REFERAT BEDAH ORTHOPEDI
FRAKTUR FEMUR
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Bedah Fakultas KedokteranUniversitas Diponegoro
Disusun oleh : Arya Ady Nugroho 2201011014210174
Pembimbing : dr. Kamal Adib, Sp.OT, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri berdampak pada peningkatan mobilitas masyarakat. Kondisi ini menyebabkan peningkatan kejadian kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia setelah penyakit jantung dan stroke. Setiap tahun sekitar 60 juta penduduk Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% diantaranya memerlukan tindakan medis, dimana 3,6 juta (12 %) diantaranya membutuhkan perawatan di Rumah Sakit. Diantara pasien fraktur tersebut terdapat 300 ribu orang menderita kecacatan yang bersifat menetap sebesar 1% sedangkan 30% mengalami kecacatan sementara. 1 Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh karena itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada femur. Insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada per 10.000 jiwa penduduk setiap tahunnya. Kebanyakan penderita berusia produktif antara 25 – 65 tahun, laki-laki lebih banyak menderita terutama pada usia 30 tahun. Penyebab fraktur sangat bervariasi, baik akibat kecelakaan ketika mengendarai mobil, sepeda motor, dan kecelakaan ketika rekreasi.1,2 Fraktur femur dapat menyebabkan pasien jatuh ke dalam syok. Oleh karena itu insidensi fraktrur femus harus segera ditangani sebagai suatu kegawat daruratan. Berdasarkan latar belakang diatas dan melihat besarnya komplikasi
2
yang ditimbulkan fraktur femur, maka penulis tertarik untuk membuat suatu literatur khusus yang membahas mengenai Fraktur Femur ini. 1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas tentang anatomi femur, definisi, etiologi, klasifikasi dan manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan fraktur femur dan komplikasi. 1.3 Tujuan Penulisan 1. Memahami anatomi femur, definisi, etiologi, klasifikasi dan manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan fraktur femur dan komplikasi. 2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah dibidang ilmu kedokteran. 3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 1.4
Metode Penulisan Metode penulisan referat ini adalah menggunakan metode tinjauan pustaka
dengan mengacu kepada beberapa literatur.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi femur3 Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh dan dikelompokkan ke dalam ekstremitas bagian bawah. Di sebelah atas, femur bersendi dengan acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan di bawah dengan tibia dan patella untuk membentuk articulatio genu. Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan trochanter minor.
Gambar 2.1 Anatomi Femur
4
Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum os coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yang berguna sebagai tempat melekatnya ligamentun capitis femoris. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dari arteri obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis. Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah, belakang, dan lateral serta membentuk sudut 125° dan lebuh kecil pada perempuan dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah karena adanya penyakit. Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut antara collum dan corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua trocanter ini di bagian anterior, tempat melekatnya ligamentum iliofemorale dan di bagian posterior oleh crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum quadratum. Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan permukaan posterior mempunyai rigi yang disebut linea asoera. Pada linea ini melekat otot-otot dan septa intermuskularis. Garis tepi linea melebar ke atas dan ke bawah. Tepi medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis yang menuju ke tuberculum adductorum pada condylus medial. Tepi lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior corpus, tepatnya dibawah trochanter major terdapat tuberositas glutea sebagai tempat melekatnya musculus gluteus maximus. Corpus melebar kearah
5
