L abor abor atori um I lmu Kese Kesehatan Ji wa
Refl Refl eksi Kasus
F akul tas Kedokteran Kedokteran Uni versitas versitas M ul awarman awarman
Skizofrenia Tak Terinci
Oleh Victor Julius 1310019006
Pembimbing dr. A. Dalidjo, Sp. KJ Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2013
L abor abor atori um I lmu Kese Kesehatan Ji wa
Refl Refl eksi Kasus
F akul tas Kedokteran Kedokteran Uni versitas versitas M ul awarman awarman
Skizofrenia Tak Terinci
Oleh Victor Julius / 1310019006
Dipersentasikan pada tanggal 27 Agustus 2013 Mengetahui, Pembimbing
dr. A. Dalidjo, Sp. KJ 1
L abor abor atori um I lmu Kese Kesehatan Ji wa
Refl Refl eksi Kasus
F akul tas Kedokteran Kedokteran Uni versitas versitas M ul awarman awarman
Skizofrenia Tak Terinci
Oleh Victor Julius / 1310019006
Dipersentasikan pada tanggal 27 Agustus 2013 Mengetahui, Pembimbing
dr. A. Dalidjo, Sp. KJ 1
REFLEKSI KASUS
Seorang laki-laki, 27 tahun, tidak bekerja, belum menikah, islam, alamat di Penajam PPU datang ke IGD RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda pada tanggal 13 Agustus 2013 pada jam 16.00 WITA, dan dipindahkan ke Ruang Intermediet RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda sejak tanggal 14 Agustus Agustus 2013.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Fadlianur
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 27 tahun
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Banjar
Pendidikan
: STM tidak lulus
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Alamat
: PPU
STATUS PSIKIATRI Keluhan Utama
Pasien mengamuk Riwayat Penyakit Sekarang Autoanamnesis
Ketika dilakukan wawancara pasien lebih banyak melamun dengan pandangan kosong. Ketika ditanya nama pasien masih bisa menjawab namanya Fadlianur, pasien mengaku sebagai seorang lulusan universitas di Cina. Pasien juga mengatakan bahwa dirinya Tuhan. Tidak ada keinginan bunuh diri. Halusinasi dan ilusi disangkal. 2
H eter eter oanamn esi s
Pasien mengamuk sejak bulan puasa, mencekik ibunya sendiri sampai harus berkelahi dengan adik tirinya. Pasien dipukul didaerah bibir. Pasien bicara sendiri sejak 3 sampai 4 bulan yang lalu, pasien mengaku sebagai Tuhan dan ingin mati saja. Pasien sering keluar malam keluyuran dijalan sampai harus ditangkap oleh polisi dan dikembalikan kerumah orang tuanya. Pasien sering mengurung diri dikamar, mondar-mandir, dan tertawa sendiri. ADL diarahkan. Tidak ada riwayat melukai diri sendiri. Tidak memiliki semangat hidup dikarenakan sudah 3 bulan berhenti bekerja dan tidak bisa bertemu dengan kekasihnya. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami kejang saat berusia 2 tahun dikarenakan demam. pasien memiliki riwayat trauma kepala, dikarenakan jatuh dari motor tanpa menggunakan helm hingga harus dilarikan ke rumah sakit untuk dijahit. Pasien tidak meiliki riwayat hipertensi atau diabetes. Riwayat malaria disangkal. Riwayat penggunaan NAPZA tidak bisa dipastikan. Saat neneknya meninggal ketika pasien berumur 20 tahun, sekitar 7 tahun lalu, pasien sempat menunjukan gejala penarikan diri, suka melamun, bicara sendiri dan meletakan es batu dikepalanya karena selalu merasa kepanasan. Pasien dibawa ke dokter jiwa dan diberikan 4 macam obat namun keluarga lupa apa diagnosis maupun nama obat. Keluarga pasien mengatakan bahwa obat yang diberikan sama bentuk dan warnanya dengan yang diberikan saat ini. Obat hanya diminum seminggu, dan dikarenakan terjadi perbaikan, pengobatan tidak dilanjutkan. Riwayat Penyakit Keluarga
Sepupu sekali memiliki gejala yang sama dengan diri pasien Gambaran Premorbid
Pasien merupakan orang yang pendiam dan tertutup terhadap keluarga. Faktor Pencetus
Diduga karena masalah asmara dan pekerjaan Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah.
3
Hubungan Dengan Keluarga Dan Lingkungan
Pasien bermasalah dengan saudara tiri perempuannya. Pasien tidak terlalu diperdulikan ayah tirinya, dan memiliki masalah dengan teman kerjanya.
