REFERAT Carcinoma Mammae
Oleh: Azzren Virgita Pasya, S.Ked Diah Ayu Larasati, S.Ked I Made Afryan Susane L., S.Ked Sofia Latifah, S.Ked
1618012051 1618012079 1618012063 1218011248
Perceptor: dr. Bintang, Sp.B(K) Onk
KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2017
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikanNya, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kepaniteraan klinik bedah, dan hingga pada waktunya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit untuk menyelesaikan referat ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengajar di Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek khususnya kepada dr. Bintang, Sp.B(K) Onk. yang telah menyediakan waktu dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan dan bagi kelompok selanjutnya.
Bandar Lampung, 28 Februari 2017
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................ ................................................................... ............................................. .................................... .............. i Daftar Isi ........................................... .................................................................. ............................................. ............................................. ......................... ii BAB I Pendahuluan ............................................ .................................................................. ............................................ ............................. ....... 1 1.1 Latar Belakang ............................................ ................................................................... ........................................ ................. 1 1.2 Tujuan ........................................... ................................................................. ............................................ ................................. ........... 2 1.3 Manfaat ......................................... ............................................................... ............................................ ................................. ........... 2 BAB II Tinjauan Pustaka ........................................... ................................................................. ............................................ ...................... 5 2.1 Anatomi ............................................ .................................................................. ............................................ ............................. ....... 5 2.2 Faktor Resiko .......................................... ................................................................ .......................................... .................... 12 2.3 Etiopatogenesis ................................................ ....................................................................... .................................. ........... 15 2.4 Manifestasi Klinis ............................................ ................................................................... ................................... ............18 2.5 Klasifikasi ............................................. ................................................................... ............................................ ........................ ..19 2.6 Pemeriksaan Penunjang........................................... .................................................................. ............................ .....24 2.7 Tatalaksana ........................................ .............................................................. ............................................ ............................ ......30 2.8 Prognosis .................................................. ........................................................................ ........................................... .....................33 Daftar Pustaka .......................................... ................................................................ ............................................ ...................................... ................ 38
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker payudara merupakan salah satu kanker yang paling sering ditemukan pada kaum wanita dan merupakan masalah kesehatan dunia. Menurut Cancer Statistics 2006, insiden kanker pada wanita meningkat 0,4% setiap tahun sejak tahun 1987 sampai tahun 2000 dengan tiga jenis kanker terbanyak yaitu kanker payudara, kanker paru, dan kanker colorectal. Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 44,000 pasien meninggal karena penyakit ini sedangkan di Eropa lebih dari 165,000. Setelah menjalani perawatan, sekitar 50% pasien mengalami kanker payudara stadium akhir dan hanya bertahan hidup 18 – 30 bulan.
Ada beberapa jenis kanker payudara menurut histologisnya seperti invasive ductal carcinoma, ductal carcinoma insitu, invasive lobular carcinoma, adenocarcinoma, inflammatory carcinoma, medullary carcinoma, mucinous carcinoma, dan tubular carcinoma. Kelenjar payudara invasif pada saluran susu (invasive ductal carcinoma) adalah jenis kanker payudara yang paling umum dan sering ditemukan, hampir 50% dari keseluruhan kasus kanker payudara.
Sejumlah studi memperlihatkan bahwa deteksi kanker payudara dan serta terapi dini dapat meningkatkan harapan hidup dan memberikan pilihan terapi
3
lebih banyak pada pasien. Diperkirakan 95% wanita yang terdiagnosis pada tahap awal kanker payudara dapat bertahan hidup lebih dari lima tahun setelah diagnosis sehingga banyak dokter yang merekomendasikan agar para wanita menjalani ‘SADARI’ (periksa payudara sendiri – saat menstruasi) di rumah secara rutin dan menyarankan dilakukannya pemeriksaan rutin tahunan untuk mendeteksi benjolan pada payudara. Selain pemeriksaan fisik dan SADARI, pemeriksaan imaging dan biopsy juga bisa dilakukan untuk screening maupun diagnosis.
Pencegahan bisa dilakukan dengan melakukan gaya hidup sehat atau olahraga teratur. Akan tetapi ada beberapa faktor resiko seperti genetik yang susah dihindari. Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi dan yang terbaru adalah terapi imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya (paliatif). 1.2 Tujuan
Referat ini memiliki tujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai penyakit ca mammae. 1.3 Manfaat
Referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca, baik akademisi, pasien, maupun keluarga pasien mengenai penyakit carcinoma mammae.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga
dasar
tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus. Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini jaringan mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam.
