BAB I PENDAHULUAN Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur me rupakan cedera yang sering terjadi pada kecelakaan baik itu kecelakaan kerja, rumah tangga, maupun lalu lintas. Angka kecelakaan di Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi. 1,2 Pada penelitian sebelumnya di Indonesia, proporsi cedera patah tulang atau amputasi paling tinggi terjadi karena kecelakaan lalu lintas. 3 Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh terbesar ketiga di Indonesia setelah penyakit jantung koroner dan penyakit tuberculosis/TBC.
4
Namun, seringkali kejadian patah tulang tidak ditangani secara cepat dan tepat sehingga kondisi korban kecelakaan pun menjadi semakin parah dan bahkan fatal. 1 Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga. 1 Berdasarkan penelitian di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2013, jumlah klien yang mengalami fraktur terutama pada regio kruris yaitu sebanyak 11.357 laki – – laki laki dan 8.319 perempuan.sedangkan insidennya pada laki-laki yaitu 152 per 100.000 pasien laki-laki dan 120 per 100.000 untuk pasien perempuan. Pada tahun 2014, insiden tertinggi dan faktor resiko yaitu pada usia 10 – 14 14 tahun untuk lakilaki dan diatas 85 tahun untuk perempuan. Insiden fraktur di Indonesia pada usia 50 tahun keatas meningkat 81% dari tahun sebelumnya.
2
Tibia merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami cedera. Mempunyai permukaan subkutan yang paling panjang, sehingga paling sering terjadi fraktur terbuka. Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit, cedera langsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Kalau kulit diatasnya masih
1
utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim. Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak.2 Fraktur tibia dan fibula adalah fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi. Insidens tahunan pada fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11.5 per 100 000 orang, dengan 40% kasus terjadi pada ekstremitas bawah. Pada anakanak sering terjadi pada usia 9 bulan hingga 3 tahun yang dikenal sebagai fraktur t oddler yaitu fraktur spiral pada distal os tibia. Predileksi paling serin g terjadi fraktur tulang panjang adalah di daerah diafisis tulang tibia. ti bia. Daerah midshaft yang terisolasi dan proksimal fibula jarang terjadi t erjadi fraktur. fr aktur. Fraktur ini bisa sembuh jika dideteksi dini dan ditangani secara cepat dan adekuat. Namun kehilangan tungkai bisa terjadi apabila adanya cedera jaringan lunak, kerusakan neurovaskular, cedera arteri poplitea, terjadinya sindroma kompartemen atau suatu infeksi seperti gangrene gangrene atau osteomelitis.2
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kruris
Fascia cruris merupakan tempat perleketan musculus dan bersatu dengan perosteum. Ke proximal akan melanjutkan diri diri ke fascia lata, dan akan melekat di sekitar articulation genus ke os patella, ligamentum patellae, tuberositas tibiae dan capitulum fibulae. Ke posterior membentuk fascis poplitea yang menutupi fossa poplitea. Disini tersusun oleh serabut-serabut transversal yang ditembus oleh vena saphena parva. Fascia ini menerima serabut-serabut tendo m.biceps femoris femoris disebelah lateral dan tendo m. Sartorius, m.gracilis, m.semitendinosus, dan m.semimembranosus disebelah medial. Ke anterior, fascia ini bersatu dengan perosteum tibia serta perostenium capitulum fibulae dan malleolus fibulae. Ke distal, faascia ini melanjutkan diri ke raetinaculum mm.extensorum superior dan retinaculum mm. flexorum. Fascia ini menjadi tebal dan kuat dibagian proximal dan anterior cruris, untuk perlekatan m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum longus. Tetapi, fascia ini tipis dibagian posterior yang menutupi m.gastrocnemeus dan m.soleus. disisi lateral cruris, fascia ini membentuk septum intermusculare anterius dan septum intermusculare posterius. Musculus di region cruris dibedakan menjadi tiga kelompok. Yaitu (a) kelompok anterior, (b) kelompok posterior dan (c) kelompok lateralis.3,4,5 1). Musculus di region anterior a. M. tibialis anterior. b. M. extensor hallucis longus c. M. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius 2) Musculus regio cruris posterior kelompok superficialis a. M. gastrocnemius b. M. soleus c. M. Plantari 3)
Musculus regio cruris posterior kelompok profunda
3
