LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN SOLID
PEMBUATAN TABLET DENGAN BAHAN AKTIF TUNGGAL (IBUPROFEN) MENGGUNAKAN METODE GRANULASI KERING
Disusun oleh:
Kelompok 1
Nama
NPM
Amelia Suci Prafitriyani
260110130042 260110130042
Nur Alfi Kusumah Dewi
260110130043 260110130043
Iman Firmansyah
260110130044 260110130044
Sistha Anindita P.H
260110130045 260110130045
Nisrina Fauziah
260110130046 260110130046
Batari Aning Larasati
260110130047 260110130047
Ghaida Putri Setiana
260110130048 260110130048
Tiara Dwi Namirah
260110130049 260110130049
Grace Monica
260110130050 260110130050
Anugrahani Yuniar Ekawati
260110130052
Rizki Pundari Rahmawati
260110130077
Nuni Nurul Husna
260110130078
Evariani Dwi Wulandari
260110130079
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016
PEMBUATAN TABLET DENGAN BAHAN AKTIF TUNGGAL (IBUPROFEN) MENGGUNAKAN METODE GRANULASI BASAH
I.
Tujuan
1.
Mengetahui cara pembuatan tablet ibuprofen dengan metode granulasi kering.
2.
Melakukan uji Quality Control (QC) (QC) terhadap tablet.
II. Teori Dasar
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pembasah atau z at lain yang cocok (Depkes RI, 1979). Tablet dibuat terutama dengan cara mengempa massa kempa yang mengalir dari corong ke sisi pengisi lalu ke lubang kempa kemudian dikempa menjadi massa yang kompak atau secara singkat dapat dikatakan bahwa tablet yang dibuat secara kempa (kompresi), menggunakan mesin yang mampu menekan bahan bentuk serbuk atau granul dengan menggunakan berbagai bentuk atau ukuran punch ukuran punch dan die (Lachman, die (Lachman, 1989). Komponen formulasi tablet terdiri dari bahan berkhasiat (API) dan bahan pembantu (eksipien). Bahan tambahan (eksipien) yang digunakan dalam mendesain formulasi tablet dapat dikelompokan berdasarkan fungsionalitas eksipien sebagai berikut: 1.
Zat Aktif Idealnya zat aktif yang akan diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut: kemurniannya tinggi, stabil, kompatibel dengan semua eksipien, bentuk partikel sferis, ukuran dan distribusi ukuran partikelnya baik, mempunyai sifat alir yang baik, tidak mempunyai muatan pada permukaan ( absence of static charge on surface) surface ) dan mempunyai sifat organoleptis yang baik. 2.
Zat tambahan (eksipien) Eksipien merupakan bahan selain zat aktif yang ditambahkan dalam formulasi suatu
sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi. Bahan tambahan bukan merupakan bahan aktif, namun secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada kualitas atau mutu tablet
yang dihasilkan. Beberapa kriteria umum yang esensial untuk eksipien, yaitu netral secara fosiologis, stabil secara fisika dan kimia, memenuhi peraturan perundangan, tidak mempengaruhi bioavaiabilitas obat, bebas dari mikroba patogen dan tersedia dalam jumlah yang cukup dan murah (Sulaiman, 2007). Eksipien yang umumnya digunakan dalam formulasi sediaan tablet a. Zat pengisi (diluents (diluents)) dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya digunakan Saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phosphas, Calcii Carbonas dan zat lain yang cocok. b. Zat pengikat (binder (binder ) dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilago Gummi Arabici 10-20% (solution Methylcellulosum 5%) c. Zat penghancur (desintegrant (desintegrant ) dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan adalah Amylum Manihot kering, Gelatinum, Agar-agar, dan Natrium Alginate. d.
Zat pelicin (lubricant (lubricant ) dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan (matrys). Biasanya digunakan talkum 5%, Magnesii Stearas, Acidum Stearicum (Anief, 2005). Pada umumnya metode pembuatan tablet dengan cara granulasi. Granulasi merupakan
suatu proses membesarkan ukuran partikel-partikel kecil serbuk yang terikat satu sama lain menjadi besar yang dapat mengalir bebas. Tujuan granulasi adalah membuat, massa mengalir bebas, memadatkan campuran bahan, membuat campuran seragam yang tidak memisah, memperbaiki karakteristik kompresibilitas dari zat aktif, mengendalikan kecepatan pelepasan zat aktif dari sediaan, mengurangi debu dan meningkatkan penampilan tablet (Lachman, 1989). Granulasi dibagi menjadi dua metode, yaitu metode granulasi basah dan granulasi kering. Selain metode granulasi, tablet juga dapat dibuat dengan metode kompresi langsung (Kloe, 2010). Granula adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil. Umumnya terbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran biasanya berkisar antara ayakan no.4-12, walaupun demikian granula dari macam-macam ukuran lubang ayakan mungkin dapat dibuat bergantung pada tujuan pemakaiannya (Ansel, 1989).
