BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terminology pertumbuhan elenjar
nodul
abnormal
tiroid yang
mengacu membentuk
pada
setiap
massa
pada
t i r o i d . Menu Menuru rutt Amer Americ ican an Thyr Thyroid oid Assoc Associat iation ion,, nodu nodull tiro tiroid id
mengacu pada semua pertumbuhan abnormal pada sel-sel tiroid menjadi kumpulan massa (benjolan) di dalam kelenjar tiroid.
Sekitar 4-8%
nodul
tiroid bisa ditemukan saat pemeriksaan fisik (palpasi daerah leher) dan sekitar 13-67% bisa ditemukan saat pemeriksaan ultrasonografi, umumnya lebih banyak ditemukan pada wanita. Nodul tiroid pada orang dewasa umumnya adalah nodul jinak dan hanya sekitar 5% yang ganas. Oleh karena itu, evaluasi nodul tiroid dilakukan untuk menemukan kasus keganasan pada tiroid. 1 Secara klinis, nodul tiroid jinak sulit dibedakan dari nodul tiroid ganas. Nodul tiroid yang ganas, dapat timbul dalam beberapa bulan terakhir, tetapi dapat juga timbul sesudah mengalami pembesaran kelenjar selama beberapa puluh tahun tanpa disertai adanya gejala klinis yang berarti. Dalam beberapa penelitian, menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk menilai nodul tersebut bersifat ganas atau tidak, antara lain adanya riwayat paparan sinar radiasi pada daerah leher, usia saat nodul tesebut timbul dan konsistensi nodul, serta riwayat keganasan tiroid pada keluarga. Anak –anak di bawah usia 20 tahun dengan nodul tiroid dingin mepunyai risiko keganasan 2x lipat dibandingkan usia dewasa. Kelompok usia di atas 60 tahun selalin memiliki prevalensi keganasan lebih tinggi, juga mempunyai tingkat agresivitas penyakit yang lebih berat. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi & Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, antara fascia colli medialis dan fascia preverebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trachea, esophagus, pembuluh darah besar, dan serabut syaraf. Kelenjar tiroid melekat pada trachea. 1 Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trachea Ii dan III. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fascia pretrakhealis sehingga pada setiap gerakan menelan sellu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kea rah cranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tirid atau tidak.Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari arteri thyroidea superior dan arteri thyroidea inferior. Sistem vena berasal dari pleksus perifolikular.
2
Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif hormone ini adalah triiodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormone T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelebjar tiroid. Iodide inorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormone tiroid. Iodida inorganic mengalami oksidasi menjadi bentuk organic dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormom tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tiroid (TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (TPBA).
1
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian
T4
endogen
(5-17%)
mengalami
konversi
lewat
proses
monodeiodonasi
menjadi
T3.
Jaringan
yang
mempunya
kapasitas
mengadakan perubahan ini yaitu, jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler. Efek metabolisme hormone tyroid : 1. Kalorigenik 2. Termoregulasi 3. Metabolisme protein, karbohidrat, lipid, vitamin A. 2
B. Definisi dan Klasifikasi
Dikepustakaan, isitilah adenoma tiroid mempunyai arti yang lebih spesifik yaitu suatu pertumbuhan jinak jaringan baru dari struktur kelenjar sedangkan istilah nodul tidak spesifik karena dapat berupa kista, karsinoma, lobul dari jaringan normal, atau lesi fokal lain yang berbeda dari jaringan normal. Secara klinik, nodul dibagi menjadi nodul tunggal (soliter) atau multiple..5
Tabel 1. Klasifikasi Nodul Tiroid Berdasarkan Etiologinya Adenoma
Adenoma makrofolikular (koloid
Karsinoma
Papiler (75%)
sederhana) Adenoma mikrofolikular (fetal)
Folikular (10%)
Adenoma Embrional (trabekular)
Meduler (5-10%)
Adenoma sel Hurtle (oksifilik, onkositik)
Anaplastik (5%)
Adenoma atipik
Lain-lain: Limfoma tiroid (5%)
Adenoma dengan papilla Signet-ring adenoma Kista
Lain-lain
Kista sederhana ( simple cyst )
Inflamasi tiroid
Tumor kistik/padat (perdarahan, nekrotik)
Tiroiditis subakut
Tiroiditis limfostik kronik Penyakit granulomatosa
Nodul koloid
Nodul dominan pada struma multinodusa
Gangguan pertumbuhan Dermoid Agenesis lobus tiroid unilateral (jarang)
Sumber: Welker JO and Orlow D. 3
B. Epidemiologi
Kejadian nodul ioid berkisar antara 5% - 50% bergantung pada populasi tertentu dan sensitivitas dari teknisi, prevalensi nodul tiroid meningka sesuia dengan usia, keterpajanan terhadap radiasi pengion dan defisiensi iodium. Nodul akan ditemukan lebih banyak lagi pada waktu operasi, autopsi, dan dari hasil pemeriksaan ultrasonografi. Pada autopsi nodularitas ditemukan pada sekitar 37% dari populasi, hanya kurang dari 5% ditemukan nodul tiorid soliter ganas.