a. M. popliteus b. M. flexor hallucis longus c. M. flexor digitorum longus d. M. tibialis posterior 4) Musculus region cruris lateralis a. M. peroneus longus b. M. peroneus brevis N. Ischiadicus merupakan saraf yang terbesar dalam tubuh manusia yang mempersarafi kulit regio cruris dan pedis serta otot-otot di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada cruris dan pedis, serta seluruh persendian pada extremitas inferior. Nervus ini berasal dari medulla spinalis L4- S3, berjalan melalui foramen infra piriformis, berada di sebelah lateral n.cutaneus femoris posterior, berjalan descendens di sebelah dorsal m.rotator triceps, di sebelah dorsal terdapat m.quadratus femoris, di sebelah ventral terdapat caput longum m.biceps femoris selanjutnya berada di antara m.biceps femoris dan m.semimembranosus, masuk ke dalam fossa popliteal. Lalu saraf ini bercab ang dua menjadi n.tibialis dan n. peroneus communis 6
2.1.1
Anatomi Os Tibia
Os Tibia merupakan os longum, mempunyai corpus, ujung proximal dan ujung distal berada di sisi medial dan anterior dari cruris. Pada posisi berdiri, tibia meneruskan gaya berat badan menuju ke pedis. Ujung proximal lebar sehingga membentuk gaya persendian dengan os femur yaitu condylus medialis.7,8 Facies articularis ini dibagi menjadi dua bagian, dari anterior ke posterior, oleh fossa intercondyloidea anterior, eminentia intercondyloidea dan fossa intercondyloidea posterior. Fossa intercondyloidea anterior mempunyai bentuk yang lebih besar daripada fossa intercondyloidea posterior. Tapi eminentia intercondyloidea membentuk tuberculum intercondylare lateral. Facies articularis dari condylus medialis berbentuk oval, sedangkan facies
4
articularis condylus lateralis hamper bundar. Condylus lateral lebih menonjol daripada condylus medialis.7,8 Corpus tibia mempunyai tiga buah permukaan, yaitu facies medialis, facies lateralis, facies posterior. Mempunyai tiga buah tepi, yaitu margo anterior, margo medialis, dan margo interosseus. Ujung distal tibia membentuk malleolus medialis. Malleolus medialis mempunyai facies superior, anterior, posterior, medial, lateral dan inferior. Pada facies posterior terdapat sulcus malleolaris, dilalui oleh tendo m.tibialis posterior dan m.flexor dgitorum longus. Pada permukaan lateral terdapat incisura fibularis yang membentuk persendian dengan ujung distal fibula. Facies articularis inferior pada ujung distal tibia membentuk persendian dengan facies anterior tali.7 Facies medialis datar, agak konveks, ditutupi langsung kulit dan dapat dipalpasi secara keseluruhan. Facies lateralis berbentuk konkaf, ditempati oleh serabut otot. Bagian distalnya menjadi konveks, berputar kearah ventral kemudian melanjutkan diri menjadi bagian ventral ujung distal tibia. Facies posterior berada di antara margo medialis dan margo interosseus. Pada ba gian proximal terdapat linea popliteal, suatu garis oblique dari facies articularis menuju ke margo 14 medialis. Pada facies inferior di permukaan dorsalnya terdapat facies articularis yang disebut facies articularis fibularis. Di sebelah inferior dari condylus tibia terdapat tonjolan kearah anterior disebut tuberositas tibia. Di bagian distalnya melekat ligamentum patellae.
2.1.2
9
Anatomi Os Fibula
Merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan bentuknya lebih kecil kecil sesuai os ulna pada tulang tulang lengan bawah. Arti Arti kata fibula adalah kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot otot yang melekat pada tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan.7
5
Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis. Disebelah bawah kira – kira 0,5 cm disebelah bawah medialis, juga letaknya lebih posterior. Sisi – Sisi – sisinya sisinya mendatar, mempunyai permukaan anterior dan posterior yang sempit dan permukaan – permukaan medialis dan lateralis yang lebih lebar. Permukaan anterior menjadi tempat lekat dari ligamentum talofibularis anterior. Permukaan lateralis terletak subkutan dan berbentuk sebagai penonjolan lubang. Pinggir lateral alur tadi merupakan tempat lekat dari retinakulum. Permukaan sendi yang berbentuk segi tiga pada permukaan medialis bersendi dengan os talus, persendian ini merupakan sebagian dari sendi pergelangan kaki. Fosa malleolaris terletak disebelah belakang permukaan sendi mempunyai banyak foramina vaskularis dibagian atasnya. Pinggir inferior malleolus mempunyai apek yang menjorok kebawah. Disebelah anterior dari apek terdapat sebuah insisura yang merupakan tempat lekat dari ligamentum kalkaneofibularis.7,8
Gambar 1. Anatomi Os Tibia dan Os Fibula
6
2.2 Fraktur 2.2.1
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.10 Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula. 11 Fraktur kruris merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula. Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dengan dunia luar. Maka fraktur kruris tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi maupun tulang rawan epifisis yang terjadi pada tibia dan fibula yang tidak berhubungan dengan dunia luar. Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.