Gambar 1.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan
Gambar 1.4. Topografi aksila (Anteri or view )
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar daripada
yang
lainnya,
berada
dalam
fascia
superficial,
dimana
dihubungkan secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik. Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse . Pada area bebas lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses) merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal papillomas sering terjadi di sini.
6
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit, sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal. Dengan adanya invasi keganasan, sebagian
dari
ligamentum
Cooper
akan
mengalami
kontraksi,
menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit.
Gambar 1.5. Dumpling of the breast , akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper pada penyakit yang invasive
7
Suplai darah
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, c abang dari A. axillaries, dan A. intercostal.
Gambar A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal
thoracic, axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit kontribusinya.
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena
aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica, terletak di medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau 2 cabang pectoral dari mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena intercostalis berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,
8
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena cava superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai paru-paru. Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.1
Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan yang bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.
Gambar Kelenjar getah bening aksila dan payudara menurut klasifikasi dari Haagensen (kiri). Aliran limfatik mammae (kanan).
9
Gambar Aliran limfatik mammae. Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan oleh tanda panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri. 1. Areolar plexus of vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior pectoral nodes. 3. Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can bypass central axillary nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal nodes.
Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)
Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau ductus limfatikus dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute aksila.
10
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical, atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh (M1). Yang termasuk KGB regional : 1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat : a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan KGB interpectoral (Rotter's) c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.
Gambar 1.10. Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level II meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak medial dari M. Pectoralis minor.
11
2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum dalam fascia endothoracica. Persarafan
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral keempat juga mempersarafi papilla mammae.
Gambar
1.11.
Saraf-saraf
perifer
penting
yang
ditemukan
selama
mastectomy
2.2 Faktor Resiko Carcinoma Mammae
Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap te rjadinya kanker payudara antara lain:
12
1.
Faktor reproduksi.
Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama
dengan
umur
initiation perkembangan
saat
kehamilan
kanker
pertama
payudara.
merupakan window
Secara anatomi dan
of
fungsional,
payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis 2.
Penggunaan hormon.
Hormon estrogen berhubungan
dengan
terjadinya
kanker
payudara.
Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang signifikan pada para pengguna terapi estrogen replacement . Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko
kanker
payudara
pada
pengguna
kontrasepsi oral, wanita
yang
menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause. 3.
Penyakit fibrokistik.
Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma,
13
risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali. 4.
Obesitas.
Obesitas sebagai faktor resiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor resiko kanker payudara kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita obes. 5.
Konsumsi lemak.
Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun. 6.
Radiasi.
Eksposur
dengan
radiasi ionisasi selama
atau
sesudah
pubertas
meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur. 7.
Riwayat keluarga dan faktor genetik.
Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan
14
dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.
2.3 Etiopatogenesis 1. Tumor jinak pada payudara
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa wanita yang menderita atau pernah menderita kelainan
proliferatif memiliki peningkatan risiko untuk mengalami
kanker payudara. Wanita yang telah melakukan biopsi kelainan payudara proliferatif akan meningkatkan risiko terkena kanker payudara dalam rentang 1,5 – 2,0 kali untuk hyperplasia, 4 – 5 kali untuk hyperplasia atypicall. Peningkatan risiko untuk terkena kanker payudara pada wanita dengan riwayat tumor jinak berhubungan dengan adanya proses proliferasi yang berlebihan. Proses proliferasi jaringan payudara yang berlebihan tanpa adanya pengendalian kematian sel yang terprogram oleh proses apoptosis mengakibatkan timbulnya keganasan karena tidak adanya kemampuan untuk mendeteksi kerusakan pada DNA.
2. Aktifitas fisik
Dengan aktifitas fisik atau berolahraga yang cukup akan dapat dicapai keseimbangan antara kalori yang masuk dan kalori yang keluar. Aktifitas fisik / berolahraga yang cukup akan mengurangi risiko kanker payudara tetapi tidak ada mekanisme secara biologik yang jelas sehingga. Olahraga dihubungkan dengan rendahnya lemak tubuh
15
dan rendahnya semua kadar hormon yang berpengaruh terhadap kanker payudara dan akan dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh.
Aktifitas fisik atau berolah raga yang cukup akan berpengaruh terhadap penurunan sirkulasi hormonal sehingga menurunkan proses proliferasi dan dapat mencegah kejadian kanker payudara. Wanita yang melakukan olahraga pada waktu yang lama akan menurunkan risiko kanker payudara sebesar 37% Studi prospektif pada wanita umur 30 - 55 tahun yang diikuti selama 16 tahun dilaporkan mereka yang berolahraga sedang dan keras ≥ 7 jam/minggu memiliki risiko yang lebih rendah terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang berolahraga hanya 1 jam/minggu 18.
