BAB I PENDAHULUAN Trauma thorax terjadi hampir 50% dari seluruh kasus kecelakaan dan merupakan penyebab kematian terbesar (25%). Umumnya pada trauma thorax, trauma tumpul lebih sering terjadi dibandingkan trauma tajam. Meskipun demikian hanya 15% dari seluruh trauma thorax yang memerlukan tindakan bedah karena sebagian besar kasus (80 – 85%) 85%) dapat ditatalaksana dengan tindakan yang sederhana, seperti pemasangan c hest tube.1 Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur costa terutama disebabkan karena trauma tumpul dada. Perlu ketelitian untuk membedakan apakah kontusio dinding dada atau fraktur costa. Fraktur ini sebagian terbesar disebabkan kecelakaan lalu lintas diikuti jatuh dari tempat yang tinggi. Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. 1 Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru terdiagnosis setelah timbul komplikasi, seperti hematotoraks dan pneumotoraks. Hal ini dapat terjadi pada olahragawan yang memiliki otot dada yang kuat dan dapat mempertahankan posisi frakmen tulangnya. Fraktur iga baik tunggal maupun multipel juga terjadi pada orang tua dengan insidens sekitar 12%. Insidens sesungguhnya fraktur costar masih belum diketahui dan diperkirakan 50% fraktur iga tidak terdeteksi dengan foto thorax. 1 Morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh fraktur costa dan sternum berkaitan erat dengan penyebab cedera, karena itu identifikasi bahaya yang akan mengancam jiwa merupakan hal penting. Meskipun fraktur costa cenderung tidak komplit dan tidak membutuhkan penanganan bedah, tetapi dapat menyebabkan kerusakan paru yang bermakna karena akan mempengaruhi ventilasi ventilasi dan menyebabkan rasa nyeri hebat.2
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
ANATOMI
Thorax dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding thorax yang disusun oleh vertebra torakal, costa, sternum, muskulus, dan jaringan ikat. Rongga thorax dibatasi dengan rongga abdomen oleh diafragma. Rongga thorax dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting thorax selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cava, esofagus, trakhea, dll).3 Thoracic inlet merupakan “pintu masuk” rongga thora x yang disusun oleh: permukaan perm ukaan ventral ventr al vertebra verte bra torakal tora kal I (poster (po sterior) ior),, bagian ba gian medial media l dari da ri iga i ga I kiri dan kanan k anan (lateral), serta manubrium sterni(anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi vertebra torakal II. Batas bawah rongga thorax atau thoracic outlet (pintu keluar thorax) adalah area yang dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah costa dan anterior oleh processus xiphoideus. 3
Gambar 1. Dinding Thorax A. Dinding Thorax
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding Thorax adalah costa, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding thorax adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.4 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
ANATOMI
Thorax dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding thorax yang disusun oleh vertebra torakal, costa, sternum, muskulus, dan jaringan ikat. Rongga thorax dibatasi dengan rongga abdomen oleh diafragma. Rongga thorax dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting thorax selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cava, esofagus, trakhea, dll).3 Thoracic inlet merupakan “pintu masuk” rongga thora x yang disusun oleh: permukaan perm ukaan ventral ventr al vertebra verte bra torakal tora kal I (poster (po sterior) ior),, bagian ba gian medial media l dari da ri iga i ga I kiri dan kanan k anan (lateral), serta manubrium sterni(anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi vertebra torakal II. Batas bawah rongga thorax atau thoracic outlet (pintu keluar thorax) adalah area yang dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah costa dan anterior oleh processus xiphoideus. 3
Gambar 1. Dinding Thorax A. Dinding Thorax
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding Thorax adalah costa, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding thorax adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.4 2
B. Kerangka dinding thorax
Kerangka dinding thorax membentuk sangkar thorax osteocartilogenous yang melindungi jantung, paru-paru dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka torak terdiri dari:4 1. Vertebra Thoraxika (12) dan diskus intervertebralis. 2. Costa (12 pasang) dan cartilago kostalis. 3. Sternum. Costa adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan membatasi bagian terbesar sangkar thorax terdiri dari:4 1. Ketujuh (kadang-kadang delapan) kosta I disebut kosta sejati (vertebrosternal) karena menghubungkan menghubungkan vertebra dengan sternum melalui kartilago kostalis . 2. Kosta VIII sampai kosta X adalah kosta tak sejati (vertebrokondral) karena kartilago kostalis masing-masing kosta melekat pada kartilago kostalis tepat diatasnya. 3. Kosta XI dan kosta XII adalah kosta bebas atau kosta melayang karena ujung kartilago kostalis masing-masing kosta berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal.
Gambar 2. Bagian dan struktur dalam rongga torak dan sela iga
Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar thorax. Sternum terdiri atas tiga bagian: manubrium sterni, corpus sterni, dan processus xiphoideus.4 C. Dasar Thorax
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus dan merupakan struktur yang menyerupai kubah (dome-like ( dome-like structure). structure). Diafragma membatasi abdomen dari rongga thorax serta terfiksasi pada batas inferior dari sangkar thorax. Diafragma termasuk salah satu otot utama pernapasan dan mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esophagus.4 D. Rongga Thorax (Cavitas thoracis)
Rongga thorax adalah suatu ruangan yang ditutupi oleh dinding thorax, yang terdiri dari 3 kompartemen: 4 3
Dua kompartemen lateral “cavum pulmonal” yang terdiri dari paru-paru dan pleura
Satu kompartemen sentral “mediastinum” yang terdiri dari : jantung, pembuluh darah besar pars thorakalis, trakea pars thorakalis, oesofagus, timus, dn struktur lainnya. Rongga mediastinum terdiri dari bagian superior dan inferior, dimana bagian yang
inferior dibagi menjadi : mediastinum anterior, medius, dan superior. 4
Gambar 3. Rongga Thorax
Gambar 4. Pembagian Mediastinum
a. Mediastinum Superior Mediastinum superior dibatasi oleh :
Superior : Bidang yang dibentuk oleh vertebrae Th I, costa I dan incisura jugularis.
