BAB I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Embriologi Payudara Payudara (mammae) sebagai kelenjar subkutan mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut sebagai garis susu, terbentang dari aksila sampai ke regio inguinal. Dua pertiga kaudal dari garis tersebut segera menghilang dan tinggal bagian dada saja yang berkembang menjadi cikal bakal payudara. Beberapa hari setelah lahir, pada bayi dapat terjadi pembesaran payudara unilateral atau bilateral diikuti dengan sekresi cairan keruh. Keadaan ini disebut dengan mastitis neonatorum, disebabkan oleh berkembangnya duktus dan tumbuhnya asinus serta vaskularisasi pada stroma yang dirangsang secara tidak langsung oleh tingginya kadar estrogen ibu di dalam sirkulasi darah bayi. Setelah lahir, kadar hormon ini menurun, dan merangsang hipofisis untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin inilah yang menimbukan perubahan pada payudara. 1.2 Anatomi Payudara
Gambar 1. Anatomi Payudara
Kelenjar susu merupakan kelenjar kulit atau apendiks kulit yang terletak di fasia pektoralis. Pada bagian lateral atasnya jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah aksila, dan disebut penonjolan Spence atau ekor payudara.
1
Setiap payudara terdiri dari 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran ke papila mammae, yang disebut duktus laktiferus. Di antara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga di antara kulit dan kelenjar tersebut, mungkin terdapat jaringan lemak. Di antara lobulus tersebut, terdapat jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Perdarahan payudara terutama berasal dari cabang A. Perforantes anterior dari A. Mammaria interna, A. Torakalis lateralis yang bercabang dari A. Aksilaris, dan A. Interkostalis. Persarafan kulit payudara oleh cabang pleksus servikalis dan N. Interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri disarafi oleh saraf simpatik. Juga terdapat N. Interkostobrakialis dan N. Kutaneus brakius medialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila, saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering terjadi mati rasa di daerah tersebut. N. Pectoralis yang mengurus M. Pectoralis mayor dan minor, N. Torakodorsalis yang mengurus M. Latissimus dorsi, dan N. Torakais longus yang mengurus M. Serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila. Pengaliran limfe dari payudara kurang lebih 75% ke aksila, sebagian ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian sentral dan medial dan ada pula pengaliran ke kelenjar interpektoralis. Di aksila terdapat 50 (berkisar dari 10 – 90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena brakhialis. Saluran limfe dari seluruh payudara mengalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, kelenjar aksila bagian dalam, yang lewat sepanjang V. Aksilaris dan yang berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di supraklavikuler. Jalur limfe lainnya berasal dari daerah sentral dan medial yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna, juga menuju ke aksila kontralateral, ke M. Rektus abdominis lewat ligamentum falsiparum hepatis ke hati, ke pleura dan kemudian ke payudara kontralateral.
2
Gambar 2. Aliran Limfe Payudara dan Sekitarnya
1.3 Fisiologi Payudara Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama adalah sejak masa hidup anak melalui pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Perubahan kedua adalah perubahan sesuai siklus menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi, payudara menjadi lebih besar dan beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimum. Kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada saat itu pemeriksaan mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya berkurang. Perubahan ketiga terjadi saat hamil dan menyusui. Saat itu payudara membesar karena epitel duktus lobul dan alveous berproliferasi dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu (trigger) laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.
3
1.4 Definisi Kanker
merupakan
suatu
kondisi
dimana
sel
telah
kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari parenkim, stroma, areola, dan papilla mammae. 1.5 Epidemiologi Kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi no.2 di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insiden ini meningkat, seperti halnya di negara barat. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat 92/100.000 wanita per tahun dengan mortalitas uang cukup tinggi 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia berdasarkan’’ Pathological Based Registration’’ kanker payudara mempunyai insiden relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia mempunyai insiden minimal 20.000 kasus baru per tahun, dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut.
Grafik 1. Grafik insiden Ca Mammae Kurva insidens-usia bergerak naik sejak usia 30 tahun. Kanker ini jarang sekali ditemukan pada wanita usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidensi karsinoma mammae pada laki-laki hanya 1% dari kejadian pada perempuan. Insidensi tinggi di negara Barat dan lebih banyak pada populasi kulit putih dibandingkan kulit hitam.
4
1.6 Faktor Resiko 1. Usia Insiden naik dengan bertambahnya usia. Pada usia sebelum 35 tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara adalah fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Sedangkan pada usia setelah 50 tahun, penyebab tersering benjolan pada payudara adalah karsinoma dan kista.
