LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA NEONATAL
“
”
Untuk Untuk Memenuhi Memenuhi Tug as P rofes i Ners Departem Departemen en Anak di R uang uang P erinato erinatollog i R uma umah S akit ki t Saiful Anwar Anwar Mala Malang
Disusun Oleh: Betris Dian Kavalo 125070200111030 KELOMPOK 21
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA NEONATAL
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi / Pengertian
Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme ( Corwin, 2000 ).
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi pada anak. (Suriadi, 2001).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh, bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing ( Muttaqin, 2009).
Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru dimana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. ( Anonymous, 2009).
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009).
2. Epidemiologi/Insiden Kasus Insiden Pneumonia neonatal diperkirakan 1% pada bayi cukup bulan, 10% pada bayi kurang bulan, serta kejadian meningkat pada neonates yang dirawat di NICU. 3. Penyebab/Faktor Predisposisi Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia pada umumnya, yaitu:
a. Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E. Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella. b. Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV. c. Jamur: Candida. 4. Patofisiologi Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah: a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia): Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin (hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama). b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia): Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paru-paru. Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan, persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang sering. c. Transnatal Pneumonia: Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus. d. Nosokomial Pneumonia: Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor predisposisi antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat, prosedur invasif banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan Streptococcus Pneumoniae). b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia. 5. Klasifikasi Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi : a. Intrapartum pneumonia 1) Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir. 2) Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik, atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya. 3) Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir. 4) Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi menyebabkan tandatanda klinis. b. Pneumonia pascalahir 1) Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah bayi lahir.
2) Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses kelahiran. 3) Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten pathogenicity yang tidak biasa.
Terapi invasif yang
diperlukan dalam oleh bayi sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak mudah diakses. 4) Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan
potensial.
Selang
makanan
mungkin
lebih
lanjut
dapat
mempengaruhi gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi. 6. Gejala Klinik Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu : a. Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit). b. Dengkur ekspirasi mungkin terjadi. c. Perekrutan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di subcostal, interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi. d. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, putih, kuning, hijau, atau perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika aspirasi mekonium, darah, atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur lain bisa dilihat. e. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan radang paru-paru daripada individu yang lebih tua. Jika ada, mereka mungkin disebabkan oleh proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung kongestif, kondensasi dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik, atau tabung endotracheal perpindahan.
Meskipun alternatif penjelasan yang
mungkin, temuan ini akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis diferensial.
f.
Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5 g/dL atau lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi paru berat seperti radang paru-paru, meskipun penyakit jantung bawaan struktural, hemoglobinopathy, polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan atau tanpa parenkim terkait lainnya penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan.
g. Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi, ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif terus menerus umumnya diperlukan sebelum pemulihan dimulai. h. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada yang menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder obstruksi jalan napas parsial. Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi, tidak mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik, DIC. 7. Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda konsolidasi paru berupa perkusi paru pekak, auskultasi terdapat ronchi nyaring dan suara pernapasan bronchial, inspirasi rales dan terdapat penggunaan otot aksesori. 8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) : Teridentifikasi
adanya
penyebaran
(misal
lobus
dan
bronchial),
menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral). b. Pemeriksaan laboratorium: 1) DL, Serologi, LED:
leukositosis menunjukkan adanya
infeksi bakteri,
menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat. 2) Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat. 3) Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2. 4) Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme penyebab.
5) Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion (risiko pneumonia tinggi). c. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia. 9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris, mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan pada pemilihan antibiotika yang tepat.
10. Therapy/Tindakan Penanganan a. Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya. b. Terapi suportif umum: 1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan AGD. 2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental. 3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan vibrasi. 4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral. 5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis. 6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy distress dan respiratory arrest.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Anamnesa: 1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat. 2) Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP). 3) Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam, keputihan, riwayat terapi. 4) Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan lainnya. 5) Riwayat persalinan:
cara
persalinan (spontan,
section, forceps)
dan
indikasinya 6) KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi, pernafasan, kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, APGAR score. b. Pemeriksaan fisik 1) Breathing Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum. 2) Blood Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang (>3 det). 3) Brain Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil t erhadap cahaya 4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine. 5) Bowel Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus. 6) Bone Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital, bagaimana ATR (activity tonus respon). 2. Diagnosa Keperawatan (Yang Mungkin Muncul) a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial, pembentukan edema, dan penumpukan sekret. b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif. c. Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi
oksigen. d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer. 3. Rencana Tindakan a. Bersihan
jalan
napas
tidak
efektif
berhubungan
inflamasi
bronchial,
pembentukan edema, dan penumpukan sekret. . Tujuan: jalan napas bersih dan efektif. Kriteria evaluasi: 1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan. 2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit. 3) Batuk efektif. 4) Sianosis tidak ada. 5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space. 6) Nafas cuping hidung tidak ada. Rencana intervensi 1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada. Rasional:
takipnea,
ketidaknyamanan.
