PROSES PELAYUAN DAGING A.
Pengertian
Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Keadaan inilah yang disebut dengan rigor mortis. Dalam kondisi rigor, daging menjadi lebih alot dan keras dibandingkan dengan sewaktu baru dipotong. Oleh karena itu, jika da ging dalam keadaan rigor dimasak, akan alot dan tidak nikmat. Untuk menghindarkan daging dari rigor, daging perlu dibiarkan untuk menyelesaikan proses rigornya sendiri. Proses tersebut dinamakan proses aging (pelayuan. Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan !ara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik beku daging (-",#$%. Daging yang kita beli di pasar atau swalayan adalah daging yang telah mengalami proses pelayuan. &elama pelayuan, terjadi akti'itas enim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersi)at lebih empuk, dan memiliki )la'or yang lebih kuat. Daging biasanya dilayukan dalam bentuk karkas atau setengah karkas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi luas permukaan yang dapat diin)eksi oleh mikroba. Untuk menghambat pertumbuhan mikroba, proses pelayuan dibantu dengan sinar ultra'iolet. Daging akan berubah menjadi empuk apabila dilayukan hal ini karena selama proses pelayuan terjadi perubahan-perubahan pada protein intra dan ekstra seluler sehingga proses autolisis pada daging menghasilkan daging yg lebih empuk, lebih basah dan )la'our lebih baik. *ungsi pengempukan daging dengan pelayuan merupakan )ungsi dari waktu dan temperatur. Pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan tingkat keempukan tertentu dalam waktu yang lebih !epat dibandingkan pada temperatur rendah. Keempukan juga d apat ditingkatkan dengan perlakuan pendinginan , perlakuan enim dan perebusan. &etelah ternak mati dan daging mengalami ri gor mortis, ikatan struktur mio)ibril dilonggarkan oleh enim proteolitik, rusaknya komponen protein dari mio)ibril dapat menin gkatkan keempukan daging.Denaturasi protein pada pelayuan terjadi karena pH yang rendah, temperatur diatas +#o% atau dibawah $o%, adanya desikasi. Pada pelayuan protein mio)ibril dan sarkoplasma mengalami denaturasi sedangkan kolagen dan elastin tidak terdenaturasi. Denaturasi protein akan menyebabkan daya ikat air daging turun sehingga daging akan mengalami kehilangan !airan daging
atau weep. itik minimum daya ikat air pada pH #,-#,#. Pelayuan dapat menurunkan daya putus / (arner /latler, sehingga dapat meningkatkan keempukan d aging, nilai d aya putus / merupakan indeks tingkat kealotan mio)ibrilar dari daging. Pelayuan dapat meningkatkan daya ikat air pada berbagai ma!am pH karena terjadinya perubahan hubungan air 0 protein, yaitu peningkatan muatan melalui absorbsi ion K dan pembebasan ion %a, tetapi penyimpanan yang terlalu lama akan menurunkan daya ikat air dan terjadinya perubahan struktur otot. alaupun pelayuan dapat meningkatkan daya ikat air tetapi sangat dipengaruhi oleh pH dan pada akhirnya daging kehilangan !airannya. Pelayuan pada temperatur ($ 0 "o% selama +" hari dapat meningkatkan daya ikat air dan keempukan dagin g sapi serta menurunkan susut masak (!ooking loss dan penyusutan daging. Karkas sapi biasanya dilayukan dalam waktu sekitar +1+ jam. Untuk memperoleh daging yang memiliki keempukan optimum dan !ita rasa yang khas, pelayuan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi atau dengan waktu yang lebih lama, misalnya suhu 2-$% selama 3-4 hari atau suhu +$$% selama $ jam. /isa juga dilakukan pada suhu 2$% selama + jam.
B.
Tujuan pelayuan daging
"
agar proses pembentukan asam laktat dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga
pertumbuhan bakteri akan terhambat +
pengeluaran darah menjadi lebih sempurna
2
lapisan luar daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat
ditahan untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta !ita rasa khas.
Daging segar jika dipotong mula-mula berwarna ungu tapi lama kelamaan permukaan daging berubah berwarna merah dan akhirnya menjadi coklat. Terbentuknya warna coklat ini sering digunakan sebagai petunjuk menurunnya kualitas daging.