Grafik 2. Peningkatan Resiko Ca Mammae di Atas 30 tahun
2. Keluarga Kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2-3 kali lebih besar pada wanita yang ibu atau saudara kandungnya menderita kanker payudara. Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker bilateral atau pramenopause. 3. Patologi Displasia atau kelainan fibrokistik tertentu, riwayat menderita kanker, beresiko tinggi mendapat karsinoma di mammae kontralateral. 4. Hormon Pertumbuhan
karsinoma
mammae
sering
dipengaruhi
perubahan
keseimbangan hormon. Pada wanita yang diangkat ovariumnya pada usia muda lebih jarang ditemukan karsinoma mammae. 5. Menarche lebih awal (<13 tahun) dan menopause yang lambat (>50 tahun). Wanita nulipara beresiko 2-3 kali lebih besar. 5
6. Resiko terhadap karsinoma mammae lebih rendah pada wanita yang melahirkan anak pertama pada usia lebih muda dan resiko tinggi pada wanita yang melahirkan anak pertama pada usia > 30 tahun. 7. Laktasi bukan merupakan faktor resiko, walaupun pendapat lain mengatakan wanita yang tidak/sebentar menyusui lebih beresiko tinggi terhadap ca mammae. 1.7. Patofisiologi Transformasi sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. Tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan ini disebabkan adanya karsinogen, salah satunya adalah virus. Tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas (karsinogenesis). 70% kanker payudara mulai tumbuh unifokal dan unicentris yaitu dari satu sel kanker pada satu tempat dalam duktus atau alveolus dan jarang (30%) mulai unifokal multicentris dari beberapa sel dari satu tempat. Sebagian besar kanker payudara berasal dari epitel duktus laktiferus (90%), sebagian kecil dari epitel lobulus (5%), dari areola (3%), dan sisanya dari stroma payudara. Waktu ganda kanker payudara antara 23 – 909 hari dengan rata-rata 100 hari. Waktu ganda adalah waktu yang diperlukan oleh suatu tumor membesar sehingga volumenya menjadi 2 kali semula. Besar sel kanker rata-rata 10 mU, sehingga baru setelah menjalani 30X ganda terbentuk 1 miliar sel membentuk tumor dengan diameter 1 cm. Tumor sebesar 1 cm adalah besar minimal yang dapat diketahui secara klinis. Pertumbuhan lokal kanker ini menimbulkan
pendesakan
dan
infiltrasi
jaringan
sekitarnya
sehingga
menimbulkan pembesaran payudara, peau d’orange, perlekatan dengan kulit, otot pektoralis atau dinding toraks. Reaksi tubuh terhadap pertumbuhan sel kanker adalah timbulnya fibrosis dan faktor nekrose. Fibrosis ini menimbulkan retraksi kulit atau papila serta pengerutan payudara. Adanya faktor nekrose beserta kekurangan nutrisi pada tumor akibat pertumbuhan tumor yang cepat yang tidak
6
diimbangi oleh pertumbuhan pembuluh darah maka timbullah nekrose pada tumor yang kemudian menjadi ulkus.
1.8 Anamnesis Benjolan di payudara biasanya mendorong penderita untuk
ke dokter. Pada
umumnya keluhan waktu datang : tumor mamae tidak nyeri (66%), tumor mamae nyeri (11%), perdarahan/ cairan dari puting susu (9%), edema lokal (4%), retraksi puting susu (3%). Konsistensi kelainan ganas biasanya keras. Pengeluaran cairan dari puting biasanya mengarah ke papiloma atau karsinoma intraduktal, sedangkan nyeri lebih mengarah ke kelainan fibriokistik. 1.9 Pemeriksaan Klinis Sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan di saat pengaruh hormonal seminimal mungkin (setelah 1 minggu dari hari terakhir menstruasi). Untuk inspeksi, pasien dapat diminta duduk tegak atau berbaring, atau kedua-duanya. Kemudian perhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan, retraksi, adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan. Dengan lengan terangkat lurus ke atas, kelaianan terlihat lebih jelas. Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang berbaring dengan bantal tipis di punggung, sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan telapak jari tangan yang digerakkan perlahan tanpa tekanan pada setiap kuadran payudara. Yang diperhatikan pada dasarnya sama dengan penilaian tumor di tempat lain. Pada sikap duduk, benjolan yang tidak teraba ketika penderita berbaring, kadang lebih mudah ditemukan. Perubahan aksila pun lebih mudah pada posisi duduk.Pemeriksaan kelenjar getah bening regional dilakukan dengan palpasi kelompok kelenjar getah bening sekitar payudara..
7
Tabel 1. Gejala dan Tanda Penyakit Payudara Gejala yang Dirasakan Nyeri:
