1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak dulu terdapat berbagai macam obat yang mempunyai efek meningkatkan volume urin dan digunakan untuk mengobati pasien dengan gangguan volume cairan dan komposisi elektrolit. Obat-obat tersebut disebut sebagai diuretik. Diuretik adalah suatu agen obat yang dapat meningkatkan volume urin atau laju aliran urin dengan cara meningkatkan ekskresi air dan Na+ serta digunakan untuk meregulasi volume atau komposisi cairan tubuh pada beberapa keadaan contohnya edema.
Pada abad ke-16, Obat-obat diuretik telah diperkenalkan oleh Paracelsus sebagai terapi edema. Kemudian pada tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide (antimikrobial) dapat mengobati pasien gagal jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi dari Na+. Sejak diketahui bahwa obat-obat antimikroba seperti sulfanilamide memiliki efek samping terhadap perubahan komposisi dan jumlah ekskresi urin, dilakukan berbagai penelitian terhadap obat-obat diuretik kembali.
Diuretik adalah obat yang paling banyak diresepkan di USA. Hal ini dikarenakan obat diuretik cukup efektif untuk pengobatan. Akan tetapi, efek samping dari obat-obat diuretik juga banyak. Sehingga sebagai seorang dokter umum perlu mengetahui jenis-jenis obat diuretik agar dapat memberikan terapi diuretik secara rasional kepada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, diluar rongga peritoneum seperti pada gambar 2-1. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilus tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat urin disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilingkupi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.1
Gambar 2-1. Susunan umum ginjal dan sistem kemih1
Secara histologis, ginjal dibagi menjadi dua daerah yaitu korteks dibagian luar dan medula di bagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan antara korteks dan medula serta berakhir di papilla, yang menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas yang berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan ujung terbuka yang disebut dengan kaliks mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kaliks minor, yang mengumpulkan urin dari tubulus setiap papila. Dinding kaliks, pelvis, dan ureter terdiri dari elemen-elemen kontraktil yang mendorong urin menuju kandung kemih, tempat urin disimpan dan dikeluarkan melalui mikturisi.1
Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya sekitar 22% dari curah jantung, atau 1100 ml/menit. Arteri ginjal utama (arteri renalis) bercabang di dekat hilum ginjal ke dalam arteri segmentalis yang selanjutnya bercabang lagi membentuk arteri interlobaris yang menembus parenkim ginjal. Arteri interlobaris melengkung pada perbatasan medula dan korteks ginjal untuk membentuk pembuluh seperti lengkungan yang disebut arteri arcuata. Arteri arcuata bercabang lagi membentuk pembuluh vertikal yang disebut arteri interlobularis, yang masuk ke korteks renal dan menyuplai darah ke arteriol aferen. Arteriol aferen tunggal berpenetrasi ke glomerulus tiap nefron dan bercabang lagi dalam jumlah banyak untuk membentuk ikatan kapiler glomerulus. Cabang-cabang ini bergabung membentuk arteriol eferen.2
Arteriol-arteriol eferen pada glomeruli superfisial naik ke permukaan ginjal sebelum dipisah kedalam kapiler peri tubulus yang menjaga elemen-elemen tubulus dari korteks renal. Arteriol eferen pada jukstamedula glomeruli turun ke medula dan bercabang untuk membentuk arteriol rekta menurun, yang menyuplai darah ke kapiler-kapiler medula. Darah yang kembali dari medula melalui arteriol rekta naik mengalir secara langsung ke vena arcuata, dan darah dari kapiler peritubulus korteks masuk ke vena interlobular yang selanjutnya berhubungan dengan vena arcuata. Vena arcuata mengalirkan darah kedalam vena interlobaris, yang selanjutnya berhubungan dengan vena arcuata. Vena arcuata mengalirkan darah kedalam vena interlobularis, yang selanjutnya mengalir ke vena segmentalis, kemudian meninggalkan ginjal melalui vena ginjal utama.2
Unit dasar pembentukan urin di ginjal adalah nefron, yang terdiri atas organ-organ penyaring, glomerulus, yang terhubung dengan suatu bagian tubulus panjang yang mereabsorpsi dan membentuk ultrafiltrat glomerular. Tiap ginjal manusia terdiri atas sekitar 1 juta nefron. Tata nama untuk segmen-segmen nefron tubulus menjadi sangat kompleks karena para ahli fisiologi ginjal telah membagi lagi nefron menjadi segmen-segmen yang lebih pendek. Pembagian ini awalnya didasarkan lokasi aksial segmen tetapi selanjutnya didasarkan pada morfologi sel-sel epitelium yang terdapat di berbagai segmen nefron. Gambar 2-2 di bawah ini menjelaskan pembagian nefron menjadi 14 subsegmen yang saat ini disetujui.2
Gambar 2-2. Anatomi dan Tata nama nefron2
Tabel dibawah ini menunjukkan fungsi-fungsi dari bagian segmen utama nefron.3
Tabel 2-1 Berbagai segmen utama nefron beserta fungsinya3
Segmen
Fungsi
Permeabilitas Terhadap Air
Transporter Utama dan Target Obat pada Membran Apikal
Glomerulus
Pembentukan filtrat glomerulus
Amat sangat tinggi
Tidak ada
Tubulus kontortus proksimal
Reabsorpsi 65% Na+ yang difiltrasi, K+, Ca2+, dan Mg+. 85% NaHCO3, dan hampir 100% glukosa dan asam amino. Reabsorpsi isosmotik air.
