BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III. 1. Alat Percobaan
a. Timbangan analitik b. Seperangkat Seperangkat instrumen HPLC, kolom C-18 c. Jarum oral d. Tabung sentrifugasi e. Alat sentrifugasi f. Lemari pendingin g. Alat pH meter h. Saringan miliphore III. 2. Bahan Percobaan
a. Ibuprofen b. Ketoprofen ( baku dalam ) c. Tragakan d. EDTA ( titripleks ) e. Metanol pro HPLC f. Aquabidest g. Asam asetat glacial p.a h. Kertas saring 0,45 µm i.
Alat – Alat – alat alat gelas lain
j.
Hewan tikus
III. 3. Cara Kerja a. Kondisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
-
Digunakan kolom kromatografi cair kinerja tinggi yaitu kolom Shimpack ODS
-
Digunakan fasa gerak yang terdiri dari campuran metanol : asam asetat 1 % ( 75:25 )
-
Ditetapkan laju alir pada 1 mL/ menit dan diatur detektor ultra lembayung pada panjang gelombang 222 nm
b. Pembuatan sediaan suspensi Ibuprofen
-
Dibuat sediaan suspensi oral Ibuprofen 200 mg/ 5 mL yang mengandung tragakan 0,5 %, propilenglikol 0,2 %, dan sirupus simpleks hingga 60 mL, formulasi dibagi menjadi empat formulasi untuk empat kelompok, yaitu sebagai berikut :
Bahan
Komposisi Bahan F1
F2
F3
F4
Ibuprofen ( g )
1,2
1,2
1,2
1,2
Tragakan ( % )
0,5
0,7
0,8
1,0
Propilenglikol ( % )
0,2
0,2
0,2
0,2
Sirupus simpleks ad
60 mL
60 mL
60 mL
60 mL
c. Pembuatan Kurva Baku Ibuprofen dalam Fasa Gerak Metanol : Asam Asetat 1 % ( 80:20 )
-
Disiapkan larutan induk ibuprofen dan larutan baku dalam ketoprofen dengan melarutkan 100,0 mg dari tiap obat dalam 100,0 mL metanol
-
Dibuat serangkaian larutan ibuprofen dengan konsentrasi 1, 10, 50 dan 100 µg/ mL dan dipipet masing-masing sebanyak 5,0 mL pada labu takar 10,0 mL
-
Ditambahkan ke dalam masing-masing labu takar larutan baku dalam ketoprofen 50 µg/ mL
-
Disaring dengan penyaring miliphore 0,45 µm dan disuntikkan sebanyak 20 µL
d. Pemberian Obat pada Tikus
-
Dipuasakan tikus selama kurang lebih 5 jam sebelum pemberian obat agar pengaruh makanan terhadap proses disposisi obat dapat dihindari
-
Diberikan sediaan suspensi ibuprofen secara oral masing-masing dengan dosis setara dengan 200 mg dosis manusia
e. Pengambilan Darah dan Pengambilan Sampel Darah
-
Diambil sampel darah dari bagian ekor tikus sebanyak masing-masing 1 mL pada 10, 20, 30, 60 dan 90 menit setelah pemberian obat
-
Disentrifugasi masing-masing cuplikan menggunakan tabung sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit
-
Dipipet bagian plasmanya sebanyak 500 µL dan diencerkan dengan 500 µL campuran metanol : asam asetat 1% ( 80:20 ) dalam tabung sentrifugasi
-
Disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit
-
Diambil bagian jernihnya 500 µL dan ditambahkan dengan 500 µL larutan baku ketoprofen 50 µg/ L
-
Disaring dengan membran filter 0,45 µm dan disuntikkan sebanyak 20 µ L ke dalam kolom kromatografi cair kinerja tinggi
-
Dianalisis kadar ibuprofennya
f.