ujung distalnya dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya yang disebut facies poplitea. Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis yang bagian posteriornya dipisahkan oleh insisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus ikut serta dalam pembentukan articulatio genu. Diatas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberkulum adductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis. Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh musculus sartorius, muskulus iliacus, musculus psoas, musculus pectineus dan musculus cuadriceps femoris. Dipersarafi oleh nervus femoralis ruang anterior facia tungkai atas dialiri pembuluh darah arteri femoralis. Ruang fascia medial tungkai atas diisi oleh musculus gracilis, musculus adductor longus, musculus adductor magnus, musculus obturatorius externus dengan dipersarafi oleh nervus obturatorius ruang fascial medial diperdarahi oleh arteri profunda femoris dan arteri obturatoria. Ruang fascia posterior tungkai atas diisi oleh musculus biceps femoris, msculus semitendinosus, musculus semimembranosus, dan sebagian kecil musculus adductor magnus (otot-otot hamstring)/ dipersarafi oleh nervus ischiadicus ruang fascia posterior tungkai atas diperdarahi oleh cabang-cabang arteri profunda femoris. 2.2 Definisi Fraktur femur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh
6
rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang4. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang femur. Penyebab tersering adalah akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh, oleh karena itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada femur 2. Patah pada daerah ini dapat disertai perdarahan hebat karena femur didarahi oleh arteri besar (arteri femoralis). Pemeriksaan tanda-tanda perdarahan wajib dilakukan pada fraktur tertutup (perabaan pulsasi arteri)9. Pada fraktur terbuka, bebat tekan merupakan pilihan utama untuk membantu mengurangi perdarahan. Perdarahan yang cukup banyak dapat mengakibatkan penderita jatuh ke dalam syok. 2.3 Etiologi Berdasarkan penyebab terjadinya fraktur femur, dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan besar energi penyebab trauma6, yaitu: a. High energy trauma atau trauma karena energi yang cukup besar, jenis kecelakaan yang menyebabkan terjadinya fraktur jenis ini antara lain adalah trauma kecelakaan bermotor (kecelakaan sepeda motor, kecelakaan mobil, pesawat jatuh, dsb), olahraga yang berkaitan dengan kecepatan seperti misalnya: ski, sepeda balap, naik gunung; jatuh, jatuh dari tempat tinggi; serta luka tembak. b. Low energy trauma atau trauma karena energi yang lemah, karena struktur femur adalah sturktur yang cukup kuat, ada kecenderungan trauma karena energi yang lemah lebih disebabkan karena tulang kehilangan
kekuatannya
terutama
pada
orang-orang
yang
mengalami penurunan densitas tulang karena osteoporosis;
7
penderita kanker metastasis tulang dan orang yang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang juga beresiko tinggi mengalami fraktur femur karena kekuatan tulang akan berkurang. c. Stress fracture atau fraktur karena tekanan, penyebab ketiga dari fraktur femur adalah tekanan atau trauma yang berulang. Trauma jenis ini mengakibatkan jenis fraktur yang berbeda karena biasanya terjadi secara bertahap. Trauma tekanan berulang mengakibatkan kerusakan internal dari struktur arsitektur tulang. Fraktur jenis ini seringkali terjadi pada atlet atau pada militer yang menjalani pelatihan yang berat. Fraktur jenis ini biasanya mempengaruhi area corpus femoris. 2.4 Klasifikasi dan gejala klinis Secara umum, klasifikasi fraktur dibagi menjadi: 2, 5 1.
Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar. - Fraktur tertutup Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. - Fraktur terbuka Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak. Menurut Gustilo, derajat fraktur terbuka adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Derajat fraktur terbuka 2,5 Deraja Luka t I
Kerusakan Jaringan
Fraktur
Luka akibat
Sedikit kerusakan
Fraktur simpel,
tusukan fragmen
jaringan, tidak terdapat
transversal, oblik
8
II
III
IIIa
IIIb
tulang, bersih,
tanda trauma yang hebat
pendek atau sedikit
ukuran < 1 cm Luka > 1 cm,
Kerusakan jaringan
kominutif Dislokasi fragmen
sedikit
sedang, tidak ada avulsi
tulang jelas
terkontaminasi Luka lebar, rusak
kulit Kerusakan jaringan
Kominutif,
hebat, kontaminasi hebat termasuk otot,
segmental,
hebat
kulit, dan struktur
fragmen tulang ada
neurovaskuler Jaringan lunak cukup
yang hilang Kominutif atau
menutup tulang yang
segmental yang
patah Kerusakan hebat dan
hebat Kominutif yang
kehilangan jaringan,
hebat
terdapat pendorongan periosteum, tulang IIIc
terbuka Kerusakan arteri yang
Kominutif yang
memerlukan perbaikan
hebat
tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak
- Fraktur dengan komplikasi Fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union, nonunion dan infeksi tulang.
9
2. Menurut etiologis - Fraktur traumatik Terjadi karena trauma yang tiba-tiba. - Fraktur patologis Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis pada tulang maupun di luar tulang, misalnya tumor, infeksi atau osteoporosis. - Fraktur stress Terjadi karena beban lama atau trauma ringan yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu, misalnya fraktur pada tulang tibia atau metatarsal pada tentara atau olehragawan yang sering berlari atau baris-berbaris.