Sangat tinggi
Na/H (NHE3), karbonik anhidrase
Tubulus rektus proksimal
Sekresi dan reabsorpsi asam dan basa organik, termasuk asam urat dan kebanyakan diuretik
Sangat tinggi
Transporter asam (contoh, asam urat) dan basa
Ansa henle cabang descenden tipis
Reabsorpsi pasif air
Tinggi
Akuaporin
Ansa henle cabang ascenden tebal
Reabsorpsi aktif 15-25% Na+ yang difiltrasi, K+, Cl-. Reabsorpsi sekunder Ca2+ dan Mg+
Sangat rendah
Na/K/2Cl (NKCC2)
Tubulus kontortus distal
Reabsorpsi aktif 4-8% Na+ dan Cl yang difiltrasi. Reabsorpsi Ca2+ dibawah kontrol hormon paratiroid
Sangat rendah
Na/Cl (NCC)
Tubulus koligen renalis kortikal
Reabsorpsi Na+ (2-5%) digabung dengan sekresi K+ dan H+
Bervariasi
Kanal Na (ENaC), kanal K, transporter H, akuaporin
Tubulus koligen renalis medula
Reabsorpsi air dibawah kontrol vasopresin
Bervariasi
Akuaporin
Definisi Diuretik
Diuretik adalah suatu agen obat yang dapat meningkatkan volume urin atau laju aliran urin dengan cara meningkatkan ekskresi air dan Na+ dengan cara mengurangi absorpsi dari Na+ dan kadang-kadang Cl- (Natriuresis) dalam filtrat serta digunakan untuk meregulasi volume atau komposisi cairan tubuh pada beberapa keadaan seperti hipertensi, gagal ginjal, gagal jantung, sirosis dan sindrom nefrotik.2,3,4
Klasifikasi Diuretik
Berdasarkan aspek mekanisme kerjanya, diuretik dibagi menjadi 2, yaitu4:
Secara langsung (aksi langsung pada sel di nefron ginjal)
Secara tidak langsung (mengubah komposisi dari filtrat)
Aksi langsung pada sel di nefron ginjal
Diuretik loop (Inhibitor symport Na+-K+-2Cl-)
Diuretik loop adalah diuretik terkuat karena kemampuannya untuk mengekskresikan Na+ sebanyak 15-25%. Diuretik ini secara selektif menghambat reabsorpsi NaCl dengan cara menghambat symport Na+-K+-2Cl- bagian membran luminal pada ansa henle cabang asenden tebal. Karena efek diuretiknya tidak dibatasi oleh asidosis, seperti pada kasus inhibitor karbonik anhidrase, diuretik loop adalah salah satu agen diuretik paling efektif yang tersedia.3,4
Khasiat diuretik loop dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) sekitar 25% beban Na+ yang difiltrasi secara normal direabsorpsi oleh bagian ascenden tebal, dan (2) segmen-segmen nefron sebelum bagian ascenden tebal tidak mempunyai kapasitas reabsorpsi yang cukup untuk mendapatkan kembali berlimpahnya senyawa yang keluar dari bagian naik yang tebal.2
Kimiawi
Diuretik loop atau inhibitor symport Na+-K+-2Cl- merupakan golongan obat yang memiliki struktur kimia yang beragam. Furosemida, bumetanida, azosemida, piretanida, dan tripamida termasuk dalam diuretik loop golongan sulfonamida. Sedangkan asam etakrinat merupakan derivat dari asam fenoksiasetat yang mengandung gugus keton dan metilen. Diuretik merkurium organik juga dapat menghambat transport garam pada ansa henle cabang asenden tebal. Akan tetapi, karena toksisitas yang tinggi golongan ini sudah tidak digunakan lagi.3
Farmakokinetik
Diuretik loop cepat diabsorpsi dan dieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Torsemid oral diabsorpsi dalam waktu 1 jam dan jika diberikan intravena absorpsinya hampir sempurna. Durasi efek torsemid sekitar 4-6 jam. Sedangkan furosemid memerlukan waktu yang lebih panjang untuk diabsorpsi yaitu 2-3 jam, dan dengan durasi efek yang lebih pendek yaitu 2-3 jam. Waktu paruh keduanya bergantung pada fungsi ginjal. Pemberian obat-obat lain seperti NSAID atau probenesid dapat mengurangi sekresi asam lemah yang menyebabkan penurunan sekresi diuretik loop.3,4