Jika dilakukan pentahapan proses yang didasarkan pada urutan proses yang terjadipascapenyembelihan, proses awal yang terjadi pada daging dikenal dengan istilah pre rigor, kemudian diikuti rigor mortis kemudian diakhiri dengan post rigor atau pasca rigor. Hewan setelah disembelih, proses awal yang terjadi pada daging adalah pre rigor. Setelah hewan mati, metabolisme yang terjadi tidak lagi sabagai metabolism aerobik tapi menjadi metabolism anaerobik karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke jaringan otot. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang semakin lama semakin menumpuk. kibatnya pH jaringan otot menjadi turun. !enurunan pH terjadi perlahan-lahan dari keadaan normal "#,$-#,%& hingga mencapai pH akhir sekitar ',(-(,(. Sementara itu jumlah T! dalam jaringan daging masih relati) konstan sehingga pada tahap ini tekstur daging lentur dan lunak. Jika ditinjau dari kelarutan protein daging pada larutan garam, daging pada )ase prerigor ini mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan daging pada )ase postrigor. Daging pada )ase prerigor. Hal ini disebabkan pada )ase ini hampir (*+ protein-protein daging yang larut dalam larutan garam, dapat diekstraksi keluar dari jaringan "orrest et al, #(&. Karakteristik ini sangat baik apabila daging pada )ase ini digunakan untuk pembuatan produk-produk yang membutuhkan sistem emulsi pada tahap proses pembuatannya. /engingat pada sistem emulsi dibutuhkan kualitas dan jumlah protein yang baik untuk berperan sebagai emulsi)ier. Tahap selanjutnya yang dikenal sebagai tahap rigor mortis. !ada tahap ini, terjadi perubahan tekstur pada daging. Jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. 0igor mortis juga sering disebut sebagai kejang bangkai. Kondisi daging pada )ase ini perlu diketahui kaitannya dengan proses pengolahan. Daging pada )ase ini jika dilakukan pengolahan akan menghasilkan daging olahan yang keras dan alot. Kekerasan daging selama rigor mortis disebabkan terjadinya perubahan struktur serat-serat protein. !rotein dalam daging yaitu protein aktin dan miosin mengalami crosslinking. Kekakuan yang terjadi juga dipicu terhentinya respirasi sehingga terjadi perubahan dalam struktur jaringan otot hewan, serta menurunnya jumlah adenosine triphosphat "T!& dan keratin phosphat sebagai penghasil energi "/uchtadi dan Sugiyono, $&. Jika penurunan konsentrasi T! dalam jaringan daging mencapai mikro mol1gram dan pH mencapai (, maka kondisi tersebut sudah dapat menyebabkan penurunan kelenturan otot. !ada tingkat T! dibawah mikro mol1gram, energi yang dihasilkan tidak mampu mempertahankan )ungsi reticulum sarkoplasma
sebagai pompa kalsium, yaitu menjaga konsentrasi ion 2a di sekitar mio)ilamen serendah mungkin. kibatnya, terjadi pembebasan ionion 2a yang kemudian berikatan dengan protein troponin. Kondisi ini menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara )ilamen aktin dan miosin "aktomiosin&. !roses ini ditandai dengan terjadinya pengerutan atau kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik "irre3ersible&. !enurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya jumlah T!. 4ila konsentrasi T! lebih kecil dari *, mikro mol1gram, terjadi proses rigor mortis sempurna. Daging menjadi keras dan kaku. Keadaan rigor mortis yang menyebabkan karakteristik daging alot dan keras memerlukan waktu yang cukup lama sampai kemudian menjadi empuk kembali. /elunaknya kembali tekstur daging menandakan dimulainya )ase post rigor atau pascarigor. /elunaknya kembali tekstur dagung bukan diakibatkan oleh pemecahan ikatan aktin dan miosin, akan tetapi akibat penurunan pH. pada kondisi pH yang rendah "turun& en5im katepsin akan akti) mendesintegrasi garis-gis gelap 6 pada mio)ilamen, menghilangkan daya adhesi antara serabut-serabut otot. 7n5im katepsi yang bersi)at proteolitik juga melonggarkan struktur protein serat otot.