Pendahuluan
Penggunaan zat hara dipengaruhi oleh aktivitas metabolisme mikroorganisme dalam memecah molekul kompleks, seperti karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga dapat diangkut sel ke sitoplasma sebagai sumber energi dan senyawa awal. Proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik disebut dengan fermentasi sedangkan proses penguraian makromolekul menjadi molekul yang lebih sederhana dengan penambahan air disebut juga dengan hidrolisis. Mikroorganisme dapat menghasilkan enzim yang dapat mengkatalis reaksi hidrolisis. Mikroorganisme amilolitik dapat memproduksi enzim amilase untuk memecah pati menjadi gula yang lebih sederhana yang dapat dipecah lagi menjadi asam, gas, alkohol, dan energi. Mikroorganisme proteolitik dapat menghidrolisis protein dan menghasilkan peptida serta asam amino. Mikroorganisme lipolitik dapat memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol, sedangkan mikroorganisme pektolitik dapat memecah pektin dan menyebabkan hilangnya kemampuan membentuk gel. Mikroorganisme di lingkungan aerob juga dapat menghasilkan enzim katalase untuk menguraikan hidrogen peroksida (H 2O2) menjadi air dan O2. H2O2 bersifat toksik terhadap sel karena dapat menginaktivasi enzim yang ada di dalam sel. Menurut Lay (1994), mikroorganisme dapat tumbuh, berkembang biak, dan membentuk sel baru dengan menggunakan zat hara yang ada di lingkungannya, yaitu molekul sederhana, seperti H2S dan NH 4+ atau molekul organik kompleks, seperti polisakarida dan protein. Zat-zat hara ini akan dioksidasikan oleh mikroorganisme untuk mendapatkan energi dan senyawa awal agar dapat melakukan sintesis dinding sel, membran sel, dan flagela. Fermentasi
Menurut Fardiaz (1992), fermentasi adalah proses pemecahan komponen karbohidrat dan asam amino oleh enzim mikroorganisme secara anaerobik untuk menghasilkan energi. Pada proses fermentasi, hanya sebagian bahan baku energi yang dipecah sehingga hanya dihasilkan sejumlah kecil energi, CO2, air, dan beberapa produk akhir, seperti asam laktat, asam asetat, etanol, serta asam organik volatil lainnya (Buckle et al ., ., 1987). Pewarnaan Gram dapat digunakan untuk membedakan antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Adanya perbedaan pada tahap pewarnaan Gram disebabkan oleh perbedaan struktur dinding sel s el yang dimiliki bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Komponen utama bakteri Gram positif adalah peptidoglikan sedangkan sebagian besar dinding sel bakteri Gram negatif tersusun dari lipid.
Karakteristik fermentasi dalam usus besar
Fermentasi merupakan dekomposisi makanan, khususnya karbohidrat, secara enzimatik oleh mikroba.fermentasi berlangsung di sepanjang traktus gastrointestinal semua hewan, tetapi intensitas fermentasi bergantung pada jumlah mikroba. Usus besar menjadi tempat terpenting pada proses fermentasi. Sel epitel usus besar tidak memproduksi enzim pencernaan, tetapi mengandung bakteri dalam jumlah besar be sar yang memiliki enzim untuk mencerna zat makanan. Pada semua hewan(termasuk manusia), dua proses yang dilakukan mikroba di dalam usus besar meliputi: • Pencernaan dan metabolisme (khusus untuk karbohidrat yang tidak tercerna di usus halus, seperti selulosa) • Sintesis vitamin K dan beberapa vitamin B tertentu Selulosa umum terdapat pada makanan hewan,termasuk manusia, tetpai tidak ada sel pada mamalia yang dapat memproduksi selulase. Sintesis vitamin K oleh mikroba kolon memberikan suplemen bagi sumber makanan dan membuat defisiensi vitamin K semakin berkurang. Di samping itu, pembentukan vitamin B oleh mikroba di kolon berguna pada tubuh hewan karena vitamin B tidak terserap di kolon, tetapi ada terkandung di feses. Substrat utama bagi fermentasi oleh bakteri dalam kolon adalah karbohidrat yang lolos melewati saluran cerna bagian proksimal, yang terutama terdiri atas resistant starch, disusul non-starch polysaccharide, dan nondigestible oligosaccharide. Selain itu juga protein yang lolos baik eksogen maupun endogen (seperti enzim-enzim pencernaan). Komposisi mikrobiota seorang individu biasanya cukup stabil untuk jangka waktu panjang. Namun beberapa faktor dapat mempengaruhi pola dan hebatnya fermentasi atas substrat tertentu. Sejumlah faktor tersebut antara lain: • Perubahan lingkungan fisikokimiawi kolon, • Kompetisi nutrisi antar spesies, • Interaksi metabolik bakteri, • Kondisi saluran cerna hospes 1. Fermentasi Karbohidrat Usus Besar
Dalam waktu 1-4 jam setelah selesai makan, pati nonkarbohidrat atau serat makanan dan sebagian kecil pati yang tidak dicernakan masuk ke dalam usus besar. Sisa-sisa pencernaan ini merupakan substrat potensial untuk difermentasi oleh mikroorganisma di dalam usus besar. Substrat potensial lain yang difermentasi adalah fruktosa, sorbitol, dan monomer lain yang susah dicernakan, laktosa pada mereka yang kekurangan laktase, serta rafinosa, stakiosa, verbaskosa, dan fruktan.
Produk utama fermentasi karbohidrat di dalam usus besar adalah karbondioksida, hidrogen, metan dan asam-asam lemak rantai pendek yang mudah menguap , seperti asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Fermentasi yang meningkat di dalam kolon menghasilkan banyak gas karbondiokasida yang kemudian keluar sebagai flatus (kentut). Sisa karbohidrat yang masih ada dibuang sebagai tinja. Short Chain Fatty Acids (SCFA)
SCFA (“Short Chain Fatty Acids”) dihasilkan dari proses fermentasi karbohidrat, lemak, maupun. Melalui absorbsi dan metabolisme, sel dapat menggunakan energi dari pangan yang tak tercerna pada saluran pencernaan atas. Sebagian besar SCFA merupakan hasil fermentasi karbohidrat komplek yang mengacu pada bentuk molekuler besar (pati resisten dan serat pangan ) Karbohidrat ini merupakan karbohidrat yang tak dapat dicerna pada salurar pencernaan bagian atas dan difermentasi pada usus besar oleh berbagai bakteri.
