Bagian Ilmu Farmakologi
REFERAT
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
IBUPROFEN
Oleh: DWI AKBARINA YAHYA 0910015007
Pembimbing dr. Sjarief Ismail, M. Kes
Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Kepaniteraan Klinik pada Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi Farmasi/Farmakoterapi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda 2013
DAFTAR ISI
BAB 1 ....................................................................................................................................................... 2 PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 2 BAB II ....................................................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 3
2.1 Penggolongan Obat dan Nama Lain ............................................................................................. 3 2.2 Indikasi. ......................................................................................................................................... 4 2.3 Farmakodinamik ........................................................................................................................... 4 2.4 Farmakokinetik (UI, 1998) ........................................................................................................... 5 2.5 Frekuensi Pemberian ..................................................................................................................... 6 2.6 Dosis ............................................................................................................................................. 6 2.7 Interaksi Obat ................................................................................................................................ 7 2.8 Kontraindikasi ............................................................................................................................... 7 2.9 Toksisitas ...................................................................................................................................... 8 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 10
i
BAB 1
PENDAHULUAN
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali tahun 1969 di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik. Selain itu ibuprofen mempunyai daya kohesifitas yang tinggi sehingga menghasilkan daya alir yang jelek. Ibuprofen termasuk salah satu dari golongan obat antiinflamasi non steroid (AINS) yang banyak digunakan sebagai analgesik, antiinflamasi dan antipiretik. Ibuprofen dosis rendah sama efektifnya dengan aspirin dan parasetamol untuk indikasi sebagai antipiretik, dan juga sama efektifnya dengan indometasin. Ibuprofen R dan S (+) enansiomer terutama digunakan dalam pengobatan nyeri ringan sampai sedang. Para dokter gigi lebih sering memberikan ibuprofen untuk menangani nyeri pada mulut baik akut maupun kronik. Rute pemberian obat secara oral adalah metode yang paling umum dan disukai karena kenyamanan dan kemudahan dalam pemakaian. Ditinjau dari sudut pandang pasien, menelan bentuk sediaan oral merupakan hal yang nyaman dan biasa dalam mengkonsumsi obat, sehingga pasien lebih patuh dan karenanya terapi obat biasanya lebih efektif dibandingkan dengan rute-rute pemberian lain, misalnya melalui rute parenteral. Biasanya bioavailabilitas obat oral bergantung pada kelarutan dan atau kecepatan disolusi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penggolongan Obat dan Nama Lain Ibuprofen termasuk golongan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamatory Drugs) yang
merupaka derivate asam propionate. Jenis obat yang sama golongan dengan ibuprofen contohnya fenbufen, ketoprofen, naproksen, asam tiaprofenat. Ibuprofen bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya
sama seperti
aspirin(UI, 1998) . Ibuprofen termasuk salah satu analgesik terbaru yang digunakan untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang, demam, dan gejala flu. Obat ini termasuk antiinflamasi dan antiplatelet yang efektif. Ibuprofen dilaporkan memiliki efek yang paling baik pada nyeri sendi dan otot(Gastroen-terol, 1998) Morfologi Nama kimia
: 2-(4-Isobutyl-phenyl) propionic acid (Pharmacopoeia, 2008)
Nama Lain
: Ibuprofeno, Ibuprofenum(Pharmacopoeia, 2008)
Formula empiris
: C13H17O2Na x 2H2O (BASF, 2010)
Berat Molekul
: 228,26 + 36,03 g/mol (BASF, 2010)
Bentuk
: Bubuk putih(BASF, 2010)
Sifat Fisikokimia
: Ibuprofen termasuk senyawa Model BCS kelas II yang mempunyai
permeabilitas membran yang tinggi dan kelarutan rendah (absorpsi dapat mencapai 100 %), sehingga Laju disolusi menjadi tahap penentu kecepatan pada proses absorpsi ibuprofen dalam saluran cerna jika diberikan melalui rute peroral (Newa et. al., 2007) Struktur Kimia Ibuprofen(Erizal, 2007)
3
Gambar 2.1 Struktur Kimia Ibuprofen
2.2 Indikasi Ibuprofen digunakan untuk menurunkan demam pada anak, meredakan nyeri ringan
sampai sedang, misalnya sakit gigi, sakit kepala, nyeri pasca operasi, nyeri rematik pada tulang dan sendi, terkilir. Mengatasi gejala AR, OA, dan AR juvenilis(M IMS, 2012). Ibuprofen digunakan untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang pada dismenore, sakit kepala, migraine, sakit gigi, serta penanganan pada spondilitis, OA, RA, dan nyeri pada jaringan lunak (Potthast, 2005). 2.3 Farmakodinamik Semua obat NSAID bersifat antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi.
a. Efek Analgesik Sebagai analgesic, NSAID hanya berefek terhadap nyeri intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit gigi, sakit kepala, nyeri pasca operasi, nyeri rematik pada tulang dan sendi, terkilir. Efek analgesiknya jauh lebih rendah daripada analgesic opiate. Namun obat NSAID tidak memberikan efek ketagihan dan efek samping sentral yang merugikan. NSAID hany mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tidak mempengaruhi sensorik lain. Nyeri akibat terpotongnya saraf aferen tidak diatasi oleh NSAID(UI, 1998). b. Efek Antipiretik NSAID menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam(UI, 1998). c. Efek Antiinflamasi Kebanyakan obat NSAID baru digunakan sebagai obat antiinflamasi dengan efek rendah pada kelainan musculoskeletal seperti RA, OA, dan spondilitis. Tapi harus diingat obat ini hanya maringankan gejla nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
4
penyakitnya secara simptomatik. Tidak menghentikan, memperbaiki, mencegah kerusakan jaringan tersebut(UI, 1998).