Granulasi kering disebut juga slugging , yaitu memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar dari serbuk semula (granul). Prinsip dari metode ini adalah membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan pelarut, ikatannya didapat melalui gaya. Teknik ini yang cukup baik, digunakan untuk zat aktif yang memiliki dosis efektif yang terlalu tinggi untuk dikempa langsung atau zat akti f yang sensitif terhadap pemanasan dan kelembaban (Andayana, 2009). 2009). Pada proses ini komponen – komponen komponen tablet dikompakan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan ke dalam die dan die dan dikompakkan dengan punch sehingga punch sehingga diperoleh massa yang disebut slug , prosesnya disebut slugging . Pada proses selanjutnya slug kemudian kemudian diayak dan diaduk untuk mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal, bila slug yang didapat belum memuaskan maka proses diatas dapat diulang (Kloe, 2010). Dalam jumlah besar granulasi kering dapat juga dilakukan pada mesin khusus yang disebut roller compactor yang memiliki kemampuan memuat bahan sekitar 500 kg, roller compactor memakai dua penggiling yang putarannya saling berlawanan satu dengan yang lainnya, dan dengan bantuan teknik hidrolik pada salah satu penggiling mesin ini mampu menghasilkan tekanan tertentu pada bahan serbuk yang mengalir diantara penggiling (Andayana, 2009). Metode ini digunakan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut :
Kandungan zat aktif dalam tablet tinggi
Zat aktif susah mengalir
Zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab (Lachman, 1989). Keuntungan cara granulasi kering adalah:
Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan pengeringan yang memakan memakan waktu
Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab
Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat (Lachman, 1989). Kekurangan cara granulasi kering adalah:
Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug membuat slug
Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam
Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang (Lachman, 1989). Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang bersifat analgesik kuat, antipiretik,
dan daya anti inflamasi inflamasi yang tidak terlalu kuat. Ibuprofen relatif lebih lama dikenal dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis sebagai
obat
generik
analgetik,
sehingga
ibuprofen
dijual
bebas dibeberapa negara antara lain Amerika Serikat dan Inggris
(Zubaidah, 2009). Ibuprofen berbentuk serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat. Ibuprofen hanya sangat sedikit larut dalam air. Kurang dari 1 mg ibuprofen larut dalam 1 ml air namun, jauh lebih mudah larut dalam alkohol atau campuran air (Zubaidah, 2009; Dewland, 2009). Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi terganggu.
Ada dua jenis siklooksigenase, yang dinamakan
COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada pembuluh darah, lambung, dan ginjal, sedangkan COX- 2 keberadaannya diinduksi oleh terjadinya inflamasi oleh
sitokin dan merupakan
mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi dari ibuprofen berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-2, dan adapun efek samping seperti perdarahan
saluran
cerna dan
kerusakan
ginjal adalah
disebabkan inhibisi COX-1.
Ibuprofen menghambat COX-1 dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan dengan respon inflamasi (Ganiswara, 2003). Ibuprofen
dosis rendah (200 mg dan 400 mg) banyak tersedia. Ibuprofen memiliki
durasi tergantung dosis yaitu sekitar 4-8 jam, yang
lebih lama
dari
yang
disarankan
dari waktu paruh. Dosis yang dianjurkan bervariasi tergantung massa tubuh dan indikasi. Umumnya, dosis oral 200-400 mg (5-10 mg / kg BB pada anak-anak) setiap 4-6 jam, dapat ditambahkan sampai dosis harian
800-1200 mg. Jumlah maksimum ibuprofen untuk
orang dewasa adalah 800 miligram per dosis atau 3200 mg per hari (4 dosis maksimum) (Dewland, 2009).
Laktosa anhidrat berfungsi sebagai diluent (pengisi) agar dapat membuat tablet dengan ukuran yang sesuai dan memperbaiki daya kohesi sehinga dapat dicetak atau untuk memperbaiki aliran (Ansel,1989). Amprotab memiliki bentuk yang tidak berbau dan berasa, serbuk berwarna putih berupa granul- granul kecil berbentuk sferik atau oval dengan ukuran dan bentuk yang berbeda untuk setiap varietas tanaman. Kegunaan sebagai glidan, pengisi tablet dan kapsul, penghancur tablet dan kapsul, serta pengikat tablet. Kelarutan praktis tidak larut dalam etanol dingin (95%) dan air dingin. Amilum mengembang dalam air dengan konsentrasi 5-10% pada 37 oC. Aplikasi dalam Teknologi Formulasi sebagai bahan bahan tambahan untuk sediaan oral padat dengan dengan kegunaannya sebagai pengikat, pengisi, dan penghancur. Pada formulasi tablet, pasta amilum segar dengan konsentrasi 50-25% b/b digunakan pada granulasi tablet sebagai pengikat. Sebagai penghancur, digunakan amilum dengan konsentrasi 3-15% b/b. Stabilitas pati kering dan tanpa pemanasan stabil jika dilindungi dari kelembaban yang tinggi. Jika digunakan sebagai penghancur pada tablet dibawah kondisi normal pati biasanya inert. Larutan pati panas atau pasta secara fisik tidak stabil dan mudah ditumbuhi mikroorganisme sehinggamenghasilkan turunan pati dan modifikasinya yang berbentuk unik (Wade and Weller, 1994). Magnesium stearat memiliki bentuk hablur sangat halus, berbau khas dan berasa. Aplikasi dalam teknologi formulasi digunakan untuk kosmetik, makanan, dan formulasi obat. Biasanya digunakan sebagai lubrikan pada pembuatan kapsul dan tablet dengan jumlah antara 0,25 – 0,25 – 5,0 5,0 % (Rowe et al., 2009). al., 2009). Talkum berbentuk serbuk sangat halus, putih sampai putih abu-abu, tidak berbau. Langsung melekat pada kulit, lembut disentuh. Aplikasi dalam teknologi formulasi digunakan untuk sediaan oral padat sebagai lubrikan dan pengisi. pengisi. Pemakaian sebagai glidan dan lubrikan tablet : 1-10% dan sebagai pengisi tablet dan kapsul : 5-30% (Rowe et al., 2009). al., 2009). Natrium starch glycolate (primogel, explotab), pemakaian 1-20% dengan konsentrasi optimum 4% . Explotab tidak dapat sebagai penghancur dalam. Mekanisme sama dengan starch secara umum, merupakan starch termodifikasi sehingga mampu menyerap air 200300%. Waktu disintegrasi ditentukan pula oleh besarnya tekanan pengempaan. Perlu diperhatikan pada suhu dan kelembaban yang tinggi dapat memperlama waktu disintegrasi sehingga memperlambat waktu disolusi (Wade and Weller, 1994).
