PENGETAHUAN BAHAN PANGAN
TEPUNG KARAGINAN DAN TEPUNG AGAR
Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Pengetahuan Bahan Pangan
Dosen Pengampu : Dr. Widya Dwi Rukmi Putri, STP., MP.
disusun Oleh:
Ishmah Hanifah 155100109011004
Puji Astuti 155100109011006
Indah Kharisma P 155100109011005
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
I. PENDAHULUAN
Hidrokoloid adalah suatu polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Agar merupakan hidrokoloid alami yang diekstrak dari rumput laut semua milik kelas Rhodophyceae (alga merah). Beberapa kelompok hidrokoloid dengan kualitas tinggi seperti agar-agar, karaginan semi halus, dan karaginan halus. Ketiga jenis kelompok ini termasuk dalam hidrokoloid alami yang diperoleh dari hasil ekstraksi. Agar merupakan hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan gel yang sangat kuat. Senyawa ini dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut kelas Rhodophyceae terutama genus Gracilaria, Gelidium. Agar merupakan senyawa polisakarida dengan rantai panjang yang disusun dari dua pasangan molekul agarose dan agaropektin.
Agar-agar tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. Hampir sama dengan agar, karaginan memiliki definisi tersendiri meskipun dari kelompok yang sama, yaitu termasuk hidrokoloid alami. Karaginan merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karaginan merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstrak dari rumput laut jenis karagenofit seperti Eucheuma sp, Hypnea sp. Karaginan dibedakan menjadi 3 macam yaitu iota karaginan, kappa karaginan, dan lambda karaginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel. Kappa karaginan menghasilkan gel yang kuat, sedangkan iota karaginan membentuk gel yang halus dan mudah dibentuk (Antara, 2008).
Bahan Baku Agar Powder dan Carrageenan Powder
Bahan baku pembuatan Agar-agar sendiri berasal dari ganggang merah/rumput laut merah yang termasuk ke dalam kelompok Rhodophyceae. Untuk membuat agar dapat diperoleh dari proses ekstraksi rumput laut terutama genus Gracilaria, Gelidium untuk sebagian besar bahan baku yang digunakan untuk ekstraksi agar. Berbeda dengan agar, sumber asli dari karaginan adalah merah rumput laut Chondrus crispus serta spesies Eucheuma sp, Hypnea sp. Secara umum, karaginan jenis kappa paling dominan dan terdapat banyak sumbernya dibanding dua jenis lainnya yaitu iota dan lambda. Jenis Chondrus dan Gigartina mengandung campuran dari dua jenis (kappa dan lambda) yang tidak bisa dipisahkan selama ekstraksi komersial (Sinurat, E. dkk., 2006).
1.2 Proses Pengolahan
Prinsip dasar dalam semua proses untuk produksi agar hanyalah ekstraksi agar-agar dari rumput laut setelah itu telah dibersihkan dan dicuci. Langkah ini diperlukan untuk menghilangkan bahan asing yang mungkin muncul secara alami dengan rumput laut. Agar diekstrak dengan memanaskan dalam air selama beberapa jam. Selama proses ini agar larut dalam air. Campuran kemudian disaring untuk menghilangkan residu rumput laut. Filtrat panas didinginkan dan membentuk gel yang berisi sekitar satu persen agar. Setelah langkah ini, air akan dihilangkan dari gel dengan pengeringan di bawah tekanan. Agar yang telah dikeringkan kemudian akan dilakukan proses untuk membuat agar menjadi agar powder dengan proses penepungan. Menurut proses produksi, tedapat perbedaan pengolahan antara karaginan semi halus dan karaginan halus. Perbedaan utama antara karaginan halus dan karaginan semi halus adalah bahwa karaginan semi halus mengandung selulosa yang berada di rumput laut asli sedangkan pada karaginan halus telah dihilangkan oleh filtrasi selama pengolahan. Proses pengolahan pada karaginan secara umum sama dengan proses pengolahan pada agar-agar yaitu dengan ekstraksi dari rumput laut kemudian dilakukan proses penepungan sehingga menjadi carageenan powder (Anggadiredja, dkk., 2006).
1.3 Variabilitas Bahan Baku dan Pengaruhnya terhadap Karakteristik Produk Pangan dan Proses Pengolahan
Varietas atau jenis rumput laut yang digunakan untuk membuat agar dapat mempengaruhi karakteristik yang diinginkan, yaitu pada kekuatan membentuk gel. Ekstraksi dari spesies Gelidium memberikan agar kualitas tinggi yang terukur sebagai kekuatan gel. Perlakuan dengan pemberian larutan alkali sebelum ekstraksi meskipun menurunkan yield, akan tetapi dapat membentuk kualitas yang baik dengan kekuatan gel yang lebih tinggi. Tahapan proses pengolahan yang penting untuk menghasilkan karakteristik karaginan yang baik adalah pada tahapan pencucian dan pemanasan/pemasakan. Setelah rumput laut telah dibersihkan, untuk karaginan halus dan semi halus kemudian dipanaskan dengan air yang mengandung alkali selama beberapa jam. Langkah ini diperlukan untuk mengekstrak karaginan dan pada saat yang sama meningkatkan kekuatan gel di produk akhir. Rumput laut yang tidak larut dapat dihilangkan dengan cara sentrifugasi atau filtrasi kasar, atau kombinasi. Larutan tersebut kemudian disaring lagi dalam filter bertekanan untuk memastikan penghilangan partikel tidak larut yang tidak diinginkan (Neish, I., et al, 2015).