Penyebab yang Mungkin Nyeri lebih khas pada infeksi daripada tumor
Berubah sesuai siklus menstruasi
Penyebab
fisiologis,
seperti
pada
tegangan
pramenstruasi atau penyakit fibrokistik -
Rasa
nyeri
menetap,
tidak Bisa disebabkan oleh infeksi, kadang tumor jinak,
tergantung siklus menstruasi Benjolan di Payudara
atau tumor ganas
- Keras
• Permukaan licin pada fibroadenoma atau kista • Permukaan kasar, berbenjol, atau melekat pada kanker atau inflamasi non-infektif
- Kenyal
Kelainan Fibrokistik
- Lunak Perubahan Kulit
Lipoma Penarikan kulit/dinding dada lebih khas pada tumor daripada penyakit jinak
-
Bercawak
Sangat mencurigakan karsinoma
-
Benjolan kelihatan
Kista, karsinoma, fibroadenoma membesar
-
Kulit jeruk
Di atas benjolan: kanker (tanda khas)
-
Kemerahan
Infeksi (jika ada tanda panas)
- Tukak Kelainan Puting/Areola
Kanker lama (biasa pada usia lanjut)
-
Retraksi
Fibrosis karena kanker
-
Inversi Baru
Retraksi fibrosis karena kanker (kadang fibrosis karena pelebaran duktus)
- Eksema Keluarnya Cairan
Unilateral: penyakit Paget (tanda khas kanker)
-
Seperti susu
Kehamilan atau laktasi
-
Jernih
Normal
-
Hijau
(Peri) menapouse Pelebaran duktus Kelainan fibrokistik
-
Hemoragik
Karsinoma Papiloma intraduktus
1.10 Staging Menurut AJCC VI :
8
Tx
: tumor primer tidak dapat ditetapkan
To
: tumor primer tidak dapat ditemukan
Tis
: Ca in situ (intraduktal Ca, Lobular Ca in situ, penyakit Paget pada
Papilla) T1
: tumor berdiameter < 2 cm
T1a
: diameter <0,5cm
T1b
: diameter 0,5-1cm
T1c
: diameter 1-2cm
T2
: diameter 2-5cm
T3
: diameter >5cm
T4a
: infiltrasi pada dinding dada (fascia pektoralis)
T4b
: infiltrasi pada kulit (edem,ulserasi,lesi satelit)
T4c
: infiltrasi pada dinding dada dan kulit
T4d
: Ca inflammatory
Nx
: metastase lnn tidak dapat ditetapkan
No
: metastase lnn tidak dapat ditemukan
N1
: metastase lnn axilla ipsilateral
N2a
: metastase lnn axilla ipsilateral terfiksir satu sama lain atau perlekatan
dengan struktur sekitarnya N2b
: metastase lnn mamaria interna tanpa metastase ke lnn axilla
N3a
: metastase lnn infraklavikula dengan atau tanpa metastasis ke lnn axilla
N3b
: metastasis lnn mamaria interna dengan metastasis lnn axilla
N3c
: metastasis lnn supraklavikula dengan atau tanpa metastasis ke lnn axilla
Mx
: metastasis jauh tidak dapat ditetapkan
Mo
: metastasis jauh tudak dapat ditemukan
M1
: terdapat metastasis jauh
9
Gambar 3. Gambaran TNM secara terstruktur 1.11. Klasifikasi Klasifikasi Stadium PORTMAN yang disesuaikan dengan aplikasi klinik: Stadium I
:
Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya,tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang dibawahnya (otot). Besar tumor 1-2cm. KGB regional belum teraba. Stadium II
:
Stadium I,besar tumor 2,5-5 cm dan sudah ada satu atau beberapa KGB axilla yang masih bebas < 2cm Stadium IIIA : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm) tapi masih bebas di jaringan sekitarnya,KGB axilla masih bebas satu sama lain Stadium IIIB : Local advanced. Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10cm),fiksasi pada kulit atau dinding dada,kulit merah dan ada edema (lebih dari 1/3 payudara kiri),ulserasi,nodul satelit,KGB axilla melekat satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya Ø lebih dari 2 cm, belum ada metastase jauh Stadium IV
:
Disertai dengan KGB aksia supra-klavikula dan metastase jauh lainnya.
10
Gambar 4. Stadium Ca mammae 1.12 Pemeriksaan Penunjang 1.12.1 Pemeriksaan Sitologi Pemeriksaan sitologi antara lain : fine needle aspiration, needle core biopsy dengan jarum silverman, exicional biopsy dan pemeriksaan frozen section saat operasi. Pada umumnya pungsi dengan jarum halus (FNAB/Fine Needle Aspiration Biopsy) sering dipakai. Pemeriksaan ini juga dapat menentukan perlu tidaknya segera pembedahan dengan sediaan beku atau dilanjutkan dengan pemeriksaan lain ataupun langsung dilakukan ekstirpasi. Penentuan derajat diferensial histologis : 1. G1 : derajat keganasan rendah 2. G2 : derajat keganasan sedang 3. G3 : derajat keganasan tinggi Jenis histologis : 1. Duktal (timbul dari epitelium duktus) : non invasive/invasive 2. Lobular (timbul dari epithelium lobular) : non invasive/invasive Hasil positif pada pemeriksaan sitologi bukan indikasi untuk bedah radikal, sebab hasil negatif palsu sering terjadi, sedangkan hasil pemeriksaan positif palsu selalu dapat terjadi.