III. Formula
3.1. Formulasi Kelompok 1
No.
Bahan Baku
Jumlah Per
Jumlah yang Diperlukan
Tablet
untuk 1 Batch
1
Ibuprofen
200 mg
60 gram
2
Laktosa anhidrat
200 mg
60 gram
3
Amprotab
265 mg
79,5 gram
4
Na- starch starch glycolat
50 mg
15 gram
5
Talkum
4 mg
1,2 gram
6
Mg Stearat
1 mg
0,3 gram
Tabel 3.1.1 Formulasi Kelompok 1
3.2.
Formulasi Kelompok 2
No.
Bahan Baku
Jumlah Per
Jumlah yang Diperlukan
Tablet
untuk 1 Batch
1
Ibuprofen
200 mg
80 gram
2
Laktosa anhidrat
200 mg
80 gram
3
Amprotab
265 mg
106 gram
4
Na- starch starch glycolat
50 mg
20 gram
5
Talkum
4 mg
0,8 gram
6
Mg Stearat
1 mg
0,4 gram
Tabel 3.1.2 Formulasi Kelompok 2
3.3.
Formulasi Kelompok 3
No.
Bahan Baku
Jumlah Per
Jumlah yang Diperlukan
Tablet
untuk 1 Batch (400 tablet)
1
Ibuprofen
200 mg
60 gram
2
Laktosa anhidrat
200 mg
60 gram
3
Amprotab
265 mg
79,5 gram
4
Na- starch starch glycolat
50 mg
15 gram
5
Talkum
9,687 mg
2,9061 gram
6
Mg Stearat
4,844 mg
1,4532 gram
Tabel 3.1.3 Formulasi Kelompok 3 IV. Pre-Formulasi Pre-Formulasi 1 batch (estimasi untuk 400 tablet)
Ibuprofen
60
gram
Laktosa anhidrat
60
gram
Amprotab
79,5
gram
Na- starch starch glycolat
15
gram
Talkum
1,2
gram
Mg-stearat
0,3
gram
V. Perhitungan
5.1. Perhitungan tablet teoritis
Fase dalam ( 93% ) = 200 mg + 200 mg + 265 mg + 50 mg = 715 mg Maka 100 % =
5.2.
93
Fase luar ( 7% ) =
x 715 mg = 768,8 mg
x 768,8 = 53,817 mg
Perhitungan tablet nyata:
Fase dalam ( 93% ) =
Fase luar ( 7% ) =
Bobot zat fase luar :
93
x 167,5 g = 180,10 g
x 180,10 g = 12,60 g
a) Mg stearat ( 1% ) = x 12,6 g = 4,20 g 3
2
b) Talkum ( 2% ) = x 12,6 g = 8,40 g 3
Jumlah tablet yang dibuat :
2
24,5
3
=
X = 284 tablet
Bobot 1 tablet Fase dalam + fase luar = 715 + 37 = 752 mg
Bobot untuk 1 kali punch Bobot =
52 2
= 376 mg
VI. Prosedur
Pada prosedur pembuatan tablet dengan metode granulasi kering, yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan beberapa hal terkait dengan persiapan kerja yaitu kelengkapan dokumen, kebersihan kondisi ruangan, ketidak bercampuran dengan produksi lain, kelayakan mesin, identitas bahan serta kebersihan wadah penampung. Kondisi ruangan yang digunakan bersih dengan suhu ruangan 220C, alat – alat – alat alat yang digunakan seperti ayakan mesh no. 10, dan baskom ukuran diameter 29,2 cm. Setelah pemeriksaan kondisi alat, proses selanjutnya dilakukan penimbngan bahan – bahan yang akan digunakan yaitu : ibuprofen sebanyak 60 gram sebagai zat aktif sekaligus fasa dalam laktosa anhidrat 60 gram amprotab 79,5 gram sebagai fasa dalam,, primojel 15 gram, talcum 1,2 gram dan Magnesium stearat sebanyak 0,3 gram sebagai fasa luar. Selanjutnya dilakukan pencampuran fase dalam yaitu Ibuprofen, Laktosa Anhidrat dan Amprotab. Pencampuran dilakukan di dalam baskom hingga campuran serbuk tersebut menjadi homogen. Hasil pencampuran kemudian dipadatkan dengan menggunakan mesin tablet yang ”heavy ”heavy duty” duty” atau ”compactor ”compactor ” sehingga terbentuk ” slugs” slugs” atau lempeng agregat besar . Proses ini disebut “ slugging ” dimana massa serbuk ditekan pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar yang terbentuk seperti pellet. Kemudian dipecah menjadi granul dan digranulasi kering, sehingga memiliki sifat mudah mengalir dengan ukuran partikel granul yang lebih kecil. Proses Proses ini dinamakan “milling “ milling ”. ”. Kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Ukuran granul diperkecil dengan cara melewatkan pada ayakan dengan porositas yang lebih kecil dari yang sebelumnya, proses tersebut dinamakan dinamakan “ sieving ”. ”. Setelah itu granul yang sebelumnya terbentuk dengan ukuran yang lebih kecil dihomogenkan dengan fase luar. Fase luar terdiri dari Na Starch Glycolat, Talkum, dan Mg Stearat. Campuran yang telah homogen dengan fase luar tersebut kemudian dicetak dengan menggunakan metode kempa langsung, yaitu pengempaan massa cetak berupa granul menjadi tablet. Tablet yang terbentuk harus melewati beberapa uji evaluasi, yaitu sebanyak 20 tablet diambil untuk uji keseragaman bobot dan diameter, 10 tablet diambil untuk uji kekerasan, 6 tablet untuk uji waktu hancur serta 10 tablet untuk uji friabilitas. Tablet yang dihasilkan dalam bentuk yang baik dikemas.