Riwayat Keluarga
Struktur keluarga penderita yang tinggal serumah saat pasien berusia 10 tahun No
Nama
L/P
Hubungan
Umur
Sifat
1
Dewi
P
Nenek
60
Tegas, Keras, Pemarah
2
Ilham
L
Sepupu
14
Aktif, Ceria
3
Agus
L
Sepupu
13
Sabar, Ceria
4
Fadlianur
L
Penderita
10
Keras, Pendiam, Tertutup
5
Lido
L
Sepupu
6
Aktif, Cerewet
Struktur keluarga Penderita yang tinggal serumah saat ini No
Nama
L/P
Hubungan
Umur
Sifat
1
Ahmad
L
Ayah Tiri
54
Cuek, Tegas, Pendiam
2
Mursiani
P
Ibu
49
Pemarah, Cerewet
3
Fadlianur
L
Penderita
27
Keras, Pendiam, Tertutup
4
Ajlin
P
Adik Tiri
19
Keras, Pemarah, Kasar
5
Nur Ihsan
L
Adik Tiri
17
Pemarah, Aktif
6
Khusnul
P
Adik Tiri
12
Pemalu, Baik
Nenek dari Ibu meninggal saat penderita berusia 22 tahun Ayah kandung penderita meninggal saat pasien berusia 19 tahun karena penyakit komplikasi
Ayah dan ibu kandung bercerai saat pasien berusia 3 tahun
Penderita dominan diasuh oleh nenek dan ibu
Antara ayah dan ibu tidak ada hubungan darah
Sepupu dari pasien dari pihak ibu menderita penyakit yang sama
Suasana kehidupan dalam keluarga baik 4
Status social ekonomi keluarga cukup
Status social kultural suku Banjar
Riwayat Hidup Pasien Masa Dikandung & Sekitar Persalinan
Usia dalam kandungan 9 bulan, persalinan normal, ditolong dirumah oleh bidan
Kesehatan ibu sewaktu hamil, ibu kurang darah
Penderita merupakaan anak yang dikehendaki
Hubungan antara ayah dan ibu selama hamil biasa-biasa saja
Masa Bayi
Kesehatan penderita baik
Pertumbuhan & perkembangan penderita agak terlambat
Baru bisa bicara dan berjalan pada usia 2 tahun
Umur 2 tahun mengalami satu kali kejang demam
Penderita disusui sampai usia 9 bulan, kemudian d isapih karena ibu sakit
Masa Prasekolah
Kesehatan penderita baik
Pertumbuhan dan perkembangan penderita baik
Penderita memiliki sifat yang pendiam
Penderita dididik dengan keras oleh ayah yang keras
Penderita anak tunggal
Penderita lebih dekat dengan ibu
Kebersihan diri diajarkan oleh ibu dan bisa mandi sendiri diusia 5 tahun
Masa Sekolah & Prapubertas
Kesehatan penderita baik
Penderita memiliki sifat pendiam, penyendiri, keras kepala
Penderita memiliki daya tangkap yang lambat, dua kali tidak naik kelas pada saat mau naik kelas 3 dan kelas 5
Penderita senang main gitar, mengisi TTS, dan membaca buku
Masa Pubertas
Kesehatan penderita baik 5
Penderita adalah orang yang pendiam hanya memiliki beberapa teman dekat
Penderita biasa menghabiskan waktu libur dan waktu senggang dirumah hanya jalan jika diajak oleh teman
Penderita mulai pacaran sejak SMP
Penderita taat dalam beribadah
Penderita senang main gitar dan mengisi TTS
Masa Dewasa
Penderita termasuk orang yang pendiam dan suka menyendiri dan tipe pemikir
Penderita tidak menyelesaikan kuliahnya dibidang tekhnik elektro dikarenakan tangannya selalu basah
Selain itu penderita juga tidak bisa konsentrasi berkuliah dikarenakan putus cinta
Masa Tua
Penderita belum memasuki masa tua
Riwayat Pekerjaan
Penderita sempat bekerja sebagai pekerja dikebun kelapa sawit
Saat bekerja pasien pernah jatuh dari motor dan menyebabkan cedera kepala berat sampai harus dijahit
Pasien berhenti kemudian ikut pamannya bekerja sebagai pensurvei dibidang batu bara
Pasien berhenti lagi dan bekerja sebagai security
Sejak ada masalah dengan teman sekerjanya, dan pasien diusir dari kost tempat tinggal bersama teman-teman securitynya pasien berhenti
Pasien sudah tidak bekerja selama 4 bulan
Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah
Lain-Lain
Sebelum menjadi security pasien mengikuti pelatihan yang cukup keras
Mulai berurusan dengan polisi saat gejala penyakit mulai parah, beberapa kali ditangkap Koramil saat suka keluyuran dimalam hari
Kepribadian Sebelum Sakit
Pasien adalah orang yang pendiam, sangat tertutup, dan selalu memikirkan masalahnya secara berlebihan. 6
Saat putus cinta, pasien akan menjadi sangat terdepresi dan akan terlalu memikirkan masalah tersebut
Untuk bersenag-senang pasien suka main gitar dan main TTS
Kehidupan Psikoseksual
Sudah tiga kali pacaran sejak SMP namun belum menikah
Kehidupan Emosi
Penderita memiliki sifat pendiam, penyendiri, pemalu, kaku, dan terlalu memikirkan masalahnya
Hanya menceritakan masalahnya pada salah satu teman dekatnya, tidak mudah terbuka dengan orang lain
Penderita sering berkelahi dengan adik tiri perempuannya dirumah, walaupun untuk hal yang sepele
Penderita sangat rajin, suka lupa makan saat bekerja, berambisi, keras
Hubungan Sosial
Penderita memiliki beberpa teman namun hanya dekat dan mau terbuka dengan salah satu temannya
Kebiasaan dan Kesenangan
Penderita seringkali merokok da nada riwayat menggunakan NAPZA yang diakui pasien kepada pacarnya saat masih remaja
STATUS PRAESENS
Status Fisikus
Tanda Vital
-
TD
: 120/70
-
Respirasi
: 24 kali/menit
-
Nadi
: 78 kali/menit
-
Suhu
: 36,5 °C
-
GCS
: E4V5G6
Keadaan Gizi
: Cukup
Keadaan Fisik Lain
: Terdapat Luka pada ujung bibir bekas pukulan
7
Kepala
Mata
: : Konjunctiva tidak anemis
Telinga: Tidak ada kelainan
Sklera tidak ikterik
Mulut : Tidak ada kelainan
Pupil tak ada kelainan
Hidung : Sekret -/-
Thoraks
:
Jantung
: Bunyi jantung murni reguler
Paru
: Dalam Batas Normal
Ekstremitas
: Tidak ada kelainan
Kelenjar Getah Bening
: Pada Inspeksi & Palpasi tidak ada pembesaran KGB
Keadaan Susunan Saraf
: Tidak ada kelainan
Refleks Fisiologis
: +/+
Refleks Patologis
: -/-
Status Psikikus :
Roman Muka
: Murung
Kesadaran
: Komposmentis
Kontak/Rapport
: Visual (+) menurun, Verbal (+) Lambat
Orientasi
: Waktu
: baik
Tempat
: baik
Orang
: baik
Perhatian
: Kurang
Persepsi
: Halusinasi dengar
: Disangkal
Halusinasi lihat
: Disangkal
Ilusi
: Tidak ada
Ingatan
: Baik, kesan tidak terganggu
Intelegensia
: Baik, kesan tidak terganggu
Pikiran
: Bentuk
Emosi
: Lambat
Jalan
: Asosiasi longgar
Isi
: Waham Kebesaran (+)
: Labil, Afek tumpul
8
Dekorum
: Baik
Tingkah laku
: Normoaktif
Bicara
: Lambat
Lain-Lain
:
Genogram
Pasien merupakan anak tunggal dari ayah dan ibunya.
