Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
BEDAH UMUM KANKER P AYUDARA AYUDARA
M.D. Anderson 2006, 10 – 20 pasien per 100.000 penduduk per tahun datang dengan DCIS (Ductal Carcinoma in Situ), dan sebagian datang dengan kanker payudara yang non-palpable. Adanya epidemiologi molekuler yang semakin berkembang, telah menemukan 5-10% penderita kanker payudara sebagai familial breast cancer, yaitu adanya defek genetik pada saat pasien dilahirkan, yaitu adanya
mutasi gen BRCA-1 atau BRCA-2. Dengan deteksi awal terhadap familial breast cancer tersebut usaha-usaha prevensi dan profilatik telah dapat dijalankan dengan target populasi yang tepat. Di Indonesia, skrining terhadap kanker payudara masih bersifat individual, dan sporadik sehingga program deteksi dini masih belum efisien dan efektif. Sebagai akibatnya, pasien dengan kanker payudara stadium lanjut masih cukup tinggi, yaitu lebih dari 50% (data didapatkan dari berbagai senter pendidikan konsultan bedah onkologi di Indonesia). Pengetahuan tentang biologi molekuler terutama dalam hal genomic dan epigenomik onkologi, telah membuka horizon patofisiologi kanker, yang cukup mengubah konsep manajemen kanker payudara. Identifikasi penderita dengan kanker payudara risiko tinggi (aggressive & poorer prognosis breast cancer ), menyebabkan pengobatan kanker payudara lebih bersifat individual dan ke depan lebih menekankan pada bio markers. Pembedahan terhadap kanker payudara masih tetap merupakan modalitas utama pengobatan kanker payudara. Yang lebih bervariasi adalah teknik pembedahannya, dan beberapa dekade terakhir pembedahan lebih bersifat preservative yaitu mempertahankan payudara dengan kosmetik/astetik yang baik, seperti breast conserving management (BCT), atau breast conserving surgery (BCS), yang memerlukan keterampilan yang cukup dan adanya fasilitas penunjang
yang memadai. Dengan meningkatnya diagnosis pada kanker payudara stadium dini (DCIS, non-palpable breast cancer) maka pertimbangan untuk tidak atau secara selektif melakukan diseksi kelenjar getah bening regional (axilla) menjadi penting. Ditemukannya teknik pemeriksaan KGB axilla dengan bahan radio-isotop dan bahan warna (lymphatic mapping & sentinel Lymph Node Biopsi ), menjadi indicator perlu tidaknya diseksi axilla dilakukan.
1
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
Bidang pembedahan yang juga relative baru menjadi bahan diskusi yang menarik adalah dikembangkannya teknik onkoplasti, yaitu mengembalikan bentuk payudara kembali secara simetri, tanpa harus mengorbankan prinsip onkologis. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI KANKER PAYUDARA
Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologi h istologi berdasarkan: • •
WHO Histological classification of breast tumors J apan apanes ese e br breast east Cance Cancerr Soci Society ety (1 (1984) Hist Histol olog ogic ical al Clas Classi sifficat icatio ion n of of Brea Breast st tumors.
Malignant (Carcinoma) 1. Non invasive carcinoma a. Non invasive ductal carcinoma b. Lobular carcinoma in situ 2. Invasive carcinoma a. Invasive ductal carcinoma A1. Papillobular carcinoma A2. Solid-tubular carcinoma A3. Scirrhous carcinoma b. Special types B1. Mucinous carcinoma B2. Medullary carcinoma B3. Invasive lobular carcinoma B4. Adenoid cystic carcinoma B5. Squamous cell carcinoma B6. Spindle cell carcinoma B7. Apocrine carcinoma B8. Carcinoma with cartilaginous and or osseous osseous metaplasia B9. Tubular carcinoma B10. Secretory carcinoma B11. Others c. Paget’s diseases Tipe Histopatologi menurut Page, 2005; Lagios, 2005., Bleiwess & Jaffer, 2005 (dikutip dari Roses D.F., Breast Cancer ) P athology athology Evolution of Preinvasive Breast Cancer: C ancer: The Aty Atypical pical Ductal Ductal Hyperplasia P athology athology of In Sit S itu u Breast Cancer
2
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
Lobular Carcinoma In Situ Pleomorphic LCIS
Ductal carcinoma In Situ (DCIS)
→
grades/ Van Nuys Prognotic Score
P aget’s aget’s Disease Disease (of the the nipple) nipple) P athology athology of Invasive Invasive Breast Cancer Cancer Invasive Ductal C Carcinom arcinoma a Invasive Lobular Carcinoma P athology athology of S pecial Forms of Breast Cancer Tub Tubular lar car carcin cinoma Cribiform carcinoma Medullary carcinoma Mucinous carcinoma Apocrine carcinoma Micropapillary carcinoma Metaplastic carcinoma Mammary carcinoma with osteoclast-like giant cell Lipid rich carcinoma Glycogen rich carcinoma Secretory carcinoma Neuroendocrine carcinoma Adenoid cystic carcinoma Inflamm Inflammatory carcinoma P hylloides hylloides tumor Sarcoma Angiosarcoma Malignant lymphoma Metastatic Tumors to the Breast (melanoma, adenocarcinoma, carcinoid)
Dengan adanya teknologi DNA micro-array/genes profiling, kanker payudara dapat digolongkan berdasarkan pada: •
Kanker payudara dengan perjalanan penyakit yang indolent
•
Kanker payudara dengan perjalanan penyakit yang agresif agresif dan prognosis buruk
•
Ekspresi Reseptor Estrogen (ER)
3
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
•
Ekspresi Progesteron Reseptor (PR)
•
Ekspresi dari HER-2
Berdasarkan pada pemeriksaan protein markers seperti ER (estrogen receptor), PR (progesterone receptor) dan HER-2, kanker payudara dapat dibagi atas beberapa tipe, yaitu tipe Luminal A, Luminal B, Tripple Negative (Basal) dan HER-2 positive. Penggolongan ini dapat menentukan pilihan terapi tambahan yang sesuai (neoadjuvant & adjuvant therapy), dan sekaligus memberikan gambaran prognosis penderita. Kanker payudara dengan tipe Luminal A mempunyai prognosis yang terbaik (Piccard, et al., 2006). Gradasi histologis dibuat berdasarkan The Nottingham Combined Histologic Grades, yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson. Grading histologis dibuat berdasarkan “pembentukan tubulus, plemorfisme dari nucleus, jumlah mitosis/mitotic rate” sehingga gradasi histologis dapat dibagi at as: Gradasi (grade) I → berdiferensiasi baik Gradasi (grade) II → berdiferensiasi sedang Gradasi (grade) III
berdiferensiasi buruk
→
Dikatakan Gradasi X, apabila karena sesuatu hal garadasi histologis tidak dapat dinilai. (dikutip dari Schintt & Guidi, 2004; Bleiweiss & Jaffer, 2005). Kanker payudara dengan diferensiasi baik mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan yang berdiferensiasi buruk. Gradasi histologist ini penting untuk menentukan prognosis dan optimalisasi pengobatan. KL ASIFIKASI S TADIUM TNM (UICC/AJ CC)
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari UICC/AJCC adalah sebagai berikut: T = Ukuran Tumor Primer Kanker Payudara Ukuran dibuat berdasarkan ukuran klinis diameter tumor terpanjang dalam “cm”, ataupun radiologis (MRI) yang lebih akurat dalam menilai volume tumor. Tx
: Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tis
: Tumor primer tidak ditemukan : Karsinoma insitu : Ductal Carcinoma insitu : Lobular Carcinoma insitu
Tis (DCIS) Tis (LCIS)
Tis (Paget) : Penyakit Paget pada puting tanpa ada masa tumor (Penyakit Paget dengan masa tumor dikelompokkan berdasar ukuran tumor)
4
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
T1
: Tumor dengan ukuran terpanjang 2cm atau kurang
T1mic : Ada mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm T1b T1c
: Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm
T2 T3
: Tumor dengan ukuran terpanjang lebih dari 2 cm sampai 5 cm : Tumor dengan ukuran terpanjang lebih dari 5 cm
T4
: Tumor dengan ukuran berapa pun dengan infiltrasi/ekstensi pada dinding dada atau kulit Catatan: Dinding dada termasuk iga/kosta, otot interkostalis dan otot seratus anterior, tetapi tidak termasuk otot pektoralis (eksterna maupun interna)
T4a
: Infiltrasi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis)
T4b
: Infiltrasi ke kulit, dalam hal ini termasuk peau d’orange, ulserasi nodul satelit pada kulit
T4c
terbatas pada satu payudara yang terkena : Infiltrasi baik pada dinding dada maupun kulit
T4d : Mastitis karsinomatosa (Inflammatory Breast Cancer/IBC) N = Nodes (Kelenjar Getah Bening/KGB) Klinis: NX : Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai N0 N1
: Tidak terdapat metastasis pada KGB : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral, masih mobile
N2
: Metastasis ke KGB aksila ipsilateral terfiksasi, dan konglomerasi (beberapa KGB menyatu), atau klinis adanya metastasis pada KGB Mamaria interna
N2a
meskipun tanpa metastasis KGB aksila : Metastasis ke KGB aksila terfiksasi atau konglomerasi ataupun melekat
N2b
pada struktur lain/ jaringan sekitar : Klinis metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral dan tidak terdapat metastasis pada KGB aksila
N3
N3a
: Klinis ada metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada KGB aksila, atau klinis terdapat metastasis pada KGB mamaria interna dan metastasis KGB aksila : Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b : Metastasis ke KGB mamaria interna dan KGB aksila N3c : Metastasis ke KGB supraklavikula Catatan: Terdeteksi secara klinis artinya terdeteksi dengan pemeriksaan fisik dan “imaging” (diluar “scintigraphy”)
5
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Patologi Nodes (pN) (Pathologic Classification of Breast Cancer) pNx
: KGB regional tidak bias dinilai (telah diangkat sebelumnya, atau tidak diangkat, tetapi klinis tidak ada pembesaran)
pN0
: Tidak terdapat metastasis ke KGB secara patologi, tanpa pemeriksaan tambahan terhadap ITC (Isolated Tumor Cells). Catatan: ITC adalah sel kanker baik tunggal maupun berkelompok dengan ukuran tidak lebih dari 0,2 mm, yang hanya terdeteksi dengan teknik pemeriksaan/pewarnaan khusus seperti Immuno-histo-chemistry staining (IHC), ataupun RT-P CR (Real Time Polymerase Chain Reaction).
pN0(i-)
: Tidak terdapat metastasis ke KGB secara histopatologis dan IHC negative
pN0(i+) pN0(mol-)
: Tidak terdapat metastasis KGB secara histopatologis, IHC positif : Tidak terdapat metastasis KGB secara histologis, pemeriksaan
pN0(mol+)
molekuler negatif (RT-PCR) : Tidak terdapat metastasis KGB secara histologis, pemeriksaan molekuler positif (RT-PCR)
Catatan: a. Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa pemeriksaan sentinel node. Klasifikasi berdasarkan hanya pada diseksi sentinel node tanpa diseksi KGB aksila ditandai dengan “sn” untuk sentinel node. Contoh pN0(i+)(sn) b. RT-P CR: Reserve Transcriptase (real time) Polymerase Chain Reaction
pN1
: Metastasis pada 1-3 KGB aksila atau KGB mamaria interna (klinis
negatif* secara mikroskopis yang terdeteksi dengan Sentinel node diseksi. pN1mic : Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,00 mm) pN1a pN1b
: Metastasis pada KGB aksila 1-3 buah : Metastasis pada KGB mamaria interna (klinis negatif*) secara
pN1c
mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel node : Metastasis pada 1-3 buah KGB aksila dan KGB mamaria interna secara mikroskopis melalui diseksi sentinel node dan secara klinis negative (jika terdapat lebih dari 3 buah KGB aksila yang positif, maka adanya metastasis pada KGB mamaria interna diklasifikasikan sebagai pN3b untuk meunjukkan peningkatan besarnya stadium)
pN2
: Metastasis pada 4-9 KGB aksila atau secara klinis terdapat pembesaran KGB mamaria interna tanpa adanya metastasis KGB aksila.
6
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
pN2a
: Metastasis pada 4-9 KGB aksila (paling tidak ada deposit 1 deposit
pN2b
tumor lebih dari 2 mm) : Metastasis pada KGB mamaria interna secara klinis tanpa
pN3
metastasis KGB aksila. : Metastasis pada 10 atau lebih KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau metastasis lebih dari 3 KGB aksila dengan mikroskopis metastasis KGB mamaria interna (klinis negatif*); atau adanya metastasis pada KGB supra-klavikula ipsilateral. : Metastasis pada 10 atau lebih KGB aksila (minimal 1 KGB dengan
pN3a
deposit tumor > 2 mm), atau metastasis pada KGB infraklavikula pN3b
: Metastasis KGB mamaria interna ipsilateral (klinis*) dan dengan adanya 1 atau lebih dari 3 KGB aksila positif dan dengan metastasis mikroskopis pada KGB mamaria interna yang terdeteksi dengan diseksi sentinel node.
pN3c : Metastasis pada KGB supra-klavikula ipsilateral Catatan: tidak terdeteksi secara klinis/ klinis negatif* adalah tidak terdeteksi dengan pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau dengan pemeriksaan fisik . M : Metastasis jauh
Mx M0
: Metastasis jauh belum dapat dinilai : Tidak terdapat metastasis jauh
M1
: Terdapat metastasis jauh
Regrouping (Grup Stadium)
Stadium 0
Tis
N0
M0
Stadium 1
T1*
N0
M0
Stadium IIA
T0 T1*
N1 N1
M0 M0
T2
N0
M0
T2
N1
M0
T3
N0
M0
T0
N2
M0
T1 T2
N2 N2
M0 M0
T3 T3
N1 N2
M0 M0
T4 T4
N0 N1
M0 M0
Stadium IIB Stadium IIIA
Stadium IIIB
7
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
T4
N2
M0
Stadium IIIC
Tiap T
N3
M0
Stadium IV
Tiap T
Tiap N
M1
Catatan: *T1 termasuk T1mic
Kesimpulan Perubahan pada TNM 2002 :
1. Mikrometastasis dibedakan dengan “isolated tumor cells (ITC)” berdasarkan ukuran dan histology sifat keganasan. 2. Memasukkan penilain sentinel node dan pewarnaan immunohistokimia atau pemeriksaan molekuler. 3. Klasifikasi mayor pada status KGB tergantung dari jumlah KGB yang positif, tidak saja dengan pewarnaan konvensional dengan H & E, tetapi juga dengan pewarnaan immunohistokimia. 4. Penilaian metastasis pada KGB infra-klavikula dimasukkan sebagai N3. 5. Metastasis pada KGB mamaria interna, berdasarkan metode deteksi dan ada tidaknya metastasis pada KGB aksila. Metastasis mikroskopis KGB mamaria interna parasternal yang terdeteksi dengan cara diseksi sentinel node dan penggunaan limfoskintigrafi (dan bukan dengan pemeriksaan klinis diklasifikasikan sebagai N1. Metastasis secara makroskopis dari KGB mamaria interna yang ditentukan dengan imaging studies (selain limfoskinigrafi) ataupun dengan pemeriksaan klinis diklasifikasikan sebagai
N2 jika tidak disertai dengan metastasis KGB aksila, dan dikatakan sebagai N3 jika didapatkan bersama metastasis KGB aksila. 6. Metastasis pada KGB supra-klavikula diklasifikasikan sebagai N3 dan bukan M1.
PROSEDUR DIAGNOSTIK A. Pemeriksaan Klinis 1. Anamnesis :
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya. •
Benjolan
•
Kecepatan tumbuh
•
Rasa sakit
•
Nipple discharge
•
Nipple retraksi dan sejak kapan
8
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
•
Krusta pada areola
•
Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
•
Perubahan warna kulit
•
Benjolan ketiak
Edema lengan b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, al : •
•
Nyeri tulang (vertebrata, femur)
•
Rasa penuh di ulu hati
•
Batuk
•
Sesak
•
Sakit kepala hebat
c. Faktor-faktor resiko : •
Usia penderita
•
Usia melahirkan anak pertama
•
Punya anak atau tidak
•
Riwayat menyusukan
•
Riwayat menstruasi o Menstruasi pertama pada usia pertama o o
Keteraturan siklus mentruasi Menopause pada usia berapa
•
Riwayat pemakaian obat hormonal
•
Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain.
•
Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
•
Riwayat radiasi dinding dada
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis, cantumkan performance status b. Status lokalis : •
Payudara kanan dan kiri harus diperiksa
•
Masa tumor : o Lokasi Ukuran o Konsistensi o
Permukaan o Bentuk dan batas tumor o
o
Jumlah tumor
9
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
o
Terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit, m.pektoralis dan dinding dada
•
Perubahan kulit : o Kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit o
•
Peau d’orange, ulserasi
Nipple :
Tertarik o Erosi o
Krusta o Discharge o
•
Status kelenjar getah bening : o KGB aksila : Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar o o
•
KGB infra klavikula : idem KGB supra klavikula : idem
Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis : o Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)
B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging :
1. Diharuskan (recommended) •
USG payudara dan mamografi untuk tumor ≤ 3 cm
•
Foto Toraks
•
USG Abdomen (hepar)
2. Optional (atas indikasi) •
Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi + atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm
•
CT scan
C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy – sitologi
Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas. Catatan : belum merupakan Gold Standard. Bila mampu, dianjurkan untuk diperiksa TRIPLE DIAGNOSTIC. D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong be ku dan/ atau paraffin.
10
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melalui : •
Core Biopsy
•
Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran < 3 cm.
•
Biopsi Insisional untuk tumor : Operable ukuran > 3 cm sebelum operasi definitive o Inoperable o
•
Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB
•
Pemeriksaan Imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu), cathepsinD, p53 (situasional)
E. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis. SCREENING
Metode :
•
•
SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
•
Pemeriksaan Fisik
•
Mamografi
SADARI : Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1 minggu setelah hari pertama Menstruasi terakhir.
•
Pemeriksaan Fisik : oleh dokter secara lige artis.
•
Mamografi: o o
Pada wanita diatas 35 tahun – 50 tahun Pada wanita diatas 50 tahun
: setiap 2 tahun : setiap 1 tahun
Catatan : Pada daerah yang tidak ada mamografi USG, untuk deteksi dini dilakukan dengan SADARI dan pemeriksaan fisik saja. PROSEDUR TERAPI A. Modalitas terapi •
Pembedahan
•
Radioterapi
•
Kemoterapi
•
Terapi biologis (terapi target molekul/ terapi imunologi)
•
Terapi hormonal
11
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Operasi : Jenis operasi untuk terapi •
BCS (Breast Conserving Surgery)
•
Simple mastektomi
•
Radikal mastektomi modifikasi
•
Radikal mastektomi
Radioterapi : •
Radioterapi neoadjuvant (sebelum pembedahan)
•
Radioterapi adjuvant (sesudah pembedahan)
•
Radioterapi palliative diberika sebagai terapi paliatif, baik pada tumor primer ataupun pada metastasis tulang, cerebral, dan sebagainya.
Kemoterapi : Kemoterapi diberikan sebagai kombinasi. Kombinasi kemoterapi yang telah menjadi standar adalah : •
CMF
•
CAF, CEF
•
T-A (Taxanes/ Paclixatel/ Doxetacel – Adriamycin)
•
Gapecitabine
•
Beberapa kemoterapi lain, seperti Nevelbine, Gemcitabine (+ cisplatinum) digunakan sebagai kemoterapi lapis ke 3.
Pemberian kemoterapi dapat dilakukan : •
Neoadjuvant (sebelum pembedahan)
•
Adjuvant (sesudah pembedahan)
•
Therapic Chemoteraphy
•
Paliatif (sebagai usaha paliatif untuk memperbaiki kualitas hidup)
•
Sebagai metronomic angiogenesis
chemotherapy
(cyclophosphamide)
anti
→
Hormonal : Pemberian terapi hormonal dapat bersifat •
Additive (memberikan terapi hormonal tambahan)
•
Ablative (menghilangkan sumber hormon tertentu)
Beberapa obat-obat tertentu yang dipergunakan sebagai terapi hormonal adalah : •
Tamoxifen
12
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
•
Aromatase Inhibitors (letrozole, anastrozole & exemestan)
•
GnRH (Gonadotropin Releasing Hormones)
Obat-obat hormonal pada KPD metastasis (MBC) •
Obat-obat diatas
•
Megestrol acetate (Megace)
•
Mefepristone (anti progestin)
B. Terapi 1. Kanker Payudara Stadium 0
Dilakukan
:
•
BCS
•
Mastektomi simple
Terapi definitive pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok paraffin, lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan imaging. Indikasi BCS •
T 3 cm
Pasien menginginkan mempertahankan payudaranya Syarat BCS •
•
Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent.
•
Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan.
•
Tumor tidak terletak sentral.
•
Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk kosmetik pasca BCS.
•
Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/ tanda keganasan lain yang difus (luas).
•
Tumor tidak multiple.
•
Belum pernah terapi radiasi di dada.
•
Tidak menerima penyakit LE atau penyakit kolagen.
Terdapat sarana radioterapi yang memadai. 2. Kanker Payudara Stadium Dini/ operable : •
Dilakukan : o BCS (harus memenuhi syarat diatas) Mastektomi radikal o Mastektomi radikal modifikasi Terapi Adjuvant : o
•
Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+)
•
Pemberiannya tergantung dari : o
Node (+) / (-)
13
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
o
ER/PR Usia pre menopause atau post menopause
o
•
Dapat berupa : o
Radiasi
Kemoterapi o Hormonal terapi Adjuvant therapy pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi negative) o
Menopause
Hormonal Receptor
Status
Premenopause Post menopause Old Age
High Risk
ER (+) / PR (+)
Kh + Tam / Ov
ER (-) / PR (-)
Kh
ER (+) / PR (+)
Tam + Khemo
ER (-) / PR (-)
Kh
ER (+) / PR (+)
Tam + Khemo
ER (-) / PR (-)
Kh
Adjuvant therapy pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi positif) Menopause
Hormonal Receptor
Status
Premenopause Post menopause Old Age
ER (+) / PR (+)
Kh + Tam / Ov
ER (-) / PR (-)
Kh
ER (+) / PR (+)
Kh + Tam
ER (-) / PR (-)
Kh
ER (+) / PR (+) ER (-) / PR (-)
Tam + Khemo Kh
High risk group : •
Umur < 40 tahun
•
High Grade
•
ER / PR negative
•
Tumor progresif (vascular, lymph invasion)
•
High thymidin index
Terapi Adjuvant : •
High Risk
Radiasi
Diberikan apabila ditemukan keadaan sbb :
14
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
o o o
Setelah tindakan operasi terbatas (BCS) Tepi sayatan dekat (T > = 2) / tidak bebas tumor Tumor sentral/ medial
KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler Acuan pemberian radiasi sbb : o
•
Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila beserta supraklavikula, kecuali : o Pada keadaan T< = T2 bila cN = 0 dan pN, maka tidak o
dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula. Pada keadaan tumor dimedial/sentral diberikan tambahan radiasi pada mamaria interna.
•
Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy, booster dilakukan sbb : o
o
Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi sayatan dekat tumor atau post BCS) Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis 20Gy kecuali pada aksila 15 Gy.
•
Khemoterapi
Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF), CMF, AC Khemoterapi adjuvant Khemoterapi paliatif
: 6 siklus : 12 siklus
Khemoterapi neoadjuvant : o 3 siklus pra terapi primer ditambah o
•
3 siklus pasca terapi primer
Kombinasi CAF Dosis C : Cyclophosfamide
500 mg/m2
A : Adriamycin = Doxorubicin 50 mg/m2 F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 Interval •
hari 1 hari 1
: 3 minggu
Kombinasi CEF Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/m2 E : Epirubicin 50 mg/m2
hari 1 hari 1
500 mg/m2
hari 1
F : 5 Fluoro Uracil Interval : 3 minggu •
hari 1
Kombinasi CMF Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2
15
hari 1 s/d 14
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
M: Metotrexate F : 5 Fluoro Uracil Interval : 4 minggu •
hari 1 & 8
500 mg/m2IV
hari 1 & 8
Kombinasi AC Dosis A C
•
40 mg/m2IV
: Adriamycin : Cyclophospamide
Optional : o Kombinasi Taxan + Doxorubicin Capecitabine o Gemcitabine o
•
Hormonal Terapi :
Macam terapi hormonal 1. Additive : pemberian tamoxifen 2. Ablative
: bilateral oophorectomi (ovarektomi bilateral)
Dasar pemberian : 1. Pemeriksaan Reseptor ER+ PR+ ; ER+ PR- ; ER- PR+ 2. Status hormonal Additive : Apabila ER- PR+ ER+ PR- (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR) ER- PR+ Ablasi : Apabila •
Tanpa pemeriksaan reseptor
•
Premenopause
•
Menopause 1 – 5 tahun dengan efek estrogen (+)
•
Perjalanan penyakit slow growing & international growing
3. Kanker Payudara Locally Advanced (Lokal Lanjut) 3.1
Operable Locally Advanced
Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant + 3.2
hormonal terapi Inoperable Locally Advanced •
Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi
16
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
•
Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi
•
Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi + hormonal terapi
4. Kanker Payudara Lanjut Metastase jauh
Prinsip : •
Sifat terapi paliatif
•
Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan hormonal terapi)
•
Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan
REHABILITASI DAN FOLLOW UP A. Rehabilitasi •
Pra Operatif o o
•
Latihan pernafasan Latihan batuk efektif
Pasca Operatif Hari 1 – 2 o
Latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari
o
lengan daerah yang dioperasi. Untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh.
o o
Untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik. Latihan relaksasi otot leher dan toraks.