Inferior : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke vertebrae Th IV
Lateral : Pleura mediastinalis
Anterior : Manubrium sterni.
b. Mediastinum Inferior Mediastinum inferior dibagi menjadi : mediastinum anterior, medius, dan superior.
Mediastinum anterior dibatasi oleh :
Anterior : Sternum
Posterior : Pericardium
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma.
Mediastinum anterior terdiri dari : Timus, lemak, dan kelenjar limfe.
Mediastinum medius dibatasi oleh :
Anterior : Pericardium
Posterior ; Pericardium
Lateral : Pleura mediastinalis 4
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma (Rofiq, 2008)
Mediastinum medius terdiri dari : Jantung, pericardium, aorta, trakea, bronkus primer, kelenjar limfe (Lawrence M).
Mediastinum posterior dibatasi oleh :
Anterior : Pericardium
Posterior : Corpus VTh 5 – 12
Lateral : Pleura mediastinalis
Superior : Plane of sternal angle
Inferior : Diafragma
Mediastinum posterior terdiri dari : aorta desenden, oesofagus, vena azigos, duktus thoracicus. Pleura (selaput paru) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru, pleura terdiri dari 2 lapis yaitu: 1.
Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru – paru
2.
Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding Thorax Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong
tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut.4 2.2
TRAUMA THORAX
2.2.1 Definisi
Trauma thorax atau cedera thorax didefinisikan sebagai kerusakan terhadap tubuh yang disebabkan oleh pertukaran dengan energi lingkungan yang melebihi gaya yang dimilki oleh tubuh yang mengenai thorax. 5 2.2.2 Jenis Trauma Thorax
Cedera Thorax berdasarkan ATLS dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 5 1. Segera mengancam jiwa - Obstruksi jalan napas akut oleh sebab apapun terutama pada cedera laringotrakea atau cedera berat tulang muka dan jaringan lunak. - Kegagalan ventilasi karena tension pneumothorax, pneumothorax terbuka/ flail chest - Kegagalan sirkulasi karena hemoThorax masif atau tamponade jantung 2. Potensi mengancam jiwa -
Trauma tumpul jantung
-
Kontusio paru 5
-
Ruptur aorta karena trauma
-
Hernia diafragma karena trauma
-
Ruptur trakeobronkial
-
Ruptur esofagus
-
Hemothorax sederhana
-
Pneumothorax sederhana Dalam penanganan klinis sehari-hari dikenal dua macam trauma thorax yaitu trauma
tumpul dan trauma tembus (tajam, tembak, atau tumpul yang menembus). Trauma Tumpul Thorax
Patofisiologi5
Trauma tumpul thorax paling sering disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor sehingga menyebabkan trauma deselerasi. Jatuh dari ketinggian, ledakan, kecelakaan saat berolahraga adalah penyebab lain dari trauma tumpul thorax. Pada trauma tumpul dinding dada, fraktur costa sederhana merupakan luka yang tersering. Fraktur costa multipel dan terdislokasi biasanya sering berhubungan dengan penyebab luka pada paru dan pleura. Berbagai mekanisme patofisiologi dapat terjadi pada pasien dengan trauma tumpul dada, termasuk masalah yang mengancam nyawa seperti tamponade jantung dan tension pneumothorax. Secara esensial, sebagian besar luka pada paru dan pleura menyebabkan masalah fisiologis melalui satu dari tiga mekanisme: 1. masalah rongga pleura yang mempengaruhi fungsi paru 2. perdarahan dinding dada atau paru 3. masalah parenkim pulmonal yang mengganggu kemampuan paru untuk berventilasi dan melakukan pertukaran udara. Masalah yang berhubungan dengan rongga pleura dapat dibedakan menjadi pneumothorax/hemothorax. Sebagian besar kasus pneumothorax traumatik berhubungan dengan perdarahan, yang mungkin tidak terlihat pada radiografi dada awal. Hemothorax dapat menyebabkan masalah karena mengkompresi paru dan mempengaruhi fungsinya (dengan atau tanpa pneumothorax), atau karena kegagalan evakuasi darah yang menyebabkan penjebakan secara kronik. Hemothorax masif juga dapat menyebabkan syok dan kematian karena perdarahan. Tidak seperti luka tembus, hemothorax pada trauma tumpul lebih merupakan masalah karena tidak bermanifestasi beberapa hari kemudian. Luka pada parenkim pulmonal karena trauma tumpul biasanya merupakan kontusio pulmonal, walaupun hematoma intrapulmonar dapat terjadi pada kasus jarang. Secara 6
klasik, penemuan radiologis pada kontusio pulmonar kurang dibandingkan penemuan klinis pada kasus trauma tumpul 2-3 hari sehingga diagnosis menjadi lebih suli t.