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari diuretik loop adalah dengan menghambat symport Na+-K+-2Cl- di lumen ansa henle cabang ascenden tebal. Hal ini menyebabkan penurunan reabsorpsi terhadap NaCl serta mengurangi potensial positif di lumen akibat difusi kembali K+ yang meningkatkan ekskresi dari Mg2+ dan Ca2+. Hal ini dapat memicu terjadinya hipomagnesium pada penggunaan berkepanjangan. Hipokalsemia tidak terjadi pada pemberian diuretik loop dikarenakan absorpsi Ca2+ di usus dapat dipicu oleh vitamin D dan Ca2+ juga aktif direabsorpsi pada tubulus kontortus distal.3
Pada pasien dengan gangguan hiperkalsemia, dapat diberikan kombinasi antara diuretik loop dan infus saline untuk meningkatkan ekskresi Ca2+. Agen seperti NSAID dapat mengganggu kerja diuretik loop melalui penurunan sintesis prostaglandin (berperan dalam kerja diuretik di ginjal) sehingga perlu berhati-hati terutama pada pasien dengan sindrom nefrotik atau sirosis hepatik.3
Selain memiliki aktivitas diuretik, diuretik loop juga memiliki efek yang belum diketahui secara lengkap terhadap aliran darah. Contohnya pada penggunaan furosemid secara intravena pada pasien dengan edema paru et causa gagal jantung akut, dapat memberikan efek vasodilator (terapi yang berguna) sebelum muncul efek diuretik.4
Indikasi klinis dan Dosis
Indikasi klinis penggunaan diuretik loop antara lain, yaitu3,4:
Edema paru akut
Hiperkalsemia akut
Hiperkalemia
Gagal ginjal akut
Overdosis anion
Gagal jantung kronik
Sindrom nefrotik
Sirosis hepatik dengan komplikasi asites
Hipertensi
Tabel 2-2 Dosis tipikal agen-agen diuretik loop3
Obat
Dosis Oral Harian Total1
Bumetanid
0.5-2 mg
Asam etakrinat
50-200 mg
Furosemid
20-80 mg
Torsemid
5-20 mg
1sebagai dosis tunggal atau terbagi dalam dua dosis
Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3:
Alkalosis metabolik hipokalemik
Ototoksisitas
Hiperurisemia
Hipomagnesemia
Reaksi alergik dan reaksi lainnya
Tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretik yang bekerja pada tubulus kontortus distal (contohnya, bendroflumetiazid, hidroklorotiazide) dan diuretik terkait (contohnya, klortaridon, indapamid, dan metolazon). Golongan tiazid kurang poten terhadap pengobatan pasien hipertensi jika dibandingkan dengan golongan diuretik loop. Akan tetapi, golongan tiazid lebih dipilih dalam penanganan kasus hipertensi biasa. Pada penggunaan klinis, golongan tiazid juga dapat mengurangi resiko stroke dan serangan jantung. Contoh, klortalidon digunakan sebagai obat antihipertensi baru (ACE inhibitor dan antagonis kalsium).4
Kimiawi
Golongan diuretik tiazid memiliki gugus sulfonamida yang tidak tersubstitusi. Prototipe dari tiazid adalah hidroklorotiazid. Banyak senyawa ini merupakan analog 1,2,4-benzotiadiazin-1,1-dioksida.2,3
Farmakokinetik
Semua tiazid dapat diberikan per oral, tetapi terdapat perbedaan dalam metabolismenya. Klorotiazid, yakni senyawa induk kelompok ini, bersifat kurang larut dalam lemak dan harus diberikan dalam dosis yang relatif besar. Klortalidon diabsorpsi secara perlahan dan durasi kerjanya lebih panjang. Meskipun indapamid diekskresi melalui sistem empedu, bentuk aktif obat ini yang di ekskresi oleh ginjal cukup untuk menimbulkan efek diuretiknya di tubulus kontortus distal.3,4