Aktif mobilisasi. Hari 3 – 5 o
o o
Latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap). Latihan relaksasi.
Aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani. Hari 6 dan seterusnya o
o o
Bebas gerakan. Edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk mencegah/ menghilangkan timbulnya lymphedema.
B. Follow Up •
Tahun 1 dan 2
kontrol tiap 2 bulan
→
17
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
•
Tahun 3 s/d 5
→
kontrol tiap 3 bulan
•
Setelah tahun 5
→
•
Pemeriksaan fisik
: tiap kali kontrol
•
Thorax foto
: tiap 6 bulan
•
Lab. Marker
: tiap 2 – 3 bulan
•
Mamografi kontra lateral
: tiap tahun atau ada indikasi
•
USG Abdomen/ lever
: tiap 6 bulan atau ada indikasi
•
Bone scanning
kontrol tiap 6 bulan
: tiap 2 tahun atau ada indikasi
DAFTAR P USTAKA
1. Fleming I D Cooper J S, Henson D E, Hutter R V P, Kennedy B J, Murphy G P, O’Sullivan B, Sobin L H, Yarbro J W(ed), AJCC Cancer Staging Manual, 5 th ed, Philadelphia, Lippincott-Raven, 1997, 171-180 2. Sobin L H & Wittekind Ch (ed), TNM Classification of Malignant Tumours, 6th ed, New York, Wiley-Liss, 2002, 131-141 3. Prosnitz L R, Iglehart J D, Winer E P, Breast Cancer, in Rubin P, Williams J P, Clinical Oncology A Multidisciplinary Approach for Physicians and Students, 8 th ed, Philadelphia, W.B, Saunders Company, 2001, 267-299 4. Winer E P, Morrow m, Osborne V K, Harris J R, Malignant Tumors of the Breast, DeVita Jr V T, Hellman S, Rosenberg S A (ed), Cancer Principles & Practice of Oncology, 6th ed, Philadelphia, Lippincott-Raven, 2001 DeVita Jr V T, Hellman S. Rosenberg S A (ed), Cancer Principles & Practice of Oncology, 6 th ed, Philadelphia, Lippincott-Raven, 2001, 1651-1716 5. Golshan M., 2010: Mastectomy In Harris J., Lippman M. E., Morrow M., Osborne C.K., (editors). Disease of the Breast. 4 th edition. Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia VII. 36:501 – 506
18
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
TUMOR/ KANKER KELENJ AR TIROID DAN PARATIROID PENDAHULUAN
Tumor/ kanker tiroid merupakan neoplasma system endokrin yang terbanyak dijumpai. Berdasarkan dari “Pathological Based Registration” di Indonesia kanker tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke Sembilan. Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik untuk pasien mencapai tingkat “kesembuhan” optimal. Demikian pula hanya untuk kanker tiroid. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penatalaksanaan tumor/kanker tiroid sejalan dengan kemajuan dan teknologi kedokteran, perlu merevisi protocol yang telah ada sehingga dapat menjadi panduan bersama dan dapat: •
Menyamakan persepsi dalam penatalaksanaan tumor/ kanker tiroid.
•
Bertukar informasi dalam bahasa dan istilah yang sama.
•
Menjadi tolak ukur mutu pelayanan.
•
Menunjang pendidikan bedah umum dan pendidikan bedah onkologi.
Bermanfaat untuk penelitian bersama. Penetuan prognosis dan manajemen karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dibuat •
berdasarkan beberapa faktor: AMES : Age Metastasis Extent AGES
Size : Age Grading histologist Extent
MACIS
Size : Metastasis Age Complete Excision
MSKCC
Size : Tumor Factors Patient Factors High Risk Group (poor tumor & patient factors) Moderate Risk (good tumor factors & bad patient factors or bad tumor factors and good patient factors) Low Risk Factors (good tumor & patient factors)
19
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Pasien dengan low risk karsinoma tiroid pada umumnya tidak memerlukan radioterapi atau thyro-scan/ ablation sehingga manajemen bedah tidak harus dilakukan tiroidektomi total, dan tidak semua pasien memerlukan terapi supresi. Pemberian hormon tiroksin pascatiroidektomi total masih merupakan kontroversi apakah diperlukan sebagai adjuvant terapu ataukah sebagai terapi substitusi. KL ASIFIKASI HISTOPATOLOGI DAN STADIUM BERDASARK AN TNM Klasifikasi Histopatologi Berdasarkan WHO Tumor Epitel Maligna •
Karsinoma Folikuler
•
Karsinoma Papiler
•
Karsinoma Campuran (folikuler – papiler)
•
Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma Medulare Tumor Non-Epitel Maligna •
•
Fibrosarkoma
•
Lain-lain Tumor Maligna Lainnya •
Sarcoma
•
Limfoma Maligna
•
Hemagiotelioma Maligna
Teratoma Maligna Tumor Sekunder dan Unclassified Tumors •
Rosal J membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare, karsinoma follikulare, “hurthle cell tumors”, “clear cell tumors”, tumor sel skuamous, tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan “undifferentiated carcinoma”. Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4 tipe yaitu: karsinoma papilare, karsinoma medulare, karsinoma folikulare dan karsinoma anaplastik. Klasifikasi Berdasarkan Stadium Klasifikasi Stadium berdasarkan Sistem TNM (Edisi 6, 2002) T – Tumor Primer
Tx T0
Tumor primer tidak dapat dinilai Tidak didapat tumor primer (misalnya: sudah dioperasi)
20
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
T1
Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang, masih terbatas
T2
pada tiroid Tumor dengan ukuran terkecil lebih dari 2 cm, dan ukuran terbesar
T3
tidak lebih dari 4 cm, dan masih terbatas pada tiroid. Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm, dan masih terbatas pada tiroid; atau ukuran berapa saja dengan ekstensi minimal ekstra tiroid (misalnya: ke otot sternotiroid, atau jaringan lunak peritiroid)
T4a
Tumor dengan ekstensi keluar kapsel tiroid dan menginfiltrasi/ invasi jaringan lunak subkutan, laring, trachea, esophagus, n.laringeous rekuren.
T4b
Tumor menginfiltrasi/ invasi fasia prevertebra, pembuluh darah mediastinum atau a.karotis.
T4a*
(Karsinoma anaplastia) Tumor (dengan ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid.
T4b*
(Karsinoma anaplastia) Tumor (dengan ukuran berapa saja) dan ekstensi keluar kapsel tiroid.
Catatan: Tumor multifokal dari semua tipe histopatologi harus diberi tanda “(m)”, ukuran terbesar menentukan klasifikasi T. Contoh T(m). * Semua karsinoma tiroid anaplastik/ undifferentiated termasuk T4. # Karsinoma anaplastik intra tiroid → resektabel secara bedah $ Karsinoma anaplastik ekstra tiroid → nonresektabel secara bedah N – Nodes/ Kelenjar Getah Bening (KGB)
N
Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0
Tidak terdapat metastasis kelenjar getah bening
M – Metastasis J auh
Mx
Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 M1
Tidak terdapat metastasis jauh Terdapat metastasis jauh
Stadium Klinis (Regrouping)
Terdapat empat jenis histopatologi mayor (yang sering dijumpai), yaitu: •
Karsinoma papiler
•
Karsinoma folikuler
21
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
•
Karsinoma medulare
•
Karsinoma anaplastik Karsinoma Papiler atau Folikuer, umur <45 tahun
Stadium I Stadium II
Tiap T Tiap T
Tiap N Tiap N
M0 M1
Karsinoma Papiler atau Folikuler, umur ≥45 tahun
Stadium I Stadium II
T1 T2
N0 N0
M0 M0
Stadium III
T3 T1, T2, T3
N0 N1a
M0 M0
Stadium IVa
T1, T2, T3 T4a
N1b N0, N1
M0 M0
Stadium IVb Stadium IVc
T4b Tiap T
Tiap N Tiap N
M0 M1
Karsinoma Anaplastik
Stadium IVa Stadium IVb
T4a T4b
Tiap N Tiap N
M0 M0
Stadium IVc
Tiap T
Tiap N
M1
DIAGNOSIS A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
1. Pengaruh usia dan jenis kelamin Resiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko malignansi lebih tinggi. 2. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala Radiasi pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih 33 – 37%. 3. Kecepatan tumbuh tumor •
Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat
•
Nodul ganas membesar dengan cepat
•
Nodul anaplastik membesar sangat cepat
Kista dapat membesar dengan cepat 4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher •
22
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak napas, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor. 5. Riwayat penyakit serupa pada family/ keluarga Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare. 6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik •
Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dengan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA) nya.
•
Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.
•
Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak.
B. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium •
Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.
•
Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid.
Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler. 2. Pemeriksaan Radiologis •
•
Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode “soft tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.
•
Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus.
•
Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang
yang bersangkutan. 3. Pemeriksaan Ultrasonografi Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus. 4. Pemeriksaan Sidik Tiroid Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka
23
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule). Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17% struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan. Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya. Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan. 5. Pemeriksaan Sitologi Melalui Biopsi Aspirasi J arum Halus (BAJ AH) Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interprestasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi. Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare hamper mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatus goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vascular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi. 6. Pemeriksaan Histopatologi •
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi.
•
Untuk kasus inoperable, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi.
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila: •
Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun.
•
Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak.
•
Disfagia, sesak nafas perubahan suara.
•
Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras.
•
Ada pembesaran kelenjar getah bening leher.
•
Ada tanda-tanda metastasis jauh.
PE NATALAK SANAAN K ARSINOMA TIROID
Pembedahan •
Diagnosis pre-operatif suatu karsinoma atau belum terdiagnosis.
•
Jika diagnosis karsinoma tiroid → operable → tiroidektomi total
24
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
•
Jika belum terdiagnosis, nodul tunggal → hemitiroidektomi (artinya dilakukan lobektomi total, ismektomi dan lobektomi lobus piramidalis).
•
Jika kemudian terdiagnosis sebagai karsinoma tiroid berdiferensiasi baik re-operasi menjadi tiroidektomi total atau jika skor prognostic baik
→ →
observasi dan follow up yang baik (klinis, USG, tiroglobulin). Pemeriksaan tambahan untuk menentukan diagnosis durante operationem adalah “potong beku” (kepustakaan tidak menganjurkan lagi), ataupun inprint cytology. Pada kasus karsinoma/ adenoma folikuler dapat menunggu sampai hasil histopatologi untuk kemudian jika diperlukan (skor prognosis) dilakukan reoperasi. Re-operasi harus dilakukan dalam waktu 2 minggu, jika lebih dari 2 minggu, sebaiknya menunggu > 3 bulan untuk mengurangi komplikasi reoperasi. •
Diagnosis karsinoma tiroid tipe medulare → pembedahan adalah tiroidektomi total, dan jika diperlukan juga dilakukan diseksi KGB leher.
•
Diagnosis karsinoma anaplastik → jika operable atau ditemukan “secara tidak sengaja” → tiroidektomi total. Jika tidak operable maka pembedahan bertujuan diagnosis (biopsi) dan paliatif (debulking → isthmectomy)
•
Adanya pembesaran KGB leher karena metastasis → dianjurkan dilakukan “functional radical neck dissection ”, yaitu dengan mempertahankan n.asesorius, v.Jugularis internus, dan m.sternoklei domastoideus.
•
Adanya metastasis KGB leher dengan infiltrasi jaringan sekitar, dianjurkan untuk melakukan Radical Neck Dissection klasik. Memang hingga saat ini masih terdapat kontroversi tentang jenis diseksi, dan sampai sejauh mana ekstensi tersebut dilakukan (Amos, et al., 2006).
•
Pembedahan diseksi KGB profilaktik tidak dianjurkan.
•
Ekstensi pembedahan sampai mediastinum superior dianjurkan jika terdapat pembesaran KGB mediastinum, ataupun terdapat thyro-thymic extension daripada karsinoma tiroid. Tekniknya dengan melakukan konvensional dengan mengangkat ekstensi tiroid tersebut dari atas secara hati-hati atau dengan approach superior-sternotomy.
•
Adanya ekstensi atau infiltrasi karsinoma pada trachea, dapat dilakukan eksisi sebagian cincin trachea ataupun reseksi sebagian lingkar cincin trachea.
25
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Interpretasi hasil sitologi sebaiknya didiskusikan dengan sejawat patologi/ sitologi agar didapat suatu kesepakatan hasil, dan tindakan diagnosis lain yang diperlukan. BAGAN P ENATALAK SANAAN NODUL TIROID
26
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
BAGAN PENATALAK P ENATALAK SANAAN AL TERNATIF TERNATIF NODUL NODUL TIROID TIROID
27
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
BAGAN PE NATAL NATAL AKS ANAAN KANKER TIROID TIROID DENGAN DENGAN METASTASIS METASTASIS REGIONAL
28
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
BAGAN PENATALAK SANAAN KANKER KANKE R TIROID TIROID DENGAN METASTASIS J AUH
29
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAGAN FOOLOW UP KANKER TIROID BERDIFERENSIASI BAIK
30
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAGAN FOLLOW UP K ARSINOMA TIROID J ENIS MEDULARE
DAFTAR P USTAKA
1. Bodenner D.L., Breau R.L., Suen J.Y., 2003: Cancer of the Thyroid. In Rhys Evans P.H., Montgomery P.Q., Gullane P.J.(editors), Principles and Practice of Head and Neck Oncology. Martin Dunitz. London. 19: 431-464. 2. Burch H.B., 1995.: Evaluation and Management if the Solid Thyroid Nodule. In Burman K.D., (editor). Endocrinology and Metabolism Clinics of North America. 24. 4: 663-710 3. Gemsenjaeger E., 2009. Atlas of Thyroid Surgery. Principles, Practice, and Clinical Cases. Thieme. New York 4. McDougal I.R., 2006, (editor): Management of Thyroid Cancer and Related Nodular Disease. Springer-Verlag. London. 5. Randolph G.W., (editor), 2003. Surgery of the Thyroid and Parathyroid Glands. Saunders. Philadelphia. 6. Wartofsky L., Nostrand D.V., 2006. Thyroid Cancer. A Comprehensive Guide to Clinical Management. Humana Press. Totowa, New Jersey.
31
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
TUMOR/ KANKER K ELENJ AR LIUR PENDAHULUAN A. Batasan
Neoplasma kelenjar liur adalah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel kelenjar liur. Kelenjar liur major: •
Glandula parotis
•
Glandula submandibula
•
Glandula sublingual
Kelenjar liur minor: Kelenjar liur yang tersebar di mukosa traktus aerodigestivus atas (rongga mulut, rongga hidung, faring, laring) dan sinus paranasalis. B. Epidemiologi
Resiko terjadinya neoplasma parotis berhubungan dengan ekspos radiasi sebelumnya. Akan tetapi ada faktor lain yang mempengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar liur seperti pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan terkena pada lakilaki sama dengan pada perempuan. Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah glandula parotis yaitu 70 – 80 %, sedangkan kelenjar liur minor yang paling sering terkena terletak pada palatum. Kurang lebih 20 – 25% dari tumor parotis, 35 – 40% dari tumor submandibula, 50% dari tumor palatum, dan 95 – 100% dari tumor glandula sublingual adalah ganas. Insiden tumor kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2% mengenai penderita usia < 16 tahun. Pleomorphic adenoma lebih sering diderita pasien usia rata-rata 40 tahun, perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Warthin tumor lebih sering diderita oleh laki-laki, 10% terjadi bilateral, sering pada kutub bawah parotis. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI A. Klasifikasi Histopatologi WHO
Tumor Jinak Plemorphic adenoma (Benign Mixed Tumor) Monomorphic adenoma Papillary cyst-adenoma lymphomatosum (Warthin Tumor)
Tumor Ganas Mucoepidermoid carcinoma
32
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Acinic cell carcinoma Adenoid cystic carcinoma Adenocarcinoma Epidermoid carcinoma Small cell carcinoma Lymphoma Malignant mixed tumor Carcinoma ex pleomorphic adenoma (carcinosarcoma) B. Klasifikasi menurut grade WHO Low grade malignancies acinic cell tumor mucoepidermoid carcinoma (grade I atau II) High grade malignancies mucoepidermoid carcinoma (grade III) adenocarcinoma;porly differentiated carcinoma; anaplastic carcinoma squamous cell carcinoma malignant mixed tumor adenoid cystic carcinoma
tumor ganas yang tersering ialah mucoepidermoid dan adenocarcinoma, disusul dengan adenoid cystic carcinoma C. Laporan patologi standard
Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi : a. tipe histologis tumor b. derajat diferensiasi (grade) c. pemeriksaan histopatologis untuk menentukan stadium patologis (pTNM) T = Tumor primer •
ukuran tumor
•
adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe
•
radikalitas operasi
33
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
N = Nodus regional •
ukuran k.g.b
•
jumlah k.g.b yang ditemukan
•
level k.g.b yang positip
•
jumlah k.g.b yang positip
•
invasi tumor keluar kapsul k.g.b
•
adanya metastasis ekstranodal
M = Metastasis jauh PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. PEMERIKSAAN KLINIS a. Anamnesa Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya tentang : 1). keluhan a). Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak tidak nyeri, di pre/infra/retro aurikula (tumor (tumor parotis), atau atau di submandibula (tumor sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor) b). Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan keganasan parotis atau submandibula) c). Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis) d). Disfagia, sakit tenggorok, tenggorok, gangguan pendengaran (lobus profundus parotis terlibat) e). Paralisis n.glosofaringeus, vagus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus simpatikus (pada karsinoma karsinoma parotis lanjut) 2).
f). Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastasis) perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
3). 4).
faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos radiasi) pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil
5).
pengobatannya berapa lama kelambatan???
b. Pemeriksaan fisik
1). Status generalis Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan : a). penampilan (Karnofski / WHO) b). keadaan umum
34
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks, abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis c). apakah ada tanda dan gejala ke arah metastasis metastasis jauh (paru, tulang tengkorak, dll) 2). Status lokalis a). Inspeksi (termasuk intraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula) tonsil/uvula) b). Palpasi (termasuk palpasi bimanual curiga ganas bila konsistensi keras ,batas tidak jelas, mobilitas mobilitas terbatas, untuk menilai konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar) c). Pemeriksaan fungsi N.VII,VIII,IX,X,XI,XII N.VII,VIII,IX,X,XI,XII 3). Status regional Palpasi apakah ada pembesaran pembesaran kelenjar getah getah bening leher ipsilateral dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya. 4). Klinis Kelenjar getah bening ganas jika konsistensi konsistensi keras, batas tidak jelas dan mobilitas terbatas, lesi N. Fasialis Fasialis dan pembesaran kelenjar getah bening 2. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS (ATAS INDIKASI) •
X foto madibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor melekat tulang
•
Sialografi, dibuat bila ada diagnose banding kista parotis/submandibula
•
X foto toraks , untuk mencari metastasis jauh
•
CT scan/ MRI, MRI, pada tumor yang mobilitas terbatas, untuk mengetahui luas ekstensi tumor lokoregional. CT scan perlu dibuat pada tumor parotis lobus profundus untuk mengetahui perluasan ke orofaring
•
Sidikan Tc seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk deteksi metastasis jauh.
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi. 4. PEMERIKSAAN PATOLOGI 1). FNA Belum merupakan pemeriksaan baku. Pemeriksaan ini harus ditunjang oleh ahli sitopatologi handal yang khusus menekuni pemeriksaan kelenjar liur.