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Laki-laki meninggal : Pasien
Pemeriksaan Urine dengan 5 Parameter dengan hasil: i. Morfin
: Negatif
ii. Benzodiazepin
: Negatif
iii. Amphetamin
: Negatif
iv. Met Amphetamin
: Negatif
v. Mariyuana
: Negatif
DIAGNOSIS
FORMULASI DIAGNOSIS Penderita seorang laki-laki berusia 27 tahun, suku banjar, menganggur, belum menikah, dikandung, lahir spontan ditolong bidan dirumah. Penderita dibesarkan dikeluarga yang 9
ekonominya cukup. Sejak kecil penderita tinggal dengan nenek, dan baru dua tahun terakhir hidup bersama dengan ibunya. Ayah pasien berwatak keras, ibunya sering mengomel pada pasien, dan ayah tiri tidak memperhatikan pasien (F. Predisposisi). Pasien adalah orang yang pendiam, tertutup, pekerja keras, dan seorang pemikir yang suka memendam masalahnya sendiri (F. Predisposisi). Setelah berhenti kuliah dikarenakan tidak bisa lulus (F. Predisposisi), dan karena tidak bisa berkonsentrasi karena putus cinta (F. Predisposisi), pasien bekerja di kebun kelapa sawit, kemudian bekerja sebagai surveyor batu bara, dan terakhir bekerja sebagai security. Pasien memiliki masalah dengan teman ditempat kerja dan memutuskan berhenti bekerja (F. Predisposisi). Pasien merasa dibenci dan selalu mencurigai temannya membicarakannya dibelakang dirinya (F. Predisposisi). Setelah berhenti dan berpisah dari pacarnya pasien merasa sangat kehilangan (F. Predisposisi) penderita merasa sangat tertekan, menjadi sering melamun, bicara sendiri, keluyuran dijalan tengah malam, mengamuk, menyerang orang dirumah. Keluarga membawanya ke IGD RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda pada tanggal 13 Agustus 2013 pada jam 16.00 WITA.
DIAGNOSA MULTIAKSIAL Aksis I
: Depresi berat dengan gejala psikotik
Aksis II
: Tidak ada diagnosis pada aksis ini
Aksis III : Tidak ada diagnosis pada aksis ini Aksis IV : Masalah Pekerjaan Aksis V : GAF 70-61 beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik PENATALAKSANAAN
Psikoterapi
1. Dukungan keluarga yang baik untuk pasien sehinggadapat memberikan perhatian yang lebih pada pasien.
10
2. Teman-teman pasien alangkah baiknya jika bisa menjenguk pasien dan mengajak
bercerita jika ada permasalahan, sehingga dapat memberi dukungan yang baik ke depannya untuk penyembuhannya. 3. Melatih keterampilan berbicara, keterampilan mengelola gejala, keterampilan
kerja Psikofarmaka
Haldol 2 x 2,5 mg
Clozapine 25 mg 0-0-1
THD 2 x 2 mg
PROGNOSA
Dubia ad bonam jika:
Jika rutin dalam pemberian terapi dan adanya perhatian keluarga kepada pasien.
11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronik atau kambuhan ditandai dengan terdapatnya perpecahan ( schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autism, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi (Kaplan & Saddock, 2004). Gangguan yang terjadi dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya gejala negative (APA, 2000).
B. Etiologi (Kaplan, 2010)
A. Faktor Biologis 1) Neuropatologi Daerah otak utama yang terlibat adalah struktur limbik, lobus frontalis, ganglia basalis, otah tengah, talamus, dan batang otak. a. Sistem limbik Sistem limbik yang berperan dalam pengendalian emosi. Pada sampel otak skizofrenia postmortem telah ditemukan suatu penurunan ukuran daerah termasuk amigdala, hipokampus, dan girus para hipokampus. Karena penurunan ukuran tersebut, emosi yang timbul sulit untuk di kendalikan. b. Ganglia basalis Ganglia basalis terlibat dalam mengendalikan pergerakan. Pasien skizofrenia mempunyai pergerakan yang aneh (gaya berjalan kaku, menyeringaikan wajah dan sterotipik) bahkan tanpa adanya gangguan pergerakan akibat medikasi. Hal ini dapat terjadi karena sedikitnya neuron-neuron akibat berkurangnya volume otak terutama didaerah globus
12
pallidus dan substansia nigra. Selain itu, reseptor dopamine tipe 2 (D2) meningkat jumlahnya di daerah caudatus, putamen, dan nucleus accumbens. c. Lobus frontalis Ganglia basalis berhubungan timbal balik dengan lobus frontalis, dengan demikian meningkatkan kemungkinan bahwa kelainan pada fungsi lobus frontalis yang terlihat pada beberapa pemeriksaan pencitraan otak mungkin disebabkan oleh patologi di dalam ganglia basalis, bukan di dalam lobus frontalis itu sendiri. Peningkatan aliran darah yang lebih kecil ke korteks frontalis dorsolateral saat melakukan prosedur aktivasi psikologis. Penurunan metabolisme glukosa di lobus frontal. Atropi lobus frontalis, berhubungan dengan gejala negatif skizofrenia. Penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral, sehingga menyebabkan deficit fungsi yang menimbulkan gejala mimik. d. Atropi lobus temporal medial bilateral, yaitu girus parahipokampus, girus hipokampus, dan amigdala e. Pelebaran ventrikel ketiga dan ventrikel lateral yang stabil dan kadang terlihat sebelum onset penyakit, sehingga mengurangi volume otak. f.
