BAB I PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.1 Pada tahun 2000, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang (WHO, 2003). Di negara-negara berkembang kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian. Diperkirakan 95% penderita TB berada dinegara berkembang, dan 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Di Indonesia pada tahun 2000, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit 2 kardiovaskular kardiovaskular dan dan penyakit penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.
Timbulnya TB tulang terjadi pada tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini belum tuntas diberantas. Kondisi ini masih lebih sering terjadi dibandingkan tumor tulang primer, lesi kemerahan dan kelainan bentuk yang mengakibatkan kelumpuhan, yang dahulu sering ditemukan dan kini jarang terlihat. Penyebaran secara hematogen dari infeksi tulang dianggap berasal dari paruparu dan mungkin terjadi ketika infeksi primer atau dari post primary foci (Rasad, 1999). Penyakit Tuberculosis tulang dapat mengenai hampir seluruh tulang, tapi yang paling sering terkena adalah tuberkulosis pada tulang panjang, tuberkulosis pada tulang belakang, tuberkulosis pada trokanter mayor, daktilis tuberkulosis, artritis tuberkulosis, koksitis tuberkulosis, tuberkulosis sendi lutut, tuberkulosis sendi bahu, dan tuberkulosis sendi siku. Gejala pada arthritis tuberkulosa berlangsung lambat, kronik dan biasanya hanya mengenai satu sendi saja, keluhan yang timbul biasanya ringan dan makin lama makin berat disertai perasaan lelah pada sore dan malam hari, subfebris, dan penurunan berat badan. Keluhan yang lebih berat seperti panas tinggi, lemas, keringat malam, anoreksia biasanya bersamaan dengan tuberculosis milier. Pada sendi yang terinfeksi tuberkuosa, mula-mula jarang timbul gambaran yang khas seperti pada arthritis yang lainnya. Tanda awal berupa 3 bengkak, nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Kulit diatas daerah yang terkena teraba panas, kadang-kadang malah dingin, berwarna merah kebiruan. Bisa terjadi sendi berada dalam kedudukan fleksi berkelanjutan dan mungkin disertai tenosinovitis. 1,2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Insidens dan Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) tetap menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 2,4 juta kasus dan sekitar 2 miliar orang di seluruh dunia memiliki infeksi TB laten. Selama 2008, diperkirakan 9,4 juta kasus TB baru terdiagnosis, dengan sebagian besar kasus di Afrika dan Asia, namun perkiraan TB pada masa kanak-kanak tidak dimasukkan. Secara survei prospektif berbasis komunitas yang dilakukan di wilayah Afrika Selatan, anak-anak kurang dari 13 t ahun berkontribusi 14% dari total beban penyakit TB, dengan kejadian tahunan 408/100, 000. Perkiraan yang lebih baru menunjukkan bahwa anak-anak kurang dari 15 tahun berkontribusi 10-20% dari beban penyakit di daerah endemik TB. Tuberkulosis merupakan penyakit endemik di daerah-daerah tertentu seperti Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Insiden penyakit di negara maju telah telah meningkat. Tuberkulosis paling umum terjadi di area yang padat, sanitasi yang buruk, dan kekurangan gizi. Keterlibatan skeletal terlihat pada 1% hingga 3% pasien dengan TB dan untuk sekitar 10-11% dari kasus ekstrapulmoner. Diantara mereka, sekitar satu setengah dari ini mempengaruhi tulang belakang dan sisanya sendi osteoarticular ekstruksi. Yang paling umum situs muskuloskeletal adalah tulang belakang, pinggul, dan lutut. 3
B. Etiologi dan Patofisiologi 1. Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium tuberculosa. Kuman ini dapat menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada manusia paru paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ lain, bahkan bias s ampai menginfeksi tulang. 3 2. Patofisiologi
Beberapa penderita tuberkulosis Osteoarticular merupakan hasil penyebaran secara hematogen dari suatu infeksi primer fokus jauh. Fokus primer mungkin terjadi di paru paru atau di lymphonode mediastinum, mesentry, daerah cervical dan ginjal. Infeksi menjangkau sistem tulang melalui saluran vaskuler, yang biasanya arteri sebagai hasil bacillemia atau kadang-kadang di dalam tulang belakang (axial skeleton) melalui vena plexus batson’s . Tuberculosis tulang & sendi dikatakan akan berkembang 2 sampai 3 tahun setelah fokus primer. Basil Tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang baru pada tuberculosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Disamping itu periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada tuberculosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau discus intervertebra.4
C. Diagnosis 1. Gambaran Klinik