35
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
2). Biopsi insisi Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel. 3). Biopsi eksisi dengan pemeriksaan pemeriksaan potong beku a). pada tumor parotis yang yang operabel dan superfisial dilakukan parotidektomi superfisial b). pada tumor parotis profunda dan operabel dilakukan parotidektomi total c). pada tumor submandibula dan sublingual sublingual yang operabel dilakukan eksisi submandibula dan sublingual d). kelenjar liur minor yang operabel dilakukan eksisi luas luas ( minimal 1 cm dari tepi tumor) 4). Pemeriksaan spesimen spesimen operasi Yang harus diperiksa lihat tentang L aporan aporan Pat P atologi ologi Sta S tandard ndard P ENENTUAN STADIUM
Penentuan stadium menurut AJCC (tahun 2002), 20 02), berdasarkan klasifikasi TNM TNM
Tx
K eter eterang angan an
ST
Tumor primer tak dapat
I
T
N
M
T1
N0
M0
T2
N0
M0
II
T3
N0
M0
III
T1
N1
M0
T2
N1
M0
T4
N0
M0
ekstensi ekstraprenkim tanpa terlibat n.VII
T3 T4
N1 N1
M0 M0
Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar tengkorak
Tiap T Tiap T
N2 N3
M0 M0
Tiap T
Tiap N
M1
ditentukan T0
Tidak ada tumor primer
T1
Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi ekstraparenkim
T2
Tumor >2cm-4cm, tidak ada ekstensi ektraparenkim
T3
T4
Tumor >4cm-6cm, atau ada
Nx
Metastasis k.g.b tak dapat ditentukan
N0
Tidak ada metastasis k.g.b
N1
Metastasis k.g.b tunggal <3cm,
IV
ipsilateral N2
Metastasis k.g.b tunggal/multipel >3cm-6cm,
36
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ipsilateral/bilateral/kontralateral N2a
Metastasis k.g.b tunggal >3cm6cm, ipsilateral
N2b
Metastasis k.g.b multipel > 6cm, ipsilateral
N2c
Metastasis k.g.b > 6cm, bilateral/kontralateral
N3
Metastasis k.g.b >6cm
Mx
Metastse jauh tak dapat ditentukan
M0
Tidak ada metastasis jauh
M1
Metastasis jauh
PROTOKOL TERAPI A. Tumor operabel
1. Terapi utama ( pembedahan) (1) Tumor parotis a. parotidektomi superfisial, dilakukan pada: tumor jinak parotis lobus superfisialis b. parotidektomi total, dilakukan pada: •
tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim dan N.VII
•
tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
c. parotidektomi total diperluas, dilakukan pada: tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau N.VII d. diseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada: ada metastasis k.g.b.leher yang masih operable (2) Tumor glandula submandibula dan gladula sublingual
eksisi glandula submandibula dan glandula sublingual ---à periksa potong beku - bila hasil potong beku jinak----à operasi selesai -
bila hasil potong beku ganas --à deseksi submandibula --à periksa potong beku o
bila metastasis k.g.b (-) ---à operasi selesai
37
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
bila metastasis k.g.b (+)---à RND (3) Tumor kelenjar liur minor o
eksisi luas ( 1 cm dari tepi tumor ) untuk tumor yang letaknya dekat sekali dengan tulang (misalnya palatum durum, ginggiva, eksisi luas disertai reseksi tulang dibawahnya) 2. Terapi Tambahan (adjuvant) Radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur dengan kriteria : 1. high grade malignancy 2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis 3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus, n. asesorius ) 4. setiap T3,T4 5. karsinoma residif 6. karsinoma parotis lobus profundus Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila telah dikerjakan alih tandur syaraf. -
radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
-
Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau high grade malignancy
B. Tumor inoperabel
1. Terapi utama Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu 2. Terapi tambahan (under investigation) Kemoterapi : a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma ) - adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1 - 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3minggu - sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)
38
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
- methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7
diulang tiap 3 minggu
- sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 C. Metastasis K elenjar Getah Bening (N)
1. Terapi utama A. Operabel B. Inoperabel
: deseksi leher radikal (RND) : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif, kemudian dievaluasi 4-6 minggu
- menjadi operabel --à RND - tetap inoperabel ---à radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy 2. Terapi tambahan Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy D. Metastasis J auh (M)
Terapi paliatif : kemoterapi (under investigation) a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid
cystic
carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma )
- adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1 - 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3 minggu - sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell carcinoma, mucoepidermoid carcinoma) -methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 -sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
39
diulang tiap 3 minggu
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAGAN PE NANGANAN TUMOR P AROTIS OP ERABEL DENGAN N SECARA KL INIS NEGATIF
Tumor parotis (N negatif)
Parotidektomi superfisial
Potong beku
Jinak
Ganas
Stop
Parotidektomi total + sampling k.g.b subdigastrikus potong beku meta k.g.b (-) stop
40
meta k.g.b (+) RND
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAGAN PENANGANAN TUMOR SUBMANDIBULA OPERABEL DENGAN N SECARA KL INIS NEGATIF
Tumor submandibula (N negatif)
Eksisi gld.submandibula Potong beku
Jinak
Ganas
Stop submandibula
Diseksi
Potong beku
Meta k.g.b (-)
Stop
41
Meta k.g.b (+)
RND
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAGAN PE NANGANAN TUMOR SUBLINGUALIS/KELE NJ AR LIUR MINOR
Tumor sublingual/ kel.liur minor (N negatif) Eksisi luas Potong beku Jinak
Ganas
Stop
Radikalitas
Radikal Stop
Tidak radikal Re-eksisi
N POSITIP
operabel
T di operasi radioterapi
inoperabel
T di radioterapi
Deseksi leher radikal
radioterapi
inoperabel (RND)
lokoregional
preoperatif
operabel
dengan/tanpa radioterapi lokoregional *) T dioperasi sisa (+) lokoregional
T diradioterapi radioterapi
sisa (-) deseksi leher radikal + (RND)
42
(sitostatika)
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
T (-)
T (+)
+ radioterapi lokoregional
ND parsial/ RND modifikasi
sitostatika radioterapi lokoregional
N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu. *) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND : 1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastasis > 1 buah 2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm 3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler 4. High grade malignancy M POSITIP sitostatika + paliatif (bila perlu): operasi (trakeotomi,gastrostomi) radioterapi medikamentosa BAGAN PENANGANAN TUMOR KEL ENJ AR LIUR YANG RESIDIF
TUMOR RESIDIF terapi sebelumnya: operatif radioterapi operabel
inoperabel
terapi
operabel
inoperabel operasi sitostatika
radioterapi
+ radioterapi
43
operasi
sebelumnya:
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Residif lokal/regional/jauh (metastasis)— penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/Mseperti skema yang bersangkutan VI. PROSEDUR FOLL OW UP
Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut: 1) Dalam 3 tahun pertama 2) Dalam 3-5 tahun
: setiap 3 bulan : setiap 6 bulan
3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali untuk seumur hidup Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak. Pada follow up ditentukan:
1) Lama hidup dalam tahun dan bulan 2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan 3) Keluhan penderita 4) Status umum dan penampilan 5) Status penyakit (1) Bebas kanker (3) Metastasis
(2) Residif (4) Timbul kanker atau penyakit baru
6) Komplikasi terapi 7) Tindakan atau terapi yang diberikan
44
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR P USTAKA
1. Batsakis JG. Tumors of the head and neck: Clinical and patholoical conciderations. 2nd ed., Baltimore, Williams and W ilkins, 1979 2. Cunningham MP. Submandibular gland resection and excision of sublingual gland tumors, In: Nyhus LM, aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd. Ed.,Boston, Little, Brown and Company ; 1992: 113-5 3. Espat J, Carew JF, Shah JP. Cancer of head and neck, In: Bland KI, Daly JM, Karakousis P (eds), Surgical oncology-contemporary priciples & practice, New York, Mc Graw-Hill Companies,Inc.; 2001: 531-6 4. John ME, Kaplan MJ. Surgical therapy of tumours of the salivary glands. In: Thawly SE, Panje WR (eds), Comprehensive Management of Head and Neck Tumors, Philadelphia, WB Saunders Co; 1987: Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46 5. Major salivary glands (parotid, submandibular, and sublingual). In: American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual. 5th ed. Philadelphia,Pa, Lippincott-Raven Publishers; 1997: 53-8 6. Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46 7. Million RR, Cassisi NJ. Minor salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 547-57 8. Seifert G, Sobin LH. The world healyh organization’s histological classification of salivary gland tumors. A commentary on the second edition. Cancer 1992; 70: 379-85 9. Theriault C, Fitzpatrick PJ: Malignant parotid tumors. Prognostic factors and optimum treatment. Am J Clin Oncol 1986; 9: 510-6 10. Woods JE. Surgical management of inlammatory and neoplastic diseases of the parotid gland, In: Nyhus LM, aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd. Ed.,Boston, Little, Brown and Company ; 1992: 104-12
45
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PEDOMAN PENGELOL AAN KANKER RONGGA MULUT PENDAHULUAN
A. Batasan Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut. Batas-batas rongga mulut ialah : - Depan
: tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah
- Atas - Lateral
: palatum durum dan molle : bukal kanan dan kiri
- Bawah : dasar mulut dan lidah - Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula, arkus Glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah. Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik dibawah ini : a. bibir b. lidah 2/3 anterior c. mukosa bukal d. dasar mulut e. ginggiva atas dan bawah f. trigonum retromolar g. palatum durum h. palatum molle Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah : 1) Sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula 2) Sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi. 3) Karsinoma kulit bibir atau kulit pipi. B. Epidemiologi 1) Insidens dan frekwensi relatif Berapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum kita ketahui dengan pasti. Frekwensi relatif di Indonesia diperkirakan 1,5%-5% dari seluruh kanker. Insidens kanker rongga mulut pada laki-laki yang tinggi terdapat di Perancis yaitu 13.0 per 100.000, dan yang rendah di Jepang yaitu 0.5 per 100.000, sedang pada perempuan yang tinggi d i
46
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
India yaitu 5.8 per 100.000 dan yang rendah di Yugoslavia yaitu 0.2 per 100.000 (Renneker, 1988). Angka kejadian kanker rongga mulut di India sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari seluruh kanker, sedangkan di Amerika dan Eropa sebesar 3-5 per 100.000 atau 3-5% dari seluruh kanker. Kanker rongga mulut paling sering mengenai lidah (40%), kemudian dasar mulut (15%), dan bibir (13%). 2) Distribusi kelamin Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3/2 - 2/1 3) Distribusi umur Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%). 4) Distribusi geografis Kanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Yang tinggi insidensnya di Perancis dan India, sedang yang rendah di Jepang. 5) Etiologi dan faktor resiko Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen, yang banyak terdapat pada rokok atau tembakau. Resiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang perokok, nginang/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek II. P ATOLOGI A. Klasifikasi
a. Tipe histologi N O
TIPE HISTOLOGI
ICD.M
1
Squamous cell carc.
5070/3
2
Adenocarcinoma
8140/3
3
Adenoid cyst.carc
8200/3
4
Ameloblastic carc
9270/2
5
Adenolymphoma
8561/3
6
Mal. mixed tumor
8940/3
7
Pleomorphic carc
8941/3
8
Melanoma maligna
8720/3
9
Lymphoma maligna
9590/3-9711/3
47
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Sebagian besar ( 90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skwamosa dengan diferensiasi baik, tetapi dapat pula berdiferensiasinya sedang, jelek atau anaplastik. Bila
gambaran patologis menunjukkan suatu rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti apakah tumor itu benar suatu tumor ganas rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut. b. Derajat diferensiasi DERAJAT DIFERENSIASI GRADE
KETERANGAN
G1
Differensiasi baik
G2
Differensiasi sedang
G3
Differensiasi jelek
G4
Tanpa differensiasi = anaplastik
B. Laporan patologi standard
Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi : a. tipe histologis tumor b. derajad diferensiasi (grade) c. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis (pTNM) T = Tumor primer - Ukuran tumor - Adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe - Radikalitas operasi N = Nodus regional - Ukuran KGB - Jumlah KGB yang ditemukan - Level KGB yang positif - Jumlah KGB yang positif - Invasi tumor keluar kapsel KGB - Adanya metastase ekstra nodal M = Metastase jauh
48
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
III. PROTOKOL DIAGNOSTIK (A). PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. PEMERIKSAA N KL INIS A. Anamnesa
Anamnesa
dengan
cara
kwesioner
kepada
penderita
atau
keluarganya. 1. Keluhan 2. Perjalanan penyakit 3. Faktor etiologi dan risiko 4. Pengobatan apa yang telah diberikan 5. Bagaimana hasil pengobatan 6. Berapa lama kelambatan B. Pemeriksaan fisik 1. Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki Tentukan tentang : a. penampilan b. keadaan umum c. metastase jauh 2. Status lokal
Dengan cara : 1. Inspeksi
2. Palpasi bimanual
Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan memakai lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil. Satu atau 2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut. Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah dibalut dengan kasa 2x2 inch dipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi bila menggunakan bantuan cermin pemeriksa
49
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tentukan dimana lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besarnya dalam cm, berapa luas infiltrasinya, bagaimana operabilitasnya 3. Status regional Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher le her ipsilateral dan kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukurannya ( yang terbesar ), dan mobilitasnya. 2. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
1) X-foto polos •
X-foto
mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik, oklusal,
dikerjakan pada tumor gingiva mandibula atau tumor pada mandibula
yang lekat
•
X-foto kepala lateral, Waters, oklusal, dikerjakan pada tumor gingiva, maksila atau tumor yang lekat pada maksila
•
X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum
•
X-foto thorax, untuk mengetahui adanya metastase paru
2) Imaging ( dibuat hanya atas indikasi ) •
USG hepar untuk melihat metastase di hepar
•
CT-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi tumor lokoregional
•
Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi
50
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
4. PEMERIKSAAN PATOLOGI
Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti. Spesimen diambil dari biopsi tumor Biopsi jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan pada tumor primer atau pada metastase kelenjar getah bening leher. Biopsi eksisi : bila tumor kecil, 1 cm atau kurang. Eksisi yang dikerjakan ialah eksisi luas seperti tindakan operasi definitif ( 1 cm dari tepi tumor). Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy) menggunakan tang aligator: bila tumor besar atau inoperabel
Yang harus diperiksa dalam sediaan diferensiasi dan luas invasi dari tumor.
histopatologis
ialah
tipe,
Tumor besar yang diperkirakan masih operabel : Biopsi sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan sekaligus dapat dikerjakan eksplorasi bimanuil untuk menentukan luas infiltrasi tumor (staging) Tumor besar yang diperkirakan inoperabel : Biopsi dikerjakan dengan anestesi blok lokal pada jaringan normal di sekitar tumor.( anestesi infiltrasi pada tumor tidak boleh dilakukan untuk mencegah penyebaran sel kanker). (B) PENENTUAN STADIUM
Menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai sistem TNM dari UICC, 2002. Tatalaksana terapi sangat tergantung dari stadium. Sebagai ganti stadium untuk melukiskan beratnya penyakit kanker dapat pula dipakai luas ekstensi penyakit. Stadium karsinoma rongga mulut : ST
0 I II
T
TIS T1 T2
N
N0 N0 N0
M
M0 M0 M0
TNM
KETERANGAN
T0
Tidak ditemukan tumor
TIS
Tumor in situ
T1
≤ 2
T2
>2 cm - 4 cm
T3
> 4 cm
T4a
cm
Bibir :infiltrasi inferior, dasar
51
tulang,
n.alveolaris
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
mulut, kulit Rongga mulut : infiltrasi tulang, otot lidah (ekstrinsik /deep), sinus maksilaris,
T4b
kulit Infiltrasi masticator space, pterygoid plates, dasar tengkorak, a.karotis interna III
IVA
IVB
T3
N0
M0
T1
N1
M0
N0
Tidak terdapat metastase regional
T2
N1
M0
N1
KGB Ipsilateral singel,
T3
N1
M0
N2a
KGB Ipsilateral singel,
N2b
KGB Ipsilateral multipel,
< 6 cm
N2c
KGB Bilateral /kontralateral,
< 6 cm
N3
KGB > 6 cm
M0
Tidak ditemukan metastase jauh
M1
Metastase jauh
T4 Tiap
N0,N 1
T
N2
Tiap
M0 M0
N3
M0
Tiap
Tiap
M1
T
N
≤ 3
>3 - 6 cm
T IVC
Luas ekstensi kanker: NO
LUAS EKSTENSI
1
Kanker In Situ
2
Kanker lokal
3
Ekstensi lokal
4
Metastase jauh
5
Ekstensi lokal disertai meta jauh (C). MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKK AN
(1) Diagnosis utama
52
cm
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Ialah gambaran makroskopis penyakit kankernya sendiri, yang merupakan diagnosis klinis (2) Diagnosis komplikasi Ialah penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu (3) Diagnosis sekunder Ialah penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker yang diderita, tetapi dapat mempengaruhi pengobatan atau prognosenya. (4) Diagnosis patologi Ialah gambaran mikroskopis dari kanker itu IV. PROTOKOL TERAPI KANKER RONGGA MULUT
Penanganan
kanker
rongga
mulut
sebaiknya
dilakukan
secara
multidisipliner yang melibatkan beberapa bidang spesialis yaitu: oncologic surgeon -
plastic & reconstructive surgeon
-
radiation oncologist
-
medical oncologist
-
dentists
-
rehabilitation specialists
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut ialah eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik /penampilan penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi ialah a) Umur penderita b) Keadaan umum penderita c) Fasilitas yang tersedia d) Kemampuan dokternya e) Pilihan penderita. Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi. Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi
53
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
sebelum tindakan operasi dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3,T4). Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar. Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neoadjuvant pre-operatif atau adjuvan post-operatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis. Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan seperti tabel 9 berikut: Anjuran terapi untuk kanker rongga mulut S
T.N.M.
OPE RASI
RADIOTERA
CHEMOTERA
PI
PI
T
I
T1.N0.M0
Eksisi radikal
ata u
Kuratif, 50-70 Gy
Tidak dianjurkan
II
T2.N0.M0
Eksisi radikal
ata u
Kuratif, 50-70 Gy
Tidak dianjurkan
III
T3.N0.M0
Eksisi radikal
dan
Post op. 30- (dan
CT
T1,2,3.N1.M 0 IV A
T4N0,1.M0 Tiap
40 Gy
Eksisi radikal
dan
)
Post.op 30-40 Gy
T.N2.M0 IV
Tiap
B
T.N3.M0 -operabel
CT Eksisi radikal
dan
Post.op 30-40 (dan Gy )
-inoperabel
Paliatif, 50-70 Gy
IV C
TiapT.tiapN. M1
Paliatif
Paliatif
54
Paliatif
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Residif lokal
Operasi untuk residif post
RT untuk dan residif post op
CT
Tidak
Tidak
CT
dianjurkan
dianjurkan
RT Metastase
Karsinoma bibir T1 : eksisi luas atau radioterapi T2
T3,4
: eksisi luas Bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih bai : eksisi luas + deseksi suprahioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma dasar mulut T1 T2
: eksisi luas atau radioterapi : tidak lekat periosteum - eksisi luas Lekat periosteum
- eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3,4
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal+deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma lidah
T1,2 T3,4
: eksisi luas atau radioterapi : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma bukal T1,2 : eksisi luas Bila mengenai komisura oris, radioterapi memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik T3,4
: eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma ginggiva
T1,2 T3
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang/cabut gigi setelah ada tumor) :
eksisi
+
deseksi
luas
dengan
mandibulektomi segmental + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma palatum T1 T2
: eksisi luas sampai dengan periost : eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya
T3
: eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
55
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
T4 (infiltrasi tulang)
: Maksilektomi infrastruktural parsial/total tergantung
luas lesi + deseksi supraomohiod +radioterapi pasca bedah Karsinoma trigonum retromolar T1,2 T3
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
+
deseksi
supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang) : Eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan deseksi leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada setiap T harus dilakukan deseksi leher radikal. Bila memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut harus dilakukan secara en-block. Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil pemeriksaan patologis metastase kelenjar getah bening tersebut ( jumlah kelenjar getah bening yang positif metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra kelenjar getah bening) A. TERAP I KURATIF
Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker rongga mulut stadium I, II, dan III. (1) Terapi utama Terapi utama untuk stadium I dan II ialah operasi atau radioterapi yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya masingmasing. Sedangkan untuk stadium III dan IV yang masih operabel ialah kombinasi operasi dan radioterapi pasca bedah Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan: a) Menurut prosedur yang benar, karena kalau salah hasilnya tidak menjadi kuratif. b) Fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, bernafas, tetap baik. c) Kosmetis cukup dapat diterima. 1. Operasi
Indikasi operasi: 1) Kasus operabel
2) Umur relatif muda
56
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
3) Keadaan umum baik
4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang
berat Prinsip dasar operasi kanker rongga mulut ialah : 1) Pembukaan harus cukup luas untuk dapat melihat seluruh tumor dengan ekstensinya 2) Eksplorasi tumor: untuk menentukan luas ekstensi tumor 3) Eksisi luas tumor - Tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2 cm diluar tumor - Menginvasi tulang,eksisi luas disertai reseksi tulang yang terinvasi 4) Diseksi KGB regional (RND = Radical Neck Disection modifikasinya), kalau terdapat metastase KGB regional. Diseksi ini dikerjakan secara enblok bilamana memungkinkan.
atau
dengan tumor primer
5) Tentukan radikalitas operasi durante operasi dengan pemeriksaan potong beku .
dari tepi sayatan
Kalau tidak radikal buat garis sayatan baru yang lebih luas sampai bebas tumor. 6) Rekonstruksi defek yang terjadi. 2. Radioterapi
Indikasi radioterapi 1) Kasus inoperabel 3) Kanker pangkal lidah
2) T1,2 tempat tertentu (lihat diatas) 4) Umur relatif tua
5) Menolak operasi 6) Ada ko-morbiditas yang berat Radioterapi dapat diberikan dengan cara: 1) Teleterapi memakai: ortovoltase, Cobalt - 7000 rads.
60
, Linec dengan dosis 5000
2) Brakiterapi: sebagai booster dengan implantasi intratumoral jarum Irridium 192 atau Radium 226 dengan dosis 2000-3000 rads. (2) Terapi tambahan 1. Radioterapi
Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang terapi utamanya operasi.
57
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
(1) Radioterapi pasca-bedah Diberikan pada T3 dan T4a setelah operasi, kasus yang tidak dapat dikerjakan eksisi radikal, radikalitasnya diragukan, atau terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker. (2) Radioterapi pra-bedah Radioterapi pra-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya diragukan atau yang inoperabel. 2. Operasi Operasi dikerjakan pada kasus yang terapi utamanya radioterapi yang setelah radioterapi menjadi operabel atau timbul residif setelah radioterapi. 3. Kemoterapi Kemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul residif setelah operasi dan atau radioterapi. (3) Terapi Komplikasi 1. Terapi komplikasi penyakit
Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit, tetapi dapat terjadi komplikasi karena terapi. Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada, misalnya: 1) Nyeri: analgetika 2) Infeksi: antibiotika 3) Anemia: hematinik 4) Dsb. 2. Terapi komplikasi terapi 1) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya 2) Komplikasi radioterapi: menurut jenis komplikasinya 3) Komplikasi kemoterapi: menurut jenis komplikasinya (4) Terapi bantuan Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb. (5) Terapi sekunder Kalau ada penyakit sekunder diberi terapi sesuai dengan jenis penyakitnya. B. TERAPI PALIATIF
Terapi paliatif ialah untuk memperbaiki kwalitas hidup penderita dan mengurangi keluhannya terutama untuk penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang:
58
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
1. Stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh 2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan harapan hidup yang pendek 3. Terapi kuratif gagal 4. Usia sangat lanjut Keluhan yang perlu dipaliasi antara lain: 1. Loko regional a) Ulkus di mulut/leher d) Mulut berbau 2. Sistemik:
b) Nyeri
c) Sukar makan, minum, menelan
e) Anoreksia
f) Fistula oro-kutan
a) Nyeri
b) Sesak nafas
c) Sukar bicara
d) Batuk-batuk
e) Badan mengurus
f) Badan lemah
(1) Terapi utama
1. Tanpa meta jauh: Radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads. Kalau perlu kombinasikan dengan operasi 2. Ada metastase jauh: Kemoterapi Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain: 1) Karsinoma epidermoid: Obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin, Methotrexate, Bleomycin, Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka remisi 20 -40%. Misalnya: a) Obat tunggal: Methotrexate 30 mg/m2 2x seminggu b) Obat kombinasi: V = Vincristin : 1,5 mg/m2 hl B = Bleomycin
)
: 12 mg/m2 hl + 12 jam ) ⇒ diulang tiap
M = Methotrexate : 20 mg/m2 h3, 8 2) Adeno karsinoma : Obat-obat yang dapat
dipakai
antara
)
lain:
2-3 minggu
Flourouracil,
Mithomycin-C, Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi 20-30%. Misalnya: a) Obat tunggal Dosis permulaan
: Flourouracil: : 500 mg/m2
Dosis pemeliharaan : 20 mg/m2 tiap 1-2 minggu b) Obat kombinasi: F = Flourouracil: 500 mg/m2, hl,8,14,28 ) A = Adryamycin: 50 mg/m2, hl,21 ) ⇒ diulang tiap
59
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
M = Mithomycin-C: 10 mg/m2, h1
) ⇒ 6 minggu
(2) Terapi tambahan
Kalau perlu: Operasi, kemoterapi, atau radioterapi (3) Terapi komplikasi 1. Nyeri: Analgetika sesuai dengan “step ladder WHO” 2. Sesak nafas: trakeostomi 3. Sukar makan: gastrostomi 4. Infeksi: antibiotika 5. Mulut berbau: obat kumur 6. Dsb. (4) Terapi bantuan 1. Nutrisi yang baik 2. Vitamin (5) Terapi sekunder
Bila
ada
penyakit
sekunder,
terapinya
bersangkutan.