Evaluasi Data
-
Dibuat profil farmakokinetika dengan menghubungkan kadar ibuprofen dalam darah terhadap waktu pengambilan sampel dan hitung parameter – parameter farmakokinetika tersebut
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Profil Farmakokinetika Sediaan Oral
Obat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami suatu proses yang berbeda satu sama lain. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk sediaan, rute pemberian, dan kondisi pasien secara individual. Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan kebanyakan proses sangat rumit. Umumnya didasari suatu rangakaian reaksi yang dibagi dalam 3 fase yaitu : fase farmasetik, fase farmakokinetik dan fasa farmakodinamika. a. Fasa biofarmasi atau farmasetika adalah fase yang meliputi waktu mulai penggunaan obat melalui mulut sampai pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh. Fasa ini berhubungan dengan ketersediaan farmasi dari zat aktifnya dimana obat siap untuk diabsorpsi. b. Fasa Farmakokinetika adalah fasa yang meliputi nasib obat dalam tubuh yaitu semua proses yang dilakukan tubuh terhadap obat setelah obat dilepaskan dari bentuk sediaannya yang terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolisme
dan
ekskresi.
Farmakokinetika
berkaitan
dengan
ketersediaam hayati obat (biological avaibility) yaitu kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terpeutiknya. c. Fasa Farmokidinamika adalah fasa dimana obat telah berinterkasi dengan sisi reseptor dan siap untuk memberikan efek. Persamaan farmakokinetika model satu kompartemen terbuka untuk pemberian secara oral adalah : d DB dt
=
F . Ka . DGI – K . DB
dimana : F
= Fraksi obat terabsorpsi (%) -1
Ka
= Laju Absorpsi (jam )
K
= Laju eliminasi (jam )
DGI
= Jumlah obat dalam saluran cerna (mg/mL)
DB
= Jumlah Obat dalam tubuh(mg/mL)
-1
Paramater farmakokinetika model satu kompartemen terbuka untuk pemberian oral adalah sebagai berikut : 1. Luas di bawah kurva (Area Under Curve/AUC) AUC total sering ditulis AUC 0-∞ AUC0-∞ dapat dihitung dengan beberapa cara : a. Tanpa memakai model farmakokinetika (Rumus Trapezoid) AUC0-∞ = AUC0-t + C / t β AUC0-t dapat dihitung dengan rumus trapesium: Cn-1 + Cn tn tn-1
AUC
= -------------- (tn - tn-1) 2
b. Dengan Model Farmakokinetika AUC tergantung dari rute pemberian intra vaskular atau ekstra vaskular
dan
model
kompartemennya
kompartemen
kompartemen dua Persamaan kinetika
-β.t
-α.t
Ct = B.e – A.e
AUC0-∞ = B/ β - A/ α 2. Konsentrasi Maksimum (C maks) a. Berdasarkan eksperimen Dilihat kadar obat paling tinggi berdasarkan percobaan. b. Berdasarkan perhitungan farmakokinetika Cmaks = B. e
-β.t maks
– A.e-α.t maks
satu
atau
3. Waktu pencapaian konsentrasi maksimum (t maks) a. Berdasarkan eksperimen Dilihat dari waktu dimana obat mencapai kadar paling tinggi berdasarkan percobaan. b. Berdasarkan perhitungan farmakokinetika α
1
Tmaks = --------- ln ----β
(α-β) c. Persamaan farmakokinetika C = B. e
-β.t
-α.t
– A.e
d. Clearance (ClT) ClT
= Dosis AUC
II.2.