C. Etiologi
Nodul tiroid sebagian besar disebabkan oleh neoplasma jinak, selain itu 1% nodul tiroid disebabkan kanker tiroid. Defiseinsi yodium dalam diet sehari-hari dapat menyebabkan kelenjar tiroid membentuk nodul. Jenis tersering nodul non kanker adalah nodul kolid dan neoplasma folikuler. Nodul yang memproduksi hormon tiroid melebihi kebutuhan tubuh disebut autonomous
nodule,
hal
ini
akan
bermanifestasi
menjadi
keadaan
hipertiroidisme. Sedangkan jika nodul tiroid berisi cairan atau darah disebut sebagai kista tiroid.
D. Patofisiologi
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Jika suatu
kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan nodul tiroid. Defisiensi
dalam
sintesis
atau
uptake
hormon
tiroid
akan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk hipertrofi kelenjar tiroid (struma). Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen.
E. Patogenesis
Lingkungan, genetik dan proses autoimun dianggap merupakan faktorfaktor penting dalam patogenesis nodul tiroid. Namun masih belum dimengerti sepenuhnya proses perubahan atau pertumbuhan sel-sel folikel tiroid menjadi nodul. Konsep yang selama ini dianut bahwa (hormone perangsang tiroid) TSH secara sinergistik bekerja dengan insulin dan/atau insulin-like growth factor 1 dan memegang peranan penting dalam
pengaturan pertumbuhan sel-sel tiroid perlu ditinjau kembali. Berbagai temuan akhir-akhir ini menunjukan TSH mungkin hanya merupakan salah satu dari mata rantai di dalam suatu jejaring sinyal-sinyal yang kompleks yang memodulasi dan mengkontrol stimulasi pertumbuhan dan fungsi sel tiroid. Penelitian yang mendalam berikut implikasi klinik dari sinyal tersebut sangat diperlukan untuk memahami patogenesis nodul tiroid. 6 Adenoma tiroid merupakan pertumbahan baru monoclonal yang terbentuk sebagai respons terhadap suatu rangsangan. Adenoma tiroid tumbuh perlahan dan menetap selama bertahun-tahun, hal ini mungkin terkait dengan kenyataan bahwa sel tiroid dewasa biasanya membelah setiap delapan tahun. Kehamilan cenderung menyebabkan nodul bertambah besar dan menimbulkan pertumbuhan nodul baru. Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan ke dalam nodul menyebabkan pembesaran mendadak serta keluhan nyeri. Pada waktu terjadi perdarahan ke dalam adenoma, bisa timbul
tirotoksikosis selintas dengan peningkatan kadar T4 dan penurunan penangkapan iodium ( radioiodine uptake ). Regresi spontan adenoma dapat terjadi.7
F. Gejala Klinik
Pada umumnya
nodul tiroid bersifat asimtomatik (tidak ada gejala)
ketika nodul tersebut pertama kali ditemukan. Umumnya, pasien dengan nodul tiroid datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Tanda dan gejala yang paling pentng adalah akibat kompresi struktur vital di leher atau rongga dada atas. Gejala kompresi trachea adalah dispnea, striodr, batuk, dan rasa tercekik. Jika ditemukan paralisis pita suara dan sindrom horner, maka keganasan harus dipikirkan sebagai salah satu penyebabnya. 3
G. Diagnosis
Pemeriksaan fisik terarah pada inspeksi leher (termasuk limfonodi regional) dan dada bagian atas serta palpasi nodul untuk untuk menilai ukuran serta nodularitasnya (perkeni 2008). Karakteristik nodul antara lain :
1. Konsistensi keras dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak. 2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hyperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama. 3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan pertnda keganasan, walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. 4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan pada 40% keganasan tiroid. 5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas.