Produk F ermentasi Karbohidrat Kompleks Produk utama hasil fermentasi karbohidrat kompleks oleh mikroba dalam usus
yaitu SCFA asam asetat, propionat, butirat. Koloni bakteri dalam intestinal manusia memfermentasi “resistant starch” atau pati resisten dan polisakarida non pati (sebagian besar berupa serat pangan) menjadi SCFA terutama asetat, propionat dan butirat. Fermentasi dalam usus besar berlangsung pada kondisi anaerob. Polimer susbstrat akan dihidrolisa menjadi monomer unit glukosa, galaktosa, xylosa, arabinosa, yang kemudian akan difermentasi melalui glikolisis menjadi asam piruvat. Setelah dalam bentuk piruvat, akhirnya diubah menjadi asam lemak rantai pendek dan sebagian gas. Hasil samping selain SCFA akibat fermentasi bakteri diantaranya methana (CH4), hidrogen (H2), dan karbon dioksida (C0 2). SCFA hasil fermentasi akan diserap pada lokasi usus besar dan diangkut ke hati melalui sirkulasi enterohepatic.
Perusahaan Reaksi dan Rasio Pembentukan SCFA
Persamaan fermentasi karbohidrat (heksosa) menjadi SCFA dalam kolon adalah sebagai berikut:
59 C 6H 12O6 + 38 H 20 → 60 CH 3COOH + 22 CH 3CH 2COOH + 18 CH 3CH 2CH 2COOH + 96 CO 2 + 268 H + + panas + additional bakteri Pada pencernaan manusia dewasa, produksi SCFA juga seiring dengan produksi gas lain seperti C02, CH4, dan H2 dan produksi panas.
Hasil utama fermentasi adalah SCFA yang terdiri dari asetat, propionat, butirat dengan rata-rata rasio molar kurang lebih 60 : 25: 15. SCFA dengan cepat diabsorbsi dari lumen kolon masuk ke mucosa di sekitarnya dimana sebagian besar butirat dioksidasi menghasilkan energi. Sisa butirat dan sebagian sisa SCFA yang lain masuk ke dalam pembuluh darah porta dan diangkut ke liver . Setelah diabsorbsi masing-masing SCFA primer dimetabolisme oleh tubuh dengan cara yang berbeda-beda.
Faktor-faktor Pembentukan SCFA
Fermentasi SCFA secara normal Iebih aktif di dalam caecum dan proksimal kolon daripada distal kolon (Topping dan Clifton, 2001). Seberapa banyak serat pangan yang difermentasi oleh bakteri usus dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya substrat yang spesifik, seperti strukiur kimia serat dan kelarutannya, spesifik inang seperti aktivitas dan populasi mikrobia kolon dan waktu transit di saluran pencernaan. Selain
itu
produksi
SCFA
tergantung
pada
ketersediaan
heksosa,
ketersediaan enzim yang dihasilkan oleh mikrobia dan dipengaruhi oleh macam dan jumlahnya. Efek fisiologis dari karbohidrat dalam/menjadi bentuk SCFA tergantung pada luas fermentasi usus besar dan fermentasi produk yang terbentuk. Sumber
serat
pangan
yang
merupakan
substrat
fermentasi
akan
mempengaruhi hasil akhir fermentasi. Polisakarida non selulosa (serat larut) yang bersifat dapat difermentasi menghasilkan lebih banyak SCFA daripada polisakarida yang sulit difermentasi (serat tak larut). Uji in vitro pada produksi SCFA yang dihasilkan oleh fermentasi gum arab, gum, pektin lebih tinggi dibanding “oat bran fiber” maupun “rice bran “. Pektin menghasilkan jumlah SCFA yang paling tinggi diantara serat larut (gum dan gum arab). Sifat fisik kimia serat pangan mempengaruhi karakteristik fermentasinya. Serat pangan larut seperti pektin dan gum umumnya difermentasi secara cepat dalam kolon, sedangkan serat pangan tak larut seperti selulosa dan bekatul biasanya lebih tahan terhadap fermentasi. β-glukan dan rafinosa menghasilkan asam butirat dalam jumlah cukup tinggi (15%), sedangkan guar gum menghasilkan
asam
propionat
tinggi
(27%).
Fermentasi
menghasilkan asam propionat (16%) dan asam butirat (9%).
pati
resisten
Kegunaan SCFA dalam Sistem Metabolisme Tubuh
SCFA yang diserap digunakan untuk pemeliharaan, pertumbuhan, dan aktivitas lipogenesis. Aktivasi SCFA oleh secara enzimatis adalah dengan pembentukan acyl-CoA antara lain acetyl-CoA, propyonil-CoA dan butyril-CoA yang merupakan faktor penting yang mengatur penyerapan SCFA oleh jaringan tubuh. Menurut Marsman dan Mc Burney (1995) adanya produksi SCFA dari fermentasi serat pangan menyebabkan “luminal SCFA infusion”, juga peningkatan massa dan proliferasi kolon. SCFA mempengaruhi transport sel epitel koton (usus besar), metabolisme “colonocyte”, pertumbuhan dan diferensiasinya, kontrol hari akan lemak dan karbohidrat, meningkatkan persediaan energi otot, ginjal, otak dan jantung. Selain itu SCFA berperan dalam pengaturan “ulcerative colitis”, “diversion colitis”, serta “in enteral feeding”. Asam lemak rantai pendek (SCFA) dapat menurunkan pH kolon sehingga mampu menyeimbangkan mikroflora dalam usus. SCFA diabsorbsi dan dimetabolisme dengan jalan yang berbeda. SCFA diserap dalam bentuk asam tidak terdisosiasi (difusi non ionik) atau dalam bentuk garam sodium dan potassium dari SCFA (difusi ionik). SCFA yang diabsorbsi akan digunakan untuk pemeliharaan, pertumbuhan dan lipogenesis. SCFA memberikan kontribusi pada efek penurunan kolesterol. Asam Lemak butirat di dalam caecum dan kolon lebih tinggi ketika substrat berupa serat pangan dibanding substrat tanpa serat. Butirat digunakan sebagai sumber energi oleh sel epitel kolon . Selain sebagai sumber energi, butirat mampu mengikat senyawa toksin di kolon sehingga dapat berfungsi sebagai senyawa anti karsinogenik (Cummings, 1981). SCFA menstimulasi aliran darah kolon, fluida dan penyerapan elektrolit. Kemampuan mikroorganisme untuk memfermentasikan berbagai macam karbohidrat dan produk yang dihasilkan dari fermentasi merupakan ciri-ciri yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
mikroorganisme.