Gangguan transmisi neuronal (sirkuit) akibat aliran darah yang sedikit atau disfungsi traktus thalamocortical, dan penurunan ukuran corpus callosum yang menimbukan gejala positif dan negatif, serta gangguan kognitif.
2) Herediter Seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia dan kemungkinan seseorang menderita skizofrenia adalah berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut. Beberapa gen yang dijumpai pada penderita skizofrenia, antara lain 1q, 5q, 6p, 6q, 8p, 10p, 13q, 15q, dan 22q. Adanya mutasi gen dystrobrevin DTNBP 1 dan Neureglin 1 berhubungan dengan munculnya gejala negatif pada penderita skizofrenia. Selain itu, kepribadian schizoid, skizotipal, dan paranoid memiliki kemungkinan besar dalam timbulnya skizofrenia. 3) Gangguan anatomik Dicurigai ada beberapa bangunan anatomis di otak berperan terhadap kejadian skizofren yaitu lobus temporal, sistem limbik dan reticular activating sistem. Ventrikel penderita skizofrenia juga lebih besar daripada populasi nor mal.
13
4) Teori Biokimia a. Hipotesis dopamin Rumusan paling sederhana dari hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan dari terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik, sehingga menimbulkan gejala positif. Teori ini timbul dari pengamatan: 1) Aktivitas antipsikotik dari obat-obat neuroleptik misalnya fenotiazin bekerja dengan memblokade reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D2). 2) Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik misalnya amfetamin akan memperburuk skizofrenia karena amfetamin melepaskan dopamin sentral. Namun teori ini tidak memperinci apakah hiperaktivitas dopaminergik disebabkan oleh terlalu banyak pelepasan dopamine, terlalu banyak reseptor dopamine atau kombinasi kedua hal di atas. Keterlibatan jalur dopamin di otak yaitu jalur mesokortikal, jalur tubuloinfundibular, jalur mesolimbik. b. Hipotesis serotonin Serotonin telah mendapat banyak perhatian dalam penelitian skizofrenia sejak pengamatan bahwa antipsikotik atipikal mempunyai aktifitas berhubungan dengan serotonin yang kuat (misalnya clozapine, risperidone, ritanserin). Secara spesifik, antagonis pada reseptor serotonin (5-HT2) telah disadari penting untuk menurunkan gejala psikotik dalam menurunkan perkembangan gangguan pergerakan berhubungan dengan antagonisme-D2. Seperti yang telah dinyatakan dalam penelitian mengenai gangguan mood, aktifitas serotonin telah berperan dalam perilaku bunuh diri dan impulsif yang juga dapat ditemukan pada pasien skizofrenia. c. Hipotesis norepinefrin Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktifitas neuron noradrenergik di lokus cereleus dan bahwa efek terapeutik dari beberapa antipsikotik mungkin melibatkan aktifitas pada reseptor adrenergik-1 dan adrenergik-2. Walaupun hubungan antara aktifitas dopaminergik dan noradrenergik masih belum jelas, semakin banyak data yang menyatakan bahwa sistem noradrenergik memodulasi sistem dopaminergik dalam cara tertentu sehingga kelainan sistem noradrenegik mempredisposisikan pasien untuk sering relaps.
14
d. Hipotesis asam amino Neurotransmiter asam amino inhibitor gamma-aminobutyric acid (GABA) juga telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia adalah konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien dengan skizofrenia mengalami kehilangan neuron GABA-ergik di dalam hipokampus. Hilangnya neuron inhibitor GABA-ergik secara teoritik dapat menyebabkan hiperaktifitas neuron dopaminergik dan noradrenergik. Neurotransmiter asam amino eksitasi glutamat telah juga dilaporkan terlibat dalam dasar biologis untuk skizofrenia. e. Teori Neuropeptide Dua zat neuropeptide, cholecystokinin dan neurotensin ditemukan di berbagai daerah otak penderita skizofrenia. Konsentrasi zat ini berubah pada keadaan psikosis. f.
Teori Glutamat Pada pasien skizofrenia terdapat inhibisi pelepasan neurotransmitter glutamate, hal ini penting perannya dalam menimbulkan gejala akut skizofrenia.
g. Asetilkolin dan Nikotin Penurunan jumlah reseptor muskarinik dan nikotinik di daerah caudatus-putamen, hipokampus, korteks prefrontal menyebabkan kekacauan regulasi sistem neurotransmitter, sehingga timbul disfungsi kognitif pada pasien skizofrenia. 5) Psikoneuroendokrinologi Beberapa
data
menunjukkan
penurunan
konsentrasi luteinizing
hormone-follicle
stimulating hormone (LH/ FSH), kemungkinan dihubungkan dengan onset usia dan lamanya penyakit. Dua kelainan tambahan yang dilaporkan adalah penumpulan pelepasan prolaktin dan hormon pertumbuhan terhadap stimulasi gonadotropin releasing hormone (GnRH) atau thyrotropin-releasing hormone (TRH) dan suatu penumpulan pelepasan hormon pertumbuhan terhadap stimulasi apomorphine yang mungkin dikorelasikan dengan adanya gejala negatif.