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak.
Tabel 2. Gambaran Klinik Nodul Tiroid dan Ganas Pada Pasien Dengan Nodul Tiroid Soliter Sangat Mencurigakan
Kecurigaan Sedang
Nodul Jinak
Riwayat keluarga karsinoma
Usia <20th / >70th
Riwayat
tiroid madulare Cepat membesar, terutama
nodul jinak Pria
Struma
sewaktu terapi levotiroksin Nodul padat / keras
keluarga
difusa
/
multinodusa Riwayat iradiasi pada
Besarnya tetap
leher dan kepala Sukar digerakkan / melekat
Nodul
>
4cm
/ BAJAH : jinak
pada jaringan sekitar
sebagian kistik
Paralisis pita suara
Keluhan
penekanan,
temasuk
disfagia,
disfonia,
serak,
Kista simpleks
dyspnea dan batuk Limfadenopati regional
Nodul hangat / panas
Matastasis jauh
Mengecil
dengan
terapi
supresi
levotiroksin
Berbagai modalitas diagnostic untuk mengevaluasi nodul tiroid seperti :
1. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH; Fine Needle Aspiration Biopsy = FNAB) Pada sekarang ini, pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum
halus (Si-BAJAH) pada kelenjar tiroid merupakan suatu test diagnostik yang dapat diandalkan, murah, mudah dilaksanakan, dapat segera dilakukan pengambilan ulang kembali dan akurat yang dapat dilakukan sebagai langkah awal dalam mengevaluasi kelainan-kelainan nodular pada kelenjar tiroid dengan komplikasi yang minimal seperti infeksi dan perdarahan. Pada penelitian dari American Thyroid Association terbukti hampir 96% nodul tiroid dilakukan biopsi aspirasi jarum halus untuk pendiagnosaan. Sitologi biopsi jarum halus terutama diindikasikan pada nodul tiroid soliter atau nodul dominan pada multinodul goiter. Empat sampai tujuh persen orang dewasa memiliki nodul tiroid yang dapat diraba dan angka ini meningkat dengan ultrasonografi atau pada pemeriksaan otopsi (>60%). Klasifikasi Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus : 1. Jinak Sel-sel epitel tersebar dan sebagian membentuk kelompokan atau mikrofolikular. Inti sel bulat atau oval dengan kromatin yang dense dan homogen. Sitoplasma sedikit dan agak eosinofilik, tetapi kadang-kadang ditemukan sel-sel onkositik. Sejumlah koloid dapat ditemukan. 2. Curiga Sel-sel epitel membentuk kelompokan atau susunan folikular. Inti sel membesar, bulat atau oval dengan kromatin yang bergranul dan anak
inti
yang
menonjol.