Gambar 2.2 Efek Farmakodinamik Ibuprofen Menghambat Jalur Siklooksigenase (UI, 1998)
2.4 Farmakokinetik (UI, 1998) A: Absorbsi ibuprofen cepat melalui lambung D: kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma
sekitar 2 jam. 90% ibuprofen terikat dengan protein plasma. M: Metabolisme terjadi di hati E: Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorbsi akan diekskresikan malalui urin sebagai
metabolit dan konyugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi. Ibuprofen terikat pada protein plasma >99%. Metabolisme di hati akan menyebabkan biotransformasi senyawa ini menjadi dua metabolit inaktif yaitu (+)-2-4-(-2-hidroxy carboxypropyl)phenylpropionic acid dan (+)-2-4-(-2-carboxy propyl) phenylpropionic acid yang dikeluarkan bebas melalui urin. Jumlah yang keluar sekitar 70-90% dari dosis yang dikonsumsi. Sekitar 10% dosis yang donsumsi dikeluarkan melalui feses(Potthast, 2005).
5
2.5 Frekuensi Pemberian
Ibuprofen 400-800 mg untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang diberikan setiap 6 jam (4 kali perhari) sesuai kebutuhan untuk mengatasi nyeri (VAPBM, 2010).
Jika diindikasikan untuk demam, ibuprofen 400 mg diberikan setiap 4-6 jam (4-6 kali sehari) sesuai kebutuhan(VAPBM, 2010).
Alternatif untuk mengatasi demam adalah ibuprofen 100-200 mg setiap 4 jam (6 kali sehari) sesuai kebutuhan dengan dosis awal 400 mg (VAPBM, 2010).
Rekomendasi dosis ibuprofen demam untuk dewasa adalah 200-400 mg setiap 4-6 jam (4-6 kali perhari) sesuai kebutuhan(Depkes, 1995)
Di USA, frekuensi pemberian ibuprofen pada anak diberikan setiap 6-8 jam (3-4 kali perhari)(Depkes, 1995).
2.6 Dosis(Depkes, 1995) Dewasa
Dosis peroral untuk nyeri pada dewasa adalah 1,2-1,8 gr perhari dalam dosis terbagi. Dosis maintenance bisa diberikan 600-1200 mg perhari dalam dosis terbagi.
Dosis peroral untuk mengatasi demam pada dewasa adalah 200-400 mg setiap 4-6 jam maksimal 1,2 gr perhari.
Dosis maksimum dewasa di UK 2,4 gr perhari sedangkan di USA 3,2 gr perhari.
Anak
Dosis peroral anak di UK untuk mengatasi nyeri dan demam adalah 20-30 mg/KgBB perhari dalam dosis terbagi.
Dosis alternatif perhari yang diberikan adalah berdasarkan usia, yaitu: 6-12 bulan 150 mg; 1-2 tahun 150-200mg; 3-7 tahun 300-400 mg; 8-12 tahun 600-800 mg;
40 mg/KgBB perhari bisa diberikan pada juvenile arthritis idiopatik jika dibutuhkan
Ibuprofen tidak direkomendasikan pada anak dibawah 7 kg
Beberapa referensi menyarankan tidak boleh melebihi 500 mg perhari untuk anak dibawah 30 kg
Untuk mengatasi demam post imunisasi dosisnya 50 mg setiap 6 jam
Untuk infant 2-3 bulan dosis yang diberikan 50 mg untuk mengatasi demam
6
Di USA dosis yang disarankan untuk anak demam adalah 5-10 mg/KgBB perdosis tergantung beratnya demam
Untuk nyeri dosis anak 10 mg/KgBB diberikan setiap 6-8 jam
Dosis maksimal untuk anak 40 mg/KgBB perhari
Di USA untuk juvenile arthritis idiopatik dosisnya 30-40 mg/KgBB dalam dosis terbagi.