7
10,11
2.2.2
Etiologi
1. Cedera Traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh 12 : a.
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c.
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut12,13 : a.
Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
b.
Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c.
Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus mis alnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran 12
8
2.2.3 a.
Klasifikasi Fraktur
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu14: a.
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
b.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound),
bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. kulit. Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat (menurut R.Gustilo), yaitu15:
Derajat I: 1. Luka < 1cm. 2. Kerusakan jaringan sedikit, tidak ada tanda luka remuk. 3. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau komunitif ringan. 4. Kontaminasi minimal.
Derajat II: 1. Laserasi >1cm. 2. kerusakan jaringan lunak. Tidak luas, falp/avulsi. 3. Fraktur komunitif sedang. 4. Kontaminasi sedang.
Derajat III:
9
1.
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas: a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/falp/avulsi atau fraktur segmental yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang terpapar atau kontaminasi masif. c. Luka pada pembuluh darah arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
Fraktur tertutup
Fraktur terbuka
Gambar 2. Fraktur tertutup dan Fraktur Terbuka
b.
Berdasarkan komplit atau ketidak-klomplitan fraktur 15. 1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
10
Gambar 3. Tipe Fraktur Komplit & Incomplete
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: a. Hair Line Fraktur. Line Fraktur. b. Buckle atau Torus Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya. c.
Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma. 15 1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. 3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. 4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
11
Gambar 4. Tipe Fraktur berdasarkan bentuk garis patah d.
Berdasarkan jumlah garis patah15. 1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. 2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. 3) Fraktur Multiple Fraktur Multiple:: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e.
Berdasarkan pergeseran fragmen tulang15. 1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh. 2) Fraktur Displaced Fraktur Displaced (bergeser): (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: a)
Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping ). ).
b)
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c)
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
12
f.
Berdasarkan posisi fraktur 15: 1) 1/3 proksimal 2) 1/3 medial 3) 1/3 distal
Klasifikasi Fraktur Kruris25 :
13
14
15
2.2.4
Patofisiologi
Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagiankorteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) ciderapembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukanpembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik.Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringansekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbulrasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok neurogenik. 16,17 Sedangkan
kerusakan
pada
system
persyarafan
akan
menimbulkankehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap padafraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerahcidera. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempatpatah, kedalam jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak jugabiasanya mengalami kerusakan.Reaksi perdarahan biasanya timbul hebatsetelah fraktur.18 Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa -sisa sel mati di mulai. Di tempat patah terdapat fibrin hematomafraktur dan berfungsi sebagai jala-jala untuk membentukan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yg disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tuulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. 18
16
Gambar 5. Patofisiologi Fraktur
Pada
kondisi
fraktur
fisiologis
akan
diikuti
proses
penyambungan. Proses penyambungan tulang menurut Apley (1995) dibagi dalam 5 fase19: 1.
Fase haematoma
Pada fase haematoma terjadi selama 1-3 hari. Pembuluh darah robek dan terbentuk haematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter. 2.
Fase proliferasi
Pada fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai
17
proliferasi di bawah periosteum dan di dalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan j aringan sel yang menghubungkan menghubungkan tempat fraktur. Haematoma yang membeku perlahanlahan di absorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah fraktur. 3.
Fase pembentukan kalus
Pada fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel yang berkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik, jika diberikan tindakan yang tepat sel itu akan membentuk tulang, cartilago dan osteoklas. Masa tulang akan menjadi lebih tebal dengan adanya tulang dan cartilago juga osteoklas yang disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteal dan endosteal. Terjadi selama 4 minggu, tulang matti akan dibersihkan. 4.