B. Faktor Psikososial 1. Teori Psikoanalitik 15
Skizofrenia disebabkan oleh fiksasi dalam perkembangan yang terjadi lebih awal yang menyebabkan perkembangan neurosis. Freud mendalilkan bahwa adanya defek ego juga berperan dalam gejala skizofrenia. Jadi, konflik intrapsikis yang disebabkan dari fiksasi awal dan defek ego, yang mungkin disebabkan oleh hubungan objek awal yang buruk, merupakan awal mula timbulnya gejala psikotik. 2. Teori Psikodinamika Penelitian pada kembar monozigotik secara berulang menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan psikologis mempunyai kepentingan dalam perkembangan skizofrenia. 3. Teori Belajar Menurut ahli teori belajar, anak-anak yang kemudian menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang irasional dengan meniru orangtuanya yang mungkin memiliki masalah emosionalnya sendiri yang bermakna. Hubungan interpersonal yang buruk dari orang skizofrenia, menurut teori belajar, juga berkembang karena dipelajarinya model yang buruk selama masa anak-anak.
C. Faktor Risiko (Kaplan, 2010)
1. Faktor genetik 2. Faktor psikososial a. Teori tentang pasien individual : adanya defek ego dan regresi dalam respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain menyebabkan seseorang rentan terhadap stres (teori psikoanalisis). b. Teori Psikodinamika : defek stimulus lingkungan mempengaruhi hubungan interpersonal sehingga menimbulkan stres. c. Teori Belajar : Reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang mempunyai masalah emosional bermakna juga dapat ditiru oleh anak-anak mereka d. Teori tentang keluarga : keluarga patologis memberikan stres emosional sehingga rentan menderita skizofrenia. Kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan sosial pada penderita skizofrenia. 16
e. Teori-teori sosial : Pengaruh industrialisasi dan urbanisasi menyebabkan stres. 3. Status sosial ekonomi 4. Stress
D. Penegakan Diagnosa (Kaplan, 2010)
a. Menurut PPDGJ III 1.
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas : (a) gangguan isi pikir:
“Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau
“Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan
“Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
(b) Delusi
“delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati luar; atau
“delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang „dirinya”: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
“delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
17
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), ataau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). 2.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas : a)
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
b)
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c)
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d)
Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional
yang
menumpul
atau
tidak
wajar,
biasanya
yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; 3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). 4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality)
dari
beberapa
aspek
perilaku
pribadai
(personal
behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
18
b.
Menurut DSM IV
Gejala karakteristik : Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil): 1. waham 2. halusinasi 3. bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren) 4. perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas 5. gejala negatif, yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition) Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.
Disfungsi sosial/pekerjaan : untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan
satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak ata remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
Durasi : tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6
bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).
Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: gangguan skizoaefktif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: 1. Tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif; 2. Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
19
Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum
Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).
E. Patogenesis dan Patofisiologi Skizofrenia
Makna patofisologis khusus dikaitkan dengan dopamin. Availabilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan dapat menimbulkan gejala skizofrenia. Penghambatan pada reseptor dopamin-D2 telak sukses digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia.. Di sisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan pada korteks prefrontalis dan penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia., seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan dopamin yang meningkat dan ini tidak memiliki efek patogenetik. Dopamin berperan sebagai transmiter melalui beberapa jalur (Silbernagl , 2007): a. Jalur dopaminergik ke sistem limbik (mesolimbik) b. Jalur dopaminergik ke korteks (sistem mesokorteks) mungkin penting dalam perkembangan skizofrenia c. Pada sistem tubuloinfundibular, dopamin mengatur pelepasan hormon hipofisis (terutama pelepasan prolaktin) d. Dopamin mengatur aktivitas motorik pada sitem nigrostriatum Serotonin mungkin juga berperan dalam menimbulkan gejala skizofrenia. Kerja serotonis yang berlebihan dapat menimbulkan halusinasi dan banyak obat antipsikotik akan menghambat reseptor 5-HT2. F. Tipe – tipe skizofrenia berdasarkan PPDGJ III (Kaplan, 2010)
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal seba gai berikut :
20
Skizofrenia Paranoid
Halusinasi dan atau waham harus menonjol : (a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa. (b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. (c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol. Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik. Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak. Skizofrenia Hebefrenik
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan : 21
a. Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; b. Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (selfabsorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); c. Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. d. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Skizofrenia Katatonik
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : (a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara): (b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal) (c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh); (d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
22
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya); (f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan (g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)
Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau : a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
23
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua : a. Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk; b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia; c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia; d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut. Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
24
- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan - disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat. G. Komplikasi (Kaplan, 2010)
1.
Pikiran dan perilaku bunuh diri
2.
Perilaku yang merusak diri
3.
Malnutrisi
4.
Kebersihan yang buruk
5.
Depresi
6.
Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan atau resep obat
7.
Kemiskinan
8.
Gelandangan
9.