11
1.12.2 Pemeriksaan Radiologi Pemerisaan dengan mammografi dapat ditemukan benjolan yang kecil sekalipun. Tanda berupa mikrokalsifikasi tidak khas untuk kanker. Bila secara klinis dicurigai ada tumor dan pada mammografi tidak ditemukan apa pun, maka pemeriksaan harus dilanjutkan dengan biopsi, sebab sering karsinoma tidak tampak pada mammogram. Sebaliknya jika mammografi positif, dan secara klinis tidak teraba tumor, maka pemeriksaan harus dilanjutkan pada pungsi atau biopsi pada tempat yang ditunjukkan pada foto tersebut.Mammogram pada masa pramenopause kurang bermanfaat karena gambaran kanker di antara jaringan kelenjar kurang tampak. USG berguna terutama untuk menentukan kista; kadang tampak kista 1-2 cm. Pada mammografi, gambaran karsinoma mammae adalah ireguler, berspikula, massa radioopak dengan mikrokalsifikasi. 1.13 Diagnosis Pasti Penilaian untuk karsinoma mammae melalui 3 langkah (triple diagnostic), yaitu: Pemeriksaan klinis, radiologis dan sitologis. 1.14 Terapi Sebelum merencanakan terapi karsinoma mammae, diagnosis klinis dan histopatologik serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Diagnosis klinis harus sama dengan diagnosis histopatologik. Bila keduanya berbeda, harus ditentukan yang mana yang keliru. Atas dasar diagnosis tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusun rencana terapi. Bila tujuannya kuratif, maka tindakan
radikal
yang
berkonsekuensi
mutilasi
harus
dikerjakan
demi
kesembuhan. Tetapi bila tindakan paliatif, maka tindakan bedah tidak bermanfaat. 1.14.1 Pembedahan Untuk mendapatkan diagnosis histologi biasanya dilakukan biopsi sehingga tindakan ini dapat dianggap sebagai tindakan pertama pada pembedahan mamma. Dengan sediaan beku, hasil pemeriksaan histologi-patologi dapat diperoleh dalam waktu 15 menit. Bila pemeriksaan menunjukkan tanda tumor
12
jinak, maka operasi selesai, tetapi pada hasil yang menunjukkan tumor ganas, operasi dapat diulanjutkan dengan tindakan bedah kuratif. Bedah kuratif yang mungkin dilakukan ialah mastektomi radikal, bedah radikal yang diubah maupun bedah konservatif yang merupakan eksisi tumor luas. Bedah konservatif selalu ditambah disseksi kelenjar aksila dan radio terapi pada (sisa) payudara tersebut. Tiga tindakan tersebut merupakan satu paket terapi yang harus dilaksanakan serentak. Secara singkat paket tindakan tersebut disebut ”Breast Conservating Surgery”
(BCT/Breast
Conservating
Therapy)
atau
”terapi
dengan
mempertahankan payudara” yang menurut Reinhard Hunig dkk dari University Hospital Basel tahun 1976 dapat dilakukan pada kasus-kasus kanker payudara dengan: -
Tumor primer tidak lebih dari 2 cm
-
N1bkkurang dari 2 cm
-
Belum ada metastasis jauh
-
Tidak ada tumor primer lainnya
-
Payudara kontralateral bebas kanker
-
Payudara bersangkutan belum mendapat pengobatan sebelumnya (kecuali lumpektomi)
-
Tidak dilakukan pada payudara yang kecil karena hasil kosmetiknya tidak terlalu menonjol.
-
Tumor primer tidak terlokasi di belakang puting Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak ada
infiltrasi ke dinding dada, kulit mamma, atau infiltrasi dari kelenjar limfe ke struktur sekitarnya. Tumor disebut mampu-angkat (operable) jika dengan tindak bedah radikal seluruh tumor dengan penyebarannya dikelenjar limfe dapat dikeluarkan. Bedah radikal dikerjakan menurut Halsted (William S. Halsted, ahli bedah AS) yang meliputi pengangkatan payudara dengan sebagian besar kulitnya, M. Pektoralis mayor dan M. Pektoralis minor, dan semua kelenjar ketiak sekaligus.
13
Pembedahan ini merupakan pembedahan baku sejak abad ke-20 hingga tahun lima-puluhan. Setelah tahun enam-puluhan, biasanya dilakukan operasi radikal yang dimodifikasi oleh Patey (D.H. Patey, ahli bedah Inggris). Pada operasi ini dipertahankan otot sekitar jika tumor mamma jelas bebas dari otot tersebut. Akhir-akhir ini, biasanya dilakukan pembedahan kuratif dengan mempertahankan payudara. Syarat mutlak untuk operasi ini, tumor merupakan tumor kecil dan tersedianya sarana radioterapi khusus untuk penyinaran yang diperlukan untuk mencegah kambuhnya tumor di payudara dari jaringan tumor yang tertinggal atau dari sarang tumor lain (karsinoma multisentrik). Bedah radikal yang diperluas yaitu bedah Urban, terdiri dari bedah Halsted dengan pengeluaran kelenjar limfe pada A. Mammaria interna, artinya operasi diperluas dengan torakotomi. Bedah superradikal terdiri dari bedah Urban yang diperluas dengan pengeluaran kelenjar limfe supraklavikula. Kedua operasi tadi umumnya tidak dikerjakan karena kelebihannya tidak banyak. Bila ada penyebaran limfe ke kelenjar mammaria interna atau ke kelenjar suprakavikula, biasanya sudah ada penyebaran hematogen. Pada keadaan demikian, pembedahan berat yang memerlukan mutilasi luas merupakan tindakan yang berlebihan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada saat ini yang biasa dilakukan adalah bedah radikal yang dimodifikasi (Patey). Bila tersedia sarana penyinaran pasca bedah, dianjurkan terapi yang mempertahankan payudara yaitu berupa lumpektomi luas, segmentektomi atau kuadrantektomi dengan disseksi kelenjar aksila.
