REFERAT
Gambaran Radiologi Pada Fraktur Tulang Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Rumah Sakit Umum dr. Zainol Abidin Banda Aceh
Oleh
Arya Utama Timur Galang Adil Reni Anggraini Siti Aminah
BAGIAN RADIOLOGI RUMAH SAKIT DAERAH ZAINAL ABIDIN 2014
BAB I PENDAHULUAN Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera oleh salah satu sebab. Penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga. Setiap tahun 60 juta penduduk Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis. 3,6 juta membutuhkan perawatan di Rumah Sakit. Banyak dari korban trauma tersebut mengalami cedera musculoskeletal berupa fraktur, dislokasi, dan cedera jaringan lunak. Cedera sistem musculoskeletal cenderung meningkat dan terus meningkat dan akan mengancam kehidupan kita (Rasj ad C,2003). Salah satu cedera musculoskeletal yang sering terjadi adalah fraktur. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak
di
bagian
tulang
yang
patah,
deformitas,
gangguan
fungsi
muskuloskeletal, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler (Sjamsuhidajat, De Jong, 2011). Namun tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear, fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain) sedangkan diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x (radiologis) pasien. Maka dari itu penting bagi seorang klinisi untuk mengetahui bagaimana gambaran radiologi pada fraktur untuk menentukan suatu diagnosis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI
Menurut Mansjoer (2000), fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan rudapaksa. Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang seperti osteoporosis. Menurut Sjamsuhidayat (2011), fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia, 2005). 2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Tulang terbagi dalam 4 kategori yaitu tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih dan tulang tidak teratur. Tulang tersusun oleh jaringan tulang konselus (trabekular/spongius) atau kortikel, tulang panjang. Ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan. Tulang pendek terdiri dari tulang konselus ditutupi selapis tulang kortikel. Tulang pipih merupakan tempat penting untuk hematopoiesis dan sering memberikan perlindungan bagi oragan vital. Tulang tak teratur mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya. Ositeoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik tulang. Osteosis adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon. Osteoklas adalah sel multinuklea (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran dan resorbsi tulang. Endosteum
adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sum-sum tulang panjang dan rongga-rongga tulang konselus (Rasjad, 2003).
2.3. ETIOLOGI
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan (Rahmad, 1996). Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada orang perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause (Set yono, 2001) Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddart, 2002). Jadi penyebab fraktur adalah: a. Trauma tulang dikenai tekanan/ stress yang lebih besar b. Kecelakaan kendaraan bermotor c. Kecelakaan karena pekerjaan olahraga d. Osteoporosis e. Pukulan langsung f. Gaya meremuk g. Gerakan puntir mendadak h. Kontraksi otot ekstrem
2.4. KLASIFIKASI FRAKTUR
Macam-macam klasifikasi jenis fraktur perlu untuk diketahui dan dipahami, untuk menentukan treatment dan juga mempermudah evaluasi perbaikan yang terjadi setelah treatment. Berdasarkan Orthopaedic Trauma Association (OTA) fraktur dapat diklasifikasikan menjadi 1. Fraktur Linear a. Transversal yaitu fraktur sepanjang garis tengah tulang b. Obliq yaitu fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang c. Spiral yaitu fraktur memuntir sepanjang batang tulang d.
2. Fraktur Communited yaitu terdapat lebih dari dua fragmen fraktur yang biasanya terpecah belah. a. Communited <50% b. Communited >50% c. Butterfly <50% d. Butterfly>50%
3. Fraktur Segmental a. Two level b. Three or more level c. Longitudinal split d. Communited
4. Fraktur Bone Loss a. Bone loss <50% b. Bone loss >50% c. Complete bone loss
Terdapat juga fraktur yang dimana tulang
tidak benar-benar patah
terbelah yang mana sering disebut fraktur inkomplit. Jenis fraktur inkomplit adalah 1. Greenstick. Jenis fraktur ini sering ditemukan pada anak-anak, tulang melengkung disebabkan oleh konsistensinya yang elastis. Periosteumnya tetap utuh. Fraktur ini biasanya mudah diatasi dan sembuh dengan baik.