Pendekatan pada pasien dengan trauma tumpul dada 5
Penatalaksaan awal berupa jalan napas harus diamankan dan segera diresusitasi dengan adekuat. Luka trakeobronkial harus dicurigai dan dieksklusi. Jika pasien mempunyai tanda-tanda tamponade, kemungkinan lesi tumpul pada jantung harus dipertimbangkan. Lebih lanjut lagi, tension pneumothorax mungkin mempunyai tandatanda yang sama dengan tamponade. Setelah kegawatdaruratan ditatalaksana, pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan. Salah satu komponen pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan hematoma dan krepitus pada leher. Pergerakan dada dan bunyi napas harus diamati. Jika tidak ada pergerakan pada salah satu hemithorax, torakostomi tube darurat harus dilakukan. Jika bunyi napas sedikit berkurang dan kondisi pasien stabil, radiografi dada harus cepat dilakukan. Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan pada radiografi untuk trauma tumpul (tabel 1). Tabel 1. Gawat Dada7 Penyebab Obstruksi jalan napas
Hemothorax masif
Tamponade jantung
Pneumothorax desak
Thorax instabil Pneumothorax terbuka Kebocoran trakea
Diagnosis - Sianosis, pucat, stridor - Kontraksi otot bantu napas (+) - Retraksi supraklavikula dan interkostal - Anemia, syok hipovolemmik - Sesak napas - Pekak pada perkusi - Suara napas berkurang - Tekanan vena sentral tidak meninggi - Syok kardiogenik - Tekanan vena meninggi (leher) - Bunyi jantung berkurang - Hemithorax mengembang - Gerakan hemithorax kurang - Suara napas berkurang - Sesak napas progresif - Emfisema subkutis - Trakea terdorong ke sisi sebelah - Gerakan napas paradoks - Sesak napas, sianosis - Luka pada dinding thorax - Kebocoran udara terdengar dan tampak - Bronkial - Pneumothorax - Emfisem - Infeksi 7
Tabel 2. Gambaran Penting Pada Radiografi Dada dan Kemungkinan Diagnosis 6 Gambaran X-ray Udara atau cairan pada rongga pleura Pelebaran atau kelainan mediastinum Kepadatan cairan pada lapang paru Diafragma suram Fraktur iga Udara dalam jaringan lunak Posisi tube 2.2.3 Tatalaksana Trauma Thorax
Diagnosis Pneumothorax, hemothorax Lesi aorta atau cabang besar aorta Kontusio pulmonal Ruptur diafragma Flail chest Pneumothorax Malposisi
Luka thorax harus ditutup dengan pembalut untuk menghentikan kebocoran udara. Sebaiknya dipakai kasa besar steril yang diolesi vaselin steril. Pneumohorax desak harus dipungsi sesegera mungkin. Udara harus keluar sehingga mediastinum kembali ke tempatnya. Kemudian dipasang penyalir dekat puncak rongga dada. Pada hemothorax, penyalir dipasang serendah mungkin pada dasar rongga dada untuk mengosongkan rongga pleura dan memantau perdarahan.7 Penyebab cedera harus ditentukan dahulu, kemudian tentukan macamnya, cedera tumpul atau tajam. Jika cedera tajam, apakah berupa luka tusuk atau luka tembak. Tindakan darurat yang perlu dilakukan ialah pembebasan jalan napas (A), pemberian napas buatan dan ventilasi paru (B), dan pemantauan aktivitas jantung dan peredaran darah (C). Tindakan darurat juga mencakup pungsi rongga thorax pada pneumothorax desak, aspirasi hemothorax masif, dan aspirasi perikard jika hematoperikard menyebabkan tamponade jantung.7 Selanjutnya, harus dilakukan pemeriksaan Rontgen thorax untuk menilai ada atau tidaknya udara dan/atau cairan. Antibiotik diberikan jika ada luka tembus. Tindakan gawat dada meliputi: 7 -
Penentuan jenis luka
-
Penentuan fungsi vital (apakah perlu resusitasi?)
-
Pembersihan dan penutupan luka
-
Foto rontgen thorax (adakah cairan / udara?)
-
Antibiotik jika luka menembus dinding
-
Tindakan pneumothorax/hemothorax
-
Untuk nyeri diberikan anestesia blok interkostal
Pengelolaan penderita berupa primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan
8
berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut:5 a) Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal ( cervical spi ne control ) b) Breathing , menjaga pernapasan dengan ventilasi c) Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrhage control) d) Disability : status neurologis e) Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah hiportemia. 1.
Primary Survey5 a. Airway dengan control servikal Penilaian 1) Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi) 2) Penilaian akan adanya obstruksi
Manajemen 1) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi 2) Bersihkan airway dari benda asing. 3) Memasang airway definitif intubasi endotrakeal
b. Breathing dan ventilasi Penilaian 1) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi 2) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan 3) Inspeksi dan palpasi leher dan thorax untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thorax simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tandatanda cedera lainnya. 4) Perkusi thorax untuk menentukan redup atau hipersonor 5) Auskultasi thorax bilateral
Manajemen 1) Menempatkan os dengan posisi terlentang atau dekubitus sehingga segmen yang mengambang tadi terletak menempel pada tempat tidur. 2) Pemberian ventilasi adekuat, oksigen dilembabkan. 3) Kontrol Nyeri dan membantu pengembangan dada: a. Pemberian analgesia Morphine Sulfate, Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam. b. Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costa 4) Stabilisasi area flail chest. a. Ventilator b. Stabilisasi sementara dengan menggunakan towl-clip traction, atau pemasangan firm strapping c. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik 9
pernapasan secara keseluruhan. 5) Pemasangan WSD sebagai profilaksis/preventif pada semua pasien yang dipasang ventilator. c. Circulation dengan control perdarahan Penilaian 1) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal 2) Mengetahui sumber perdarahan internal 3) Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. 4) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. 5) Periksa tekanan darah d. Disability
Manajemen 1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal (balut & tekan) 2) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). 3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. Klo os tidak syok, pemberian cairan IV harus lebih berhati-hati. 4) Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
- Menilai tingkat kesadaran memakai GCS - Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi. e. Exposure/environment - Buka pakaian penderita - Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup hangat. 2.
Tambahan Primary Survey a. Pasang monitor EKG b. Kateter urin dan lambung c. Monitor laju nafas, analisis gas darah d. Pulse oksimetri e. Pemeriksaan rontgen standar f. Lab darah
3.
