tepung tapioka 27% serta penambahan NaCl 6%. Sampel tersebut menghasilkan rendemen sebesar 115,34%, water holding capacity sebesar 74,54% dan kekenyalan sebesar 15,03 N. Hasil mikrostuktur Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan permukaan bakso sapi yang lebih kompak dan rongga yang terbentuk lebih kecil dan seragam. Hasil organoleptik sampel tersebut juga menunjukkan hasil terbaik, dengan warna 3.31 (agak menyukai), aroma 3.81 (agak menyukai ke cenderung menyukai), kekenyalan 3.50 (agak menyukai) dan kenampakan 3.39 (agak menyukai). Pembuatan Sosis Ayam
Glukomanan mempunyai kemampuan sebagai gelling agent yang mampu menggantikan fungsi STPP yang terdapat pada sosis pada umumnya. Anggraeni dkk (2014) mengkaji proporsi tepung porang ( Amorphophallus muelleri Blume) sebagai bahan pengikat dan tepung maizena sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sosis ayam. Hasil sosis ayam terbaik diperoleh pada perlakuan penambahan tepung porang 3% dan tepung maizena 22%. Pada perlakuan tersebut diperoleh rendemen 91,90%, kadar air 70.25%, water holding capacity 68,44%,
14
kekenyalan 880 N, kadar pati 8,49%, kadar protein 11,47%, kadar lemak 5,68%, kadar oksalat 1,38%, dan kadar glukomanan 43,74%. Sedangkan untuk uji organoleptik warna 5,40 (agak menyukai), aroma 4,75 (agak menyukai), kenampakan 5,05 (agak menyukai), dan kekenyalan 4,70 (agak menyukai). Pembuatan Permen Jell y
Permen jelly termasuk kembang gula lunak yang mempunyai tekstur kenyal dan elastis. Permen jeli merupakan permen yang terbuat dari komponen air atau sari buah, flavour, gula dan bahan pembentuk gel (Sinurat dan Murniyati, 2014). Permen jelly umumnya dimasak sampai menghasilkan padatan 75 persen yang terdiri dari campuran gula, sirup glukosa, bahan pembentuk gel, cita rasa da n warna serta sedikit garam. Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak tergantung pada bahan gel yang digunakan (Koswara, 2009). Atmaka (2013) mengkaji pengaruh penggunaan campuran karagenan dan konjac glukomannan terhadap karakteristik permen jelly temulawak. Karagenan dan konjac dicampur dengan perbandingan 2:1, dengan konsentrasi campuran 3%, 4,5% dan 6%. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi campuran karaginan dan konjac berpengaruh terhadap peningkatan kekerasan dan kadar air permen jelly temulawak. Sedangkan pada nilai elastisitas, semakin besar konsentrasi campuran karaginan dan konjac memberikan nilai elastisitas yang semakin rendah. Konsentrasi campuran karaginan dan konjak yang paling disukai panelis adalah pada penambahan campuran karaginan dan konjak sebanyak 3%. 2.2.2. Glukomannan sebagai Th ickenin g Agent
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, thickening agent adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan viskositas pangan. Sedangkan menurut Cahyadi (2008), thickening agent merupakan komponen polimer rantai panjang berberat molekul besar yang dapat larut atau membentuk dispersi dalam air dan memberi efek pengentalan pada makanan. Efek pengentalan tersebut merupakan alasan utama penggunaannya sebagai BTM. Jika thickening agent ditambahkan dalam makanan, maka molekul-molekul polimernya berikatan melalui ikatan 15
silang membentuk struktur jaringan tiga dimensi dimana molekul pelarut terperangkap di dalam jaringan tersebut. Efek thickening agent bervariasi tergantung pada jenisnya, namun sebagian besar thickening agent dapat menghasilkan viskositas tinggi dengan konsentrasi kurang dari 1%. Selain berdasarkan jenisnya, viskositasnya juga dipengaruhi oleh suhu, tingkat polimerisasi dan bahan-bahan lain dalam makanan (Saha dan Bhattacharya, 2010). Pembuatan Selai Kecipir
Astuti dan Agustia (2010) meneliti pengaruh kappa karagenan, konjac glukomannan dan pati jagung terhadap sifat fisikokimia selai kecipir. Hidrokoloid kappa karagenan dan konjac glukomanan merupakan sumber serat pangan larut air, sehingga memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengikat air melalui ikatan hidrogen dan untuk membentuk sistem gel yang stabil atau sineresis yang rendah. Bila karagenan dicampur dengan konjac glukomanan maka akan terjadi interaksi yang sinergis. Sinergisme tersebut akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lebih kuat, elastis, dan tingkat sineresis rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula selai kecipir yang terdiri dari 25% pure kecipir, 0,85% hidrokoloid, dan 2% pati jagung memiliki tingkat penerimaan tertinggi (skor 3,11 = agak suka), daya oles tertinggi (skor 3,94 = mudah dioles), serat kasar tertinggi (2,43%), vitamin C tertinggi (28,75 mg/100g), aroma langu dan rasa pahit rendah serta intensitas warna hijau tinggi. Pembuatan Adonan Roti Tawar Beku
Adonan beku adalah produk pangan yang terbuat dari campuran berbagai komponen pembentuk adonan dengan fermentasi seminimal mungkin lalu dibekukan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas adonan beku adalah dengan menambahkan gum, seperti glukomanan, ke dalam adonan. Glukomanan dapat menurunkan titik beku adonan dan mereduksi kristalisasi air selama pembekuan
sehingga
dapat
meningkatkan
viabilitas yeast.