Suspensi
Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid ) disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum. Beberapa suspensi resmi diperdagangkan tersedia dalam bentuk siap pakai, telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan-bahan tambahan farmasetik lainnya. Ada beberapa alasan pembuatan suspensi oral. Salah satunya adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia apabila ada dalam larutan, tetapi stabil bila disuspensi. Dalam hal ini suspensi oral menjamin stabilitas kimia dan memungkinkan terapi dengan cairan. Untuk banyak pasien, bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama), karena mudahnya menelan cairan dan keluwesan dalam pemberian dosis, pemberian lebih mudah untuk memberikan dosis yang relatif sangat besar, aman, mudah diberikan untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak. Kerugian dari obat tertentu yang mempunyai rasa tidak enak bila diberikan dalam bentuk larutan akan tidak terasa bila diberikan sebagai partikel yang tidak larut dalam suspensi. Nyatanya untuk obat yang tidak enak rasanya telah
dikembangkan bentuk-bentuk kimia khusus menjadi bentuk yang tidak larut dalam pemerian yang diinginkan sehingga didapatkan sediaan cair yang rasanya enak. Sebagai contoh bentuk ester yang tidak larut dalam air dan kloramfenikol yaitu kloramfenikol palmitat dibuat supaya bentuk sediaan cair yang disiapkan mempunyai
rasa
enak,
bentuk
sediaan
cairnya
disebut
Suspensi
Oral
Kloramfenikol Palmitat (Chloramphenicol Palmitate Oral Suspension), USP. Dengan membuat bentuk-bentuk yang tidak larut untuk digunakan dalam suspensi mengurangi kesulitan ahli farmasi untuk menutupi rasa obat yang tidak enak dan pemilihan zat pemberi rasa dapat lebih disesuaikan dengan rasa yang diinginkan, bukan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari suatu obat. Kebanyakan suspensi oral berupa sediaan air dengan pembawa yang diharumkan dan dimaniskan untuk memenuhi selera pasien. Berbagai faktor yang terlibat dalam laju dari kecepatan mengendap partikel- partikel suspensi tercakup dalam persamaan hokum Stoke’s : V
d 2 ( 1
2
)g
18
Dimana : V = Kecepatan jatuhnya suatu partikel bulat g = Konstanta gravitasi r = Jari – jari partikel ρ1 = Kecepatan partikel bulat ρ2 = Kecepatan cairan η = Viskositas medium pendispersi Dari persamaan tersebut jelas bahwa kecepatan jatuhnya suatu partikel yang tersuspensi lebih besar bila ukuran partikel lebih besar, jika semua faktor lain dibuat konstan, dengan mengurangi ukuran partikel dari fase terdispersi, seseorang dapat mengharapkan laju turun lebih lambat dari partikel tersebut. Juga makin besar kerapatan partikel makin besar laju turunnya, asalkan kerapatan pembawa tidak diubah. Karena umumnya digunakan pembawa air dalam suspensi farmasi untuk pemberian oral, kerapatan partikel umumnya lebih besar daripada kerapatan pembawa, suatu sifat yang diinginkan, karena bila partikel-partikel
lebih ringan dari pembawa, partikel-partikel cenderung untuk mengambang dan partikel-partikel ini sangat sukar didistribusikan secara seragam dalam pembawa. Laju endap dapat berkurang cukup besar dengan menaikkan viskositas medium dispersi dan dalam batas-batas tertentu secara praktis ini bisa dilakukan. Tetapi suatu produk yang mempunyai viskositas tinggi umumnya tidak diinginkan kerena sukar dituang dan juga sukar untuk diratakan kembali. Karena itu bila viskositas suspensi dinaikkan biasanya dilakukan sedemikian rupa sampai viskositas sedang saja untuk menghindari kesulitan-kesulitan seperti disebutkan tadi Sifat khas viskositas dari suspensi dapat diubah tidak hanya dengan penggunaan pembawa, tetapi juga dengan kandungan padatnya. Sebagaimana proporsi dari partikel padat dinaikkan dalam suspensi, maka begitu pula viskositasnya. Viskositas dari preparat farmasetik dapat ditentukan dengan menggunakan viscometer Brookfield, yang mengukur viskositas dengan gaya yang dibutuhkan untuk memutar poros dalam cairan yang diuji. Kebanyakan
stabilitas
fisik
dari
suatu
suspensi
sediaan
farmasi
kelihatannya paling cocok untuk disesuaikan dengan mengadakan perubahan pada fase terdispersi dan bukan pada medium dispersi. Dalam banyak hal, medium dispersi menyokong fase terdispersi yang disesuaikan tersebut. Penyesuaian ini terutama mengenai ukuran partikel, keseragaman ukuran partikel dan pemisahan partikel-partikel tersebut sehingga tidak mungkin untuk menjadi lebih besar atau membentuk padatan bila didiamkan. Dalam pembuatan suatu suspensi ahli farmasi harus mengetahui dengan baik karakteristik fase terdispersi mempunyai afinitas terhadap pembawa untuk digunakan dan dengan mudah “dibasahi” oleh pembawa tersebut selama penambahannya. Obat- obat lain tidak dipenetrasi dengan mudah oleh pembawa tersebut dan mempunyai kecenderungan untuk bergabung menjadi satu atau mengambang diatas pembawa tersebut. Dalam hal yang terakhir, serbuk mulamula harus dibasahi dulu dengan apa yang disebut “zat pembasah” agar serbuk tersebut lebih bisa dipenetrasi oleh medium disperi. Alkohol, gliserin, dan cairan higroskopis lainnya digunakan sebagai zat pembasah bila suatu pembawa air akan
digunakan
sebagai
fase
pendispersi.