VII.Evaluasi VII.Evaluasi
No
1.
Parameter Uji
Daya
alir
Syarat
dan Parameter
sudut istirahat
yang
mengevaluasi
Hasil
digunakan
massa
tablet
untuk adalah
pemeriksaan laju alirnya. Massa tablet dimasukkan sampai penuh ke dalam corong
alat
diratakan.
uji
Waktu
waktu yang
alir
dan
Diameter 1. 8.9cm 2. 8,2cm 3. 8,4cm
diperlukan
seluruh massa untuk melalui corong dan berat massa tersebut dicatat. Laju
4. 8,3cm Tinggi :
alir dinyatakan sebagai jumlah gram massa tablet yang melalui corong perdetik (Lachman,1994).
2,5 cm Waktu alir :
05,00 s Daya alir minimal 10 gram per detik dan
sudut
istirahat
(Lachman,1994).
minimal
25
O
Sudut Istirahat:
tan ɵ = h/r = 5/4.225 tan ɵ = 1,183 ɵ = 49,80 Hasil:
Sudut Istirahat tidak baik 2.
Kadar Kelembaban
Parameter :
Timbang Awal :
%LOD kurang dari 5%
2g Timbang Akhir :
1,918 g Kadar Kelembaban :
4.10% Hasil: memenuhi syarat
3.
Uji Kompresibilitas
Kompresibilitas (%)
Berat Sampel :
Sifat Aliran
20 gram Volume Awal :
5-12
Sangat Baik
12-18
Baik
18-23
Cukup
Volume Akhir :
23-33
Kurang
23 mL
33-38
Sangat Kurang
App. Density :
>38
Sangat Buruk
20/30 = 0.67 g/ml
(Depkes RI,1995).
30 mL
Tap. Density :
20/23 = 0.87 g/ml Compresibility : 0,87 0,87 − 0,67 0,67 0,87
x 100% = 22.99%
Carr’s Index
:
=
−
= 22.99% 4.
Uji Organoleptis
Parameter:
Hasil: -
Homogen, permukaan halus, bebas dari noda atau bintik-bintik 5.
Keseragaman
Diameter lebih besar dari 0.75 kali
ukuran tablet
tebal tablet
Hasil: -
100%
Diameter kurang dari 3 kali tebal tablet (Depkes RI,1995). 6.
Keseragaman
Farmakope indonesia memberi aturan
Bobot tablet
cara uji keseragaman bobot dan batas toleransi yang masih dapat diterima, yaitu
tablet
tidak
bersalut
harus
memenuhi syarat keseragaman bobot yang
ditetapkan
sebagai
berikut:
timbang 20 tablet satu persatu, hitung bobot rata-ratanya dan penyimpangan bobot rata-ratanya (Sulaiman, 2007).
Penyimpangan Berat Rata-
Rata-Rata
Rata A
B
≤ 25 mg
15%
30%
26 – 26 – 150 150 mg
10%
20%
151 – 151 – 300 300 mg
7,5%
15%
> 300 mg
5%
10%
Diameter lebih kecil dari 3 kali tebal tablet tidak boleh lebih dari dua tablet yang
masing-masing
beratnya
menyimpang dari berat rata-ratanya, lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh satu tablet pun yang beratnya menyimpang dari berat rata-ratanya, lebih dari harga yang ditetapkan pada kolom B (Depkes
Hasil: -
RI,1979).
7.
Uji Disintegran
Tablet yang akan diuji (sebanyak 6 Hasil: tablet) dimasukkan dalam tiap tube, ditutup dengan penutup dan dinaikturunkan ke ranjang tersebut dalam medium air dengan suhu 37 oC. Waktu hancur dihitung berdasarkan tablet yang
paling
terakhir
hancur.
Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut nonelektrik kurang dari 30 menit. Sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit dalam medium asam, dan harus segera hancur dalam medium basa (Sulaiman, 2007). 8.
Uji tablet
friabilitas Tablet yang diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu dibebas debukan dan ditimbang. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator, dan diputar
sebanyak
menit).
Tablet
ditimbang
100
putaran
tersebut
kembali,
(4
selanjutnya
dan
dihitung
prosentase kehilangan bobot sebelum dan
sesudah
perlakuan.