II. KOMPOSISI PRODUK
Agar-agar dan karaginan dalam bentuk bubuk dibuat dari sumber kelompok bahan yang sama yaitu rumput laut, namun dibedakan dari jenis sumber rumput laut yang digunakan. Secara umum kedua produk ini biasanya tidak dijadikan sebagai menu hidangan utama, melainkan sebagai bahan campuran untuk produk pangan lainnya. Agar dan karaginan memiliki sifat fisik yang sama, yaitu sebagai bahan pembentuk gel atau membuat tekstur menjadi lebih kenyal.
2.1 Bahan Baku, Sifat Bahan, Serta Pengaruh Agar Powder pada Produk Pangan
Nama "agar" atau "agar-agar" berasal di Indonesia. Meluasnya penggunaan agar disebabkan oleh kemampuannya untuk membentuk gel, dan sifat unik dari gel tersebut. Agar larut dalam air mendidih dan ketika didinginkan membentuk gel antara 32-43oC, tergantung pada sumber rumput laut agar-agar. Berbeda dengan gel gelatin, yang meleleh di sekitar 37oC, gel agar tidak meleleh sampai dipanaskan sampai 85oC atau lebih tinggi. Produk agar powder dibuat dari rumput laut/ganggang merah yang termasuk ke dalam kelompok Rhodophyceae. Sumber utama agar diperoleh dari proses ekstraksi rumput laut terutama genus Gracilaria dan Gelidium untuk sebagian besar bahan baku yang digunakan untuk ekstraksi agar. Sifat agar yang hambar ini cukup menguntungkan, sehingga tidak mengganggu rasa bahan makanan, berbeda dengan beberapa agen pembentuk gel lainnya.
Kemampuan dan sifat gel agar yang dapat menahan suhu tinggi ini, dapat digunakan sebagai stabilizer dan pengental pada tambahan olahan produk lain seperti pie dan kue-kue. Dengan mengurangi kuantitas air dan menambahkan sedikit agar powder, akan membuat tekstur produk olahan yg ditambahkan agar menjadi lebih stabil dan halus. Untuk alasan yang sama, agar dari Gracilaria saat ini sering ditambahkan dalam permen dengan kandungan gula yang sangat tinggi, seperti permen buah. Tidak seperti tepung, agar-agar tidak mudah dicerna dan dapat menambah sedikit nilai kalori pada makanan. Agar-agar dapat berfugnsi sebagai salah satu sumber serat yang tinggi. Agar merupakan hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan gel yang sangat kuat. Senyawa ini dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut kelas Rhodophyceae terutama genus Gracilaria dan Gelidium. Agar merupakan senyawa poliskarida dengan rantai panjang yang disusun daridua pasangan molekul agarose dan agaropektin. Fungsi utama agarose adalah untuk mencegah terjadinya dehidrasi dari makanan yang ditambahkan (Neish, I., et al, 2015).
2.2 Bahan Baku, Sifat Bahan, Serta Pengaruh Agar Powder pada Produk Pangan Carrageenan Powder
Karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida rantai panjang. Karaginan yang diekstrak dari jenis rumput laut karaginofit, contohnya E.cottonii sp. dan Hypnea sp. Derajat kekentalan karaginan dipengaruhi oleh konsentrasi, temperatur, dan molekul lain yang larut dalam campuran tersebut. Karaginan dengan jenis semi-refined memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dibandingkan dengan karaginan jenis lainnya. Semi Refined Carrageenan (SRC) merupakan produk intermediate untuk mendapatkan karaginan dengan mutu yang lebih baik. Rumput laut yang digunakan adalah rumput laut jenis Euchema sp. segar yang baru dipanen. Untuk mendapatkan kandungan karaginan yang maksimum, rumput laut yang dipanen sebaiknya tepat berusia 42 hari setelah budidaya. Karaginan dapat diekstraksi dari protein dan lignin rumput laut dan dapat digunakan dalam industri pangan karena karakteristiknya yang dapat berbentuk gel, bersifat mengentalkan, dan menstabilkan material utamanya (Neish, I., et al, 2015).
Karaginan sendiri tidak dapat dimakan oleh manusia dan tidak memiliki nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, karaginan hanya digunakan dalam industri pangan karena fungsi karakteristiknya yang dapat digunakan untuk mengendalikan kandungan air dalam bahan pangan utamanya, mengendalikan tekstur, dan menstabilkan makanan. Karaginan terdiri dari tiga jenis, yaitu iota karaginan, kappa karaginan, dan lambda karaginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel. Kappa karaginan menghasilkan gel yang kuat, sedangkan iota karaginan membentuk gel yang halus dan mudah dibentuk. Ketiga jenis karaginan tersebut memiliki karakteristik tersendiri yang dapat mempengaruhi tekstur dan sifat-sifat dari produk akhir yang dihasilkan.
Sifat-Sifat Karaginan
Kelarutan
Semua jenis karaginan memiliki kelarutan yang baik di dalam air panas. Namun, hanya jenis lambda dan larutan garam Natrium karaginan kappa dan iota dapat larut dalam air dingin. Karaginan lambda membentuk larutan kental dengan karakteristik pseudoplastik ketika dipompa atau diaduk. Dengan kelarutan seperti itu, larutan-larutan karaginan tersebut memiliki kemampuan untuk mengentalkan dan memberikan tekstur krimi. Temperatur merupakan faktor yang cukup penting dalam penggunaan karaginan dalam sistem pangan. Semua jenis hidrat karaginan pada temperatur tinggi, karaginan jenis iota dan jenis kappa memiliki kekentalan yang cukup rendah.