Resusitasi fungsi vital dan reevaluasi a. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal b. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi tanda-tanda syok. 10
4. Secondary Survey a. Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma b. Pemeriksaan fisik -
Kepala dan maksilofasial
-
Vertebra servikal dan leher
-
Thorax
-
Abdomen
-
Perineum
-
Musculoskeletal
- Neurologis 2.3
Reevaluasi penderita
FRAKTUR COSTA
2.3.1 Definisi
Fraktur dapat didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas struktural jaringan baik pada tulang, lempeng epifisis, ataupun kartilago.
Fraktur Costa adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang/tulang rawan yang disebabkan oleh trauma pada spesifikasi lokasi pada tulang costa.8 Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. 8 2.3.2 Etiologi
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut. Dari keduabelas pasang costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan karena costa t ersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 1012 juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobil .Pada olahragawan biasanya lebih banyak dijumpai fraktur costa yang “undisplaced”, oleh karena pada olahragawan otot intercostalnya sangat kuat sehingga dapat mempertahankan fragmen costa yang ada pada tempatnya. Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok : 1. Disebabkan trauma 11
a. Trauma tumpul Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain: kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian. b. Trauma Tembus Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa adalah luka tusuk dan luka tembak 2. Disebabkan bukan trauma Yang dapat mengakibatkan fraktur costa adalah terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur, seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf. 2.3.3 Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. 9 Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya. Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.9 Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai arteri intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematoThorax, pneumothorax ataupun laserasi jantung. 2.3.4 Klasifikasi
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan menjadi fraktur costa simple dan multiple. Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat dibedakan menjadi fraktur costa segmental, simple, dan comminutif. Menurut letak fraktur dibedakan menjadi fraktur costa superior (costa 1-3), median (costa 4-9), dan inferior (costa 10-12). Menurut posisi dibedakan menjadi fraktur costa anterior, lateral, dan posterior. Ada beberapa kasus
12
timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana pada keadaan ini terdapat fraktur segmental, 2 costa atau lebih yang letaknya berurutan.9 2.3.5 Diagnosis
Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru terdiagnosis setelah timbul komplikasi, seperti hematothorax dan pneumothorax. Hal ini dapat terjadi pada olahragawan yang memiliki otot dada yang kuat dan dapat mempertahankan posisi frakmen tulangnya.10
Anamnesis Perlu ditanyakan mengenai mekanisme trauma, apakah oleh karena jatuh dari ketinggian atau akibat jatuh dan dadanya terbentur pada benda keras, kecelakan lalu lintas, atau oleh sebab lain. Nyeri merupakan keluhan paling sering biasanya menetap pada satu titik dan akan bertambah pada saat bernafas. Pada saat inspirasi maka rongga dada akan mengembang dan keadaan ini akan menggerakkan fragmen costa yang patah, sehingga akan menimbulkan gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan lunak sekitarnya dan keadaan ini akan menimbulkan rangsangan nyeri. Apabila fragmen costa ini menimbulkan kerusakan pada vaskuler akan dapat menimbulkan hematothorax, sedangkan bila fragmen costa mencederai parenkim paru paru akan dapat menimbulkan pneumothorax. Penderita dengan kesulitan bernafas atau bahkan saat batuk keluar darah, hal ini menandakan adanya komplikasi berupa adanya cedera pada paru. Riwayat penyakit dahulu seperti bronkitis, neoplasma, asma, haemoptisis atau sehabis olahraga akan dapat membantu mengarahkan diagnosis adanya fraktur costa. Pada anak dapat terjadi cedera paru maupun jantung,meskipun tidak dijumpai fraktur costa. Keadaan ini disebabkan costanya masih sangat lentur, sehingga energi trauma langsung mengenai jantung ataupun paru-paru. 10
Pemeriksaan fisik Kondisi lokal pada dinding dadanya seperti adanya plester, deformitas dan asimetris, kita perlu juga memeriksa fisik secara keseluruhan yang berkaitan dengan kemungkinan adanya komplikasi akibat adanya fraktur costa sendiri maupun penyakit penyerta yang kadang ada. 10 Adanya fraktur costa ke 1-2 yang merupakan costa yang terlindung oleh sendi bahu, otot leher bagian bawah dan clavicula, mempunyai makna bahwa fraktur tersebut biasanya diakibatkan oleh trauma langsung dengan energi yang hebat. Pada fraktur daerah 13
ini perlu dipikirkan kemungkinan adanya komplikasi berupa cidera terhadap vasa dan saraf yang melewati apertura superior. Pemisahan costocondral memiliki mekanisme trauma seperti pada fraktur costa. Pemisahan costocondral atau dislokasi pada artikulasi antara parsosea dengan parscartilago akan menimbulkan gejala yang sama dengan fraktur costa, dengan nyeri yang terlokalisir pada batas costocondral, apabila terdapat dislokasi secara komplit akan teraba defek oleh karena ujung parsoseanya akan lebih menonjol dibandingkan dengan parscartilagonya. Adapun pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan adanya : a. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada b. Adanya garakan paradoksal c. Tanda – tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea, d. Kadang akan nampak ketakutan dan cemas,karena saat bernafas bertambah nyeri. e. periksa paru dan jantung,dengan memperhatikan adanya tanda-tanda pergeseran trakea, pemeriksaan ECG, saturasi oksigen. f. periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior :diafragma, hati, limpa, ginjal dan usus. g. periksa tulang rangka: vertebrae, sternum, clavicula, fungsi anggota gerak. h. nilai status neurologis: plexus bracialis, intercostalis, subclavia.