Sitoplasma
eosinofilik,
bergranul,
karakteristik akan perubahan sel-sel onkositik. Koloid sedikit atau tidak dijumpai. 3. Ganas a) Bentuk papilari – sel-sel epitel tersusun dalam gambaran papilari. Inti bulat atau oval dengan adanya pseudoinklusi nuklear, nuclear grooves dan/atau bentuk palisada.
b) Bentuk medular – sel-sel yang hiperselular. Bentuk bervariasi dengan inti bentuk bulat, oval atau lonjong. Inti terletak eksentrik dengan gambaran plasmasitoid. Struktur amiloid jarang terlihat. c) Bentuk anaplastik – terdiri dari sel-sel yang kecil, adanya multinukleated sel raksasa dan sel-sel bentuk lonjong. Inti besar, bizarre, satu atau banyak, dan kromatin kasar dan anak inti yang menonjol. Kadang dijumpai mitosis atipik. 4
Tabel 3. Hasil Sitologi Diagnostik BAJAH Tiroid
Jinak (negatife)
Curiga (indeterminate)
Ganas (positif)
Tiroid normal
Neoplasma sel folikuler
Karsinoma tiroid papiler
Nodul koloid
Neoplasma sel hurtle
Karsinoma tiroid meduler
Kista
Temua kecurigaan
Karsinoma tiroid
keganasan tapi idak
anaplastik
pasti Tiroiditis subakut Tiroiditis hashimoto
Akurasi Diagnosa Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (SiBAJAH)
Carpi dkk melaporkan sensitivitas dan spesifitas Si-BAJAH masing-masing sebesar 90% dan 80%. Nilai prediksi negatif dan positif masing-masing sebesar 97% dan 40% (Cap dkk, 1999). Gharib dkk melaporkan bahwa Si-BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Angka negatif palsu kurang dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%. Tjahjono melaporkan mendapati nilai sensitivitas sebesar 85,89%, spesifitas 89,69%, dan akurasi
87,3%.
2,7
Hal ini membuktikan Si-BAJAH cukup handal digunakan
sebagai alat diagnostik preoperatif.
4
2. Ultrasonografi Tiroid
Ultrasonografi dapat membedakan apakah lesi nodul tersebut berada pada intra atau ekstratiroid. Selain itu, juga dapat membedakan lesi kistik dari lesi solid, dengan nilai akurasi diagnostik mencapai 100%. Hal ini penting, karena keganasan lebih sering dijumpai pada lesi solid. USG dengan lebih mudah dapat menentukan apakah lesi di tiroid tersebut tunggal atau lebih dari satu, dimana hal ini cukup penting karena kecenderungan untuk keganasan tiroid banyak ditemukan pada lesi tunggal. Beberapa penulis melaporkan bahwa jika secara klinis teraba satu tonjolan di tiroid, maka sebanyak 40-50% akan ditemui lesi yang multipel pada pemeriksaan USG dan histopatologi. Sampai saat ini USG belum dapat membedakan lesi jinak dari lesi ganas secara pasti, walaupun ada beberapa kriteria secara USG untuk menyatakan satu lesi itu cenderung ganas atau jinak. 7 USG juga mempunyai peranan pada golongan resiko tinggi untuk menemukan keganasan tiroid yaitu kelompok pasien yang pernah memperoleh radiasi di daerah leher semasa anak-anak. Selain itu, pemeriksaan serial USG juga bermanfaat untuk menilai respon pengobatan supresif. USG dapat memberikan gambaran atau informasi yang akurat yang bisa dipakai dalam menilai nodul tiroid, seperti : a. Ukuran nodul b. Banyaknya nodul c. Struktur ekografi (solid, kistik atau campuran) d. Ekogenisiti (iso-, hiper- atau hipoekoik) e. Ada tidaknya kalsifikasi
f. Batas lesi g. Bentuk pembuluh darah
Akurasi Ultrasonografi Tiroid
Dalam membedakan lesi jinak dan ganas, ultrasonografi mempunyai nilai rata-rata sensitifiti 63-94%, spesifisitas 61-95% dan akurasi 80-94%. Analisa statistik yang dilakukan di FK Universitas Baskent tahun 2001, dilaporkan angka sensitivitas, spesifitas, dan akurasi masing-masing sebesar 60%, 59%, dan 59% untuk USG. 7 Ultrasonografi sebagai pengarah pada biopsi aspirasi jarum halus, secara signifikan meningkatkan sensitivitas dan spesifitas daripada SiBAJAH. Terutama pada nodul tiroid yang sulit di palpasi oleh karena ukurannya yang sangat kecil, letaknya yang lebih dalam dan pada kasus-kasus adanya perubahan kistik yang luas atau adanya fibrosis; dengan panduan USG maka jarum halus dapat diarahkan ke bagian yang
solid
untuk
mendapatkan
spesimen
yang
akurat.