Bahan-bahan
tersebut
berfungsi
menggantikan udara di celah-celah partikel, mendispersikan partikel tersebut dan kemudian menyebabkan terjadinya penetrasi medium dispersi ke dalam serbuk. Dalam pembuatan suspensi skala besar, zat pembasah dicampur dengan partikelpartikel menggunakan suatu alat seperti penggiling koloid ( colloid mill); pada skala kecil di apotek, bahan-bahan tersebut dicampur dengan mortir dan stamper. Begitu serbuk terbasahi, medium dispersi (yang telah ditambah semua komponenkomponen formulasi yang larut seperti pewarna, pemberi rasa dan pengawet) ditambah sebagian-sebagian ke serbuk tersebut, dan campuran itu dipadu secara merata sebelum penambahan pembawa berikutnya. Sebagian dari pembawa tersebut digunakan untuk mencuci alat-alat pencampur agar bebas dari suspensoid, dan bagian ini digunakan untuk mencukupi volume suspensi dan menjamin bahwa suspensi tersebut mengandung konsentrasi zat padat yang diinginkan. Hasil akhir kemudian dilewatkan melalui penggiling koloid, blender atau mixer lainnya untuk menjamin sifat ratanya. Bila cocok, pengawet yang sesuai seharusnya dimasukkan
dalam
formulasi suspensi untuk mengawetkan terhadap kontaminasi bakteri dan jamur. II.3.
Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat pertama dari kelompok ini adalah NSAID yang paling banyak digunakan, berkat efek sampingnya yang ringan. Zat ini merupakan campuran rasemis, dengan bentuk dextro yang aktif. Daya analgetis dan anti radangnya cukup baik dan sudah banyak mendesak salisilat pada penanganan bentuk rematik yang tidak begitu hebat dan gangguan dari alat gerak. Efek anti inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-1400 mg sehari Resorpsinya dari usus cepat dan baik (ca 80%), resorpsi rektal lebih 1
lambat. PP-nya 90-99%, plasma t / 2-nya ca 2 jam. 90% ibuprofen terikat pada protein plasma. Ekskresi berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin terutama sebagai metabolit-metabolit dan konyugat-konyugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi.
Obat AINS seluruhnya terikat pada protein plasma, efek interaksi misalnya penggeseran obat warfarin dan oral hipoglikemik tidak ada. Tetapi pada pemberian bersama dengan warfarin, tetap harus waspada karena adanya gangguan fungsi trombosit yang memperpanjang masa pendarahan. Derivat asam dapat mengurangi efek dan natri uresis furosemid dan thiazid, juga mengurangi efek anti hipertensi obat beta bloker, prazosin dan kaptropil. Efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis PG ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin, indometasin atau naproksen. Efek samping lainnya yang jarang adalah eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, ambiopia toksik reversible. Dosis 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius, maka ibuprofen dijual sebagai obat bebas di beberapa negara antara lain Amerika Serikat dan Inggris. II.4. Preformulasi Sediaan Suspensi Ibuprofen 1. Ibuprofen
Struktur: CH2CHCH2 CH3
CH2CHCH2 CH3
Rumus empiris: C13H18O2
Nama kimia: 2- (p-isobutilfenil) asam propionat
BM : 206,28
Pemerian: Serbuk halus, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah.
Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalm metanol, dalam aseton, dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat.
Indikasi: Anti inflamasi non-steroid, terapi gejala artritis rhematoid dan osteoartritis
Kontra indikasi: Penderita hipersensitif terhadap ibuprofen dan anti inflamasi non-steroid lain (gejala bronkospasmus, polip hidung dan angioedema). Penderita riwayat ulkus peptikum.
Dosis:
1,2 – 3,2 gram/hari dalam dosis terbagi (maksimal 3,2 gram) Anak-anak < 14 tahun belum diketahui dengan pasti
Efek samping: gejala efek samping yang paling umum mual dan muntah. Gejalagejala lain seperti diare, konstipasi, nyeri dan rasa panas epigastik.
Interaksi obat: konsentrasi plasma ibuprofen menurun bila diberikan berulangulang bersama aspirin.
Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat.
2. Tragakan
Nama kimia : gom tragakan
Fungsi : suspending agent, peningkat kekentalan.
3. Propilenglikol
Rumus empiris : C3H8O2
Berat molekul : 76,09
Fungsi : antimikroba, disinfektan, humektan, pelarut, plastisizer, stabilisator vitamin.
Pemerian : cairan jenih, kental, idak berwarna, tidak bebau, dan berasa tajam (khas).
Kelarutan : dapat bercampur degan aseton, alkohol, gliserin dan kloroform, larut 1 : 6 eter, tidak bercampu dengan minyak mineral ringan, tapi akan terlarut dengan beberapa minyak essensial.
Pada sediaan topikal, propilen glikol yag digunakan sebagai pelarut atau pelarut campur sebesar 5-80%, sedangkan sebagai humektan sebesar ± 15%.
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Prinsip Percobaan
Berdasarkan kecepatan absorpsi dan eliminasi serta jumlah ibuprofen dalam plasma tikus setelah pemberian oral suspensi ibuprofen dengan model satu kompartemen terbuka. I.2.
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dilakukannya percobaaan ini untuk melihat pengaruh penambahan suspending agent dalam hal ini tragakan, terhadap parameter parameter farmakokinetik serta profil farmakokinetik suspensi oral ibuprofen.
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1.
Hasil Percobaan
1. Kadar ibuprofen dalam darah tikus formula 3 Luas
Luas
Puncak
Puncak
Ibuprofen
Ketoprofen
5
452753
2156151
0,20998
4x
33,80
15
643714
2144236
0,30021
4x
71,80
30
727568
2163718
0,33626
4x
86,96
60
699432
2121234
0,32973
4x
84,24
120
690921
2153118
0,32089
4x
80,52
180
623411
2154124
0,28940
4x
67,24
Waktu (t)
A
Faktor
Ibuprofen/Ketoprofen pengenceran
2. Parameter farmakokinetika Formula
3
T maks
AUC
38,25 jam
50303,523 µg jam/mL
Cmax
88,008 μg/mL
Kadar µg/mL
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Informatorium Obat Generik . 1989 . Departemen Kesehatan Repunlik Indonesia.
The Pharmaceutical Society of Great Brittany, Handbook of Pharmaceutical Exipients . 1986. American Pharmaceutical Association . Washington . U.S.A
Ansel, C. Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi - IV : UIPress. Jakarta.
Tjay, Tan Hoa. Rahardja, Kirana.2002. Obat-Obat Penting: Elex Media Komputindo. Jakarta Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.1979.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : DEPKES RI.