3. Menurut gambaran radiologis Klasifikasi ini berdasarkan atas: - Lokalisasi a. Diafisial b. Metafisial c. Intraartikuler d. Fraktur dengan dislokasi
- Konfigurasi a. Fraktur transversal b. Fraktur oblik
10
c. Fraktur spiral d. Fraktur Z e. Fraktur segmental f. Fraktur kominutif j. Fraktur impaksi k. Fraktur pecah (burst) l. Fraktur epifisis - Ekstensi a. Fraktur komplit Apabila garis patah yang melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang. b. Fraktur inkomplit Apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti buckle fracture, hairline fracture, dan green stick fracture. - Hubungan antar fragmen tulang a. Tidak bergeser (undisplaced) b. Bergeser (displaced), dapat terjadi dalam 6 cara yaitu; bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, impaksi dan over riding.
Manifestasi klinis fraktur femur secara umum adalah sebagai berikut : a) Nyeri b) Ketidak mampuan untuk menggerakkan kaki c) Deformitas
11
d) Bengkak Dampak dari fraktur femur menyebabkan adanya gangguan pada aktivitas
individu dimana rata-rata individu tidak bekerja atau tidak sekolah selama 30 hari, dan mengalami keterbatasan aktivitas selama 107 hari. Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai ke distal tulang. Berdasarkan letak patahannya, fraktur femur dekategorikan sebagai2: a. Fraktur collum femur b. Fraktur trokanterik c. Fraktur subtrokanterik d. Fraktur diafisis e. Fraktur suprakondiler f. Fraktur kondiler
Gambar 2.2 Anatomi Lokasi Fraktur Femur 2.4.1 Fraktur collum femur
12
Fraktur collum femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua terutama wanita umur 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis. 2.4.1.1 Mekanisme trauma Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. 2.4.1.2 Klasifikasi 1. Hubungan terhadap kapsul - Ekstrakapsuler - Intrakapsuler 2. Sesuai lokasi - Sub-kapital - Trans-servikal - Basis collum 3. Radiologis a. Berdasarkan keadaan fraktur Tidak ada pergeseran fraktur Fragmen distal, rotasi eksterna, abduksi dan dapat bergeser ke proksimal Fraktur impaksi
13
b. Klasifikasi menurut Garden Gambar 2.3 Fraktur Collum Femur -
Tingkat I:
Fraktur impaksi yang tidak total
Tingkat II: Fraktur total tetapi tidak bergeser Tingkat III: Fraktur total disertai dengan sedikit pergeseran Tingkat IV: Fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat c. Klasifikasi menurut Pauwel Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi collum femur.
Gambar 2.4 Klasifikasi Sudut Inklinasi Collum Femur o Tipe I : Garis fraktur membentuk sudut 30º dengan sumbu horizontal o Tipe II o Tipe III
: Garis fraktur membentuk sudut 50º dengan sumbu horizontal : Garis fraktur membentuk sudut 70º dengan sumbu
14
horizontal 2.4.1.3 Patologi Caput femur mendapat aliran darah dari tiga sumber, yaitu: a. Pembuluh darah intrameduler di dalam collum femur b. Pembuluh darah servikal asendens dalam retinakulum kapsul sendi c. Pembuluh darah dari ligamen yang berputar Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intrameduler dan pembuluh darah retinakulum selalu mengalami robekan, bila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh serta hambatan dari cairan sinovial. 2.4.2 Fraktur daerah trokanter Fraktur
daerah
trokanter
biasa
juga
disebut
fraktur
trokanterik
(intertrokanterik) adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan minor. Fraktur ini bersifat ekstra-artikuler dan sering terjadi pada orang tua di atas umur 60 tahun. 2.4.2.1 Mekanisme trauma Fraktur trokanterik terjadi bila penderita jatuh dengan trauma langsung pada trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor dimana fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat komunitif terutama pada korteks bagian posteromedial. 15
2.4.2.2 Klasifikasi
Fraktur trokanterik dapat dibagi atas: a. Stabil b. Tidak stabil Disebut fraktur tidak stabil bila korteks bagian medial remuk dan fragmen besar mengalami pergeseran terutama trokanter minor. Fraktur trokanterik diklasifikasikan atas empat tipe, yaitu Gambar 2.4 Fraktur Trokanter Femur -
-
Tipe I Fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran Tipe II Fraktur melewati trokanter mayor dan minor disertai pergeseran trokanter minor Tipe III Fraktur yang disertai dengan fraktur komunitif Tipe IV Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur
2.4.2.3 Gambaran klinis
16
Penderita lanjut usia dengan riwayat trauma pada daerah femur proksimal. Pada pemeriksaan didapatkan pemendekan anggota gerak bawah disertai rotasi eksterna.