3. Pola Konsumsi Makanan Berlemak
Pada penelitian lain menunjukkan bahwa pola diet makanan berlemak dengan frekuensi yang tinggi akan dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara serta penelitian beberapa penelitian yang lainnya. Pada diet lemak yang tinggi akan meningkatkan produksi estrogen karena meningkatnya pembentukan jaringan adipose. Peningkatan konsentrasi estrogen dalam darah akan meningkatkan risiko terkena kanker payudara karena efek proliferasi dari estrogen pada duktus ephitelium payudara. Pada percobaan binatang didapatkan bukti adanya suatu proses berkembangbiaknya sel yang lebih cepat akibat diet lemak tinggi dari tahap promosi ke tahap progresi. Hubungan pengaruh frekuensi mengkonsumsi makanan berlemak ini didukung oleh studi perpindahan penduduk (migrasi) dari wilayah dengan diet lemak rendah ke wilayah dengan diet lemak tingggi. Wanita Jepang atau Eropa Timur yang bermigrasi ke Amerika atau ke Australia memiliki risiko yang l ebih tinggi untuk
16
mengalami kanker payudara, sama peluangnya dengan wanita penduduk setempat pada generasi yang sama.
4. Riwayat Kanker Payudara pada Keluarga
Kanker payudara merupakan penyakit kanker familial (Sindroma Li Fraumeni / LFS). Tujuh puluh lima persen dari sindroma tersebut disebabkan adanya mutasi pada gen p53. Gen p53 merupakan gen penekan tumor (suppressor gene). mutasi pada gen p53 menyebabkan fungsi sebagai gen penekan tumor mengalami gangguan sehingga sel akan berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas kendali. Seseorang akan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih besar bila pada anggota keluarganya ada yang menderita kanker payudara atau kanker
ovarium. Lama Menyusui
Kebiasaan menyusui berhubungan dengan siklus hormonal. Segera setelah proses melahirkan kadar hormon estrogen dan hormon progesteron yang tinggi selama masa kehamilan akan menurun dengan tajam. Kadar hormon estrogen dan hormon progesteron akan tetap rendah selama masa menyusui. Menurunnya kadar hormon estrogen dan hormon progesteron dalam darah selama menyusui akan mengurangi pengaruh hormon tersebut terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara. Terdapat hubungan dose-response antara lama menyusui dengan kanker payudara, signifikan berdasar uji X2 linier for trends. Lama Menggunakan Kontrasepsi Oral Lama pemakian kontrasepsi oral dengan kenaikan risiko kanker payudara menunjukkan adanya hubungan doseresponse berdasar uji X2 linier for trends. Kandungan estrogen dan progesteron pada kontrasepsi oral akan memberikan efek proliferasi berlebih pada duktus ephitelium
17
payudara. Berlebihnya proliferasi bila diikuti dengan hilangnya kontrol atas proliferasi sel dan pengaturan kematian sel yang sudah terprogram (apoptosis) akan mengakibatkan sel payudara berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas kematian. Hilangnya fungsi kematian sel yang terprogram (apoptosis) ini akan menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan sel akibat adanya kerusakan pada DNA, sehingga sel-sel abnormal akan berproliferasi secara terus menerus tanpa dapat dikendalikan.
5. Perokok pasif
Untuk melihat pengaruh merokok terhadap kejadian kanker payudara dilihat dari riwayat wanita sebagai perokok pasif. Wanita perokok akan memiliki tingkat metabolisme hormon estrogen yang lebih tinggi dibanding wanita yang tidak merokok. Hormon estrogen ini
berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan
payudara. Proliferasi yang tanpa batas akan mengakibatkan terjadinya kanker payudara. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa perokok pasif memiliki faktor risiko lebih besar terkena kanker payudara dibanding wanita yang tidak merokok.
2.4 Manifestasi ca mamae
Gejala umum Ca mamae adalah : 1.
Teraba adanya massa atau benjolan pada payudara
2.
Payudara tidak simetris / mengalami perubahan bentuk dan ukuran karena
mulai timbul pembengkakan
18
3.
Ada perubahan kulit : penebalan, cekungan, kulit pucat disekitar puting
susu, mengkerut seperti kulit jeruk purut dan adanya ulkus pada payudara 4.
Ada perubahan suhu pada kulit : hangat, kemerahan , panas
5.
Ada cairan yang keluar dari puting susu
6.
Ada perubahan pada puting susu : gatal, ada rasa seperti terbakar, erosi
dan terjadi retraksi 7.
Ada rasa sakit
8.
Penyebaran ke tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan kadar kalsium
darah meningkat 9.