Identifikasi
ini
berkaitan
erat
dengan
aktivitas
metabolisme mikroorganisme dalam menggunakan dan menguraikan senyawa kompleks, seperti pati, lemak, protein, dan asam nukleat ( Lay, 1994). 2. Fermentasi Lemak dan Protein
Makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap didorong gerak peristaltik masuk usus besar. Dalam usus besar terjadi penyerapan air sehingga isi usus menjadi lebih padat.
Bersamaan dengan itu terjadi pembusukan dan fermentasi oleh bakteri usus besar. Bakteri usus, sekitar ± 25 % berat feses, berperan dalam sintesis vitamin K & vitamin B12. Melalui fermentasi dan putrefaksi, bakteri menghasilkan berbagai macam gas, seperti CO 2, metana, hidrogen, mitrogen, dan hidrogen sulfida.
o
Fosfatidilkolin kolin + neurin (amina toksik)
o
Asam amino menjalani dekarbolaksilasi menghasilkan amina yang toksik (ptomain)
o
Asam amino Triptofan indol + metilindol (skatol) – substansi penyebab bau pada feses
o
Asam amino yang mengandung sulfur, yaitu sistein à merkaptan (etil dan metil) + H2S
o
Usus besar merupakan sumber amonia dengan jumlah besar, yaitu produk aktivitas bakteri terhadap substrat nitrogenus.
Asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa bakteri tertentu, terutama Clostridia. Protein awalnya akan dipecah menjadi asam amino, selanjutnya asam amino difermentasi menjadi senyawa lain berupa asam. Asam amino yang dihasilkan dapat sepasang ataupun satu asam amino saja. Pada fermentasi sepasang asam amino, satu asam amino akan menjadi oksidan sedangkan satunya lagi akan menjadi reduktan (Fardiaz, 1992). Jalur fermentasi sendiri dapat dilihat pada gambar 2.2. Reaksi fermentasi asam amino:
3 Alanin + 2 H 2O → 2 asam propionat + asam asetat + CO 2 + 3 NH 3 3. Absorpsi dan Metabolisme Vitamin
VITAMIN LARUT LEMAK
A. VI TAMI N A Bentuk fisiologis utama dari vitamin A adalah retinaldehid dan retinoic acid, keduanya berasal dari retinol. Retinaldehid berfungsi dalam sistem penglihatan sebagai bagian protestik opsin, yang berperan dalam transduksi sinyal antara penerimaan cahaya retina dengan inisiasi impuls saraf.
Retinoic acid memodulasi ekspresi gen dan diferensiasi jaringan, berperan dalam jalur reseptornukleus. Bentuk provitamin A hanya ditemukan pada hewan dan sebagian kecil bakteri. Sejumlah pigmen karotenoid pada tumbuhan dapat teroksidasi menjadi bentuk retinol. Beta karoten secara kuantitatif merupakan bentuk paling utama dari provitamin karetonoid. a. Absorpsi dan Metabolisme Vitamin A dan karotenoid.
Di dalam plasma, semakin banyak karotenoid hidrofobik terdapat dalam chylomicron atau VLDL , sedangkan hidrokarotenoid yang lebih polar terdapat dibagian permukaan plasma yang dapat ditransfer antara plasma dan dipindahkan ke jaringan. Sekitar 70-90% dari retinol yang dikonsumsi di absorpsi, dan saat terjadi pemasukan yang tinggi. Retinyl ester dihidrolisis oleh lipase pankreas dan carboksil ester lipase dalam miccel lipid di dalam lumen intestine, serta retinyl ester hidrolase dalam membran mukosa brush border. Pada pemasukan dalam level fisiologis, uptake retinol ke enterosit difasilitasi oleh difusi terfasilitasi dari missel lipid. Ketika transport protein di dalam mukosa brush border intestine tersaturasi, juga terdapat uptake retinol secara pasif. Di dalam enterosit, retinol terikat dengan retinol binding protein (CRBP II) dan diesterifikasi
oleh
lesitin.
Retinol
acyltransferase
(LRAT),
yang
menggunakan
phospatidylcholine sebagai asam lemak donor, sebagian besar menghasilkan retynil palmitate, walupun sejumlah kecil stearat dan oleat juga dibentuk. Pada keadaan unfisiologis level yang tinggi dari retinol adalah ketika CRBP II tersaturasi, acyl coenzyme A (coA), retinol acyltransferase (ARAT) mengesterifikasi retinol bebas yang terakumulasi di membran intraseluler. Kemudian retinyl esters memasuki sirkulasi limfatik dan aliran darah (dalam bentuk kilomikron) bersama dengan dietary lipid dan karotenoid. Proporsi yang lebih kecl dari dietary retinol dioksidasi ke dalam bentuk retinoic acid, yang diabsorpsi ke dalam sirkulasi porta dan terkat dengan serum albumin. Beberapa retinyl ester ditransfer ke dalam sirkulasi porta. Pasien dengan abetalipoproteinemia yang tidak dapat mensintesis kilomikron tidak dapat menjaga status vitamin A secara adequate ketika mereka memiliki intake yang tinggi terhadap retinol.
d. Absorpsi dan Metabolisme Carotenoid
Karotenoid diabsorpsi secara pasif, terlarut di dalam miccel lipid. Beta karoten dan provitamin A carotenoid teroksidasi dan membelah ke bentuk retinaldehid di dalam mukosa intestine, dikatalisis oleh caroten dioksigenase. Retinaldehid kemudian terikat kke CRBP II dan di reduksi ke retinol oleh mikrosomal dehidrogenase dan diesterifikasi dan disekresikan ke kilomikron bersama retinyl ester. Hanya sebagian kecil caroten yang dioksidasi di mukosa intestine sementara jumlah yang lebih besar masuk ke sirkulasi dalam bentuk kilomikron. Terdapat pembelahan karoten di hati yang diambil dari kilomikron remnant, kemudian dibentuk menjadi retinaldehid dan retinyl ester, sisanya disekresikan ke VLDL dan kemungkinan diambil dan mengalami pembelahan oleh aktivitas karoten dioksigenase pada berbagai jaringan ekstrahepatic.
e. Plasma Retinol Binding Protein (RBP)
Retinol dilepaskan lalu diikatkan ke retinol binding protein (RBP), hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya oxidasi dan juga membawa vitamin ke jaringan. RBP mengikat 1 mol retinol per mol protein. RBP membentuk kompleks dengan perbandingan 1:1 tetramik thyroxyne-binding pre-albumin, transthyretin.