LAMPIRAN 1 Perhitungan Kadar Ibuprofen dalam Plasma
Diketahui :
Y = 0,0095 x + 0,1297 Waktu (t)
A
Faktor
ibuprofen/ketoprofen pengenceran
5
0,20998
4x
15
0,30021
4x
30
0,33626
4x
60
0,32973
4x
120
0,32089
4x
180
0,28940
4x
Perhitungan :
Untuk t = 5 menit
Y
= 0,0095 x + 0,1297
0,20998 = 0,0095 x + 0,1297 X
= 0,20998 – 0,1297 0,0095
X
= 8,45 µg/ml
Kadar 8,45 μg/ml x 4 (faktor pengenceran) = 33,80 µg/ml
Untuk t = 15 menit
Y
= 0,0095 x + 0,1297
0,30021 = 0,0095 x + 0,1297 X
= 0,30021 – 0,1297 0,0095
X
= 17,95 µg/ml
Kadar 17,95 μg/ml x 4 (faktor pengenceran) = 71,80 µ g/ml
Untuk t = 30 menit
Y
= 0,0095 x + 0,1297
0,33626 = 0,0095 x + 0,1297 X
= 0,33626 – 0,1297 0,0095
X
= 21,74 µg/ml
Kadar 21,74 μg/ml x 4 (faktor pengenceran) = 86,96 µ g/ml
Untuk t = 60 menit
Y
= 0,0095 x + 0,1297
0,32973 = 0,0095 x + 0,1297 X
= 0,32973 – 0,1297 0,0095
X
= 21,06 µg/ml
Kadar 21,06 μg/ml x 4 (faktor pengenceran) = 84,24 µ g/ml
Untuk t = 120 menit
Y
= 0,0095 x + 0,1297
0,32089 = 0,0095 x + 0,1297 X
= 0,32089 – 0,1297 0,0095
X
= 20,13 µg/ml
Kadar 20,13 μg/ml x 4 (faktor pengenceran) = 80,52 µ g/ml
Untuk t = 180 menit
Y
= 0,0095 x + 0,1297
0,28940 = 0,0095 x + 0,1297 X
= 0,28940 – 0,1297 0,0095
X
= 16,81 µg/ml
Kadar 16,81 μg/ml x 4 (faktor pengenceran) = 67,24 µ g/ml
LAMPIRAN 2
Perhitungan Parameter Farmakokinetika
Waktu (t)
Kadar µg/mL
5
33,80
15
71,80
30
86,96
60
84,24
120
80,52
180
67,24
Perhitungan AUC 0- tanpa model Farmakokinetika ∞
Waktu (Jam)
Kadar Obat (C) (μg/mL)
AUCtn-tn-1
5
33,80
84,5
15
71,80
528
30
86,96
1190,7
60
84,24
2568
120
80,52
4942,8
180
67,24
4432,8
AUC0-t
a. AUC 0-5
13746,8
= ( C0 + C5 ) x ( t5 – t0) 2 = (0 + 33,80) x (5 - 0) 2 = 84,5
b. AUC 5-15
= ( C5 + C15 ) x ( t15 – t5) 2 = (33,80 + 71,80) x (15 - 5) 2 = 528
c. AUC 15-30
= ( C15+ C30 ) x ( t30 – t15) 2 = (71,80 + 86,96) x (30 - 15) 2 = 1190,7
d. AUC 30-60
= ( C30+ C60) x ( t60 – t30) 2 = (86,96 + 84,24) x (60 - 30) 2 = 2568
e. AUC 60-120
= ( C60+ C120) x ( t120 – t60) 2 = (84,24 + 80,52) x (120 - 60) 2 = 4942,8
f. AUC 120-180
= ( C120+ C180) x ( t180 – t120) 2 = (80,52 + 67,24) x (180 - 120) 2 = 4432,8
Persamaan regresi untuk eliminasi antara waktu terhadap Ln Ct
Waktu (Jam)
Kadar Obat (C) (μg/mL)
AUCtn-tn-1
5
33,80
84,5
15
71,80
528
30
86,96
1190,7
60
84,24
2568
4,43367
120
80,52
4942,8
4,38851
180
67,24
4432,8
4,20827
AUC0-t
y=a+bx ln Ct = ln B -βt atau Ct = B. e
-βt
y = ln Ct , anti ln a = B, b=-β Regresi linier untuk 3 titik terakhir : a = 4,569 b = - 0,00188 Persamaan Eliminasi : β = 0,00188 B= anti ln a = 96,448 Ct = 96,448 e