60
sesuai
dengan
penyakit
yang
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Leukoplakia/Eritroplakia
Hilangkan faktor penyebab Sitologi eksfoliatif (Papanicoleau) Klas I
Klas II
Klas III
Klas IV
Klas V
3 bl Ulangan sitologi Bila 2x ulangan sitologi hasilnya tetap Klas I-III
Biopsi
61
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Suspek Karsinoma Rongga Mulut, N0,M0
< 1 cm
> 1 cm
biopsi eksisional (eksisi luas)
ganas
tak ganas
biopsi insisional
ganas
tak ganas eksisi
tak radikal
radikal
re-eksisi/
operabel
inoperabel/
meragukan radioterapi lokal T1
T2
T3,4a
kemo
dan/radioterapi
lokal preoperatif radioterapi
operabel
inoperabel
eksisi luas
eksisi luas
+ deseksi KGB leher selektif*/ radioterapi lokoregional tak
radikal
radikal
radioterapi lokoregional +
62
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
(sitostatika) re-eksisi/radioterapi lokal meta kgb(+)
meta kgb (-)
T low grade T high grade radioterapi lokoregional + (sitostatika)
radioterapi
radioterapi
lokal
lokoregional
* Deseksi suprahioid untuk karsinoma bibir Deseksi supraomohioid untuk karsinoma rongga mulut Deseksi bilateral untuk lesi di garis tengah N POSITIP
N 1,2
T di operasi preoperatif
Deseksi leher radikal inoperabel (RND)
N3
T di radioterapi
radioterapi
radioterapi
operabel
lokoregional
dengan/tanpa radioterapi lokoregional *) T dioperasi
T
diradioterapi radioterapi
63
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
sisa (+)
sisa (-)
lokoregional deseksi leher radikal
+
(RND) (sitostatika) T (-)
T (+)
+ radioterapi lokoregional +
ND parsial/
sitostatika
(sitostatika)
RND modifikasi
radioterapi lokoregional + (sitostatika) Letak lesi ditengah (midline) : Untuk T 3,4 ------ penanganan N negatif bilateral N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu. *) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND : 1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah 2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm 3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler 4. High grade malignancy
64
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
M POSITIP
sitostatika + paliatif (bila perlu): operasi (trakeotomi,gastrostomi) radioterapi medikamentosa
TUMOR RESIDIF
terapi primer operatif
terapi primer radioterapi
operabel
inoperabel
operabel
operasi +
radioterapi
operasi
radioterapi +
(sitostatika)
+
inoperabel
sitostatika +
sitostatika
(sitostatika)
Residif lokal/regional/jauh (metastase)—penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/M seperti skema yang bersangkutan
65
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PERLAKUAN PADA MANDIBULA
tumor lekat mandibula
jarak dengan tumor < 1cm
radiologis
infiltrasi tulang (-)
infiltrasi tulang (+)
reseksi segmental enblok reseksi marginal enblok
REKONSTRUKSI
Jaringan lunak
mandibula
maksila
rekonstruksi segera
rekonstruksi temporer
protese (obturator)
dengan kawat Kirschner/plat 1 tahun
residif (-)
residif (+)
66
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
rekonstruksi permanen
penanganan tumor residif
tandur tulang V. PROSEDUR FOLLOW UP J adwal follow up dianjurkan sebagai berikut:
1) Dalam 3 tahun pertama 2) Dalam 3-5 tahun
: setiap 3 bulan : setiap 6 bulan
3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali untuk seumur hidup Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak. Pada follow up ditentukan: 1) Lama hidup dalam tahun dan bulan 2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan 3) Keluhan penderita 4) Status umum dan penampilan 5) Status penyakit (1) Bebas kanker (3) Metastase 6) Komplikasi terapi
(2) Residif (4) Timbul kanker atau penyakit baru
7) Tindakan atau terapi yang diberikan
67
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
APENDIKS A. Klasifikasi kanker rongga mulut Tabel 1 : Jenis-jenis kanker rongga mulut NO 1
J ENIS KANKER
NO.ICD
J ENIS KANKER
KANKER BIBIR
Bibir atas,
NO.ICD C00
bagian C00.0
Bibir, bagian dalam
C00.5
Sudut bibir
C00.6
luar Bibir bawah, bagian C00.1 luar Bibir, luar
bagian C00.2
Bibir, tumpang tindih
C00.8
Bibir atas, dalam
bagian C00.3
Bibir, tanpa spesifikasi
C00.9
Bibir bawah, dalam
bagian C00.4
2
KANKER P ANGKAL LIDAH
C01
3
KANKER LIDAH, BAGIAN LAINNYA
C02
Lidah,
permukaan C02.0
Lidah, tonsil lingua
C02.4
Lidah, tumpang tindih
C02.8
Lidah, tanpa spesifikasi
C02.9
dorsal Lidah, bagian tepi Lidah,
C02.1
permukaan C02.2
ventral Lidah,
2/3
bagian C02.3
anterior 4
5
6
KANKER GUSI
C03
Gusi atas
C03.0
Gusi bawah
C03.1
Gusi, tanpa spesifikasi
KANKER DASAR MULUT
C03.9 C04
Dasar mulut, anterior
C04.0
DM, tumpang tindih
C04.8
Dasar mulut, lateral
C04.1
DM, tanpa spesifikasi
C04.9
KANKER P ALATUM
C05
Palatum durum
C05.0
Palatum, tindih
tumpang C05.8
Palatum molle
C05.1
Palatum,
tanpa C05.9
spesifikasi Uvula
C05.2
68
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
7
KANKER MULUT, LAINNYA DAN TANPA SP ESIFIK ASI
C06
Mukosa pipi
C06.0
Mulut, tumpang tindih
C06.8
Vestibulum oris
C06.1
Mulut, tanpa spesifikasi
C06.9
Regio retromolar
C06.2
B. Prosedur Diagnostik 1. Pemeriksaan toluidine blue Untuk memudahkan melihat adanya kanker dapat digunakan larutan toluidine biru yang akan memberi warna biru pada sel kanker. Jaringan normal tidak mengisap warna, sedang lesi pra-ganas atau non neoplasma tidak konstan mengisap warna. Menurut Mashberg tehnik memberi warna rongga mulut sebagai berikut: a. 1. Kumur dengan larutan asam asetat 1% : 20 detik b. 2. Kumur dengan air c. 3. Kumur dengan larutan toluidine blue 1%
: 20 detik, 2 x : 5-10 cc
d. 4. Kumur lagi dengan larutan asam asetat 1% : 1 menit b. Kumur dengan air. Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 90%. Adapun larutan toluidine biru terdiri dari : 1. Toluidine chlorida : 1 gr 2. Asam asetat 3. Alkohol absolut 4. Aquadest
: 10 cc : 4,2 cc : 100 cc
2. Pemeriksaan panendoskopi Pada kanker rongga mulut, paru, dan esofagus kadang didapatkan synchronous tumor (10%), oleh karena itu ada yang menganjurkan pemeriksaan panendoskopi dilakukan sebagai prosedur diagnostik baku. 3. Pemeriksaan sitologi Sitologi eksfoliatifa dari spesimen kerokan atau inprint dari tumor primer dikerjakan pada lesi yang berupa bercak/superfisial Bila hasilnya : Klas I- III
: lakukan ulangan sitologi 3 bulan lagi. Bila 2x ulangan sitologi tetap klas I-III maka perlu dibiopsi
Klas IV-V
: lakukan biopsi
69
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
4. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) Pemeriksan imaging dengan PET menggunakan tirosin sebagai tracer memiliki sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk karsinoma rongga mulut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor <4mm. Untuk staging memiliki sensitivitas 71% dan spesifisitas 99%, sedangkan untuk dteksi kekambuhan memiliki sensitivias 92% dan spesifisitas 81%. C. Prosedur Terapi 1. Vascular access surgery Untuk keperluan pemberian kemoterapi intra-arteriel pada karsinoma rongga mulut yang inoperabel, dapat dilakukan graft vena safena parva pada a. karotis eksterna dengan membuat loop berbentuk α, dengan memfiksasi graft tersebut dibawah permukaan kulit. 2. Neo-ajuvan kemo/radioterapi Untuk karsinoma rongga mulut T3,T4 yang akan dilakukan operasi dapat diberikan neo-ajuvan kemo/radioterapi terlebih dahulu agar batas tumor menjadi lebih jelas sehingga memudahkan eksisinya. Dianjurkan eksisi tetap 1-2 cm dari margin tumor sebelum pemberian neo-ajuvan kemo/radioterapi. 3. Brachytherapy Brachytherapy pada karsinoma rongga mulut memberikan efektivitas yang lebih tinggi daripada external beam radiotherapy. Untuk lesi yang besar, brachytherapy dikombinasi dengan external beam radiotherapy.
70
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR P USTAKA 1. Espat J, Carew JF, Shah JP. Cancer of the Head and Neck, in Surgical Oncology- Contemporary Principles & Practice, Blaad KI, Daly JM, Karakousis CP (eds.), Mc.Graw-Hill Co.,New York, 2001, pp.519-525 2. Greene FL,Balch CM, Fleming ID, Fritz ADG, Haller DG, Morrow M, Page DL. AJCC Cancer Staging Handbook- TNM Classification of Malignant Tumors, Springer-Verlag Heidelberg, Heidelberg, 2002. 3. Kazi
RA.
Current
Concepts
In
the
Management
of
Oral
Cancer.
http://www.indiandoctors.com/papers.htm 4. Mashberg, A.: Tolonium chloride (Toluidine) rinse. A screening method for recognation of squamous carcinoma. Continuing study of oral cancer. IV. JAMA, 245: 2408-2410,1981. 5. Million RR, Cassisi NJ, Mancuso AA. Oral Cancer, in Management of Head and Neck Cancer: A Multidisciplinary Aproach, Million RR and Cassisi NJ (eds), 2nd ed.,JB Lippincott Co., Philadelphia, 1994, pp.321-400 6. 6.National Cancer Institute. Lip and Oral Cavity Cancer-Treatment statement health
professionals,Med.News,
http://www.meb.unibonn.de/cancer.gov/CDR0000062930.html 7. Ord RA, Blanchaert RH. Current management of oral cancer- A multidisciplinary approach, JADA 2001; 132: 195-235 8. Panje, W.R.: Surgical Therapy of Oral Cavity Tumors. In Comprehensive Management of Head and Neck Tumors, Thawley, S.E., Parje, W.R. (eds), Philadelphia, W.B. Saunders Co., 1987,pp.460-606 9. 9.Schantz SP, Harrison LB, Forastiere AA. Tumors of the Nasal Cavity and paranasal sinuses, Nasopharynx, Oral Cavity, and Oropharynx, in CancerPrinciples & Practice of Oncology, 6th ed., DeVita,Jr.VT, Hellman S, Rosenberg SA (eds.),Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001; pp. 832-842 10. 10.Rubin P, McDonald S. and Oazi R.: Clinical Oncology. A multidisciplinary Approach for Physicians
and
Students.
7th. ed., WB.Saunders Co.
Philadelphia, 1993, pp.332-336 11. Ship JA, Chavez EM, Gould KL, Henson BS, Sarmadi M. Evaluation and Management of Oral Cancer. Home Health Care Consultant 1999;6: 2-1212 .WHO : ICD-10 International Classification of Disease and Related Health Problems, WHO, Geneve, 1992. 12. 13 .WHO : ICD-0. International Classification of Disease for Oncology. 2nd ed. WHO, Geneve,1990.
71
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PROTOKOL KANKER KULIT
MELANOMA MALIGNA Melanoma maligna ialah kanker kulit yang berasal dari sel melanosit di kulit. PENDAHULUAN Kriteria diagnosis : -
Pada semua usia, banyak pada usia 35 – 55 than
-
Laki-laki = wanita
-
Sangat ganas
-
Biasa terjadi metastasis luas dalam waktu singkat melalui aliran limfe & darah ke alat-alat dalam
-
1-3 % dari seluruh keganasan
-
25 – 40 % berasal dari nevus pigmentosus ( junctional nevus ), “ Hutchinson’s melanotic frekle “, giant pigmented nevus, “ blue nevus “
Diagnosis : Keluhan : Andeng –andeng yang cepat membesar, timbul progresif,gatal, mudah berdarah, timbul luka. Pemeriksaan fisik : Tumor di kulit berwarna kehitaman, coklat,bentuk nodul, plaque, bisa disertai luka. Lesi bersifat
A : Asimetri B : Border / tepi tak teratur C : Color / Warna kegelapan D : Diameter, umumnya > 6 mm E : Evolution, permukaan yang meninggi
Macam-macam : 1. Lentigo melanoma maligna (LMM) Lesi: makula coklat seperti kehitaman, beberapa cm, tepi irreguler, pada permukaan dijumpai bercak- bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik. 2. Superfisial spreading melanoma (SSM) Lokasi: wanita; tungkai bawah; laki- laki: badan dan leher. Lesi: plak archiformis berukuran 0,5 – 3 cm tepi meninggi, irreguler, dapat mencapai 2 cm dalam 1 than à nodul biru kehitaman pada permukaan
72
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
terdapat campuran bermacam- macam warna seperti coklat, abu- abu, biru, hitam, sering kebmerahan. 3. Nodular Malignant Melanoma (NMM) Lokasi: laki- laki: punggung, dapat pada setiap lokasi. Lesi: Nodul bentuk setengah bola (dome shaped ) atau polipoid dan eksofitik, warna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman dapat mengalami ulserasi perdarahan, timbul lesi satelit. 4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM) Lokasi: letak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, ibu jari tangan. Lesi: macula, warna bervariasi, pada permukaan timbul papul, nodul, ulserasi, kadang- kadang lesi tidak mengandung pigmen.
Pemeriksaan penunjang: 1. Laboratorium: darah, urine, SGOT/ SGPT, BUN, kreatinin. 2. Radiologi: •
Rutin: X-foto paru
•
Atas indikasi : X-foto tulang di daerah lesi, USG abdomen, CT-Scan, MRI.
3. Sitologi: FNA, inprint sitologi. 4. Patologi: a) biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat diferensiasi sel. b) pemeriksaan specimen operasi: • tumor
primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi
sel, luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi. •
Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang positif, infasi tumor ke kapsul atau ekstranodal, tinggi level metastasis.
4. Biopsi: prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka oleh karena dibutuhkan informasi mengenai kedalaman tumor. Biopsi tergantung pada anatomical sitenya. 1. a. bila diameter lebih dari 2 cm. b. bila secara anatomi sulit (terutama di daerah wajah) à dilakukan insisional biopsi
2. bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan safety margin 1 cm (diagnostik dan terapi). Specimen dikirimkan dengan mapping dan diberi tanda batas- batas sayatan.
73
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Staging: Std 0 I
II III
IV
TNM Ptis. N0. M0.
T
Tumor Primer
pTx
=
Tidak dapat dievaluasi
PT0
=
Tidak ditemukan
PT1. N0. M0.
pTIS
=
Melanoma maligna in situ
PT2. N0. M0.
PT1
=
≤ 0.75
PT2
=
0.75 – 1.5 mm,
PT3
=
1.5 – 4 mm
PT4a
=
> 4 mm atau ada satelit nodule,
PT4. N0. M0.
PT4b
=
Satelit nodule dalam 2 cm.
Tiap pT. N1. M0
N
Nodus regional
Tiap pT. N2. M0.
Nx
=
Tidak dapat diperiksa
No
=
Tidak ada metastasis nodus regional
N1
=
Nodus regional ≤ 3 cm
N2a
=
Nodus regional > 3 cm
N2b
=
Metastasis in transit
N2c
=
N2a + N2b
M
Metastasis jauh
Mx
=
Tidak dapat diperiksa
M0
=
Tidak ada metastasis jauh
M1a
=
Meta jauh di kulit atau nodus diluar regional
M1b
=
Meta jauh visceral
PT3. N0. M0.
Tiap T. tiapN. M1
mm
Klasifikasi Clark Tingkat I
: Sela melanoma terletak diatas membrana basalis epidermis (insitu)
Tingkat II
: Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis
Tingkat III
: Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan papilaris dan retikularis dermis.
Tingkat IV
: Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis
Tingkat V
: Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan.
Klasifikasi Breslow Golongan I
: kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm
Golongan II
: kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm – 1,5 mm
Golongan III
: kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5 mm
74
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Terapi: Primer: tindakan wide eksisi dengan safety margin sesuai criteria ketebalan, dan dilakukan rekonstruksi. Sampai dengan ketebalan 0,76 mm, safety margin 1 cm Antara 0,76 mm – 1,5 mm safety margin 1,5 cm Ketebalan > 1,5 mm safety margin 2 cm Bila hasil biopsi safety margin tidak sesuai dengan ketebalan Breslow, harus dilakukan re-eksisi secepatnya sampai dasar (fascia). Regional: pada limfonodi secara histopatologis positif, dilakukan diseksi limfonodi : Di daerah inguinal: deep (atas indikasi: ulkus, multiple limfonodi) Di daerah aksiler: hingga level II Di daerah leher: RND Adjuvant terapi : pada stadium III dapat berupa imunoterapi, radioterapi, dan kemoterapi Intransit: kombinasi treatment. Recurrent :
Dilakukan reevaluasi
Lokal
Eksisi luas ulang
:
Regional :
Bila sebelumnya belum dilakukan diseksi, dilakukan diseksi + adjuvant. Bila sudah pernah diseksi, dilakukan radiasi
Metastasis: diberikan paliatif treatment.
75
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BASALIOMA
Sinonim : Basal cell carcinoma, ulcus rodent, Basalioma adalah kanker kulit yang berasal dari sel basal kulit.
PENDAHULUAN Kriteria diagnosis : - Sering diatas 40 than - Laki-laki > wanita - Faktor predisposisi:
a. Jenis kulit terang (tipe I & II) dan albino yang rentan terhadap paparan sinar matahari yang lama. b. Paparan sinar X untuk terapi acne pada wajah c. Sindrome nevus basal (autosomal dominan) d. Intoksikasi arsen yang kronik e. LE kronik f.
Ulkus kronik dan fistula.
Prosedur Diagnosis : - Distribusi lesi : soliter, multiple (jarang), lokasi berbahaya adalah Canthus
lateralis, medialis dan lipatan nasobial. Dapat pula pada pipi, dahi, hidung, leher, (jarang pada lengan, tangan, tungkai, kaki, kulit kepala) - Lesi kulit :
a. Tipe : papul, nodul, translusen, seperti mutiara, ulkus (sering ditutupi krusta) dengan tepi menggulung (ulkus roden). b. Warna : merah jambu atau merah, telangiektasi dapat dijumpai (dengan bantuan loupe). Jenis pigmented : dapat berwarna coklat samapi biru atau hitam. c. Palpasi : keras, padat dan kistik. d. Bentuk : bulat, oval, tengah melekuk (umbilicated) e. Nodus : hampir tidak pernah mengadakan metastasis regional. f.
Metastasis : hampir tidak pernah mengadakan metastasis jauh.
- Varian klinis :
1. Jenis Nodulo ulseratif (paling sering) Lesi : mula-mula papul / nodul, diameter < 2 cm, tepi meninggi, permukaan mengkilat, sering ada telangiektasi, kadang dengan skuama halus dan krusta tipis. Warna seperti mutiara kadang translusen keabu-abuan atau
76
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
kekuningan. Tumbuh lambat, bagian tengah timbul cekungan
→
ulserasi
(ulkus rodens). 2. Jenis berpigmen Gambaran sama dengan nodulo ulseratif hanya berwarna coklat / hitam bintik-bintik atau homogen. 3. Jenis “morphea like” atau fibrosing (agak jarang) Lesi : bentuk plakat, warna kekuningan, tepi tidak jelas, kadang tepi meninggi. Pada permukaan tampak beberapa folikel rambut yang mencekung (gambaran klinik, seperti sikatrik), kadang tertutup krusta yang melekat erat (jarang ulserasi). 4. Jenis superficial Lokasi : badan, leher, kepala. Lesi : bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi meninggi seperti kawat. Dapat meluas secara lambat, ulserasi (-). Biasanya multiple. 5. Jenis fibroepitelial fibroepitelial Lokasi : punggung. Lesi : soliter, nodul keras, sering bertangkai pendek. Permukaan halus, sedikit kemerahan (mirip fibroma). 6. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (sindroma Gorlin Galzt). -
Autosomal dominan
-
Sindroma terdiri dari : a. Kelainan kulit : - Ca sel basal multiple jenis nevoid - Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki. - Milia, lipoma, lipoma, fibroma.
b. Kelainan tulang : - Kista pada pada rahang rahang - Kelainan
tulang
iga
dan
tulang
belakang
(scoliosis, spinabifida) spinabifida) c. Kelainan system saraf : - Perubahan neurologik (EEG abnormal, cerebeller
meduloblastoma) - Retardasi mental
d. Kelainan mata : katarak, buta kongenital. e. Lain-lain Lain-la in : - Klasifikasi falks serebri - Fibroma ovari dengan kalsifikasi - Kista limfotik di mesenterium mesenterium
77
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
7.
a. Jenis “linier and generalized generalized follikuler basal cell nevi”(jarang). - Sejak lahir.
Lesi : jenis linier : berupa nodul + komedo dan kista
epidermal
tersusun
seperti
garis
dan
unilateral. - Lesi tetap dengan bertambah usia.
b. Jenis “Generalized follikuler” : ada kerontokan rambut terhadap akibat kerusakan folikel rambut karena pertumbuhan tumor. Pemeriksaan Penunjang : 1. Laboratorium: darah, urine, SGOT/ SGPT, BUN, kreatinin. 2. Radiology: Radiology : X-foto paru, X-foto tulang di daerah lesi, CT-Scan, MRI. 3. Patologi: a) biopsi: apa jenis jenis histologi histologi dan bagaimana bagaimana derajat diferensiasi sel. Bila lebih dari 2 cm dilakukan incisional biopsy, kurang dari 2 cm dilakukan eksisional biopsy dengan safety margin 0,5-1 cm. b) pemeriksaan spesimen operasi: Tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi sel, luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi.
Staging : Stadiu m 0 I II
TNM
T
Tis. N0. M0.
Tx
=
Tidak dapat dievaluasi
T0
=
Tidak ditemukan
Tis
=
Kanker in situ
T1
=
Tumor terbatas pada kulit, ≤ 2cm
T2. N0. M0.
T2
=
Tumor terbatas pada mammae, 2-5 cm
T3. N0. M0.
T3
=
Tumor > 5 cm
T4
=
Invasi
T1. N0. M0.
Tumor Tumor P rimer rimer
tumor
dalam
ke
jaringan
bawahnya III
T4. N0. M0. tiapT.
IV
N1. M0.
tiapT. tiapN.
M1
N
Nodus Regional
Nx
=
Tidak dapat diperiksa
N0
=
Tidak ada metastasis nodus regional
N1
=
Ada nodus regional
M
Metastasis jauh
Mx
=
Tidak dapat diperiksa
M0
=
Tidak ada metastasis jauh
M1
=
Ada metastasis jauh
78
di
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com http://www.foxitsoftware. com For evaluation only.
Terap Terapi: i: Eksisi luas dengan safety margin 0,5 - 1 cm. Pelaporan histopatologis yang diharapkan : -
Jenis
-
Sub tipe
-
Bebas tumor / tidak
Radioterapi : diberikan bila upaya untuk mencapai radikalitas secara bedah tak tercapai. Recurrent : -
Operabel : Eksisi luas ulang
-
Inoperabel : Radioterapi Radioterap i
Karsinoma Sel Skuamosa Sinonim : Karsinoma epidermoid, Karsinoma plano selulare Kanker kulit skuamosa adalah kanker kulit yang berasal dari sel keratosid dermis.
PENDAHULUAN Kriteria diagnosis : -
Insidens tertinggi pada usia 50 – 70 tahun
-
Paling sering pada kulit berwarna di daerah tropik
-
Laki-laki > wanita
-
Dapat timbul dari kulit normal atau dari lesi prakanker, pada kulit putih : diduga rangsangan sinar ultraviolet, kasinogen kimia : Coaltar, arsen, hidrokarbon polisiklik. Pada kulit berwarna : predisposisi trauma, ulkus kronik, jaringan parut.
-
Predileksi Predile ksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit berwarna : ekstremitas bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus).
-
Risiko toinggi mendapat kanker kulit adalah pada penderita kelainan kelainan pre kanker (xeroderma pigmentosum, keratosis senilis, compund nevus, multiple dysplatic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar matahari, terpapar sinar pengion, arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan fistula, immuno supresi, dsb.
P rosedur Diag Diagnosis nosis : 1. Tumor : terdapat lesi di kulit kulit terutama pada kulit yang terpapar terpapar sinar matahari atau trauma, bentuk plaque, nodus, papel, tumor atau ulkus, mudah berdarah, konsistensi padat, tumbuh ada yang eksofitik, endofitik, infiltratif, progresif
79
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
dengan cepat. Tumor dapat timbul de novo atau dari lesi pra kanker yang telah lama ada. 2. Nodus regional : ada pembesaran kelenjar limfe regional, single atau multiple, mobile atau melekat. 3. Metastasis : mungkin ada tanda-tanda metastasis jauh, seperi pada paru, hati, dsb.
Pemeriksaan penunjang : 1. Radiology: X-foto paru, X-foto tulang di daerah lesi,
CT-Scan, MRI (atas
indikasi) 2. Patologi: a) biopsi: Lebih kecil dari 2 cm dilakukan biopsi eksisional, lebih dari 2 cm dilakukan biopsi insisional b) pemeriksaan specimen : •
tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi sel, luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi.
•
Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang positif, infasi tumor ke kapsul atau ekstranodal, tinggi level metastasis.
Terapi : Pelaporan histopatologis yang diharapkan : -
Sub tipe
-
Grading
-
Bebas tumor.
Stadium I / II dan III (dengan T4 N0 M0) dilakukan eksisi luas dengan batas sayatan 1 cm dan rekonstruksi kalau perlu. Stadium III (dengan any T N1 M0) dilakukan eksisi luas dan diseksi limfonodi. Stadium IV diberikan terapi paliatif.
80
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ADENOKARSINOMA
Adenokarsinoma kulit, kanker yang berasal dari sel adneksa kulit.
PENDAHULUAN -Tumor: di kulit atau subkutan yang melekat dengan kulit, konsistensi padat. -Nodus: mungkin ada pembesaran kelenjar limfe regional. -Metastasis: mungkin terdapat tanda-tanda metastasis jauh.
KANKER MERKEL Berasal dari sel neuroendokrin kulit.
DERMATOFIBROSARK OMA PROTUBERANS -Tumor: di kulit tumbuh menonjol di atas kulit, dengan kulit diatasnya berwarna kecoklatan seperti keloid, konsistensi padat keras. -Nodus : jarang terdapat pembesaran kelenjar limfe regional. -Metastasis: mungkin ada tanda-tanda metastasis jauh.
