Disusun oleh: Maria Novi Purwana Sari Laily Inayah Ulul Musyhidah
125100507111001 125100507111001 125100501111023 125100501111023 125100507111015 125100507111015
Kelas: G 5
Perubahan Morfologi Daging Sapi Setelah Terkena Proses Pemanasan Daging merupakan karkas yang tersusun dari lemak, jarinan adipose tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendon. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas daging, organ-organ missal hati, ginjal. Otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot. Daging dari hewan ternak umumnya disebut sebagai daging merah. Daging merah adalah daging yang menunjukkan warna merah sebelum dimasak. Salah satu cntoh dari daging merah adalah daging sapi. Warna merah yang terdapat pada daging tersebut disebabkan oleh kandungan dari miogobin. Mioglobin adalah protein yang membawa oksigen pada jaringan hewan ternak. Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe diantaranya adalah daging segar yang dilayuka tanpa pelayuan, daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), daging masak, daging asap, dan daging olahan. Daging segar jika dipotong mula-mula berwarna ungu tapi lama-kelamaan permukaan daging berubah berwarna merah dan akhirnya berwarna coklat. Terbentuknya warna coklat ini sering digunakan sebagai petunjuk menurunnya sifat fisiologi. Setelah hewan mati, metabolisme yang terjadi tidak lagi sabagai metabolisme aerobik tapi menjadi metabolism anaerobik karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke jaringan otot. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang semakin lama semakin menumpuk. Akibatnya pH jaringan otot menjadi turun. Penurunan pH terjadi perlahan-lahan dari keadaan normal (7,2-7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 3,5-5,5. Sementara itu jumlah ATP dalam jaringan daging masih relatif konstan sehingga pada tahap ini tekstur daging lentur dan lunak. Jika ditinjau dari kelarutan protein daging pada larutan garam, daging pada fase prerigor ini mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan daging pada fase postrigor. Daging pada fase prerigor. Hal ini disebabkan pada fase ini hampir 50% protein-protein daging yang larut dalam larutan garam, dapat diekstraksi keluar dari jaringan. Karakteristik ini sangat baik apabila daging pada fase ini digunakan untuk pembuatan produk-produk yang membutuhkan sistem emulsi pada tahap proses pembuatannya. Mengingat pada sistem emulsi dibutuhkan kualitas dan jumlah protein yang baik untuk berperan sebagai emulsifier. Tahap selanjutnya yang dikenal sebagai tahap rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur pada daging. Jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak
mudah digerakkan. Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya dengan proses pengolahan. Daging pada fase ini jika dilakukan pengolahan akan menghasilkan daging olahan yang keras dan alot. Kekerasan daging selama rigor mortis disebabkan terjadinya perubahan struktur serat-serat protein. A. Komposisi Kimiawi dan Struktur Daging
Secara umum daging ternak terdiri atas 20% protein,8% lemak, 1-2% karbohidrat (dalam bentuk glikogen), 1% abu dan 70% air. Namun komposisi antar jenis ternak dapat berbeda beda satu sama lainnya, seperti yang tertera pada Tabel 1.
Secara umum, komposisi kimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan persentase lemak. Struktur daging yang sering kita lihat disusun atas struktur otot ( muscle structure), structure), dimana struktur otot ini disatukan atau dilingkupi oleh jaringan ikat paling luar ( epimysium) epimysium) yang cukup tebal dan menyatu dengan tendon. Muscle sendiri Muscle sendiri tersusun atas kumpulan serabut otot (muscle (muscle fibre bundle) bundle ) yang disatukan oleh jaringan ikat perimysium. perimysium. Muscle fibre sering fibre sering disebut sebagai myofibre, myofibre, merupakan sel dengan multi nukleus yang memiliki diameter 40 – 40 – 50 μm dan panjang 1– 40 40 mm. Myofibril mm. Myofibril sendiri sendiri tersusun atas myosin dan aktin. B. Pemasakan Daging
Pemanasan dapat menyebabkan serabut protein daging menjadi liat oleh karena koagulasi dan penyusutan protein myofibrillar dan jaringan ikat. Proses pemasakan cepat akan membuat daging menjadi liat karena selama pemanasan terjadi denaturasi protein dan denaturasi jaringan ikat, yang diikuti dengan penyusutan dan penegangan jaringan ikat, sehingga daging menjadi liat. Peliatan terjadi saat protein mengalami denaturasi pada suhu 50o-80oC. Denaturasi akan menyebabkan perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan kuartener. Akan tetapi belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilitasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein.
Bila waktu pemanasan diperpanjang maka tenderness akan mengalami peningkatan, terutama pada daging yang memiliki jaringan ikat ( collagen) collagen) yang banyak, oleh karena perubahan collagen menjadi gelatin selama pemanasan. Perubahan tekstur ini tergantung pada waktu pemanasan, suhu, dan jumlah collagen yang ada pada daging. Proses pemasakan yang cukup lama hingga mencapai suhu yang melampaui suhu penyusutan collagen collagen (60-65oC), aka membuat daging menjadi empuk karena collagen diubah
menjadi gelatin. Proses pengempukan atau collagen collagen terhidrolisa menjadi gelatin
terjadi bila suhu pemasakan mencapai lebih dari 75 oC.
Selain pemasakan perubahan fisik kimia bahan pangan juga dapat terjadi akibat reaksi berikut:
DAFTAR PUSTAKA Brahmantiyo, B. 2007. Sifat Fisik dan Kimia Daging Sapi Brahman Cross, Angus, dan Murray Grey. Grey. Jurnal Badan Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor. Feiner, G. 2006. Meat Products Handbook: Practical Science and Technology. Technology . Woodhead Publishing Limited. Cambridge. Heinz, G. and P. Hautzinger. 2007. Meat Processing Process ing Technology for Small to Medium Scale Producers. Producers. FAO. Bangkok. Susilo, A. 2007. Karakteristik Fisik Daging Beberapa Bangsa Babi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. ISSN: 1978-0303. Vol. 2, No. 2. Hal 42-51.