14
Gambar 5. Lumpektomi
Gambar 6. Quadrantektomi (Partial Mastektomi)
Gambar 7. Simpel Mastektomi
15
Gambar 8. Modified Radikal Mastektomi
Bila
dilakukan
pengangkatan
mamma,
maka
dipertimbangkan
kemungkinan rekonstruksi mamma dengan implantansi prostesis atau cangkok flap muskulokutan. Implantasi prostesis atau rekonstruksi mammae secara cangkok dapat dilakukan sekaligus dengan bedah kuratif atau beberapa waktu setelah penyinaran, kemoterapi ajuvan atau rehabiitasi penderita. Jika hal ini tidak mungkin atau tidak dipilih, maka diusahakan protesis eksterna, yaitu protesis buatan yang disangga oleh bra. Bentuk dan berat disesuaikan dengan bentuk dan berat payudara di sisi lain. Penyulit pada mastektomi radikal, terdiri dari hematom, infeksi luka dan seroma. Karena dilakukan diseksi kelenjar, maka harus dipasang penyalir hisap untuk mencegah seroma yang terdiri dari cairan luka dan limfe. Cairan yang dihasilkan pada hari pertama bisa mencapai beberapa ratus limfe cc jernih. Mobilisasi ekstremitas yang bersangkutan harus diperhatikan untuk mencegah kontraktur. Biasanya terdapat mati rasa di kulit ketiak dan bagian medial lengan atas akibat cedera N. Interkostobrakialis yang tidak dapat dihindari. Kelumpuhan M. Serratus anterior akibat cedera N. Torakalis longus harus dicegah. Kerusakan N. Torakodorsalis mengakibatkan kelumpuhan M. Latissimus dorsi. Saraf pektoralis, baik yang untuk M. Pektoralis mayor maupun untuk M. Pektoralis minor harus ditangani dengan hati-hati pada bedah radikal termodifikasi.
16
Bedah paliatif pada kanker payudara hampir tidak pernah dilakukan. Kadang residif lokoregional yang soliter dieksisi, tapi biasanya pada awal saja tampak soliter, padahal sebenarnya sudah menyebar, sehingga pengangkatan tumor residif tersebut sering tidak berguna. Kadang dilakukan amputasi kelenjar mammae pada tumor yang tadinya tak mampu-angkat karena ukurannya telah diperkecil oleh radioterapi. Walaupun tujuan terapi tersebut paliatif, kadang ada yang berhasil untuk waktu yang cukup berarti. Kanker Payudara yang tak mampu-angkat T4 : - Ukuran tumor sedemikian besar sehingga tidak dapat dilakukan bedah radikal -
Fiksasi tumor ke dinding toraks (bukan ke M. Pektoralis) atau ke kulit
-
Oedema yang luas pada payudara
-
Karsinoma tipe inflamasi
-
Nodul satelit di kulit
N2-3: - Kelenjar aksila yang terfiksasi -
Adanya pembesaran kelenjar parasternal
-
Oedema pada lengan karena bendungan kelenjar limfe
M1 : - Metastasis ke kelenjar supraklavikuler -
Metastasis jauh
1.14.2 Radioterapi Radioterapi untuk kanker payudara biasanya digunakan pada terapi kuratif dengan mempertahankan mammae dan sebagai terapi tambahan atau terapi paliatif. 1. Radioterapi kuratif sebagai terapi tunggal lokoregional tidak begitu efektif, tapi sebagai terapi tambahan untuk tujuan kuratif pada tumor yang relatif besar mungkin berguna. 2. Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila tumor sudah tak mampu-angkat secara lokal. Tumor disebut tak mampu-angkat bila mencapai tingkat T4 misalnya ada perlekatan pada dinding toraks atau kulit. Pada penyebaran di luar daerah lokoregional,
17
yaitu di luar kawasan payudara dan ketiak, bedah payudara tidak berguna karena penderita tidak dapat sembuh. Biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila serta supraklavikula diradiasi. Tetapi penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena limfudem akibat rusaknya kelenjar ketiak supraklavikula. Jadi, radiasi bisa dipertimbangkan pada karsinoma mammae yang tak mampu-angkat atau jika ada metastasis. Kadang masih dapat dipikirkan amputasi mamma setelah tumor mengecil oleh radiasi. 1.14.3 Kemoterapi Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran secara sistemik dan juga dipakai sebagai terapi ajuvan. Kemoterapi ajuvan diberikan pada pasien yang ditemukan metastasis di sebuah atau beberapa kelenjar pada pemeriksaan histopatologik pascabedah mastektomi. Tujuannya adalah menghancurkan mikrometastasis di dalam tubuh yang biasanya terdapat pada pasien yang kelenjar aksilanya sudah mengandung metastasis. Obat yang diberikan adalah CMF (kombinasi cyclofosfamid, metotreksat dan 5fluorourasil) selama 6 bulan pada perempuan usia pramenopause, sedangkan pada pascamenopause diberikan terapi ajuvan hormonal berupa pil antiestrogen. Kemoterapi paliatif dapat diberikan pada pasien yang telah menderita metastasis secara sistemik. Obat yang dipakai secara kombinasi, antara lain CMF, VA (vinkristin
dan
adriamisin)
atau
FAC
(5-fluorourasil,
adriamisin
dan
cyclofosfamid). 1.14.4 Terapi hormonal Indikasi pemberian terapi hormonal adalah jika penyakit telah sistemik berupa metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi, karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua karsinoma mammae peka terhadap terapi hormonal. Hanya kurang lebih 60% yang bereaksi baik dan penderita mempunyai harapan dan memberi respon dapat diketahui dari ”uji reseptor estrogen” pada jaringan tumor.
18
Terapi
hormonal
paliatif
dapat
dilakukan
pada
penderita
yang
pramenopause dengan cara ovarektomi bilateral atau dengan pemberian antiestrogen seperti tamoksifen atau aminoglutetimid. Terapi hormon diberikan sebagai ajuvan pada pasien pascamenopause yang uji reseptor estrogennya positif dan pada pemeriksaan histopatologik ditemukan kelenjar aksila yang berisi metastasis. Obat yang dipakai adalah sediaan antiestrogen tamoksifen. Estrogen tidak dapat diberikan karena efeksampingnya terlalu besar. 1.14.5 Protokol Pengobatan Kanker Payudara 1. Stadium I -
MRM sebagai terapi utama. Bila KGB axilla tidak metastase tidak perlu radiology post
operasi Bila yang dilakukan hanya mastektomi simpel/ BCT harus diikuti radiasi tumor bed dan daerah KGB regional (radiasi local dan regional) 2. Stadium II -
MRM sebagai terapi utama.
