Ketuban Pecah Dini
No. Dokumen
Halaman /
No. Revisi
RSUP Dr. SARDJITO
Disusun Oleh:
Panduan Praktis Klinis
TanggalTerbit desember 2016
Diperiksa Oleh: Dir. Medik & Keperawatan Ditetapkan Oleh: DirekturUtama,
dr. Mochammad Syafak Hanung, Sp.A NIP. 196010091986101002 1. Wewanti
2. Pengertian
PPK ini berisi panduan praktis, tidak berisi uraian lengkap tentang penyakit PPK ini dibuat untuk pedoman pemberian Antibiotik pada kasus Kehamilan dengan ketuban pecah dini. PPK ini dikembangkan berdasarkan guidelines guidelines yang sudah dikembangkan oleh RCOG, SOGC, ACOG. ACOG . Dengan melihat kembali referensi yang digunakan sebagai landasan bukti ilmiah. ilmiah .
Ketuban Pecah dini (KPD) adalah pecahnya membran chorioamnion sebelum mulainya onset persalinan. [1] Dibedakan menjadi: [1] - KPD Preterm : pecahnya membran chorioamnion sebelum onset persalinan pada usia kehamilan < 37 minggu - KPD aterm : pecahnya membran chorioamnion sebelum onset persalinan pada usia kehamilan >37 minggu Insidensi Angka kejadian KPD preterm 1% terjadi pada usia kehamilan < 24 minggu dan 1-3% pada usia 24 sampai 33 minggu, dibandingkan dengan sekitar 810 % pada KPD aterm. KPD preterm mengakibatkan 25-30 % dari seluruh angka kejadian kelahiran preterm. [2] Faktor Risiko: Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya KPD: [3] - Status sosioekonomi rendah - BMI rendah - Riwayat KPD sebelumnya - Merokok - Infeksi saluran kemih - Infeksi menular seksual - Riwayat konisasi cervix/pemasangan cerclage - Riwayat amniocentesis
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman /
RSUP Dr. SARDJITO
Panduan Praktis Klinis 3. Anamnesis
-
Lebih dari 90 % pasien KPD mengeluhkan riwayat “ keluar cairan secara tiba – tiba dari jalan lahir “.[2]( IIb)
2
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman /
RSUP Dr. SARDJITO
Panduan Praktis Klinis 4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks,mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual. Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks (satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan di medium transport untuk dikultur. [7] Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina 4.5- 6) dan cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat. [7]
3
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman /
RSUP Dr. SARDJITO
Panduan Praktis Klinis 5. Pemeriksaan
Penunjang
6. Kriteria Diagnosis
Pemeriksaan untuk infeksi gonorrhea dan chlamydia juga diindikasikan terutama pada kelompok risiko tinggi. [2] (IIb) Kultur GBS culture juga diambil dari area anorectal dan vagina. [2] (IIB) Hindari pemeriksaan dalam setelah diagnosis KPD ditegakkan. Pemeriksaan dalam berhubungan dengan periode latensi yang memendek dan peningkatan insidensi infeksi. [4] (IIb) USG sebaiknya dilakukan untuk mengevaluasi presentasi, biometri untuk usia kehamilan , anatomi janin, plasenta dan lokasi implantasi tali pusat, serta jumlah air ketuban. [4] (IIa) B Jumlah air ketuban yang berkurang dihubungkan dengan periode latensi yang memendek dan peningkatan insidensi infeksi. [2] (IIb) 50-70 % pasien KPD memiliki angka AFI rendah dan dihubungkan dengan peningkatan risiko kompresi tali pusat dan latensi yang lebih pendek. [2] (IIb) diagnosis pasti dengan visualisasi adanya cairan yang keluar dan tertampung di posterior vagina (pooling) pada pemeriksaan speculum steril, [2] pemeriksaan konfirmasi cairan yang sering dilakukan dengan nitrazin pada swab cairan cervicovaginal. Dan adanya arborisasi atau ferning. [2] riwayat kebocoran yang persisten dan adanya diagnosis USG oligohidramnion dapat juga dijadikan penunjang untuk konfirmasi. [4]