Pemeriksaan penunjang Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu mendiagnosis adanya hematothorax dan pneumothorax ataupun contusio pulmonum. Pemeriksaan ini akan dapat mengetahui jenis, letak fraktur costanya. Pemeriksaan foto oblique hanya dapat membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa, rontgen abdomen apabila ada kecurigaan trauma abdomen yang mencederai hati, lambung ataupun limpa akan menimbulkan gambaran peritonitis. Sedangkan pada kasus yang sulit terdiagnosis dilakukan dengan “Helical CT Scan”. 10 2.3.6 Differential Diagnosis:
a. Contusio dinding dada b. Repirasi (infeksi, pleuritis, emboli pulmo) c. Cardiac (MI, pericarditis) d. Fraktur (stress fraktur, fraktur sternum, fraktur vertebrae) e. Musculoscletal (Osteoartritis, costocondritis, ankylosisng spondilitis) f. Gastrointestinal (Gastritis, hepatitis, cholecystitis) 2.3.7 Komplikasi 14
Komplikasi yang timbul akibat adanya fraktur costa dapat timbul segera setelah terjadi fraktur, atau dalam beberapa hari kemudian setelah terjadi. Besarnya komplikasi dipengaruhi oleh besarnya energi trauma dan jumlah costa yang patah. Gangguan hemodinamik merupakan tanda bahwa terdapat komplikasi akibat fraktur costa. Pada fraktur costa ke 1-3 akan menimbulkan cedera pada vasa dan nervus subclavia, fraktur costa ke 4-9 biasannya akan mengakibatkan cedera terhadap vasa dan nervus intercostalis dan juga pada parenkim paru, ataupun terhadap organ yang terdapat di mediastinum, sedangkan fraktur costa ke 10-12 perlu dipikirkan kemungkinan adanya cedera pada diafragma dan organ intraabdominal seperti hati, limpa, lambung maupun usus besar. 10 Pada kasus fraktur costa simple pada satu costa tanpa komplikasi dapat segera melakukan aktifitas secara normal setelah 3-4 minggu kemudian, meskipun costa baru akan sembuh setelah 4-6 minggu. Komplikasi awal : Pneumothorax, effusi pleura, hematothorax, dan flail chest, sedangkan komplikasi yang dijumpai kemudian antara lain contusio pulmonum, pneumonia dan emboli paru. Flail chest dapat terjadi apabila terdapat fraktur dua atau lebih dari costa yang berurutan dan tiap-tiap costa terdapat fraktur segmental,keadaan ini akan menyebabkan gerakan paradoksal saat bernafas dan dapat mengakibatkan gagal nafas.10 2.3.8 Penatalaksanaan
1. Pre Hospital : Pada tahap ini tindakan terhadap pasien terutama ditujukan untuk memperbaiki suplai oksigenasi 2. Penanganan pada saat di ruang UGD: Tindakan darurat terutama ditujukan untuk memperbaiki jalan nafas,pernafasan dan sirkulasinya( Airway, Breath dan circulation). Fraktur costa simple 1-2 buah terapi terutama ditujukan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan kemudahan untuk pembuangan lendir/dahak, namun sebaiknya jangan diberikan obat mucolitik, yang dapat merangsang terbentuknya dahak dan malah menambah kesulitan dalam bernafas. Fraktur 3 buah costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun pada tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumothorax dan hematothorax, sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya diberikan terapi dengan anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau bupivacain 0,5%. 15
Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan tindakan padding untuk menstabilkan dinding dada, bahkan kadang diperlukan ventilator untuk beberapa hari sampai didapatkan dinding dada yang stabil10 3. Penanganan di ruang rawat inap Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat jalan, sedangkan pada pasien dengan fraktur multiple dan kominutif serta dicurigai adanya komplikasi perlu perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu mendapatkan analgetik yang adekuat, bahkan kadang diperlukan narkotik, dan yang juga penting untuk ini adalah pemberian latihan nafas (fisioterapi nafas). 10 Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat dilakukan drainase atau torakotomi, untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan adanya komplikasi harus selalu dilakukan secara berkala dengan melakukan foto kontrol pada 6 jam,12 jam dan 24 jam pertama. 4. Penanganan di rawat jalan. Penderita rawat jalan juga tetap memprioritaskan pemberian analgetik yang adekuat untuk memudahkan gerakan pernafasan. Latihan nafas harus selalu dilakukan untuk memungkinkan pembuangan dahak. 2.3.10 Penyulit
Penyulit fraktur costa adalah pneumonia, pneumothorax, dan hemothorax. Pneumonia disebabkan oleh gangguan gerak napas dan gangguan batuk. Bila penderita tidak dapat batuk untuk membersihkan parunya mudah terjadi bronkopneumonia. Penanganannya terdiri atas pemberian anestesi sempurna, antibiotik yang memadai, ekspektorans, disertai fisioterapi. Pnemothorax dan hemothorax terjadi karena tusukan patahan costa pada pleura parietalis dan/atau pleura viseralis. Luka pleura parietalis dapat mengakibatkan hemothorax, sedangkan cedera pleura viseralis menyebabkan hemothorax dan/atau pneumothorax. Iga I atau II jarang fraktur karena letaknya agak terlindung. Apalagi tulang tersebut merupakan tulang pendek, lebar, dan kuat. Patahnya kedua iga ini harus dipandang berbahaya karena pasti penderita mengalami cedera lain yang lebih penting yang mungkin tidak nyata seperti cedera jantung atau aorta. 10 2.4
FLAIL CHEST
2.4.1 Definisi
Flail chest adalah area thorax yang melayang karena adanya fraktur iga multiple berurutan >3 dan memiliki garis fraktur >2 (segmented) pada setiap iganya. 16
Flail chest dideskripsikan sebagai pergerakan paradoksal pada segmen di dinding dada yang disebabkan oleh fraktur >3 costa yaitu anterior dan posterior di setiap iganya. Variasi flail chest meliputi flail (melayang) pada segmen posterior, anterior, dan juga meliputi sternum dengan iga di tiap sisi cavum thorax mengalami fraktur. Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Ketidakstabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam. 9 Adanya segmen flail chest menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada yang sering kita sebut sebagai gerakan paradoksal. Gerakan paradoksal ini akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO 2 masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing ). Pergerakan fraktur pada costa akan menyebabkan nyeri yang hebat dan akan membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dada. Disamping itu hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak dengan hebat mengikuti gerakan nafas ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan mengakibatkan gangguan pada venous return dari sistem vena cava, pengurangan cardiac output dan penderita jatuh pada kegagalan hemodinamik. 2.4.2 Etiologi
Flail chest terjadi karena trauma tumpul yang kuat ke arah dada sehingga menyebabkan fraktur costa di beberapa tempat. Trauma ini misalnya seperti kecelakaan lalu lintas maupun jatuh. Meskipun flail chest menunjukkan adanya daya kinetic sangat kuat yang mengenai dada, namun hal ini dapat terjadi akibat trauma yang lebih ringan pada pasien dengan kelainan patologis, seperti osteoporosis, total sternectomy, dan multiple myeloma. Flail chest juga dapat terjadi karena trauma tembus, misalnya akibat luka tusuk, luka tikam, maupun luka tembak. 9 Fraktur costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut. Dari keduabelas costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur, hal ini disebabkan karena costa tersebut sangat terlindungi. Costa 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa 10-12 juga jarang mengalami fraktur ol eh karena mobile.9 2.4.3 Patofisiologi
17
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. 9 Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut, seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.9 Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematothorax, pneumothorax ataupun laserasi jantung.9 Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi.9
.