pernafasan
dangkal
sering
terjadi
karena
2) Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi napas. Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan,
krakels
terdengar
sebagai
respon
terhadap
pengumpulan
cairan/secret. 3) Penghisapan sesuai indikasi. Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan batuk efektif karena adanya penurunan tingkat kesadaran. 4) Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi. Rasional:
menurunnya
perfusi
otak
dapat
menyebabkan
perubahan
sensorium 5) Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret, bronkodilator mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus. b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif Tujuan: pola nafas efektif. Kriteria evaluasi: 1) Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit). 2) Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit). 3) Tidak ada penggunaan otot bantu napas. 4) Napas cuping hidung tidak ada. Rencana intervensi: 1) Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan. Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi. 2) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada kontraindikasi. . Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru. 3) Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi. 4) Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ). Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya komplikasi. 3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi O2. Tujuan: pertukaran gas efektif. Kriteria evaluasi: 1) Hasil AGD dalam batas normal. . 2) Sianosis tidak ada. 3) Pasien tidak pucat. Rencana intervensi: 1) Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan. Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi. 2) Pertahankan pemberian oksigen Head box sesuai indikasi. Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke otak
untuk kebutuhan
sirkulasi. 3) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium ( AGD ). Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya komplikasi. d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi parenkim paru
ditandai dengan sianosis jaringan perifer, akral dingin,
pucat, CRT<3 detik. Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan. Kriteria hasil: 1) Suara nafas bersih, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada. 2) Tanda vital dalam batas normal, denyut nadi teraba jelas. 3) Tidak sianosis, kulit tidak pucat, CRT<3 detik. 4) Akral hangat.
5) Tidak terjadi penurunan kesadaran. Rencana intervensi: 1) Kaji frekuensi, kedalaman bernapas dan suara nafas. Rasional:
takipnea,
pernapasan
yang
dangkal
sering
terjadi
karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru. 2) Tempatkan pasien dalam incubator. Rasional: mempertahankan suhu tubuh pasien, mencegah hipotermia, memperbaiki metabolisme jaringan. 3) Pantau tanda vital. Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lebih lanjut dan mengetahuai perubahan sesegera mungkin. 4) Pantau tingkat kesadaran . Rasional: kekurangan aliran oksigen ke otak dapat menyebabkan hipoksia sel-sel otak, kematian jaringan otak dan terjadinya penurunan tingkat kesadaran . 5) Pantau tanda-tanda sianosis, warna kulit, akral perifer. Rasional: sianosis, kulit pucat, akral dingin adalah salah satu tanda hipoksia jaringan yang berat akibat perfusi yang tidak adekuat. 6) Kolaborasi: pertahankan pemberian O2 sesuai indikasi (Head box 5-10 lt/mnt). Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg. 7) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap. Rasional: Hb yang rendah (<10 gr/dl) mempengaruhi suplay oksigen ke jaringan. 4. Evaluasi Sesuai dengan kriteria hasil yaitu bersihan jalan nafas efektif, pola nafas efektif, tidak terjadi kerusakan pertukaran gas, perfusi jaringan adekuat, tidak terjadi hipertermi.
PATHWAY
Kuman (bakteri, virus)
masuk mll plasenta
Inhalasi mikroba, jamur mell : uda ra, aspirasi
Kuman dari flora vagina
mll sal nafas menyebar ke paru
secara hematogen masuk ke paru-paru
masuk ke Chorionic Plate Aspirasi
Reaksi Inflamasi hebat
masuk Paru
Membran paru meradang dan berlobang Panas
RBC,WBC, cairan keluar masuk alveoli
Edema, bronkospasme
Hipertermi
Dyspnoe, tahipnea Sianosis
Konsolidasi paru
Penurunan rasio ventilasi & difusi
Hipoksemia
Sekret
Pola nafas tdk efektif
Bersihan jalan nafas tdk efektif Kerusakan pertukaran gas
Gangguan perfusi jaringan
Daftar Pustaka Corwin, E.J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC. Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC. Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Sistem
Kardiovaskuler , Jakarta: Salemba. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit . Jakarta: EGC. Price & Wilson, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Edisi
4
Buku 1, Jakarta: EGC. Suriadi, Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak , Jakarta: CV Sagung
Seto.