Tablet
dianggap baik bila kerapuhan tidak lebih dari 1 % (Sulaiman, 2007).
%Friabilitas =
Massa awal- massa akhir X 100% 100% Massa awal Hasil: -
9.
Uji
kekerasan Uji
tablet
kekuatan
tablet
yang
Hasil: -
mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan,
yang
diukur
memberikan
tekanan
dengan
pada
tablet
(Sulaiman, 2007).
Berkisar
antara
40-100
N
(Lachman,1994).
VIII. Hasil dan Pembahasan Pembahasan
Menurut Pharmaceutical Manufacturing Book Production and Processes (2008), tablet merupakan sediaan solid yang secara luas digunakan di seluruh belahan dunia. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Pada bacth ini, akan dibuat sediaan solid yang berupa tablet Ibuprofen dengan metode granulasi kering yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa evaluasi sebagai uji Quality Control terhadap tablet yang telah dicetak. Ibuprofen adalah sejenis obat yang tergolong dalam kelompok antiperadangan non-steroid ( Non-Streoidal Anti Inflammatory Drug ) dan digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat artritis. Ibuprofen juga tergolong dalam kelompok analgesik dan antipiretik. Zat aktif yang akan diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet idealnya harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: kemurniannya tinggi, stabil, kompatibel dengan semua eksipien, ukuran dan distribusi ukuran partikelnya baik, mempunyai sifat alir yang baik, tidak mempunyai muatan pada permukaan (absence of static charge on surface) surface ) dan mempunyai sifat organoleptis yang baik. Metode granulasi kering dipilih karena zat aktif yang digunakan, yaitu Ibuprofen, memiliki sifat mudah teroksidasi dan waktu hancurnya buruk jika dalam keadaannya basah namun mempunyai daya alir yang baik. Keuntungan dari metode granulasi kering adalah peralatan yang diperlukan sedikit, tidak menggunakan larutan pengikat sehingga tidak diperlukan mesin pengaduk yang berat, tidak ada proses pengeringan sehingga tidak perlu waktu dan biaya yang banyak, baik untuk zat yang peka lembab dan panas dan mempercepat waktu hancur karena partikel tidak terikat oleh pengikat yang kuat.
Tahap yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan semua bahan yang akan digunakan, yang terdiri dari Ibuprofen, Natrium pati glikolat, Amprotab, Laktosa anhidrat, Talkum, dan Magnesium stearat. Bahan-bahan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu fasa dalam dan fasa luar. Zat-zat fase fa se dalam adalah Ibuprofen, Natrium pati glikolat, Amprotab dan Laktosa Anhidrat. Kemudian fasa luarnya adalah Magnesium stearat dan Talkum. Natrium pati glikolat banyak digunakan dalam oral farmasetik sebagai bahan penghancur dalam formulasi sediaan tablet. Konsentrasi yang sering digunakan dalam formulasi adalah antara 28% dengan konsentrasi optimum adalah 4 % untuk tablet konvensional dan lebih dari 10% untuk tablet fast disintegrating. Amprotab digunakan pada pembuatan tablet sebagai penghancur. Amprotab digunakan sebagai penghancur yang umum pada pembuatan tablet. Biasanya sebagai penghancur amprotab digunakan pada kosentrasi 3-25% b/b atau kosentrasi optimal 15%. Laktosa merupakan zat pengisi tablet yang dapat membentuk massa yang kompak dan pas untuk dicetak dengan ukuran tert entu. Talkum biasanya berfungsi sebagai lubricant , glidant dan diluent . Namun dalam formulasi praktikum ini, talkum hanya berfungsi sebagai glidant dan lubricant karena konsentrasinya hanya berada pada rentang 1-10%, sesuai aturan dalam Handbook of Pharmaceutical
Excipient 6th
Edition. Edition.