Di hepar, apo-RBP-transthyretin complex dibentuk oleh RE kasar dan kemudian berpindah melalui RE halus ke golgi untuk berikatan dengan retinol. Calnexin adalah protein integral membran berperan dalam membantu perpindahan apo-protein ke golgi sehingga retinol dapat berikatan dengan apo-protein membentuk holo-RBP-transthyretin yang selanjutnya siap untuk disekresikan. e. Cellular Retinoid Binding Protein (CRBP) dan CRABP
Terdapat 5 bentuk retinoid binding protein intracellular. Dua bentuk cellular retinol binding protein yang pertama untuk mengikat all-trans dan yang kedua untuk mengikat bentuk 13-cis retinol. Selain itu retinol binding protein ini juga mengikat retinaldehid walaupun terdapat protein khusus yang mengikat retinaldehid di mata. 1. CRBP (I) terdapat pada semua jaringan, terpisah dari otot skletal dan jantung, terutama banyak terdapat pada jaringan yang mengandung sejumlah besar retinol. 2. CRBP (II) terdapat hanya pada sebagian kecil sel mukosa intestinal 3. CRBP (III) terdapat pada otot skletal dan jantung Terdapat dua cellular retinoic acid binding protein : 1. CRABP (I) terdapat hampir pada seluruh jaringan 2. CRABP (II) terutama di kulit, uterus, ovarim, plexus choroideus dan sel-sel fetus. Intraselular retinoid binding protein berfungsi sebagai reservoir pasif dari retinoid, juga penting sebagai sarana pemindah retinoid. CRBP II berinteraksi dengan membran enterosit retinol transporter dan CRBP I dengan permukaan sel reseptor RBP, sehingga trjadi uptake langsung dan akumulasi retinol di lumen intestinal dan sirkulasi. CRBAP I dan II berfungsi untuk mentransportasikan asam retinoat ke nukleus yang kemudian akan berikatan dnegan reseptor retinoid. CRBAP II dengan ikatan asam retinoat akan berinteraksi dengan ligand RAR-RXR heterodimer yang berikatan dengan hormon yang mempengaruhi DNA dan meningkatkan aktivitas reseptor nukleus. Baik CRBP dan CRABP sangat penting dalam meregulasi metabolisme retinoid : 1. Pada enterosit CRBP II mengatur : a) Reduksi retinaldehid ke retinol oleh carotene dioksigenase b) Esterifikasi retinol oleh LRAT
2. Pada jaringan lain dan Hepar CRBP I mengatur a) Esterifikasi retinol dan hidrolisi retinyl ester b) Oksidasi retinol menjadi retinaldehid c) Oksidasi retinaldehid menjadi asam retinoat
B. METABOLI SME VI TAMI N D Terdapat berbagai macam sumber vitamin D dan sumber utama adalah photosintesis di kulit. Dietary Vitamin D diabsorpsi dalam bentuk kilomikron dan diambil secara langsung oleh hati sebagai kilomikron remnants dan dibersihkan dari sirkulasi. Sedangkan vitamin D yang disintesis di kulit akan berikatan dengan plasma Vitamin D binding protein dan di metabolisme bertahap. Tidak seperti vitamin larut lemak lainnya, tidak ada penyimpanan vitamin D di hati, kecuali pada minyak ikan. Pada Hati manusia, konsentrasi vitamin D tidak melebihi 25nmol/kg. Bentuk utama penyimpanan vitamin D di jaringan adiposa adalah plasma calcidiol, yang memiliki waktu paruh 3 minggu.
a. Dietary Vitamin D
Dietary cholecalciferol dan ergocalciferol diabsorpsi dari usus halus dalam bntuk misel lipid dan dipindahkan ke kilomikron, beberapa ditransfer ke sirkulasi dalam bentuk Vitamin D plasama binding protein, namun mayoritas akan masuk ke hati dalam bentuk kilomikron remnants. b. Regulasi Metabolisme Vitamin D
Fungsi fisiologis utama vitamin D adalah mengontrol homeostasis kalsium dan metabolisme vitamin D direguasi oleh keseimbangan calcium. Regulasi utama metabolisme vitamin D adalah dengan mengontrol aktivitas calcidiol 1-hydroxylase dan 24-hydroxilase. Pada umumnya faktor yang meningkatkan salah satu aktivitas hydroxylase secara simultan mengurangi aktivitas yang lain. -
Calcitriol
Penentu utama dalam aktivitas relatif calcidiol 1-hydroxylase dan 24-hydroxylase adalah ketersedian calcitriol. Pada kasus defisiensi vitamin D, dengan konsentrasi calcitriol yang rendah, maka aktivitas calcidiol 1-hydroxylase adalah maksimal. -
Paratiroid Hormone
Paratiroid hormone meingkatkan calcium plasama dengan mempengaruhi resorpsi tulang dan reabsorpsi ginjal yang secara langsung diregulasi oleh hasil metabolisme vitamin D. Yaitu sebuah peptida dan bekerja melalui reseptor G-protein yang berhubungan dengan adenylate cyclase. Kelenjar paratiroid memiliki receptor calcium G-protein permukaan yang berhubungan dengan phospholipase c, dan paratroid hormone disekresikan karena respon terhadap hipocalcemia. -
Calcitonin
Calcitonin disekresikan oleh sel C kelenjar tiroid karena respon terhadap hypercalcemia.