Fase konsolidasi
Pada fase konsolidasi terjadi 3 minggu hingga 6 bulan. Tulang fibrosa atau anyaman tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoklastik masih berlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Pada saat ini osteoklas tidak memungkinkan osteoklas untuk menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena sistem ini cukup kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh osteoblast. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat badan normal. 5.
Fase remodeling
Pada fase remodeling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur telah dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan diresorbsi dan pembetukan tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi lebih tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsumdan akhirnya akan memperoleh bentuk tulang seperti normalnya. Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun.
18
Gambar 6. Proses penyembuhan tulang
2.2.5
1.
Manifestasi Manifestasi Klinis
Deformitas Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
2.
a.
Rotasi pemendekan tulang
b.
Penekanan tulang
Bengkak Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3.
Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4.
Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5.
Tenderness/keempukan
6.
Nyeri yang disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7.
Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8.
Pergerakan abnormal
9.
Krepitasi.
19
2.2.6
Penegakkan Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis Pada anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama yang dirasakan pasien. Lalu menanyakan tentang Mechanism of Injury dari pasien tersebut untuk menentukan perkiraan lokasi, tipe dan derajat keparahan fraktur. Identitas pasien harus digali untuk mencari faktor resiko seperti usia, jenis kelamin, dan pekerjaan atau aktivitas sehari- hari. Riwayat penyakit dahulu penting ditanyakan terutama riwayat trauma untuk mencari apakah ada trauma berulang, riwayat operasi sebelumnya, dan riwayat penyakit yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka seperti diabetes mellitus dan hipertensi15. 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya 15,16:
Syok, anemia atau perdarahan.
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, s umsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan15,16
Look o
Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior),
diskrepensi
(rotasi,perpendekan
atau
perpanjangan) o
Bengkak atau kebiruan
o
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
o
Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang yang penting adalah apakah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
20
Palpasi Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan o
o
Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulan
o
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.
o
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri ar teri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
o
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.
Move o
o
Nyeri bila digerakan Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
o
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf 3. Pemeriksaan Penunjang a. Radiologi Conventional (X-rays) Tujuan utama pemeriksaan ini adalah untuk mendiagnosis adanya fraktur atau dislokasi meskipun jaringan lunak sekitarnya agak sulit untuk dinilai. Foto rontgen juga penting untuk menilai posisi ujung tulang sebelum dan sesudahterapi. Follow up ini dibutuhkan untuk melihat penyatuan tulang dan komplikasi 15,20.
21
Prinsip pemeriksaan Radiologi 15:
Penting untuk melakukan foto paling sedikit pada 2 bidang yaitu pada posisi AP dan Lateral.
Persendian di atas dan di bawah harus terlihat di dalam foto. Hal ini digunakan untuk menilai adanya dislokasi yang terkait terutama pada tulang-tulang yang berpasangan seperti tulang tibia dan fibula.
Garis fraktur akan tampak lebih jelas kira-kira 2 minggu sesudah cederakarena adanya resorpsi tulang. Pembentukan kalus juga dapat terjadi. Oleh karena itu, pemeriksaan secara serial dibutuhkan bila adanya fraktur secara klinis, tetapi tidak tampak segera sesudah cedera.
Foto perbandingan pada ekstremitas sisi berlawanan mungkin dibutuhkanpada tulang rangka yang immmatur sebelum terjadi penutupan epifisis. Hal ini akan membantu untuk memastikan apakah apakah suatu fragmen tulang tambahan/aksesoria, epifisis yang telah menjadi tulang, namun tidak menyatu ataukah suatu fraktur.
Pada daerah yang mengalami stress, berguna untuk menilai cedera ligamentum, terutama di pergelangan kaki dan lutut. Foto ini membantu dengan menekankan pada pelebaran sendi abnormal yang disebabkan
oleh
kelemahan
atau
cedera
pada
ligamentum
penyokongnya. penyokongnya.
Gambar 7. (kiri) Fraktur kominutif pada os tibia dengan fragmen butterfly
triangular (kanan) Fragmen dari fraktur, menunjukkan fraktur kominutif
22
b. CT Scan Lebih sensitive dan spesifik dari radiografi konvensional dalam mendeteksi keseluruhan aspek fraktur, termasuk regio yang kompleks seperti
daerah
muka,
tulang
belakang
dan
pelvis.