2.4.3 Fraktur subtrokanter Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat. 2.4.3.1 Gambaran klinis Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna, memendek dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergesekan. 2.4.4 Fraktur diafisis femur Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap umur, biasanya karena trauma hebat misalnya kecelakaan lalu lintas atau trauma lain misalnya jatuh dari ketinggian. Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi juga daat berkibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan masif yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. 2.4.4.1 Mekanisme trauma
17
Fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat erat pada dasar sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur. Fraktur yang bersifat transversal dan oblik terjadi karena trauma langsung dan trauma angulasi.
2.4.4.2 Klasifikasi Fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z atau segmental.
Gambar 2.5 Fraktur diafisis femur 2.4.4.3 Gambaran klinis Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan mungkin datang dalam keadaan syok.
18
2.4.5 Fraktur suprakondiler femur Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Terapi konservatif dengan cara lutut difleksi dilakukan untuk menghilangkan tarikan otot.
2.4.5.1 Mekanisme trauma Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. 2.4.5.2 Klasifikasi Gambar 2.6 Fraktur suprakondiler 1. Tidak bergeser 2. Impaksi
19
3. Bergeser 4. Komunitif
Pergeseran terjadi pada fraktur oleh karena tarikan otot sehingga pada terapi konservatif lutut harus difleksi untuk menghilangkan tarikan otot.
Gambar 2.7 Mekanisme Pergeseran Fraktur Suprakondiler 2.4.5.3 Gambaran klinis Berdasarkan
anamnesis
ditemukan
riwayat
trauma
yang
disertai
pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Pada pemeriksaan mungkin ditemukan adanya krepitasi.
20
2.4.6 Fraktur suprakondiler femur dan fraktur interkondiler Menurut Neer, Grantham, Shelton (1967) -
Tipe I
: Fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T
-
Tipe IIA
: Fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian
-
metafisis (bentuk Y) Tipe IIB : Sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil Tipe III : Fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang tidak total
Gambar 2.8 Klasifikasi Fraktur Suprakondiler dan Interkondiler Femur 2.4.7 Fraktur kondilus femur 21
2.4.7.1 Klasifikasi -
Tip e I;
-
Fraktur kondilus dalam posisi sagital Tipe II; Fraktur dalam posisi koronal dimana bagian posterior kondilus
-
femur bergeser Tipe III; Kombinasi antara sagital dan koronal
Gambar 2.9 Klasifikasi Fraktur Kondilus Femoris 2.4.7.2 Gambaran klinis Terdapat trauma pada lutut disertai nyeri dan pembengkakan. Mungkin ditemukan krepitasi dan hemaartrosis sendi lutut. 2.5 Diagnosis
22
a. Anamnesis Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat trauma, baik yang hebat maupun trauma ringan diikuti dengan rasa nyeri dan ketidakmampuan untuk menggunakan ekstremitas bawah. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin terjadi di daerah lain. Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. Riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obatobatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain. Bila tidak ada riwayat trauma, teliti apakah ada kemungkinan fraktur patologis. 2,5 b. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan awal perlu diperhatikan adanya tanda syok, anemia atau perdarahan, kerusakan organ lainnya dan faktor predisposisi seperti pada fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal, dilakukan tiga hal penting yakni:2,6 Inspeksi (look) Pada look dinilai adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, pemendekan atau pemanjangan, bengkak, luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka. Palpasi (feel) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada feel adalah adanya nyeri tekan, krepitasi dan temperatur setempat yang meningkat. Pada feel juga perlu dinilai keadaan neurovaskuler pada daerah distal trauma berupa pulsasi arteri, warna kulit, waktu pengisian kapiler dan sensibilitas.
23
Pergerakan (Movement) Pergerakan dinilai dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah trauma. Kemudian dinilai adanya keterbatasan pada pergerakan sendi tersebut (Range of movement). c. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologis berupa foto polos dapat digunakan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan prinsip rule of two: dua posisi, dua sendi, dua anggota gerak, dua trauma, dua kali dilakukan foto. 2.6 Penatalaksanaan Sebelum melakukan penanganan pada suatu fraktur, perlu dilakukan pertolongan pertama pada penderita seperti pembebasan jalan nafas, penilaian ventilasi, menutup luka dengan verban steril, penghentian perdarahan dengan balut tekan dan imobilisasi fraktur sebelum diangkut dengan ambulans. Penderita dengan fraktur multipel biasanya datang dengan syok sehingga diperlukan resusitasi cairan dan transfusi darah serta pemberian obat anti nyeri.2,9 Penanganan fraktur mengikuti prinsip umum pengobatan kedokteran yaitu jangan membuat keadaan lebih jelek, pengobatan didasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat, seleksi pengobatan dengan tujuan khusus seperti menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari fragmen, mengusahakan terjadinya penyambungan tulang dan mengembalikan fungsi secara optimal, mengingat hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual2.