Penggunaan
glukomanan 0%-0,5% berpengaruh terhadap viabilitas yeast, volume roti tawar, kekerasan, kompresibilitas, dan tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan roti tawar, tapi tidak berpengaruh terhadap kadar air serta tingkat kesukaan panelis 16
terhadap kenampakan dan moistness roti tawar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas yeast paling tinggi dan kekerasan roti tawar paling rendah diperoleh dengan konsentrasi glukomanan 0,5%, volume roti tawar paling besar diperoleh dengan konsentrasi glukomanan 0,4%, kompresibilitas roti tawar yang tinggi dihasilkan dengan konsentrasi glukomanan 0,2% dan tingkat kesukaan panelis yang tinggi terhadap kekerasan roti tawar diperoleh dengan konsentrasi glukomanan 0,2% dan 0,5% (Yuliati, 2006). 2.2.3. Glukomannan sebagai Edible F il m
Larutan glukomannan dapat membentuk lapisan tipis ( film) yang bersifat tembus pandang. Film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan cairan usus, sehingga dapat dikonsumsi ( edible). Jika film tersebut dibuat dengan penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air (Mulyono dkk., 2010). Edible film yang dibuat dari polisakarida (karbohidrat), protein, dan lipid memiliki banyak keunggulan seperti biodegradable, dapat dimakan, biocompatible, penampilan yang estetis, dan kemampuannya sebagai penghalang (barrier ) terhadap oksigen dan tekanan fisik selama transportasi dan penyimpanan. Edible film berbahan dasar polisakarida berperan sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah dan sayuran ( Winarti dkk., 2012). Raharjo dkk. (2012) mengkaji pemanfaatan glukomannan dari umbi ilesiles ( Amorphophallus onchophyllus) sebagai bahan baku pembuatan edible film. Penelitian dilakukan dengan variasi komposisi tepung glukomannan (2 gr, 3 gr dan 4 gr), jenis plasticizer (sorbitol dan gliserol) dan komposisi plasticizer (1 ml, 2 ml dan 3 ml). Dengan penambahan plasticizer, edible film yang dihasilkan memiliki karakteristik yang lebih baik. Hasil penelitian terbaik terdapat pada konsentrasi tepung glukomannan 4 gr dengan plasticizer sorbitol 3 ml dengan 2
nilai modulus young 129,88 Mpa, nilai kuat tarik 6,77N/mm , serta pemanjangan maksimum 8,69 mm.
17
2.3. Potensi Glukomannan dalam Pengembangan Produk Pangan
Berdasarkan sifat-sifat glukomannan dan berbagai aplikasi glukomannan dalam produk pangan yang telah dijelaskan sebelumnya, terlihat bahwa potensi glukomannan dalam pengembangan produk pangan sangatlah luas. Di bidang bakery, glukomannan dapat diaplikasikan pada pembuatan roti dan pasta. Pada pembuatan roti, glukomannan dapat berfungsi dalam pengembangan adonan. Sedangkan pada pembuatan pasta, glukomannan dapat berfungsi sebagai pengontrol kelembaban. Kedua hal tersebut memungkinkan sebab glukomannan memiliki kemampuan mengikat air dan glukomannan dalam air juga mempunyai sifat mengembang yang besar. Glukomannan juga dapat diaplikasikan pada pembuatan selai rendah kalori sebagai gelling dan thickening agent. Saat ini, produk olahan daging yang telah mulai menggunakan glukomannan hanyalah sosis ayam dan bakso sapi. Aplikasi tersebut dapat dikembangkan lagi menjadi sosis dan bakso yang menggunakan glukomannan namun berbahan dasar lain, seperti ayam dan ikan, sebab prinsip penggunaannya sama yaitu sebagai bahan pengisi dan pengikat. Glukomannan selain sebagai edible film juga dapat digunakan sebagai edible coating pada berbagai jenis bahan pangan, misalnya pada buah dan produk semi basah seperti dodol.