-
Radiasi eksterna dan
kemoterapi maupun hormonal bila ada
metastase ke KGB axilla dapat diberikan sebagai terapi adjuvans. 3. Stadium IIIA -
MRM sebagai terapi utama
-
Terapi adjuvans meliputi radiasi eksterna, kemoterapi dan terapi hormonal.
4. Stadium IIIb a. Operable 1) simple mastektomi dan axillary toilet. Terapi adjuvans meliputi radiasi eksterna, hormonal dan kemoterapi. 2) Kemoterapi 3x kemudian MRM. Terapi adjuvans post op 3x dan bila perlu dilakukan radiasi eksterna. 19
b. Inoperable 1) Radiasi eksterna pre operative, bila operabel mastektomi simpel. Bila tetap inoperable, lanjutkan radiasi 5000-6000cGy. Terapi adjuvans dengan melanjutkan radiasi eksterna 2000-3000 c.Gy dan bila perlu terapi hormonal dan atau kemoterapi 2) Kemoterapi
neoajuvans
operablemastektomi inoperableteruskan
3x. simple.
sampai
6
kali.
Bila Bila Terapi
adjuvans meliputi radiasi eksterna dan hormonal terapi. 5. Stadium IV -
Prinsip paliatif
-
Premenopause Oophorektomi dilanjutkan kemoterapi. Bila perlu dilakukan mastektomi simple atau radioterapi paliatif.
-
PostmenopauseTerapi hormonal dengan atau tanpa kombinasi kemoterapi. Bila perlu dilakukan mastektomi simple atau radioterapi paliatif.
1.15 Prognosis Dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : 1. Ukuran tumor 2. Jumlah, tempat, ukuran KGB yang tertekan 3. Skin involvement 4. Fiksasi tumor primer/KGB (+) 5. derajat anaplasia 6. Usia, status menstruasi 7. Kelambatan terapi 8. Histologis : -
Ductal : baik medular
20
-
Acinus : baik lobuler
9. Kehamilan 10. ER content Tabel 2. Prognosis dan Tingkat Penyebaran Tumor Tingkat Penyebaran Tumor Ketahanan Hidup 5 tahun (%) I. T1N0M0 (kecil, terbatas pada mammae) 85 II. T2N1M0 (tumor lebih besar, kelenjar terhinggapi tetapi 65 bebas dari sekitar) III. T0-2N2M0 - T3N1-2M0 (kanker lanjut dan penyebaran
40
ke kelenjar lanjut, tetapi semua terbatas di lokoregional) IV. T1-4N0-3M1 (telah tersebar di luar lokoregional)
10
Istilah lokoregional dimaksudkan untuk daerah yang meliputi struktur dan organ tumor primer, serta pembuluh limfe, daerah saluran limfe dan kelenjar limfe dari struktur atau organ yang bersangkutan. Metastasis hematogen kanker payudara Letak Otak Pleura Paru Hati Tulang
Gejala dan Tanda Utama Nyeri kepala, mual, muntah, epilepsi, ataksia, paresis, parestesia Efusi, sesak nafas Biasanya tanpa gejala Kadang tanpa gejala, ikterus obstruksi
tengkorak
Nyeri, kadang tanpa keluhan
vertebra
Gangguan sumsum tulang
costae
Nyeri, fraktur
tulang panjang
Nyeri, fraktur
Harapan hidup 10 tahun mendatang : 1. Stadium 0 95-99% 2. Stadium I 70-95% 3. Stadium II 40-45% 4. Stadium III 10-15% 5. Stadium IV jarang BAB 2. LAPORAN KASUS
21
2.1. Identitas Nama
: Ny. Z
Usia
: 45 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Karang Piring. Sukorambi. Jember.
