ACARA I PENGOLAHAN REMPAH AWETAN I (DENGAN PROSES PENGERINGAN)
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Teknologi Pengolahan Rempah dan Minyak Atsiri Acara I “Pengolahan Rempah Awetan I (Dengan Proses Pengeringan)” ini adalah sebagai berikut: 1.
Mempelajari
dan
mengenal
pengolahan
rempah
awetan
dengan
pengeringan. 2.
Menghitung rendemen rempah kering.
3.
Mengamati rempah kering hasil olahan secara visual.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori Pengeringan merupakan proses menghilangkan air atau uap air dari produk makanan. Menghilangkan air dari makanan membuat makanan lebih cerah dan mengecil. Proses penghilangan air ini dapat mencegah kerusakan karena mikrooganisme serta memperlambat reaksi ezimatik yang terjadi di dalam makanan. Pengeringan dibawah sinar matahari direkomendasikan untuk buah-buahan. Pengeringan ini tidak disarankan ketika suasana mendung atau berkelemban tinggi. Suhu pengeringan harus mencapai 85C dengan kelembaban 60%. Pengeringan ini diawali dengan memotong buah menjadi ebih kecil, lalu diletakan di tempat yang bersih, dan bias ditutupi dengan kain tipis. Peletakan rak pengering harus berada diatas tana, tidak menyentuh tanah. Apabila dimungkinkan penempatan kipas kecil dapat digunakan untuk memperlancar sirkulasi udara. Ketika matahari sudah tenggelam, lebih baik bahan kembali disimpan dan dikeluarkan dikeluarkan keesokan harinya (Boyer, 2008). Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih panjang. Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas mikroorganisme dan enzim rnenurun sebagai akibat dari air yang dibutuhkan untuk aktivitasnya tidak
cukup. Selain bertujuan untuk mengawetkan, pengeringan juga bertujuan untuk mengurangi volume dan berat produk. Implikasi pengurangan volume dan berat produk terhadap biaya produksi, distribusi, dan penyimpanan dapat mereduksi biaya biaya operasional. Tujuan lain dari pengeriringan adalah untuk untuk diversifikasi produk seperti inovasi pada produk sereal instan (instant cereal) dan minuman instan (instant beverages) (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Prinsip proses pengeringan adalah proses terjadinya pindah panas dari alat pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan. Pindah massa air tersebut memerlukan perubahan fase air dari cair menjadi uap atau dari beku menjadi uap (pada pengeringan beku). Proses perubahan tersebut memerlukan panas laten. Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimum. Berbagai cara dilakukan untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa selama proses pengeringan. Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan pindah panas dan massa tersebut adalah luas permukaan, suhu, kecepatan pergerakan udara, kelembaban udara, tekanan atmosfer, penguapan air, dan lama pengeringan (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Prinsip proses pengeringan adalah proses terjadinya pindah panas dari alat pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan. Pindah massa air tersebut memerlukan perubahan fase air dari cair menjadi uap atau dari beku menjadi uap (pada pengeringan beku). Proses perubahan tersebut memerlukan panas laten. Perubahan fase air yang diielaskan di atas dapat dicapai dengan beberapa metode berikut ini. 1.Konduksi dengan cara kontak dengan plat panas seperti pada oven pengering. 2. Konveksi dari udara panas seperti pada pengering kabinet (cabinet ( cabinet dryer ). ). 3. Radiasi sinar inframerah. 4. Energi gelombang mikro seperti pada microwave. Proses pengeringan dapat dipercepat dengan menggunakan kondisi vakum. Pada kondisi vakum, titik didih air mengalami penurunan sehingga perubahan fase air dari cair menjadi uap lebih cepat tercapai (Esti asih dan Ahmadi, 2009).
Pre-treatment sebelum sebelum pengeringan seperti blanching dapat membantu untuk meningkatkan kualitas pengeringan. Proses ini akan membuat proses enzimatis tehenti dan beberapa mikroba hilang. Proses ini juga dapat melunakan tekstur produk, sehingga saat pengeringan, kemampuan air menguap dari bahan akan lebih tinggi dan meningkatkan laju pengeringan (Kendal et al., 2009). Dalam proses pengeringan terdapat 2 peristiwa pemisahan. Pertama, kandungan air dan uap air harus berpindah dari dalam menuju permukaan bahan. Kedua, air di permukaan bahan harus diuapkan ke udara. Pada peristiwa yang pertama disebabkan karena proses difusi dan reaksi kapiaritas. Proses ini hanya membawa air. Selanjutnya peristiwa kedua, penguapkan air di permukaan bahan tergantung pada kondisi kondisi udara pengering dan konsentrasi air di permukaan. Faktor yang mempengaruhi proses pengeringan secara umum adalah, 1. Bahan,; meliputi kandungan kandungan gizi, air dan fisik bahan. 2. Ukuran, bentuk, dan susunan saat pengeringan pengeringan 3. Suhu uadara 4. Air velocity dan velocity dan wet-bulp depression. depression. (Wilhelm R et al., 2005). 2. Tinjauan Bahan Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak atsiridisebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Minyak atsiri umumnya tidak berwarna pada keadaan segar dan murni tanpa pencemar. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin, sehingga warnanya berubah menjadi lebih tua (Septiana, 2015). Sereh dapur (C. citratus) merupakan tumbuhan berimpang pendek seperti rumput-rumputan. Sereh dapur mampu tumbuh 1-1,5 meter. Panjang daunnya mencapai 70-80 cm dan lebarnya 2-5 cm. Daun berwarna hijau muda,