LESI-LESI PRA KANKER Actinic Keratosis Kerato Acantoma Bowen’s Disease Erythroplasia of Queyrat Xeroderma Pigmentosum
81
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR P USTAKA 1. Fleming I D, Cooper J S, Henson D E, Hutter RVP, Kennedy B J, Murphy G P, O’Sullivan B, Sobin L H, Yarbro J W (ed), AJCC Cancer Staging Manual, 5 th ed, Philadelphia, Lippincott-Raven, 1997, 157-170 2. Sobin L H & Wittekind Ch (ed), TNM Classification of Malignant Tumours, 6 th ed, New York, Wiley-Liss, 2002, 123-130 3. Lang Jr. P J, Maize JC, Basal Cell Carcinoma, in Friedman R J, Rigel D S, Kopf A W, Harris M N, Baker D (ed), Cancer of the Skin, Philadelphia, W.B. Saunders Company, 1991, 35-73 4. Friedman R J, Hellman E R, Gottleb G J, Waldo E D, Rigel D S, Malignant Melanoma: Clinicopathologic Correlation, in Friedman R J, Rigel D S, Kopf A W, Harris M N, baker D(ed), Cancer of the Skin, Philadelphia, W.B. Saunders Company, 1991, 148-176 5. Harris M N, Roses D F, Malignant Melanoma: Treatment, in Friedman R J, Rigel D S, Kopf A W, harris M N, baker D (ed), Cancer of the Skin, Philadelphia, W.B. Saunders Company, 1991, 177-197
82
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
SARKOMA J ARINGAN LUNAK
I. PENDAHULUAN : Soft tissue sarcoma atau Sarkoma Jaringan Lunak ( SJL ) adalah penyakit keganasan yang berasal dari jaringan embrional mesoderm yang terdapat di seluruh tubuh ( jaringan penunjang, otot, lemak ) dan termasuk jaringan syaraf perifer yang asalnya dari ektoderm. Sebagai tumor non-epithelial tidak termasuk disini tumor dari kelenjar getah bening, sel-sel pembentuk darah dan jaringan syaraf pusat. Keganasan ini sangat jarang dan dilaporkan angka kejadian SJL pada orang dewasa sekitar 1% dari seluruh keganasan, sedangkan pada anak 15% dari seluruh keganasan pada anak. Di Amerika Serikat dilaporkan 8.300 kasus baru per tahun ( 2002 ) yang terdiri laki-laki 4.400 dan perempuan 3.900 dengan prakiraan kematian 3.900 kasus. Tidak berbeda dengan beberapa kepustakaan, di Indonesia lokasi SJL pada dewasa yang paling sering adalah daerah ekstremitas diikuti
badan, leher&kepala dan
retroperitonium. Pada anak-anak predileksi lokasi yang sering dijumpai
adalah
leher&kepala dan badan dengan tipe histologik rhabdomyosarkoma. Untuk keganasan SJL tidak terdapat perbedaan gender
dan sering didapatkan pada
kelompok umur diatas 30 tahun. Etiologi dan faktor resiko : Secara umum penyebab SJL sampai saat ini belum diketahui dimana besar kemungkinannya karena sifatnya yang heterogeneous dan adanya berbagai faktor yang berperan pada karsinogenesis SJL
Genetik : Saat ini faktor genetik dan kelainan genetik dihubungkan dengan pertumbuhan dan progresifitas tumor termasuk sarkoma jaringan lunak. Adanya kelainan genetik tertentu akan memberikan faktor resiko terjadinya SJL seperti ras gene pada rhabdomyosarkoma dan fibrosarkoma ; ekspresi myc gene pada rhabdomyosarkoma ; perubahan gen p53 pada 1/3 kasus SJL ; amplifikasi gen MDM2 dan inhibisi p53 pada 1/3 kasus SJL lainnya serta gen retinoblastoma yang berperan terjadinya SJL. Beberapa penyakit dengan kelainan genetik yang mempunyai faktor resiko tinggi terjadinya SJL adalah : Neurofibromatosis Von Recklinghausen, sindroma Li Fraumeni, sindroma Gardner, sindroma Nevus Sel Basal, sindroma Werner.
Radiasi : intervensi pemberian radiasi akan meningkatkan resiko terjadinya SJL. Frekwensi akan meningkat dengan tingginya dosis radiasi dan sebaliknya frekwensi yang rendah jika diberikan dengan dosis rendah.
83
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Bahan kimia : disamping obat sitostatika alkilating agent, beberapa bahan kimia seperti : phenoxy herbecides, chlorinat phenols, telah dibuktikan berhubungan dengan terjadinya SJL. Insidens SJL sangat jarang dan tidak di rekomendasikan untuk kegiatan skrining. Terabanya masa tumor di jaringan lunak patut untuk dicurigai kemungkinan suatu SJL. Dengan tidak dijumpainya tanda-tanda infeksi, pertumbuhan yang cepat dan sukar melakukan palpasi karena letaknya yang dalam, padat dan ter-fiksasi ; perlu penilaian klinis yang cermat terhadap masa tumor. Pada beberapa kasus kadangkadang timbul keluhan kompresi pada syaraf atau alat viseral ( usus atau ureter ) atau nyeri yang mungkin tumor berasal dari jaringan tulang. Pedoman atau protokol sarkoma jaringan lunak bertujuan untuk menjawab hal-hal mendasar yang berhubungan dengan : -
tindakan atau upaya apa saja yang dibutuhkan pada penderita dengan kecurigaan tumor jaringan lunak
-
apa yang dibutuhkan pada proses pemeriksaan spesimen patologik dan informasi apa saja yang perlu dilaporkan sebagai pelaporan standar
-
pengobatan apa saja yang optimal dari modalitas bedah, radiasi dan khemoterapi yang perlu diberikan pada SJL primer.
II. PATOLOGI dan BIOLOGI
A. II.1. Sifat biologik SJL berasal dari jaringan mesodermis, termasuk malignant schwannoma dimana keganasan tersebut berasal dari jaringan ektodermis. Terdapat perubahan gen P53 pada 1/3 kasus SJL ; 1/3 lainnya terjadi amplifikasi gen MDM2 dan inhibisi gen P53. SJL membentuk masa tumor yang padat dan tumbuh secara sentrifugal dengan komposisi daerah perifer terdiri dari sel yang tidak matang. Pada pertumbuhan tumor, pada bagian tepi akan terbentuk pseudocapsule yang merupakan kapsul palsu yang terbentuk akibat penekanan sel normal oleh tumor. Kapsul palsu atau disebut juga zona reaktif ( reactive zone ) terdiri dari : a. sel tumor yang terdorong akibat pertumbuhan tumor , b. zona fibro-vaskuler dari jaringan yang reaktif dan c. komponan jaringan inflamasi yang ber-interaksi dengan jaringan normal. Ketebalan zona reaktif ini bervariasi dan tergantung dari derajat keganasan dan tipe histologik. SJL dengan derajat keganasan rendah, masa tumor akan jelas batasnya dengan kapsul palsu. Pertumbuhan tumor kadang-kadang dapat merobek kapsul palsu dan terbentuk satelittes lesions didaerah zona reaktif.
84
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Pada SJL yang high grade, tumor dapat menembus kapsul palsu pada satu kompartemen dan membentuk metastasis lokal diluar zona reaktif yang disebut skip
lesions. Lesi ini merupakan suatu metastasis loco-regional yang tidak melalui pembuluh darah. Tanda-tanda ini memungkinkan seringnya terjadi kekambuhan lokal jika tidak dilakukan eksisi yang adekwat. Pola penyebaran jauh SJL biasanya melalui pembuluh darah ( hematogen ) dengan organ yang paling sering adalah paru untuk tumor primer SJL di ekstremitas dan badan ; sedangkan SJL biasanya
retroperitonium dan intra-abdomen pola metastasis
ke hati. Metastasis lebih sering pada derajat keganasan tinggi
dibandingkan dengan derajat keganasan rendah. Penyebaran regional ke kelenjar getah bening sangat jarang ( 5% - 10% ) dan hanya pada tipe histologik tertentu seperti :
sinovial sarkoma, epiteloidsarkoma,
rhabdomyosarkoma embrional dan malignan fibrous histiositoma. B. II.2 Tipe histologik Berikut tipe histologik SJL pada orang dewasa serta ICD-O ( International Classification of Disease for Oncology ) untuk kode morfologi.
Histologik
ICD-O. M
alveolar soft-part sarkoma
M-9581/3
angiosarkoma
M-9120/3
chondrosarkoma extraskeletal c.
M-9220/3
chondrosarkoma, dedifferentiated c.
M-9240/3
clear-cell sarkoma
M-9044/3
dermatofibrosarkoma protuberans
M-8832/3
epitheloid sarkoma
M-8840/3
fibrosarkoma
M-8810/3
granular cell tumor, malignant g.c.t.
M-9580/3
hemangiopericytoma, malignant h.
M-9159/3
hemangioendothelioma, malignant h.
M-9130/3
leiomyosarkoma
M-8890/3
leiomyosarkoma epitheloid l.
M-8891/3
liposarkoma, dedifferentiated l.
M-8858/3
liposarkoma, myxoid l.
M-8852/3
liposarkoma, pleomorphic l.
M-8854/3
liposarkoma, round cell l.
M8853/3
liposarkoma, well-differentiated l.
M-8851/3
lymphangiosarkoma
M-9170/3
85
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
malignant fibrous histiocytoma
M-8830/3
malignant mesenchymoma
M-8990/3
mesenchymoma, malignant m.
M-8990/3
osteosarkoma extraskeletal o.
M-9180/3
rhabdoid, malignant r. tumor
M-8963/3
neurofibrosarkoma
M-9540/3
schwannoma, malignant melanotic s.
M-9560/3
“synovial” sarkoma
M-9040/3
sarkoma, NOS
M-8800/3
II.3 Grading ( derajat keganasan ) Pemeriksaan jaringan SJL dengan mikroskop dapat di identifikasi derajat keganasan sebagai high grade dan low grade, dimana frekwensi high grade lebih tinggi dibandimgkan low grade. Informasi derajat keganasan sangat penting karena dapat me-prediksi
prognosis
dan
perjalanan
penyakit
disamping
keputusan
klinik
pemberian modalitas pengobatan. Grading mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan tipe histologik dalam pemberian pengobatan. Terdapat 2 sistim dalam penentuan grading yaitu dari Amerika ( Costa et.al ) dan dari Eropa ( Troyani et.al ). Costa melakukan penentuan grading berdasarkan : tipe histologik dan derajat tumor yang nekrosis, sedangkan Troyani berdasarkan :
derajat nekrosis, morfologis diferensiasi dan indeks mitosis. Keduanya membagi derajat keganasan menjadi 3 yaitu : G1 ( low grade ), G2 dan G3 ( high grade ). Pembagian lain membagi grading menjadi 2 ( low grade dan high grade ) dan 4 yaitu G1 dan G2 (Low grade) dan G3 dan G4 (High grade). Grading dapat dipakai sebagai faktor prediktif yaitu derajat keganasan tinggi lebih sensitif dengan khemoterapi dibandingkan derajat rendah.
C. II.4 Patologi Sehubungan dengan jarangnya SJL dan sifat yang heterogeneous sering dijumpai kesalahan diagnostik. Untuk itu direkomendasikan pemeriksaan spesimen patologi dilakukan oleh seorang ahli patologi yang telah berpengalaman dibidang sarkoma. Untuk mencapai akurasi diagnosis patologik dapat dilakukan pemeriksaan yang spesifik seperti sitogenetik, histokimia, mikroskop elektron dan biomolekuler. Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan patologi harus disertai informasi mengenai : lokasi tumor ( superfisial / deep ), ukuran tumor, tindakan biopsi yang dilakukan ( eksisi / insisi ), kasus primer atau rekuren (kambuh), pengobatan yang pernah diberikan.
86
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tujuan pemeriksaan patologik adalah : kepastian diagnosis patologik, penilaian ekstensi tumor, sejauh mana radikalitas pembedahan yang telah dilakukan serta identifikasi faktor prognostik yang sangat berguna untuk perencanaan terapi selanjutnya. III. PROSEDUR DIAGNOSTIK A. Anamnesis : Terdapat benjolan / masa tumor •
kapan terjadinya
•
sifat pertumbuhannya ( cepat / lambat )
•
keluhan penekanan pada jaringan sekitarnya (p. darah, syaraf, gangguan gerakan sendi / otot)
•
jika terdapat keluhan nyeri, tumor mungkin berasal dari jaringan tulang
B. Pemeriksaan fisik : •
lokasi tumor
•
diskripsi tumor : o
batas tegas / tidak
o
ukuran
o
permukaan
o
konsistensi
o
mobilitas
o
nyeri tekan / tidak
•
KGB regional : teraba / tidak
•
Identifikasi adanya “ skip metastasis “
•
Tanda-tanda penekanan tumor dan metastasis
•
o
Fungsi motorik / sensorik
o
Tanda-tanda bendungan pembuluh darah
o
Tanda-tanda kelainan pada paru, tulang dan hati
Masa tumor dicurigai SJL jika konsistensi padat, letak dalam dan ter-fiksasi
C. Pemeriksaan penunjang : •
Radiographi konventional daerah tumor (menilai ekstensi tumor ke jaringan sekitarnya / tulang )
•
Foto thorak
•
Magnetic Resonance Imaging ( MRI )
•
Computed Tomography Scan ( daerah tumor )
•
CT paru pada tumor > 5 cm dan high grade
87
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
D. Biopsi : a. Core biopsi / tru-Cut biopsi b. Biopsi terbuka ( pembedahan ): b.1 : Insisi - tumor > 3 cm b.2 : Eksisi - tumor < 3 cm Catatan : Lokasi insisi dipertimbangkan untuk pembedahan definitif Beberapa hal perlu diperhatikan pada biopsi : •
cegah kontaminasi
ke dalam kelompok otot dari : anestesi infiltrasi,
manipulasi tumor, hematoma •
lakukan biopsi melalui eksisi/insisi longitudinal
•
jangan melakukan undermining jaringan kulit
•
ambil jaringan dari tepi tumor dengan menyertakan pseudocapsule
•
lakukan hemostasis dengan baik
•
tutup luka operasi dengan instrument yang baru
•
jika perlu dren, jangan dipasang dengan insisi baru
•
chek jaringan yang dikirim cukup representatif/tidak
c. BAJAH ( Biopsi Jarum Halus ) Dilakukan pada : •
penapisan lesi jinak / ganas
•
untuk lesi metastasis KGB atau kekambuhan
E. Jika sudah di konfirmasi hasil patologik anatomik kelainan sarkoma, maka untuk penentuan stadium klinik dan strategi operasi dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan: bone scan dan angiografi IV. STADIUM KLINIK Berdasarkan UICC dan AJCC (2002), klasifikasi stadium tumor SJL sangat dipengaruhi faktor derajat keganasan. SJL dengan derajat keganasan rendah termasuk disini stadium IA, IB dan IIA ; sedangkan SJL dengan derajat keganasan tinggi adalah stadium IIB, IIC dan III. SJL jarang menyebar ke kelenjar getah bening ( < 10% ) dan jika terdapat penyebaran maka akan masuk dalam kelompok IVA ; sedangkan adanya penyebaran jauh masuk kedalam stadium IVB. IV.1.1 Klasifikasi TNM ( UICC/AJCC, 2002 ) TX : Tumor primer tidak dapat dinilai T0 : Tidak terdapat tumor primer T1 : Ukuran tumor < 5 cm pada dimensi yang terbesar
88
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
T2 : Ukuran tumor > 5 cm pada dimensi yang terbesar NX: KGB regional tidak dapat dinilai N0 : Metastasis KGB (-) N1 : Metastasis KGB (+) MX : Metastasis jauh tidapat dinilai M1 : Metastasis jauh (-) M1 : Matastasis jauh (+) IV.1.2 Kalsifikasi TNM dan Stadium ( UICC / AJCC, 2002 )
Stadium IA
G1 T1a N0 M0
well / moderate grade ,
G1 T1b N0 M0
< 5 cm
G2 T1a N0 M0
superficial / deep
G2 T1b N0 M0 Stadium IB Stadium IIA
Stadium IIB
G1 T2a N0 M0
well / moderate grade,
G2 T2a N0 M0
> 5 cm, superficial
G1 T2b N0 M0
well / moderate grade,
G2 T2b N0 M0
> 5 cm, deep
G3 T1a N0 M0
high grade, < 5 cm ,
G3 T1b N0 M0
superficial / deep
G4 T1a N0 M0 G4 T1b N0 M0
Stadium IIC Stadium III Stadium IV
G3 T2a N0 M0
high grade, > 5 cm,
G4 T2a N0 M0
superficial
G3 T2b N0 M0
high grade, > 5 cm, deep
G4 T2b N0 M0 Any G Any T N1 M0
Tidak dipengaruhi G dan T,
Any G Any T N0 M1
meta KGB dan organ jauh
IV.2 Prosedur penentuan stadium Ekstensi dari tumor primer dapat dinilai dengan melakukan pemeriksaan non-invasif dan tergantung dari lokasi tumor. Direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan CT-Scan dan MRI. Dengan MRI dapat dinilai gambaran koronal, sagital dan transaksial. Tambahan zat kontras akan dapat dibedakan dengan jelas struktur otot dan pembuluh darah. Dengan indikasi klinis tertentu dapat dilakukan pemeriksaan angiography dan scan tulang.
89
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tingginya frekwensi metastasis paru serta dengan indikasi tertentu perlu melakukan operasi pada paru, maka dianjurkan secara rutin pemeriksaan photo toraks dan scan paru. V. TERAPI
a. Assessment : •
Konfirmasi Dx/ histopatologik
•
Tentukan stadium klinik dan resektabilitas / kurabilitas
•
Modalitas pengobatan : tunggal atau kombinasi
•
Kombinasi kemoterapi dan radiasi jelaskan tujuannya : Adjuvant ; neo-
adjuvant ; paliatif •
Tindakan rehabilitasi akibat operasi : op. rekonstruksi
•
Informasi yang jelas untuk persetujuan pasien
b. Modalitas : 1. Bedah : dengan prinsip “ radical wide excision “ Evaluasi
: - Intra lesion - Eksisi marginal
- Eksisi luas - Eksisi kuratif (NB : masuk dalam penilaian patologi) Standar operasi : sesuai protokol dari grup Jepang ( The Surgical Society
for Musculoskeletal Sarcoma) 2. Radiasi 3. Khemoterapi
Pengobatan / terapi bedasarkan stadium dan derajat keganasan Stad. IA, IB, IIA
# Bedah : eksisi luas radikal
Potensi kambuh lokal
Low grade (1 dan 2)
# Eksisi luas + pre / post bedah radiasi
kecil Khemotherapi
# Tu. tidak resektabel : radiasi pra
tidak
diberikan
bedah + pembedahan + radiasi pasca bedah # Tu. retroperitoneum / trunk dan L&K : Eksisi luas + radiasi Radiasi pra bedah + eksisi luas
90
Wide margin sulit -
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Stad IIB, IIC, III
# Bedah : eksisi luas radikal
Potensi kambuh besar
High grade
# Tumor > 5 cm : kombinasi radiasi
Th/ kombinasi dengan radiasi + kemoterapi
# Tu. tidak resektabel : radiasi pra bedah
Mencegah amputasi
+ pembedahan # Keadaan tertentu : radiasi + khemoterapi pra bedah + bedah + radiasi Stad. IV N1
# Eksisi luas radikal + limphadenektomi (jika N+) + dengan / tanpa radiasi # Bedah + Radiasi (pre atau pasca bedah) # Dipertimbangan khemoterapi
M1 # Eksisi luas radikal + radiasi Reseksi lesi metastasis dapat dilakukan dengan kriteria tertentu. - reseksi dengan batas sayatan (-) - lesi resektabel dengan batas sayatan tidak adekewat : radiasi - lesi tidak resektabel : th/ kombinasi radiasi dan khemoterapi - lesi retropert./ badan dan H&L : bedah + khemoterapi + radiasi # Untuk tujuan paliatif diberikan terapi kombinasi khemoterapi: - CYVADIC - Ifos + Doxo + Mesna
91
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Sarkoma dengan kekambuhan / rekuren 1. Kekambuhan lokal a. Kekambuhan dengan tumor resektabel : -
Diperlakukan sama dengan kasus primer
-
Ditambah terapi adjuvant + ( modalitas non bedah )
b. Kekambuhan dengan tumor tidak resektabel : -
Diperlakukan
sama
dengan
lesi
tumor
tidak
-
Jika respons terapi (-), tujuan pengobatan adalah paliatif
resektabel
2 Kekambuhan berupa metastasis jauh -
Modalitas khemo dan radiasi
VI. PROGNOSIS Angka kekambuhan
lokal (disease free
interval) cukup tinggi
dan
berhubungan dengan beberapa faktor yaitu :
•
-
Ukuran tumor > 5 cm
-
Grading histologi tinggi
-
Lokasi tumor yang dalam ( deep ) dan proksimal
Pada kasus yang pernah kambuh lokal, mempunyai resiko besar terjadinya metastasis jauh.
Catatan : •
Pemeriksaan immunohistokimia yang dihubungkan dengan faktor prognostik masih dalam penelitian antara lain : Ki67, p53, mdm2, p21, p16,
p27 dan apoptosis VII. FOLLOW UP
Waktu
Pemeriksaan
bulan ke 3
Pem. fisik
bulan ke 6
Pem. fisik, Ro. toraks dan CT-scan
bulan ke 12
Pem. fisik, Ro. toraks, Darah rutin, CT-Scan, USG hati
VIII. FORMULIR REGISTRASI Dalam upaya
melakukan registrasi kanker perlu dipersiapkan
perumusan data yang perlu dicatat pada formulir khusus penderita SJL.
92
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Data tersebut meliputi : -
Identifikasi penderita
-
Data klinik
-
Dx/
-
Data modalitas terapi ( pra bedah dan pasca bedah )
-
Data prosedur pembedahan beserta jarak batas sayatan dengan referensi dari “ The Surgical Society for Musculoskeletal Sarkoma “, Jepang.
-
Data kekambuhan lokal dan metastasis jauh.
-
Komplikasi
DAFTAR PUSTAKA 1. Fleming I D, Cooper JS, Henson D E, Hutter R V P, Kennedy B J, Murphy G P, O’ Sullivan B, Sobin L H, Yarbro J W(ed), AJCC Cancer Staging Manual, 5 th ed, Philadelphia, Lippincott-Raven, 1997, 149-156 2. Sobin L H & Wittekind Ch (ed), TNM Classification of Malignant Tumours, 6 th ed, New York, W illey-Liss, 2002, 114-118 3. Brennan M F, Alektiar K M, Maki R G, Soft Tissue Sarcoma, in DeVita Jr V T, Hellman S, Rossenberg S A (ed), Cancer Principles & Practice of Oncology, 6 th ed, Philadelphia, Lippincott-Raven 2001, 1841-1890 4. Pollock R E (guest ed), Emerging Perspectives in Soft Tissue Sarcoma, Surg Oncol Clin N Am 12 (2003) 5. Scaife C L, Pisters P W T, Combined-Modality Treatment of Localized Soft Tissue Sarcomas of the Extremities, Surg Oncol Clin N Am 2003; 12: 355-367 6. Feig B W, Retroperitoneal Sarcomas, Surg Oncol Clin N Am 2003; 12: 369-377 7. Potter B O, Sturgis E M, Sarcomas of the Head and Neck, Surg Oncol Clin N Am 2003; 12: 379-417
93
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BEDAH THORAK
TRAUMA TORAKS , PNEUMOTORAKS, HEMATOTORAK S, PATAH TULANG IGA BATASAN Semua keadaan rudapaksa pada toraks dan dinding toraks, baik trauma/rudapaksa tajam maupun tumpul. Trauma pada toraks baik tajam maupun tumpul.
PATOFISIOLOGI 1. Perdarahan jaringan interstium,perdarahan intra alveolar, diikuti kolaps kapiler-kapiler kecil dan atelektasis, sehingga tahanan perifer pembuluh paru naik, tekanan darah turun menyebabkan pertukaran gas berkurang 2. Sekret terkumpul karena batuk kurang 3. Terjadi kompresi
GEJ ALA KLINIS 1. Sesak nafas, bagian lesi tertinggal 2. Nyeri , nafas cepat dan pendek 3. Ada jejas atau trauma 4. Emfisema kutis
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. X-foto toraks 2 arah (PA/AP dan Lat) 2. Diagnosis fisik paru
DIAGNOSIS BANDING Sesak non-trauma : asma
PENYULIT 1. Atelektasis paru 2. Pneumotoraks, hematotoraks 3. “ Tension Pneumotoraks “ ( Ventiel ) 4. “ Flail Chest “
94
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PENATALAKSANAAN 1. Fiksasi kosta yang patah, dengan clip atau wire tutup luka primer pada trauma tajam 2. Analgetika 3. Lakukan X – foto control, lihat situasi dan diagnosis selanjutnya
95
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PNEUMOTORAKS, HEMATOTORAKS, PATAH TULANG IGA DAN FL AIL C HEST
BATASAN Pneumotoraks : Terdapatnya udara dalam rongga pleura sehingga paru kolaps
Hematotoraks : Terdapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak, dan juga ada tanda-tanda perdarahan.