Gambar greenstick fraktur pada radius distal seorang anak. Fraktur tidak komplit dan tidak meluas ke korteks dorsal 2. Fraktur kompresi. Fraktur ini biasanya terjadi pada orang dewasa dan secara khas mengenai korpus vertebra atau kalkaneus. Reduksi secara sempurna jarang terjadi dan pasien mungkin akan mengalami deformitas.
Gambar kompresi baji anterior korpus vertebra T12 Menurut hubungan dengan keadaan sekitarnya fraktur dapat dibagi menjadi: a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. b. Fraktur terbuka (open/ compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu : Derajat I : Luka <1 cm Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada luka remuk.Fraktursederhanatransversal, oblig, atau kominutif ringan. Kontaminasi minimal. 1. Derajat II :Laserasi >1 cm Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / avulsi Fraktur kominutif sedangKontaminasi sedang 2. Derajat III :Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas : a) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas / flap / avulsi, atau fraktur segmental / sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. b) Kehilangan
jaringan
lunak
dengan
fraktur
tulang
yang
terpapar
ataukontaminasi massif. c) Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus diperbaiki tanpamelihat kerusakan jaringan lunak. (Mansjoer, Arif, 2000).
Berdasarkan letak anatomis tubuh, fraktur dibagi menjadi beberapa bagian : 1.
Ekstremitas atas a. Regio gelang bahu 1)
Fraktur klavikula
2)
Fraktur skapula
3)
Fraktur humerus subkapital
b. Regio humerus 1)
Fraktur suprakondiler humerus
2)
Fraktur humerus kondiler
3)
Fraktur olecranon
4)
Fraktur kapitulum radius
c. Regio siku 1)
Fraktur suprakondiler humerus
2)
Fraktur humerus kondiler
3)
Fraktur olecranon
4)
Fraktur kapitulum radius
d. Regio lengan bawah 1)
Fraktur radius
2)
Fraktur ulna
3)
Fraktur antebrakii
4)
Fraktur monteggia
5)
Fraktur galeazzi
e. Regio pergelangan bawah 1)
Fraktur radius distal
2)
Fraktur tulang karpal
f. Regio tangan 1.
Tulang belakang a. Regio vertebra servikal 1)
Fraktur tulang atlas
2)
Fraktur tulang odontoid
3)
Fraktur tulang vertebra servikal bawah
b. Regio vertebra torakolumbal 2.
Ekstremitas bawah a. Regio tulang panggul b. Regio sendi panggul 1)
Fraktur leher femur
2)
Fraktur tulang trokanter femur
c. Regio femur 1)
Fraktur batang femur pada anak
2)
Fraktur batang femur pada dewasa
d. Regio lutut 1)
Fraktur emur interkondiler
2)
Fraktur patella
3)
Fraktur plato tibia
e. Regio tungkai bawah 1)
Fraktur batang tibia dan fibula
2)
Fraktur tibia
3)
Fraktur fibula
f. Regio pergelangan kaki 1)
Fraktur pergelangan kaki
2)
Fraktur malleolus medialis
3)
Fraktur malleolus lateral
4)
Fraktur bimaleolaris
5)
Fraktur kompresi pada tibia
g. Regio pedis 1)
Fraktur talus
2)
Fraktur kalkaneus
3)
Fraktur metatarsal
4)
Fraktur jari kaki
FRAKTUR INTRA-ARTIKULAR Fraktur Bennett
Gambar fraktur Bennet pada tulang metakarpal I Fraktur ini disebabkan oleh abduksi ibu jari yang dipaksakan dan tampak sebagai fraktur oblik yang mengenai permukaan artikulasi proksimal pada tulang metakarpal I. Fragmen kecil tulang metakarpal I tetap berartikulasi dengan trapezium, sementara bagian tulang yang lain mengalami dislokasi ke arah dorsal dan radial akibat tarikan muskulus abduktor policis longus. Kegagalan mendiagnosis dan mengobati fraktur intraartikular pada metakarpal dapat menimbulkan rasa nyeri yang lama,kekakuan, dan atritis pascatrauma akibat permukaan artikular yang tidak rata. Fraktur Barton Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur oblik intraartikular mengenai tepi dorsal radius bagian distal. Terkadang hal ini juga ada
kaitannya dengan dislokasi persendian pergelangan tangan. Bila fraktur mengenai permukaan volar radius bagian distal, fraktur ini disebut sebagai kebalikan fraktur Barton. Kedua bentuk fraktur ini paling baik dilihat pada proyeksi lateral oleh karena orientasi koronal dari garis fraktur. Fraktur plato tibia
Gambar fraktur depresi pada plato tibia lateral Kebanyakan fraktur ini mengenai plato tibial lateral. Mekanisme cederanya karena terpelintir. Kadang-kadang fraktur tidak terlihat jelas pada proyeksi AP dan lateral yang standar. Oleh karena itu, kemungkinan dibutuhkan pandangan oblik, atau tomografi unutk mengenali dan menilai derajat beratnya fraktur. Sekitar 10% fraktur ini disebabkan oleh cedera ligamentum sendi lutut.