Talkum
berfungsi
sebagai
diluent ketika
konsentrasinya berada pada rentang 5-30%. Magnesium stearat berfungsi sebagai pengikat tablet dalam metode granulasi kering. Selain itu, magnesium stearat juga berperan sebagai bahan pelicin yang mempengaruhi sifat fisik campuran bahan baku dan tablet. Magnesium stearat berfungsi sebagai lubricant pada konsentrasi 0,25-5,0%. Lubrikan berfungsi untuk mengurangi gesekan antara permukaan tablet dengan dinding lubang kempa selama proses pengempaan dan pengeluaran tablet dari lubang kempa. Magnesium stearat mempunyai sifat hidrofobik dan bisa mempengaruhi sifat-sifat tablet, seperti keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur. Magnesium stearat dapat membentuk lapisan tipis yang menyelubungi partikel padat selama pencampuran. Lapisan tipis ini dapat mempengaruhi sifat ikatan dari partikel padat tersebut karena peran dari magnesium stearat sebagai penghalang. Lubrikan yang bersifat hidrofobik dapat menyebabkan semakin lamanya waktu hancur dan penurunan kecepatan pelarutan. Semakin lama waktu pencampuran magnesium stearat akan menyebabkan waktu alir granul semakin cepat, sudut diam semakin kecil, penurunan kekerasan, peningkatan peningkatan kerapuhan dan semakin lamanya waktu hancur hancur Sebelum memulai pencampuran zat aktif dengan zat eksipien, tahap awal proses granulasi kering adalah pengecilan ukuran partikel-partikel dengan proses pengayakan. Masing-masing zat diayak terlebih dahulu agar didapatkan ukuran partikel yang seragam
sehingga saat pencetakan tablet tidak ada partikel yang dapat menghambat proses pencetakan. Hal ini dilakukan karena distribusi ukuran partikel mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia serbuk yang kemudian akan berpengaruh terhadap kestabilan obat. Ukuran juga berperan penting pada homogenitas tablet akhir. Bila terdapat perbedaan ukuran partikel yang besar antara zat aktif dan eksipien, maka akan terjadi kesulitan pencampuran. Setelah diayak, dilakukan penimbangan terhadap bahan-bahan yang digunakan sesuai perhitungan pada preformulasi. Selanjutnya, tahap pembuatan slug (tablet berukuran besar). Pertama yang dilakukan adalah mencampurkan seluruh bahan dari formulasi. Tahap pencampuran ini dilakukan hingga homogen di dalam baskom berukuran sedang dengan diameter 29.2 cm. Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah proses slugging proses slugging . Pada proses ini komponen – komponen komponen tablet dikompakan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan ke dalam die die dan dikompakan dengan punch sehingga punch sehingga diperoleh massa yang disebut slug, prosesnya disebut slugging . Pada proses selanjutnya slug selanjutnya slug kemudian di masukan ke dalam alat mild untuk dijadikan granul yang sifat alirnya lebih baik dari campuran awal. Kemudian fase luar ditambahkan dengan hasil mild tadi yang sudah menjadi granul didalam baskom, diaduk sampai homogen. Tahap berikutnya dilakukan uji evaluasi granul, yang pertama dilakukan adalah uji laju alir. Uji ini dimulai dari ditimbangnya granul sebanyak 20 gram dan dimasukkan kedalam hopper, dan disiapkan stopwatch untuk dihitungkan waktu jatuhnya serbuk. Laju alir dapat ditentukan pula dengan menggunakan metode corong. Melalui metode corong, ditentukan pula sudut istirahat dari serbuk. Sudut istirahat merupakan sudut yang dibentuk oleh tumpukan serbuk terhadap bidang datar setelah serbuk tersebut mengalir secara bebas melalui suatu celah sempit dalam hal ini adalah corong. Sebanyak 20 gram serbuk dimasukkan ke dalam corong yang ditutup, kemudian tutup tersebut dibuka dan dihitung waktu alir serta tinggi dan diameter dari tumpukan serbuk yang dihasilkan. Sudut istirahat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
tan θ =
ℎ
Dari hasil uji tersebut diperoleh sudut istirahat serbuk sebesar 49.80 o dengan waktu alir selama 5 detik. Waktu alir adalah waktu yang diperlukan untuk mengalir dari sejumlah serbuk melalui lubang corong yang diukur dalam suatu waktu tertentu. Persyaratan untuk serbuk sebanyak 100 gram adalah waktu alirnya tidak boleh lebih dari 10 detik. Sifat laju alir serbuk yang baik pada umumnya dikatakan mengalir baik ( free ( free flowing ) apabila sudut diamnya lebih kecil dari 30 o sehingga serbuk dapat dicetak menghasilkan tablet yang
homogen. Berdasarkan hasil uji, nilai sudut istirahat serbuk yang dibuat memiliki kriteria yang baik. Setelah nilai waktu alir diperoleh, dilakukan pengujian daya alir atau laju alir dengan rumus sebagai berikut:
=
Perhitungan daya alir yang digunakan mengikuti aliran Hoppler, di mana aliran bahan yang keluar dari Hoppler Hoppler ke dalam alat timbangan dipantau dipantau terus-menerus. Dari perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai daya alir sebesar 10 gram/detik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya alir dari suatu serbuk, antara lain: a. Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi gaya yang bekerja, partikel halus dengan ukuran kecil dari 100 µm dipengaruhi oleh gaya listrik dan gaya kohesi. Sedangkan ukuran yang besar dari 1000 µm dipengaruhi gaya gravitasi. Partikel dengan ukuran kecil, laju aliran mungkin tertahan akibat gaya kohesi antar partikel. Jika ukuran partikel diperbesar, gaya gravitasi besar sehingga serbuk mudah mengalir. b. Bentuk dan morfologi permukaan
Semakin tidak teratur bentuk partikel maka daya alirnya semakin buruk. c. Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi aliran serbuk secara signifikan yang dapat diamati dengan peningkatan daya rentang (tensile ( tensile strength) strength) serbuk melalui pembentukan jembatan cair. Kemampuan mengalir yang berporos dan kohesif tidak dipengaruhi kelembaban karena akan berpenetrasi kedalam partikel tersebut. d. Gaya kohesi
Gaya kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel sejenis. Jika gaya kohesi besar, maka daya alir makin buruk. e. Suhu
Penurunan suhu akan menyebabkan penurunan daya rentang dan peningkatan kecepatan alir.
gli dant f. Penambahan glid Untuk memperbaiki kemampuan alir serbuk, sering ditambahkan glidant dalam bentuk fine particle, particle, seperti silika, dioksida koloidal, talkum, dan amilum. Evaluasi
terhadap
granul
yang
selanjutnya
dilakukan
adalah
penentuan
nilai
kompresibilitas dari serbuk dengan menggunakan alat tap density. density. Sebelum dilakukan evaluasi, alat tap density dikalibrasi terlebih dahulu. Kemudian sebanyak 20 gram serbuk
dimasukkan ke dalam gelas ukur yang tersedia pada alat dan dicatat volume awalnya. Selanjutnya alat dinyalakan selama 10 menit lalu volume akhirnya dicatat. Suatu serbuk yang baik memiliki nilai persen kompresibilitas atau
Carr’s Index Value
di bawah 20%.
Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, diperoleh nilai kerapatan longgar sebesar 0.67 gram/mL, nilai kerapatan mampat (tapped (tapped density) density) sebesar 0.87 gram/mL dan nilai persen kompresibilitas atau
Carr’s Index Value
dari serbuk sebesar 22.99%. Nilai ini
menunjukan bahwa serbuk yang dihasilkan belum memenuhi kriteria nilai kompresibilitas yang baik.
Carr’s Index Value dihitung
=
menggunakan rumus:
( − )
100%
Selanjutnya, dilakukan penentuan kadar kelembaban atau Loss on Drying (LOD) (LOD) untuk menentukan kadar air yang terkandung dalam serbuk. Alat yang digunakan pada uji ini adalah moisture balance. balance. Sebanyak 2 gram serbuk disimpan secara merata di atas piringan logam pada alat uji. Kemudian suhu diatur pada 70 oC dan alat dinyalakan selama 10 menit. Loss on Drying dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
=
− ℎ ℎ
100%
Dari hasil perhitungan, diperoleh persentase LOD atau kadar air yang terkandung dalam serbuk sebesar 4.10%. Pada uji susut pengeringan ( Lost On Drying ), ), semakin banyak air yang terkandung maka akan semakin buruk sediaan yang akan dibuat. Serbuk dapat dikategorikan baik apabila kadar air yang terkandung hanya sekitar 2-5% karena air yang terkandung dapat berfungsi sebagai pengikat sehingga terlalu rendahnya kadar air akan menyebabkan tablet yang akan dicetak lebih mudah hancur. Kadar air yang terlalu tinggi akan membuat sulit pencetakan walaupun dapat tercetak, kadar air yang tinggi pada tablet akan menyebabkan keretakan pada tablet apabila disimpan pada pada suhu tinggi karena air
dapat menguap dan
menyisakan ruang kosong pada tablet tersebut. Setelah dilakukan uji evaluasi serbuk, maka serbuk dapat dicetak menjadi tablet. Serbuk dicetak menggunakan alat single punch tablet press. press. Terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan pada pembuatan tablet cetak langsung, yaitu pemilihan eksipien pengisi pengikat, di mana eksipien yang dipilih harus sesuai ses uai dengan zat aktif, memiliki kemampuan kompresibilitas, daya alir dan kemampuan sebagai pelincir yang baik dan sesuai. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah homogenitas ukuran serbuk yang akan berpengaruh pada proses pencampuran.
Selanjutnya dilakukan proses pencetakan granul menjadi tablet dengan punch 12. Digunakan punch 12, bukan 20 seperti pada pertama kalinya karena tablet yang akan dicetakan bukanlah lagi tablet besar tetapi tablet dengan ukuran normal. Setelah dilakukan pencetakan granul menjadi tablet, dilakukan beberapa evaluasi terhadap tablet-tablet tersebut. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah tablet yang dibuat sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam farmakope atau tidak. Evaluasi tablet meliputi uji waktu hancur, uji keseragaman bobot, uji keseragaman ukuran, uji kekerasan dan uji freabilitas. Pertama, dilakukan uji keseragaman bobot dilakukan menimbang 20 tablet satu persatu menggunakan neraca digital, dicatat bobot masing-masing, kemudian dihitung bobot rataratanya. Uji keseragaman ukuran dilakukan dengan mengukur 20 tablet yang masing-masing diukur diameter dan ketebalannya dengan menggunakan alat jangka sorong. Pengukuran dilakukan dengan jangka sorong karena dinilai memiliki akurasi yang baik. Setelah diukur, didapat rata-rata dari diameter tablet sebesar 12,102 sedangkan rata-rata dari ketebalan tablet sebesar 4,2575. Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari empat per tiga tebal tablet (FI ( FI IV, 1995). Selanjutnya dilakukan uji kekerasan tablet. Uji ini dilakukan dengan dihitung kekerasan tablet satu per satu terhadap 20 tablet dengan menggunakan alat penguji kekerasan ( Hardness ( Hardness Tester ), ), kemudian dihitung rata-ratanya. Uji kekerasan tablet dilakukan untuk mengetahui kekerasannya, agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet sangat berhubungan dengan ketebalan ketebalan tablet, bentuk dan waktu hancur tablet. Tablet diletakkan pada tempat yang telah disediakan untuk meletakkan tablet. Dudukan tablet kemudian dikencangkan hingga lampu STOP menyala. Setelah lampu STOP menyala, tombol RUN yang ditandai dengan tanda “” ditekan. Setelah tablet pecah, dicatat jumlah tekanan dalam Newton yang diberikan pada tablet sebagai nilai kekerasan tablet. Setelah itu tombol “” ditekan agar nilai yang muncul di layar kembali menjadi 0. Semakin besar tekanan maka akan semakin keras tablet yang dihasilkan. Tablet baru diletakkan pada tempatnya kemudian diberi perlakuan yang sama seperti tablet pertama. Selanjutnya dilakukan uji friabilitas. Friabilitas merupakan salah satu parameter yang perlu ditetapkan dari sebuah tablet untuk mengetahui ketahanan tablet terhadap bantingan pada saat pengepakan maupun distribusi. Friabilitas diukur dengan menggunakan friability tester . Prinsip kerja alat ini yaitu memberikan bantingan terhadap sejumlah tablet selama 100 putaran (100 bantingan) atau yang setara dengan 4 menit. Jumlah tablet yang diuji bergantung pada bobot per tabletnya. Pada sebuah literatur lit eratur ( Handbook of Pharmaceutical Manufacturing