Angka
sensitivitas, spesifitas, akurasi, nilai prediksi positif dan negatif untuk BAJAH dipandu USG. masing-masing sebesar 100%, 73%, 85%, 57.1% dan 100%.
5
3. Sidik tiroid
Merupakan pencitraan isotopic yang akan memberikan gambaran morfologi fungsional, yang berarti pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Radiofarmaka yang digunakan adalh I-131, Tc99m pertechnetate, Tc-99m MIBI, TI-201 atau F-18nFDG. Sidik tiroid dilakukan untuk mengetahui apakah suatu nodul tiroid menangkap radioaktifitas atau tidak, mendeteksi tiroid aberan ( missal, tiroid lingual/substernal), mendeteksi jaringan tiroid sisa pasca tiroidektomi atau jaringan metastase fungsional dari karsinoma tiroid berdiferensiasi. Dewasa ini dikembangkan teknik lain yaitu SPECT/CT ( Single Photon
Emmision Computed Tomography) atau PT/Ct ( Positron Emitted Tomography). Dengan teknik ini dapat sekaligus dideteksi lokasi anatomic dan fungsi dari massa di leher atau tempat lain yang dicurigai.
4. CT scan atau MRI
Seperti halnya ultrasonografi, CT scan atau MRI merupakan pencitraan anatomi dan tidak digunakan secara rutin untuk evaluasi nodul tiroid. Penggunaanya lebih diutamakan untuk mengetahui posisi anatomi dari nodul atau jaringan tiroid terhadap organ sekitarnya seperti diagnosis struma sub-sternal dan kompresi trakhea karena nodul.
9
5. Studi in-vitro
Penentuan kadar hormone tiroid dan TSHs diperlukan untuk mengetahui fungsi tiroid. Nodul yang fungsional (nodul anatom) dengan kadar TSHs tersupresi dan hormon tiroid normal dapat menyingkirkan keganasan. Kadar kalsitonin perlu diperiksa bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medulare atau Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) tipe 2.
H. Pengelolaan Nodul Tiroid 1. Terapi supresi dengan I-tiroksin
Terapi supresi dengan hormone tiroid (levotiroksin) merupakan pilihan yang paling sering dan mudah dilakukan. Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin bermanfaat pafa nodul yang kecil. Tetapi tidak semua ahli setuju melakukan terapi supresi secara rutin, karena hanya sekitar 20% yang responsif. Oleh karena itu perlu diseleksi pasien yang akan diberikan terapi supresi, berapa lama, dan sampai kadar TSH yang diingin dicapai. Bila kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi dengan I-tiroksin tidak diberikan. Terapi supresi dilakukan
dengan memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran TSH sekitar 1-0.3 mlU/ml. Biasanya diberikan selama 612 bulan dan bila dalam waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan biopsy ulang atau disarankan operasi. Bila setelah satu tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan. Padaa pasien tertentu terapi supresi dapat dilanjutkan. Pada pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup, walaupun belum diketahui pasti manfaaat terapi supresi jangka panjang tersebut.