Semua tiazid diekskresikan oleh urin dan kebanyakan melalui sistem sekresi tubular. Hal ini menyebabkan terjadi persaingan dengan sekresi asam urat oleh sistem sekresi tersebut. Akibatnya, penggunaan tiazid dapat menurunkan ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar asam urat serum.4
Farmakodinamik
Tiazid menghambat reabsorpsi NaCl dari sisi lumen sel epitel tubulus kontortus distal dengan memblokade transporter Na+/Cl-. Berbeda dengan tempat kerja diuretik loop, ansa henle cabang ascenden tebal, tiazid sangat meningkatkan reabsorpsi dari Ca2+. Peningkatan ini diperkirakan terjadi akibat efek tiazid pada tubulus kontortus proksimal dan distal. Dalam tubulus kontortus proksimal, hilangnya volume cairan tubuh akibat tiazid menyebabkan peningkatan absorpsi pasif Ca2+ dan Na+. Dalam tubulus kontortus distal, penurunan kadar Na+ intrasel akibat blokade pemasukan Na+ oleh tiazid meningkatkan pertukaran Na+/ Ca2+ keseluruhan. walaupun jarang menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan reabsorpsi, tiazid dapat memperberat hiperkalsemia pada pasien yang menderita hiperparatiroidisme, karsinoma, dan sarkoidosis. Tiazid juga bermanfaat dalam pengobatan batu ginjal yang disebabkan oleh hiperkalsiuria. Karena kerja tiazid bergantung pada produksi prostaglandin ginjal, tiazid juga dapat dihambat oleh NSAID pada berbagai kondisi.3
Indikasi Klinis dan Dosis
Indikasi diuretik tiazid antara lain, yaitu3:
Hipertensi
Gagal jantung
Nefrolitiasis akibat hiperkalsiuria idiopatik
Diabetes insipidus nefrogenik
Tabel 2-3 Dosis tiazid dan diuretik terkait3
Obat
Total Dosis Oral Harian
Frekuensi Pemberian
Bendroflumetiazid
2.5-10 mg
Dosis tunggal
Klorotiazid
0.5-2 mg
Dua dosis terbagi
Klortalidon1
25-50 mg
Dosis tunggal
Hidroklorotiazid
25-100 mg
Dosis tunggal
Hidroflumetiazid
12.5-50 mg
Dua dosis terbagi
Indapamid
2.5-10 mg
Dosis tunggal
Metilklotiazid
2.5-10 mg
Dosis tunggal
Metolazon1
2.5-10 mg
Dosis tunggal
Politiazid
1-4 mg
Dosis tunggal
Quinethazon1
25-100 mg
Dosis tunggal
Triklormethiazid
1-4 mg
Dosis tunggal
1bukan suatu tiazid tapi sulfonamida yang secara kualitatif serupa dengan tiazid
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3,4:
Alkalosis metabolik hipokalemia dan hiperurisemia
Gangguan toleransi karbohidrat
Hiperlipidemia
Hiponatremia
Reaksi alergi
Rasa lemah, letih, paresthesia, dan impotensi
Hipertensi
Gagal jantung ringan
Edema resisten parah
Diabetes insipidus nefrogenik
Antagonis Aldosteron (Diuretik Hemat Kalium)
Diuretik ini mencegah sekresi kalium dengan melawan efek aldosteron pada tubulus koligen renalis kortikal dan bagian akhir distal. Mekanisme kerja dapat melalui inhibisi langsung terhadap reseptor mineralokortikoid (contoh obat: spironolakton dan eplerenon) atau inhibisi terhadap influks Na+ melalui kanal ion di lumen membran (contoh obat: amilorid dan triamteren). Spironolakton dan eplerenon memiliki kemampuan diuretik terbatas jika digunakan secara tunggal. Hal ini dikarenakan dibagian distal tempat mereka bekerja hanya bisa mereabsorpsi filtrat Na+ sebanyak 2%. Walaupun begitu keduanya memiliki efek antihipertensi dan dapat memperpanjang hidup beberapa pasien dengan gagal jantung. Jika dikombinasikan dengan diuretik loop atau tiazid, akan menimbulkan efek pencegahan terhadap hipokalemia.3,4
Kimiawi