Ada pembengkakan didaerah lengan
10. Adanya rasa nyeri atau sakit pada payudara. 11. Semakin lama benjolan yang tumbuh semakin besar. 12. Mulai timbul luka pada payudara dan lama tidak sembuh meskipun sudah diobati, serta puting susu seperti koreng atau eksim dan tertarik ke dalam. 13. Kulit payudara menjadi berkerut seperti kulit jeruk (Peau d' Orange). 14. Benjolan menyerupai bunga kobis dan mudah berdarah. 15. Metastase (menyebar) ke kelenjar getah bening sekitar dan alat tubuh lain
2.5 Klasifikasi ca mamae
1.
Stadium I
19
Tumor yang berdiameter kurang 2 cm tanpa keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh. Tumor terbatas pada payudara dan tidak terfiksasi pada kulit dan otot pektoralis.
2.
Stadium IIa
Tumor yang berdiameter kurang 2 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter kurang 5 cm tanpa keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.
20
3.
Stadium IIb
Tumor yang berdiameter kurang 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter lebih 5 cm tanpa keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.
4.
Stadium IIIa
Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) tanpa penyebaran jauh.
21
5.
Stadium IIIb
Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan terdapat penyebaran jauh berupa metastasis ke supraklavikula dengan keterlibatan limfonodus
(LN)
supraklavikula
atau
metastasis
ke
infraklavikula
atau
menginfiltrasi / menyebar ke kulit atau dinding toraks atau tumor dengan edema pada tangan. Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga luka bernanah di payudara. Didiagnosis sebagai Inflamatory Breast Cancer. Bisa sudah atau bisa juga belum menyebar ke pembuluh getah bening di ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh
6.
Stadium IIIc
22
Ukuran tumor bisa berapa saja dan terdapat metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mammaria interna dan metastase kelenjar limfe aksilar, atau metastasis kelenjar limfe supraklavikular ipsilateral
6.
Stadium IV
Tumor yang mengalami metastasis jauh, yaitu : tulang, paru-paru, liver atau tulang rusuk
.
23
2.6 Pemeriksaan penunjang 1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi.Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi
Mammografi
dapat
digunakan
baik
sebagai
skrining
maupun
diagnostik.Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan
24
asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang
mungkin
merupakan
satu-satunya
kelainan
mammografi
yang
ada.Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma
mammae
stadium
awal,
dengan
tingkat
akurasi
sebesar
90%.Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma
25
mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik.USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), coreneedle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara.USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm. 3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada pemeriksaan
klinis
dan
mammografi
tidak
didapat
kelainan,
maka
kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk skrining.Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau jaringan parut.MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan. 4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
26
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan.Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif, kecuali
secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi
semuanya menunjukkan hasil negatif. Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal. Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy.Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya coreneedle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia coreneedle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.
27
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis.Biomarker sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma.Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada karsinoma. Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factorreceptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53. 2.8. Skrining Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer Society :
Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening
mammogram secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.
Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan
pemeriksaan klinis payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun. Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai
28
umur 20 tahun.untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan.
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan
pemeriksaan MRI dan mammogram setiap tahun.
Wanita yang risiko sedang
(15-20%) harus melakukan mammogram setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI
atau tidak.
Wanita yang risiko
rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik tiap tahun.
Wanita
termasuk risiko tinggi bila : - mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 - mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah melakukan pemeriksaan genetik - mempunyai risiko kanker ≥ 20 -25% menurut penilaian faktor risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga - pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau BannayanRiley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki salah satu sindromsindrom ini.
Wanita dengan risiko sedang bila : - mempunyai risiko kanker
15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga - mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ (DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH) mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada pemeriksaan mammogram.
29
2.7 Tatalaksana
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif.Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory
carcinoma
mungkin
dapat
disembuhkan
dengan
terapi
multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi. A. Terapi secara pembedahan
1. Modified Radical Mastectomy Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak level III. 2. Mastektomi Simpel Suatu tindakan pembedahan onkologis pada tumor jinak atau ganas payudara dengan mengangkat seluruh jaringan payudara yang terdiri dari seluruh stroma dan parenkhim payudara, areola dan puting susu serta kulit diatas tumornya tanpa disertai diseksi kelenjat getah bening aksila ipsilateral.
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
30
Terapi
radiasi
dapat
digunakan
untuk
semua
stadium
karsinoma
mammae.Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy.Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.
2. Kemoterapi a. Kemoterapi adjuvan Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi adjuvan. Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate. Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.Rekomendasi
31
pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. b. Neoadjuvant chemotherapy Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma
mammae stadium lanjut adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron.Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon
32
klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium.Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun.Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif.Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.
2.8 Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.
33