Kestabilan terhadap Asam
Larutan karaginan akan kehilangan karakteristik gel dan kekentalannya dalam sistem dengan nilai pH di bawah 4.3. Penyebabnya adalah pada proses auto hidrolisis karaginan yang terjadi pada pH rendah yang membentuk ikatan 3,6-anhydrogalaktosa. Laju auto hidrolisis bertambah pada kenaikan temperatur dan konsentrasi kation yang rendah. Untuk mencegah terjadinya auto hidrolisis, karaginan didinginkan pada temperatur yang lebih rendah dari pada temperatur pembentukan gel. Dalam produk yang bersifat asam, karaginan ditambahkan pada bagian akhir proses untuk mencegah degradasi kelebihan asam, dan jika mungkin, asam ditambahkan segera sebelum dilakukan pengisian oleh karaginan untuk mencegah penguraian polimer. Waktu pembentukan gel akan bergantung pada konsentrasi karaginan dan bahan penyusun pangan lainnya seperti garam dan gula. Dalam proses kontinu, waktu pemrosesan dijaga minimum. Dalam system dengan pH 4.5, kondisi proses menjadi irelevan untuk larutan karaginan menjadi stabil untuk berbagai waktu pemrosesan sebagian besar makanan utama.
Karakteristik Gel
Larutan panas karaginan iota dan kappa akan mulai membentuk gel ketika sistem tersebut didinginkan pada temperatur 40 and 60ºC bergantung pada kehadiran kation. Gel karaginan bersifat reversible dan memperlihatkan efek histerisis atau perbedaan antara temperatur penentuan gelling dengan melting. Gel tersebut stabil pada temperatur ruangan namun dapat meleleh kmbali dengan pemanasan 5-20ºC di atas temperatur pembentukan gel. Dengan pendinginan gel kembali akan membentuk gel. Komposisi ionik dari sistem pangan adalah penting untuk utilisasi karaginan. Misalnya, karaginan kappa lebih memilih ion kalium untuk menstabilkan zona sambungan yang melingkupi karakteristik kekokohan gel sebagai gel yang sedikit rapuh. Karaginan iota memilih ion kalsium untuk menjembatani rantai untuk memberikan pengaruh gel yang lembut elastik (Nurjannah, dkk., 2011).
Sinergisasi dengan Bahan Pengental dan Stabilizer Lainnya
Locust Bean Gum (LBG) adalah senyawa jenis galactomannan dengan level substitusi dari satu bagian mannose menjadi 4 unit galaktosa. Area bebas mannose dalam LBG dapat berasosiasi dengan struktur helik karaginan dimer untuk membentuk gel. Larutan Panas karaginan kappa dengan LBG akan membentuk gel yang kuat dan elastic dengan sineresis rendah ketika didinginkan pada temperatur di bawah 50-60ºC. interaksi maksimum terjadi pada perbandingan penggunaan karaginan kappa terhadap LBG adalah 60:40 dan 40:60. Interaski ini ditunjukan oleh gambar. Kombinasi kedua polimer tersebut sangat sering digunakan dalam industri pangan sebagai stabilizer. Interaksi sinergisasi karaginan yang paling diketahui adalah dengan protein susu. Proses ini sering ditemukan dalam proses pembuatan es krim. Dalam aplikasi karaginan dalam protein susu, karaginan kappa akan membentuk gel lemah dalam fasa larutan dan kemudian berinteraksi secara positif dengan ion asam amino dalam protein pada permukaan misel kasein. Pada konsentrasi rendah sekitar 150-250 ppm, karaginan kappa sudah dapat mencukupi kebutuhan stabilisasi es krim dengan kandungan protein susu, dan menjaga kualitas komposisi produk selama proses pembuatan dan selama masa penyimpanan. Dalam industri cokelat susu, juga hanya dibutuhkan kadar karaginan yang rendah untuk proses stabilisasi suspensi produk (Nurjannah, dkk., 2011).
Jenis-jenis Karaginan
2.2.1 Iota Karaginan (ι-Karaginan)
Iota karaginan adalah jenis yang paling sedikit jumlahnya di alam, dapat ditemukan di Euchema spinosum (rumput laut) dan merupakan karaginan yang paling stabil pada larutan asam serta membentuk gel yang kuat pada larutan yang mengandung garam kalsium. Karaginan tipe iota mengandung gugus 4-sulfat ester dalam semua gugus D-galaktose dan gugus 2-sulfate ester dalam 3,6 anhydro-D-galaktose. Ketidakberaturan gugus 6-sulfate ester menggantikan gugus ester 4-sulfate dalam D-galaktose. Gugus ini dapat digantikan dengan pengolahan dalam kondisi basa untuk meningkatkan kekuatan gel (Poncomulyo T., dkk., 2006).
2.2.2 Kappa karaginan (κ-karaginan)
Kappa karaginan merupakan jenis yang paling banyak terdapat di alam (menyusun 60% dari karaginan pada Chondrus crispus dan mendominasi pada Euchema cottonii. Karaginan jenis ini akan terputus pada larutan asam, namun setelah gel terbentuk, karaginan ini akan resisten terhadap degradasi. Kappa karaginan membentuk gel yang kuat pada larutan yang mengandung garam kalium. Karaginan kappa memiliki struktur D-galaktose dan beberapa gugus 2-sulfate ester pada 3,6 anhydro-D-galaktose yang ditunjukan gambar. Gugus 6-sulfate ester mengurangi daya kekuatan gel, namun dapat mengurangi loss akibat pengolahan dengan menggunakan basa. Hal ini akan memberikan keteraturan rantai yang lebih baik (Poncomulyo T., dkk., 2006)..