Bekerja sebagai antagonis paratiroid hormone dengan menean
aktivitas osteoklas.
c. Stimulasi Calcium Intestinal dan Absorpsi Fosfat
Vitain D menyebabkan peningkatan absorpsi calcium. Terdapat dua bentuk respon terpisah dari sel mukosa terhadap calcitriol, peningkatan yang cepat dari uptake calcium karena rekruitmen transporter pada sel permukaan, dan respon yang lebih lambat terhadap induksi calcium binding protein, Calbindin-D d. Induksi Calbindin-D
Respon terhadap calcitriol menyebabkan peningkatan mRNA sintesis dan sintesis Calbindin-D di sel mukosa intestinal, yang berkorelasi dengan peningkatan reabsorpsi calcium.
3. VI TA MI N E : TOKOF E ROL DA N TOKOTR I E NOL a. Metabolisme Vitamin E
Absorpsi vitamin E umumnya sangat sedikit, hanya 20-40% yang diabsorpsi di usus halus, dalam bentuk misel lipid yang bergabung dengan dietary lipid lainnya. Absorpsi ini ditingkatkan oleh trigliserida medium-chain dan diinhibisi oleh polyunsaturated fatty acid, kemungkinan karena interaksi kimiawi antara tokoferol dan poyunsaturated fatty acid atau produk peroksidasinya di lumen intestine. Ester dihidrolisis di lumen intestine oleh pancreatic esterase dan oleh intracellular esterase di sel mukosa.
4. VI TAMI N K a. Metabolisme Vitamin K
Phyyloquinone diabsorpsi di bagian proksimal usus halus dengan menggunakan mekanisme dependen energi dan kemudian digabungkan dengan kilomikron. Estrogen akan meningkatkan absorpsi pada wanita dan pria. Bahkan setelah puasa (malam hari) sekitar setengah vitamin K plasma terdapat di kilomikron remnants. Dan hanya ¼ yang terdapat pada LDL. Pada konsentrasi plasma phylloquinone berasosiaso dengan berbagai variasi apo-E, yang akan menentukan pengikatan kilomikron remnants pada reseptor lipoprotein di hati. Jaringan ekstrahepatik mengambil phylloquinone dari kilomikron dan VLDL, dan mensintesis menaquinone-4, yang merupakan bentuk utama vitamin ini pada jaringan. Beberapa menaquinone juga diabsorpsi melalui sistem vena porta dari kolon. Sekitar 20% dosis oral phylloquinone yang diekskresikan ke feses tidak dirubah, sehingga terdapat 80% yang diabsorpsi.
VITAMIN LARUT AIR
1. VITAMI N B1 (THI AMI N) Dietary thiamin phosphate dihidrolisis oleh fosfat intes tinal dan menghasilkan thiamin bebas yang di absorpsi oleh transport aktif di duodenum dan proksimal jejunum, dengan sedikit absorpsi di sisa usus halus. Transport aktif Thiamin adalah sodium-independent dan membutuhkan gradien proton. Antimetabolite seperti pyrithiamin dapat berkompetisi dengan thiamin pada transport ini. Sistem transport disaturasi pada konsentrasi rendah, sehingga membatasi jumlah thiamin yang dapat diabsorpsi. Beberapa thiamin difosforilasi menjadi thiamin monofosfat di mukosa intestinal, walaupun tidak esential untuk uptake, dan vesikel membran yang terisolasi dapat mengakumulasi thiamin bebas melawan gradien konsentrasi. Thiamin tidak akan terakumulasi di sel-sel mukosa karena terdapat sodium-dependant active transport melalui membran basolateral, sehingga konsentrasi thiamin di mukosa lebih rendah dari cairan serosa. Absorpsi thiamin akan terganggu pada peminum alkohol aktif, sehingga dapat menyebabkan defisiensi thiamin. Baik free thiamin ataupun thiamin monofosfat bersirkulasi di plasma, 60% dalam bentuk thiamin monofosfat. Pada kondisi normal sebagian besar terikat pada albumin, ketika kapasitas binding albumi tersaturasi, kelebihan dengan segera akan difiltrasi di glomerulus dan diekskresikan ke urin. Terdapat dua jalur untuk pembentukan thiamin trifosfat dari difosfat, yaitu : a) Fosforilasi oleh ATP, dikatalisis oleh thiamin difosfat kinase yang berkerja hanya pada thiamin difosfat terikat protein b) Fosforilasi oleh ADP, dikatalisis oleh adenylate kinase, enzim ini khususnya penting pada sintesis yang cepat dan turnover thiamin trifosfat pada jaringan fiber otot putih. Thiamin yang tidak terikat ke protein plasma dengan segera difitrasi di glomerulus. Diuresis meningkatkan pengeluaran thiamin, sehingga pasien yang mengkonsumsi diuretics drug dapat mengalami defisiensi thiamin. Sejumlah kecil thiamin yang diekskresikan melalui urin tidak diubah.
2. VI TA MI N B2 (R I BOF LAVI N) Riboflavin terdiri atas sebuah cincin isoaloksazin heterosiklik yang terikat dengan gula alcohol, ribitol. Jenis vitamin ini berupa pigmen fluoresen berwarna yang relatif stabil terhadap panas tetapi terurai dengan cahaya yang visible.
Bentukaktif riboflavin adalah flavin mononukleatida (FMN) dan flavina denin dinukleotida ( FAD ).FMN dibentuk oleh reaksi fosforilasi riboflavin yang tergantung pada ATP sedangkan FAD disintesis oleh reaksi selanjutnya dengan ATP dimana bagian AMP dalam ATP dialihkan kepada FMN. FAD dan riboflavin fosfat pada makanan dihidrolisis di lumen intestin dengan bantuan nukleotida difosfat dan berbagai macam variasi fosfatase untuk menghasilkan free riboflavin, yang akan diabsorpsi pada usus halus oleh mekanisme sodium-dependent, puncak konsentrasi plasma berhubungan dengan dosis hingga 15-20 mg. Bakteri intestin mensintesis riboflavin, dan kehilangan melalui feses dapat enjadi 5-6 kali lipat dari intake. Hal ini mungkin terjadi karena bakteri pensintesis memberikan kontribusi yang besar terhadap konsentrasi riboflavin. Riboflavin yang diabsorpsi difosforilasi di mukosa intestine oleh flavokinase dan memeasuki airan darah sebagai riboflavin fosfat, metabolic trapping ini esensial untuk uptake riboflavin ke dalam enterocytes. Sekitar 7% dietary riboflavin terikat dengan protein (riboflavin-8-alfa-histidine atau riboflavin-8 alfa-cystein. Komplek riboflain-asam amino dilepaskan oleh proteolisis, namun secara biologi tidak aktif sehingga akan dikeluarkan ke urin.
