BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengaruh Laju Udara Pengeringan
Pada percobaan untuk pengaturan tray dryer pada pada skala kecepatan udara 7 dan 8 serta skala suhu tetap 9, didapatkan grafik hubungan antara waktu terhadap kadar air seperti ditampilkan pada gambar 4.1. 10.4 ) 10.2 % 10 ( r i 9.8 A r a 9.6 d 9.4 a K 9.2 9
V7 dan T9 V8 dan T9
0
20
40
60
80
Waktu (menit)
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Waktu terhadap Kadar Air dengan V = 7 dan V =
8 pada T = 9 Berdasarkan grafik pada gambar 4.1, terlihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka jumlah kadar air yang terdapat didalam bahan tersebut s emakin berkurang. Selain itu, perubahan kecepatan udara dari skala 7 ke skala 8 menyebabkan kadar air menurun dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena terjadinya perpindahan energi panas dari udara bersuhu tinggi ke permukaan bahan yang bersuhu lebih rendah, sehingga dengan kecepatan udara yang semakin tinggi akan semakin mempercepat laju pengeringan suatu bahan. Sedangkan grafik yang menunjukkan hubungan antara kadar air dengan kecepatan pengeringan dapat dilihat pada gambar 4.2. 2.5 ) s / m ( n a g n i r e g n e P u j a L
2 1.5
V7 dan T9
1
V8 dan T9
0.5 0 0.09
0.095 0.1 Kadar Air
0.105
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Kadar Air terhadap Laju Pengeringan dengan V =
7 dan V = 8 pada T = 9
Berdasarkan grafik yang terdapat pada gambar 4.2, terlihat bahwa kecepatan pengeringan memiliki beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu kecepatan pengeringan mula-mula meningkat dengan cepat. Kemudian kecepatan pengeringan cenderung menurun secara perlahan. Mekanisme seperti ini disebut dengan penyesuaian awal. Hal ini terjadi karena kecepatan penguapan air pada permukaan lebih besar dari pada kecepatan difusi air yang berada dalam bahan menuju permukaan. Sehingga pada saat awal pengeringan, akan terlihat kecepatan penguapan meningkat dengan cepat, lalu menurun secara perlahan karena air pada permukaan telah habis di uapkan sedangkan air yang berdifusi dari dalam bahan ke permukaan belum secara sempurna tercapai. Pada tahapan kedua terlihat bahwa kecepatan pengeringan cenderung konstan. Mekanisme ini disebut juga dengan periode laju pengeringan tetap, dimana besarnya kecepatan pengeringan berfluktuasi naik turun mempertahankan kedudukannya, sehingga dapat dianggap membentuk garis lurus horizontal dengan tren yang seimbang. Periode ini terjadi karena air telah terdifusi secara merata dan berkelanjutan ke permukaan bahan sehingga kecepatan penguapan dapat diimbangi oleh kecepatan difusi tersebut. Selanjutnya terlihat bahwa kecepatan pengeringan kembali menurun. Tahapan ini disebut juga dengan tahapan kecepatan pengeringan menurun pertama. Hal ini terjadi karena difusitas cairan dalam bahan tidak mampu mengimbangi kecepatan pengeringan pada permukaan, dimana kecepatan difusifitas lebih kecil dari pada kecepatan penguapan dan tidak meratanya komposisi cairan pada setiap tempat dalam bahan. Untuk tahapan terakhir, disebut dengan periode kecepatan pengeringan menurun kedua, karena terlihat pada grafik terjadi penurunan kecepatan pengeringan secara linier. Hal ini terjadi karena semakin sedikitnya tempat yang kadar airnya masih diatas kadar air kesetimbangan dan diperkirakan hanya tinggal satu daerah yang kadar airnya diatas kadar air kesetimbangan sehingga penurunannya tampak linier. Penurunan kecepatan pengeringan terjadi karena air yang berdifusi ke permukaan semakin lama semakin sedikit dan penurunan kecepatan difusi ini juga terjadi secara linier.
4.2
Pengaruh Suhu Udara Pengeringan
Pada percobaan untuk pengaturan tray dryer pada skala suhu 7 dan 8 serta skala kecepatan udara tetap 9, didapatkan grafik hubungan antara waktu terhadap kadar air seperti ditampilkan pada gambar 4.3. 10.4 10.2 ) 10 % ( r 9.8 i A r a 9.6 d a K 9.4 9.2
T7 dan V9 T8 dan V9
9 0
10
20
30
40
50
60
Waktu (menit)
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Waktu terhadap Kadar Air dengan T = 7 dan T = 8
pada V = 9 Berdasarkan grafik pada gambar 4.3, terlihat bahwa semakin lama waktu pengeringan maka jumlah kadar air yang terdapat didalam bahan tersebut s emakin berkurang. Selain itu, dengan adanya kenaikan suhu dari skala 7 ke skala 8 menyebabkan kadar air berkurang semakin cepat. Hal ini diakibatkan karena semakin meningkatnya laju perpindahan panas menyebabkan kadar air yang ada semakin cepat berkurang. Sedangkan grafik yang menunjukkan hubungan antara kadar air dengan kecepatan pengeringan dapat dilihat pada gambar 4.4. 2.5 ) s / m 2 ( n a g1.5 n i r e g 1 n e P u j a 0.5 L
0 0.092
T7 dan V9 T8 dan V9
0.094
0.096
0.098 0.1 Kadar Air
0.102
0.104
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Kadar Air terhadap Laju Pengeringan dengan T =
7 dan T = 8 pada V = 9
Berdasarkan grafik yang terdapat pada gambar 4.4, terlihat bahwa laju pengeringan meningkat lebih tajam pada suhu dengan skala 8 dibandingkan dengan kecepatan pengeringan pada suhu dengan skala 7. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu udara pengering maka kecepatan pengeringan akan semakin cepat dan kadar air akan mengalami keadaan konstan dalam waktu yang cepat.