2.2.3. Lambda karaginan (λ-karaginan)
Lambda karaginan adalah jenis karaginan kedua terbanyak di alam serta merupakan komponen utama pada Gigartina acicularis dan Gigatina pistillata dan menyusun 40% dari karaginan pada Chondrus crispus. Selain itu, lambda karaginan adalah yang kedua paling stabil setelah iota karaginan pada larutan asam, namun pada larutan garam, karaginan ini tidak larut. Karaginan tipe lambda mengandung residu disulfated-D-galaktose yang tidak mengandung gugus ester 4-sulfate namun sejumlah gugus ester 2-sulfate (Poncomulyo T., dkk., 2006).
III. KARAKTERISTIK PRODUK
Karakteristik Agar Powder
Karakteristik Fisik
Tingkat Absorpsi Air
Berdasarkan SNI 2802:2015 terkait Agar-Agar Tepung, agar-agar tepung minimal memiliki 5 kali tingkat absopsi air. Tingkat absorpsi air (water absorption) merupakan kemampuan suatu bahan tepung utnuk menyerap jumlah air secara maksimal dalam adonan atau produknya (Bilina A, 2015). Jenis tepung-tepungan akan bereaksi dengan air akan mengadakan interaksi atau gaya tarik menarik dengan medium pendispersi sehingga rongga-rongga antar sel akan terisi oleh air yang mengakibatkan kekakuan sel menurun. Sehingga, tingkat absopsi air pada produk agar-agar tepung akan menentukan tingkat kelenturan dari produk agar yang dihasilkan.
Benda Asing Tak Larut
Menurut SNI, agar-agar tepung maksimal hanya mengandung benda asing tak larut sebanyak 1%. Proses pengolahaan agar-agar tepung terdiri dari beberapa proses. Terutama proses pemisahan kotoran. Pada saat itu terdapat beberapa kotoran yang tidak sepenuhnya terpisahkan dari bahan sehingga terbawa sampai pada produk akhir tepung agar-agar. Tingginya persentasi benda asing tak larut pada agar-agar tepung dapat berakibat pada daya serap tepung agar-agar dan kekuatan gel yang terbentuk ketika dilarutkan. Semakin banyak benda asing tak larut yang terkandung maka semakin menurun daya serap agar-agar tepung dan semakin lemah gel yang terbentuk.
Kehalusan
Agar-agar tepung harus lolos pada saringan 60 mesh minimal 80%. Kehalusan agar-agar tepung dapat mempengaruhi tingkat absopsi air dari agar-agar tepung tersebut. Semakin besar ukuran partikel dari agar-agar powder maka semakin rendah tingkat absorpsi airnya. Hal ini disebabkan karena dengan ukuran partikel yang kecil maka luas permukaan akan lebih besar sehingga air yang diserap lebih banyak. Dengan begitu kapasitas penyerapan airnya akan lebih besar.
Warna
Agar-agar tepung memiliki warna putih agak kekuningan. Adanya warna kekuningan disini disebabkan karena pada alat pengering terdapat kontak langsung antara bahan dengan permukaan alat bersuhu tinggi sekitar 120°C sampai 160°C, sehingga pada saat dikeringkan akan terjadi kehilangan sejumlah air yang sangat besar (Indriany R., 2000). Kondisi ini memungkinkan terjadinya reaksi Maillard, yaitu reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Rekasi Maillard biasanya dihubungkan dengan proses pencoklatan di dalam bahan pangan yang membutuhkan komponen amino dengan gula yang diikuti dehidrasi.
Karakteristik Kimia
Kadar Air
Berdasarkan SNI 2802:2015 terkait Agar-Agar Tepung, agar-agar tepung maksimal memiliki kandungan kadar air sebesar 22%. Kadar air pada agar-agar tepung dapat mempengaruhi umur simpan dan data tahan tepung agar-agar. Semakin sedikit kandungan air pada bahan maka kemungkinan rusaknya bahan oleh mikroba semakin kecil. Kandungana air dalam bahan ini mempengaruhi daya tahan bahan terhadap serangan mikroba (Winarno, 2008). Agar-agar tepung memiliki sifat higroskopis (mudah menyerap air), karena itu harus disimpan dalam wadah yang permeabilitasn airnya rendah. Penyerapan air oleh produk akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air produk yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada produk seperti perubahan warna, senya volatil dan menyebabkan produk menggumpal.
Kadar Abu
Kadar abu yang terkandung dalam suatu produk menunjukkan tingkat kemurnian produk tersebut. Tingkat kemurnian ini sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kandungan mineralnya. Berdasarkan SNI, agar-agar tepung maksimal memiliki kadar abu sebanyak 6,5%. Sumber kadar abu pada tepung agar-agar dipengaruhi oleh bahan baku rumput laut, cara pencucian dan proses pengolahan tepung agar-agar itu sendiri. Rumput laur memiliki kadar abu yang tinggi karena termasuk bahan pangan yang mengandung mineral cukup tinggi. Tingginya kadar abu juga dapat berasal dari bahan kimia seperti CaO, natrium sulfit dan KCl yang ditambahkan pada proses pengolahan.
Kadar Serat Pangan
Agar-agar tepung merupakan sebuah hidrokoloid. Menurut Khairunnisa A dkk. (2015), semakin meningkatkanya konsentrasi hidrokoloid pada bahan yang diberikan, maka kadar seratnya pun akan semakin meningkat pula. Oleh karena itu agar-agar tepung merupakan sumber serat pangan yang baik.