kasar, dan mempunyai aroma khas seperti lemon. Sereh dapur biasa tumbuh pada daerah dengan ketinggian 50-2.700 meter di atas permukaan laut. Sereh dapur dapat tumbuh secara alami, namun dapat jugaditanam pada berbagai kondisi tanah di daerah tropis yang lembab, cukup sinar matahari, dan curah hujan yang relatif tinggi. Tanaman ini banyak terdapat di Jawa, terutama daerah dataran rendah (Septiana, 2015). Minyak atsiri dari tanaman sereh dapur dalam perdagangan dikenal dengan nama Lemongrass nama Lemongrass Oil . Kandungan utama minyak sereh dapur adalah sitral dan juga mengandung sitronelal, metilheptan, n-desil aldehida, linalool, geraniol. Minyak sereh dapur merupakan salah satu jenis minyak atsiri terpenting. Minyak atsiri ini digunakan untuk menghasilkan sitral yang merupakan konstituen utama dari minyak sereh dapur. Sitral merupakan bahan pembuat ionon. Minyak sereh dapur memiliki bau lemon yang keras karena mengandung kadar sitral yang tinggi (75% sampai 85%) sehingga minyak sereh dapur dinamakan lemongrass oil. Minyak sereh dapur dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri kosmetik, sabun. Isolasi minyak atsiri adalah usaha memisahkan minyak atsiri dari tanaman atau bagian tanaman asal. Minyak atsiri dalam tanaman terdapat pada bagian dalam rambut kelenjar dan sel kelenjar (Zaituni et al., 2016). Penyusun minyak atsiri sereh dapur dari kelompok terpenoid dapat berupa terpena-terpena. Terpena yang paling sering terdapat sebagai komponen komponen penyusun minyak minyak atsiri adalah monoterpena. monoterpena. Sebagai contoh adalah 30%-35% sitronellal, 20%-25% geraniol (asiklik monoterpena), 3%-10% limonena (monosiklik monoterpena), dan 3%-10% 3%- 10% α-pinena α-pinena (bisiklik monoterpena). Terpena lain di bawah monoterpene yang berperan penting sebagai penyusun minyak atsiri adalah seskuiterpena dan diterpena. Sebagai contoh adalah kadinena (bisiklik seskuiterpena), seskuiterpena), β-kariofilena β-kariofilena (bisiklik seskuiterpena), dan asam abietat (trisiklik seskuiterpena). Kelompok besar lain penyusun minyak atsiri sereh dapur adalah senyawa golongan fenil propana. Senyawa ini mengandung cincin fenil C6 dengan rantai samping berupa propana C3.
Contoh senyawa golongan fenil ini adalah sinamilaldehida, anetol, eugenol, feniletil, anisaldehida, dan metil salisilat (Septiana, 2015). Kulit buah jeruk yang mengandung minyak atsiri berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat. Di Bali kulit buah jeruk belum dimanfaatkan secara optimal menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi dan biasanya hanya dibuang sebagai limbah. Memanfaatkan limbah kulit buah jeruk menjadi produk yang yang berguna dan lebih bernilai ekomomis salah satunya menjadi bahan obat karena mengandung minyak atsiri. Senyawa limonen merupakan komponen utama penyusun minyak atsiri kulit buah jeruk dengan persentase luas area tertinggi yaitu berturut-turut 94,96%. Senyawa lainnya terdiri dari mircen (2,48%), β-asarone β-asarone (1,09%), germacren germacren D (1,01%) dan αα pinen (0,46%). Senyawa-senyawa penyusun penyusun minyak atsiri kulit buah jeruk Bali terdiri dari (5) senyawa yang dianalisis spektra massa dan pola fragmentasinya, diantaranya adalah αα- pinen, mircen, limonen, limonen, germacren, β-asaron β-asaron (Saputra et al., 2017). Kulit jeruk mengandung minyak atsiri yang terdiri dari berbagai golongan senyawa seperti terpen, sesquiterpen, aldehida, ester dan s terol. Kulit jeruk memiliki kandungan senyawa yang berbeda-beda, bergantung varietas, sehingga aromanya pun berbeda. Namun,senyawa yang dominan adalah limonene (C10H16). Kandungan limonene bervariasi untuk tiap varietas jeruk, berkisar antara 70-92%. Rincian komponen minyak kulit jeruk adalah sebagai berikut: limonene 94%, mirsen 2%, 2%, linalol 0,5%, oktanal 0,5%, 0,5%, dekanal 0,4%, sitronelal 0,1%, neral 0,1%, geranial 0,1%, valensen 0,05%, β-sinensial β -sinensial 0,02%, dan α-sinensial α-sinensial 0,01%. Limonene merupakan sebuah hidrokarbon yang diklasifikasikan sebagai siklus terpene. Limonene adalah cairan berwarna pada suhu kamar dengan bau yang sangat kuat dari jeruk. Dinamakan limonene karena diambil nama dari lemon sebagai kulit dari jeruk, seperti berbagai jenis buah jeruk, mengandung banyak sekali senyawa kimia ini (limonene). Nama IUPAC dari limonene adalah 1-metil-4-prop-1-en-2-il-cyclohexene, nama lainnya
4-isopropenyl-1-methyl
cyclohexene,
racemic:
DL-limonene;
dipentene. Rumus molekul limoneneadalah C10H16, mempunyai massa molar
136,24 g/mol, g/mol, Berat jenis 0,8411 g/cm3, g/cm3, Putaran optik 87o-102°, 87o-102°, titik lebur 74,35°C, dan titik didih 176°C. Limonene, umumnya digunakan pada produk kosmetik dan ditambahkan pada produk pembersih (sabun) yang memberikan wangi jeruk. Selain itu juga dianggap sebagai biofuel karena mudah terbakar (Hidayati, 2012). Sitasi kulitt jeruk ditambahhiii/…;;;… C. Metodologi
1. Alat a. Baskom b. Blower c. Pisau d. Plastic sealer e. Stopwatch f. Timbangan analitik g. Tray h. Alas terpal i. Timbangan kiloan j. Telenan 2. Bahan a. Kulit Jeruk b. Sereh dapur
