BAB I PENDAHULUAN I.I
LATAR BELAKANG Kanker serviks uteri merupakan kanker pada perempuan yang menduduki
urutan teratas di Indonesia, sedangkan di Negara maju kejadian kanker serviks mengalami penurunan 1. Data dari 13 pusat patologi di Indonesia menyatakan bahwa kanker cerviks menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit kanker tersering pada wanita (31.0%). Data dari berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia juga menyatakan bahwa kanker serviks adalah permasalahan ginekologik paling sering dan diikuti oleh kasus kanker ovarium, uterus, vulva, dan vagina 2. Pada tahun 2002, kejadian kanker serviks di dunia diperkirakan sebesar 493.000 dengan kematian 274.000 kasus. Sekitar 83% dari kasus baru tersebut ditemukan di negara berkembang yang diperkirakan kanker serviksnya mencakup 15% dari seluruh kanker pada perempuan dan risiko terkena kanker serviks sebelum usia 65 tahun adalah sebesar 1.5%. Sedangkan pada negara maju, proporsi kanker serviks adalah 3.6% dari seluruh kanker pada perempuan dan risiko kumulatif ( 0 – 64 tahun) adalah 0.8%. Perempuan yang menderita kanker serviks pada umumnya berusia relative muda (decade 4 – 5), oleh karena itu dapat menyebabkan kehilangan tahun kehidupan bagi penderitanya 3. Pemberian vaksin HPV memiliki kemampuan untuk mengurangi infeksi HPV dengan kemampuan proteksi > 90% 4. Vaksin HPV (Human Papiloma Virus) dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (Virus Like Protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (Virus capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat 5. Vaksin ini tidak memiliki efek terapetik terhadap infeksi HPV sehingga tidak akan mengobati atau menyebabkan gejala yang ditimbulkan akibat infeksi HPV 6. Vaksinasi HPV 16 - `8 bertujuan mencegah infeksi HPV 16 – 18. Wright dkk melakukan penelitian efektivitas vaksin HPV (penelitian fase 3/FUTURE 1) yang dilakukan kepada 2261 sampel yang diberi vaksin HPV dan sejumlah 2279 diberi placebo. Pada kelompok yang diberikan vaksin tidak dijumpai sampel yang menderita infeksi HPV ataupun NIS, sedangkan pada kelompok yang diberikan placebo ditemukan lesi prakanker dan infeksi HPV sebanyak 40 dari 2279 sampel penelitian 1.
1
Berdasarkan uraian di atas, referat ini bertujuan untuk menerangkan kepada pembaca tentang manfaat vaksin HPV dalam menekan morbiditas dan mortalitas kanker serviks akibat infeksi HPV. I.2
Perumusan Masalah Adapun permasalah dari penulisan referat ini adalah : I.2.1. Apa pengertian dan gejala dari kanker serviks I.2.2. Apa pengertian dari vaksin HPV dan cara penggunaannya
I.3
Tujuan Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah : 1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dan gejala kanker serviks 1.3.2. Untuk mengetahui pengertian dari vaksin HPV dan cara penggunaannya
2
BAB II LANDASAN TEORI II. Tinjauan Pustaka II.1.
Kanker Serviks Kanker serviks merupakan pembunuh no.2 pada wanita di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran luas dari human papilloma virus (HPV). Setiap tahunnya 500.00 kasus di dunia muncul dan kematian mendekati 240.000 dari kasus tersebut 7. Pada kanker serviks, 75% - 90% adalah karsinoma sel gepeng, yang umumnya berkembang dari prekursor CIN (Cervix Intraepithelial Neoplasia). Sisanya adalah adenokarsinoma atau variannya. Jenis karsinoma serviks adalah karsinoma sel gepeng (75%), adenokarsinoma dan adenoskuamosa (20%), dan karsinoma neuroendokrin sel kecil ( <5%). Lesi sel gepeng ini timbul pada perempuan yang semakin muda, kini dengan insidensi puncak pada usia sekitar 45 tahun, sekitar 10 – 15 tahun setelah deteksi prekursornya8.
II.2.