Gabungan : Hemato-pneumotoraks
PATOFISIOLOGI 1. Karena tekanan negative infra pleura bila luka terbuka maka udara luar terhisap masuk ke rongga pleura ( “ sucking-wound” ) 2. Karena sifat elastis paru, maka paru akan kolaps 3. Karena sifat elastic dinding toraks, maka kurungan ini melesat kea rah luar 4. Karena ada trauma baik tajam maupun robekan akibat patah tulang rusuk, ada perdarahan, darah akan masuk ke rongga pleura, dengan atau tanpa pneumotaks
GEJ ALA KLINIS 1. Nyeri dada hebat 2. Dispneu / sesak nafas 3. Batuk, rasa takut 4. Dapat terjadi emfisema kutis
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Tampak hemitoraks ybs, diam 2. Perkusi : hipersonor (pneu),redup ( hemato ) 3. Auskultasi suara nafas menurun 4. X foto toraks
DIAGNOSIS BANDING Satus asmatikus
96
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KOMPLIKASI 1. Tension pneumotoraks, distress nafas 2. Pneumotoraks bilateral ( sesak hebat ) 3. ( lambat ) : emfisema
PENATALAKSANAAN 1. Ada pneumotoraks,hematotoraks pasang selang dada disambung dengan Continous Suction unit 2. Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan tarakotomi 3. Pada hematotoraks yang massif ( terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc ), segera torakotomi
Catatan tambahan/ resume : Indikasi melakukan drainase rongga toraks : 1. Pneumotoraks 2. Persiapan respirator 3. Persiapan pembiusan dengan intubasi endotrakeal 4. Pneumotoraks residif 5. Kombinasi dengan hematotoraks ( hemato-pneumotoraks ) 6. Hematotoraks 7. Pneumotoraks bilateral 8. Hematotoraks bilateral 9. “ Flail Chest “
97
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PATAH TULANG IGA
BATASAN Hilangnya kontiunitas jaringan tulang iga karena rudapaksa atau penyakit
GEJ ALA KLINIS 1. Deformitas 2. Nyeri tekan 3. Nyeri tekan sumbu 4. Kripitasi fragmen tulang yang patah, gerakan dada asimetris
DIAGNOSIS BANDING Kontusio muskulorum
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Radiologi : foto polos rongga dada PA/LAT untuk mengetahui kondisi tulang 2. Laboratorium : darah dan ECG untuk persiapan pembedahan
PE RAWATAN RUMAH SAKIT 1. Bila single tanpa penyulit tak perlu dirawat di rumah sakit 2. Bila multiple dan atau bila terdapat komplikasi atau flail chest perlu di rawat di rulah sakit, observasi dan terapi definitive
PEMERIKS AAN P A Khusus untuk fraktur patologis dan osteomyelitis
PENYULIT 1. Ruptur pleura parietalis dan empisema cutis 2. Ruptur jaringan paru 3. Pneumotoraks 4. Perdarahan dan Hematotoraks 5. Osteomyelitis
PENATALAKSANAAN Non bedah
: - Farmakologi obat-obat analgetika
98
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-
Non
Farmakologi
:
anesthesia
infiltrasi/blok
perawatan
konservatif Bedah
: Fiksasi internal daerah fraktur dengan “clip “, mini plate, wire dengan anestesi umum atau anestesi local. Syarat faktur tersebut jangan lebih dari 2 minggu.
DAFTAR P USTAKA : 1. Bonie, J : Management Of Emergencies in Thoracic Surgery.Century Crofts,New York,1992 2. Cohn,I.H.F,Doty D.B,Mc Elvein,R.B. : Decision Making in Cardiothoracic Surgery.B.C.Ducker Inc,Toronto,1987 3. Emerson,P : Thoracic Medicine,Butteworths & Co,(tk),1981 4. Puruhito : Pengantar Tindakan Bedah Akut pada Toraks,Airlangga University Press,Surabaya,1983 5. Richard,A.B.Kenneh,M.M Medicine,Asian
Ed.Little
:
manual
of
Brown
Co.Medical
Ltd,Tokyo,1985
99
Clinical
Problems Sciences
in
Pulmonary International
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
TUMOR PARU, TUMOR MEDIASTINUM, TUMOR DINDING TORAK S
TUMOR PARU BATASAN Yang dimaksud dengan tumor paru ialah pertumbuhan neoplastik pada paru baik jinak maupun ganas. Maligna : Primer
: A) Karsinoma B) Adenoma
Sekunder
: Tumor Mestastase
Benigna : Hamartoma, lipoma dan sebagainya
PATOFISIOLOGI 1. Perjalanan penyakit tergantung jenis dan tipe histopatologi, pola penyebaran lokalisasinya ( lihat klasifikasi WHO) 2. Pola pertumbuhan tumor dapat terjadi : a. Pertumbuhan
invasive
:
toraks,diafragma,esophagus,pericardium,vena
kea
rah cava
dinding
superior,pleksus
brakialis,ganglion stellatum,nervus frenicus,nervus rekurens. b. Metastase, ke luar paru secara : Limfogen ke hilus, mediastinum, parabronkial, supraklavikula Hematogen ke hepar, adrenal, otak, tulang dan ginjal Tumor metastase dapat berasal dari : mamma,prostat,tulang,otak,ginjal dan organ lain
GEJ ALA KLINIS 1. Hemoptoe,batuk kronis 2. Nyeri dada 3. Sesak nafas, “wheezing”. 4. Febris residif kausa ignota 5. Berat badan menurun 6. Gejala pneumonia ( obstruksi )
100
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Gejala metastase : •
Nyeri tulang, linu
•
Neurologis, sefalgia
•
Ikterik
•
Kaheksia
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Pemeriksaan laboratories,LFT 2. Roentgenologis : •
Toraks AP/Lat
•
Bronkoskopi
•
k.p.esofagografi,angiografi
•
RS Type – A : CT – scan, MRI
3. Histopatologis : biopsy 4. Sitologis : sputum, imprint 5. Staging : TNM, stadium I,II,III Karnovsky : 0 ( mati ) s/d 100 ( sehat )
DIAGNOSIS BANDING Tumor mediastinum
KOMPLIKASI Dari akibat gejala metastasenya atau besarnya tumor ( dating terlambat )
PENATALAKSANAAN 1. Pembedahan a. Stadium I : reseksi segmen, lobektomi b. Stadium II : lobektomi – diseksi hillus atau pneumonektomi c. Stadium III : pneumonektomi, reseksi kosta / dinding toraks d. Stadium IV : ( inoperable, kontraindikasi ) 2. Kontra-indikasi pembedahan : a. Test faal paru jelek b. Metastase jauh ke : pleksus, jantung, esophagus , vena kava superior
101
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
3. Radioterapi : Indikasi : a. Karsinoma anaplasik b. Sindroma Vena Kava Superior c. Residif setelah pembedahan d. Ada metastase jauh Kontraindikasi radioterapi a. Ada nekrosis tumor b. Pleuritis c. Infeksi 4. Terapi lain a. Kemoterapi b. Immunoterapi c. Kombinasi
102
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
TUMOR MEDIASTINUM
BATASAN Tumor mediastinum ialah pertumbuhan neoplastik dalam rongga medistinum, baik anterior, posterior, superior maupum inferior
PATOFISIOLOGI Massa menyebabkan penekanan atau obstruksi organ di dekatnya : 1. Ke vena kava superior : oedema bagian kepala/leher, sianosis, kolateral 2. Ke traktus respiratorius : batuk kering, dispneu 3. Ke system saraf : neuralgia interkostal, sindroma homer, paralisis frenikus 4. Ke traktus gastro-intestinal : disfagia 5. Ke system kardiovaskuler : disritmia, angina pectoris
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Umumnya secara kebetulan waktu dibuat X – foto toraks 2. CT-Scan 3. Bronkospi 4. Angiografi, Ekokardiografi
DIAGNOSIS BANDING Tumor paru Predileksi dari lokalisasi tumor : Anterior
Posterior
Inferior/Tengah
Superior
Tinoma
Neurinoma
Kista-bronkogen
Struma
Teratoma
Limfoma
Limfoma
Timoma
Struma
Aneurisma
Aneurisma
PENATALAKSANAAN Pembedahan untuk ekstirpasi tumor : struma,timoma,neurinoma,kista-bronkogen melalui thorakotomi atau stemotomi Limfoma : condong ke radioterapI
103
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
TUMOR DINDING TORAKS
BATASAN Tumor dinding toraks ialah pertumbuhan neoplastik pada dinding toraks yang bukan berasal dari kulit
PATOFTSIOLOGI Dapat berasal dari tulang iga atau sternum
GEJ ALA KLINIS Benjolan nyeri tanda-tanda radang dengan atau tanpa patah tulang
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Roentgenologis : evaluasi pleura atau medistinum 2. Punksi percobaab 3. CT-Scan toraks
DIAGNOSIS BANDING 1. Infeksi banal jaringan lunak 2. Perikondritis tbc
KOMPLIKASI 1. Pneumotoraks, Piotharaks 2. Hambatan obstruksi nafas
PENATALAKSANAAN Pembedahan 1. Benigna : eksisi 2. Maligna : radiasi pra-bedah,eksisi luas,reseksi iga
DAFTAR P USTAKA 1. Burnette W : Clinical Science for Surgeons.Butterworths & Co.(tk),1981 2. Cohn,L.H.Doty,D.B.McElvein,R.B : Decision Making in Cardiothoracic Surgery B.C.Decker Inc,Toronto,1987 3. Emerson P : Thoracic Medicine,Butterworth & Co (tk)1981 4. Puruhito: Indikasi Pembedahan Pada Karsinoma Bronchogenik, Airlangga University Press,Surabaya 1982
104
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
VARISES TUNGKAI
BATASAN Varises tungkai ialah memanjangnya, berkelok-kelok dan pembesaran dari vena di tungkai. Jenis/pembagian 1. Vaeises trunkal 2. Varises retikularis 3. Varises kapilaris
PATOFISIOLOGI Terdapat inkompetensi dari katub vena, hingga terdapat “ reversal flow” atau aliran balik dalam pembuluh vena, lalu mengembang dan berkelok, menimbulkan pula rasa nyeri/kemeng Inkompetensi katub dapat terjadi pada : 1. VV perforantes 2. VV komunitas
→
→
varises trunkal
varises retikulasi et kapilaris
Hormonal berpengaruh pada timbulnya keluhan primer ( alfa reseptor otot polos, dinding vena ) dan kekuatan memompa m gastroknemius mempengaruhi arah aliran darah balik.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS Terdapat 4 stadium klinis : 1. Stadium I
:
keluhan
tidak
spesifik,kemeng,
gringgingen, kesemutan dan
linu,
“
reslessleg
“,
sebgainya
2. Stadium H
: Fleboekstasia
3. Stadium IH
: Varises sesungguhnya, keluhan jelas
4. Stadium IV
: “ Chronic Venous Insufficiency “ ada ulkus-varikosum,
kelainan trofik
KOMPLIKASI 1. Perdarahan Varises yang pecah 2. Tromboflebitis akut / kronis 3. Selulitis,gangrene
105
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PENATALAKSANAAN 1. Pembedahan :
Striping
varices,
ligasi
W
komunikasi,
ligasi
W.Perforantes,ekstraksi vena ( Babcock ), pada : a. Varises trunkal St II – III b. Varises retikularis St III 2. Pembedahan dengan eksis ulkus dan thiersch pada Stadium IV 3. Skleroterapi dilakukan pada : a. Varises kapilaris b. Varises retikularis St – II 4. Terapi konservatif berupa : a. Pemasangan bebat elastic pada tungkai, pemakaian kaos kaki elastic pada tungkai, pemakaian sepatu bertumit tinggi b. Obat-obat vasoaktif
Catatan : tes klinis yang dipakai untuk evaluasi : 1. Tes Trendelenburg a. Penderita tidur tungkai dikosongkan dengan menaikkan ke atas, kalau perlu dengan “massage “ b. Setelah kosong pemeriksa menahan daerah inguinal, atau dipasang tornklet pada paha c. Penderita disuruh berdiri d. Pada insufisiensi ringan : vena terisi lebih dari 45 detik e. Bila setelah berdiri, cepat ( kurang dari 10 detik ) terisi kembali dari bawah/distal berarti ada kebocoran pada komunitas “ Tes Trendelenburg I positif “ ( infusiensi komunitas ) f.
Ikatan bias diturunkan pada titik di bawah sehingga dapat diketahui V.komunikans mana yang insufisiensi
g. Diulangi prosedur seperti pada A tetapi setelah penderita berdiri, langsung lepas tahanan tersebut : bila terlihat pengisian vena dari proximal ke distal ada “ reversal flow “, TrendelenburgII positif ( insufisiensi superfisialis ) Normal : waktu dilepas vena terisi dari bawah dan lambat lebih dari 15 detik
2. Tes Perthes a. Penderita berdiri, bagian inguinal diikat sedang b. Penderita kemudian diminta berdiri lari di tempat atau jongkok berdiri berulang
106
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
c. Bila : -
Varises makin mengempis, maka system profunda masih baik, aliran darah varises dipompa masuk ke system profunda : Tes Perthes Negatif
-
Varises makin tegang dan penderita lebih nyeri hebat, amaka berarti system profunda juga tertutup (DVT) : Tes Perthes Positif
DAFTAR P USTAKA 1. Dale,Andrew,W.Management of Vascular Surgical Problem. Mc-Graw Hill Book Co (tk) 1985 2. Puruhito,Beberapa Aspek dari Varises Tungkai dan Cara-cara Pengobatannya Bag1 Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,Surabaya 1981 3. Puruhito : Pengantar Bedah Vuskulus,Airlangga University Press,1987
107
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PENYAKIT ARTERIA P ERIFER
BATASAN Penyakit Arteria Perifer ialah kelainan arteria yang mengakibatkan gejala-gejala akral hipovaskularisasi yang ditimbulkannya : gejala-gejala akral tersebut bukan karena proses degenerative / organic.
PATOFISIOLOGI Dasar utama penyakit adalah arteritis arteria perifer non spesifik, yang bersifat angioneuropati dan terjadi pada orang muda. Sifat khusus tidak melampaui stadia menurut Fontaine, dan langsung berupa gejala yang sepadan dengan FontaineStadium IV, berupa nekrosis gangrene, akral dingin, prestasi dan kelainan trofik. Nyeri akral hebat karena arteritisnya.
Ateritis : adalah proses keradangan / inflamasi dari dinding arteri, yang menyebabkan penebalan dari dinding dan juga akan member sumbatan arteria yang kronis. Jadi merupakan proses keradangan – obliteratif, yang umumnya menyerang penderita-penderita muda. “WINI-WARTER-BUERGER “ atau Thrombendangitis-Obliterans “ Termasuk pula dalam katagori ini adalah penyakit-penyakit kolagen misalnya : 1. “ Giant-cell arteritis “ 2. Periarteritis nodosa 3. Lupus eritematosus Golongan penyakit ini umumnya menyerang arteria-arteria kecil dan menimbulkan sumbatan dan mikro – aneurisma. Salah satu bentuk lain daripada arteritis ini adalah apa yang disebut sebagai “ arteritis non spesifik “’ yang menyerang arteria-arteria besar. Bentuk-bentuk yang dikenal terdapat pembagian geografis yang jelas, yaitu terutama di benua Asia dan Amerika Latin. Yang dikenal dalam golongan arteritis non – spesifik ini adalah : 1. Penyakit “ Takayashu “, yaitu sumbatan pada awal dari percabangan supraaortal 2. Eosinofil-arteritis yang menyerang aorta,arteria iliaka dan arteria besar lainnya. 3. “ Inflammatory-arteriorsclerosis “ (LINDER - DOERR) proses arteriosklerosis pada umur muda belia.
108
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Sebagai patogenesis dari golongan penyakit ini, umumnya disepakati bahwa masih belum jelas etiologinya. Salah satu factor kuat dari etiologi, adalah sering disebut adanya factor “ rokok “, karena sering terdapatnya penyakit ini pada perokok berat. Bagaimana mekanisme nikotin atau rokok tersebut membentuk proses arteriitis, masih belum jelas.
GEJ ALA Nyeri hebat dengan tanda-tanda cepat nekrosis ujung jari/akral,gangrene. Omset kurang dari 6 bulan. Posisi tungka / lengan fleksi Ada hubungan dengan habitus merokok banyak Penderita umur muda, kurang dari 35 tahun. Seperti yang telah dikemukakanpada cara0cara diagnostic, pemeriksaan melalui anamnesis,inspeksi,plapasi dan auskultasi tetap harus dilakukan. Dari anamnesis, perlu ditanyakan tentang timbulnya rasa nyeri tadi : 1. Nyeri waktu bekerja/berjalan/olah raga 2. Yang hilang bila beristirahat Merupakan tanda adanya sumbatan / stenose pembuluh arteria Perjalanan penyakit menentukan pula apakah proses tersebut bersifat : 1. Degenerative 2. Obliteratif 3. Akut 4. Semi-akut (it is) Pada proses yang degenaritif obliteratif, meke perjalanan penyakit secara kronologis dapat menuruti pola tertentu, ayng oleh Fontaine disusun menurut urutan : Skema suatu rekonstruksi arteri perifer ( femoralis-poplitea) berupa Bypass Vena, pada sumbatan arteria karena proses arteriosklerosis Stadium I
: keluhan non spesifik, seperti gringgingen, nyeri-nyeri ringan dan lain
sebagainya Stadium II
: Nyeri waktu bekerja/berjalan, hilang bila berhenti ( claudicatio
intermittens ) Stadium III
: Nyeri bila diam (rest-pain), yang menunjukkan mulainya proses
inrreversibel Stadium IV
: kerusakan jaringan berupa nekrose atau gangrene
109
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Pada proses yang berjalan cepat, (akut,atis) maka kejadian yang bersifat kronologis tadi umumnya tidak terdapat, karena mekanisme kompensasi oleh sirkulasi kollateral belum sempat terjadi. Pada adanya factor-faktor resiko : rokok,hipertensi,diabetes dan lain sebagainya ,anamnesis perlu diarahkan lebih teliti.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Rabaan pulsasi arteri ada tapi agak berkurang, akral dingin,luka nyeri 2. Pulsasi arteria sentral/proksimal ada 3. Arteriografi : gambaran “ ular” den arteria halus Pencatatan (registrasi) dari pendapatan pemeriksaan klinis ini harus dicantumkan setiap kali penderita dating, untuk ini diperlukan beberapa formulir khusus untuk menolong mempercepat pencatatan, selain itu memberikan pula konsistensi dan terpadunya hasil pemeriksaan. Sebagai ketentuan umum, maka pencatatan hasil palpasi dilakukan sebagai berikut : Extrenitas bawah
Extrenitas
atas Kanan
Kiri
Kanan
a.femoralis
a.axillaris
a.poplitea
a.cubiti
a.dor-pedis
a.radialis
a.tib-post
a.ulnaris
Kiri
Kualitas pulsasi dinyatakan dengan tanda : (+) untuk teraba baik ( ) untuk perabaan pulsasi yang berkurang ( dibandingkan dengan sisi lain ) ( - ) untuk tak terabanya pulsasi
DIAGNOSIS BANDING 1. Arteriosklerosis obliterans 2. Penyakit Kollagen pembuluh darah ( lupus eritematosus, periarteritis nodosa 3. Skleroderma 4. Angiopati diabetikum
PENATALAKSANAAN Pembedahan bersifat paliatif (simpatektomi),konservatif (nekrotomi ) ; obat-obat, hygiene akral
110
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR P USTAKA 1. Hershley,FB.Colmann,C.H. : Atlas of Vaskular Surgery,CV Mosby, Co,1973 2. Puruhito : Pengantar Bedah Vaskulus,Airlangga University Press 1987 3. Rutherford,RB : Vascular Surgery.WB .Saunders Co, 1984
111
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
TROBOFL EBITIS AKUTA
BATASAN Toromboflebitis akuta ialah suatu infeksi akut pembuluh darah vena yang disertai terbentuknya thrombus
PATOGENESIS 1. Pada keadaan vena yang normal / tidak ada kelainan sebelumnya maka dapat terjadi suatu thrombosis karena sebab-sebab luar, misahnya trauma, kelelahan pasca bedah, adanya malignitas (karsinoma), yang terjadi hanya pada salah satu segmen vena.Trombosis ini mengadakan reaksi radang local pada dinding vena. Dalam hal ini,terjadinya thrombosis adalah menganut postulat yang disebutkan oleh Virchow yaitu adanya perlambatan aliran darah, kelainan dinding pembuluh darah dan keadaan hiperkoagulabilitis .” ( Trias Virchow)”. 2. Pada Vena yang sebelumnya terdapat venaektasia atau varises, maka terdapatnya turbulensi darah pada kantong-kantong vena di sekitar klep (katup) vena merangsang terjadinya thrombosis primer, tanpa disertai reaksi radang primer, yang kemudian karena factor local, daerah yang ada trombusnya tersebut mendapat radang. Menipisnya dinding vena karena adanya varises sebelumnya, mempercepat proses keradangan. Dalam keadaan ini, maka dua factor utama kelainan dinding vena dan melambatnya aliran darah, menjadi sebab penting dari terjadinya tromboflebitis. 3. Beberapa sebab khusus karena rangsangan langsung pada vena dapat menimbulkan keadaan ini. Umumnya pemberian infuse ( di lengan atau tungkai ) dalam jangka waktu lebih dari 2 hari pada tempat sama atau pemberian obat yang irritant secara intra – venous. Banyak pendapat yang menyatu tentang penggunaan kontrasepsi peroral, yang dihubungkan dengan terjadinya tromboemboli. Kelainan jantung yang secara hemodinamik menyebabkan kelainan pula pada system aliran vena juga keadaan-keadaan dehidrasi berat ( hemokonsentrasi ), koagulasi intravasal yang meluas ( D.I.C ) ataupun infeksi sistemik dapat menimbulkan rangsangan untuk patogenesis ini. Juga tumor-tumor intra abdominal, umumnya di daerah rongga panggul yang memberikan hambatan aliran vena ekstanitas bawah, hingga terjadi rangsangan pada segmen vena di tungkai.
112
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
GEJ ALA KLINIS Penderita umumnya mengeluh spontan terjadinya nyeri di daerah vena, yang nyeri tekan kulit di sekitarnya kemerahan dan panas, juga dinyatakan adanya oedema atau pembengkakan agak luas, nyeri bila berjalan atau menggerakkan lengan, juga pada gerakan – gerakan otot tertentu Pada kasus-kasus yang agak berat, dapat terjadi keadaan seperti gambaran eripelas, tetapi biasanya terbatas pada satu bagian ekstremitas. Pada perabaab, selain nyeri tekan, diraba pula pengerasan dari jalus vena tersebut , pada tempattempat di mana terdapat katub vena, kadang-kadang diraba fluktuasi,sebagai tanda adanya hambatan aliran vena dan mengembangnya vena di daerah katub. Fluktuasi ini dapat pula terjadi karena pembentukan abses. Febris dapat terjadi pada penderita-penderita ini, tetapi biasanya pada orang dewasa hanya dirasakan sebagai “ sumer “ (jawa) atau malaise.
PENATALAKSANAAN Bila menghadapi keadaan-keadaan tersebut, maka setelah benar-benar dapat disipulkan terhadapnya flebitis vena superficialis, terapi dapat dilakukan dengan pola sebagai beriku : 1. Penderita diminta tiduran, lokalisasi flebitis ditentukan dengan pasti dan diraba di mana pengerasan dan nyeri tekan. Tempat tersebut dilakukan desinfeksi dengan alcohol atau disinfektans lainnya (antiseptic). 2. Disiapkan sebuah skalpet/bisturi tajam (bisturi streril No.11 tanpa pegangan), beberapa kasa steril. 3. Dengan tuntunan dua jari di sekitar vena yang mengeras tadi, dilakukan insisi pendek dengan skapel tersebut, cepat dan singkat sedalam kulit sampai vena, dan vena dipijat dengan dua jari,thrombus atau darah vena yang mengental dikeluarkan, kalau perlu dengan mengurut kea rah lubang insisi. 4. Bila perlu, dilakukan lagi insisi pada tempat-tempat lain di mana masih teraba pengerasan. Dengan insisi yang cepat dan singkat ini rasa nyeri hanya dirasakan seperti penyuntikan biasa ; sebaiknya dipakai disposibel. 5. Setelah selesai, tempat-tempat insisi kasa alkohol dan ekstremitas yang bersangkutan dibebat dengan elastic dari arah distal. Bebat ini dipertahankan paling sedikit 24 jam. 6. Obat-obat yang paling baik member keringanan gejala adalah golongan phenylbutason atau derivatnya, dapat diberikan : Perinjeksi, pada saat itu, dosis satu kali, disusul pemberian per-oral selama 5-7 hari
113
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Pada keadaan ringan cukup pemberian per-oral saja Umumnya pemberian antibiotik tidak diperlukan kecuali bila terdapat abses atau radang septic setempat. Antibiotik diberikan hanya bila faktor penyebabnya adalah peradapan di lain tempat ( lihat : hal “Patogenesis “ ). Penderita dapat dipulangkan dan dirawat ambulatoir control poliklinis pada hari berikutnya / seterusnya melihat keadaan. Catatan : Pada flebitis ringan setelah pemberian infuse lama yaitu bila ada kemarahan ringan pada jalur vena yang bekas diinfus, maka dapat diberikan pengobatan konservatif dengan : -
Kompres alcohol ( bila penderita dirawat di RS )
-
Salep / jelly yang mengandung antikoagulansia
Kompres boorwater umumnya tidak memberikan pertolongan.