4
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman /
RSUP Dr. SARDJITO
Panduan Praktis Klinis 7. Rekomendasi
Diagnosis KPD spontan paling baik didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan spekulum steril (Rekomendasi B) Pada Kejadian KPD pada usia kehamilan < 23 minggu. Dilakukan konseling mengenai pilihan terapi ( induksi/konservatif) , prognosis dari janin. Dan risiko penyulit pada ibu. [2] (IIA) Pada kejadian KPD pada usia kehamilan 23 – 31 6/7 minggu dilakukan manajemen konservatif dengan evaluasi serial terhadap amnionitis, tanda persalinan, abruptio , kesejahteraan janin dan pertumbuhan janin. [2] (IIA) Pada kejadian KPD pada usia kehamilan 32 – 33 6/7 minggu sebaiknya dilakukan pemeriksaan untuk pematangan paru. [2] (IIA) Penilaian kematangan paru dapat dilakukan dengan pemeriksaan cairan ketuban dari amniocentesis atau dari genangan di vagina. Dapat dilakukan pemeriksaan Phosphatidylglycerol (PG), surfactant/albumin ratio (TDx/FLM), dan lamellar body counts (LBC). [2] (IIA) Pengawasan maternal Semua wanita dengan KPD harus diawasi tanda – tanda klinis infeksi ( demam, takikardia ibu/janin, nyeri tekan uterus , secret vagina purulent). Diagnosis klinis ditegakkan dengan 2 atau lebih dari gejala tersebut. [2] (IIA) Pengawasan janin NST dan profil biofisik dapat dilakukan untuk pemantauan kesejahteraan janin. NST dapat dilakukan harian atau 2x/minggu. Monitoring dapat dilakukan lebih sering pada kondisi oligohidramnion dikarenakan peningkatan risiko kompresi tali pusat dan pemendekan latensi. (III) Amnioinfusi Amnioinfusi dengan jarum 20G sebanyak 250 cc larutan isotonic nacl 0,9%, cukup untuk mengembalikan angka AFI ke normal pada wanita dengan KPD preterm pada usia kehamilan 24- 32 6/7 minggu dihubungkan dengan peningkatan latensi 9-21 hari dan penundaan kelahiran dalam jangka 7 hari dari 64% ke 11%. (IIB) Pemberian tokolitik pada wanita dengan KPD preterm tidak disarankan karena terapi ini tidak memperbaiki luaran perinatal secara signifikan. (IIA) Pemberian tokolitik dapat dipertimbangkan selama < 48 jam untuk memberikan waktu untuk pemberian steroid (IIA). Pemberian steroid antenatal dapat diberikan pada wanita hamil dengan KPD usia kehamilan 24-33 6/7 minggu 5
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman /
RSUP Dr. SARDJITO
Panduan Praktis Klinis
Tindakan ini dapat menurunkan komplikasi neonatal: [2] (IA) - Menurunkan 44% kejadian sindrom distress respirasi. - Menurunkan 53% kejadian perdarahan intraventrikuler. - Menurunkan 79% kejadian necrotizing enterocolitis. - Menurunkan 32% insidensi kematian neonatal Rejimen pemberian steroid antenatal dapat berupa: [2] (IA) - Betamethasone 24 mg -- 12 mg IM tiap 24 jam - Dexamethasone 24 mg – 6 mg IM tiap 12 jam. Pemberian rejimen ulangan steroid menurunkan morbiditas neonatal pada usia kelahiran 24 – 27 minggu tetapi dihubungkan dengan pemendekan latens1, penigkatan risiko chorioamnionitis dan sepsis neonatal dan tidak ada perbaikan pada angka morbiditas keseluruhan. Pemberian ulangan dapat dipertimbangkan pada persalinan usia kehamilan 28-30 minggu. [2] (IIA) Vitamin C dan E Pemberian vitamin c 500 mg dan vitamin E 400 IU per hari pada wanita dengan KPD usia kehamilan 26-34 minggu dihubungkan dengan pemanjangan latensi selama 7 hari, tetapi tidak berpengaruh terhadap morbiditas maternal maupun neonatal. [2] (III) Infeksi intrauterin, dengan hasil kultur cairan ketuban positif, ditemukan di 36% dari wanita dengan KPD preterm. Kebanyakan infeksi terjadi subklinis tanpa tanda-tanda dari chorioamnionitis. Hasil kultur positif meningkatkan risiko kelahiran prematur, sindrom sepsis neonatal, gangguan pernapasan, penyakit paru-paru kronis, leukomalacia periventrikel, perdarahan intraventrikular dan cerebral palsy. [4] (III) Manfaat pemberian antibiotik rutin mengurangi morbiditas, pemberian Antibiotik juga menunda terjadinya persalinan, sehingga memungkinkan untuk pemberian kortikosteroid profilaksis prenatal. [4][3] (IIA) Pemberian Antibiotik juga menunda terjadinya persalinan, sehingga memungkinkan untuk pemberian kortikosteroid profilaksis prenatal. [4][3]
Pemberian antibiotik profilaksis rutin pada KPD. dengan usia kehamilan > 34 mgg tidak disarankan. Kecuali pada : [5] (IA)
6
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman /
RSUP Dr. SARDJITO
Panduan Praktis Klinis b. Riwayat kelahiran anak sebelumnya dengan infeksi group B streptococcus c. Bacteriuria group B streptococcus ( > 10.000 CFU) pada kehamilan ini. d. Hasil penapisan group B streptococcus positif pada kehamilan ini e. Pada status group B streptococcus yang tidak jelas disertai satu dari tanda – tanda berikut: Persalinan pada usia kehamilan < 37 minggu Pecah ketuban > 18 jam Suhu intrapartum > 38 oc
Pemberian antibiotik Pemberian prenatal co-amoxiclav meningkatkan risiko neonatal necrotising enterocolitis dan antibiotik ini sebaiknya dihindari. [6] (IA) Eritromisin atau penisilin adalah antibiotik pilihan. Eritromisin bisa digunakan pada wanita yang alergi terhadap penisilin. [6] (IA) Antibiotik Pada KPD usia kehamilan <34 minggu regimen antibiotik dapat terdiri dari fase parenteral awal diikuti oleh fase oral, atau mungkin hanya terdiri dari fase oral. [6] (IA) Berikut dua rejimen yang dapat digunakan [6] (IA) - ampisilin 2 g IV setiap 6 jam dan eritromisin 250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti oleh amoksisilin 250 mg per oral setiap 8 jam dan eritromisin 333 mg per oral setiap 8 jam selama 5 hari (I-A); - eritromisin 250 mg per oral setiap 6 jam selama 10 hari
Amoksisilin / asam klavulanat tidak boleh digunakan karena meningkatan risiko necrotizing enterocolitis pada neonatus yang terpapar antibiotik ini. Amoksisilin tanpa asam klavulanat aman dan dapat digunakan. [6] (IA) Perempuan dengan PPROM harus diskrining untuk infeksi saluran kemih, infeksi menular seksual, dan Infeksi streptokokus Grup B, dan diobati dengan antibiotik yang tepat jika positif. [6] (IIB) Antibiotic profilaksis infeksi group B streptococcus [5] Pada pasien tidak alergi dengan penisilin: (IA) - Penisilin G 5 juta unit IV kemudian dilanjutkan 2,5-3 juta unit setiap 4 jam sampai dengan kelahiran - Atau, ampicillin 2 gr IV dilanjutkan 1 gr IV setiap 8 jam sampai 7 dengan kelahiran
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman /
RSUP Dr. SARDJITO
Panduan Praktis Klinis -
Pada pasien dengan riwayat alergi terhadap penisilin dapat digunakan: o Cefazolin 2gr IV dilanjutkan 1 gr IV setiap 8 jam sampai dengan kelahiran o Atau, Vancomycin 1gr IV setiap 12 jam sampai dengan kelahiran. Atau, Clindamycin 900 mg IV setiap 8 jam sampai o dengan kelahiran.