Penahanan
10. Konflik keluarga 11. Ketidakmampuan untuk bekerja atau bersekolah 12. Menjadi korban atau pelaku kejahatan kekerasan
H. Penatalaksanaan Non farmakologis 1. Terapi Psikososial
25
Terapi psikososial pada umumnya lebih efektif diberikan pada saat penderita berada dalam fase perbaikan dibandingkan pada fase akut. Terapi ini meliputi terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi individual (Kaplan, 2010). a. Terapi perilaku Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan
sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa di rumah sakit, dengan demikian frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan (Kaplan, 2010). Terapi perilaku memiliki tiga model pelatihan keterampilan sosial pada pend erita skizofrenia, yaitu : 1) Model keterampilan dasar Model keterampilan dasar sering juga disebut dengan istilah keterampilan motorik, merupakan model pendekatan yang mengidentifikasi disfungsi perilaku sosial, kemudian dipilah menjadi tugas-tugas yang lebih sederhana, dipelajari melalui pengulangan, dan elemen-elemen terasebut dikombinasikan menjadi perbendaharaan fungsional yang lebih lengkap. 2) Model pemecahan masalah sosial Model pemecahan masalah sosial dilaksanakan melalui modul-modul pembelajaran seperti manajemen medikasi, manajemen gejala, rekreasi, percakapan dasar, dan pemeliharaan diri. 3) Cognitive remediation Penatalaksaanaan gangguan kognitif pada penderita skizofrenia bertujuan meningkatkan kapasitas individu untuk mempelajari berbagai variasi dari keterampilan sosial dan dapat hidup mandiri. Strategi penatalaksanaan meliputi langsung pada defisit kognitif yang mendasari dan terapi kognitif perilaku terhadap gejala psikotik. Penatalaksanaan langsung terhadap defisit kognitif yang mendasari meliputi pengulangan latihan, modifikasi instruksi berupa instruksi lengkap dengan isyarat dan umpan balik segera selama latihan. Sedangkan terapi kognitif perilaku terhadap gejala psikotik bertujuan 26
mengidentifikasikan gejala spesifik dan menggunakan strategi coping kognitif untuk mengatasinya. Contohnya seperti strategi distraksi, reframing, self reinforcement, test realita, atau tantangan secara verbal. Penderita skizofrenia menggunakan strategi ini untuk menemukan dan menguji kualitas disfungsi dari keyakinan yang irasional. b. Terapi berorintasi keluarga Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Keluarga tempat pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting khususnya
yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan,
lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya (Kaplan, 2010). Terapi keluarga bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai skizofrenia. Materi yang diberikan berupa pengenalan tanda-tanda kekambuhan secara dini, peranan dari pengobatan, dan antisipasi dari efek samping pengobatan, dan peran keluarga terhadap penderita skizofrenia. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan
bahwa terapi keluarga adalah
efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5-10 % dengan terapi keluarga (Kaplan, 2010). c. Terapi kelompok Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan perhatian pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika, tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia (Kaplan, 2010).
27
Terapi kelompok meliputi terapi suportif, terstruktur, dan anggotanya terbatas, umumnya 315 orang. Kelebihan terapi kelompok adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dari teman kelompok, dan dapat mengamati respon psikologis, emosional, dan perilaku penderita skizofrenia terhadap berbagai sifat orang dan masalah yang timbul. d. Psikoterapi individual Psikoterapi individual yang diberikan pada penderita skizofrenia bertujuan sebagai promosi terhadap kesembuhan penderita atau mengurangi penderitaan pasien. Psikoterapi ini terdiri dari fase awal yang difokuskan pada hubungan antara stres dengan gejala, fase menengah difokuskan pada relaksasi dan kesadaran untuk mengatasi stres kemudian fase lanjut difokuskan pada inisiatif umum dan keterampilan di masyarakat dengan mempraktekkan apa yang telah dipelajari Farmakologis
Antipsikosis atau neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut dan kronik. Kegunaannya pada psikoneuresis dan penyakit psikosomatik belum jelas. Prinsip-prinsip Terapetik Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada pengobatan adalah sebagai berikut (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010): 1) Klinisi menentukan gejala sasaran yang akan diobati 2) Antipsikotik yang telah bekerja dengan baik (pada pengobatan sebelumnya) harus digunakan lagi 3) Lama percobaan 4-6 minggu pada dosis yang adekuat 4) Antipsikotik lebih dari 1 dalam satu waktu jarang dilakukan 5) Pasien diberikan dosis efektif serendah mungkin Obat antipsikotik yang paling lama penggunaannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain: 1. Haldol (Haloperidol) 2. Mellaril (Thioridazine) 3. Navane (Thiothixene) 28
4. Prolixin (Fluphenazine) 5. Stelazine (Trifluoperazine) 6. Thorazine (Chlorpromazine) 7. Trilafon (Perphenazine)
I. Prognosis
Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk dalam skizofrenia (Kaplan dan Saddock, 2010) digambarkan di bawah ini. a. Skizofrenia prognosis baik Berkaitan dengan onset lambat, faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang baik, gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif), menikah, riwayat keluarga gangguan mood , sistem pendukung yang baik dan gejala positif. b. Skizofrenia prognosis buruk Berkaitan dengan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang buruk, perilaku menarik diri, austistik, tidak menikah, bercerai, atau janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung yang buruk, gejala negatif, tanda dan gejala neurologist, riwayat trauma prenatal, tidak ada remisi dalam tiga tahun, sering relaps dan riwayat penyerangan.
29
PEMBAHASAN
Pedoman Diagnosis Depresi berat dengan gejala psikotik Pedoman Diagnostik Memenuhi
semua
Gejala Pada Pasien
Kriteria
kriteria Pasien memiliki afek datar, Tidak memenuhi
gejala utama:
mondar mandir, tidak merasa
- Afek Depresif
cepat lelah
- Kehilangan
minat
&
kegembiraan - Berkurangnya energy yang menuju
meningkatnya
keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit
saja)
dan
menurunnya aktivitas Sekurang-kurangnya 4 gejala Tidak ada perasaan bersalah Tidak memenuhi penyerta:
atau pandangan masa depan
- Konsentrasi dan perhatian suram karena masih berpikir berkurang
ia
seorang
- Harga diri dan kepercayaan universitas. diri berkurang
lulusan
Pasien
masih
makan teratur. Pasien masih
- Gagasan tentang perasaan kuat keluyuran tengah malam bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe Pasien menarik diri yang bisa ringan sekalipun) - Pandangan
mengindikasikan harga diri
masa
depan dan
yang suram dan pesimistik - Gagasan
atau
membahayakan
kepercayaan
berkurang.
perbuatan konsentrasi. diri
diri
Pasien
susah
Pasien
pernah
atau berkata ingin mati saja.