2.7 Interaksi Obat
Derivat asam propionate mengurangi efek dieresis dari natriuresis furosemide dan tiazid(UI, 1998)
Mengurangi efek antihipertensi golongan B Blocker, prazosin, dan kaptopril(UI, 1998)
Antasida seperti magnesium hidroksida mempercepat absorbsi ibuprofen karena mengubah keasaman GIT(Potthast, 2005)
Absorbsi ibuprofen diperlambat bila diminum bersamaan dengan kapsul alumunium hidroksida (Potthast, 2005)
Intake makanan juga memperlambat absorbsi ibuprofen karena menginduksi peningkatan pH lambung (Potthast, 2005)
Aspirin direduksi efek kardioprotektifnya oleh ibuprofen(Depkes, 1995)
Ada interaksi antara ibuprofen dan ciprofibrate yang merupakan obat regulasi lemak(Depkes, 1995)
Ibuprofen meningkatkan risiko perdarahan GI bila diberikan bersama antikoagulan (VAPBM, 2010)
Ibuprofen meningkatkan toksisitas methotrexate (VAPBM, 2010)
Ibuprofen
meningkatkan
konsentrasi
plasma
litium
dan
menurunkan
renal
clearancenya(VAPBM, 2010)
Baclofen toksisitasnya meningkat setelah mengkonsumsi ibuprofen(Depkes, 1995)
2.8 Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan menyusui(UI, 1998)
Tukak peptik berat dan aktif(MIMS, 2012)
Polip hidung(MIMS, 2012)
Angiodema(MIMS, 2012)
7
Asma, rhinitis alergika, atau urtikaria setelah menggunakan aspirin dan NSAID lain(MIMS, 2012)
Pasien dengan penyakit kardiovaskuler(MIMS, 2012)
Hipertensi(MIMS, 2012)
Retensi cairan tubuh(MIMS, 2012)
Perdarahan GIT(MIMS, 2012)
2.9 Toksisitas Hewan
Tahun 2001-2003 dilaporkan bahwa ibuprofen menyebabkan keracunan pada anjing yang bersifat akut. Tanda toksisitas muncul dengan dosis 8 mg/Kg/hari selama 30 hari yang menimbulkan gejala ulcer gastric dan inflamasi intestinal pada anjing. Pada dosis 16 mg/Kg/ hari menyebabkan muntah, diare, melena, dan penurunan berat badan dalam 8 minggu percobaan. Salah satu laporan kasus menyatakan bahwa pemberian 3 mg.Kg setiap hari menimbulkan perforasi gaster yang fatal pada anjing. Dosis yang lebih besar dari 175 mg/Kg menyebabkan gagal ginjal akut pada anjing. Dosis yang melebihi 400 mg/Kg menyebabkan gejala SSP seper ti kejang, depresi, dan koma pada anjing. Kesimpulannya, konsumsi ibuprofen secara potensial mengancam nyawa pada hewan (Dunayer, 2004).
Manusia(Depkes, 1995)
Pemberian ibuprofen untuk 83.915 anak melaporkan peningkatan risiko hospitalisasi karena perdarahan GIT, gagal ginjal, dan reaksi anafilaksis
23 literatur melaporkan meningitis aseptic yang disebabkan NSAID; 17 laporan karena ibuprofen
Peningkatan kadar enzim transaminase dilaporkan pada 3 pasien hepatitis C yang mendapat ibuprofen
Adverse Effect (Rabia bushra, 2010)
Gangguan GIT berupa hematemesis, ulkus peptikum, dan nyeri gaster berat atau muntah-muntah yang terjadi dengan insiden 1,5% menggunakan ibuprofen
Berisiko enyebabkan gagal ginjal pada pemakaian lama
Menyebabkan epistaksis
8
Menyebabkan apoptosis pada jaringan
Bisa menyebaban gagal jantung
Bisa mnyebabkan hiperkalemia
Berisiko menyebabkan brokospasme
Efek samping lain yang jarang adalah trombositopenia, rash, sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, ambliopia, retensi urin, dan edema.
Efek terhadap ginjal meningkatkan risiko gagal ginjal akut, nefritis interstisial, sindroma nefrotik, namun sangat jarang terjadi
9
DAFTAR PUSTAKA
BASF. (2010). Ibuprofen Sodium Dihydrate. Pharma Ingredients & Services , 2-4. Depkes. (1995). Farmakope Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Dunayer, E. (2004). Ibuprofen toxicosis in dogs, cats, and ferrets. Toxicology Brief , 580-586. Erizal, M. A. (2007). KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN LAJU DISOLUSI DISPERSI PADAT IBUPROFEN DENGAN PEMBAWA POLIETILENGLIKOL 6000. Gastroen-terol, A. J. (1998). Ibuprofen Induced Hepatotoxicity in Patients with Chronic Hepatitis C . 1563-1565. MIMS. (2012). MIMS Petunjuk dan Konsultasi. Jakarta: PT Medidata Indonesia. Newa, M. B. (2007). Preparation, Characterization and In Vivo Evaluation of Ibuprofen Binary Solid Dispersion with Poloxamer 188. Int. J. Pharm , 228-237. Pharmacopoeia, E. (2008). Ibuprofen. European Pharmacopoeia 6.1 , 3479-3481. Potthast, D. J. (2005). Biowaiver Monographs for Immediate Release Solid Oral Dosage Forms: Ibuprofen. Journal of Pharmaceutical Sciences vol.94 no.10 . Rabia bushra, N. A. (2010). An Overview of Clinical Pharmacology of Ibuprofen. Oman Medical Journal vol.25 , 155-159. UI, F. K. (1998). Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. VAPBM. (2010). National Drug Monograph: Intravenous Ibuprofen (Caldolor). Intravenous Ibuprofen (Caldolor) Monograph .
10