2. Suntikan etanol perkutan (Percutaneous Ethanol Injection)
Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi protein dan nekrosis koagulatif pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat thrombosis vascular, akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang masih viable yang mengelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan dikelilingi oleh reaksi granulomatosa dengan multinucleated giant cells dan kemudian secarabertahap jaringan tiroid diganti dengan
jaringan parut granulomatosa. Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak padat atau kistik dengan menyuntikan larutan etanol (alkohol), tidak banyak center yang melakukan hal ini secara rutin karena tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi,dalam waktu 6 bulan ukuran nodul bisa berkurang sebesar 45%. Disamping itu dapat terjadi efek samping yang serius terutama bila dilakukan oleh operator yang tidak berpengalaman. Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang hebat, rembasan ( leakage) alcohol ke jaringan ekstratioid, juga ada risiko tirotoksikosis dan paralisis pita suara. 3. Terapi Iodium Radioaktif (1-131)
Terapi dengan iodium radioaktif (1-131) dilakukan pada nodul tiroid autonom atau nodul panas (fungsional) baik yang dalam keadaan eutiroid maupun hipertiroid. Terapi iodium radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non toksik terutama bagi pasien yang tidak bersedia dioperasi atau mempunyai risiko tinggi untuk operasi. Iodium radioaktif dapat mengurangi volume nodul tiroid dan memperbaiki keluhan dan gejala penekanan pada sebagian
besar
pasien,
yang
perlu
diperhatikan
adalah
kemungkinan terjadinya tiroiditis radiasi (jarang) dan difungsi tiroid pasca-radiasi seperti hipertiroidisme selintas dan hipotiroidisme.
4. Pembedahan
Melalui tindakan bedah dapat dikaukan dekompresi terhadap jaringan vital disekitar nodul, disamping dapat diperoleh spesimen untuk pemeriksaan patologi. Hemitiroidektomi dapat dilakukan pada nodul jinak, sedangkan berapa luas tiroidektomi yang akan dilakukan pada nodul ganas tergantung pada jenis histology dan tingkat risiko prognostik. Hal yang perlu diperhatikan adalah penyulit seperti perdarahan pasca pembedahan, obstruksi trakea pasca-pembedahan,
gangguan
pada
n.rekurens
laringeus,
hipoparatiroidi, hipoparatiroidi atau nodul kambuh. Untuk menekan kejadian penyulit tersebut, pembedahan hemdaknya dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman dalam bidangnya.
5. Terapi laser interstisial dengan tuntutan ultrasonografi
Terapi
nodul
tiroid
dengan
laser
masih
dalam
tahap
eksperimental. Dengan menggunakan “low power laser energy ”,
energy termik yang diberikan dapat mengakibatkan nekrosis nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakan pada jaringan sekitarnya. Suatu studi tentang terapi laser yang dilakukan oleh Dossing dkk (2005) pada 30 pasien dengan nodul padat-dingin soliter jinak
(benign solitary solid-cold nodule ) mendapatkan hasil sbb, pengecilan volume nodul sebesar 44% (median) yang berkorelasi dengan penurunan gejala penekanan dan keluhan kosmetik, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan peningkatan volume nodul yang tidak signifikan sebesar 7% (median) setelah 6 bulan. Tidak ditemukan efek samping yang berarti. Tidak ada korelasi antara deposit energy termal dengan pengurangan volume nodul serta tidak ada perubahan fungsi tiroid. 3
Tabel 4. Perbandingan pengobatan Nodul Tiroid Soliter Jinak Jenis
Keuntungan
Kekurangan/Kerugian
Pengobatan
Bedah
Ablasi nodul, menghilangkan
Perlu perawatan di RS, mahal,
keluhan, specimen untuk
risiko bedah :paralisis pita
diagnostic histologi
suara, hipoparatiroidis, hipotiroidisme
Levotiroksin
Tidak perlu dirawat di RS,
Efikasi rendah, pengobatan