Saat
ini
perkembangan pencitraan CT dari potongan sagittal s agittal dan coronal amat membantu dalam menegakkan diagnosis fraktur. Modalitas ini biasanya digunakan untuk mengevaluasi depresi fragmen f ragmen tulang pada fraktur tibial plateu atau menentukan posisi fragmen pada fraktur tibial plafond, talus dan calcaneus21.
Gambar 8. Fraktur plateau tibia. Gambaran CT menunjukkan
adanya fraktur pada aspek posterior dari lateral plateau tibia c. MRI Menunjukkan kondisi dan derajat keparahan sesuatu lesi termasuk jaringan lunak seperti ligamen, tendon, kartilago dan otot. MRI juga amat sensitif terhadap perubahan pada sumsum tulang. Pencitraan dapat dilakukan dalam berbagai potongan tanpa menggerakkan pasien. Umumnya lemak akan kelihatan sebagai sinyal tinggi (warna cerah) pada T1 dan secara progressif akan bertukar menjadi gelap pada T2. Cairan (edema) akan memberikan gambaran sinyal rendah (warna gelap) pada T1 dan akan bertukar menjadi warna yang sangat cerah pada T215.
23
d. USG Mengevaluasi trauma muskuloskeletal terutama yang berhubungan dengan trauma pada jaringan lunak. Resolusi yang tinggi dan transduser elektronik yang susunannya secara linear akan memberikan hasil yang baik pada struktur superficial. Evaluasi yang sering dilakukan pada cedera tendon, tapi otot, ligamen dan beberapa fraktur lain dapat terlihat. Tendon longitudinal
dan
umumnya bisa dilihat pada potongan potongan
transversal,
dengan
transduser
parallel
atau
perpendicular pada tendon itu. Perbandingan USG dengan ekstremitas yang normal akan membantu dalam menegakkan diagnosis15. 2.2.7
Tatalaksana
Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangat penting, karena itu diperlukan diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai initial assessment yang secara garis besar terdiri te rdiri dari primary survey dan secondary survey3. a.
Primary survey.
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi
berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Tanda vital dinilai secara cepat dan efisien16,21. •
Airway Pada evaluasi awal penderita trauma, yang pertama kali harus dinilai
adalah jalan nafas. Penilaian ini untuk mengetahui adanya obstruksi saluran nafas seperti benda asing, adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea yang
dapat
mengakibatkan
obstruksi
jalan
nafas.
Usaha
untuk
membebaskan jalan nafas dapat dengan cara jaw thrust ataupun chin lift. Proteksi vertebra servikalis merupakan hal penting. •
Breathing
Perlu diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan daerah thoraks untuk menilai ventilasi. Jalan nafas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan
24
diafragma. Dada penderita dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Perkusi untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga dada. Auskultasi untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Bila ada gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis, kita harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat pernafasan. •
Circulation
Sirkulasi dan control perdarahan meliputi dua hal yaitu : o
Volume darah dan output jantung Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada trauma. Ada tiga tanda klinis yang dengan cepat dapat menunjukkan adanya tanda-tanda hipovolemik yaitu kesadaran, warna kulit, dan nadi.
o
Perdarahan Perdarahan luar harus diatasi dengan balut tekan. Jangan melakukan pengikatan dengan bahan seperti karet, verban, dan sebagainya karena dapat menyebabkan kematian anggota a nggota gerak.
•
Disability Disability merupakan evaluasi neurologis secara cepat setelah satu survey awal. Dengan evaluasi ini kita dapat menilai tingkat kesadaran, besar, dan reaksi pupil. Evaluasi ini dapat menggunakan metode AVPU yaitu :
•
o
A
: alert, sadar
o
V
: verbal, respon terhadap stimuli verbal
o
P
: pain, adanya respon hanya pada rangsang nyeri
o
U
: unresponsive, tidak ada respon sama sekali
Exposure Untuk melakukan pemeriksaan secara teliti, pakaian penderita harus dilepas, selain itu perlu dihindari terjadinya hipotermi
25
b. Secondary survey Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi dilakukan dan ABC penderita dipastikan membaik. Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe examination), termasuk re-evaluasi pemeriksaan tanda vital. Pada survey sekunder ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap termasuk mencatat skor GCS bila belum dilakukan dalam primary survey. Prosedur khusus seperti laboratorium dan radiologis dapat dilakukan. Penanganan awal fraktur dan dislokasi sendi berupa immobilisasi. Immobilisasi adalah suatu tindakan untuk memfiksasi dan mencegah pergerakan bagian tubuh yang cidera22. Tujuan immobilisasi:
mengatasi nyeri
merelaksasi otot
mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut
Prinsip immobilisasi:
memfiksasi bagian yang tidak stabil diantara dua bagian yang stabil
mencegah pergerkan tiga dimensi (vertikal, horizontal, dan rotasi)
A.