3. Cara kerja a.
Pengeringan Sereh Dapur
Sereh dapur
Perajangan ±1 cm
Penimbangan berat awal
Pengeringan kering angin kabinet dryer (suhu ±60OC)
Pengeringan matahari
Penimbangan berat akhir
Perhitungan rendemen
Pengamatan warna dan aroma
Pemisahan 20% untuk dikemas dan 80% untuk ditepungkan
Gambar 1.1 Diagram alir proses pengeringan rempah awetan
sereh dapur
b. Pengeringan Kulit Jeruk Kulit Jeruk
Perajangan dengan membagi setengah bagian kulit jeruk menjadi 4 potong dan dikupas lapisan bagian dalamnya
Penimbangan berat awal
Pengeringan kering angin kabinet dryer (suhu ±60OC)
Pengeringan matahari
Penimbangan berat akhir
Perhitungan rendemen
Pengamatan warna dan aroma
Pemisahan 20% untuk dikemas dan 80% untuk ditepungkan
Gambar 1.2 Diagram alir proses pengeringan rempah awetan
kulit jeruk
D. Hasil dan Pembahasan Pembahasan
Pengeringan merupakan proses menghilangkan air atau uap air dari produk makanan. Menghilangkan air dari makanan membuat makanan lebih cerah dan mengecil. Proses penghilangan air ini dapat mencegah kerusakan karena mikrooganisme serta memperlambat reaksi ezimatik yang terjadi di dalam makanan (Boyer, 2008). Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih panjang. Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas mikroorganisme dan enzim rnenurun sebagai akibat dari air yang dibutuhkan untuk aktivitasnya tidak (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Prinsip proses pengeringan adalah proses terjadinya pindah panas dari alat pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan. Pindah massa air tersebut memerlukan perubahan fase air dari cair menjadi uap atau dari beku menjadi uap (pada pengeringan beku). Proses perubahan te rsebut memerlukan panas laten. Pengeringan bertujuan untuk mengawetkan, pengeringan juga bertujuan untuk mengurangi volume dan berat produk. Implikasi pengurangan volume dan berat produk terhadap biaya produksi, distribusi, dan penyimpanan dapat mereduksi biaya operasional. Tujuan lain dari pengeriringan pengeriringan
adalah untuk diversifikasi produk seperti inovasi pada
produk sereal instan (instant cereal) dan minuman instan (instant beverages) (Estiasih dan Ahmadi, 2009). POINT 2 Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimum. Berbagai cara dilakukan untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa selama proses pengeringan. Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan pindah panas dan massa meliputi faktor internal dan eksternal bahan tersebut adalah luas permukaan, suhu, kecepatan kecepata n pergerakan udara, kelembaban udara, tekanan atmosfer, penguapan air, dan lama pengeringan. 1. Luas Permukaan Pada umumnya, bahan pangan yang akan dikeringkan mengalami pengecilan ukuran, baik dengan cara diiris, dipotong, atau digiling. Proses
pengecilan ukuran dapat mempercepat proses pengeringan dengan mekanisme sebagai berikut. a. Pengecilan ukuran memperluas permukaan bahan. Luas permukaan bahan yang tinggi atau ukuran bahan yang semakin kecil menyebabkan permukaan yang dapat kontak dengan medium pemanas menjadi lebih banyak. banyak. b. Luas permukaan yang tinggi juga menyebabkan air lebih mudah berdifusi atau menguap dari bahan pangan sehingga s ehingga kecepatan penguapan air lebih cepat dan bahan menjadi lebih cepat kering. c. Ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang harus ditempuh oleh panas. Panas harus bergerak menuju pusat bahan pangan yang dikeringkan. Demikian juga jarak pergerakan air dari pusat bahan pangan ke permukaan bahan menjadi lebih pendek. 2.
Suhu
Pada umumnya, semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Apabila udara merupakan medium pemanas, maka faktor lain yang penting untuk diperhatikan adalah kecepatan pergerakan udara. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari bahan pangan berupa uap air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan dari atmosfer di sekitar bahan pangan yang dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di sekitar bahan pangan akan menjadi jenuh oleh uap air sehingga memperlambat penguapan air dari bahan pangan yang memperlambat proses pengeringan., Faktor lain yang memengaruhi kecepatan pengeringan adalah volume udara. Semakin tinggi volume udara, proses kejenuhan akan semakin lambat sehingga pengeringan lebih cepat. 3.
Kecepatan Pergerakan Udara
Udara yang bergerak atau bersirkulasi akan lebih cepat mengambil uap air dibandingkan udara diam. Pada proses pergerakan udara, uap air dari bahan akan diambil dan terjadi mobilitas yang menyebabkan udara tidak pernah mencapai
titik
jenuh.
Dapat
disimpulkan
bahwa
semakin
pergerakan/sirkulasi udara,proses pengeringan akan semakin cepat.
cepat
4.