bunuh diri
30
- Tidur terganggu - Nafsu makan berkurang Bila
ada
gejala
(misalnya
penting Pasien lebih banyak diam dan Memenuhi
agitasi
atau melamun
retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka
pasien
mungkin tidak mau atau tidak bisa
melaporkan
banyak
gejalanya secara rinci Episode
depresif
harus
biasanya Pasien
mulai
berlangsung perubahan
mengalami Memenuhi
sikap
sejak
3
sekurangnya 2 minggu akan bulan terakhir tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat maka
masih
dibenarkan
untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu Sangat tidak mungkin pasien Pasien akan
mempu
kegiatan
lebih
sering Memenuhi
meneruskan mengurung diri dikamar dan
social,
pekerjaan berhenti bekerja
atau urusan rumah tangga, kecuali
pada
taraf
yang
sangat terbatas Disertai waham, halusinasi Pasien
mengatakan
atau stupor depresif. Waham seorang
lulusan
biasanya tentang atau
melibatkan dosa,
dari
kemiskinan, mengatakan
malapetaka
mengancam,
ide elektro
dan
pasien Tidak memenuhi tekhnik
Cina
pada
dan
keluarga
yang bahwa ia adalah Tuhan pasien
merasa bertanggung jawab 31
atas
hal
itu.
auditorik
Halusinasi
atau
olfaktori
biasanya berupa suara yang menghina
atau
menuduh,
atau bau kotoran atau daging yang membusuk. Retardasi yang
berat
dapat
menuju
pada stupor. Jika diperlukan waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi
atau
tidak
serasi dengan afek (moodcongruent) KESAN : Pasien tidak memenuhi kriteria diagnosis
Pedoman Diagnosis Skizofrenia Pedoman Diagnostik
Gejala Pada Pasien
Kriteria
Kriteria Mayor 1. Harus ada sedikitnya satu gejala yang amat jelas :
a.
Thought
echo,
thougt Waham kebesaran
Memenuhi
insertion or withdrawal,
thought
broadcasting. b.
Delution
of
control, Waham kendali pikir (-)
Tidak Memenuhi
delution of influence, passivity, delution of perception c. Halusinasi auditorik, suara Halusinasi
auditorik Tidak Memenuhi 32
yang
disangkal
berkomentar terus- menerus terhadap perilaku
pasien
diantara
mereka sendiri, jenis suara halusinasi lain berasal dari salah satu bagian tubuh d. Waham- waham menetap Waham mistik (+)
Memenuhi
lainnya yang menurut
budaya
setempat
dianggap tidak wajar atau mustahil
2. Atau paling sedikit dua
Halusinasi
dari
halusinasi visual disangkal
gejala
dibawah
ini
auditori, Tidak Memenuhi
harus ada secara jelas:
a. Halusinasi menetap dari panca indera saja apabila disertai waham yang mengembang
maupun
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap apabila setiap hari selama
Neologisme (-)
Tidak memenuhi
berbulan-bulan secara terus menerus 33
b. Arus pikiran yang terputus atau mengalami
sisipan
yang
bersifat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme Neologisme
(-)
Tidak Perilaku negativisme (+)
Memenuhi
memenuhi c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu atau fleksibilitas
serea,
negativisme, mutisme dan stupor d.
Bicara yang jarang serta
Gejala-gejala
negatif, respon
seperti sikap yang
emosional
Memenuhi yang
menumpul atau
sangat apatis, bicara yang yang tidak wajar biasanya jarang serta respon
emosional
mengakibatkan yang penarikan diri dari pergaulan
menumpul atau
sosial (+)
yang tidak wajar biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial tetapi harus jelas hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau neuroleptik.
KRITERIA MINOR 34
Suatu
perubahan
yang Ada sikap berdiam
konsisten dan bermakna
Memenuhi
diri dan penarikan dalam
mutu sosial (+)
keseluruhan dari beberapa
aspek
perilaku
perorangan, bermanifestasi
sebagai
hilangnya minat, tak bertujuan, sikap berdiam diri ( self absorbed
dan
attitude)
penarikan secara sosial WAKTU
Adanya gejala-gejala tersebut Gejala tersebut diatas telah berlangsung
sudah berlangsung selama
kurun 3 minggu (kurun waktu 1
waktu satu bulan
atau
Memenuhi
bulan) lebih
(tidak
berlaku untuk setiap fase non psikotik prodromal)
KESAN: Pasien memenuhi kriteria diagnosis F.20.-
Dalam PPDGJ III, terdapat beberapa jenis skizofrenia (F20), di antaranya adalah skizofrenia tak terinci (F 20.3) yang pedoman diagnostiknya terdapat pada tabel di bawah. Tabel Pedoman Diagnostik : Skizofrenia Tak Terinci (F.20.3)
Pedoman diagnostik Memenuhi kriteria umum
Gejala pada Pasien Pada tabel 1 pasien memenuhi
Kriteria Memenuhi
35
diagnosis skizofrenia
kriteria skizofrenia
Tidak memenuhi Kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik
Pasien tidak memenuhi kriteria Memenuhi diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik atau katatonik
Pasien tidak memenuhi kriteria Memenuhi Tidak memenuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia residual skizofrenia residual atau atau depresi pasca skizofren depresi pasca skizofrenia
Kesimpulan : Pasien memenuhi kriteria Diagnosa F20.3
Dari tabel di atas, maka pasien didiagnosis sebagai skizofrenia tak terinci. Diagnosis diferensialnya terdapat pada tabel berikut: F20.5 (Skizofrenia Residual) Kriteria Diagnosis
Kriteria pada Pasien
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:
36
a) Gejala ”negatif” dari skizofrenia yang menonjol, Memenuhi misalnya
perlambatan
psikomotorik,
aktivitas
menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk, seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk
Tidak Memenuhi
diagnosis skizofrenia c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang Tidak Memenuhi nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusional Memenuhi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut
KESAN: Pasien tidak mememenuhi kriteria diagnosis F. 20.5
Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara autoanamnesa dan heteroanamnesa, gejala yang dialami pasien mencakup sebagian besar gejala-gejala skizofrenia. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa gejala utama dari skizofrenia yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat waham atau perilaku kacau/aneh. Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu kebingungan atau disorientasi, dan perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, bicara dan tertawa serta marah-marah atau menyerang orang tanpa alasan.