Onset gejala umumnya tersembunyi dan tidak diikuti oleh manifestasi umum seperti demam, berkeringat, keracunan, atau kelemahan. Nyeri dapat ringap pada onset dan umumnya memburuk pada malam hari, dan dapat diikuti oleh kekakuan. Pada proses perjalanan penyakit, keterbatasan pergerakan sendi menjadi prominen karena kontraktur otot dan kerusakan sendi. Lulut sering menjadi prominen sebab kontraktur otot dan kerusakan sendi. Sendi merupakan sendi perifer paling sering. Gejala dari tuberculosis paru mungkin masih ada. Penemuan lokal selama stadium awal mungkin terbatas pada nyeri, bengkak jaringan lunak, efusi sendi, dan peningkatan temperatur kulit daerah yang dilingkupi. Seperti perjalanan penyakit yang tidak diterapi, atrofi otot dan deformitas dapat terjadi. Bentukan abses dengan drainase spontan ke luar menyebabkan bentukan sinus. Kerusakan progresif tulang belakng dapat menyebabkan benjolan tulang belakang atau gibbus, terutama pada regio torakolumbal. Pada Arthritis Tuberkulosa berlangsung lambat, kronik dan biasanya hanya mengenai 1 sendi, keluhan biasanya ringan dan makin lama makin berat disertai perasaan lelah pada sore dan malam hari, subfebris, penurunan berat badan. Keluhan yang lebih berat seperti panas tinggi, malaise, keringat malam, anoreksia biasanya bersamaan dengan tuberculosis milier.5 Pada sendi, mula-mula jarang timbul gambaran yang khas seperti pada arthritis yang lainnya. Tanda awal berupa bengkak, nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Kulit diatas daerah yang terkena teraba panas, kadang-
kadang malah dingin, berwarna merah kebiruan. Bisa terjadi sendi berada dalam kedudukan fleksi berkelanjutan dan mungkin disertai tenosinovitis. 5 Pada anak-anak dapat ditemukan spasme otot pada malam hari (night start). Mungkin disertai demam, tapi biasanya ringan. Pada kasus yang berat, kelemahan otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.5 Bila pinggul yang terkena, maka terjadi kelemahan tungkai dengan sedikit rasa tidak enak. Dalam keadan yang lanjut dan berat, pasien sukar menggerakkan dan mengangkat tungkai pada sendi pinggul yang terkena, disertai rasa sakit yang sangat mengganggu disekitar paha dan daerah pinggul tersebut.5 Tuberkulosis vertebra (penyakit pott) biasanya terjadi didaerah thoracolumbal. Penyakit pott merupakan 50% dari seluruh kasus tuberculosis tulang dan sendi. Pada mulanya seluruh kasus Tuberculosis tulang dan sendi. Pada mulanya proses tejadi di bagian depan discus intervertebra, menyebabkan penyempitan ruang discus, memberi keluhan nyeri punggung yang menahun, kemudian disertai munculnya kifosis runcing akibat remuknya korpus vertebra yang terkena yang disebut gibbus. Gangguan neurologis terjadi karena terkenanya spinal cord atau adanya meningitis.6
2. Pemeriksaan Radiologi
Periode laten antara onset gejala dengan penemuan positif pada gambaran radiologi. Perubahan paling awal dari tb arthritis adaah pembengkakan sendi dan distensi kapsul oleh efusi. Sesudah itu, atrofi
tulang menyebabkan penipisan pola trabekular, mendekati korteks, dan penebalan kanal meduler. Seperti pada progres penyakit sendi, kerusakan kartolago , dalam tulang belakang dan sendi perifer, ditandai dengan batasan sendi dengan erosi fokal dari permukaan sendi, terutama pada tepi.dimana lesi dibatasi dengan tulang, khususnya dalam bagian cancellous dari metafisis, radiografi dapat memperlihatkan kista tunggal atau multiokuler dikelilingi oleh tulang sklerotik. Pada tuberkulosis tulang belakang, ct scan atau mri membantu menunjukkan perluasan infeksi padda jaringan lunak paraspinal ( mis.abses psoas, perluasan ke epidural).
Gambaran radiologi pada kasus tuberkulosis pada cairan synovial sendi. A. Hematogenous tuberculosis dari sendi lutut pada laki-laki 22 tahun. Adanya efusi dan pengentalan cairan sinovial, dan kartilago sendi telah diterapi. B. Tuberkulosis pada sendi subtalar pada laki -laki 28 tahun yang ringan. C. Kerusakan total tuberkulosis pada sendi panggul pada pasien lakilaki usia lanjut.
D. Differensial Diagnosis3
Tuberkulosis pada system musculoskeletal harus dibandingkan dengan semua infeksi subakut dan kronik, rematoid arthritis , gout, dan kadang dysplasia osseus. Pada tulang belakang, tumor metastasis dapat dicurigai.
E. Komplikasi3,5
Kerusakan tulang atau sendi dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan jika terapi yang tidak adekuat diberikan. Deformitas berkaitan dengan kerusakan sendi, bentukan abses yang meluas ke tempat yang berdekatan dengan jaringan lunak, dan bentukan sinus sering ditemukan. Paraplegia merupakan komplikasi paling serius dari tuberkulosis tulang belakang. Sebagai bentuk penyembuhan lesi sendi yang hebat, ankilosis tulang atau jaringan fibrosa spontan akan terjadi.