18
BAB III. KESIMPULAN
Glukomannan termasuk dalam kelompok hidrokoloid, sehingga banyak digunakan sebagai BTM, terutama sebagai thickening dan gelling agent . Sebagai gelling agent , glukomannan umumnya digunakan dengan konsentrasi 1-5% dan telah diaplikasikan dalam pembuatan mie basah, bakso sapi, sosis ayam dan permen jelly. Sebagai thickening agent , glukomannan umumnya digunakan dengan konsentrasi <1% dan telah diaplikasikan dalam pembuatan selai dan adonan roti tawar beku. Glukomannan berpotensi untuk diaplikasikan lebih lanjut dalam bidang bakery, olahan daging dan pembuatan edible.
19
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, H., A. Supriyanto dan K. Haryani. 2013. Karakterisasi tepung konjac dari tanaman iles-iles ( Amorphophallus oncophyllus) di daerah Gunung Kreo Semarang Jawa Tengah. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2 (4): 4147. Akesowan, A. 1997. Viscosity and gel formation of a konjac flour from Amorphophallus onchophyllus. Faculty of Science. University of the Thai Chamber of Commerce. Bangkok. Alonso-Sande, M., et.al. 2009. Glucomannan, a promising polysaccharide for biopharmaceutical purposes. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 72: 453-462. Anggraeni, D.A., S.B. Widjanarko dan D.W. Ningtyas. 2014. Proporsi tepung porang ( Amorphophallus muelleri Blume) : tepung maizena terhadap karakteristik sosis ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (3): 214-223. Anonim. 2006. Iles-iles dan Hasil Olahannya. http://ebookpangan.com/. [Diakses pada 14 April 2015]. Anonim. 2010. What are the Spesification of the Konjac Glucomannan Fiber . www.konjacfoods.com. [Diakses pada 08 Juni 2015]. Anonim. 2012. Konjac Mannan Gel Powder . GFN Leaflet 2034e05. Herstellung von Naturextrakten. Germany. Anonim. 2014. Konjac Glucomannan: Regulatory Information. Elementa Food Ingredients. www.elementa-ingredients.com. [Diakses pada 24 Juni 2015]. Astuti, S.D. dan F.C. Agustia. 2010. Produksi Selai Kecipir: Pengaruh Kappa Karagenan, Konjac Glukomanan dan Pati Jagung Terhadap Sifat Fisikokimia Produk . Universitas Soedirman. Jakarta. Atmaka, W., E. Nurhartadi dan M.M. Karim. 2013. Pengaruh penggunaan campuran karaginan dan konjak terhadap karakteristik permen jelly temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal Teknosains Pangan. 2(2) : 66-74. Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan . Bumi Aksara. Jakarta. Dewanto, J. dan B.H. Purnomo. 2009. Pembuatan Konyaku dari Umbi Iles-Iles ( Amorphophallus onchopyllus). Laporan Tugas Akhir . Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Yogyakarta.
20
Dewi, N.R.K. dan S. Widjanarko. 2015. Studi proporsi tepung porang : tepung tapioka dan penambahan NaCl terhadap karakteristik fisik bakso sapi. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (3): 855-864. European Food Safety Authority (EFSA). 2010. Scientific opinion on the substantiation of health claims related to konjac mannan (glucomannan) and reduction of body weight pursuant to article 13(1) of regulation (EC) No 1924/2006. EFSA Panel on Dietetic Products, Nutrition and Allergies. EFSA Journal . 8 (10):1798. Harijati, N., S. Indrayani dan R. Mastuti. 2013. Pengaruh temperatur ekstraksi terhadap sifat fisikokimia glukomannan asal Amorphophallus muelleri Blume. Natural B. 2 (2): 128-133. Harsojuwono, B.A. 2011. Penentuan formula komposit plastik biodegradable glukomannan dari umbi porang ( Amorphophallus muelleri B) ditinjau dari karakteristik fisik dan mekanis. The Excellence Research. Universitas Udayana. Denpasar. Haryani, K. dan Hargono. 2008. Proses pengolahan iles-iles ( Amorphophallus sp.) menjadi glukomannan sebagai gelling agent pengganti boraks. Momentum. 4(2): 38-41. Imeson, A., 2010. Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. WileyBlackwell. United Kingdom. Koswara, S. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian: Pengolahan Umbi Porang. SEAFAST Center. http://seafast.ipb.ac.id/. [Diakses pada 14 April 2015]. . 2009. Teknologi Pembuatan Permen. http://ebookpangan.com/. [Diakses pada 25 Juni 2015]. Modric, J. 2014. Glucomannan or Konjac Gum. http://www.nutrientsreview.com. [Diakses pada 23 Juni 2015]. Mulyono, E., dkk. 2010. Peningkatan mutu tepung iles-iles ( Amorphophallus oncophyllus) ( foodgrade: glukomannan 80%) sebagai bahan pengelastis mi (4% = meningkatkan elastisitas mi 50%) dan pengental (1% = 16.000 cps) melalui teknologi pencucian bertingkat dan enzimatis pada kapasitas produksi 250 kg umbi/hari). Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan Program Insentif Riset Terapan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. Ohtsuki, T. 1968. Studies on reserve carbohydrates of flour Amorphophallus species, with special reference to mannan. Botanical Magazine Tokyo. 81: 119 – 126.