3. VI TA MI N B6 Pada mukosa usus halus, pyridoksal, pyridoxamine dan pyridoxine semuanya diserap secara langsung melalui difusi terfasilitasi. Mukosa intestine memiliki pyridoxine kinase dan pyridoxine phosphate oxidase sehingga terdapat akumulasi pyridoxal phosphate karena metabolic trapping. Kebanyakan intake pyridoxine akan dilepaskan ke sirkulasi portal sebagai pyridoxal setelah sebelumya terjadi proses defosforilasi di permukaan serosa. Pyridoxine fosfat oxidase adalah flavoprotein dan aktifasi eritrosit apoenzim oleh riboflavin 5’-fosfat in vitro dapat diguanakan sebagi indeks status nutrisi riboflavin. Pyridoxine dikonversimenjadi pyridoxal phosphate di
liver dan jaringan lainnya.
Pyridoxal phosphate tidak dapat melalui membranes, dan efflux vitamin dari jaringan adalah dalam bentuk pyridoxal. Pyridoxal phosphate diekspor dari hati dalam bentuk terikat ke albumin.
Jaringan ekstrahepatik mengambil dalam bentuk pyridoxal dan pyridoxal fosfat dari plasma. Pyridoxal fosfat kemudian dihidrolisis membentuk pyridoxal yang dapat melalui membran. Sebagian kecil Pyridoxal dan Pyridoxal fosfat diekskresikan melalui urin, walaupun sebagian besar vitamin B6 ini ada juga yang di filtrasi di glomerulus dan direabsorpsi di tubulus ginjal.
4. METABOLI SME F OLAT Mayoritas dietary folat terdiri dari polyglutamate, variasi lainnya dapat berganti pada satu fragmen carbon atau dapat berupa derivative dari dihydrofolate. Unsubstitusi folate tereduksi pada makanan secara kimiawi tidak stabil dan dapat mengalami pembelahan menjadi p-aminobenzoic acid dan pteridine antara 50-75% folate pada makanan dapat hilang selama proses dan penyimpanan. a. Digesti dan Absorpsi Folate
Di
dalam
lumen
intestine,
folate
terkonjugasi
dihidrolisis
oleh
glutamate
carboxypeptidase (pteroylpoliglutamate hidrolase, atau disebut konjugase), sebuah zincdependent enzyme berperan dalam lumen intestinal, pada manusia proses konjugasi pada brush border mukosa dan enterocytes sangat penting. Konjugase adalah bentuk umum poly-gamma-glutamyl hydrolase. Yang berperan baik sebagai eksopeptidase yang memindahkan gugus gamma-glutamyl secara sekuensial dan sebagai endopeptidase yang memindahkan oligo-gamma-glutamyl peptida. Karena konjugase adaah zink metallo-enzyme, defisiensi zink dapat mengganggu absorpsi dari folate terkonjugasi, tetapi tidak terlalu berpengaruh pada folate monoglutamate. Folate bebas, dilepaskan dari proses yang dikatalisis konjugase kemudian diabsorpsi oleh mekanisme yang dimediasi carrier di jejunum. Folate pada susu terutama diikat ke spesific binding protein . kompleks protein-folate inidiabsorbsi terutama di ileum oleh mekanisme yang mirip seperti transport pada free folate. Kemampuan biological folate dari susu atau folate dari menu makanan yang ditambahkan susu pada dietarynya, memiliki pengaruh lebih besar dari folate yang tidak trikat, sedangkan folate yang berasal dari cereal biasanya lebih rendah.
Sebagian besar dietary folate mengalami reduksi dan methylasi di dalam mukosa intestinal dan masuk ke sirkulasi portal dalam bentuk 5-methyl-tetrahydrofolate. Sehingga free folate diabsorpsi dan disirkulasi dalam aliran darah dan diambil oleh jaringan, direduksi menjadi bentuk tetrahydrofolate dan digunakan. b. Pengambilan Oleh Jaringan dan Metabolisme Folate
Methyl-tetrahydrofolate dari mukosa intestinal bersirkulasi dalam keadaan terikat albumin dan merupakan bentuk utama yang diambil oleh jaringan ekstrahepatik. Sejumlah kecil dari substitusi satu karbon folate juga disirkulasikan (sekitar 10-15% plasma folate adalah 10-formyl-tetrahydrofolate) yang tersedia untuk jaringan. Terdapat dua mekanisme ambilan folate oleh jaringan : 1) Transporter Folate tereduksi adalah protein transmembrane dengan afinitas yang tinggi untuk methyl-tetrahydrofolate dan afinitasnya rendah untuk bentuk turunan folate yang lain. Khususnya aktif di enterocyte dan epitelium tubulus renalis tetapi juga ditemukan pada sebagian cell. 2) Reseptor
folate
adalah
glycophosphatidyl
inositol
dengan
spesifisitas
yang
memungkinkan uptake folate oleh receptor yang memediasi proses endositosis. Tetrahydrofolate monoglutamate yang didemetilasi oleh jaringan ekstrahepatik dan ditransportasikan dalam keadaan terikat folate binding protein di plasma. Memiliki afinitas yang rendah terhadap methyl-tetrahydrofolate. Fungsinya adalah mengembalikan folate ke hati, dimana akan dikonjugasikan dan disimpan atau dimetilasike dalam bentuk 5-methyltetrahydrofolate yang disekresikan ke empedu. Eritrosit memiliki beberapa ratus kali lipat konsentrasi folate begitu pula plasma, terlibat dalam erythropoiesis, sebagai polyglutamate yang terikat pada hemoglobin. Folate berikatan dengan deoxyhemoglobin dan berkompetisi dengan 2,3-bifosfogliserat, tetapi tidak berikatan secara signifikan pada oxyhemoglobin.