Gambar 5. Gerakan Paradoksal pada Flail Chest
Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing). Pergerakan fraktur pada costa akan menyebabkan nyeri yang sangat hebat 18
dan akan membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dinding dada. Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak mengikuti gerak nafas ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan pada venous return dari system vena cava, pengurangan cardia output, dan penderita jatuh pada kegagalan hemodinamik.
Gambar 6. Patofisiologi Flail chest
Flail chest menyebabkan hal-hal di bawah ini: 1. Segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi dan bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft. 2. Pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menekan paru-paru di bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.
19
3. Mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh adanya peningkatan tekanan negatif hemithorax kontralateral selama fase ini, sehingga pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu. 4. Pergerakan mediastinum di alas akan mengganggu venous return jantung. 9
Gambar 7. Mekanisme Flail Chest 2.4.4 Manifestasi Klinis9
1.
Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada.
2.
Gerakan paradoksal segmen yang mengambang
saat
inspirasi ke dalam, ekspirasi
ke luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator. 3.
Sesak nafas
4.
Krepitasi iga, fraktur tulang rawan
5.
Takikardi
6.
Sianosis
7.
Pasien menunjukkan trauma hebat
8.
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas).
2.4.5 Diagnosis 10
Anamnesis Anamnesis yang lengkap dan cepat, yang perlu ditanyakan adalah waktu kejadian, tempat kejadian, mekanisme trauma, bagaimana keadaan penderita selama dalam perjalanan. Pada anamnesis didapatkan riwayat trauma yang mengenai dinding dada. a. Gejala: nyeri dada, sesak nafas b. Riwayat benturan yang keras yang mengenai dinding dada
Pemeriksaan fisik
Airway - Look benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur trakea - Listen Dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor 20
- Feel
Breathing
- Look
pergerakan
dinding dada asimetris, warna kulit, memar, deformitas, gerakan
paradoksal, pasien terlihat nyeri saat bernafas, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, adanya tanda-tanda insufisiensi pernafasan berupa nafas cepat - Listen vesikular paru, suara jantung, suara tambahan - Feel krepitasi, nyeri tekan, jika terjadi komplikasi berupa pneumothorax didapatkan perkusi hipersonor, jika terjadi komplikasi berupa hematothorax didapatkan perkusi redup
Circulation - Tingkat kesadaran - Warna kulit - Tanda-tanda laserasi - Perlukaan eksternal
Disability - Tingkat kesadaran - Respon pupil - Tanda-tanda lateralisasi - Tingkat cedera spinal
Exposure
Pemeriksaan Penunjang a. Rontgen standar - Rontgen
thorax
anteroposterior
dan
lateral dapat menentukan jumlah dan tipe costa yang fraktur. - Pada pemeriksaan foto thorax pasien dewasa dengan trauma tumpul thorax, adanya
gambaran
hematothorax,
pneumothorax
atau
kontusio
menunjukkan
hubungan
yang
pulmo kuat
Gambar 8. flail chest pada foto rontgen
dengan gambaran fraktur costa. - Setelah dibuktikan dengan foto rontgen bahwa terjadi fraktur pada costa, maka pada daerah cedera harus dipasang strapping/ balut tekan yang kuat selama 2-3 minggu. b. EKG 21
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah Dapat ditemukan pada pemeriksaan lab yang berupa analisa gas darah dengan penurunan PO2. d. Pulse oksimetri 2.4.6 Penatalaksanaan
9,10
1. Tatalaksana awal pada pasien adalah dengan tatalaksana ATLS dilanjutkan dengan terapi definitif. 2. Terapi Definitif a. Fiksasi internal dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan operatif b. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest: - Bersamaan dengan torakotomi karena sebab lain (contoh: hematothorax masif, dsb) - Gagal/sulit weaning ventilator - Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif) - Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif) - Menghindari cacat permanen c. Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail" 3.
Rujuk a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan
SDM
maupun
fasilitas
serta
keadaan
pasien
yang
masih
memungkinkan untuk dirujuk. b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju. 2.4.7 Komplikasi
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.9 2.5
PNEUMOTHORAX
2.5.1 Definisi Pneumothorax
Pneumothorax adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. 13
22
Gambar 9. Pneumothorax 2.5.2 Klasifikasi Pneumothorax
Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :14 1. Pneumothorax spontan Yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumothorax tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu : a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru. 2. Pneumothorax traumatik, Yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu : a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma. b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumohorax jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu : 15 1)
Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental Suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misal: parasentesis dada, biopsi pleura.