21
Piro, G., et al . 1993. Glucomannan synthesis in pea epicotyls: The mannose and glucose transferase. Planta. 190: 206-220. Pradipta, M.D. dan L.J. Mawarani. 2012. Pembuatan dan karakteristik polimer ramah lingkungan berbahan dasar glukomannan umbi porang. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan. Serpong. Prasetio, Y.F. 2006. Evaluasi mutu fisikokimiawi dan sensoris mie basah dengan suplementasi tepung konjac ( Amorphophallus konjac K. Koch) serta pengaruh aplikasi ekstrak kunyit (Curcuma longa Linn) pada sifat mikrobiologi mie basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Raharjo, B.A., N.W.S. Dewi dan K. Haryani. 2012. Pemanfaatan tepung glukomannan dari umbi iles-iles ( Amorphophallus oncophyllus) sebagai bahan baku pembuatan edible film. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 1(1): 401-411. Rahayu, L.H., D.H. Wardhani dan Abdullah. 2013. Pengaruh Frekuensi dan Waktu Pencucian Berbantu Ultrasonik Menggunakan Isopropanol Terhadap Kadar Glukomanan dan Viskositas Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus). Universitas Diponegoro. Semarang. Retnaningsih dan L. Hartayani. 2005. Aplikasi tepung iles-iles ( Amorphophallus konjac) sebagai pengganti bahan kimia pengenyal pada mie basah: ditinjau dari sifat fisikokimiawi dan sensoris. Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang. Saha, D. dan S. Bhattacharya. 2010. Hydrocolloids as thickening and gelling agents in food: a critical review. Journal of Food Science and Technology. 47(6): 587-597. Sari, H.A. dan S.B. Widjanarko. 2015. Karakteristik kimia bakso sapi (kajian proporsi tepung tapioka:tepung porang dan penambahan NaCl). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(3): 784-792. Sari, K.P. 2013. Tepung Glukomanan dari Umbi Porang sebagai Subtitusi Tepung Terigu pada Produk Pangan Alternatif Berupa Mie Rendah Kalori . http://www.gopanganlokal.miti.or.id/. [Diakses tanggal 14 April 2015]. Scientific Committee for Food (SCF). 1997. Opinions of the safety in use of konjac glukomannan as a food additive. Reports of the Scientific Committee for Food (Forty-first Series). European Commission, Directorate-General Industry.
22
Sinurat, E. dan Murniyati. 2014. Pengaruh waktu dan suhu pengeringan terhadap kualitas permen jeli. JPB Perikanan. 9 (2): 133-142. Sumarwoto. 2007. Review: kandungan mannan pada tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume ). Jurnal Bioteknologi. 4 (1): 28-32. .2005. Iles-iles ( Amorphophallus muelleri blume); deskripsi dan sifat-sifat lainnya. Biodiversitas. 6 (3): 185-190. Widjanarko, S.B., A. Nugroho dan T. Estiasih. 2011. Functional interaction components of protein isolates and glucomannan in food bars by FTIR and SEM studies. African Journal of Food Science. 5(1): 12-21. Winarti, C., Miskiyah dan Widaningrum. Teknologi produksi dan aplikasi pengemas edible antimikroba berbasis pati. Jurnal Litbang Pertanian. 31 (3): 86. Yuliati, E. 2006. Kajian Penggunaan Glukomannan pada Pembuatan Adonan Roti Tawar Beku. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya.
23