Fraktur pergelangan kaki
Gambar fraktur maleolus medialis dengan sebuah fragmen yang terlepas
Gambar fraktur dislokasi pada pergelangan kaki Fraktur ini disebabkan oleh cedera inversi atau eversi, atau kombinasi kedua meknisme tersebut. Macam-macam fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan pada jenis cedera atau jenis fraktur yang terlibat. Jenis fraktur dapat berupa fraktur unimaleolar (maleolus medial atau lateral), fraktur bimaleolar, fraktur trimaleolar bila tuberkulum posterior tibia distal terkena, atau fraktur kompleks bila terjadi fraktur komunitif pada bagian distal dan fibula. Fraktur dislokasi dapat terjadi bila sendi pergelangan kaki (ankle mortse) terganggu akibat cendera tulang dan ligamentum. Fraktur kalkaneus
Gambar fraktur kominutif pada kalkaneus Fraktur ini merupakan fraktur tulang tarsus yang paling sering terjadi. Fraktur terjadi akibat jatuh dari ketinggian dan biasanya bilateral. Kemungkinan disertai dengan fraktur tulang belakang, terutama pada vertebra lumbal kedua.fraktur dapat diklasifikasikan sebagai eksrta-artikular atau intraartikular bila fraktur mengenai sendi susbtarsal atau kalkaneokuboid. Pada fraktur intra artikular, penting untuk menilai derajat depresi pada permukaan posterior sendi subtalar. Mengukur sudut Bohler dari foto lateral membantu untuk menilai depresi. Walaupun demikian, CT scan dapatmemperlihatkan posisi fragmen tulang secara tepat dan luas depresi permukaan posterior sendi subtalar. FRAKTUR NON ARTI-KULAR Fraktur Colles
Gambar fraktur colles pada pergelangan tangan dalam foto AP dan lateral Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi dikorpus distal, biasanya sekitar 2cm dari permukan artikular. Fragmen distal bergeser ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas “garpu-makan malam”. Kemungkinan dapat disertai dengan fraktur pada pr oses stiloideus ulna. Fraktur Smith
Pandangan lateral pergelangan tangan memperlihatkan fraktur smith (kebalikan fraktur colles) Fraktur ini biasanya akibat terjatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara langsung pada punggung tangan. Fragmen distal bergeser ke arah ventral dengan deviasi radius tangan yang memberikan gambaran deformitas “sekop kebun”.
Fraktur Suprakondiler
Gambar fraktur suprakondiler pada humerus distal seorang anak Fraktur ini merupakan jenis fraktur siku yang paling sering terjadi pada anak-anak berusia 3-10 tahun. Sebgian besar fraktur akibat terjatuh pada tangan terentang dengan hiperekstensi siku. Fragmen distal bergeser ke posterior. Fraktur Jones Fraktur ini dapat mengenai basis tulang metatarsal V. Garis fraktur berjalan secara transversal bila dibandingkan dengan pusat osifikasi, yang berjalan secara oblik.