Kelembaban Udara
Apabila udara digunakan sebagai medium pengering atau bahan pangan dikeringkan di udara, semakin kering udara tersebut (kelembaban semakin rendah) kecepatan pengeringan semakin tinggi. Udara yang kering mempunyai konsentrasi uap air yang belum mencapai titik jenuh, sedangkan udara lembab hampir jenuh dengan uap air. Oleh karena itu, udara yang kerir-rg lebih cepat mengambil uap air sehingga kecepatan pengeringan lebih tinggi. 5.
Tekanan Atmosfer
Pada tekanan udara 1 atm (760 cmHg) air mendidih pada suhu 100'C di ketinggian 0 m dari permukaan laut. Jika tekanan udara l ebih rendah dari 1 atm, air lebih cepat mendidih dan titik didih lebih rendah dari 100'c. Jika pengeringan bahan pangan dilakukan pada suhu konstan dan tekanan diturunkan, maka kecepatan penguapan akan lebih tinggi. Prinsip ini yang mendasari perancangan alat pengering subatmosferik, yaitu tekanan udara yang digunakan di bawah 1 atm. Dari penjelasan di atas at as dapat disimpulkan bahwa pengeringan pada kondisi vakum menyebabkan pengeringan lebih cepar atau s uhu yang digunakan untuk proses pengeringan dapat lebih rendah. 6.
Penguapan Air
Penguapan atau evaporasi merupakan proses penghilangan air dari bahan pangan yang dikeringkan sampai diperoleh prodrrk kering yang stabil. Pada proses penguapan air dari permukaan bahan, bahan, terjadi proses pengambilan energi dari bahan tersebut sehingga permukaan bahan menjadi dingin. Proses pendinginan tersebut disebabkan oleh penyerapan panas laten; perubahan fase cair menjadi uap, gas, atau panas penguapan yang mengubah air menjadi uap air. Sumber panas yang digunakan adalah udara pengering atau bahan pangan yang panas sehingga bahan pangan tersebut menja di dingin. 7.
Lama Pengeringan
Lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas. Karena sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu pengeringan yang digunakan harus maksimum, yaitu yaitu kadar air bahan akhir yang didinginkan telah tercapai dengan lama pengeringan yang pendek.
Pemilihan jenis pengeringan yang sesuai untuk suatu produk pangan ditentukan oleh kualitas produk akhir yang diinginkan, sifat bahan pangan yang dikeringkan, dan biaya prodr,rksi atau pertimbangan ekonomi. Beberapa jenis pengeringan telah digunakan secara komersial, dan da n jenis pengeringan tertentu terte ntu cocok untuk suatu produk pangan tertentu, tetapi belum tentu cocok untuk produk pangan yang yang lain. Jenis-jenis pengeringan sebagai berikut, 1. Penjemuran (Sun Drying) Metode
pengeringan
ini
menggunakan
radiasi
sinar
matahari.
Penjemuran merupakan pengeringan tradisional yang tidak memerlukan peralatan khusus dan biaya operasional murah. Sayangnya, proses penjemuran ini bergantung pada cuaca. Biasanya produkyang dikeringkan dengan penjemuran mempunyai kadar air yang masih tinggi seperti pada buah-buahan kering dengan kadar air l5-Z0o/o sehingga mempunyai umur simpan yang terbatas. 2. Pengeringan Matahari (Solar Drying) Metode pengeringan ini menggunakan energi matahari, yang biasanya dikombinasikan dengan sumber energi lain. Salah satu cara untuk mempercepat pengeringan adalah menggunakan nampan (tray) yang disusun dengan energi panas matahari yang dikumpulkan dalam suatu alat yang disebut solar collector. 3. Pengeringan Udara Panas (Hot Air Drying) Metode ini menggunakan udara panas yang dihembuskan. Peralatan pengering udara panas terdiri dari pembakar gas yang menghasilkan udara panas. Udara panas tersebut terse but dialirkan ke bagian atas a[at. Produk pangan yang dikeringkan diletakkan pada rakyang tersusun dalam alat pengering. 4. Pengeringan Kabinet (Cabinet Drying) Metode
ini
menggunakan
alat
pengering
untuk
sistem
batch
denganproses pengeringan dilakukan pada suhu yang konstan. Pada alat ini kelembaban udara dapat mengalami penurunan. Alat ini terdiri dari ruang tertutup dengan alat pemanas, kipas untuk sirkulasi udara, dan alat pengatur kecepatan udara, serta inlec dan outlet udara. 5. Pengering Terowongan (Tunnel Drying)
Peralatan
ini
mirip
dengan
pengering
kabinet,
tetapi
pengoperasiannyabersifat kontinu. Produk yang dikeringkan di keringkan diletakkan dalam rak-rak yang berjalan atau conveJor. Ke dalam terowongan ini dihembuskan udara panas. Arah udara yang dihembuskan dapat berlawanan dengan arah pergerakan produk (counter current) atau satu arah (co.current). Pengering terowongan mengeringkan produk secara cepat, produk yang dihasilkan seragam, tanpa menyebabkan kerusakan produk sehingga cocok digunakan untuk mengeringkan buah-buahan. 6. Pengeringan Ban Berjalan (Conveyor Drying) Pengeringan ban berjalan merupakan pengeringan kontinu yang dilengkapi oleh ban berjalan (conveyr) yang membawa produk melalui terowongan pengering dengan udara panas yang bersirkulasi. Kecepatan ban berjalan dapat diatur sesuai dengan jenis bahan pangan yang dikeringkan dan kondisi pemanasan. Proses pengoperasian bersifat otomatis sehingga menguntungkan. 