-0,00188t
Perhitungan AUC 0-
∞
AUC0-∞ = AUC0-t + Ct/ β AUC0-∞ = 13746,8 + 67,24/ 0,00188 = 49512,75 μg/mL.jam
13746,8
Ln Ct
Perhitungan Cext, Cext-C, ln Cext-C pada 3 titik awal
Waktu (Jam)
Kadar Obat (C) (μg/mL)
AUCtn-tn-1
5
33,80
15
Cext
Cext-C
ln Cext-C
84,5
95,55
61,75
4,12309
71,80
528
93,77
21,97
3,08968
30
86,96
1190,7
91,16
4,2
1,43508
60
84,24
2568
4,43367
120
80,52
4942,8
4,38851
180
67,24
4432,8
4,20827
AUC0-t
13746,8
Perhitungan Cext a. Ct
= 96,448 e
-0,00188t
= 96,448 e
-0,00188.5
= 95,55 b. Ct
= 96,448 e
-0,00188t
= 96,448 e
-0,00188.15
= 93,77 c. Ct
= 96,448 e
-0,00188t
= 96,448 e
-0,00188.30
= 91,16 Perhitungan Cext-C a. 95,55 – 33,80 = 61,75 b. 93,77 – 71,80 = 21,97 c. 91,16 – 86,96 = 4,2
Ln Ct
Buat persamaan regresi linier untuk absorpsi antara waktu (t) terhadap Ln(CExt – C) y=a+bx ln Ct = ln A -αt atau Ct = A. e
-αt
y = ln Ct , anti ln a = A, b=- α Regresi linier untuk 3 titik awal : a = 4,678 b = -0,1077 Persamaan Absorpsi : α = 0,1077 A= anti ln a = 107,55 Ct = 107,55 e
-0,1077 t
Parameter farmakokinetika
a. Luas di bawah kurva (Area Under Curve/AUC) Dengan Model Farmakokinetika = B/ β - A/ α
AUC0-∞
= 96,448 / 0,00188 – 107,55/ 0,1077 = 51302,13 – 998,607 = 50303,523 μg/mL.jam b. Waktu pencapaian konsentrasi maksimum (t maks) 1 Tmaks
α
= --------- ln ----(α-β)
β
1 Tmaks
= ---------
(0,1077 -0,00188)
Tmaks
= 38,25 jam
0,1077 ln
----0,00188
c. Konsentrasi Maksimum (C maks) Cmaks = B. e
-β.t maks
Cmaks = 96,448 e
– A.e-α.t maks
-0,00188x38,25
- 107,55 e
-0,1077x38,25
Cmaks = 89,756 – 1,748 Cmaks = 88,008 μg/mL d. Persamaan farmakokinetika Ct = 96,448 e
-0,00188t
- 107,55 e
-0,1077 t
LAMPIRAN 3 Perhitungan Pemberian Dosis
Perhitungan dosis suspensi ibuprofen pada tikus 1
Bobot Tikus 1 = 283 g Obat (standar) : 0,018 x 200 mg = 3,6 mg dosis untuk tikus
283 200
3,6 5,094 mg
Volume pemberian : Vol pemberian pada tikus
5,094 100
5 mL
0,2547 mL
Perhitungan dosis suspensi ibuprofen pada tikus 2
Bobot Tikus 2 = 293 g Obat (standar) : 0,018 x 200 mg = 3,6 mg dosis untuk tikus
293 200
3,6 5,274 mg
Volume pemberian : Vol pemberian pada tikus
5,274 100
5 mL
0,2637 mL
LAMPIRAN 4 GRAFIK
kadar 3.5 3 2.5 2 kadar
1.5 1 0.5 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Profil Farmakokinetika yang Menghubungkan Kadar Ibuprofen dalam Darah terhadap Waktu Pengambilan Sampel
LAMPIRAN 5
Proses Pengambilan Sampel Darah Tikus
Proses Sentrifugasi Sampel Darah tikus
Proses Pemisahan Serum
Proses Pengenceran Sampel