5. ME TABOLI SME B 12 Sejumlah vitamin B12 dapat diabsorpsi melalui difusi melewati mukosa intestinal. Tetapi pada kondisi normal, hal ini tidak signifikan. Jalur utama absorpsi vitamin B12 adalah dengan melekatkan B12 ke spesifik binding-protein di lumen intestinal. Binding protein ini adalah faktor intrinsik yang disekresikan oleh sel gastric parietal yang juga mensekresikan
asam lambung. Sekresi intrinsic factor dan asam lambung distimulasi oleh stimulasi nervus vagus, histamine, gastrin dan insulin. a. Digesti dan Absorpsi Vitamin B12
Baik gastric acid dan pepsin sangat penting pada nutrisi vitamin B12, yang memungkinkan pelepasan vitamin dari binding-protein dan membuatnya tersedia bagi jaringan. Di dalam lambung vitamin B12 diikatkan ke cobalophilin, binding-protein yang disekresikan oleh saliva. Cobalophilin adalah kelompok yang berhubungan dengan antigen, relatif unspesifik atau dikenal sebagai R-protein karena kecepatan mobilitasnya jika dibandingkan dengan cobalamin binding-protein lainnya pada electrophoresis. Di duodenum, cobalophilin di hidrolisis, melepaskan vitamin B12 untuk diikatkan pada faktor instrinsik. Insufisiensi pankreas dapat menjadi faktor defisiensi vitamin B12, karena
kegagalan
hidrolisis
kobalofilin
akan
mengakibatkan
vitamin
terganggu
pengikatannya dan diekskresikan, tanpa ditransfer ke faktor intrinsik. Vitamin B12 diabsorpsi dari bagian distal ileum oleh receptor-mediated endositosis. Terdapat ikatan intrinsic factor-vitamin B12 pada brush border, namun free intrinsic factor sendiri tidk berinteraksi dengan reseptor
6. BI OTI N Mayoritas bentuk biotin di makanan adalah biositin, kemudian dihidrolisis oleh biotinidase pada pankreatik juice dan sekresi mukosa intestine sehingga menghasilkan biotin bebas. Biositin tidak diabsorpsi. Uptake biotin ke dalam enterocytes menggunakan carrier sodiumdependent, yang juga mentransportasikan asam pantetonat dan asam lipoat. Carrier ini ditemukan pada usus halus dan kolon, sehingga biotin dan asam pantetonat yang disintesis oleh bakteri intestinal dapat diabsorpsi. Biotin bersirkulasi di aliran dalam darah dalam bentuk terikat serum glikoprotein, biotinidase yang tidak hanya berperan sebagai transporter tetapi juga mengkatalisis hidrolisis biositin dan transfer biotin dari biositin menjadi gugug sulfihydril. Beberapa biotin juga terikat unspesifik pada albumin dan alfa atau beta-globulin. Brush border pada korteks renal memiliki sodium-biotin cotransport system yang mirip dengan mukosa intestinal, yang memungkinkan reabsorpsi free biotin yang difiltrasikan ke urin.
7. Vitamin C a. Absorpsi Intestinal dan Sekresi Vitamin C
80-95% dietary ascorbate diabsorpsi pada intake sebanyak 100 mg/hari. Intake Ascorbate yang berlebihan tidak diabsorpsi dan menjadi substrat untuk metabolisme bakteri intestinal. b. Metabolisme dan Ekskresi Askorbat
Ekskresi Asam askorbat terutama melalui urin dan diubah menjadi dehydroaskorbat dan diketogulonate. Baik askorbat dan dehydroaskosrbat difiltrasi di glomerulus kemudian direabsorpsi oleh proses sodium-independent. Reabsorpsi dehydroascorbate direduksi menjadi askorbat di ginjal. Produksi Usus Gas
Sejumlah besar gas hadir dalam isi gastrointestinal dari semua hewan. Lima gas merupakan lebih dari 99 % dari gas berlalu : N 2 , O2 , CO2 , H 2 dan metana. Tak satu pun dari gas-gas ini memiliki bau , dan bau yang khas dari tinja adalah karena jumlah yang sangat kecil dari
beberapa gas lainnya , termasuk hidrogen sulfida . Ada tiga sumber utama dari lima gas usus besar : 1 . Menelan udara adalah sumber utama gas dalam perut . 2 . Generasi Intraluminal gas hasil dari dua proses utama Pertama , di usus proksimal , interaksi hidrogen dan bikarbonat ion ( terutama dari sekresi lambung dan pankreas ) mengarah ke generasi CO 2 . Jumlah gas yang dihasilkan oleh jalur ini tidak besar , karena isi lumenal tidak mengandung karbonat anhidrase dan disosiasi H2CO3 demikian sangat lambat . Selain itu , sebagian besar CO 2 yang dihasilkan dengan cara ini diserap ke dalam darah . Mikroba tampaknya menjadi satu-satunya sumber dari semua hidrogen dan metana yang diproduksi dalam usus . Berbagai buah-buahan dan sayuran mengandung polisakarida yang tidak dicerna dalam usus kecil dan menyebabkan produksi gas tebal oleh mikroba . Memang, pengobatan utama untuk produksi gas yang berlebihan adalah manipulasi diet untuk menghilangkan bahan makanan yang individu tidak dapat mencerna dan menyerap Pembusukan dan Fermentasi dalam Intestinal
Usus besar atau juga disebut kolon mempunyai fungsi biologik yang penting, yaitu untuk absorpsi dan sekresi beberapa elektrolit tertentu dan air, serta pengumpulan dan ekskresi bahan-bahan sisa pencernaan. Namun dalam dasawarsa terakhir, perhatian banyak ditujukan pada fungsi-fungsi usus besar (kolon) yang mempengaruhi kesehatan dan nutrisi, utamanya dalam hubungan dengan mikrobiota yang hidup di dalamnya. Kolon merupakan suatu ekosistem yang sangat sarat dengan kolonisasi mikrobiota (sampai 1012 bakteri/gram isi kolon), sehingga aktivitas terpadu dari mikrobiota yang hidup didalamnya, menjadikan usus besar bagian tubuh dengan aktivitas metabolik paling tinggi. Diperkirakan 95% dari semua sel hidup dalam tubuh manusia adalah bakteri usus besar. Kolon mempunyai ekosistem mikrobiota yang sangat kompleks, didiami sekurang-kurangnya 50 genera bakteri, yang terdiri atas lebih 400 spesies bakteri yang berbeda. Di dalam usus besar terjadi proses pembusukan dan fermentasi oleh aktivitas bakteri. Dari aktivitas ini terbentuk gas CO2 CH4, H2, N2, H2S danasam-asam seperti asam laktat,