murah, dapat memperlambat
jangka panjang, nodul tumbuh
pertumbuhan nodul dan
kembali setelah dihentikan,
menghambat pembentukan
takiaritmia jantung, penurunan
nodul baru
densitas tulang, tidak berguna bila TSH tersupresi
Iodium
Tidak perlu dirawat di RS,
Kontraindikasi pada wanita
radioaktif
murah, efek samping rendah,
hamil, pengecilan nodul
nodul mngecil sampai 40%
bertahap, hipotiroidisme dalam
dalam satu tahun
5 tahun (10% pasien), risiko tiroiditis dan tirotoksikosis
Suntikan
Tidak perlu di rawat di RS,
Pengalamanasih terbatas,
etanol
relatif murah, tidak ada
efikasi rendah pada nodul
hipotiroidisme nodul mengecil
besar, keberhasilan tergantung
45% dalam 6 bulan
operator, rasa nyeri hebat, risiko tirotoksikosis dan paralisis pita suara, perembesan etanol, etanol mengganggu penilaian sitologi dan histology
Terapi laser
Masih dalam tahap eksperimental
Sumber : Hegedus, 2004. 3
Algoritma Pengelolaan Nodul Tiroid Soliter. 3
Nodul Tiroid
Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan TSHs
TSHs rendah
Sidik tiroid TSHs normal atau tinggi Nodul berfungai Dengan kanker
Evaluasi klinik
BAJAH dengan tuntutan USG
Bedah
Non-diagnostik
Diagnostik
Jinak
Jinak
Bedah
Bedah
1-131; alternatif, observasi, bedah, suntikan ethanol, laser
Jinak
Alternatif, observas, bedah, terapi, levotiroksin, suntikan ethanol, laser
Ulangi BAJAH dengan tuntutan USG
Non-diagnostik
Bedah
BAB III KESIMPULAN
Dasar
pemikiran
pengelolaan
nodul
tiroid
adalah
bagaimana
mendeteksi dan menyingkirkan kemungkinan keganasan serta menghindari tindakan-tindakan
yang
sebenarnya
tidak
perlu
dilakukan.
BAJAH,
ultrasonografi dan penyidikan isotopic (sidik tiroid),Ct-scan, serta penetuan kadar TSH merupakan perangkat diagnostic yang paling sering digunakan dalam evaluasi nodul tiroid. Sedangkan terapi supresi hormonal, iodium radioaktif, operasi, atau terapi laser, bahakn hanya diobservasi saja pada nodul jinak itu sema merupakan pilihan terapi saja. Terdapat kontroversi dan perbedaan pendekatan dalam pengelolaan nodul tiroid, tergantung pda pengalaman klinik dan fasilitas yang tersedia. Sampai saat ini belum tersedia data yang cukup untuk membandingkan hasil cara-cara evaluasi diagnostic dan pengelolaan nodul tiroid.
DAFTAR PUSTAKA
1. De jong W. Sjamsuhidajat R. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi. EGC.Jakarta. 2. Djokomoeljanto, R.2009. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, Hipertiroidisme . Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 3. Perkeni Jaya. 2008. Penyakit-Penyakit
Naskah Lengkap Pelatihan Penatalaksanaan
Tiroid
Bagi
Dokter. Jakarta
:
Divisi
Metabolik
Endokrinologi Departemen ILmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM 4. Boelaert k, Horacek J, Holder RL, Watkinson JC, Sheppard MC, Franklyn JA.Serum thyrotropin concentration as novel predictor of malignancy in thyroid nodule investigated by fine needle aspiration . J Clin Endocrinol
Metab 2006;91: 4295-301. 5. Masjhur, J. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid 3. Jakarta : FKUI 6. Shakhtarin VV, Tsyb AF, Stepanenko VF, Orlov MY, Kopecjy KJ, Davis S. Iodine deficiency, radiation doseand the risk of thyroid cancer among children and adolescents in the bryansk region of russia following the chernobyl power station accident. International Journal of Epidemology
2003; 32: 584-91. 7. Hoffmann S, Hofbauer LC, Scharrenbach V, Wunderlich A, Hassan I, Sesanne L. Thyropin (TSH)- induce production of vascular endothelial groeth factor in thyroid cancer cell in vitro: evatuation of THS signal tranduction and of angiogenesisstimulating growth factors . J Clin
Endocrinol Metab 2004;89(12):613 8. Klaassen CD, Hood AM. Effect of microsomal enzyme inducer on thyroid follicular cell. Toxicol Pathol 2001;29: 34- 40.