Senyawa mineralokortikoid menyebabkan retensi garam dan air serta meningkatkan ekskresi dari K+ dan H+ dengan cara berikatan dengan reseptor mineralokortikoid tertentu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spirolakton dapat memblok efek dari mineralokortikoid sehingga dibuatlah antagonis reseptor mineralokortikoid yaitu, spironolakton (suatu 17-spirolakton).2
Farmakokinetik
Spironolakton diabsorpsi dengan baik di usus. Awitan dan durasi kerja spironolakton ditentukan oleh kinetik respons aldosteron di jaringan sasaran. Waktu paruh spironolakton dalam plasma hanya 10 menit, akan tetapi bentuk metabolit aktifnya, canrenone memiliki waktu paruh 16 jam. Spironolakton sebagian besar di inaktivasi di hati. Secara keseluruhan, awitan kerja spironolakton agak lambat, dibutuhkan beberapa hari sebelum efek terapi penuh dicapai. Eplerenon adalah analog spironolakton yang lebih selektif terhadap reseptor aldosteron.3,4
Amilorid dan triamteren adalah penghambat langsung influks Na+ di tubulus koligen renalis. Triamteren dimetabolisme di hati, tetapi ekskresi ginjal merupakan jalur eliminasi bentuk aktif dan metabolit triamteren yang utama. Triamteren memiliki waktu paruh yang lebih singkat sehingga harus diberikan lebih sering dibandingkan dengan amilorid (yang tidak dimetabolisme).3
Farmakodinamik
Diuretik hemat kalium menurunkan absorpsi di tubulus dan tubulus koligen renalis. Absorpsi Na+ (dan sekresi K+) pada tempat ini diatur oleh aldosteron. Antagonis aldosteron mempengaruhi proses ini. Efek serupa diamati pada pengaturan H+ oleh sel interkalaris tubulus koligen renalis. Hal ini menjelaskan alasan terjadinya asidosis metabolik pada penggunaan antagonis aldosteron.3
Spironolakton dan eplerenon berikatan dengan reseptor aldosteron dan dapat pula menurunkan pembentukan metabolit aktif aldosteron di dalam sel. Amilorid dan triamteren tidak memblokade reseptor aldosteron tetapi langsung mempengaruhi masuknya Na+ melalui kanal ion natrium epitel (ENaC) pada membran apikal tubulus koligen renalis. Karena sekresi K+ digabung dengan masuknya Na+ pada segmen ini, agen-agen ini juga merupakan diuretik hemat kalium yang efektif. Kerja antagonis aldosteron bergantung pada produksi prostaglandin, sehingga kerjanya dapat dihambat oleh NSAID pada berbagai kondisi.3
Indikasi Klinis dan Dosis
Indikasi diuretik hemat kalium antara lain, yaitu3,4:
Mineralokortikoid yang berlebihan atau hiperaldosteronisme (aldosteronisme)
Hipersekresi primer (sindrom conn, produksi hormon adrenokortikotropik)
Aldosteronisme sekunder (dipicu oleh gagal jantung, sirosis hepatik, sindrom nefrotik)
Hipertensi resisten esensial
Tabel 2-4 Dosis diuretik hemat kalium dan preparat kombinasi3
Nama Dagang
Diuretik Hemat Kalium
Hidroklorotiazid
Aldactazid
Spironolakton 25 mg
50 mg
Aldacton
Spironolakton 25, 50, atau 100 mg
---
Dyazid
Triamteren 37.5 mg
25 mg
Dyrenium
Triamteren 50 atau 100 mg
---
Inspra1
Eplerenon 25, 50, atau 100 mg
---
Maxzid
Triamteren 75 mg
50 mg
Maxzide-25 mg
Triamteren 37.5 mg
25 mg
Midamor
Amilorid 5 mg
---
Moduretic
Amilorid 5 mg
50 mg
1eplerenon saat ini disetujui penggunaannya hanya untuk hipertensi
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu3,4:
Hiperkalemia
Asidosis metabolik hiperkloremia
Ginekomastia
Gagal ginjal akut
Batu ginjal
Inhibitor Karbonik Anhidrase
Asetazolamid merupakan prototipe golngan senyawa diuretik yang kegunaannya terbatas tetapi berperan penting dalam perkembangan konsep dasar fisiologis dan farmakologi ginjal.2
Kimiawi