4.3
Perbandingan Laju Pengeringan Hasil Percobaan dan Teoritis
4.3.1
Pada V = 7 dan T = 9
Perbandingan laju pengeringan hasil percobaan dengan laju pengeringan secara teoritis pada V = 7 dan T = 9 dapat dilihat pada gambar 4.5. 0.2 0.15 N 0.1
N teoritis N percobaan
0.05 0 0
20
40 60 Waktu (menit)
80
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Laju Pengeringan Teoritis dengan Laju
Pengeringan Percobaan pada V = 7 dan T = 9 Berdasarkan grafik yang terdapat pada gambar 4.5, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat besar antara nilai teoritis dan pecobaan, dimana hasil teoritis jauh lebih tinggi daripada percobaan. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap data percobaan adalah kondisi di luar sistem, yaitu laju alir di luar sistem (laju alir angin). Hal ini sangat mengganggu dalam pengukuran laju alir udara dalam sistem, dengan menggunakan alat yaitu anemometer, sehingga nilai l aju alir udara dalam menjadi tidak konstan. Seharusnya laju alir udara pada percobaan ini harus dijaga dalam keadaan konstan pada kisaran 1,515 m/s.
4.3.2
Pada V = 8 dan T = 9
Perbandingan laju pengeringan hasil percobaan dengan laju pengeringan secara teoritis pada V = 8 dan T = 9 dapat dilihat pada gambar 4.6.
0.25 0.2 0.15 N 0.1
N teoritis N percobaan
0.05 0 0
20
40
60
80
Waktu (menit)
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Laju Pengeringan Teoritis dengan Laju
Pengeringan Percobaan pada V = 8 dan T = 9 Berdasarkan grafik yang terdapat pada gambar 4.6, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat besar antara nilai teoritis dan pecobaan, dimana hasil teoritis jauh lebih tinggi daripada percobaan. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap data percobaan adalah kondisi di luar sistem, yaitu laju alir di luar sistem (laju alir angin). Hal ini sangat mengganggu dalam pengukuran laju alir udara dalam sistem, dengan menggunakan alat yaitu anemometer, sehingga nilai l aju alir udara dalam menjadi tidak konstan. Seharusnya laju alir udara pada percobaan ini harus dijaga dalam keadaan konstan pada kisaran 1,62 m/s.
4.3.3
Pada V = 9 dan T = 7
Perbandingan laju pengeringan hasil percobaan dengan laju pengeringan secara teoritis pada V = 9 dan T = 7 dapat dilihat pada gambar 4.7. 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 N0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
N teoritis N percobaan
0
20
40 60 Waktu (menit)
80
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Laju Pengeringan Teoritis dengan Laju
Pengeringan Percobaan pada V = 9 dan T = 7
Berdasarkan grafik yang terdapat pada gambar 4.7, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat besar antara nilai teoritis dan pecobaan, dimana hasil teoritis jauh lebih tinggi daripada percobaan. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap data percobaan adalah kondisi di luar sistem, yaitu laju alir di luar sistem (laju alir angin). Hal ini sangat mengganggu dalam pengukuran laju alir udara dalam sistem, dengan menggunakan alat yaitu anemometer, sehingga nilai l aju alir udara dalam menjadi tidak konstan. Seharusnya laju alir udara pada percobaan ini harus dijaga dalam keadaan konstan pada kisaran 1,792 m/s.
4.3.4
Pada V = 9 dan T = 8
Perbandingan laju pengeringan hasil percobaan dengan laju pengeringan secara teoritis pada V = 9 dan T = 8 dapat dilihat pada gambar 4.8. 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 N 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
N teoritis N percobaan
0
20
40 60 Waktu (menit)
80
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Laju Pengeringan Teoritis dengan Laju
Pengeringan Percobaan pada V = 9 dan T = 8 Berdasarkan grafik yang terdapat pada gambar 4.8, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat besar antara nilai teoritis dan pecobaan, dimana hasil teoritis jauh lebih tinggi daripada percobaan. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap data percobaan adalah kondisi di luar sistem, yaitu laju alir di luar sistem (laju alir angin). Hal ini sangat mengganggu dalam pengukuran laju alir udara dalam sistem, dengan menggunakan alat yaitu anemometer, sehingga nilai l aju alir udara dalam menjadi tidak konstan. Seharusnya laju alir udara pada percobaan ini harus dijaga dalam keadaan konstan pada kisaran 1,786 m/s.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
1. Semakin besar laju alir udara, maka semakin besar juga kecepatan pengeringan sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat. 2. Semakin tinggi suhu pengeringan, maka semakin besar juga kecepatan pengeringan sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat. 3. Kecepatan pengeringan secara teoritis lebih besar daripada kecepatan pengeringan sesuai percobaan. 5.2
Saran
1. Sebaiknya teliti dalam penghitungan kecepatan udara karena dapat berbeda jauh jika perhitungan tidak tepat. 2. Usahakan agar sampel yang diambil di setiap percobaan homogen kadar airnya, agar hasil lebih akurat.