7. Pengeringan Semprot (Spray Drying) Pada proses pengeringan semprot, cairan disemprotkan melalui nozel pada udara panas. Butiran halus cairan secara cepat mengering menghasilkan produk kering yang bersifat bubuk. Proses pengeringan dengan pengerin semprot banyak digunakan untuk menghasilkan susu bubuk dan bubuk buah. 8. Pengeringan Drum (DrumDrying) Pengering drum atau drum dryer sesuai untuk berbagai produk pangan. Bahan yang dikeringkan harus dalam bentuk cairan, bubur (sluri), atau puree.Padaproses pengeringan bahan berbentuk cairan, bubur, atau puree tersebut dituangkan pada permukaan drum berputar yang panas membentuk lapisan tipis. Lapisan tipis bahan tersebut mengalami pengeringan ketika drum tersebut berputar. 9. Pengeringan Vakum (Vacuum Drying) Pengeringan pada kondisi vakum telah mendapat perhatian yang serius karena pengeringan dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah dibandingkan pengeringan atmosferik. Pada kondisi vakum, air menguap pada suhu yang
lebih rendah. Air yang menguap tersebut ditampung dalam suatu bagian alat pengeringvakum. Keuntungan penggunaan suhu yang lebih rendah adalah kerusakan akibat panas dapat diminimumkan. Selain itu, proses oksidasi terhadap bahan selama pengeringan dapat dihindari. 10. Pengeringan Beku (Freeze Drying) Pada pengeringan beku, air diuapkan dari bahan dengan cara sublimasi. Sublimasi adalah perubahan fase dari fase padat menjadi fase uap. Pada pengeringan beku, air dalam dalam bentuk padat atau es diubah menjadi uap uap air tanpa mengalami perubahan menjadi cairan terlebih dahulu. Pada proses pengeringan ini tidak terjadi perpindahan cairan dari bagian dalam produk ke udara pengering. Ketika proses pengeringan berlangsung, lapisan es secara s ecara bertahap bert ahap meninggalkan bagian dalam produk dalam bentuk uap air, menghasilkan ronggayang asalnya ditempati oleh kristal es. 11. Pengeringan Gelombang Mikro (Microwave Drying dan Pengeringan Vakum Gelombang Mikro (Microwave Vacuum Drying). Gelombang mikro merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek. Gelombang mikro itu sendiri tidak bersifat panas. Bahan yang menyerap gelombang mikro mengubah energi radiasi menjadi panas. Teknologi pengeringan gelombang gelombang mikro didasarkan pada fenomena fisik yang yang dihasilkan dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan bahan pangan. (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Minyak atsiri dalam tanaman terdapat pada bagian dalam rambut kelenjar dan sel kelenjar. Bila tanaman itu tetap utuh, minyak atsiri tetap berada dalam kelenjar pada batang tanaman sehingga sukar untuk dipisahkan. Minyak atsiri hanya dapat dipisahkan dari sel tanaman bila ada uap air atau pelarut lain yang sampai ke tempat minyak tersebut, yang selanjutnya akan membawa butir-butir minyak menguap secara bersamaan. Agar minyak atsiri itu lebih cepat kontak dengan penyari maka bagian-bagian tanaman harus dipotong-potong. Pada dasarnya pemotongan merupakan upaya menjadikan bahan tanaman menjadi lebih kecil hingga mempermudah lepasnya minyak atsiri setel ah bahan tersebut ditembus uap (Zaituni et al., 2016).
Tantangan dalam pengeringan meliputi, waktu pengeringan dan perubahan bahan karena pengeringan. Untuk mencegah t erjadinya hal tersebut ters ebut dibutuhkan beberapa pre-treatment, seperti blanching, dehidrasi osmotik, penyabunan, dan pengasaman. Salah satu cara paling efektif untuk mengurangi waktu proses dan mencegah perubahan dalam bahan adalah blanching. Selama blanching, sel-sel sel-s el dalam bahan akan membuka dan menyebabkan sel menjadi rapuh. Karena kerapuhannya maka saat bersentuhan dengan panas, air beserta komponen terlarut lain dalam bahan akan lebih cepat keluar (Akintude et al., 2011). Pre-treatment sebelum pengeringan seperti blanching dapat membantu untuk meningkatkan kualitas pengeringan. Proses ini akan membuat proses enzimatis tehenti dan beberapa mikroba hilang. Proses ini juga dapat melunakan tekstur produk, sehingga saat pengeringan, kemampuan air menguap dari bahan akan lebih tinggi dan meningkatkan laju pengeringan (Kendal et al., 2009). Proses pengeringan dapat dipercepat dengan menggunakan kondisi vakum. Pada kondisi vakum, titik didih air mengalami penurunan sehingga perubahan fase air dari cair menjadi uap lebih le bih cepat tercapai. J ika pengeringan bahan pangan dilakukan pada suhu konstan dan tekanan diturunkan, maka kecepatan penguapan akan lebih tinggi.Prinsip ini yang mendasari perancangan alat pengering subatmosferik, yaitu tekanan udara yang digunakan di bawah 1 atm. Dari penjelasan di atas at as dapat disimpulkan bahwa pengeringan pada kondisi vakum menyebabkan pengeringan lebih cepar atau suhu yang digunakan untuk proses pengeringan pengeringan dapat dapat lebih rendah. Suhu rendah dan kecepatan pengeringan pengeringan yang tinggi diperlukan untuk mengeringkan bahan pangan yang peka terhadap panas (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Tabel 1.1 Data Pengamatan Proses Pengeringan Sereh Dapur No
Shift
Parameter
1
2
1&2 Cabinet Dryer
1.