Formulation Vol. Formulation Vol. 1) disebutkan, untuk tablet dengan bobot setara atau kurang dari 650 mg, jumlah tablet yang diuji mengacu pada berat totalnya yakni sekitar 6,5 g. Sedangkan untuk tablet dengan bobot lebih dari 650 mg, jumlah tablet yang diuji cukup 10 tablet. Alat dijalankan selama 4 menit dengan kecepatan putaran 25 putaran/menit. Setelah 4 menit, tablet ditimbang kembali dan didapat bobotnya sebanyak 5,82 g, kemudian dihitung kehilangan bobotnya menggunakan menggunakan rumus : Friabilitas tablet = W1 - W2 x 100% W1 Keterangan : W1 = Berat awal W2 = Berat akhir Uji waktu hancur dilakukan untuk mengetahui berapa lama tablet akan hancur dalam cairan tubuh. Waktu hancur yang dipersyaratkan dalam farmakope tidak lebih dari 15 menit. Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet. Satu buah tablet dimasukkan ke dalam masing-masing tabung dari keranjang. Masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat. Gunakan air bersuhu 37°C ± 2°C sebagai media. Alat dinyalakan dan dicatat waktu sampai tablet hancur tidak bersisa. Namun pada percobaan kali ini tablet yang diinginkan tidak dapat dibuat dikarenakan fase luar yang digunakan kurang optimal sehinggan tablet yang dihasilkan rapuh. Hal ini sesuai dengan evaluasi daya alir yang dilakukan juga menunjukkan hasilnya yang kurang baik, akibat penambahan talk tal k pada sediaan tablet. Dimana, penambahan talk yang berfungsi sebagai zat pelincir ( glidant glidant ) pada sediaan akan membuat daya alir kurang baik. Berdasarkan literatur, tablet dianggap baik bila kerapuhan tidak lebih dari 1%. Semakin besar harga persentase kerapuhan, maka semakin besar massa tablet yang hilang. Kerapuhan Ke rapuhan yang tinggi akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat pada tablet. IX. Kesimpulan
1.
Tablet ibuprofen tidak dapat dibuat dengan metode granulasi kering. Digunakan fase dalam yaitu Amprotab sebagai zat penghancur (disintergrant ( disintergrant ), ), Laktosa anhidrat, Ibuprofen, dan Na starch glycolat. Sedangkan, fase luar yang digunakan adalah Talkum sebagai zat pelincir ( glidant glidant ) dan Mg stearat zat pelicin (lubricant (lubricant ). ).
2.
Evaulasi sediaan granul dapat dilakukan dengan cara LOD, uji daya alir, dan uji kompresibilitas. Sedangkan, evaluasi tablet tidak dapat dilakukan karena tablet yang dihasilkan rapuh.
DAFTAR PUSTAKA
Andayana, N. 2009. Pembuatan Tablet. Tersedia online di http://andayana-pembuatantablet.com [Diakses pada 28 April 2016]. Anief, M. 2005. Ilmu 2005. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek . Yogyakarta: UGM Press. Ansel, C.H. 1989. Pengantar 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat . Jakarta : UI Press. Depkes RI. 1979. Farmakope 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . Jakarta: Dirjen POM DepKes RI. Depkes RI. 1995. Farmakope 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV . Jakarta: Dirjen POM DepKes RI. Dewland PM , Reader S , Berry P.
2009. Bioavailability Bioavailability of ibuprofen following oral
administration of standard ibuprofen, sodium
ibuprofen or ibuprofen acid
incorporating poloxamer in healthy volunteers. BMC volunteers. BMC Clin Pharmacol , 4(9) : 19. Gad, S. 2008. Pharmaceutical Manufacturing Book Production and Processes. Processes . New Jersey: John Wiley & Sons, Inc Ganiswarna SG. 2003. Farmakologi 2003. Farmakologi dan Terapi Edisi Terapi Edisi 4. 4. Jakarta: FKUI. Kloe.
2010.
Metode
granulasi
kering.
Tersedia
http://duniafarmasi.com/farmasetika/metode-granulasi-kering
online
[Diakses
di:
28
April
2016]. Lachman, L., Liebermann H.A., and Kanig J.L. 1989. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy Third Edition. Edition. Jakarta: UI Press. Rowe, Rayman C., et al. 2009 . Handbook of Pharmaceutical Pharmaceutical Excipients. Excipients . 6th
Edition.
London : Pharmaceutical & American Pharmacist Association. Sulaiman, T. N. S. 2007. Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet . Tablet . Yogyakarta: Mitra Communications Indonesia. Wade, A and Weller PJ. 1994. Handbook of Pharmaceutical Pharmaceutical Excipient Washington and London : American Pharmaceutical Society of
Pharmaceutical
2nd assosiation
Edition. and
Great Britain.
Zubaidah I. 2009. Perbandingan Mutu Fisik dan Profil Disolusi Tablet : Ibuprofen Merk Dagang dan Generik Generik . Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta