PPh Pasal 26
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas Semester UTS
Mata Kuliah Pajak Penghasilan Pemotongan Dan Pemungutan Yang Dibina Oleh Muffaroha, SE., Ak., MSA
OLEH :
ALDA ENDYAN KRISTIANA
173141414111095
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI
JURUSAN PERPAJAKAN
MALANG, 9 APRIL 2018
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan penyusunan makalah Bahasa Indonesia dengan judul "Ditjen Pajak Bisa Intip Dana Nasabah Bank".
Secara umum makalah ini terdiri atas 3 bagian. Bagian 1 Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan. Bagian 2 Pembahasan yang merupakan penjelasan dari rumusan masalah, meliputi Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2), Jenis penghasilan yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2), Berita TRansparansi Deposito, Tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2). Bagian 3 Penutup yang terdiri dari simpulan dan saran.
Penyusunan makalah ini sudah saya lakukan semaksimal mungkin dengan dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu saya pun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak berikut.
Ibu Muffaroha, selaku dosen mata kuliah Pajak Penghasilan Pemotongan Dan Pemungutan yang telah mendukung dari awal hingga akhir proses penyusunan makalah ini.
Orang tua penulis yang tanpa lelah mendukung baik spiritual maupun material.
Teman – teman Jurusan Perpajakan yang telah memberi semangat dan motivasi dalam penyusunan makalah ini
Tetapi tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek – aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada saya membuka pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.
Penulis sangat berharap semoga dari makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca, dan juga bisa bermanfaat dalam menginspirasi para pembaca untuk mengangkat berbagai permasalahan lainnya.
MALANG, 9 APRIL 2018
Penulis
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat,pendidikan,kesejahteraan rakyat,kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai suatu Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari penerimaan Negara . lagi pula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indikator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan yang berguna bagi rakyat.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penulisan makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari PPh Pasal 26?
2. Siapa yang memotong dan pihak yang dipotong di dalam PPh Pasal 26?
3. Bagaimana Tarif dan objek PPh Pasal 26?
4. Bagaimana Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26?
5. Bagaimana cara perhitungan PPh Pasal 26?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut.
1. Mengerti dan memahami tentang PPh Pasal 26.
2. Mengetahui pemotong dan pihak yang dipotong di dalam PPh Pasal 26.
3. Mengetahui tarif dan objek dari PPh Pasal 26.
4. Mengerti saat terutang, tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan di dalam PPh Pasal 26.
5. Mengetahui cara menghitung PPh Pasal 26.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Pemahaman Perpajakan
2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2013:1). Berdasarkan UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.1.2 Pengertian Wajib Pajak
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundanga-undangan perpajakan.
2.1.3 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi (Mujiyati dan Aris, 2011:6), yaitu :
Fungsi Anggaran (Budgetair)
Sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan, Negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Fungsi Redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.2 Pemahaman Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
2.2.1 Definisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah peraturan pemerintah yang dikeluarkan dan mulai berlaku tanggal 1 Juli 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dibawah Rp.4.800.000.000,00 dikenakan tarif sebesar 1%. Tahun pajak dalam PP No.46 Tahun 2013 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu, untuk melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang.
3. Pembahasan
2.1 Pengertian PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
2.2 Pemotong dan Pihak yang Dipotong di dalam PPh Pasal 26 :
Pemotong PPh pasal 26:
1) Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.
2) Subjek Pajak dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.
Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
3) Penyelenggara Kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain.
4) BUT (Badan Usaha Tetap)
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain.
5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh pasal 23. ContohnyaRepresentative Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
Pihak yang dipotong di dalam PPh Pasal 26
Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak (juga Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari Indonesia tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga negara Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan berupa dividen dari PT Indosat. Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT adalah hampir sama dengan Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self assesment pelaporan SPT Tahunan.
2.3 Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1.
PPh pasal 26 = penghasilan bruto x 20%
20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
Dividen;
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
Hadiah dan penghargaan
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
Keuntungan karena pembebasan utang.
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
PPh pasal 26 = (penghasilan bruto x perkiraan penghasilan neto) x 20%
Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia. Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk penjualan harta di Indonesia adalah 25% dari harga jual.
Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang (broker) kepada perusahaan asuransi di luar negeri. Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi adalah sebagai berikut :
Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang (broker), sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayar.
Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di Luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayar.
Atas premi yang dibayar oleh perusahaan Reasuransi yangberkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransidi Luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar.
3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
PPh pasal 26 = (penghasilan bruto x perkiraan penghasilan neto) x 20%
Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.
4.
PPh pasal 26 = (PKP-PPh terutang) x 20%
20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Penanaman kembali tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
Penanaman kembali dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama satu tahun sejak perusahaan tersebut didirikan
Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2.4 Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
Lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2.5 Cara Perhitungan PPh pasal 26
Messi atlet dari Nigeria mengikuti perlombaan lari marathon di Indonesia pada mei 2007, dan berhasil merebut hadiah sebesar US$30,000.
Kurs untuk US$1 = Rp9.000
Jadi PPh Pasal 26 yang dipotong penyelenggara kegiatan di Indonesia adalah :
20% x US$30,000 x Rp9.000 = Rp54.000.000
Badan Usaha Asing di Indonesia memperoleh penghasilan kena pajak sebesar :
Rp20.000.000.000
PPh pasal 26 dihitung Sebagai Berikut :
Penghasilan Kena Pajak Rp20.000.000.000
PPh Terutang :
25% x Rp20.000.000.000 ( Rp5.000.000.000 )
Penghasilan Setelah Dikurangi Pajak Rp15.000.000.000
PPh Pasal 26 yang terutang
20 % x Rp15.000.000.000 Rp3.000.000.000
NB : Seandainya Rp15M tersebut ditanam kembali di Indonesia maka WP luar negeri tersebut tidak perlu membayar PPh Pasal 26.
Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Cunha, mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp1 Miliar.
Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1 Miliar = Rp500.000.000,-
PPh Pasal 26 yang harus dibayar = 20% x Rp500.000.000,- = Rp100.000.000,-
3. Penutup
3.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan, dapat diambil simpulan sebagai berikut
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
3.2 Saran
kami harapkan bagi pihak yang berwenang dalam pemungutan pajak agar, pajak yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu di bebankan bagi masyarakat. Semua warga Negara ikut serta dalam wajib pajak.
Daftar Rujukan
Anonim. 2012. Pajak Penghasilan. http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-
penghasilan-pasal-4-ayat-2
Bahrun, M. 2014. Pajak Jasa Konstruksi.
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19556 jasa-konstruksi,-antara-pasal-4-2-dan-pasal-23-uu-pphMardiasmo.2013.Perpajakan edisi revisi.Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-26
http://hennytax12.blogspot.com/2013/01/pajak-penghasilan-pasal-26.html
http://chusnulnuraeni.blogspot.co.id/2015/04/pajak-penghasilan-pasal-26.html