Kadar Sulfat
Semakin lama umur panen dari rumput laut maka kadar sulfat akan semakin tinggi, karena rumput laut tersebut akan menyerap kandungan sulfat yang berasal dari perairan tempat budidaya. kandungan sulfat dalam rumput laut dipengaruhi oleh habitat, metode ekstraksi dan umur panen. Proses ekstraksi mempengaruhi kadar sulfat dari rumput laut. Penambahan NaOH sangat berperan dalam menurunkan kadar sulfat, oleh karena itu proses perlakuan pra alkali dalam pembuatan tepung agar ini sangat penting. Konsentrasi NaOH membuat kadar sulfat agar menjadi lebih kecil. Hal ini disebabkan karena penambahan alkali dalam proses pembuatan agar dapat menghilangkan atau mengurangi kadar ester sulfat pada C6 dari rantai 1-4-L-galaktosa. Ester sulfat yang bereaksi dengan alkali membentuk garam-garam sulfat sehingga lebih mudah dipisahkan pada saat proses penyaringan. Setelah proses pra perlakuan alkali terjadi beberapa perubahan yaitu peningkatan kadar 3,6 anhidrogalaktosa dan penurunan kadar sulfat dari agar (Sanitika dkk., 2014).
Karakteristik Fungsional
Agar-agar adalah salah satu jenis hidrokoloid yang merupakan senyawa polimer yang dapat dilarutkan ke dalam air sehingga memberikan suatu larutan atau suspensi yang kental. Agar-agar bersifat tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air mendidih. Agar-agar tepung mempunyai bahan pembentuk gel yang unik diantara bahan pembentuk gel lain karena proses gelasi terjadi pada suhu jauh di bawah suhu pelelehan gel agar.
Agar-agar tepung menghasilkan gel yang kuat (rigid) pada konsentrasi 1 % (w/w). Bentuk sol berubah menjadi gel pada suhu 30 - 40 °C. Gel agar akan meleleh dengan pemanasan suhu 85 - 95 °C. Keasaman (pH) sangat mempengaruhi kekuatan gel agar, semakin rendah pH maka kekuatan gel akan semakin lemah sampai pH 2,5. Kandungan gula juga mempunyai pengaruh besar terhadap gel agar, peningkatan kandungan gula menghasilkan gel yang lebih keras tetapi menghasilkan tekstur yang kurang kohesif. Adanya senyawa 6-0-metil-D-galaktosa tidak nampak mempengaruhi kekuatan gel, tetapi banyaknya 6-0-metilasi mempengaruhi suhu pembentukan gel. Suhu pembentukan gel dari larutan agarose (1,5 %) akan meningkat dengan meningkatnya kandungan metoksil dari agarose. Kekuatan gel juga dapat dipengaruhi oleh suhu perairan tempat rumput laut hidup. Suhu perairan yang tinggi dapat meningkatkan kandungan sulfat pada agar yang menyebabkan rendahnya kekuatan gel (Rahmasari V, 2008).
Karakteristik Karaginan Powder
Karakteristik Fisik
Rendemen
Berdasarkan standar minimum rendemen karaginan yang ditetapkan oleh departemen perdagangan (1989) yaitu karaginan harus memiliki rendemen sebesar 25%. Penurunan rendemen karaginan pada proses pembuatannya dapat dipengaruhi oleh penyakit ice-ice yang menyerang rumput laut, sehingga kandungan karaginan cenderung menurun seiring bertambahnya umur.
Viskositas
Viskositas pada karaginan disebabkan oleh adanya daya tolak menolak antar gugus sulfat yang bermuatan negatif disepanjang rantai polimernya, sehingga menyebabkan rantai polimer kaku dan kencang. Sifat hidrofilik menyebabkan molekul tersebut dikelilingi oleh air yang tidak bergerak, hal inilah yang menentukan nilai kekentalan karaginan. Viskositar karagininan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, konsentrasi karaginan, temperatur, tingkat dispersi, kandungan silfat dan berat molekul karaginan. Oleh karena itu viskositas dari kariginan tepung yang dilarutkan pada air sangat berpengaruh dari konsentrasi karaginan tepung yang dilarutkan. Semakin tinggi konsentrasi karaginan tepung yang dilarutkan maka viskositasnya akan semakin besar.
Kekuatan Gel
Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan karaginan tepung sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun non pangan. Semakin tua umur panen dari rumput laut yang digunakan maka pembentukan gel semakin cepat. Hal ini disebabkan karena pertambahan umur panen akan meningkatkan 3,6-anhidrogalaktosa sehingga potensi pembentukan heliks rangkapnya meningkat dan menyebabkan pembentukan gel lebih cepat dicapai. Pembentukan gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid (Prasetyowati dkk., 2008).
Kelarutan
Air merupakan pelarut utama karaginan. Kelarutan karaginan di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: suhu, ada tidaknya kation, tipe ion yang berhubungan dengan polimer, ada tidaknya senyawa organik yang larut dalam air dan garam (Towle 1973 dalam Ulfah, 2009). Semua jenis karaginan larut dalam air panas. Bahan terlarut lain seperti gula dan garam menurunkan kelarutan karaginan dalam air. Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karaginan adalah sifat hidrofilik molekul yaitu pada kelompok ester-sulfat dan u nit galaktopiranosa, sedangkan unit 3,6-anhidro-galaktopiranosa bersifat hidrofobik (Ulfah, 2009).
Karakteristik Kimia
Kadar Air
Kadar air karaginan sangat berpengaruh terhadap lamanya penyimpanan, karena berkaitan dengan aktivitas mikroba selama karaginan disimpan. Semakin tua umur panen, semakin rendah kandungan kadar air. Hal ini disebabkan karena semakin tua umur rumput laur, kandungan air bebasnya lebih banyak, sehingga penguapan saat penjemuran lebih besar terjadi maka akibatnya kandungan kadar airpun jadi lebih sedikit (Syamsuar 2006 dalam Bunga dkk., 2013)
Kadar Abu
Kadar abu yang dihasilkan karaginan menurut FAO adalah sebesar 15-24%. Kandungan abu menunjukan besarnya kandungan mineral pada karaginan yang tidak terbakar selama proses pengabuan. Rumput laut termasuk bahan pangan yang mengandung mineral yang cukup tinggi seperti Na, Ca, K, Cl, Mg, Fe, S, dan trace element terutama Iodium (Sukri 2006 dalam Bunga dkk., 2013). Oleh karena itu besar atau kecilnya nilai kandungan kadar abu pada karaginan disebabkan oleh jenis serta umur panen dari rumput laut yang digunakan sebagai bahan baku itu sendiri.