Awalnya sulfonamid diperkenalkan sebagai suatu senyawa kemoterapeutik dengan efek samping metabolik asidosis. Penemuan ini menyebabkan dilakukan penelitian in vitro dan in vivo yang menyatakan bahwa sulfonamid adalah suatu inhibitor karbonik anhidrase. Motif umum molekul inhibitor karbonik anhidrase yang tersedia saat ini adalah terdapat gugus sulfonamid yang tidak tersubstitusi.2
Farmakokinetik
Penghambat karbonik anhidrase diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral. Peningkatan pH urin akibat diuresis HCO3- tampak dalam waktu 30 menit, maksimal setelah 2 jam, dan bertahan selama 12 jam setelah pemberian dosis tunggal. Obat diekskresi melalui sekresi di segmen S2 tubulus proksimal sehingga dosis obat harus diturunkan pada pasien insufisiensi ginjal.2,3
Farmakodinamik
Inhibisi aktivitas karbonik anhidrase sangat menekan reabsorpsi HCO3- di tubulus kontortus proksimal. Pada dosis teraman, inhibitor karbonik anhidrase menghambat 85% kapasitas reabsorpsi HCO3- dari tubulus kontortus proksimal superfisial. Beberapa HCO3- tetap dapat diabsorpsi ditempat lain di nefron melalui mekanisme yang tidak bergantung pada karbonik anhidrase sehingga efek keseluruhan penghambatan oleh dosis maksimal acetazolamide hanyalah sebesar 45% dari seluruh reabsorpsi HCO3- di ginjal. Walaupun demikian, inhibisi karbonik anhidrase menyebabkan pelepasan HCO3- dan asidosis metabolik hiperkloremik yang signifikan. Karena penurunan kadar HCO3- dalam filtrat glomerulus dan fakta bahwa deplesi HCO3- menyebabkan peningkatan reabsorpsi NaCl di segmen nefron lain, efektivitas diuretik acetazolamide menurun secara signifikan setelah digunakan selama beberapa hari.3
Saat ini aplikasi klinis acetazolamide yang utama menyangkut transport cairan dan HCO3- yang bergantung pada karbonik anhidrase di tempat lain selain ginjal. badan siliaris mata menyekresi HCO3- dari darah ke dalam aqueous h7umor. Pembentukan cairan serebrospinal oleh pleksus koroideus juga menyangkut sekresi HCO3-. Walaupun berbagai proses ini memindahkan HCO3- dari darah (arah yang berlawanan dengan arah di tubulus proksimal), proses-proses ini juga dihambat oleh penghambat karbonik anhidrase.3
Indikasi Klinis dan Dosis
Indikasi diuretik inhibitor karbonik anhidrase antara lain, yaitu2,3:
Glaukoma
Alkalinisasi urine
Alkalosis metabolik
Penyakit gunung akut (acute mountain sickness)
Ajuvan dalam terapi epilepsi, paralisis periodik akibat hipokalemia, dan hiperfosfatemia
Tabel 2-5 Dosis diuretik inhibitor karbonik anhidrase yang digunakan per oral dalam terapi glaukoma3
Obat
Dosis Oral Normal
Acetazolamide
250 mg 1-4 kali sehari
Diklorfenamide
50 mg 1-3 kali sehari
Methazolamide
50-100 mg 2-3 kali sehari
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu2,3:
Asidosis metabolik hiperkloremik
Batu ginjal
Pembuangan kalium ginjal
Rasa mengantuk, paresthesia, toksisitas sistem saraf, dan reaksi hipersensitivitas
Depresi sum-sum tulang
Toksisitas pada kulit
Aksi tidak langsung dengan mengubah komposisi dari filtrat
Diuretik Osmotik
Tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang desenden sangat permeabel terhadap air. Agen apapun yang aktif secara osmotik yang difiltrasi glomerulus tapi tidak direabsorpsi menyebabkan retensi air di segmen ini sehingga menimbulkan diuresis air. Agen seperti demikian dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial dan untuk cepat menghilangkan racun ginjal. Manitol adalah prototipe dari diuretik osmotik. Selain manitol, ada juga gliserin, isosorbid, dan urea.2,3