2)
Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Suatu pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
23
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru. Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:14 1.
Pneumothorax Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. 2.
Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumothorax dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus
yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumothorax terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.14 Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif.10 Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound). 3.
Pneumothorax Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumothorax dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.16 Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. 17 2.5.3
Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah 14,17 • Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka. 24
• Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan. • Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien. • Denyut jantung meningkat. • Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang. • Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumothorax spontan primer. 2.5.4
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik thorax didapatkan: 13,14 1. Inspeksi : a. terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi dinding dada) b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat 2. Palpasi : a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar b. Iktus jantung terdorong ke sisi thorax yang sehat c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit 3. Perkusi : a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar b. Batas jantung terdorong ke arah thorax yang sehat, bila tekanan intrapleura tinggi 4. Auskultasi : a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif 2.5.5
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumothorax adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumothorax adalah sebagai berikut : 1. Observasi dan Pemberian O2 Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O 2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto thorax serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. 17 Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumothorax tertutup dan terbuka. 18 2. Tindakan dekompresi 25
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara: 18 a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut. b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : 1)
Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol. 14
2)
Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding thorax sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol. 14
3)
Pipa water sealed drainage (WSD) Pipa khusus (Thorax kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan trokar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula. Setelah trokar masuk, maka kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut, sehingga hanya kateter yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut. 14 Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H 2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang 26
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.16,17 3. Torakoskopi Suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga thorax dengan alat bantu torakoskop. 4. Torakotomi 5. Tindakan bedah14 a. Dengan pembukaan dinding thorax melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumothorax kemudian dijahit b. Pada pembedahan, bila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi. c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan/terdapat fistel dari paru yang rusak d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel. 2.6
HEMATOTHORAX
2.6.1 Definisi
Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding dada, parenkim paru – paru, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit. 19 Hemathothorax (hemothorax) adalah terakumulasinya darah pada rongga thorax akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothorax biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke rongga pleura. 19 2.6.2 Etiologi
Penyebab utama hematothorax adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat menyebabkan hematothorax karena laserasi pembuluh darah internal. Menurut Magerman (2010) penyebab hematothorax antara lain : 1.
Penetrasi pada dada 27
2.
Trauma tumpul pada dada
3.
Laserasi jaringan paru
4.
Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5.
Laserasi arteri mammaria interna
Secara umum, penyebab terjadinya Hematothorax adalah sebagai berikut : 19 a. Traumatis -
Trauma tumpul.
-
Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).
b. Non traumatic atau spontan - Neoplasia (primer atau metastasis). -
Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
-
Emboli paru dengan infark.
-
Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
-
Bullous emfisema.
-
Tuberkulosis.
-
Paru atriovenosa fistula.
- Nekrosis akibat infeksi. -
Telangiektasia hemoragik herediter.
-
Kelainan vaskular intrathorax non pulmoner.
-
Sekuestrasi inralobar dan ekstralobar.
-
Patologi abdomen.
Hemothorax massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. 2.6.3 Patofisiologi 19
Hemothorax adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada pa ru. Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Rongga hemithorax dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematothorax dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di rongga thorax.
28
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah. Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 7501500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah). Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah. Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari. Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama. Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai. Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah
29
hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Gambar 10. Skema Patofisiologi Trauma Thorax
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis. Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral. Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari berkembang sepenuhnya. 2.6.4 Klasifikasi
Pada orang dewasa secara teoritis hematothorax dibagi dalam 3 golongan, yaitu: a. Hematothorax ringan
Jumlah darah kurang dari 400 cc
Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thorax
Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothorax sedang
Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
15% - 35% tertutup bayangan pada foto thorax
Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothorax berat 30
Jumlah darah lebih dari 2000 cc
35% tertutup bayangan pada foto thorax
Perkusi pekak sampai iga IV
a.
b.
c.
Gambar 11. Klasifikasi hemothorax a. Ringan b. Sedang c. Berat 2.6.5 Gejala Klinis
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.22 Respon tubuh dengan adanya hemothorax dimanifestasikan dalam 2 area mayor: a.
Respon hemodinamik Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi. Tandatanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah
b.
Respon respiratori Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan dispnea. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnnya
darah.
Perdarahan
hingga
750
mL
biasanya
belum
mengakibatkan
perubahan
hemodinamik. Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala gejala awal syok (takikardi, takipneu, TD turun).
31
Adapun tanda dan gejala adanya hemothorax dapat bersifat simptomatik namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothorax yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya: 22
Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral dingin - Kehilangan darah → volume darah ↓ Cardiac output ↓
TD ↓
- Kehilangan banyak darah → vasokonstriksi perifer → pewarnaan kulit oleh darah berkurang
Tachycardia - Kehilangan darah → volume darah ↓
Cardiac output ↓→hipoksia→ kompensasi
tubuh takikardia
Dyspnea - Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura
→ pengembangan
paru
terhambat → pertukaran udara tidak adekuat → sesak napas. - Darah / akumulasi cairan di dalam rongga pleura
→ pengembangan
paru terhambat
pertukaran udara tidak adekuat → kompensasi tubuh→takipneu dan peningkatan usaha bernapas→sesak napas.
Hypoxemia - Hemothorax→ paru sulit mengembang
→kerja
paru terganggu→kadar O2 dalam
darah ↓
Takipneu - Akumulasi darah pada pleura → hambatan pernapasan → reaksi tubuh meningkatkan usaha napas → takipneu. - Kehilangan darah → volume darah ↓ →
Cardiac output ↓
→ hipoksia
→ kompensasi tubuh → takipneu.
Anemia
Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena. - Akumulasi darah yang banyak → menekan struktur sekitar → mendorong trakea ke arah kontralateral.
Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
32
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura → pertukaran udara tidak berjalan baik → suara napas berkurang atau hilang.
Dullness pada perkusi (perkusi pekak) - Akumulasi darah pada rongga pleura → suara pekak saat diperkusi (Suara pekak timbul akibat carian atau massa padat).
Adanya krepitasi saat palpasi.
2.6.6 Diagnosa
Penegakkan diagnosis hemothorax berdasarkan pada data yang diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan penderita hemothorax mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga bisa didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya mengalami kecelakaan pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun atau bahkan menghilang. 20 Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:
Chest
X-ray
:
adanya
gambaran
hipodense
(menunjukkan akumulasi cairan) pada rongga pleura di sisi yang terkena dan adanya mediastinum shift (menunjukkan
penyimpangan
struktur
mediastinal
(jantung)). Chest X-ray sebagi penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.
Gambar 12. Chest xray
CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan
hemothorax
minimal,
untuk
evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.
USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk pasien
Gambar 13. CT-scan HematoThorax
33
yang tidak stabil dengan hemothorax minimal.
Gambar 14. USG Thorax pada pasien Hematothorax
Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam waktu 24 jam.
Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan jumlah darah yang hilang pada hemothorax.
Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothorax).
Diagnosis banding KONDISI Tension pneumothorax
Massive hemothorax
Cardiac tamponade
PENILAIAN • Deviasi Tracheal • Distensi vena leher • Hipersonor • Bising nafas (-) • ± Deviasi Tracheal • Vena leher kolaps • Perkusi : dullness • Bising nafas (-) • Distensi vena leher • Bunyi jantung jauh dan lemah • EKG abnormal
2.6.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi dari hemothorax adalah untuk menstabilkan hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.21 Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothorax adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:21
Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothorax. Insersi chest tube melalui dinding dada 34
untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke ukuran normal. 21
Indikasi untuk pemasangan thorax tube antara lain:
Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)
Perdarahan di rongga dada (hemothorax)
Post operasi / trauma pada rongga dada (pneumothorax or
abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
hemothorax)
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy adalah sebagai berikut:
Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI / ICS VII posterior Axillar y Line
Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain
Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)
Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube
Gambar 15. Pemasangan chest tube
Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada ketika hemothorax massif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothorax parah dan chest tube sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk me nghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan operasi untuk menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat. 21 Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :
35
1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik
Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih
Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu tindakan operasi segera. Hemothorax masif (>750 cc) yang terjadi kurang dari satu jam setelah trauma
merupakan indikasi untuk operasi. Perdarahan yang terjadi akibat fraktur iga biasanya tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun tetap harus diwaspadai adanya perdarahan arteri interkostalis yang robek. Monitoring untuk semua kasus perdarahan dalam rongga Thorax setelah pemasangan WSD adalah sebagai berikut: 21 -
0-3 cc/Kg BB/jam
: observasi
-
>3-<5 cc/Kg BB/jam : obs ketat, bila berturut2 dlm 3 jam, operasi
-
>5 cc/Kg BB/jam
: operasi
Perdarahan paru atau pleura yang membutuhkan bedah adalah akibat dari salah satu faktor berikut ini:21 1. fraktur iga yang melaserasi pembuluh interkostal dan menyebabkan perdarahan. Fraktur sternal jarang melaserasi a.mammaria interna. 2. dislokasi pada fraktur iga yang menusuk dan melaserasi paru. CT scan Thorax telah menunjukkan bahwa laserasi paru lebih sering terjadi setelah trauma tumpul daripada pengetahuan sebelumnya. 3. adhesi antara parenkim paru dan dinding dada, yang dapat merobek pada trauma deselerasi dan berdarah atau menyebabkan laserasi parenkim paru. Tatalaksana pada hemothorax akut adalah tube torakostomi. Torakosentesis tidak seharusnya dilakukan pada situasi ini. Chest tube besar harus dipasang secara posterior. Perdarahan kontinu dari chest tube sebanyak 200-300 ml/jam untuk beberapa jam mungkin akan membutuhkan torakotomi. Kebutuhan torakotomi dapat berkurang dengan kontrol perdarahan yang kuat, mencegah hipotermia, dan mencegah atau tatalaksana cepat perdarahan dari koagulopati. Hemothorax lambat yang berhubungan dengan fraktur iga biasanya tidak terjadi cepat dan klot terbentuk pada tube torakostomi saat darah berakumulasi secara lambat. 21
36
2.6.8 Komplikasi
Komplikasi dapat berupa : a. Kegagalan pernafasan (Paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan meninggal). b. Fibrosis atau skar pada membran pleura. c. Pneumothorax. d. Pneumonia. e. Septisemia. f. Syok. Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot besar di dasar thorax) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kematian. Tabel 3. Efusi Pleura Hemoragik 7 Etiologi Cedera/tindak bedah Aneurisma aorta yang pecah
Kunci diagnosis A: cedera tumpul/tajam, tindak bedah G/T: nyeri dada atau punggung D: mediastinum melebar, angiogram Hemothorax spontan G/T: nyeri dada, syok P: adhesi robek, bula paru pecah D: torakoskopi Keganasan D: sel maligna di cairan aspirasi biopsi (torakoskopi) Infark paru A: nyeri dada pada pernapasan D: angiogram TBC paru D: BTA di cairan/sputum A: anamnesis, G/T: gejala dan tanda, D: diagnostik, P: patologi Tabel 4. Penanganan hemothorax 7
Ukuran
Besarnya Pemeriksaan fisik
Kecil
Bayangan Rontgen 0-15%
Sedang
15-35%
Perkusi pekak sampai iga VI
Besar
>35%
Perkusi pekak sampai kranial, iga IV
Perkusi pekak sampai iga IX
Penanganan
Gerakan aktif (fisioterapi) Aspirasi dan transfusi WSD , transfusi
37