Stabilitas pH
Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan. Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3. Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas (Prasetyowati dkk., 2008).
Karakteristik Fungsional
Karaginan dapat dimanfaatkan pada berbagai industri dimana dapat diklasifikasikan dalam industri pangan, industri non pangan, industri farmasi (kosmetik) dan bioteknologi. Untuk industri makanan karaginan biasa digunakan pada industri crackers, wafer, kue, dan jenis-jenis biskuit lainnya untuk mendapatkan tekstur yang renyah perlu ditambahkan karaginan. pembuatan saus dan kecap, es krim, keju, susu dan proses pembuatan bir.
Pada industri farmasi pemanfaatan karaginan sebagai gelling agent pada produk pewangi, binder pada pasta gigi, bodying agent pada lotion dan cream, stabilizer, penstabil dan pengemulsi pada vitamin. Sementara itu untuk bidang bioteknologi karaginan digunakan dalam immobilisasi biokatalis. Penggunaan karaginan di dalam industri non pangan diantaranya pada industri makanan ternak, keramik, dan cat. Karaginan dalam bentuk pelet ikan digunakan untuk menstabilkan dan mempertahankan komposisi senyawa hidrokoloid agar tidak mudah terurai. Pada keramik, karaginan memiliki kemampuan gelling point pada temperatur dan tekanan yang tinggi sehingga apabila dicampurkan kedalam pelapis keramik.
IV. PERBANDINGAN PRODUK
4.1 Tepung Karaginan
Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah). (Winarno, 2008). Prosedur isolasi karaginan dari berbagai rumput laut telah banyak dikembangkan, umumnya prosedur ini terdiri atas tiga tahapan kerja yaitu: ekstraksi, penyaringan, dan pengendapan. Pada tahapan ekstraksi, semakin tinggi suhu ekstraksi maka persentase rendemen karaginan semakin besar, tetapi pada suhu di atas 90 °C persentasenya menurun. Proses pengendapan menggunakan methanol, etanol, isopropanol atau KCl. Penggunaan pengendap jenis alkohol yang memiliki rantai C berjumlah lebih sedikit lebih baik dalam mengekstrak rumput laut Eucheuma cottonii dan menghasilkan rendemen yang besar. Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Penggunaan karaginan pada industri makanan terutama pada produk-produk jeli, jamu, saus, permen, sirup, pudding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget atau produk susu (Nafiah, 2011).
Karaginan terbagi menjadi 3 fraksi yaitu kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii mengandung 25-30 % ester sulfat, iota karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum mengandung 28-35 % ester sulfat, dan lambda karaginan dari Chondrus crispus mengandung 32-39 % ester sulfat (Nafiah, 2011). Kappa karaginan tersusun dari α (1->3) D galaktosa -4 sulfat dan β (1->4) 3,6 Anhydro D Galaktosa. Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro-D galaktosa. Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena memiliki sebuah disulphated α (1->4) D galaktosa (Winarno, 2008).
Tabel 1. Daya Kestabilan tiga jenis karaginan terhadap perubahan pH
Stabilitas
Kappa
Iota
Lambda
pH netral
Stabil
Stabil
Stabil
pH alkali
Terhidrolisa bila dipanaska
Terhidrolisa
Terhidrolisa
Stabil dalam keadaan gel
Stabil dalam bentuk gel
Tabel 2. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media
Medium
Kappa
Iota
Lambda
Air panas
Larut di atas 60°C
Larut di atas 60°C
Larut
Air dingin
Garam Na larut, Garam K dan Ca tidak larut
Garam Na larut, Garam Ca memberi disperse thixotropic
Larut
Susu panas
Larut
Larut
Larut
Susu dingin
Garam Na, Ca, K tidak larut tapi akan mengembang
Tidak larut
Larut
Larutan gula pekat
Panas, larut
Larut, sukar
Larut, panas
Larutan garam pekat
Tidak larut
Larut, panas
Larut, panas
Sumber: Winarno, 2008
Gambar 1. Struktur kappa, iota, lambda karaginan
Sumber: (Nurjanah, 2007)
Jenis karaginan yang paling sering diaplikasikan adalah kappa karaginan yang tersusun dari α (1,3)-Dgalaktosa-4-sulfat dan β (1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karaginan ini juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu membantu hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk 3,6-anhidrogalaktosa sehingga mengakibatkan kenaikan kekuatan gelnya (Nafiah, 2011).
Gambar 2. Reaksi pembentukan kappa karaginan
Sumber: (Nurjanah, 2007)
Tepung karaginan berwarna kekuning-kuningan, mudah larut dalam air, membentuk larutan kental, membentuk larutan kental atau gel, tergantung dari proporsi fraksi kappa dan lambda karaginan serta keseimbangan kation dalam larutan. Hidrasi karaginan terjadi lebih cepat pada pH rendah, hidrasi terjadi lebih lambat pada pH 6 atau lebih. Kekentalan karaginan tergantung pada konsentrasi, temperatur, tipe karaginan, dan berat molekul. Karaginan kering dapat disimpan dengan baik selama 1,5 tahun pada suhu kamar dan pH 5-6,9 (Winarno, 2008).