37
Pasien masuk kedalam diagnosis skizofrenia tidak terinci dikarenakan dari jenis skizofrenia yang lain, tidak ada yang gejalanya benar-benar sama dengan apa yang dialami oleh pasien. Pasien tidak memiliki perasaan curiga terhadap orang lain. Pasien juga tidak masuk kedalam kriteria diagnosis skizofrenia herbefrenik, dikarenakan pasien lebih banyak diam dan melamun. Pasien juga tidak dapat dimasukkan dalam tipe skizofrenia katatonik karena pada keadaan tersebut, harus ada satu atau lebih perilaku yaitu stupor, gaduh gelisah, menampilkan posisi tubuh tertentu yang aneh, negativisme, rigiditas, fleksibilitas cerea, pengulangan kata-kata serta kalimatkalimat. Sedangkan pada pasien ini, perilaku tersebut tidak ditemukan. Diagnose paling mendekati adalah Skizofrenia residual. Dikarenakan pada skizofrenia residual masih ditemukan bukti adanya gangguan skizofrenia tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi kriteria tipe lain skizofrenia. Gejala utamanya adalah gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan spsikomotor, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja social yang buruk. Bisa saja masih ditemukan waham dan halusinasi, namun bukan merupakan gejala utama yang menonjol. Melihat riwayat penyakit dahulu pasien yang pernah diterapi oleh seorang dokter jiwa, dan obat-obatan yang diminum juga sama dengan yang diminum saat ini, menimbulkan kecurigaan bahwa pasien pernah terdiagnosa skizofrenia. Namun tidak ada keterangan pasti dari pihak keluarga. Selain itu pasien pada saat datang ke IGD, memiliki keluhan utama mengamuk dan memiliki waham kebesaran yang sangat kuat. Hal ini tidak bisa dikategorikan sebagai skizofrenia residual. Oleh karenanya, pasien dimasukan kedalam diagnosa skizofrenia yang tidak terinci. DIAGNOSIS PSIKIATRI
AKSIS I
: F 20.3 (skizofrenia tak terinci) DD : F 20.5 (skizofrenia residual)
AKSIS II
: Tidak ada diagnosa pada axis ini
38
AKSIS III
: tidak ada diagnosis
AKSIS IV
: Masalah pekerjaan
AKSIS V
: GAF 70-61
Pengobatan yang diberikan pada pasien skizofrenia pada dasarnya sama terlepas dari jenis skizofrenianya. Pada pasien ini diberikan Haldol 2 x 2,5 mg untuk mengatasi gejala positif yang masih dialaminya seperti waham kebesaran dan halusinasi. Kemudian diberikan Clozapine 25 mg 0-0-1 agar pasien dapat istrirahat pada malam hari, mengingat pasien memiliki kesulitan tidur pada malam hari. Karena pasien lebih banyak keluyuran pada malam hari. Selain itu clozapine memiliki efek ekstrapiramidal yang lebih kecil dibandingkan obat tipikal biasa. Selain itu dikarenakan efek sedasinya yang sangat besar, yang memungkinkan pasien untuk beristirahat. THD diberikan jika gejala ekstrapiramidal muncul, yang dikarenakan penggunaan dari haloperidol. Dosis THD yang diberikan adalah 2 x 2 mg. Tujuan
psikoterapi
adalah
untuk
menguatkan
daya
tahan
mental
yang
ada,
mempertahankan kontrol diri, mengembalikan keseimbangan adaptif supaya dapat menyesuaikan diri. Psikoterapi suportif antara lain psikoventilasi dimana pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahan, apa yang terjadi kekhawatiran pasien kepada terapis, sehingga terapis dapat memberikan problem solving yang baik dan mengetahui cara antisipasi pasien dari faktor-faktor pencetus. Persuasi dengan membujuk pasien agar kooperatif dalam terapi-terapi lainnya. Mensugesti atau membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh (penyakit terkontrol) apabila kontrol secara rutin dan rajin minum obat. Dilakukan desensitisasi dimana pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada didalam lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki mekanisme pembelaan diri terhadap dunia kerja Edukasi dan Modifikasi Keluarga dengan mengarahkan kepada keluarga untuk berusaha menggali lebih dalam dan mengamati masalah-masalah yang dihadapi oleh pasien dan membantu menyelesaikannya dengan jalan diskusi. Terapi spiritual dapat dilakukan dengan mengikut sertakan pasien pada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti shalat berjamaah atau mendengarkan ceramah. Terapi ini dimaksudkan agar pasien tetap mengingat dan menjalankan perintah dari ajaran/kepercayaannya sehingga dapat membuatnya lebih merasa tenang, aman dan nyaman dalam hati dan batin. Terapi rehabilitative dilakukan untuk mempersiapkan pasien dapat 39
kembali pada masyarakat dengan fungsi pekerjaan dan sosial. Latihan kerja dilakukan untuk memberikan bekal keterampilan yang disesuaikan dengan kemampuan pasien. Terapi sosial dapat berupa permainan atau latihan bersama misalnya bermain badminton, senam bersama dan sebagainya. Sedangkan apabila pasien sudah kembali berada di lingkungan rumahnya dapat berupa mengikuti pengajian, kerja bakti di kampung dan lain-lain.
40