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Tgl MRS
: 6 April 2010
Tgl Periksa
: 22 Maret 2010
Tgl KRS
: 12 April 2010
2.2 Anamnesa Autoanamnesis dilakukan pada pasien pada tanggal 7 Maret 2010 2.2.1 Keluhan Utama Benjolan pada payudara kanan 2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang Penderita mulai merasakan adanya benjolan pada payudara kanan. Hal ini dirasakan sejak ± satu tahun yang lalu. Awalnya benjolan hanya sebesar telur puyuh dan nyeri. Benjolan semakin membesar, nyeri, tidak terdapat luka atau cairan nanah di payudara kanan pasien. Kemudian pasien memeriksakan diri ke Rumah Sakit. 2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu a. Penderita tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. b. Riwayat benjolan atau tumor di payudara atau di bagian tubuh lain disangkal oleh pasien. 2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat benjolan atau tumor payudara atau di bagian tubuh lain pada keluarga disangkal oleh pasien. 2.2.5 Riwayat Obstetri Ginekologi
22
Penderita haid pertama penderita usia 12 tahun. Penderita menikah saat berusia 16 tahun. Pasien melahirkan anak pertama pada usia 17 tahun. Penderita memiliki 3 anak. Penderita menyusukan anak – anaknya dengan ASI selama 2 tahun. Penderita menopause sejak 4 bulan yang lalu. Penderita menggunakan KB Implant. 2.2.6 Riwayat Pemberian Obat Penderita belum pernah mendapat pengobatan 2.3 Pemeriksaan Fisik (7 April 2010) KU
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Vital Sign
: TD
: 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit RR
: 20 x/menit
Suhu : 36,3° C Kepala / Leher
: a/i/c/d = -/-/-/-
1. Status generalis -Leher
: pembesaran KGB (-)
-Aksila
: pembesaran KGB (+)
-Thorax
: Cor : S1S2 tunggal Pulmo :
I :simetris A:Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/P : Sonor P : Nyeri tekan(-),fremitus raba+/+
-Abdomen
: I : Flat A : Bising usus dbn P : Tympani P : Nyeri tekan-,nodul-,hepatomegali(-)
-Genital
: tidak ada kelainan
23
-Ekstremitas : akral hangat dan tidak edema di keempat ekstremitas. 2. Status Lokalis Regio Mammae Dextra
Sinistra
Massa tumor : Lokasi
Kuadran Superior sampai
Dbn
Ukuran Konsistensi Permukaan Btk&Bts Jumlah Fixed/mobile Prbhn kulit
subaerola payudara 12x13 cm Padat keras Rata Bulat,batas tidak jelas Satu Fixed melekat pada kulit Kemerahan (+), dimpling (-),
Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn
Nodul satelit (-), peau de orange(-), Nipple
Ulkus (-) discharge (-), retraksi (+),
Dbn
KGB Axilla KGB Supraklavikula
Erosi (-), krusta (-) (+) mobile dbN
Dbn Dbn
2.4 Pemeriksaan Penunjang FNA-B (tanggal 22 Maret 2010) Makroskopis : Tumor di payudara kanan, bagian atas sampai subaerola, padat, diameter 13x12 cm, batas tidak jelas, fixed. Mikroskopis : Didapatkan banyak sel epiteloid dengan inti bulat berkomatrin kasar, sedikit anisositosis dan sitoplasma sedikit. Diagnosis Patologi : Invasive Lobular Carcinoma Mammae Dextra Laboratorium : Hematologi tanggal 25 Maret 2010
24
1. Hb 2. Lekosit
: 11,5 gr/dl : 9,1x109 /L
3. Hematokrit
: 34,7 %
4. Trombosit
: 266x109 /L
5. PPT
: 12,4 (kontrol : 11,3 )
6. APTT
: 29,2 (kontrol : 29,5 )
7. SGOT
: 21 U/L
8. SGPT
: 12 U/L
9. Albumin
: 4,1 gr/dL
10. Kreatinin serum : 0,8 mg/dL 11. Urea
: 16 mg/dL
12. BUN
: 7 mg/dL
13. GDP
: 79mg/dL
2.5 Diagnosis Ca mammae dextra Stadium IIIB T4bN1M0 2.6 Planning Pro operasi Modified Radikal Mastektomi tgl 7 April 2010 Persiapan pre op : Informed Consent Puasa, Infus PZ 20tpm Konsul jantung dan anastesi
LAPORAN OPERASI MRM (7 April 2010) Diagnosis Pre Operasi
: Ca mammae dextra Stadium IIIB T4bN1M0
Diagnosis Pasca Operasi : Ca mammae dextra Stadium IIIB T4bN2M0 Uraian pembedahan: 1. Informed Consent, AB profilaksis. 2. Posisi supine dengan anestesi GA. 3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine-alkohol, kemudian pasang duk steril.
25
4. Insisi tumor sesuai design, di perdalam, buat flap ke superior n inferior. 5. Diperoleh massa tumor Ø15 cm, padat, bebas dari jaringan dasar. Pembesaran KGB axila sampai level 3, melekat satu sama lain.. 6. Dilakukan Modified Radikal Mastectomy, pasang drain 2 buah, rawat perdarahan. Jaringan dikirim ke PA. 7. Jahit lapis demi lapis. 8. Operasi selesai. Pasca Operasi: 1. Infus RL: D5 = 2:2/24 jam 2. Injeksi Cefotaxim 3x1 gram 3. Injeksi Ranitidin 2x1 ampul 4. Injeksi Ketorolac 3x1 ampul 5. Injeksi Metoklorpramide 2x1 ampul. 6. Mobilisasi mika-miki 7. Observasi Vital sign, Produksi Urine dan Drain 8. Periksa Lab : Hb Lekosit