Proses pembuatan tepung karaginan meliputi perendaman, pencucian, perendaman dalam larutan KOH, pencucian, ekstraksi, filtrasi (filtrat dan residu), pengeringan, dan penepungan. Proses pengeringan yang langsung menghasilkan serbuk adalah dengan spray dryer. Proses ini dijalankan dengan mengeringkan cairan kental/pasta dalam bentuk butiran-butiran cairan dengan udara panas baik secara searah atau lawan arah. Proses tersebut akan mempengaruhi beberapa karakteristik produk. Pengaruh temperatur pengeringan terhadap kadar air produk yaitu produk karaginan yang dihasilkan pada suhu dan kecepatan udara pengering tertinggi yaitu pada 125°C dan 14 m/detik mempunyai kadar air paling rendah yaitu 11,35%. Bertambahnya kecepatan udara pengering akan meningkatkan difusi panas udara ke dalam butiran butiran umpan sehingga meningkatkan jumlah air yang dapat diuapkan. Setelah temperatur semakin tinggi dan dengan bertambahnya kecepatan udara pengering, penurunan kadar air semakin meningkat. Pada kekuatan gel semakin berat beban yang diperlukan, maka kekuatan gel yang dihasilkan akan semakin tinggi. Kemampuan membentuk gel merupakan salah satu sifat karaginan yang menjadi dasar penggunaannya pada berbagai industri. Kekuatan gel karaginan dipengaruhi oleh suhu pengeringan dimana semakin tinggi suhu kekuatan gel akan semakin turun. Kekuatan gel karaginan Eucheuma cottoni antara 26,09 g/cm2 sampai 334,0 g/cm2. Bahan baku yang digunakan untuk membuat karaginan sebaiknya rumput laut yang masih segar yang hanya mengalami pencucian dengan air tanpa penambahan zat kimia yang menyebabkan kerusakan (Djaeni dkk, 2012).
4.2 Tepung Agar
Agar diproduksi dari rumput laut yang tergolong dalam kelas Rhodophyceae (ganggang merah). Atas dasar kemampuannya memproduksi agar, ganggang merah digolongkan menjadi dua kelompok yaitu Agarophyte dan Agaroidophyte. Agarophyte adalah kelompok rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar. Sedangkan Agaroidophyte merupakan kelompok ganggang merah yang memproduksi senyawa yang mempunyai sifat seperti agar, tetapi dengan daya gelasidan viskositas berbeda. Dari kelompok Agarophyte yang terkenal adalah spesies dari genus Gelidium dan beberapa spesies dari genus Gracilaria. Agar adalah produk kering tak berbentuk (amorphous), mempunyai sifat seperti gelatin, dan merupakan hasil ekstraksi non-nitrogen dari ganggang Gelidium. Molekul agar terdiri dari rantai linear galaktan. Galaktan adalah polimer dari galaktosa. Galaktan yang sebagian monomer galaktosanya membentuk ester dengan metil disebut agarose, sedangkan galaktan yang teresterkan dengan asam sulfat dikenal sebagai agaropektin. Agaropektin mempunyai struktur seperti agarose dengan residu asam serta D-asam glukouronat dan asam piruvat. Agarose merupakan komponen yang bertanggung jawab atas daya gelasi agar. Perbandingan agarose dan agaropektin pada genus Gracilaria sekitar 20:1 jauh lebih besar daripada genus Gelidium yang mempunyai perbandingan 1:5. Karena itulah, umumnya gel agar Gracilaria lebih kuat dan kokoh (Winarno, 2008).
Agarose mempunyai struktur kimia dari pengulangan bentuk dari ikatan (1-3) β-D-galaktopiranosa dan ikatan (1-4) untuk 3,6 anhidro-α-L-galaktopiranosa (Indriany, 2000).
Gambar 3. Struktur kimia agarosa
Sumber: (Indriany, 2000)
Agaropektin memiliki struktur dasar yang lebih kompleks dan mengandung residu sulfat, piruvat dan asam uronik di dalam unit galaktopiranosa dan 3,6 anhidro-galaktopiranosa. Unit D-galaktopiranosa diganti menjadi asam piruvat asetal 4,6-O-(1-karboksietiledian)-D-galaktosa tersubsititusi oleh sulfat yang terikat sebagai ester (Indriany, 2000).
Gambar 4. Struktur kimia agaropektin
Sumber: (Indriany, 2000)
Produk agar dapat dimanfaatkan sebagai penstabil, pengemulsi, bahan pembentuk gel, media kultur mikroba, media kultur jaringan dan sebagainya. Karakteristik pembentukan gel agar disebabkan oleh tiga buah atom hidrogen pada residu 3,6-anhidro-L-galaktosa yang memaksa molekul untuk membentuk struktur heliks. Interaksi antar heliks menyebakan terbentuknya gel. Penggantian senyawa L-galaktosa sulfat oleh senyawa 3,6-anhidro-L-galaktosa menyebabkan kekakuan dalam struktur heliks dan pada saat gel mulai terbentuk. Beberapa hal yang mempengaruhi sifat agar yaitu suhu, konsentrasi, pH, gula dan ester sulfat (Indriany, 2000). Proses pembuatan agar secara umum terdiri dari beberapa tahapan yaitu pembersihan, pencucian, penjemuran rumput laut, perendaman dan pemucatan, pemasakan (ekstraksi), penyaringan, pendinginan, pengeringan, dan penepungan. Ekstraksi agar dilakukan dengan air panas pada suhu didih, hal ini didasarkan pada sifat kelarutan agar yaitu larut pada air panas dan tidak larut dalam air dingin. Ukuran mata saringan (mesh) untuk penepungan ini dapat bervariasi, biasanya berkisar antara 80-120 mesh (Indriany, 2000).