24
Terdapat empat prinsip dalam penanganan fraktur, yaitu:2,5,9 1. Recognition, dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi. 2. Reduction, reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah alignment dan aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak minimal 50% dan overriding <0,5 inchi pada fraktur femur. 3. Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin traction merupakan pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter umum9. 4. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin. 2.7 Metode penanganan fraktur 2.7.1 Fraktur tertutup2,7 1. Konservatif Penanganan fraktur secara konservatif dapat berupa: a. Imobilisasi dengan bidai eksterna Indikasi: fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan seperti fraktur femur. b. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips Indikasi: diperlukan manipulasi pada fraktur displaced dan diharapkan dapat direduksi dengan cara tertutup dan dipertahankan. c. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi Dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang. d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi Indikasi: bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan, mencegah tindakan operatif, terdapat angulasi, overriding, dan rotasi yang beresiko menimbulkan penyembuhan tulang abnormal, fraktur yang tidak stabil pada tulang panjang dan vertebra servikalis, fraktur femur pada anak mupun dewasa9 .
25
Terdapat empat jenis traksi kontinu yaitu traksi kulit, traksi menetap, traksi tulang serta traksi berimbang dan traksi sliding. 2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang Metode ini merupakan metode operatif dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung menggunakan metode AO. Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna: diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur collum femur, fraktur terbuka, fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi dengan baik, eksisi fragmen yang kecil, fraktur epifisis, dan fraktur multipel pada tungkai atas dan bawah. Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna: fraktur terbuka grade II dan II, fraktur dengan infeksi, fraktur yang miskin jaringan ikat, fraktur tungkai bawah pada penderita diabetes melitus. 3. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis Protesis merupakan alat dengan komposisi metal
tertentu
untuk
menggantikan bagian tulang yang nekrosis. Biasanya digunakan pada fraktur collum femur dan sendi siku pada orang tua yang terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion. 2.7.2
Fraktur terbuka Fraktur terbuka merupakan keadaan gawat darurat ortopedi yang
memerlukan penanganan terstandar untuk mengurangi resiko infeksi dan masalah penyembuhan. Prinsip dasar penanganan fraktur terbuka adalah:2,8 1. Obati fraktur sebagai kegawatdaruratan 2. Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang dapat menyebabkan kematian 3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, kamar operasi dan setelah 4. 5. 6. 7.
operasi Segera lakukan debridemen dan irigasi Ulangi debridement 24-72 jam berikutnya Stabilisasi fraktur Biarkan luka terbuka 5-7 hari
26
8. Lakukan bone graft autogeneous secepatnya 9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena Tahap pengobatan fraktur terbuka:1,8 1. Pembersihan luka Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat. Jumlah cairan yang digunakan berbeda tergantung pada derajat fraktur terbuka, untuk derajat I digunakan tiga liter, derajat II enam liter, dan derajat III 10 liter. Larutan antibiotik dapat digunakan walaupun belum banyak literatur yang membahasnya. Detergen (sabun) dapat pula digunakan untuk mengurangi jumlah kuman. Hindari penggunaan larutan antiseptik karena bersifat toksik pada jaringan. 2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen) Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya dapat menjadi tempat kolonisasi kuman sehingga diperlukan tindakan eksisi operatif pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen yang lepas (debridemen). Debridemen harus dilakukan dalam 6 jam pasca trauma untuk mencegah infeksi dan bila perlu dapat diulangi 24 sampai 48 jam berikutnya. 3. Pengobatan fraktur Fraktur dengan luka hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau resuksi terbuka dengan fiksasi eksterna. Traksi skeletal dapat digunakan pada fraktur pelvis dan fraktur femur untuk sementara. Fiksasi eksternal dianjurkan pada fraktur derajat IIIA dan IIIB. 4. Penutupan kulit Bila fraktur terbuka telah ditangani dalam waktu kurang dari enam jam, sebaiknya kulit ditutup. Luka dapat dibiarkan terbuka selama beberapa hari