Faktor Risiko II.2.1 Hubungan Seksual Wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang mengalami hubungan seksual pada usia muda (sebelum 18 tahun) akan meningkatkan risiko mengalami kanker serviks lima kali lipat dikarenakan sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa 4. II.2.2. Partner seks Partner seks pria dengan kanker penis atau yang istrinya meninggal akibat kanker serviks akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. Pada pria dianjurkan melakukan sirkumsisi karena dapat menurunkan faktor terjadinya kanker serviks 4. II.2.3. Riwayat Ginekologis Hamil pada usia muda dan manajemen persalinan yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko infeksi HPV 4. 3
II.2.4. Virus Herpes Simpleks Teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNS spesifik pada sampel jaringan wanita dengan dysplasia serviks. DNA sekuens juga telah diidentifikasi pada sel tumor dengan menggunakan DNA rekombinan. Diperkirakan 90 % pasien dengan kanker serviks invasive dan lebih dari 60% pasien dengan neoplasia intraepithelial serviks (CIN) mempunyai antibody terhadap virus 4. II.2.5 Merokok Rokok dapat menyebabkan efek langsung pada serviks (aktivitas mutasi mukus serviks) atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Bahan karsinogenik yang ditemukan pada lendir dari mulut rahim pada wanita perokok dapat merusak DNA sel epitel sukamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan tranformasi keganasan4. II.3.
Stadium Kanker Serviks Stadium kanker serviks 7
II.4.
Gejala Klinis
4
Gejala klinis yang umumnya tidak tampak. Gejala yang dapat muncul adalah post coital spotting, intermenstrual cycle bleeding, menometrorrhagia, aroma buruk yang menetap dari discharge yang berwarna kuning. Nyeri pada sakrum atau pelvis dapat memberikan info bahwa terjadi invasive ke bagian lateral. Hal yang paling umum ditemukan adalah terlihatnya tumor pada cerviks8. II.5.
Patogenesis HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan
terjadinya gangguan sel serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Integrasi DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang mengarah transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi menyebabkan E2 tidak berfungsi, Tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb. Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak terjadi. E6 akan mengikat p53 sehingga Tumor suppressor gene (TSG ) p53 akan kehilangan fungsinya, yaitu untuk menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F, yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. Penghentian siklus sel pada fase G1 oleh P53 bertujuan memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. Setelah perbaikan selesai maka sel akan masuk ke fase S. p53 menghentikan siklus sel dengan cara menghambat kompleks cdk-cyclin yang berfungsi merangsang siklus sel untuk memasuki fase selanjutnya. Jika penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi, dan perbaikan tidak terjadi, maka sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada perbaikan. Sel yang abnormal ini akan terus membelah dan berkembang tanpa kontrol. Selain itu p53 juga berfungsi sebagai perangsang apoptosis, yaitu proses kematian sel yang dimulai dari kehancuran gen intrasel. Apoptosis merupakan upaya fisiologis tubuh untuk mematikan sel yang tidak dapat diperbaiki. Hilangnya fungsi p53 menyebabkan proses apoptosis tidak berjalan. Saegusa et al yang meneliti peranan Bcl-2 mendapatkan peningkatan aktivitas imunologi Bcl-2 pada NIS III dibandingkan dengan NIS I-II dan karsinoma invasif. Penelitian lain tentang Bcl-2 juga mendapatkan penurunan aktivitas Bcl-2 pada 5
karsinoma serviks. Keadaan ini menunjukan bahwa penurunan aktivitas apoptosis pada karsinoma serviks disebabkan peningkatan aktivitas dari antiapoptosis. Peningkatan Bcl-2 bukan berarti terjadi penurunan aktivitas apoptosis, karena mekanisme apoptosis dikontrol oleh banyak gen. Tetapi indeks apoptosis pada karsinoma sel skuamosa, pada penelitian nampaknya justru menurun, dan ini dibuktikan oleh beberapa penelitian. Pada penelitian juga dijumpai adanya penurunan beberapa keluarga Bcl-2, antara lain Bak, caspase 3 dan caspase 6. Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui mekanisme yang berbeda. Pada proses regulasi siklus sel di fase Go dan G1 tumor suppressor gene pRb berikatan dengan E2F ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif E2F merupakan gen yang akan merangsang siklus sel melalui aktivasi proto-onkogen cmyc, dan N-myc. Protein E7 masuk ke dalam sel dan mengikat pRb yang menyebabkan E2F bebas terlepas, lalu merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc sehingga akan terjadi proses transkripsi atau proses siklus sel.