: 8,0 gr/dl
Hematokrit
: 25,3 %
: 9,4x109 /L
Trombosit
: 44x109 /L
(Transfusi Whole Blood : 2 unit)
Tgl 8 April 2010 S: Mual (+), nyeri luka bekas operasi O: Keadaan Umum
: sedang
Kesadaran
: composmentis
Vital sign: TD
: 110/70 mmHg
HR
: 80x/menit, regular, kuat
RR
: 20 x/menit
t
: 36,3˚C
Status generalis K/L
: a/i/c/d -/-/-/-
26
Thorak
: Cor/ Pulmo dalam batas normal
Abdomen
: Flat, BU (+) normal, timpani, soepel
Ekstremitas
: Akral hangat
+ +
Oedem
- -
+ + Status lokalis
- -
: Regio Mammae dextra: luka operasi tertutup verband, rembesan darah (-), pus (-), drain (+)
Produksi Urin
: 550 ml/12 jam
Produksi drain : I: 100 ml/24 jam (darah), II: 50 ml/24 jam. A :
Ca mammae dextra Stadium IIIB T4bN2M0 post MRM H1
P :
Infus RL: D5 = 2:2/24 jam Injeksi Cefotaxim 3x1 gram Injeksi Ranitidin 2x1 ampul Injeksi Ketorolac 3x1 ampul Injeksi Metoklorpramide 2x1 ampul. Diet TKTP Mobilisasi duduk Periksa Lab : Hb
: 9,9 gr/dl
Hematokrit
: 7,9x109 /L
Lekosit
: 29,5 %
Trombosit
153x109 /L Tgl 9 April 2010 S: nyeri pada luka bekas operasi O: Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: composmentis
Vital sign: TD
: 110/70 mmHg
HR
: 84 x/menit, regular, kuat
RR
: 20 x/menit
t
: 36,3˚C
Status generalis K/L
: a/i/c/d -/-/-/-
Thorak
: Cor/ Pulmo dalam batas normal
Abdomen
: Flat, BU (+) normal, timpani, soepel
27
:
Ekstremitas
: Akral hangat
+ +
Oedem
+ + Status lokalis
- - -
: Regio Mammae dextra: luka operasi tertutup verband, rembesan darah (-), pus (-), drain (+)
Produksi Urin
: 1000 ml/24 jam
Produksi drain : I : 200 ml/24 jam, II :100 ml/24 jam A :
Ca mammae dextra Stadium IIIB T4bN2M0 post MRM H2
P :
Injeksi Cefotaxim 3x1 gram Injeksi Ketorolac 3x1 ampul Diet TKTP Mobilisasi duduk
Tgl 10 April 2010 S: keluhan(-) O: Keadaan Umum
: sedang
Kesadaran
: composmentis
Vital sign: TD
: 120/80 mmHg
HR
: 80 x/menit, regular, kuat
RR
: 20 x/menit
t
: 36,5˚C
Status generalis K/L
: a/i/c/d -/-/-/-
Thorak
: Cor/ Pulmo dalam batas normal
Abdomen
: Flat, BU (+) normal, timpani, soepel
Ekstremitas
: Akral hangat
+ +
Oedem
+ + Status lokalis
- - -
: Regio Mammae dextra: luka operasi tertutup verband, rembesan darah (-), pus (-), drain (+)
Produksi drain : I :100 ml/24 jam,II :50 ml/24 jam A :
Ca mammae dextra Stadium IIIB T4bN2M0 post MRM H3
P :
Injeksi Cefotaxim 3x1 gram
28
Injeksi Ketorolac 3x1 ampul Diet TKTP Mobilisasi duduk Tgl 11 April 2010 S: keluhan (-) O: Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: composmentis
Vital sign: TD
: 110/80 mmHg
HR
: 80 x/menit, regular, kuat
RR
: 20 x/menit
t
: 36,4˚C
Status generalis K/L
: a/i/c/d -/-/-/-
Thorak
: Cor/ Pulmo dalam batas normal
Abdomen
: Flat, BU (+) normal, timpani, soepel
Ekstrimitas
: Akral hangat
+ +
Oedem
+ + Status lokalis
- - -
: Regio Mammae dextra: luka operasi tertutup verband, rembesan darah (-), pus (-), drain (+)
Produksi drain : I:25 ml/24 jam (serous), II:5 ml/24 jam (serous) A :
Ca Mammae DextraStadium IIIB T4bN2M0 post MRM H4
P :
Injeksi Cefotaxim 3x1 gram Injeksi Ketorolac 3x1 ampul Diet TKTP Mobilisasi duduk-jalan
Tgl 12 April 2010 S: keluhan(-) O: Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: composmentis
Vital sign: TD
: 120/80 mmHg
29
HR
: 80 x/menit, regular, kuat
RR
: 20 x/menit
t
: 36,4˚C
Status generalis K/L
: a/i/c/d -/-/-/-
Thorak
: Cor/ Pulmo dalam batas normal
Abdomen
: Flat, BU (+) normal, timpani, soepel
Ekstremitas
: Akral hangat
+ +
Oedem
+ + Status lokalis
- - -
: Regio Mammae dextra: luka operasi tertutup verband, rembesan darah (-), pus (-), drain (+)
Produksi drain : serous, tidak bertambah. A :
Ca Mammae DextraStadium IIIB T4bN2M0 post MRM H5
P :
Terapi oral:
Cefixime 2x100 mg Asam mefenamat 3x500 mg
Aff Drain. Pasien boleh KRS Kontrol Poli 3 hari post KRS
DAFTAR PUSTAKA
30
Brunicardi, C. F. et al. 2005. Scwartz’s Principle Of Surgery, eighth edition .USA: the McGraw Hill Companies Inc. Lowy, F. D.2006. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th ed. New York: McGraw Hill. Leksana, Mirzanie H. 2005. Chirurgica. Solo. Tosca Enterprise. Halaman VIII.12-VIII.21 Machsoos, B. D. 2006. “Pendekatan Diagnostik Tumor Padat”. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 819-901. Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Bedah. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Halaman:108-114. Soepadi, S., Oesman D., Huda,S., Semita, I. N., Risalah Kuliah Ilmu Bedah Semester V. Jember: SMF Bedah RSUD Dokter Soebandi Jember.
31