Jenis Pengeringan
Matahari
Matahari
2.
Suhu Pengeringan
65 oC
65oC
3.
Berat Basah
5,5 kg
5,2 kg
10,6 kg
4.
Berat Kering
1,2 kg
1 kg
2,25 kg
5.
Rendemen
21,818%
19,23%
21,226%
6.
Lama Pengeringan
7x24 jam
7x24 jam
7x24 jam
7.
Warna terhadap segarnya
Kurang tajam
Kurang tajam
Kurang tajam
8. Aroma terhadap segarnya Sumber: Laporan Sementara
Kurang tajam
Kurang tajam
Kurang tajam
Pada
praktikum
Pengolahan
Rempah
Awetan
dengan
Proses
Pengeringan, sampel yang digunakan adalah sereh dapur dan kulit jeruk . Tabel 1.1 merupakan data pengamatan proses pengeringan sereh dapur. Sereh dapur
yang akan dikeringkan, sebelumnya telah diberi pre-treatment yaitu diiris sebesar 1 cm x 1 cm. Setelah itu, sereh dapur ditimbang. Pada metode pengeringan dengan sinar matahari (shift 1), berat basah sereh se reh dapur sebesar s ebesar 5,5 kg. Pada metode pengeringan dengan sinar matahari (shift 2), berat basah sereh dapur sebesar 5,2 kg. Sedangkan pengeringan dengan menggunakan cabinet dryer , berat basah sereh dapur sebesar 10,6 kg. Selanjutnya sereh dapur yang telah diberi pre-treatment diberi pre-treatment dan dan ditimbang tersebut dikeringkan dengan dua metode yang berbeda, yaitu dengan sinar matahari dan dengan cabinet dryer . Suhu pengeringan dengan sinar matahari sebesar 65 oC, sedangkan suhu pengeringan dengan cabinet dryer akan sesuai dengan suhu kamar. Sampel sereh dapur dikeringkan selama 7 x 24 jam. Setelah 7 hari, sereh dapur yang telah kering ditimbang lagi. Berat kering sereh s ereh dapur dengan pengeringan sinar matahari (shift 1) sebesar 1,2 kg. Berat kering sereh dapur dengan pengeringan sinar matahari (shift 2) sebesar 1 kg. Sedangkan berat kering sereh dapur dengan pengeringan cabinet dryer sebesar 2,25 k g. Selanjutnya, dapat dihitung rendemen sereh dapur tiap metode pengeringan. Rendemen sereh dapur dengan pengeringan sinar matahari shift 1 sebesar 21,818%. Sedangkan rendemen sereh dapur dengan pengeringan sinar matahari shift 2 lebih kecil daripada
rendemen shift 1, yaitu sebesar 19,23%. Rendemen sereh dapur dengan pengeringan cabinet dryer sebesar sebesar 21,226%. Dari hasil praktikum, diketahui pula bahwa warna dan aroma sereh dapur kering yang dihasilkan menjadi kurang tajam terhadap warna dan aroma segarnya. Tabel 1.2 Data Pengamatan Proses Pengeringan Kulit Jeruk No
Parameter
Shift 1
2
1&2 Cabinet Dryer
1.
Jenis Pengeringan
Matahari
Matahari
2.
Suhu Pengeringan
65 oC
65oC
3.
Berat Sereh Dapur Basah
13,2 kg
9,5 kg
10,4 kg
4.
Berat Sereh Dapur Kering
3,3 kg
3,6 kg
2,40 kg
5.
Rendemen
25%
37,894%
23,077%
6.
Lama Pengeringan
7x24 jam
7x24 jam
7x24 jam
7.
Warna (terhadap segarnya)
Kurang tajam
Kurang tajam
Kurang tajam
8. Aroma (terhadap segarnya) Sumber: Laporan Sementara
Kurang tajam
Kurang tajam
Kurang tajam
Tabel 1.2 merupakan data pengamatan proses pengeringan kulit jeruk.
