MAKALAH REKONSILIASI OBAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SAIFUL ANWAR JALAN JAKSA AGUNG SUPRAPTO NO. 2 MALANG (06 AGUSTUS 2018 – 28 28 SEPTEMBER 2018)
Oleh :
Nandani Dwi Octavia
172211101086 172211101086
Shinta Aprilia Rizky
172211101091 172211101091
Nicky Pratiwi Yuliayuari
172211101094 172211101094
Made Laksmi Meiliana
172211101103 172211101103
Lutfia Wildatul C. N.
172211101141 172211101141
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2018
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rekonsiliasi obat merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Rekonsiliasi obat adalah kegiatan membandingkan instruksi penggunaan obat dengan obat yang diperoleh pasien. Proses ini dapat menjadi salah satu tahap untuk mencegah adanya medication error seperti adanya obat yang tidak diberikan, dosis obat yang tidak sesuai, duplikasi obat, interaksi antar obat ataupun kontraindikasi obat. Salah satu hak dasar setiap individu maupun warga negara Indonesia lainnya
ialah
mendapatkan
kesehatan
melalui
pelayanan
kesehatan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dengan memelihara dan meningkatkan
kesehatan,
mencegah
dan
menyembuhkan
penyakit,
serta
memulihkan kesehatan masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009). Permasalahan yang saat ini dihadapi Indonesia dalam penyelenggaraan kesehatan adalah ketidakseimbangan peningkatan antara biaya dan mutu pelayanan kesehatan yang didapat sehingga mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Permasalahan ini disebabkan antara lain oleh perkembangan teknologi kedokteran dan obat-obatan, pemberian pelayanan kesehatan yang tidak rasional, adanya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlebihan serta kurangnya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia Upaya pembangunan kesehatan di Indonesia perlu terus dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan ini, termasuk peningkatan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada pasien dapat menimbulkan kesalahan dalam pengobatan (medication error ). Medication error dapat terjadi di berbagai tahap pelayanan kesehatan, salah satunya ketika pasien baru masuk rumah sakit, perpindahan kamar atau rujukan dari rumah sakit lain. Hal tersebut dapat terjadi karena kesalahan dalam komunikasi atau tidak adanya informasi penting terkait obat atau hal lainnya tentang pasien. Salah satu upaya untuk meminimalkan medication error tersebut
yaitu dengan dilakukannya rekonsiliasi obat oleh tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Suatu study dilaporkan dari Institute of Medicines (IOM) bahwa di U.S Hospitals pada tahun 1977, 44.000 sampai 98.000 penduduk Amerika meninggal setiap tahun karena kesalahan pengobatan (medication errors) dan sekitar 7.000 kematian terjadi karena efek samping dari pengobatan yang dilakukan (termasuk akibat dari interaksi obat) (Bintarizki,2016). Hasil penelitian diinstalasi rawat inap penyakit dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto menemukan angka kejadian interaksi obat mencapai 56,76% (Bintarizki,2016). Persentase yang cukup tinggi ini perlu menjadi perhatian karena interaksi obat yang signifikan dapat merugikan pasien dalam hal efektivitas terapi dan mempengaruhi morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) membuat sebuah rekonsiliasi obat (medication reconciliation) diseluruh perawatan yang berlanjut dengan tujuan untuk mengurangi angka kejadian tak diinginkan ( adverse drug events) khususnya interaksi obat selama masa transisi perawatan berlangsung.Pada tahun 2003 JCAHO mengakui bahwa kejadian medication errors berasal dari kurang adanya rekonsiliasi obat (medication reconciliation) yang dapat menyebabkan resiko berbahaya pada pasien yang meningkat, sehingga rekonsiliasi obat untuk pertama kali menjadi standar mereka sebagai strategi untuk meningkatkan keamanan pasien ( patient safety) (Bintarizki,2016). Rekonsiliasi obat merupakan sebuah pelayanan kefarmasian yang didalamnya terdapat proses membandingkan intruksi pengobatan yang didapat pasien. MenurutThompson (2005), rekonsiliasi obat merupakan sebuah strategi penting untuk mengurangi angka kejadian medication errors khususnya interaksi obat dan potensi yang berbahaya untuk pasien. Sebuah studi yang dilakukan Quelennec et al (2013), menunjukkan bahwa kombinasi intervensi antara farmasis dan dokter dalam kolaborasi proses rekonsiliasi obat mempunyai potensi yang tinggi untuk mengurangi angka kejadian interaksi obat. Dalam penelitiannya, Cornish et al (2005) juga menyimpulkan bahwa rekonsiliasi obat terbukti dapat menjadi strategi ampuh untuk mengurangi angka kejadian interaksi obat. Oleh karena itu,adanya peran apoteker dan proses rekonsiliasi obat diharapkan dapat