FRAKTUR
YANG
BERKAITAN
DENGAN
PENINGKATAN
RISIKO
NEKROSIS AVASKULAR (AVN) Tulang skafoid
Gambar fraktur skafoid dengan pergeseran yang disertai dengan fraktur pada radius distal Tulang ini adalah tulang karpal yang paling sering mengalami fraktur. Kebanyakan terjadi dibagian pinggang tulang diikuti dipolus proksimal dan tuberositas. Cedera yang berkaitan dengan tulang ini antara lain dislokasi perilunatum dan fraktur radius. Komplikasi terjadinya penyatuan yang lambat (delayed union) atau tidak terjadinya penyatuan (non union) meningkatkan resiko osteonekrosis, yang sering mengenai fragmen proksimal. Kolum femoris
Gambar fraktur dengan pergeseran kolum femoris kiri Fraktur pada daerah ini termasuk fraktur intrakapsular, yang terjadi subkapital, trans-servikal atau basiservikal. Tidak terjadinya penyatuan tulang
(non-union) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada cedera tersebut, yang dapat menyebabkan osteonekrosis. FRAKTUR/DISLOKASI Galeazzi
Gambar fraktur Galleazi pada radius dengan dislokasi sendi radioulnar distal Fraktur ini akibat terjatuh dengan terentang dan lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian dorsolateral. Fraktur ini merupakan fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi sendi radioulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran
dang
angulasi ke arah dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dors al dan medial. Monteggia Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal lengan bawah. Fraktur ini terdiri dari fraktur ulna proksimal dengan angulasi anterior yang disertai dengan dislokasi anterior kaput radius. Dislokasi perilunatum transkafoid
Foto AP dan lateral pergelangan tangan menunjukkan fraktur transkafoid yang bergeser dengan dislokasi periunatum Fraktur ini merupakan fraktur yang paling sering disebabkan oleh dislokasi karpal. Proyeksi frontal (AP) memperlihatkan fraktur skafoid dengan jelas, namun pandangan lateral menunjukan pergeseran tulang kapitatum ke arah dorsal yang berhubung dengan tulang lunatum, yang tetap berartikulasi dengan radius distal, oleh karena itu, disebut dislokasi periulnar. Fraktur Maisonneuve Terjadi fraktur fibula proksimal yang disebabkan oleh robekan pada membrana interoseus dan sindesmosis tibiofibularis distal. Kemungkinan juga disertai dengan robek ligamentum deltoid atau fraktur maleolus medialis yang menyebabkan pelebaran kompartemen sendi medial. Fraktur Lisfranc
Gambar dislokasi fraktur lisfranc kaki
Fraktur ini biasanya terjadi sesudah jatuh dari ketinggian atau saat menuruni tangga pesawat terbang. Ligamentum Lisfranc yang terletak antara tulang kuneiform I dan basis tulang metatarsal II terputus atau mengalami avulsi pada tempat insersinya. Terdapat 2 variasi cedera, yaitu dislokasi homolateral metatarsal I sampai V dan perpindahan lateral divergen metatarsal II sampai V dengan pergeseran tulang metatarsal I ke medial atau dorsal. Fraktur yang terkait antara lain fraktur yang terjadi pada basis metatarsal II dan yang lebih jarang, pada tulang metatarsal III, Kuneiform I atau tulang kuboid. TRAUMA PADA TULANG BELAKANG Tulang belakang servikal Pemeriksaan radiologis bergantung pada keadaan pasien. Pada pasien dengan trauma berat (tidak sadar, fraktur multipel, dan sebagainya) pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati dan semua foto harus dibuat dengan pasien berbaring terlentang dan manipulasi sedikit mungkin. Foto yang terpenting adalah foto lateral dengan pasien berbaring dan sinar horizontal. Biasanya segmen bawah tulang leher (CVI-VII) tertutup oleh bahu. Untuk mengatasi hal ini bahu direndahkan dengan cara menarik lengan penderita ke bawah. Proyeksi oblik dapat menambah informasi tentang pedikel, foramina intervertebra dan sendi apofiseal. Bila pasien dalam keadaan baik, sebaiknya dibuat foto AP, termasuk dengan mulut terbuka untuk melihat CI dan CII, foto lateral dan foto oblik kiri dan kanan. Trauma servikal diklasifikasikan berdasarkan mekanisme trauma dan derajat kestabilan (stabil dan tidak stabil). Berdasarkan mekanisme trauma adalah a. Hiperfleksi
Subluksasi anterior: terjadi robekan pada sebagian ligamen di posterior tulang leher, ligamen longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda penting pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke posterior (kifosis) lokal pada tempat kerusakan ligamen. Tanda-tanda lainnya, jarak melebar antara prosesus spinosus, subluksasi sendi apofiseal.
Bilateral
interfacetal dislocation: terjadi robekan pada ligamen longitudinal
anterior dan kumpulan ligamen diposterior tulang leher. Lesi tidak stabil.