Kulit jeruk yang akan dikeringkan, sebelumnya telah diberi pre-treatment diberi pre-treatment yaitu yaitu diiris menjadi 4 bagian. Setelah itu, kulit jeruk ditimbang. Pada metode pengeringan dengan sinar matahari (shift 1), berat basah kulit jeruk sebesar 13,2 kg. Pada metode pengeringan dengan sinar matahari (shift 2), berat bas ah kulit jeruk sebesar 9,5 kg. Sedangkan pengeringan dengan menggunakan cabinet dryer , berat basah kulit jeruk sebesar 10,4 kg. Selanjutnya kulit jeruk yang telah diberi pre-treatment diberi pre-treatment dan dan ditimbang tersebut dikeringkan dengan dua metode yang berbeda, yaitu dengan sinar matahari dan dengan cabinet dryer . Suhu pengeringan dengan sinar matahari sebesar 65 oC, sedangkan suhu pengeringan dengan cabinet dryer akan sesuai dengan suhu kamar. Sampel sereh dapur dikeringkan selama 7 x 24 jam. Setelah 7 hari, kulit jeruk yang telah kering ditimbang lagi. Berat kering kulit jeruk dengan pengeringan sinar matahari (shift 1) sebesar 3,3 kg. Berat kering kulit jeruk dengan pengeringan sinar matahari (shift 2) sebesar 3,6 kg. Sedangkan berat kering kulit jeruk dengan pengeringan cabinet dryer sebesar 2,4 kg. Selanjutnya, dapat dihitung rendemen kulit jeruk tiap metode pengeringan. Rendemen kulit jeruk dengan
pengeringan sinar matahari shift 1 sebesar 25%. Sedangkan rendemen kulit jeruk dengan dengan pengeringan sinar matahari shift 2 lebih besar daripada rendemen shift 1, yaitu sebesar 37,894%. Rendemen kulit jeruk dengan pengeringan cabinet dryer sebesar 23,077%. Dari hasil praktikum, diketahui pula bahwa warna dan aroma kulit jeruk kering yang dihasilkan menjadi kurang tajam terhadap warna dan aroma segarnya. Rendemen dapat dihitung dengan membagi berat awal bahan dengan berat yang didapat setelah proses kemudian kemudian dikali 100%. Menurut Wijana dkk (2015), penurunan rendemen disebabkan semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan kandungan air yang teruapkan akan lebih banyak sehingga mengakibatkan rendemen yang dihasikan menurun. Perbedaan rendemen dipengaruhi oleh kandungan air suatu bahan pangan. Semakin kecil kadar air suatu bahan akan berakibat pada semakin kecilnya bobot air yang terkandung dalam bahan tersebut. Air yang terkandung dalam suatu bahan merupakan komponen utama yang mempengaruhi bobot bahan, apabila air dihilangkan maka bahan akan lebih mampat dan lebih ringan sehingga mempengaruhi rendemen produk akhir. Menurut Asgar dan Musaddad (2006), perbedaan rendemen diduga berhubungan erat dengan jumlah air yang diuapkan di mana pada suhu yang semakin tinggi yang dikombinasikan dengan waktu blansing yang semakin lama mengakibatkan proses penguapan akan semakin banyak dan akhirnya susut bobot bahan tersebut semakin tinggi dan berakibat rendahnya rendemen. Rendemen sereh dapur yang dihasilkan dengan pengeringan sinar matahari shift 1 sebesar 21,818%. Sedangkan rendemen sereh dapur dengan pengeringan sinar matahari shift 2 lebih kecil daripada rendemen shift 1, yaitu sebesar 19,23%. Rendemen sereh dapur dengan pengeringan cabinet dryer sebesar 21,226%. Selanjutnya, rendemen kulit jeruk dengan pengeringan sinar matahari shift 1 sebesar 25%. Sedangkan rendemen kulit jeruk dengan pengeringan sinar matahari matahari shift 2 lebih besar daripada rendemen rendemen shift 1, yaitu sebesar 37,894%. Rendemen kulit jeruk dengan pengeringan cabinet dryer sebesar 23,077%. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, rendemen
sereh dapur kering terbesar terdapat pada sereh dapur yang dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari (shift 1). Sedangkan rendemen kulit jeruk kering terbesar terdapat pada kulit jeruk j eruk yang dikeringkan dengan menggunakan menggunakan sinar matahari (shift 2). Hal ini sudah sesuai dengan teori menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), dimana proses pemasakan mampu membuka pori-pori bahan sehingga hasil pengeringan menjadi maksimal. Pada sampel rendemen terkecil mengalami proses pemasakan, sehingga kadar air keluar dari dalam bahan (mengalami pengurangan berat). Pada praktikum ini, rendemen terkecil adalah sampel perajangan dengan slice dengan slice,, hal ini sudah sesuai dengan teori Ha yati dkk. (2012), bahwa untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi, bentuk irisan sebaiknya adalah membujur ( split split ) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya melintang ( slice). slice). Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung adlam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur. jamur. Berdasarkan hasil praktikum yang tertera pada tabel 1.1 dan tabel 1.2, kondisi sensori sereh dapur dan kulit jeruk setelah dikeringkan yaitu
mengalami perubahan warna dan aroma dimana hasil pengeringan kurang tajam dibandingkan sereh dapur dan kulit jeruk segar. Hal ini ses uai dengan teori menurut Juliana (2007), dimana pengeringan akan meyebabkan terjadinya perubahan warna, tekstur dan aroma bahan pangan. Selain itu, proses pengeringan yang berlangsung pada suhu yang sangat tinggi akan menyebabkan terjadinya case hardening , yaitu bagian permukaan bahan pangan sudah kering sekali sek ali bahkan mengeras sedangkan bagian dalamnya masih basah. E. Kesimpulan
Berdasark an an hasil praktikum acara 1 mengenai “Pengolahan Rempah Awetan 1 (Dengan Proses Pengeringan), dapat disimpulkan bahwa: 1.
Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air sampai batas yang terbaik sekitar 8 – 8 – 12 12 %.
2.
Rendemen adalah berat produk yang didapat dibandingkan dengan berat awal bahan baku. Rendemen sereh dapur kering terbesar berdasarkan hasil praktikum adalah pada rendemen sereh dapur yang dihasilkan dengan pengeringan sinar matahari shift 1 sebesar 21,818%. Sedangkan rendemen sereh dapur terkecil didapatkan dengan pengeringan sinar matahari shift 2 yaitu sebesar 19,23%. Selanjutnya, rendemen terbesar kulit jeruk didapat dengan pengeringan sinar matahari shift 2 yaitu sebesar 37,894%. Sedangkan rendemen kulit jeruk terkecil didapatkan dengan pengeringan cabinet dryer yaitu yaitu sebesar 23,077%.
3.