Farmakokinetik
Diuretik osmotik sulit diabsorpsi. Sehingga obat ini harus diberikan secara parenteral. Jika diberikan peroral, manitol menyebabkan diare osmotik. Manitol tidak dimetabolisme dan diekskresi melalui filtrasi glomerulus dalam waktu 30-60 menit, tanpa adanya reabsorpsi ataupun sekresi tubular yang berarti.3
Farmakodinamik
Diuretik osmotik terutama bekerja di tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang desenden. Melalui efek osmotik, diuretik ini melawan kerja ADH di tubulus koligen renalis. Adanya bahan yang tidak dapat direabsorpsi, seperti manitol mencegah absorpsi normal air dengan menimbulkan tekanan osmotik yang melawan keseimbangan. Akibatnya, volume urin meningkat. Peningkatan laju aliran urin menurunkan waktu kontak antara cairan dan epitel tubulus sehingga menurunkan reabsorpsi Na+ dan juga reabsorpsi air. Natriuresis yang terjadi kurang berarti dibandingkan dengan diuresis air, yang kemudian menyebabkan kehilangan banyak cairan tubuh dan hipernatremia.2,3
Dosis dan Indikasi Klinis
Indikasi diuretik osmotik antara lain, yaitu2,3:
Meningkatkan volume urin
Penurunan tekanan intrakranial
Dosis yang diberikan untuk tujuan meningkatkan volume urin awalnya 12.5 g secara intra vena (dosis uji) sebelum memulai infus kontinu. Manitol tidak boleh dilanjutkan kecuali terdapat peningkatan laju aliran urinlebih dari 50 ml/jam dalam waktu 3 jam setelah pemberian dosis uji. Manitol dengan dosis 12.5-25 g dapat diulang pemberiannya tiap 1-2 jam untuk mempertahankan laju aliran urin agar berada diatas 100 ml/jam. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan. Untuk fungsi penurunan tekanan intrakranial dan intraokular dapat diberikan manitol secara intravena dengan dosis 1-2 g/kg. monitoring tekanan intrakranial, karena tekanan intrakranial harus turun dalam waktu 60-90 menit.3
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu2,3:
Ekspansi cairan ekstrasel
Dehidrasi, hiperkalemia, dan hipernatremia
Sakit kepala, mual, dan muntah
Edema paru (pada pasien gagal jantung dan kongesti paru)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Diuretik merupakan obat yang berfungsi untuk meningkatkan volume urin dan ekskresi dari Na+ dan elektrolit lainnya. Diuretik dibagi menjadi 2 jenis menurut mekanisme kerjanya yaitu secara langsung pada sel nefron ginjal (diuretik loop, tiazid, antagonis aldosteron/ diuretik hemat kalium, dan inhibitor karbonik anhidrase) dan tidak langsung melalui perubahan pada komposisi filtrat (diuretik osmotik). Efek samping penggunaan diuretik bermacam-macam, dan yang paling sering adalah gangguan keseimbangan elektrolit pada tubuh.
Daftar Pustaka
Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology: The Body Fluids and Kidneys. 11th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p. 308-10.
Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basic of Therapeutics: Drugs Affecting Renal and Cardiovascular Function. 11th Edition. California: McGraw-Hill; 2005. p. 735-62.
Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik: Obat-Obat Kardiovaskular-Ginjal. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2010. p. 240-58.
Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ, Henderson G. Rang and Dale's Pharmacology: Drugs Affecting Major Organ Systems. 7th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 353-56.