Tampak dislokasi sekunder anterior korpus vertebra. Dislokasi total sendi apofiseal. Flexion
tear drop fracture dislocation: tenaga fleksi murni ditambah
komponen kompresi menyebabkan robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulsi pada bagian anteroinferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang servikal dalam fleksi, fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior korpus vertebra, pembengkakan jaringan lunak pravertebral.
Gambar fraktur teardrop fleksi pada vertebra C5
Wedge
fracture:
vertebra
terjepit
sehingga
berbentuk
baji.
Ligamen
longitudinal anterior dan kumpulan ligamen posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.
Clay shovele’s fracture: fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligamen posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus, biasanya pada CVI-CVII atau ThI
b. Fleksi-rotasi Terjadinya
dislokasi
interfacetal
pada
satu
sisi.
Lesi
ini
stabil
walaupunterjadi kerusakan pada ligamen posterior termasuk kapsul sendi apofiseal yang bersangkutan. Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang bersangkutan dan vertebrae proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan vertebrae distalnya tetap dalam posisi lateral. c. Hiperekstensi
Fraktur dislokasi hiperekstensi: dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dm prosesus spinosus. Fraktur avulsi korpus vertebrae bagian postero-inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen posterior tulang leher dan ligamen bersangkutan.
Hangman’s
fracture: terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior CII
terhadap CIII
Gambar foto lateral vertebra memperlihatkan fraktur hangman d. Ekstensi-rotasi Terjadi fraktur pada prsosesu artikularis satu sisi. e. Kompresi vertikal Terjadinya fraktur akibat diteruskannya tenaga trauma melalu kepala, kondilus oksipital, ke tulang leher.
Bursting fracture dari atlas ( Jefferson’s fracture)
Bursting fracture vertebrae servikal tengah dan bawah.
Tulang belakang Torakal dan Lumbal
Pemeriksaan radiologik rutin untuk trauma tulang belakang torakal dan lumbal adalah proyeksi AP dan lateral. Fraktur vertebra torakal bagian atas dan tengah jarang terjadi kecuali kondisi berat osteoporosis. Karena kanalis spinal di daerah ini sempit, maka sering ada kelainan neurologik. Mekanisme trauma biasanya bersifat kompresi atau trauma langsung. Pada kompresi terjadi fraktur kompresi dapat timbul dari fraktur elemen posterior vertebra, korpus dan iga didekatnya. Pada fraktur kompresi tampak korpus berbentuk baji pada foto lateral. Pada foto AP adanya pelebaran bayangan mediastinum di daerah yang bersangkutan
menunjukan
adanya
hematom
paravetebral.
Pada
daerah
torakolumbal dan lumbal, mekanisme trauma dapat bersifat fleksi, rotasi dan kompresi. Trauma fleksi paling sering dan menimbulkan fraktur kompresi. Trauma rotasi paling sering terjadi pada torakolumbal (TI-LI) dan dapat menimbulkan fraktur dislokasi disebabkan kerusakan pada elemen psoterior vertebra. Makna klinis klasifikasi fraktur
Penting untuk melakukan klasifikasi fraktur secara tepat. Hal ini membantu dalam menentukan kemungkinan prognosis dan memilih penanganan yang tepat. Fraktur dapat ditangani secara konservatif dengan gips atau pembedahan menggunakan fiksasi internal atau eksternal. Fiksasi pembedahan biasanya dilakukan bila terjadi kegagalan reduksi, pada fraktur terbuka dan fraktur intra artikular. Fiksasi eksternal biasanya dilakukan untuk fraktur terbuka dengan kontaminasi yang luas. Bila fraktur bersifat inkomplit seperti pada fraktur greenstick, reduksi biasanya mudah dan anak dapat diyakinkan bahwa penyembuhan biasanya terjadi dengan cepat. Sebaliknya fraktur kompresi jarang sekali dapat direduksi dengan sempurna. Ada fraktur-fraktur tertentu yang juga kurang stabil, dan klasifikasi yang tepat dapat membuat klinisi waspada terhadap fraktur yang memiliki resiko komplikasi saat penyatuan dilakukan reduksi, tidak seperti fraktur oblik dan spiral yang mempunyai kecenderungan untuk bergeser. Pergeseran sesudah reduksi dapat menyebabkan penyatuan yang lambat (delayed union), penyatuan posisi
yang salah (malunion) atau bahkan tidak terjadinya penyatuan (nonunion). Hal yang sama, fraktur kominutif biasanya bersifat tidak stabil dan kemungkinan untuk sembuh dalam posisi yang kurang optimal karena reduksi fragmen fraktur sering sulit dipertahankan. Yang terakhir, waktu penyembuhan cenderung lebih lama pada fraktur-fraktur tertentu walaupun sebagian besar fraktur seharusnya menyatu dalam 16-18 minggu. Waktu penyembuhan tulang tubulus pada orang dewasa Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Kalus awal
2-3 minggu
2-3 minggu
Konsolidasi lanjut
6-8 minggu
12-16 minggu
Penyatuan
Penyatuan tualang terjadi akibat proses perbaikan tulang yang kompleks dan terlihat pada foto seperti pembentukan kalus.