KE ADAAN-KE ADAAN KHUSUS TROMBOFLE BITIS I. FLEBITISMIGRANS Suatu keadaan yang menyangkut reaksi menyeluruh dari system vena karena berbagai etiologi yang menimbulkan gangguan dari vena. Penyakit yang umumnya berkaitan dengan gejala ini : 1. Fase awal dari “thrombendangitis obliterans “ (penyakit Winiwarter Buerger ). 2. Reaksi allergi ( keadaan yang lebih dari gatal-gatal ) 3. Adanya malignitis ( gejala adanya penyebaran hematogen ) 4. Lupus eritematous diseminatus ( jarang dijumpai ) Klinis flebitis migrans ditandai dengan timbulnya gejala-gejala flebitis itu satu segmen vena yang menghilang sendiri dengan meninggalkan bercak hitam / kecoklatan dari jalur vena tersebut. Beberapa hari timbul lagi pada daerah vena yang lain yang lain, biasanya pada ekstremitas yang sama lagi. Lebih banyak terjadi pada laki-laki setengah umur. Dapat disertai dengan serangan febris atau menggigil. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan LED yang meningkat, hitung deferensial yang “ shift to the left “ dan relative terdapat leucopenia.
II.TROMBOFLEBITIS SEPTIK Yaitugejala-gejala tromboflebitis yang disertai pembentukan abses atau nanah pada tempat radang dan penyebaran secara hematogen. Timbul gejala-gejala sepsis + febris, menggigil dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Dalam menghadapi kasus seperti ini, diperlukan perawatan spesifik/khusus dari berbagai segi :
114
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
pemberian infuse / cairan, antibiotic dosis tinggi, kortikosteroid dan cara-cara pengobatan sepsis lainnya. Insisi setempat di daerah abses tetap harus dilakukan.
III.THROMBOFLEBITIS VENA-VENA DALAM “ ( Deep Vein Thrombophlebitis ) =DVT ) “ Yaitu keadaan flebitis dari vena – vena daerah panggul yaitu vena femoralis profunda, vena iliaka ekterna dan vena illiaka komunis .Biasanya terdapat pada satu sisi. Klinis ditandai dengan terjadinya Oedema tungkai secara cepat dengan ketegangan dan nyeri hebat. Tungkai membengkak sampai daerah inguinal, kemarahan, tidak dapat digerakkkan atau sangat sukar dibengkokkan. Penderita umumnya diliputi rasa takut hebat.Pada pemeriksaanpulsasi nadi arteri, teraba denyut yang baik dari arteri perifer. Hal ini penting untuk menyingkirkan kemungkinan terdapatnya emboli arteri akut. Pemeriksaan khusus dengan melakukan termografi, flebografi “ Ultrasonic-Echo “ dan lain sebagainya , umumnya sulit dilakukan di Indonesia atau Rumah Sakit biasa, padahal terapi harus segera dilakukan. Penundaan tindakan pengobatan dapat merugikan ekstremitas yang terkena.
DAFTAR PUSTAKA 1. Herley,FB,Colman,C.H : Atlas of Vasculary Surgery.C.V.Mosby,Co,1983 2. Puruhito : pengantar Bedah Vaskulus,Airlangga Inivasity Press,1987 3. Rutherford,R.B : Vascular Surgery W.B.Saunders Co,1984
115
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BEDAH DIGESTIF BATU EMPEDU ICD (K 80) BATASAN Terdapat batu di dalam kantong empedu. Dapat disertai batu saluran empedu.
PATOFISIOLOGI 80% batu empedu terdiri dari kolestreol. Kolesterol tidak larut dalam air. Kelarutan kolesterol di dalam cairan empedu dipengaruhi asam empedu dan fosfolipid. Bilamana karena suatu hal terjadi gangguan keseimbangan ini. Terjadi presipitasi kolesterol (empedu litogenik dan terbentuk batu empedu (segitiga “SMALL”. Epidemiologi penyakit batu empedu : 1. Lebih banyak dijumpai pada wanita dengan perbandingan 2:1 dengan pria
Female. 2. Lebih sering pada orang yang gemuk Fat. 3. Bertambah dengan tambahnya usia Forty. 4. Lebih banyak pada multipara Fertile. 5. Lebih banyak pada orang-p\orang dengan diet tinggi kalori dan obat-obatan tertentu Food. 6. Sering memberi gejala-gejala saluran cerna Flatulen.
GEJ ALA KLINIS Kurang lebih 10% penderita batu empedu bersifat asimtomatik. Gejala-gejala yang dapat timbul : 1. Nyeri (60%) : bersifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondrium kanan dan menjalar ke bahu kanan. Nyeri ini sering timbul karena rangsangan makanan berlemak. Nyeri dapat terus, bila terjadi penyumbatan atau keradangan. 2. Demam : timbul bila terjadi keradangan (kolesistisis/kolangitis). Disertai menggigil. 3. Ikterus : Ikterus obstruksi terjadi bila ada batu yang menyumbat saluran empedu utama (duktus hepatikus/koledukus). Dapat disertai gejala cholangitis. 4. Pemeriksaan fisik : bila terjadi penyumbatan-duktus sistikus atau kolesistisis dijumpai nyeri tekan hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita menarik napas dalam (MURPHY’S SIGN).
116
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Laboratorium Pada icterus obstruksi terjadi : a. Peningkatan kadar biliribun direk, kolesterol, alkali fosfatase, gamma glukoronil transferase dalam darah. b. Bilirubinuria c. Tinja akolis 2. Ultrasonografi 3. Pemeriksaan khusus pada icterus obstruksi a. Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC) b. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (FRCP) c. Computerized Tomography Scanning (CT Scan) d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
DIAGNOSA BANDING 1. Gastritis 2. Tukak peptic 3. Pankreatitits Pada icterus obstruksi 1. Kolangio karsinoma 2. Karsinoma pancreas (tanda Courvoisier) 3. Batu duktus koledokus
KOMPLIKASI 1. Kolelitiasis akut (80%) – Empyema (ICD K 80.0) 2. Ikterus obstruksi (20%) karena batu saluran empedu (ICD K 83.1) 3. Kolangitis (ICD K 83.0) 4. Ileus obstruksi karena batu (2%) 5. Degenerasi keganasan (1%)
PENATALAKSANAAN 1. Batu kanong empedu : Kolesistektomi (ICOPIM 5-511) 2. Disertai batu saluran empedu : kolesistektomi + koledokolitotomi (ICOPIM 5-513) + antibiotic terapi : sefalosporin generasi III 3. Disertai keradangan (kolesistitits / kolangitis) + antibiotic terapi : sefalosporin generasi III 3 x 1 gram/i.v + metronidazole 3 x 1 gram/hari i.v Sebagian besar tindakan bedah batu empedu dilakukan secara laparoskopik.
117
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR P USTAKA 1. Way LW. : Disease of the gallbladder & bile duct. Current surgical Diagnosis & Treatment, Appleton & Lange 1994, p.546 – 558. 2. Harris HW. : Biliary System, surgery Basic Science and Clinical Evidence ed. By Norton JA, Springer, Verlag, New York 2001 p. 553 – 581. 3. Namir Kathkouda : Advance Laparoscopic Surgery. Techniques and Tips, WB. Saunders Co, London 1998 p.26 – 34.
118
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PERITONITIS (ICD K 65) BATASAN Keradangan umum peritoneum (peritonitis generalisata)
PATOFISIOLOGI Peritonitis dapat primer atau sekunder karena keradangan / perforasi dalam abdomen
GEJ ALA KLINIS 1. Penderita panas disertai nyeri perut yang hebat 2. Adanya tanda-tanda syok dan dehidrasi
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS 1. Inspeksi : pernafasan perut tertinggal 2. Palpasi : nyeri tekan seluruh perut, defans muskuler 3. Perkusi : nyeri ketok seluruh perut, suara redup hati hilang (oleh karena ada pneumo peritoneum) 4. Auskultasi : suara bisisng usus hilang Foto
: foto polos perut (diafrgama) dan foto lateral tampak pneumo peritoneum
berupa gambaran udara di bawah diafragma di atas
hepar air sickle USG
: cairan bebas positif, kelainan organ (pancreas, hepar, kandung empedu, genetalia interna) akut abdomen yang lain
DIAGNOSA BANDING 1. Ileus obstruksi dengan strangulasi (invaginasi, volvulus, streng dll.) 2. Trombosis mesentrial
KOMPLIKASI 1. Septikemia 2. Multi organ failure
119
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PENATALAKSANAAN 1.
Infus – rehidrasi dengan ringer laktat kurang lebih 4 liter, dalam waktu 2-4 jam
2.
Sefalosporin generasi III / IV
Metronidazole 3.
Laparotomi a. Tindakan sesuai dengan kelainan primer b. Cuci rongga perut dengan larutan garam faali 3 – 4 liter bila perlu dapat pasang drain intraperitoneal c. Drain subfasial d. Sub kutan dan kulit dijahit situasi sekunder)
DAFTAR P USTAKA 1. Boey JH. : Acute secondary bacterial peritonitis in current Surgical Diagnosis & Treatment ed by Way LW.,Appleton and Lange 1994 p. 453-457. 2. Schecter WP. : Peritoneal and acute abdomen in surgery Basic Science and Clinical Evidence ed by Noton JA, springer, Verlag, New York 2001, p. 413-427 3. Solomkin IS. : Intra abdominal infection in Principel of Surgery ed. By Schwartz SL Mc Graw Hill 7 th ed.1999, pg. 1521-1546.
120
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ILEUS OBSTRUKSI (ICD K 56) BATASAN Gangguan pasase isi usus secara normal ke rectum karena hambatan ekstrinsik atau intrinsic, baik pada usus kecil maupun pada usus besar.
PATOFISIOLOGI Obstruksi usus menyebabkan reaktif hiperperistaltik, di tensi lumen usus oleh gas, cairan dan pertumbuhan kuman – kuman. Transudasi cairan ke dalam lumen usus menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan asam lambung dan klorida pada obstruksi daerah pilorus atau jejunum proksimal menyebabkan alkalosis metabolic. Metabolik asidosis terjadi pada obstruksi usus distal. Pada “close loop obstruction” dapat terjadi gangguan dan perforasi dari usus.
GEJ ALA KLINIS Kolik, borborygmi dan bising usus meningkat. Didapatkan kontur dan “steifung” disertai obstipasi dan distensi. Pada obstruksi proksimal muntah terjadi lebih dini, sedangkan pada obstruksi distal, muntah terjadi lebih lambat. Didapatkan dehidrasi dan febris. Bila obstruksi disertai dengan stangualasi, dirasakan nyeri hebat yang terlokalisir terus menerus dan keadaan umum yang cepat menurun. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan rectum kosong.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Foto polos abdomen dengan posisi tegak atau lateral decubitus tampak distensi usus proksimal dari hambatan dan fenomena anak tangga. 2. Pada volvulus sigmoid tampak sigmoid yang disertai berbentuk U terbalik. 3. Pada dugaan tumor colon dapat dibuat foto barium enema. 4. Enteroclysis. Penyebab ileus obstruksi yang paling sering dijumpai di Indonesia : 1. Hernia Inguinalis Inkarserata / hernia femoralis 2. Perlekatan streng 3. Keganasan usus besar 4. Pada anak-anak sering dijumpai kelainan kongenital 5. Kelainan lain adalah volvulus, invaginasi dan lain-lain.
121
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Pada ileus obstruksi perlu dibedakan antara yang tanpa strangulasi (simple) dan yang disertai strangulasi. Pada ileus disertai strangulasi perlu tindakan bedah segera.
DIAGNOSIS BANDING 1. Ileus Paralitik 2. Oklusi vascular usus akut
Macam
Nyeri Usus
Ileus Obstruksi simple
++
Obstruksi simple
+++
+++
(kolik)
rendah Obstruksi
++++
dengan
(terus
strangulasi
menerus,terlokalisir)
Paralitik
+
Obstruksi
++++
Muntah/
Bising Usus /
Borborigmi
Abdomen
+++
+
(kolik)
tinggi
Distensi
+ lambat fekal
Keterangan
Meningkat
-
Meningkat
-
Tak ++
vaskuler
+++
tentu,biasanya
+
meningkat ++++
+
Menurun
-
+++
+++
Menurun
+
PENYULIT Bila disertai strangulasi dapat terjadi gangrene usus. Cepatnya penegangan sangat menetukan prognoso penderita.
PENATALAKSANAAN 1. Dekompresi dengan pipa lambung 2.
Pemasangan
infus
untuk
koreksi
keseimbangan
dan
elektrolit
juga
keseimbangan asam basa 3. Koreksi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan sesuai dengan kelainan patologinya. 4. Antibiotik profilaksis dan terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya.
122
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR P USTAKA 1. Schwartz SI. : Principles of Surgery, 7 th ed, Mc Graw Hill, 1999, P.1054-61. 2. Way LW. : Current surgical Diagnosis and Treatment 10 th ed, Appleton Lange, 1994, p.610-18, 628-29, 640-43. 3. Hodin RS, Mathew JB : Small instentine in surgery Basic Science and Clinical Evidence, springer-Verlag, 2001, p.623-628.
123
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KARSINOMA ESOFAGUS (ICD C 15) BATASAN Keganasan esofagus
PATOFISIOLOGI Rokok dan alcohol merupakan factor resiko tinggi. Kelainan esofagus juga dapat merupakan pre malignan yaitu achalasia, esofagus refluks, perlukaan kaustik, sindroma Plummer Vinson, leukoplakia dan divertikel esofagus. 60% squamous cell carcinoma dan didistribusikan merata pada 1/3 atas, tengah dan bawah. 40% berupa adeno carcinoma di bagian distal esofagus.
GEJ ALA KLINIS 1. Disfagia progesif 2. Anemia karena perdarahan samar 3. Nyeri terjadi pada stadium lanjut
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS Barium intake Esofagoskopi CT Scan untuk staging Endoultra sonografi Stadium T1
Tumor invades lamina propria or sub mucosa
T2
Tumor invades mulcularis propria
T3
Tumor invades adventitia
T4
Tumor invades adjacent structures
N0
No regional lymphonode metastases
N1
Regional lymphonode metastases
M0
No distant metastases
M1
Distant metastases
DIAGNOSIS BANDING 1. Achalasia 2. Esofagus refluks dengan stenosis esofagus 3. Striktura esofagus kaustik
124
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PENATALAKSANAAN Stadium dini
: reseksi esofagus
Stadium lanjut
: reseksi paliatif By pass esofago gastrostomi Endoprosthesis Gastrostomi
Radiasi Chemoteraphy
DAFTAR P USTAKA 1. Pellegrini CA : Carcinoma of the esofagus in current Surgical Diagnosis and Treatment, Appleton and Lange 1th ed 1994, p. 234-437. 2. Smith CD : Malignant esofagheal tumor in surgery Basic Science and Clinical Evidence ed by Norton JA, Springer – Verlag, 2001, p.478-481. 3. Pearson FG : Esophageal Cancer in Esophageal Surgery ed by Pearson FG, Churchill Livingstone 1995, p.539-628. 4. Peters JH and De Meester TR : Carcinoma of the esophagus in Principles Surgery ed by Schwartz SL Mc Graw Hill 7 th ed, New York 1999, p. 11371152. 5. Hermanek P,TNM Atlas (ACC) 7 th ed, Springer – Verlag, Paris, 1998, p. 7182.
125
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KARSINOMA HEPATOSELULER (ICD C 22) BATASAN Keganasan sel hepar
PATOFISIOLOGI Terjadi hepatitis B dan C kronis aktif (HBV dan HVC) dan sirosis hepatic. KHS terjadi juga karena aflatoksin dari jamur-jamur aspergillus dan kanan yang karsinogenik. Terjadi juga karena sterois.
GEJ ALA KLINIS 1. Tidak ada gejala klinis spesifik pada stadium dini. 2. Pada stadium lanjut terdapat tumor abdomen kwardan kanan atas. 3. Nyeri timbul pada stadium lanjut. 4. Ikterus terjadi pada sepertiga kasus
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS Diagnosis dini dapat ditentukan bila pada penderita hepatitits kronis aktif B dan C atau penderita serosis hepatic dilakukan pemeriksaan alfa feto protein dan USG secara berkala. Diagnosis dibuat ultrasonografi, CT Scan kontras dan biopsy jarum. Laboratorium : alfa feto protein meningkat. 75% dari penderita didapatkan HbsAg atau HCV positif Angiografi dan sekalian pemberian kemoterapi dan embolisasi (Sandwich) dapat dilakukan sebagai terapi pra bedah.
Stadium T1
Solitary < 2 cm, without vascular invasion
T2
Solitary < 2 cm, with vascular invasion Multiple, one lobe, < 2 cm without vascular invasion Solitary > 2 cm, with vascular invasion
T3
Solitary > 2 cm, with vascular invasion Multiple one lobe < 2 cm with vascular invasion Multiple one lobe > 2 cm with or without vascular invasion
T4
Multiple > one lobe Invasion of major branch of aorta portal or hepatic veins
N1
Regional lymph node metastase (hepato-duodenal ligament)
M1
Distant metastasis
126
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DIAGNOSIS BANDING 1. Cholangio carcinoma 2. Hepatoblastoma pada anak 3. Metastase organ lain Komplikasi 1. Perdarahan spontan dari rupture tumor 2. Hipertensi portal
PENATALAKSANAAN Stadium dini
: hepatektomi cara Sandwich Suntikan ethanol 95%
Stadium lanjut : embolisasi dan kemoterapi
DAFTAR P USTAKA 1. Way LW : Primary liver cancer in current Surgical Diagnosis & Treatment, 1994, p.510-513. 2. Schwartz SI : Malignant liver tumors in Principles of surgery ed by Schwartz 7
th
ed, Mc Graw Hill 1999, p.1409 – 1415. 3. Alan Hening and Steven Golligher : Hepatocellular carcinoma in Surgery Basic Science and Clinical Evidenc ed Norton JA, p.594-600. 4. Hemanek P.TNM Atlas (UICC), Springer-Verlag, Paris 1998, p.115-123.
127
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
K ARSINOMA L AMBUNG (ICD C 16) BATASAN Keganasan lambung.
PATOFISIOLOGI Etiologi sebagian besar dihubungkan dengan diet. Risiko meningkat pada infeksi H.pylori. karsinoma lambung lebih banyak dijumpai pada golongan darah A. Gastritik atrofik diserati anemia perniciosa disebut pre maligna. Secara morfologis karsinoma lambung berupa : 1. Ulseratif – 25% 2. Polipoid – 25% 3. Penyebaran superfisial early gastric cancer – 15% 4. Linitis plastic – 15% 5. Karsinoma lambung lanjut – 35%
GEJ ALA KLINIS Anorexia dan berat badan turun, anemia berat dan perdarahan samar. Disfagia dan vomitis.
PEMERIKSAASN DAN DIAGNOSIS Pada stadium lanjut dapat teraba tumor abdomen dan nyeri. Gastroskopi dan barium intake. CT scan dengan kontras untuk staging
STADIUM T1
Invades lamina propria, sub mucosa
T2
Invades nuscularis propria, sub serosa
T3
Invades serosa (peritoneum visceralis)
T4
Adjacent structure
N1
Metastasis 1-6 regional lymphonodes
N2
Metastasis 7-15 regional lymphonodes
N3
Metastasis > 15 regional lymphonodes
M1
Distant metastasis
128
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DIAGNOSIS BANDING 1. Karsinoma esofago gastric junction 2. Lymphoma lambung 3. Tumor jinak lambung
PENATALAKSANAAN Reseksi lambung beserta kelenjar regional Karsinoma lambung pada cardia, fundus dan corpus dilakukan total gastrektomi dengan splenektomi Pada kasus inresektabel dilaukan by pass gastro jejunostomi.
DAFTAR P USTAKA 1. Ashley SW : Gastric cancer in Principles of surgery ed by Schwatz 7 th ed, Mc Graw Hill, 1999, p. 1201-1212. 2. Livingstone EH : Gastric carcinoma in Surgery Basic Science and Clinical Evidence, ed by Norton JA, Springer, Verlag, New York, 2001, p. 504-509. 3. Raines SA : Surgery for cancer of the stomach in Upper gastrointestinal Surgery ed by Griffin SM and Rains SA, WB Saunders 2th ed 2001, p. 155-202. 4. Fergusson JI and Brown SP : Staging of esophageal and gastric cancer in Upper gastro intestinal Surgery ed by Griffin SM and Rams SA, WB Saunders 2
nd
ed
2001, p. 57-92. 5. Hermanek P : TNM Atlas (UICC) 4 th ed Springer – Verlag, Paris, 1998, p. 81-92.
129
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KARSINOMA PANKREAS (ICD C 25) BATASAN Neoplasma ganas pancreas
PATOFISIOLOGI Sebagian besar berasal dari kelenjar eksokrin. Keganasan kelenjar eksorin jarang, seperti insulinoma, somatostatinoma, gastrinoma lebih sering dijumpai pada penderita diabetes mellitus dan penderita pankreatitits kronis.
GEJ ALA KLINIS 60% karsinoma pancreas berasal dari kaput pancreas (C 25.0), disertai gejala icterus dan berat badan menurun, gatal-gatal karena asam empedu di bawah kulit dan kencing seperti the. Tinja akholis. Nyeri menunjukkan gejala lanjut.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS Fisik
: icterus dan pembesaran kantong empedu (tanda Courvoisier). Tumor abdomen menunjukkan gejala lanjut. Gatal-gatal pada kulit goresan-goresan.
Laboratorium : Bilirubin darah meningkat, terutama
bilirubin conjugated dan
progresif Gamma glukoronil transferase meningkat Alkali fosfatase meningkat. Faal hemostasis terganggu tumor pancreas. Kadar CA 19.9 meningkat. USG
: Tumor pancreas Kandung empedu dan saluran empedu melebar Saluran empedu intra dan ekstra hepatal melebar
CT Scan MRI
130
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
STADIUM T1
Limited to pancreas < 2 cm
T2
Limited to pancreas > 2 cm
T3
Extends to duodenum, bile duct, peri pancreato tissues
T4
Extendsto stomach, spleen, colon, large vessels
N1
Regional lymph node metastasis
M1
Distant metastasis
DIAGNOSIS BANDING Batu saluran empedu Tumor ganas pancreas yang berasal endokrin Tumor ganas ampula vater (ICD C 24.1) Cholangio carcinoma (ICD C 24.0)
KOMPLIKASI Ikterus obstruksi
PENATALAKSANAAN Stadium dini : reseksi pancreas. Pada kaput pancreas dilakukan duodenopancreatectomy cephalic. Resektabilitas ditentukan ditentukan pra bedah dengan CT-scan dan endo ultrasonography. Tumor dinyatakan resektabel bila : 1. Masih kecil, kurang dari 2 cm 2. Belum ada penyebaran local yang jauh 3. Belum mengenai pembuluh darah 4. Belum ada metastase kelenjar regiener dan hepar 5. Terapi adjuvant chemotherapy 6. Stadium lanjut by pass bilio digestif
131
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR P USTAKA 1. Reber HA : Adeno carcinoma of the pancreas in current surgical diagnosis & treatment ed by Way LW, 1994, p. 586-588. 2. Mulvikill SJ : Pancreatic Cancer in Surgery Basic Science and Clinical Evidence ed by Norton JA, 2001, p. 536-546. 3. Reber HA : Tumors of the pancreas in Principles of surgery ed by Schwatz SI, Mc Graw Hill 7th ed. 1999, P. 1488-1497 4. Devenis CG and Bassi C : Pancreatic tumors, achievements and prospective, Georg Thieme, Verlag, stugart 2000, p. 137-274. 5. Hermanek P. : TNM atla (UICC), Springer – Verlag, Paris 4 th ed, 1998, p. 131152.
132
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BEDAH ANAK KELAINAN ANOREKT AL BAWAAN
BATASAN Kelainan anorektal bawaan merupakan kelainan yang sangat bervariasi. Penanganan yang tepat memerlukan pengertian tentang kelainan anatomi yang dihadapi. Untuk memudahkan dapat dibuat pemisahan antara kelainan rendah (infra levator) dan kelainan tinggi (supra levator), yang berdasarkan pada patologi terhadap otot levator ani dan dasar panggul.