27
tapi tidak lebih dari 10 hari. Prinsipnya adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang dapat mengakibatkan kulit menjadi tegang. 5. Pemberian antibiotik Antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, saat dan sesudah tindakan operasi. Antibiotik yang dianjurkan pada fraktur terbuka derajat I adalah golongan sefalosporin, derajat II golongan sefalosporin dan aminoglikosida, dan derajat III golongan sefalosporin, penisilin dan aminoglikosida. 6. Pencegahan tetanus Semua pendertia dengan fraktur terbuka harus diberikan pencegahan tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup diberikan toksoid dan bagi yang belum dapat ditambahkan pemberian 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia). 2.6 Komplikasi fraktur 2.6.1 Komplikasi segera Komplikasi yang dapat timbul segera setelah terjadinya fraktur dapat berupa trauma kulit seperti kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus akibat benda asing maupun penetrasi kulit oleh fragmen tulang, avulsi dan skin loss, perdarahan lokal, ruptur arteri atau vena, kontusio arteri atau vena dan spasme arteri, komplikasi neurologis baik pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf perifer serta komplikasi pada organ dalam seperti jantung, paru-paru, hepar dan limpa2,5. 2.6.2 Komplikasi awal Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, trombosis, infeksi sendi dan osteomielitis. Dapat juga terjadi ARDS, emboli paru dan tetanus2,5. 2.6.3 Komplikasi lanjut Komplikasi lanjut akibat fraktur dapat berupa penyembuhan abnormal dari fraktur seperti malunion ununion delayed union, osteomielitis kronik, gangguan
28
pertumbuhan, patah tulang rekuren, osteomielitis kronis, ankilosis, penyakit degeneratif pasca trauma dan kerusakan saraf. Compartement Syndrome merupakan komplikasi yang harus diwaspadai dan dicegah, kejadian compartment syndrome dapat memperburuk kualitas hidup pasien2,5,9.
29
BAB III KESIMPULAN 1. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. 2. Penyebab fraktur femur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. 3. Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai ke distal tulang. Berdasarkan letak patahannya, fraktur femur dekategorikan sebagai fraktur collum femur, fraktur trokanterik, fraktur subtrokanterik, fraktur fraktur diafisis, fraktur suprakondiler, dan fraktur kondiler. Gejala klinis dapat dilihat sesuai klasifikasi fraktur femur. 4. Anamnesi mengenai mekanisme trauma, pemeriksaan fisik di regio yang dicurigai terdapat fraktur, serta pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menegakkan diagnosis fraktur femur. 5. Tatalaksana fraktur femur seperti tatalaksana fraktur pada umumnya dengan prinsip rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. 6. Pemasangan skin traction merupakan penanganan paling tepat pada fraktur tertutup femur bagi dokter umum. 7. Komplikasi yang dapat timbul segera setelah terjadinya fraktur dapat berupa trauma kulit seperti kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus akibat benda asing maupun penetrasi kulit oleh fragmen tulang, avulsi dan skin loss, perdarahan lokal, ruptur arteri atau vena, kontusio arteri atau vena dan spasme arteri. Compartement Syndrome merupakan komplikasi yang harus diwaspadai dan dicegah, kejadian compartment syndrome dapat memperburuk kualitas hidup pasien. DAFTAR PUSTAKA
30
1. Function of the bones. 2015, 14 nov. Cited from http://www.medhealth.net/Functions-Of-Bones.html. 2. Aukerman, Douglas F. 2015, 14 Nov. Femur Injuries and Fractures. Citet from http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall 3. Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: ECG 4. American College of Surgeon Committee of Trauma (ACSCOT). 2008. Advanced Trauma Life Support for Doctor. Chicago: ATLS Student Course Manual. 5. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7. Jakarta, 1995. Widya Medika; 6. Bone injury. 2015, 14 Nov. Cited from http://orthoanswer.org/hip/femurfractures/definition.html. 7. Behrman S W, Fabian T C, Kudsk K A, Taylor J C, J Trauma. 1990; 30: 792-798. Improved outcome with femur fractures: Early vs delayed fixation 8. James E Keany, MD. Femur Fracture. Cited from http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall. 9. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W. Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby Elsevier. United States. 2007. Page 408-410 10. Holmes, Erskin J., Misra, Rakesh R. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University, 2004. Page 140-143
31