Pembentukan Kalus awal
Pada tahap awal, kalus hanya mengandung jaringan fibrosa radiolusen dan garis fraktur akan terlihat pada foto. Pada tahap yang sedikit lebih lanjut, terbentuk kalus imatur. Kasus ini membentuk gambaran khas seperti “kapas yang lembut”. Kalus mungkin terlihat menghubungi fraktur walaupun garis fraktur tetap terlihat bahkan ketika penyatuan klinis telah terjadi. Pada tahap ini, tidak ada gerakan pada tempat fraktur bila diberikan stres. Konsolidasi lanjut
Kalus lunak secara bertahap diubah menjadi tulang matur yang keras. Keadaan ini adalah tahap konsolidasi lanjut dan dikatakan telah terjadi konsolidasi jika pada foto terlihat kalus tulang menghubungi fraktur dan tidak tampak garis fraktur. Kemudian terjadi pembentukan ulang (remodelling) tulang. Rongga sumsum akhirnya terbentuk dan terbentuklah korteks. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan oleh fraktur dapat bersifat sistemik atau lokal terhadap tulang yang fraktur, jaringan lunak atau persendian yang berdekatan. Komplikasi lokal yang mengenai tulang antara lain: komplikasi penyatuan, infeksi, nekrosis avaskular.distrofi refleks simpatik dan gangguan pertumbuhan pada anak-anak bila yang terkena adalah lempeng pertumbuhan. Komplikasi lokal nontulang dapat mengenai jaringan lunak dan persendian yang berdekatan. Diantara cedera jaringan lunak, kondisi yang sering terjadi adalah trauma terhadap pembuluh darah yang berdekatan dengan tempat fraktur, sindrom kompartemen dan juga cedera pada saraf dan visera yang berdekatan. Komplikasi yang mengenai persendian antara lain hemartrosis dan kekakuan sendi akibat edema dan fibrosis. Osteoartritis pascatrauma dapat disebabkan oleh kerusakan pada kartilago artikular dan permukaan sendi atau stres abnormal yang terjadi karena malunion fraktur korpus.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, Medica. Aesculpalus, FKUI, Jakarta. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Buckwalter, J. A.,et al. 2000. Orthopaedic Basic Science – Biology and Biomechanics of The Musculoskeletal System, Second Edition, American Academy of Orthopaedic Surgeons, United States of America. Buckley, R. 2004. General Principle of Fracture Care, Department of Surgery, Division of Orthopaedi, University of Calgary, Canada. Canale, S. T. 2003 Fracture Healing ( Bone Regeneration ), In: Campbell’s Operative Orthopaedic, Tenth Edition, Vol : 3, Mosby, United States of America. Chapman, M. 2001. W.Chapman orthopedic surgery 3rd ,Lippincott wiliams & Walkins United States of America, California. David I. P. 2008. Orthopedic Traumathology – A Residents Guide 2nd editon, Leipzig, Germany. Miller, M. D. 2000. Review of orthopedic third edition, Phidelphia: Saunders. Carpenito, 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, Jakarta:EGC. Doenges Marlyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Unuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3). (Alih Bahasa 1 Made Kriase), Jakarta: EGC Rasjad C, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Trauma, 12 Edition . Bintang Lamupatue. Makasar. Sjamsuhidayat, De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 3). Jakarta:EGC.