Persalinan Pada KPD preterm , setelah selesai pemberian steroid untuk pematang paru maka pilihan selanjutnya adalah menentukan untuk manajemen terminatif atau manajemen ekspektatif. [2] (IIB) Persalinan sebelum usia kehamilan 32 minggu dihubungkan dengan risiko komplikasi neonatal, termasuk morbiditas berat dan kematian. Sehingga disarankan untuk menerapkan manajemen ekspektatif terutama untuk memberi waktu pemberian steroid pematang paru. [2] IIA) Tidak ditemukan manfaat dari manajemen ekspektatif pada kehamilan > 34 minggu atau bila sudah terbukti adanya tanda kematangan paru, bahkan meningkatkan risiko infeksi. [2](IIA) Pada kejadian KPD aterm. Pasien di rawat inap dan dilakukan induksi dalam jangka 6-12 jam setelah KPD. [2] (IIA) KPD tidak mempengaruhi jenis persalinan. [2] (IIA)
8.
Penelaah kritis
1. dr. R. Detty S Nurdiati, MPH, PhD., SpOG(K) 2. dr. Bob Irsan
8
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman /
RSUP Dr. SARDJITO
Panduan Praktis Klinis 9.
Daftar Pustaka
1. F. Gary Cunningham, MD, Kenneth J. Leveno, MD, Steven L. loom, MD, et al. Williams Obstetrics, 24th edition. 2014. 2. Anna L, Marianna A, Patrizia V. Preterm Premature Rupture of Membrane. Obstetric Evidence Based Guidelines Second Edition. CRC Press. 2012 3. Mercer BM. Preterm Premature Rupture of the Membranes : Current Approaches to Evaluation and Management. 2005;32:411 – 28. 4. Royal College Of Obstricians and Gynaecologist. Green - top Guidline No 44 : Preterm Prelabour Ruptur of Membrane. London : RCOG; 2006. 5. ACOG. Committee opinion: Prevention of early-onset group B streptococcal disease in newborns. Am Coll Obstet Gynecol 2011;2011(485):485. 6. Ogilvie G, Bc V, Mundle WR, On W. Antibiotic Therapy in Preterm Premature. 2009;(233). 7. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Ketuban Pecah Dini.Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Himpunan Kedokteran Feto Maternal. 2016
Ketua Komite Medik
Ketua KSM Obstetri dan Ginekologi
Dr. Kartono, SpTHT-KL(K) NIP 19520116 197912 1002
dr. R. Detty S Nurdiati, MPH, PhD., SpOG(K) NIP 196610061992032001
9
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman /
RSUP Dr. SARDJITO
Panduan Praktis Klinis Derajat Bukti Ilmiah Derajat Bukti Ilmiah I
II
III IV
Acuan
Meta analisis atau review sistematik dari uji klinik acak terkendali (RCT) ATAU Satu atau beberapa RCT Meta analisis atau review sistematik dari penelitian kohort atau kasus kontrol ATAU Beberapa penelitian kohort atau kasus kontrol Studi non analitik (laporan kasus, kasus seri) Pendapat atau konsensus para ahli
Derajat Rekomendasi Derajat Acuan Rekomendasi A Meta analisis atau review sistematik dari uji klinik acak terkendali (RCT) ATAU Satu atau beberapa RCT B Meta analisis atau review sistematik dari penelitian kohort atau kasus kontrol C Satu atau beberapa penelitian kohort atau kasus kontrol D Studi non analitik (laporan kasus, kasus seri), pendapat, atau konsensus para ahli
10