Fraktur Terbuka Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi
oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 ja m (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan: 2,15 1)
Pembersihan luka
2)
Exici
3)
Hecting situasi
26
4) B.
Antibiotik
Seluruh Fraktur Rekognisis/Pengenalan Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. 1
Reduksi/Manipulasi/Reposisi Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut 15,17
Reduksi tertutup Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas
27
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
Retensi/Immobilisasi Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam
28
dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.19
Rehabilitasi Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, nyeri, termasuk analgetika). analgetika). Latihan isometrik dan setting otot
diusahakan
untuk
meminimalkan
atrofi
disuse
dan
meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.
Pengembalian
bertahap
pada
aktivitas
semula
diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan
mobilisasi
lebih
awal.
Ahli
bedah
yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan .17,18 2.2.8
Komplikasi
a. Komplikasi Awal24,25
Compartment Syndrome: merupakan kondisi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan adanya penekanan oleh pendarahan atau edema yang yang menekan otot, saraf, dan pembuluh pembuluh darah. Selain itu, karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat
29
Avaskular Necrosis (AVN): Ini terjadi karena aliran darah ke tulang terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya adanya Volkman’s Ischemia
Infeksi: Apabila ada trauma pada jaringan, maka akan terjadi proses infeksi yang akan menyebabkan sistem pertahanan tubuh tubuh badan menurun. Dalam kasus Ortopedi, infeksi sering dimulai dari kulit (superficial) dan masuk ke dalam tulang. Selain itu proses infeksi juga juga bisa disebabkan oleh penggunaan penggunaan alat seperti pin dan screw sewaktu melakukan operasi atau pembedahan.
Fat Embolism Syndrome (FES): Ini adalah komplikasi yang serius dan sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah dan ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi,hipertensi, takipnea dan demam.
Kerusakan arteri: Hal ini ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis di bagian distal, hematoma yang melebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
Shock: Shock terjadi karena kehilangan terlalu banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasa terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Lanjutan15
Nonunion: Ini merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan membentuk sambungan yang sempurna, kuat dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebihan pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
30
Malunion: Ini merupakan suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring. Contoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan gerakan untuk rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya, sesudah gips dibuang ternyata anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan penderita tidak dapat mempertahankan posisi tubuhnya dalam posisi netral.
Delayed Union: Ini merupakan suatu keadaan di mana kegagalan fraktur untuk berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. tulang.
2.2.9
Prognosis
Prognosis dari Fraktur kruris tergantung dari type, klasifikasi dan komplikasi yang ada
Semakin cepat penanganan pada fraktur maka akan semakin baik prognosis pasien tersebut
31
BAB III KESIMPULAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Fraktur kruris kruris merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula. Etiologi dari fraktur adalah cedera traumatik, fraktur patologis (tumor, infeksi, radang), secara spontan karena adanya stress terus menerus Penegakan
diagnosis
fraktur
kruris
didapatkan
dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat didapatkan manifestasi klinis dari fraktur kruris berupa nyeri dan juga didapatkan mekanisme of injury. Pemeriksaan fisik pada fraktur kruris penting untuk menegakkan diagnosis dimana akan ditemukan adanya bengkak, keterbatasan ROM, nyeri saat gerak, suhu yang meningkat dan juga memeriksa perabaan arteri pada yang berada di distal untuk mengetahui apakah ada pembuluh darah yang terputus. Selain itu juga bisa dilihat deformitas dan krepitasi. Pemeriksaan penunjang untuk kasus Fraktur Kruris adalah pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis yang dapat membantu mengevaluasi pasien dengan kecurigaan Fraktur kruris meliputi X-foto kruris AP/lat, CT scan, MRI dan USG. Masing-masi ng memiliki fungsi tersendiri dalam menegakkan diagnosis. Namun biasanya yang sering digunakan adalah X-foto Kruris AP/lateral karena sudah cukup menegakkan diagnosis terjadinya fraktur kruris Tatalaksana yang dilakukan dalam menangani fraktur kruris bisa bermacam – macam. macam. Tergantung dari tipe, klasifikasi dan derajat serta keluhan lain yang menyertai. Namun dalam prinsip penanganan fraktur tatalaksana yang harus dialakukan yaitu: Rekognisi, Reduksi, Retensi dan Rehabilitasi.