Kondisi sensori setelah sereh dapur dan kulit jeruk dikeringkan yaitu mengalami perubahan warna dan aroma dimana hasil pengeringan lebih kurang tajam dibandingkan sereh dapur dan kulit jeruk segar.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Kelompok 1 Rendemen =
,
x 100% = 43,17%
,
Bulk Density Bulk Density = =
,
= 0,518 gr/cc
Kelompok 2 Rendemen =
161,1
x 100% = 53,682%
300,1
Bulk Density = Density =
161,1
= 0,585 gr/cc
275
Kelompok 3 Rendemen =
108,8
x 100% = 36,098%
301,4
Bulk Density = Density =
108,8
= 0,540 gr/cc
201
Kelompok 4 Rendemen =
161
x 100% = 53,63%
300,2
Bulk Density = Density =
161
= 0,604 gr/cc
266
Kelompok 5 Rendemen =
129,1 300
Bulk Density = Density =
x 100% = 43,03%
129,1 280
= 0,460 gr/cc
Kelompok 6 Rendemen =
164,7 315
Bulk Density = Density =
x 100% = 62,29%
164,7 250
= 0,660 gr/cc
DAFTAR PUSTAKA Akintunde, Tunde. 2009. Modelling of Hot-Air Drying of Pretreated Pretre ated Cassava Chips.. Agricultural Engineering International: the CIGR Ejournal. Chips Nigeria. Almasyhuri, dkk.. 2012. Perbedaan Cara Pengirisan dan Pengeringan Terhadap Kandungan Minyak Atsiri dalam Jahe Merah . Jurnal PenelitianKesehatan. Vol. 40, No. 3. Bagchi., Anamika. 2012. Extraction of Curcumin Curcumin.. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology. Vol.1 Issue 3 issn: 2319-2402 Desrosier, Norman W.. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Pangan . Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Earle, R.L.. 1982. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan . Sastra Hudaya. Bogor. Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Pangan . Bumi Aksara. Malang, Gilang Ratna., Dian Rachmawati Affandi., dan Dwi Ishartani. 2013. Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Koro dengan Variasi Perlakuan Pendahuluan.. Jurnal Teknosains Pangan 2 (3). Pendahuluan Haryani., Kristinah, Suherman dan Suryato. 2015. Model Lapis Tipis Pengeringan Menggunakan Metode Penggering Rak. Jurnal Teknik Vol. 10 No. 1 Hayati, Rita., Hendri Syah dan Sri Sumarni. 2012. Mutu Irisan Ubi Jalar (Ipomea butatas L.) dengan Pengeringan Surya. Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi Industri II Vol. 1 No.1 Isnaini, Lailatul dan Aniswatul Khamidah. 2009. Kajian Lama Blanching dan pada pembuatan French Fries Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Juliana. 2007. Pengaruh 2007. Pengaruh Suhu Suhu Pengeringan Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Tepung Siput Laut. Lchthyos, Vol. 7, No. 1 : 31-36. Khasanah, L.U., Kawiji, Rohula U., dan Yoga M.A. 2015. Pengaruh 2015. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan terhadap Karakteristik Mutu Minyak Daun Jeruk Purut. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1, No. 1 Kusumawati., Desti Dwi, Bambang Sigit Amanto dan Dimas Rahadian Aji Muhammad. 2012. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Suhu Pengeringan terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Sensori Tepung Biji Nangka (Artocarpus (Artocarpus heterophyllus). Jurnal Teknosains Pangan Vol. 1 No.1
Manoi, Feri. 2011. Standar Prosedur Operasional Penanganan Pasca Panen Kunyit Martunis. 2012. Pengaruh 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kuantitas dan Kualitas Pati Kentang Varietas Granola . Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol. 4, No. 3. Aceh. Muchtadi, Tien R. dkk.. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan Pangan.. Alfabeta. Bandung. Oyelami, Adekunle Taofeek et al.. al.. 2008. The Design of a Closed-Type-Impeller Blower for 500 kg Capacity Rotary Furnance Furnance.. AU Journal of Technology. Vol.12, No. 1. Pandey, Aditi. 2013. Curcuminoid Content in Curcuma Spp.: an Overview . International Research Journal of Pharmaceutical and Applied Sciences (IRJPAS). Vol. 3, No. 6. Pasaraeng, Erling dkk.. 2013. 2013. Pemanfaatan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Vall) dalam Upaya Mempertahankan Mutu Ikan Layang (Decapterus sp). sp). Jurnal MIPA Unsrat Online. Vol. 2, No. 2. Pawar, Harshal et al.. 2014. al.. 2014. Phytochemical Phytochemical Evaluation and Curcumin Content Determination of Turmeric Rhizomes Rhizomes Collected From Bhandara Bhandara District of Maharashtra (India). Medical (India). Medical Chemical Journal. Vol. 4, No. 8. Porntewabancha., Duangrat and Prasong Siriwongwilaichat. 2010. Effect of pre-treatments on drying characteristics and colour of dried lettuce leaves.. Journal Food Ag-Ind. 2010 Vol. 3 No. 6 leaves Sultan, S.. I. 2005. The Effect of Curcuma longa (Tumeric) on Overall Performance of Boiler Boiler Chickens. International Journal of Poultry Science Vol 2 No. 5 Widaningrum dan Christina Winarti. 2012. Kajian Pemanfaatan Rempah Rempah sebagai Pengawet Alami pada Daging . Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Wijana., Susinggih, Sucipto dan Lia Meika Sari. 2015. Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Aktivitas Antioksidan pada Bubuk Kulit Manggis (Garcinia mongostana L.). Universitas Brawijaya Malang
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar 1.2 Penimbangan Kunyit Kering
Gambar 1.3 Hasil
Gambar 1.4 Pengeringan dengan
blower
pengeringan sampel slice Gambar 1.5 Hasil pengeringan sampel split
Gambar 1.6 Penentuan
Bulk density