F. Penatalaksanaan7
Penilaian umum Pengobatan umum khususnya penting dalam pemanjangan recumbency sangan dibutuhkan, perawat terampil harus diberikan. (lihat juga Infectious Diseases: Bacterial & Chlamydial.) Kemoterapi Lihat pulmonologi. Pengobatan dengan kemoterapi tanpa operasi dapat dilakukan pada kebanyakan kasus, sekalipun penyakit yang luas. Penilaian bedah Pada infeksi akut dimana sinovitis merupakan gambaran predominan, penatalaksanaan dapat konservatif, setidaknya terapi inisial. Imobilisasi dengan splint atau plester , aspirasi, dan kemoterapi dapat mencukupi kontrol terhadap infeksi. Sinovektomi dapat bermanfaat pada sebagian kecil lesi hepertropis akut yang meliputi sarung tendon, bursa , dan sendi. Tujuan dari pengobatan tuberculosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.
Jenis dan Dosis OAT
o Isoniasid ( H ) Dikenal dengan INH, bersifat bacterisida, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg/ kg BB. 7 o Rifampisin Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. 7 o Pirazinamid Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB. 7 o Streptomisin Bersifat bakterisida, dosis yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita yang berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari. 7 o Etambutol Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB. 7
Prinsip pengobatan
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Sedangkan ditahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjut ini penting untuk membunuh kuman persistent sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. 7
Panduan OAT di Indonesia
WHO merekomendasikan panduan OAT standart, yaitu: Kategori 1 : o
2HRZE/4H3R3
o
2HRZE/4HR
o
2HRZE/6HE
Kategori 2 : o 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 o 2HRZES/HRZE/5HRE Kategori 3 : o 2HRZ/4H3R3 o 2HRZ/4HR o 2HRZ/6HE
Kategori 1 diberikan pada : o penderita baru TB paru BTA positif o penderita TB paru BTA negative, Rontgen positif sakit berat
o penderita TB ekstra paru berat
Tabel 1 : Panduan OAT Kategori 1. Tahap pengabata n
Lama pengoba tan
INH 300 mg
Kaplet ripampisin @450 mg
Tablet pirazinamid @S500 mg
Tablet etambulot 500 mg
Jumlah kali minum obat
Tahap intensif (dosis harian)
2 bln
1
1
3
3
60
Tahap lanjutan (dosis 3xsemingg u)
4 bln
2
1
-
-
54
Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33 -50 Kg
Kategori 2 diberikan pada :
penderita kambuhan
penderita gagal
penderita dengan pengobatan setelah lalai
Tabel 2 : Panduan OAT Kategori 2. Tahap
Lama pengobat an
INH 300 mg
Tablet ripampi sin 450 mg
Tablet pirazin amid @500 mg
Etamb utol 250 mg 500 mg
Streptomis in inj
Jumlah kali minum obat
Tahap intensif (dosis harian)
2 bln 1 bln
1 1
1 1
3 3
33-
0,75 gr -
60 30
Tahap lanjutan (dosis 3xseminggu)
5 bln
2
1
-
12
-
66
Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33 -50 Kg
Kategori 3 diberikan pada :
penderita TB paru BTA (-), Rontgen (+) sakit ringan.
penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, TB kulit, TB tulang dan kelenjar adrenal.
Tabel 3 : Panduan OAT Kategori 3. Tahap pengabatan
Lama pengobatan
INH 300 mg
Tablet ripampisin @450 mg
Tablet
Jumlah
pirazinamid
kali
@500 mg
minum obat
Tahap intensif (dosis harian)
2 bln
1
1
3
60
Tahap lanjutan (dosis 3x seminggu)
4 bln
2
1
-
54
Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33 -50 Kg
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). 2015. Global Tuberculosis Report. Geneva: WHO. 2. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2016. 3. Tseng C, Huang R M ,Chen K T. 2014. Tuberculosis Arthritis: Epidemiology, Diagnosis, Treatment. Clin Res Foot Ankle. 4. Cai J, Wang X, Ma A, Wang Q, Han X, Li Y. Factors Associated with Patient and Provider Delays for Tuberculosis Diagnosis and Treatment in Asia: A Systematic Review and Meta Analysis. Beijing University: 2015:10:1371. 5. Retno
Werdhani.
2015.
Patofisiologi,
Diagnosis,
dan
Klasifikasi
Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga: FKUI. 6. Hsiao CH, Cheng A, Huang YT, Liao CH, Hsueh PR. 2013. 7. 8.
Clinical and pathological characteristics of mycobacterial tenosynovitis and arthritis. Infection 41: 457-464.
9. Perhimpunan
Dokter
Paru
Indonesia.
Pedoman
Diagnosis
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: PDPI. 2014.
dan