asam asetat, dan asam butirat. Bakteri usus juga memproduksi vitamin seperti vitamin K dan B12. Beberapa produk pembusukan antara lain: 1. Lesitin dipecah oleh bakteri menghasilkan kolin dan neurin 2. Beberapa asam amino mengalami dekarboksilasi sehingga terbentuk amin primer yang toksik yang disebut ptomain. Sebagai contohnya lisin berubah menjadi kadaverin. 3. Asam amino triptofan membentuk indol dan skatol. Dua zat ini memberi pengaruh pada bau khas feses. 4. Asam amino sistein mengandung sulfur mengalami transformasi membentuk merkaptan seperti etil merkaptan, etil merkaptan, dan H2S. Komponen mikrobiota kolon sebagian besar pada umumnya bersifat menguntungkan bagi hospes. Melalui proses fermentasi, bakteri kolon sanggup membentuk sejumlah besar senyawa yang efeknya positif bagi fisiologi usus maupun pengaruh sistemik : 1. Produk akhir metabolisme, terutama SCFA dari metabolisme karbohidrat dan protein, bersifat vital sebagai sumber energi mukosa kolon, dan untuk regulasi metabolisme sesudah SCFA diserap. SCFA penting bagi integritas mukosa dan fungsi fisiologik normal usus besar. 2. Mikrobiota normal memberikan barier sangat efektif terhadap kolonisasi usus oleh mikroba patogen potensial. Komponen yang baik dari mikroba indigenous (asli) dalam usus menciptakan mikro-lingkungan dalam kolon yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan dan/atau survival mikroflora patogen, sehingga menekan aktivitas metabolik serta berdiamnya dan berkembangbiaknya dalam kolon. 3. Kondisi fisiko-kimiawi dari mikro-lingkungan lumen usus mengurangi paparan mukosa terhadap berbagai mutagen dan toksik bila spesies bakteri menguntungkan yang hidup predominan dalam kolon. Senyawa Hasil Fermentasi Serat
Fermentasi serat dalam kolon menghasilkan produk berupa gas seperti gas hidrogen, metana, karbondioksida dan asam lemak rantai pendek (Short Chain FattyAcid) seperti asam asetat, propionat dan butirat. Asam lemak rantai pendek (SCFA) diserap oleh mukosa kolon dan menghasilkan energi bagi inang sehingga serat bisa dianggap sebagai sumber kalori yang
jumlahnya kira-kira 1,5 Kkal/gram. Jumlah SCFA yang dihasilkan tergantung pada tingkat fermentasi masing-masing serat. Selulosa yangdimurnikan merupakan serat yang sulit difermentasi sehingga menghasilkan SCFA paling rendah. Sebaliknya guar gum, pektin, agar-agar, karagenan, β-glukan karena mudah difermentasi, akan menghasilkan SCFA yang tinggi. Komposisi SCFA yang dihasilkan adalah asetat > propionat > butirat. Asammbutirat berfungsi menormalkan pertumbuhan sel sehingga produksi SCFA memberi efek kemoprotektif dalam kolon. Beberapa penelitian membuktikan bahwa asam butirat menurunkan insiden tumor kolon. Namun ada penelitian menemukan, tidak ada perubahan dari lesi prekanker kolon ketika tikus percobaan diberi pelet kaya butirat sehingga diperlukan penelitian konfirmasi.
F ermentasi Selulosa Fermentasi adalah penguraian enzimatik dan utililization bahan makanan , terutama karbohidrat, oleh mikroba. Usus besar tidak menghasilkan enzim pencernaan sendiri , tetapi mengandung sejumlah besar bakteri yang memiliki enzim untuk mencerna dan memanfaatkan berbagai substrat . Dalam semua hewan , dua proses yang dikaitkan dengan flora mikroba usus besar : 1 . Pencernaan karbohidrat tidak dicerna di usus kecil 2 . Sintesis vitamin K dan vitamin B tertentu Selulosa adalah konstituen umum dalam diet banyak hewan , termasuk manusia , tetapi tidak ada sel mamalia yang dikenal untuk menghasilkan selulase a .Beberapa spesies bakteri di usus besar mensintesis selulase dan mencerna selulosa. Yang penting , produk produk utama akhir pencernaan mikroba selulosa dan karbohidrat lainnya adalah asam lemak volatil , asam laktat , metana , hidrogen dan karbon dioksida. Fermentasi dengan demikian sumber utama gas usus. Asam lemak volatil (asetat, asam propionat dan butirat) yang dihasilkan dari fermentasi dapat diserap oleh difusi dalam usus besar . Sintesis vitamin K oleh bakteri kolon memberikan suplemen berharga untuk sumber makanan dan membuat kekurangan vitamin K jarang terjadi klinis. Demikian pula , pembentukan vitamin B oleh flora mikroba dalam usus besar berguna untuk banyak hewan. Mereka tidak diserap dalam usus besar , tetapi hadir dalam tinja.
Daftar Pustaka
Bender, David A.2003. Nutritional biochemistry of The Vitamins 2nd Edition. New York: Cambridge University Press. Johnson. Carbohydrate Fermentation, MicroVision Online. Home page on-line. Available from
http://www.mc.maricopa.edu/~johnson/labtools/Dbiochem/cho.html.
Internet
accessed 7 Mei 2015. Marks DB. Biokimia Kedokteran Dasar: sebuah pendekatan klinis. Jakarta: EGC; 2000. h. 482-6, 560-3 Murray RK. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC; 2003. h. 663-4 Sherwood L. Human Physiology: from cells to system. Ed 6 th. USA: Thomson Brooks/Cole; 2006. h. 616-20 Sri Widia A Jusman. Pencernaa Penyerapan Pembusukan. Kuliah Biokimia Modul Gastrointestinal tahun 2007. FKUI