Kekuatan
ikatan
protein E7 dengan pRb berbeda-beda pada beberapa tipe virus HPV, misalnya: ikatan E7 HPV 6 dan 11 kurang kuat dibandingkan dengan HPV 16 ataupun 18. Penelitian yang dilakukan pada pasien dengan karsinoma serviks di beberapa rumah sakit di Indonesia menemukan bahwa kejadian infeksi HPV tipe 16 sebesar 44%, tipe 18 sebesar 39% dan tipe 52 sebesar 14%. Sisanya sebesar 14% terdeteksi infeksi HPV multipel. Pada penelitian identifikasi tipe HPV pada adenokarsinoma, didapatkan bahwa prevalensi HPV pada adenokarsinoma jenis musinosum, intestinal, endometrioid adalah 91% dan jenis adenoskuamosa 100%. Sedangkan pada subtipe nonmusinous , clear cell, serous dan mesonefrik tidak dijumpai infeksi HPV. Kejadian HPV tipe 16, 18, 45, 52, dan 35 adalah berturut-turut 50%, 40%, 10%, 2% dan 1%.9 HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada sejumlah 70% kanker serviks, sedangkan tipe 16, 18, 33, 45, 31, 58, 52, dan 35 ditemukan pada sejumlah 90% kanker serviks. Tiga belas tipe HPV (16, 18, 31, 58, 33, 52, 35, 51, 56, 45, 39, 66, 6), pada metaanalisis, dijumpai pada HSIL. Pada LSIL ditemukan HPV tipe 16 (26%), 31 (12%), 51 (11%), 53 (10%). 56 (10%), 52 (9%), 18 (9%), 66 (9%), 58 (8%), dan tipe lainnya 5% 1.
6
5
II.6.
Pencegahan
II.6.1 Primer Menunda onset aktivitas seks hingga usia 20 tahun, penggunaan kontrasepsi barrier (kondom, diafragma, dan spermisida), penggunaan vaksin HPV dapat menurunkan faktor risiko terhadap kejadian kanker serviks II.6.2 Sekunder Tes pap smear dilakukan unduk mendeteksi dini dari keadaan ini pada wanita risiko sedang dan tinggi. II.7.
Vaksin HPV Vaksin HPV terbuat dari cangkang protein kosong yang disebut VPL (virus-
like particles), diciptakan dengan teknologi rekombinan. Vaksin tidak mengandung material biologis hidup apapun atau DNA, sehingga tidak bersifat infeksius. Terdapat dua jenis vaksin HPV saat ini yaitu Quadrivalent vaccine (Gardasil) yang berisikan genotype 6, 11, 16, 18 dan Bivalent vaccine (Cervarix) yang berisikan genotype 16 dan 18 9. II.7.1. Komposisi dan Jadwal pemberian 7
Quadrivalent vaccine (Gardasil) berisikan VLP dari genotip HPV 6, 11, 16, dan 18. Substrat dari vaksin ini adalah ragi (S. cerevisiae) dengan adjuvant aluminium hidroksifosfat sulfat (225ug). Diberikan 3 x dengan dosis 0.5 ml secara intramuscular dengan jarak 2 bulan antara dosis ke-1 dan ke-2 serta jarak 6 bulan antara dosis dosis ke-1 dan ke-3. Bivalent vaccine (Cervarix) berisikan VLP dari genotip HPV 16 dan 18. Substrat dari vaksin ini adalah Baculovirus expression system dengan adjuvant aluminium hidroxida (500ug) dan 50 ug 3-deacylated monophosphoryl lipid A. Diberikan 3 x dengan dosis 0.5 ml secara intramuskular dengan jarak 2 bulan antara dosis ke-1 dan ke-2 serta 6 bulan antara dosis ke-1 dan ke-3 9. Berdasarkan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), vaksin HPV dapat diberikan saat anak menginjak usia 10 tahun. Jadwal pemberian untuk vaksin bivalent adalah pada saat 0, 1, 6 bulan dan untuk vaksin tetravalent adalah 0, 2, 6 bulan
10
. Satu bulan setelah pemberian