32
Perlu dilakukan penanganan cepat dalam mengatasi terjadinya fraktur untuk mengatasi komplikasi awal yang dapat terjadi seperti : sindrom kompartement, avaskular nekrosis dll, maupun juga komplikasi lanjutan seperti : malunion, nonunion, delayed union
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer Suzanne, C.1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC 2. Price Sylvia, A .1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. Adam, James G. Emergency Medicine Clinical Essentials Second Edition. Philadelphia : Elsevier, 2013. 3. Thompson JC.Netter”s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 1 st edition. Philadelphia; Mosby Elsevier. 2001. 4. Mer-C. Basic on Emergency. 2007. Jakarta. 5. Purwadianto, Agus, dkk. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta Binarupa Aksara. 6. Canale ST and Beaty JH. Editors. Campbell’s Ope rative Orthopaedics. 11 th ed. Philadelhia, Pennsylvania; Mosby Elsivier. 2007. 7. Moore KL, and Agur, AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta;HIpokrates .2002. 8. Chairuddin, Rasjad Prof, MD, PhD.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003. Makasar. P355-60 9. Netter, Frank H. Netter’s
Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition.
Saunders Elseiver. 10. Alan Graham Appley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9th edition. Butterworths Medical Publications. 2010.p687-90, 870-2. 11. Brown Austin,dkk. Internal Fixation for Supracondylar Fracyure of The Femur In The Elderly Patient. Pat ient. Journal of Bone and Joint Surgery. 2005 12. Welch Fossum, Theressa. Theressa. Femoral diaphyseal and and supracondylar fractures. [cited
:
6
Desember
2012)
.
Available
from:
http://veterinarymedicine.dvm360.com 13. Krettek, Christian, dkk. Fracture of the distal femur. Chapter 53. Page 1957
34
14. Robinson PJA, Jenkins JPR, Whitehouse RW, Allan PL, Wilde P, Steven JM. The Muskuloskeletal system. In: Sutton D, editor. Textbook of Radiology And Imaging, 7 th ed. London: Elsevier Science Ltd; 2003. p. 15. Murtala B. Radiologi Trauma & Emergensi. Bogor: Hasanuddin University Press; 2013. 16. Holmes EJ, Misra RR. A-Z of Emergency Radiology. New York:Greenwich Medical Media Ltd; 2004. 17. Grainger RG, Allison DJ. Diagnostic Radiology A Textbook of Medical Imaging. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Limited; 2008. 18. Norvell J. G. Tibia and Fibula Fracture, 2013. [Online] Available from :http:// emedicine.medscape.com/article/82630. 19. Siew-Kune Wong & Wilfed C.G.Peh, BAB 20 Trauma Ekstremitas, Textbook
Mengenal
Pola
Foto-Foto
Diagnostik:
Bagian
3
Pola
Muskulosleletal, 2007 20. Iain H. Kalfas, M.D. , F.A.C.S Department of Neurosurgery, Section of Spinal Surgery, Cleveland Clinical Foundation ; Principle of BoneH ealing; Article 1, Volume 10, April 2001 21. Ramdass, Michael J, Naraynsingh Vijay, Maharaj, Dale : Fractured Tibia & Fibula Due to Erotic Dancing, Internet Journal of Orthopedic Surgery 2002, Vol1, Issue 140 22. Bagian Anantomi FK UNHAS; Buku Ajar Anantomi Biomedik 1 ,Bab II Osteologi, Edisi 3, 2013 23. Christos Garnavos, Nikolaos K. Kanakaris, New Classification System For Long-bone Fractures Supplementing the OA/OTA Classification Volume 35, 2012 24. Merck Manual; Medical information, Fracture, Dislocation and Sprain 2nd Home Edition published by Merck & Co.Inc. 2003 25. Muller AO Classification of Fracture – Long Bone ; Tibia / Fibula ; Copyright © 2010 by AO Foundation, Switzerland.
35