mengurangi angka kejadian interaksi obat, dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan, dan dapat meningkatkan hasil pengobatan pada pasien. Dengan besarnya pengaruh sebuah proses rekonsiliasi obat terhadap perubahan angka kejadian medication errors khususnya interaksi obat, maka perlu pemantauan dan juga sosialisasi pentingnya penerapan rekonsiliasi obat sehingga dapat mengurangi kejadian medication errors.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pelayanan standar pelayanan farmasi untuk rekonsiliasi obat sesuai PMK No.72 tahun 2016?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pelayanan standar pelayanan farmasi untuk rekonsiliasi obat sesuai PMK No.72 tahun 2016
1.4 Ruang Lingkup
Rekonsiliasi obat dilakukan oleh petugas farmasi dan termasuk kedalam bidang farmasi klinik dengan bekerja sama dengan dokter dan perawat. Rekonsiliasi dilakukan jika pasien membawa obat dari pelayanan kesehatan sebelumnya, obat yang diminum dalam jangka waktu tertentu dan obat yang dibawa dari rumah.semua proses rekonsiliasi obat didokumentasikan dalam lembar atau formuler rekonsiliasi obat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Farmasi Klinik Rumah Sakit
Farmasi klinik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang berorientasi pada pelayanan pasien. Farmasi klinik bertujuan mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan masyarakat terkait pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien ( patient oriented ) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian ( Pharmaceutical Care) (Prayitno, 2003). Farmasi klinik merupakan perluasan peran profesi petugas farmasi yang tidak hanya berorientasi kepada obat namun juga kepada pasien dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas terapi obat. Aktifitas farmasi klinik terpusat kepada pasien, bekerjasama dan berkolaborasi antar profesi dengan dokter dan perawat dalam tim pelayanan kesehatan (Restriyani, 2016). Berdasarkan PMK No.72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien ( patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi: 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep; 2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat; 3. Rekonsiliasi Obat; 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO); 5. Konseling; 6. Visite; 7. Pemantauan Terapi Obat (PTO); 8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO); 9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10. Dispensing Sediaan Steril; dan 11. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)
2.2 Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error ) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error ) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah: 1. memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien; 2. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter; dan 3. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter. Tahap proses rekonsiliasi Obat adalah: 1. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/ medication chart . Data Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi. 2. Komparasi Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional ) oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional ) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep. 3. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah: a. Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja; b. Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti; dan c. Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi obat. 4.
Komunikasi Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi Obat yang diberikan. Petunjuk teknis mengenai rekonsiliasi Obat akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. Rekonsiliasi obat merupakan suatu proses yang menjamin informasi terkait penggunaan obat yang akurat dan komprehensif dikomunikasikan secara konsisten setiap kali terjadi perpindahan pemberian layanan kesehatan seorang pasien. Pengertian rekonsiliasi obat tersebut menyiratkan beberapa elemen penting yang mendasari keberhasilan implementasi program tersebut, yaitu: 1.
Proses rekonsiliasi obat merupakan proses formal;
2.
Proses rekonsiliasi obat merupakan proses dengan pendekatan multisiplin;
3.
Penyedia layanan kesehatan harus dapat bekerja sama dengan pasien dan keluarga pasien/penjaga pasien. Proses perpindahan pemberian layanan kesehatan dapat terjadi pada
setting berikut: 1. Saat pasien Masuk Rumah Sakit (MRS);
2. Pasien mengalami perpindahan antar bangsal atau unit layanan dalam suatu instansi rumah sakit yang sama (misalnya dari bangsal rawat inap menuju intensive care unit); 3. Perpindahan dari suatu instansi rumah sakit menuju: rumah, layanan kesehatan primer (antara lain: puskesmas, praktek pribadi dokter yang bekerja sama dengan apotek, atau klinik), atau rumah sakit lain (Setiawan, et al, 2015).
BAB III TATA LAKSANA
SPO REKONSILIASI OBAT No. Dokumentasi No. Revisi Halaman
RSUD Saiful Anwar Malang Prosedur Tetap INSTALASI FARMASI Pengertian
Tujuan
Keijakan Prosedur
Unit Terkait
Tanggal Terbit
Ditetapkan Tgl., 23 September 2018 Direktur
Direktur.............................. NIP. 19551011 198210 2 001 Adalah kegiatan yang dilakukan oleh dokter atau apoteker dalam rangka membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien 1. Sebagai acuan pelaksanaan rekonsiliasi obat 2. Menurunkan kesalahan dan kejadian yang tidak diharapkan 3. Meningkatkan keselamatan pasien SK Direktur RSUD Dr. Saiful Anwar Malang 1. Lakukan assesment riwayat penyakit 2. Berikan tanda (√ ) pada pilihan riwayat penyakit yang sesuai, dan tuliskan pada bagian lain-lain jika tidak ada dalam pilihan 3. Lakukan assestment riwayat pengobatan terdahulu 4. Berikan tanda (√ ) pada pilihan riwayat pengobatan penyakit yang sesuai, dan tuliskan nama obat, vitamin, produk herbal, minuman berenergi, serta frekuensi pemberian 5. Lakukan assestment riwayat alergi pasien 6. Berikan tanda (√ ) pada piliha alergi yang sesuai, dan tuliskan nama alerginya 7. Berikan tanda (√ ) pada seberapa berat tingkat alergi yang dialami pasien apakah ringan, sedang atau berat 8. Tuliskan semua obat pribadi pasein yang dibawah kerumah sakit meliputi nama obat, dosis, frekuensi pemberian, serta status obat apakah dilanjut/Tunda/Henti 9. Mintalah kepada pasien untuk menyerahkan semua obat yang dibawa dari rumah untuk disimpan oleh petugas farmasi selama rawat inap 10. Bubuhkan nama terang, dan coretan salah satu dokter/apoteker 1. SMF, 2. Instalasi Farmasi
BAB 4 ALUR DAN DOKUMENTASI
4.1 Alur Rekonsiliasi Obat Mencari informasi yang akurat lewat rekam medik atau memverivikasi secara langsung kepada pasien
Riwayat Penyakit Dahulu
Alergi (obat, makanan, suhu)
Riwayat Penggunaan Obat
Obat (obat keras, bebas, bebas terbatas, narkotika)
Herbal
Minuman berenergi
Vitamin
Dilakukan analisis lebih lanjut terkait obat yang dibawa ke rumah sakit dengan menggali secara langsung lewat pasien dan secara tidak langsung lewat rekam medis pasien
Nama obat dan Dosis
Aturan pakai
Dihentikan/ dilanjutkan
Apoteker melakukan Komparasi dengan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut dengan obat yang diresepkan dokter
Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi.
Secara umum alur rekonsiliasi obat adalah :
1. Ketika pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah mencari informasi riwayat obat yang telah digunakan oleh pasien, hal ini dapat dilakukan dengan mewawancara pasien, keluarga pasien, dan melihat rekam medik pasien. Riwayat obat yang digunakan adalah semua obat yang digunakan oleh pasien baik itu obat yang diresepkan oleh dokter,obat bebas, vitamin maupun obat tradisional. 2. Setelah data riwayat obat telah diketahui, bandingkan dengan resep yang diterima pasien saaat ini (pada saat melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan). Lihat apakah ada obat yang dapat berinteraksi, dosis ganda ataupun obat yang tidak tepat terapinya untuk pasien. 3. Apoteker membuat keputusan obat yang akan digunakan oleh pasien 4. Bila perubahan obat yang diterima oleh pasien signifikan, diskusikan dengan dokter mengenai perubahan terapi obat yang akan diberikan kepada pasien. Sertakan informasi pendukung penjelasan perubahan. Hal ini berkaitan dengan proses pengobatan pasien selanjutnya. 5. Berikan obat kepada pasien, sertakan dengan informasi yang berkaitan dengan obat.
4.2 Dokumentasi REKONSILIASI OBAT
Tanggal/Jam: NO
PENGKAJIAN
1.
Riwayat Penyakit
2.
BERI TANDA ( √ ) PADA KOTAK DIBAWAH INI
Riwayat Pengobatan Terdahulu
Penyakit Jantung
Tuberculosis
Penyakit ginjal
Asma
Hipertensi
Kanker
Diabetes
Tukak lambung
Hepatitis
Lain-lain :
Obat Vitamin Produk herbal Minuman berenergi
3.
Riwayat Alergi
Obat : Seberapa berat alerginya : ∎Ringan ∎ Sedang ∎Berat Obat : Seberapa berat alerginya :
∎Ringan ∎ Sedang ∎Berat 4.
Obat Pribadi Pasien Nama Yang Dibawa ke obat Rumah Sakit
Tanda Tangan APJP
(
)
Dosis
Aturan Pakai
Dilanjutkan
Dihentikan
Tanda Tangan Pasien/Keluarga Pasien
(
)
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Rekonsiliasi Pengobatan penting dilakukan untuk mengurangi kesalahan pengobatan pada pasien pada saat masa transisi, sehinggga dapat dipastikan pasien mendapatkan obat yang sesuai walaupun setelah adanya penambahan, pengubahan atau pun pemberhentian obat, pasien mendapatkan obat yang sesuai dan akurat. Informasi mengenai riwayat obat yang telah digunakan oleh pasien dapat dilakukan dengan cara mewawancara pasien, keluarga pasien, dan melihat rekam medik pasien.
5.2. Saran
Proses rekonsiliasi obat sangat cocok untuk dapat diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan karena bertujuan untuk meminimalisir kesalahan pemberian obat. Perlu adanya peraturan pemerintah untuk mendukung dilakukannya proses rekonsiliasi obat pada penyedia pelayanan kesehatan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), Menuju Pengobatan Rasional
dan
Penghargaan
Pilihan
Pasien.
Jakarta:
Elex
Media
Komputindo. Restriyani, Mustika, dan Maziyyah, Nurul. 2016. Persepsi Dokter Dan Perawat Tentang Peran Apoteker Dalam Pelayanan Farmasi Klinik Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: UMY Republik Indonesia, 2016, Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.