dosis ke-3 vaksin HPV, hamper 100% wanita berusia 15 – 26 tahun yang mendapatkan vaksin tersebut memiliki antibody yang lebih tinggi 10 – 104 kali dibanding dengan yang mendapatkan infeksi virus HPV secara alami. Perlindungan dapat terjadi hingga 5 tahun lepas vaksinasi 9. Vaksin harus disimpan dalam suhu 35oF – 46oF dan vaksin tidak boleh terkena cahaya matahari. II.7.2. Proteksi Silang terhadap genotype lain Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin quadrivalent dan bivalent dapat memberikan proteksi terhadap genotip HPV 31 dan 45. Follow up pada penelitian fase II vaksin bivalent, ditemukan kasus infeksi akibat HPV 45 (1 kasus dari 528 subjek yang telah mendapatkan vaksin dan 17 subjek yang mendapatkan placebo). Vaccine efficiency (VE) = 94.2% [63.3 , 99.9] dan tipe 31 (14 vs 30 kasus; VE = 54.5%[11.5, 77.7]) 9. II.7.3. Kontraindikasi dan Efek samping Vaksin tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki reaksi hipersensitif (e.g syok anafilaksis) dan ibu hamil. Apabila pasien hamil setelah pemberian vaksin, maka dosis lanjutan harus ditunda hingga pasien telah melahirkan. Efek samping yang umum ditemukan pada pasien adalah pada daerah suntikan biasanya kemerahan dan bengkak. Efek samping yang umumnya dirasakan secara sistemik adalah fatigue, sakit kepala, myalgia, gejala saluran pencernaan, atralgia, sinkop, dan nyeri perut. II.7.4. Hasil Penelitian Terkait 8
Vaksinasi HPV 16 - `8 bertujuan mencegah infeksi HPV 16 – 18. Wright dkk melakukan penelitian efektivitas vaksin HPV (penelitian fase 3/FUTURE 1) yang dilakukan kepada 2261 sampel yang diberi vaksin HPV dan sejumlah 2279 diberi placebo. Pada kelompok yang diberikan vaksin tidak dijumpai sampel yang menderita infeksi HPV ataupun NIS, sedangkan pada kelompok yang diberikan placebo ditemukan lesi prakanker dan infeksi HPV sebanyak 40 dari 2279 sampel penelitian 1.
9
BAB III PENUTUP III.1. KESIMPULAN Kanker cervix merupakan pembunuh no.1 akibat kanker bagi wanita di Indonesia yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus. Pemberian vaksin HPV pada wanita dapat memberikan proteksi hinga >90% terhadap kejadian kanker serviks. III.2. SARAN Masyarakat diharapkan dapat memahami akan bahaya dari kanker serviks dan diharapkan dapat memulai kesadaran diri untuk memproteksi diri dengan membatasi diri dari faktor risiko kanker serviks dan memulai untuk menggunakan vaksin HPV untuk melindungi diri dari infeksi HPV.
10
DAFTAR PUSTAKA 1. Andrijono. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks. Majalah Kedokteran Indonesia 2007; 57: 153 – 158 2. Laila Nuranna, Mohamad Farid Aziz, Santoso Cornain, Gatot Purwoto, Sigit Purbadi, Setyawati Budiningsih, et al. Cervical cancer prevention program in Jakarta, Indonesia: See and Treat model in developing country. Journal of Gynecologic Oncology 2012; 23: 147 – 152 3. Bambang Dwipoyono. Kanker Serviks dan Vaksin HPV. Indonesian Journal of Cancer 2007; 3: 87 – 91 4. Imam Rasjidi. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer 2009 ; 3 : 103 – 108 5. Harry Kurniawan G. Vaksin Human Papilloma Virus (HPV) Untuk Pencegahan Kanker Serviks Uteri. elib.fk.uwks.ac.id 6. Center for Disease Control and Prevention. HPV vaccine information for clinician. 2012 7. Longo, et al. 2011. Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA : The McGraw – Hill. 2011 8. Kumar V, Cotran RS, dan Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi. ed.7. Vol.2. Jakarta: EGC 9. FT Cutts, S Franceschi, S Goldie, X Castellsague, S de Sanjose, G Garnett, et al. Human Papillomavirus and HPV Vaccine: a review. Bulletin of the World Health Organization 2007; 85: 719 – 726. 10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal Imunisasi anak IDAI 2011.
11