Berdasarkan kandungan ester inilah, agar dibedakan dengan karaginan. Agar memiliki kandungan ester lebih rendah (5%) sedangkan karaginan mempunyai kadungan ester 20-50%. Enzim agarose memilik kemampuan menghidrolisa agar tetapi tidak dapat menghidrolisa karaginan (Winarno, 2008).
V. KESIMPULAN
Agar merupakan hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan gel yang sangat kuat. Senyawa ini dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut kelas Rhodophyceae terutama genus Gracilaria, Gelidium. Agar merupakan senyawa polisakarida dengan rantai panjang yang disusun dari dua pasangan molekul agarose dan agaropektin. Karaginan merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstrak dari rumput laut jenis karagenofit seperti Eucheuma sp, Hypnea sp. Karaginan dibedakan menjadi 3 macam yaitu iota karaginan, kappa karaginan, dan lambda karaginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel.
Karakteristik Agar Powder diantaranya tingkat absorbsi yaitu agar-agar tepung minimal memiliki 5 kali tingkat absopsi air, benda asing tak larut yaitu agar-agar tepung maksimal hanya mengandung benda asing tak larut sebanyak 1%, tigkat kehalusan yaitu agar-agar tepung harus lolos pada saringan 60 mesh minimal 80%, tingkat warna yaitu agar-agar tepung memiliki warna putih agak kekuningan, kadar air yaitu agar-agar tepung maksimal memiliki kandungan kadar air sebesar 22%, kadar abu yaitu agar-agar tepung maksimal memiliki kadar abu sebanyak 6,5%. Agar-agar tepung merupakan sumber serat pangan yang baik. Semakin lama umur panen dari rumput laut maka kadar sulfat akan semakin tinggi, karena rumput laut tersebut akan menyerap kandungan sulfat yang berasal dari perairan tempat budidaya. Karakteristik Karaginan Powder diantaranya rendemen yaitu karaginan harus memiliki rendemen sebesar 25%, viskositas yaitu semakin tinggi konsentrasi karaginan tepung yang dilarutkan maka viskositasnya akan semakin besar, pembentukan gel yaitu dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid, kelarutan yaitu semua jenis karaginan larut dalam air panas. Bahan terlarut lain seperti gula dan garam menurunkan kelarutan karaginan dalam air. Semakin tua umur panen, semakin rendah kandungan kadar air. Kadar abu yang dihasilkan karaginan menurut FAO adalah sebesar 15-24%. Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Antara. 2008. Ekspor rumput laut ditargetkan naik 12,6 juta ton. www.antara.co.id [Diakses tanggal 21 Oktober 2016]
Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2006. Rumput Laut . Depok: Penebar Swadaya
Bilina A. 2015. Kajian Sifat Fisik Mie Basah Dengan Penambahan Rumput Laut. Lampung: Universitas Lampung
Bunga, dkk. Karakteristik Sifat Fisik Kimia Kaaraginan rumput laur kappaphycus alvarezii pada berbagai umur panen yang diambil dari daerah perairan desa arakan kabupaten minahasa selatan. Media Teknologi Hasil Perikanan. 1(2): 54-58
Djaeni, M. 2012. Pengeringan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii Pada Spray Dryer Menggunakan Udara Yang Didehumidifikasi Dengan Zeolit Alam Tinjauan: Kualitas Produk Dan Efisiensi Energi. Jurnal Momentum Vol. 8 (2): 28- 34 ISSN 0216-7395
Indriany, Rini. 2000. Modifikasi Proses Pembuatan Tepung Agar-Agar dengan Menggunakan Pengering Semprot (Spray Dryer) dan Pengering Drum (Drum Dryer). Bogor: Institut Pertanian Bogor
Khairunnisa A, dkk. 2015. Pengaruh Penambahan Hidrokoloid (Cmc Dan Agar-Agar Tepung) Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Sensoris Fruit Leather Semangka (Citrullus Lanatus (thunb.) Matsum. Et Nakai). Teknosains Pangan. 4(1): 1-9
Nafiah, Hidayatun. 2011. Pemanfaatan Karaginan dalam Pembuatan Nugget Ikan Cucut. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Neish Ian, Peter Salling, Pirmin Aregger, and Juliana Klose. 2015. Carrageenan and Agar Official Programme Partner Indonesia, Beyond The Land Of Cottonii and Gracilaria. Zurich: Switzerland Global Enterprise
Nurjanah. 2007. Pembuatan Tepung Puding Instan Karaginan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Nurjanah, Asadatun Abdullah, dan Kustiariyah. 2011. Bahan Baku Hasil Perairan. IPB Press: Bogor
Poncomulyo T., Herti Maryani, Lusi Kristiani. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Surabaya: Agro Media Pustaka
Prasetyowati, dkk. 2008. Pembuatan Tepung Karaginan Dari Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan. Teknik Kimia. 2(15): 27-33
Rahmasari V. 2008. Pemanfaatan Air Abu Sabut Kelapa Dalam Pembuatan Agar-Agar Kertas Dari Rumput Laut Gracilaria sp. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Santika, dkk. Karakteristik Agar Rumput Laut Gracilaria Verrucosa Budidaya Tambak Dengan Perlakuan Konsentrasi Alkali Pada Umur Panen Yang Berbeda. Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(4): 98-105
Sinurat E, Murdinah, Utomo BSB. 2006. Sifat fungsional formula kappa dan iota karaginan dengan gum. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautandan Perikanan 1: 1-8
Ulfah. 2009. Pemanfaatan Iota Karaginan (Eucheuma Spinosum) Dan Kappa Karaginan (Kappaphycus alvarezii) Sebagai Sumber Serat Untuk Meningkatkan Kekenyalan Mie Kering. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Winarno, FG. 2008. Kimia Pangan. Jakarta: M-Brio Press