PATOFISIOLOGI 1. Kelainan rendah (infra levator) : Migrasi normal rectum ke arah kaudal sudah melewati otot dasar panggul panggul (pubo rectal sling), tebal lapis jaringan antara ujung buntu rectum dan kulit anus tidak lebih dari satu sentimeter. Kelainan rendah ini dapat disertai fistula atau tanpa fistula. Pada bayi laki-laki biasanya fistula anokutan, sedang wanita fistula anovestibulear atau anokutan. 2. Kelainan tinggi (supra levator) : Migrasi rectum tidak mencapai otot dasar panggul, di sini lapis jaringan antara ujung buntu rectum dan kulit anus (anal dimple) berjarak cukup tebal, lebih dari satu sentimeter. Kelainan tinggi juga dapat disertai fistula, yaitu pada bayi laki biasanya didapatkan fistula rektourethral, pada wanita dapat terjadi fistula rektovaginal atau rektovestibular. Kelainan letak yang sangat tinggi, yaitu ujung buntu rectum berada intra abdominal, dapat juga disertai fistula dengan buli-buli.
GEJ ALA KLINIS Kelainan ini mengakibatkan pengeluaran mekonium terhalang, bila dibiarkan dapat timbul gejala obstruksi ileus dengan segala komplikasinya. Kelainan anorektal dengan fistula letak rendah sering kali tanpa gejala obstruksi ileus, akan tetapi bila fistula tidak adekuat maka harus dilakukan tindakan bedah segera agar mekonium dapat keluar. Pada kelainan dengan fistula letak tinggi selalu memberikan gejala obstruksi. Pada laki-laki dengan fistula rektouretral pada urine ditemui mekonium. Pada wanita dengan fistula letak tinggi rektovaginal sering kali didapatkan mekonium di introitus vagina, sedang pada fistula rektovestibuler didapatkan fistula pada vestibulum vagina yang selalu tidak adekuat, sehingga selalu disertai tanda obstruksi ileus.
133
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Kelainan anus malformasi ini sering disertai kelainan lain VACTERRL yaitu : V-ertebra, A-nal, C-ardiac, T-rakheoesofagial, R-adial, R-enal, dan L-imb.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS A. Kelainan letak rendah (infra levator) 1. Anus stenosis : a. Penyempitan kanalis ani bawaan, sehingga mekonium terhambat ke luar. b. Letak anus anatomis. c. Pada sondase didapatkan anus menyempit. 2. Anus konvertus (membrane ani persisten = anus membranosa) Inspeksi : Anus tertutup oleh membran tipis, transparan, berwarna gelap dan menonjol karena terdorong oleh mekonium yang tertumpuk di atasnya. 3. Fistula anokutan a. Tidak didapatkan anus. b. Didapatkan lubang fistula pada perineum, perianal sampai scrotum. c. Mekonium berwarna hitam tampak jelas di subcutis dan ke luar melalui lubang luar fistula tersebut, sering kali fistula tersebut sangat kecil, sebesar ujung jarum. d. Pada bayi laki lubang luar fistula dapat mencapai raphe scrotum. 4. Anus vestibularis a. Kelainan tersering pada bayi wanita, anus berada di vestibulum vagina. b. Pantensi biasanya adekuat, akan tetapi dapat pula stenosis, sehingga menghambat pengeluaran mekonium. c. Bila stenosis, dilakukan dilatasi dengan bouginator Hegar maka mekonium dapat keluar, bila gagal maka dilakukan insisi secara cut back agar mekonium dapat keluar dengan lancar. 5. Anus anterior a. Anus berada di perineum, yaitu anterior dari tempat yang seharusnya. b. Ada kalanya stenosis sehingga menghambat mekonium keluar. 6. Anus atresia a. Tidak tampak lubang anus, hanya didapatkan anal dimple b. Tidak didapatkan fistula c. Pada foto invertografi tampak ujung buntu rectum terletak tidak lebih satu sentimeter dari marker anal dimple
B. Kelainan letak tinggi (Supra levator) : 1. Anus atresia : a. Tidak tampak lubang anus, hanya didapatkan anal dimple
134
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
b. Tidak didapatkan fistula c. Bentuk pantat (flat bottom), kadang susah menentukan anal dimple d. Pada foto invertografi tampak ujung buntu rectum terletak lebih satu sentimeter dari marker di anal dimple e. Anus atresia, ujung buntu berada intra abdominal (letak sangat tinggi), dapat terjadi fistula rektovesika. Pada foto invertogafi dapat dilihat udara dalam buli-buli 2. Rektovestibular fistula : a. Lubang fistula tampak pada vestibulum vagina, lubang tersebut bukan anus, melainkan suatu saluran yang dilapisi epitel yang menghubungkan vestibulum vagina dengan ujung buntu rectum. b. Fistula ini biasanya tidak adekuat untuk mengeluarkan mekonium, sehingga bayi dengan kelainan ini selalu didapatkan dalam keadaan obstruksi ileus. 3. Rektourethral fistula : a. Kelainan letak tinggi paling sering pada bayi laki-laki. b. Tidak terdapat anus. c. Terdapat fistula antara ujung buntu rectum dengan urethra, sehingga mekonium ke luar melalui urethra. d. Urine pada penderita ini selalu bercampur dengan mekonium. Kadang terdapat mekonium pada osteum urethra externa. e. Bila pada pemeriksaan sedimen urine bayi laki didapatkan keruh maka harus dicurigai adanya fistula rektourethral.
PEMERIKSAAN Pemeriksaan penderita dengan kelainan anus malformasi harus melalui tahapantahapan sebagai berikut : 1. Pemeriksaan klinis terdiri dari : anamnesis, diagnose fisik, terutama pemeriksaan pada perineum penderita. Pemeriksaan harus cukup penerangan, teliti dan sistematis dan kalau perlu dengan sondase. 2. Pemeriksaan penunjang : a. Invertografi dengan cara : -
Foto Wagensteen-Rice Prone lateral position
Foto ini (menggunakan) kontras udara pada rectum, sehingga bayi baru lahir harus ditunggu hingga 12 jam agar udara mencapai rectum. b. USG anal (perineum) : Dapat digunakan pengganti foto invertografi. Lebih menguntungkan, karena tidak perlu menunggu hingga 12 jam namun pembacaannya sangat tergantung pengalaman ahli radiologi.
135
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
c. Pemeriksaan urine sedimen : Pemeriksaan ini harus dilakukan pada bayi laki-laki di mana pada pemeriksaan klinis jelas tidak didapatkan fistula.
DIAGNOSIS BANDING Kelainan anorektal bawaan umumnya segera dapat diketahui cukup dengan inspeksi, palpasi dan sondase. Stenosis ani perlu dibedakan dengan penyakit Hirschsprung, mekonium ileus yang menyebabkan mekonium terlambat ke luar. Perlu juga diperhatikan kemungkinan rectum atresia, walaupun sangat jarang.
PENYULIT Bila tidak segera diketahui maka terjadi penyulit, yaitu : Obstruksi ileus, entero colitis, perforasi hingga sepsis.
PENATALAKSANAAN 1. Anus stenosis : Sondase dan dilatasi (bouginasi dengan businator Hegar) 2. Anus membranosa : Insisi membran kemudian dilakukan dilatasi 3. Anus vestibularis : Kalau stenosis harus dilakukan dilatasi, bila dengan dilatasi gagal maka harus dilakukan insisi dengan cara cut back. Bila dengan insisi mekonium tetap tidak bisa ke luar maka harus diilakukan diversi kolostomi. Kemungkinan bukan anus vestibularis tetapi kelainan letak tinggi rekto vestibularis. 4. Anus atresia letak rendah : Dilakukan sito Postero Sagital Ano Rekto Plasti (PSARP) 5. Anus atresia letak tinggi : Pertolongan pertama adalah diversi harus sudah dikejakan dalam 48 jam pertama setelah kelahiran. Diversi dapat berupa kolotransversostomi kanan bagi dokter yang belum berpengalaman, dan sigmoidostomi bagi dokter yang sudah berpengalaman dalam hal pembedahan pada penderita dengan anus malformasi. Tindakan definitive dikerjakan kemudian setelah usia lebih dari 10 minggu (Rule of over ten) atau setelah pengobatan kelainan bawaan lainnya sudah selesai. 6. Catatan : Sebelum melakukan tindakan pembedahan harus dilakukan pemeriksaan yang betul-betul sempurna. Buatlah foto polos abdomen untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan intraabdominal lain. Dalam menangani penderita dengan kelainan anorektal bawaan penting kita perhatikan yaitu : tujuan akhir adalah untuk mendapatkan anus yang kontinen.
136
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Inkonentinensia hanya akan merupaka siksaan bagi penderita seumur hidupnya. Oleh sebab itu perlu dicamkan : a. Jangan mencoba melakukan anoplasti perineal bila belum yakin bawah kelainan tersebut rendah b. Anggaplah terdapat fistula (rekto vesika/ rekto vaginal/ rekto urethral) selama hal sebaliknya belum dapat dibuktikan c. Kolostomi adalah tindakan penyelamatan pertama yang dibenarkan, bila ada keragu-raguan.
DIAGRAM TREE Newborn Male – Anorectal Malformation Perianal Ins ection Spine 20 – 24 hrs Kidney U/S Urinalysis R/O esophageal atresia Re-ecaluation and crosstable lateral film Perianal fistula
Rectal gas bellow coccyx No associated defects
Anoplasty Consider PSRAP with or without colostom
137
Sacrum Spinal U/S Cardiacecho
Rectal gas above coccyx No associated defects Abnormal sacrum Flat Bottom
Colostomy
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR P USTAKA 1. Filston, H. C. Imperforate anus. : Surgical problems in children, recognition and referral, C.V.Mosby – St.Louis, 1982, p.97 2. Cook, R.C.M. at al : Anorectal malformations. Neonatal Surgery, 2 nd. Ed Butterworths. London 1979, p. 457. 3. Ravitch. M.M. et al. Rectu and anus, Imperforate anus in Pediatric Surgery. Year Books Publ. Chicago, 1962, p. 821-636. 4. James Lister. Irene M. Irving : Neonatal Surgery, 3 rd edButterworths, 1990, p.547.
138
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
PE NYAKIT HIRSCHSPRUNG BATASAN Penyakit hirschsprung adalah suatu penyakit yang diakibatkan tidak adanya / tidak terbentuknya sel-sel ganglio saraf parasimpatis mienterikus di dinding segmen usus (tersering pada kolon distal atau anorektal).
PATOFISIOLOGI Akibat tidak terbentuknya sel-sel ganglion parasimpatis mienterikus Auerbach dan Meissner pada dinding usus, maka gelombang peristaltic daerah aganglioner tersebut terganggu, sehingga aktifitas saraf simpatis pada daerah yang agangliner dominan. Hal ini mengakibatkan usus menjadi spasme yang akhirnya mengganggu fungsi usus tersebut. Feses tidak dapat melewati usus yang spasme, dan menumpuk di proksimal. Usus bagian proksimal ini akan menyebabkan dilatasi, hipertrofi, odematus hingga dapat terjadi enterokolitis.
GEJ ALA KLINIS 1. Pada Neonatus : a. Terlihat mekonium terlambat ke luar. Mekonium normal akan ke luar pada 24 jam pertama kelahiran b. Sembelit dengan perut yang membuncit serta muntah kehijauan, atau tanda retensi cairan lambung bila sudah terpasang pipa lambung sebelumnya. c. Pada waktu colok dubur, jari ditarik maka udara beserta feses akan ke luar menyemprot dan obstruksi pada abdomen hilang.
2. Pada Anak : a. Gangguan defekasi dan pola buang air besar tidak teratur, atau setiap kali buang air besar harus dibantu dengan pencahar dan sering harus memanipulasi anus agar feces yang keras dapat ke laur. b. Perut membuncit, kurus dan pertumbuhan yang terlambat
PE MERIKS AAN DIAGNOSIS 1. Colok dubur : Teraba sfingter ani tonus normal, ampula recti kosong dan teraba feces yang keras di sebelah proximal (rectosigmoid). Colok dubur pada bayi, saat jari dicabut ke luar feces dan gas yang menyemprot dan abdomen menjadi kempis
139
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2. Radiologis a. Foto polos abdomen : Sebaiknya dibuat sebelum colok dubur, didapatkan gambaran : - Obstruksi ileus dengan kolon dilatasi hebat - Pada anak yang lebih besar didapatkan tumpukan fekal material yang
banyak - Tidak didapatkan udara pada sigmoid (dalam rongga pelvis)
b. Foto dengan kontras (Barium enema) - Tampak segmen aganglioner yaitu bagian yang menyempit, sedangkan
bagian yang melebar adalah bagian yang berganglion. Bagian yang menyempit ini meyerupai ekor tikus ( rat tail). - Perbatasan antara segmen yang aganglioner dengan segmen ganglioner
disebut zona transisional. Zona ini pada foto tampak sebagai usus yang terbentuk seperti corong, yaitu bagian yang mungkin jumlah sel sarafnya normal tetapi immature atau sel-sel sarafnya matur, akan tetapi jumlahnya tidak banyak. - Bila segmen aganglioner ini panjang maka terlihat gambaran seperti
bergerigi yang diakibatkan disritma otot-otot usus. - Pada segmen kolon yang dilatasi dapat dijumpai gambaran sarang lebah
(honey comb) yang berarti sudah terjadi entero colitis. - Foto post evacuasi setelah 24-48 jam masih terlihat adanya sisa kontras.
3. Pemeriksaan Manometri Rektum : Dilakukan pengukuran tekanan intra luminal. Pada segmen yang aganglioner tekanan intra luminarnya lebih tinggi dibanding dengan kolon yang berganglioner
4. Pemeriksaan Biopsi : Pemeriksaan histologist dinding rectum yang dicurigai aganglioner a. Histopatologi : Yaitu pemeriksaan dengan cara melakukan eksisi dinding rectum (cara Swenson) b. Histokhimia : Yaitu pemeriksaan biopsy aspirasi mukosa rectum, kemudian dilakukan
pengecatan
sehingga
dapat
melihat
aktivitas
acetylcholine
esterase (cara Noblett). Diagnosis
penderita
penyakit
hirschsprung
dapat
ditentukan
dengan
pemeriksaan klinis, foto polos abdomen dan barium enema. Bila pada pemeriksaan
klinis
dan
radiologis
tersebut
didapatkan
keraguan,
pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologis.
140
maka
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DIAGNOSIS BANDING 1. Mekonium ileus (pada bayi baru lahir) 2. Rektum stenosis 3. Tumor rongga pelvis yang menekan rectum 4. Konstipasi idiopatik
KOMPLIKASI 1. Konstipasi 2. Enterokolitis 3. Malnutrisi 4. Perforasi kolon
PENATALAKSANAAN 1. Bila segmen aganglionernya kurang dari satu sentimeter dilakukan konservatif, yaitu diperlukan pencahar secara periodic bila buang air besar. 2. Bila segmen aganglionernya lebih dari satu sentimeter dan kurang dari dua sentimeter, maka diperlukan miektomi posterior. 3. Bila segmen aganglionernya panjang (lebih dari 2 sentimeter) a. Tindakan awal : urgen sigmoidostomi, baik double barrel atau single barrel sesuai dengan kemampuan operator b. Tindakan definitive : tindakan operasi reseksi dan tarik terobos (pull trough) dengan macam teknik sesuai dengan kemampuan operator. 4. Perawatan pasca operasi sangat penting untuk menghindari komplikasi lanjut yaitu : rectum stenosis dan enterokolitis pasca operasi.
DAFTAR P USTAKA 1. Jemes Lister. Irene M.Irving : Neonatal Surgery 3th.Ed. Butterworths. London 1990. p. 523. 2. John G. Raffensperger : Swenson’s Pediatric Surgery. 5 th. Ed. Appleton & Lange, Connecticut. 1990. p. 555.
141
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ATRESIA ESOFAGUS BATASAN Atresia esophagus merupakan kelainan bawaan, sebagian segmen esophagus tidak terbentuk atau tidak sempurna dengan atau tanpa fistula dengan trachea.
PATOFISIOLOGI Atresia esophagus terjadi karena gangguan pertumbuhan esophagus dalam kehidupan embrio 3-6 minggu dengan sebab yang tidak jelas. Bila terjadi kegagalan penutupan celah laringo-trakheal maka dapat menimbulkan atresia esophagus dengan atau tanpa fistula ke trachea.
P ATOLOGI : Ada lima macam bentuk kelainan
Klasifikasi
Klasifikasi
Gambar
Prosentase
Gross
Vogt
A
2
7%
B
3a
2%
C
3b
85 %
D
3c
3%
E
4
3%
Pure atresia without a fistula (pure EA) Fistula
to
the
upper
esophageal pouch (EA with proximal fistula) Blind-ending upper pouch with a distal fistula (EA with distal fistula) Upper and a lower pouch fistula (EA with proximal and distal fistula) Isolated oesophageal
tracheofistula
without atresia (H-type fistula)
142
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
GEJ ALA KLINIS 1. Perawatan prenatal : Ada riwayat hidramnion pada ibu 2. Perawatan antenatal : Terlihat keluar air liur yang berlebihan dari mulut. 3. Bila bayi diberi minum akan tersedak, batuk hingga sianosis. 4. Aspirasi pneumoni. 5. Pasang pipa lambung (NGT) ukuran besar (no : 10F). Bila bayi dengan atresia esophagus, maka NGT tidak bisa masuk hingga lambung, atau hanya bisa masuk kurang dari 10 cm dari batas gusi depan. 6. Atresia esophagus sering disertai kelainan lain : “VATERR” : yaitu : V-ertebra, Anal, T-rakhea, E-sofagus, R-adial, R-enal anormaly.
CARA P EMERIKSAAN 1. Klinis 2. Foto polos thorak abdominal didapatkan gambaran : a. Pipa lambung berhenti atau berbelok ke atas. b. Terlihat udara dalam lambung dan usus :Berarti terdapat fistula tracheal esophagus c. Bila tidak ada udara dalam lambung dan usus lainnya, brarti tidak ada fistula antara esophagus dengan trachea. 3. Esofagografi dengan kontras dilanjutkan hanya bila dicurigai trachea esophagus dengan fistula tipe D dan E.
DIAGNOSIS BANDING 1. Gangguan pernafasan akibat sebab lain 2. Stenosis esophagus 3. Obstruksi usus lebih distal : muntah mengandung asam lambung atau asam empedu dan timbul lebih lambat serta NGT dapat mudah masuk sampai lambung.
PENYULIT 1. Aspirasi hingga terjadi pneumoni 2. Dehidrasi hingga gangguan elektrolit
PENATALAKSANAAN 1. Pertolongan pertama a. Pasang pipa lambung dan lakukan penghisapan terus menerus (stump
suction)
143
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
b. Letakkan penderita dalam incubator dengan posisi kepala dan leher lebih tinggi dengan kepala menoleh ke kanan atau ke kiri (TEF tipe C,D,E). Tipe A dan B bayi ditidurkan dalam posisi kepala dan leher lebih rendah dari badan
(head down) c. Pasang infus 2. Persiapan pembedahan a. Koreksi gangguan cairan, elektrolit b. Buat foto polos thorakoabdominalis c. Berikan antibiotic d. Siapkan darah e. Evaluasi penderita berdasarkan “KRITERIA WATERSTON” -
Kriteria A : Bila berat badan lebih atau sama dengan 2,5 kg dengan keadaan umum yang baik.
-
Kriteria B1 : Bila berat badan 1,8 kg – 2,5 kg dengan keadaan umum baik.
-
Kriteria B2 : Bila berat badan lebih atau sama dengan 2,5 kg dengan pneumoni sedang atau ada kelainan bawaan lain.
-
Kriteria C1 : Bila berat badan kurang dari 1,8 kg.
-
Kriteria C2 : Semua berat badan dengan pneumoni berat dengan atau kelainan bawaan lain yang berat.
3. Pembedahan a. Penderita kriteria A : dilakukan anastomosis primer dan gastrostomi segera. b. Penderita B1, B2 dan C1 segera dilakukan gastrostomi dan jejunostomi feeding trans pylorus dengan general anestesi, kemudian perbaiki keadaan umum hingga optimal untuk dilakukan anastomosis, c. Penderita dengan criteria C2 lakukan gastrostomi dan jenunostomi feeding dengan local anestesi, kemudian perbaiki keadaan umum hingga optimal untuk dilakukan operasi definitive.
DAFTAR P USTAKA 1. Filston, H C. Surgical problems in Children, recognition and refeal, C.V Mosby. St. Louis. 1982 2. Ravitch, M. M. et. Al. Congenital Esophagus atresia and Tracheo Esophageal Fistula in Pediatric Surgery : Year Books Medical Publ. Chicago, 1962, p. 266-288.
144
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
INTUSSUSCEPTION BATASAN Intususepsi (intussusceptions) adalah suatu keadaan segmen usus proximal mengalami invaginasi (masuk) ke dalam usus segmen distal.
PATOFISIOLOGI Biasanya sebagian besar kasus ileum dan mesentrium masuk ke sekum hingga kolon. Bagian ujung usus yang masuk disebut intususeptum, sedangkan bagian pangkal usus yang masuk akan terjepit dan mesentriumnya tertarik. Keadaan ini menyebabkan obstruksi usus dan gangguan aliran darah arteri, venus dan saluran limfe. Akibat obstruksi ini terjadi mukosa edema, yang selanjutnya menyebabkan strangulasi, kemudian nekrosis dan perforasi. Dalam penelitian keadaan invaginasi ini menyebabkan nekrosis setelah 48 jam tanpa pengobatan. Sebagian besar etiologi intususepsi nonspesifik, hanya ebagian kecil saja ada penyebabnya, yaitu divertikel Meckel, polip, duplikatur usus. Dikatakan nonspesifik karena banyak factor yang mungkin sebagai penyebab, antara lain : perubahan makanan, diare, infeksi virus yang menyebabkan pembesaran kelenjar pada mesentrium iliokalica, sehingga menyebabkan gangguan paristaltis usus.
GEJ ALA KLINIS 1. Nyeri perut Sifatnya mendadak pada bayi usia sekitar 3-9 bulan. Bayi menjadi rewel, gelisah, menangis keras dan teriak-teriak. Nyeri perut i ni bersifat kolik. 2. Muntah Muntah dapat terjadi sejak awal, pada awalnya tumpahan jernih makin lama bersifat fekal. 3. Berak darah dan lendir : Gejala ini sangat klasik akibat laserasi mukosa. 4. Adanya massa (sausage-shaped mass) yang biasanya berlokasi di upper mid abdomen sesuai dengan lokasi intususepsinya
PE MERIKS AAN DIAGNOSIS 1. PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi : a. Kadang-kadang dapat dilihat gambaran usus/peristaltis usus pada dinding perut
145
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
b. Didapatkan distensi bila sudah terjadi ileus Palpasi : a.
Perut kanan bawah teraba kosong (Dance’s sign)
b.
Dapat teraba massa yang lokasinya sesuai dengan lokasi intusesepsi
Auskultasi : a. Bising usus meningkat hingga dapat terdengar metallic sound Pemeriksaan colok dubur : a. Didapatkan darah dan lendir pada sarung tangan b. Dapat ditemukan massa yang berbentuk seperti mulut rahim, apabila intususeptum mencapai rectum. 2. PEMERIKSAAN TAMBAHAN a. Foto polos abdomen : didapatkan gambaran ileus obstruksi b. Foto barium enema : dilakukan selama kondisi masih baik, dengan tujuan : -
Diagnosis
-
Diagnosis dan terapi
Didapatkan gambaran coiled spring atau cupping apabila intusespsinya pada segmen ileokolika.
DIAGNOSIS BANDING 1. Amobiasis kolon 2. Enterokolitis
PENATALAKSANAAN 1. Dekompresi dengan pipa lambung 2. Koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit 3. Reposisi usus yang mengalami invaginasi dengan cara : a. Bila intususepsi masih belum disertai tanda-tanda strangulasi maupun perforasi, maka reposisi usus dapat dikerjakan dengan cara member tekanan hidrostatik dengan barium enema. Barium enema terapeutik ini diharapkan intususeptum dapat terdorong ke proksimal sehingga tereposisi. Bila reposisi dengan barium enema gagal maka harus dilakukan opersi dengan cara
milking, selanjutnya dilakukan appendektomi untuk mencegah terjadinya appendicitis akuta pasca invaginasi b. Bila intususepsi sudah disertai tanda-tanda strangulasi, maka intususeptum hanya dikerjakan dengan laparotomi. Barium enema dapat dikerjakan hanya sebagai diagnostic, bukan sebagai terapeutik c. Bila disertai tanda peritonitis, maka harus dilakukan pembedahan
146